Anda di halaman 1dari 13

1

PERJUANGAN MENGHADAPI ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA

A. BERBAGAI PERGOLAKAN DALAM NEGERI 1948-1965

1. PERISTIWA KONFLIK DAN PERGOLAKAN YANG BERKAITAN DENGAN IDEOLOGI

a. Pemberontakan PKI Madiun


PKI bukanlah partai baru melainkan sudah ada sejak zaman pergerakan nasional sebelum dibekukan
oleh pemerintahan Hindia Belanda akibat memberontak tahun 1926. PKI mulai dari zaman kemerdekaan
hingga 1948 masih mendukung pemerintah yang kebetulan dikuasai oleh golongan kiri. Ketika golongan kiri
mulai terlempar dari pemerintahan maka PKI menjadi partai oposisi dan bergabung dengan FDR (Front
Demokrasi Rakyat) yang didirikan oleh Amir Syarifuddin awal Februari 1948. Kemudian September 1948 PKI
dipimpin oleh Muso. Ia membawa PKI ke dalam pemberontakan bersenjata yang dicetuskan di Madiun pada
tanggal 18 September 1948.
Mengapa PKI memberontak? Alasan utamanya bersifat ideologis, yaitu memiliki cita-cita ingin
menjadikan Indonesia sebagai negara komunis. Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya diplomasi dengan
Muso, bahkan sampai mengikutsertakan tokoh kiri yaitu Tan Malaka untuk meredam grakan ofensif Muso.
Namun kondisi sudah terlanjur panas sehingga pada pertengahan September 1948 terjadi pertempuran antara
kekuatan-kekuatan bersejata yang memihak PKI dengan TNI mulai meletus. PKI dan kelompok pendukungnya
kemudian memusatkan diri di Madiun. Muso memproklamirkan “Republik Soviyet Indonesia” pada tanggal 18
September 1948. Setelah berhasil menguasai Madiun, para pemberontak akhirnya melakukan penyiksaan dan
pembunuhan secara besar-besaran. Pejabat pemerintah, perwira tinggi TNI dan polisi, pemimpin parta, para
ulama, dan tokoh-tokoh masyarakat banyak yang menjadi korban keganasan PKI. Hingga akhirnya kekejaman
PKI itu membuat marah rakyat Indonesia dan berniat bekerjasama dengan pemerintah untuk menumpas
pemberontakan yang dilakukan oleh PKI.
Divisi Siliwangi berhasil menumpas dan memukul mundur pemberontakan pada tanggal 30
September 1948, kemudian Muso tewas tertembak, kemudian Amir Syarifudin tertangkap di hutan Ngrambe
Grobongan, daerah Purwodadi lalu dihukum mati. Akhirnya pemberontakan PKI Madiun dapat dipadamkan
meskipun banyak yang menimbulkan korban dan melemahkan kekuatan pertahanan RI.

Foto: Musso Pemimpin pemberontakan PKI Madiun 1948 (kiri), Amir Syarifudin Ketua FDR (kanan).
3
b. DI/TII (Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia)
Cikal bakal pemberontakan DI/TII yang meluas di beberapa wilayah Indonesia bermula dari sebuah
gerakan di Jawa Barat yang dipimpin oleh S.M Kartosuwiryo. Dahulu dikenal sebagai salah seorang tokoh
Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Perjanjian Renville yang membuka peluang bagi Kartosuwiryo untuk
lebih mendekatkan cita-cita lamanya untuk mendirikan negara Islam. Salah satu keputusan Perjanjian Renville
adalah harus pindahnya pasukan RI dari daerah yang diklaim dan diduduki Belanda ke daerah yang dikuasai
RI. Begitu juga Divisi Siliwangi sebagai pasukan resmi RI dipindahkan ke Jawa Tengah karena Jawa Barat
dijadikan negara bagian Pasundan oleh Belanda.
Parahnya lagi laksar bersenjata Hizbullah dan Sabilillah yang telah berada di bawah pengaruh
Kartosuwiryo tidak bersedia pindah dan malah membentuk Tentara Islam Indonesia (TII).
Kekosongan kekuasaan RI di Jawa Barat segera dimanfaatkan oleh Kartosuwiryo meski awalnya dia
memimpin perjuangan melawan Belanda dalam rangka menunjang perjuangan untuk merealisasikan cita-
citanya.
Pasca membentuk Darul Islam (negara Islam) sekitar bulan Agustus 1949, muncul persoalan yang
serius yaitu Divisi Siliwangi kembali ke Jawa Barat, Kartosuwiryo tidak mau mengakui pemerintahan RI
melainkan bergabung dengan DI/TII. Hal ini sangat tegas bahwa Kartosuwiryo tidak mengakui pemerintahan
RI di Jawa Barat. Sehingga pemerintahpun bersikap tegas yaitu dengan cara melakukan operasi militer 1959.
1. DI/ TII Aceh Darussalam
Gerombolan DI/TII juga melakukan pemeberontakan di Aceh yang dipimpin oleh
Teuku Daud Beureuh, timbul disebabkan rasa kecewa Daud Beureuh status Aceh pada
1950 diturunkan dari daerah istimewa menjadi karisidenan di bawah Provinsi Sumatera
utara. Tanggal 21 September 1953 Daud Beureuh menjabat sebagai gubernur militer
menyatakan Aceh merupakan bagian dari Negara Islam Indonesia langsung di bawah
pimpinan Kartosuwiryo. Solusi untuk menumpas pemberontakan DI/ TII di Aceh pasukan
melakukan operasi militer. Pada tanggal 17-21 Desember 1962 diselenggarakan
Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh, mendapat dukungan dari tokoh masyarakat Aceh
sehingga DI/ TII mampu dipadamkan.
2. DI/ TII Jawa Barat
Pada tanggal 7 Agustus 1949 di Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat), Kartosuwiryo
memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia. Gerakannya dinamakan sebagai Darul Islam dan
memiliki tentara bernama TII (Tentara Islam Indonesia). Usaha untuk menumpas pemberontakan DI/TII ini
memerlukan waktu yang lama disebabkan oleh beberapa faktor:

4
a. Medannya berupa daerah pegunungan sehingga sangat mendukung pasukan DI/TII untuk
bergerilya.
b. Pasukan Kartosuwiryo dapat bergerak dengan
leluasa di kalangan rakyat.
c. Pasukan DI/TII mendapat bantuan dari beberapa orang
Belanda, antara lain pemilik perkebunan dan para
pendukung negara Pasundan.
d. Suasana politik yang tidak stabil dan sikap beberapa
kalangan partai politik telah mempersulit usaha pemilihan
keamanan.
Dalam menghadapi aksi Di/TII pemerintah mengerahkan
pasukan TNI untuk menumpas pemberontakan ini. Pada tahun
1960 pasukan Siliwangi bersama rakyat melakukan operasi “Pagar
Betis” dan operasi “ Bharatayudha” di gunung Geber daerah
majalaya Jawa Barat. Kemudian kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati oleh Mahkamah Agung
sehingga pemberontakan DI/TII Jabar dapat di tumpas.

3. DI/ TII Jawa Tengah


Wilayah Jawa Tengah awal kasusnya disebabkan adanya
persetujuan Renville daerah Pekalongan-Brebes- Tegal
ditinggalkan TNI dan aparat pemerintahan. Hingga akhirnya terjadi
kekosongan di wilayah tersebut kemudian memicu Amir Fatah dan
pasukan Hizbullah yang menolak TNI untuk mengambil alih, pada
saat pasukan TNI kembali ke wilayah tersebut setelah Belanda
melakukan agresi militer II, fakta sebenarnya TNI dan Amir Fatah
telah sepakat bahkan Amir Fatah diberikan mandat sebagai
koordinator pasukan daerah operasi Tegal dan Brebes. Namun
masih sering terjadi ketegangan antara pasukan Amir Fatah dan
TNI hingga akhirnya Amir Fatah berubah pikiran setelah utusan
Kartosuwiryo menemuinya dan mengangkat sebagai panglima TII
Jawa Tengah. Bahkan Amir terlibat dalam
peristiwa proklamasi berdirinya Negara Islam di Jawa Tengah. Usaha TNI untuk menumpas pemberontakan
menggunakan operasi kilat “Gerakan Banteng Negara” (GBN) dipimpin Letnan Kolonel Sabrini yang
kemudian digantikan Letnan Kolonel M. Bachrun dan kemudian oleh Letnan Kolonel A. Yani. Gerakan
operasi ini dilakukan oleh Pasukan “ Banteng Riders”. Sementara itu di daerah Kebumen muncul
pemberontakan bagian dari Di/TII dipimpin oleh Kyai Moh. Mahfudz Abdurrahman yang dikenal sebagai
Romo Pusat atau Kyai Sumolangu. Usaha untuk menumpas pemberontakan ini yaitu dengan cara “ Operasi
Merdeka Timur” dipimpin oleh Letkol Soeharto dan Komandan Brigade Pragolo.
4. DI/ TII Kalimantan Selatan
Timbulnya pemberontakan di Kalimantan selatan bisa ditelusuri saat ALRI (Angkatan Laut Republik
Indonesia)Divisi IV menjadi pasukan utama Indonesia dalam menghadapi Belanda di Kalimantan Selatan,
kemudian tumbuh menjadi tentara yang sangat kuat. Namn ada permasalah yaitu penataan ketentaraan di
Kalimantan Selatan ini dilakukan oleh pemerintahan pusat di Jawa, sehingga hal ini menyebabkan tidak sedikit
orang yang merasa kecewa karena diantara mereka harus ada yang didemobilisasi atau mendapatkan posisi
yang tidak sesuai dengan keinginan mereka, penangkapan-penangkapan terhadap mantan anggota ALRI Divisi
IV terjadi, Salah satu alasannya

5
adalah karena diantara mereka ada yang mencoba
menghasut mantan anggota ALRI yang lain untuk
memberontak.
Pembelot tersebut diantaranya adalah Ibnu
Hajar, memiliki watak yang keras dengan cepat dia
berhasil mengumpulkan pengikut, terutama di kalangan
anggota ALRI Divisi IV yang merasa kecewa dengan
pemerintahan. Ibnu Hajar bergabung dengan
Kartosuwiryo kemudan dijadikan Panglima TII
Kalimantan. DI/TII di
Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar, para pemberontak awalnya membuat kekacauan dengan cara
menyerang pos-pos kesatuan TNI. Solusi untuk menghadapi gerombolan pemberontak tersebut yaitu dengan
cara memberikan kesempatan untuk menyerah dan akan diterima menjadi anggota TNI. Ibnu Hajar
punmenyerah, namun setelah menyerah lalu melarikan diri dan melakukan pemberontakan lagi, hingga
selanjutnya pemerintah mengerahkan pasukan TNI untuk menangkapnya. Kondisi akhirnya Ibnu Hajar
menyerah 1963 dan berharap mendapat pengampunan namun dari pengadilan militer menjatuhi hukuman mati.
5. DI/ TII Sulawesi Selatan
Pemberontakan DI/TII terjadi di Sulawesi Selatan
yang dipimpin oleh Kahar Muzakar. Pada awalnya
pemberontakan ini lebih disebabkan akibat ketidakpuasan
para bekas pejuang gerilya kemerdekaan terhadap kebijakan
pemerintah dalam membentuk Tentara Republik dan
demobilisasi yang dilakukan di Sulawesi Selatan. Namun
beberapa tahun kemudian pemberontakan malah beralih
dengan bergabungnya mereka ke dalam DI/ TII
Kartosuwiryo. Tokoh Kahar Muzakar sendiri pada masa
perang kemerdekaan pernah berjuang di Jawa bahkan
menjadi komandan Komando Grup Selawesi Selatan (KGSS)
yang bermarkas di Yogyakarta. Setelah pengakuan
kedaulatan 1949 ia lalu ditugaskan ke daerah asalnya untuk membantu menyelesaikan persoalan tentang
KGSS. KGSS dibentuk sewaktu perang kemerdekaan dan berkekuatan 16 batalyon atau satu divisi. Pemerintah
ingin agar kesatuan ini dibubarkan lebih dahulu untuk kemudian dilakukan re- organisasi tentara kembali.
Kahar Muzakar diangkat oleh Panglima Tentara Indonesia Timur menjadi koordinator KGSS agar mudah
menyelesaikan persoalan. Namun Kahar Muzakar malah menuntut pada Panglima agar KGSS bukan
dibubarkan melainkan minta kepada seluruh Panglima KGSS dijadikan tentara dengan nama Brigade
Hasanuddin. Tuntutan ditolak karena pemerintah memiliki kebijakan hanya akan menerima anggota KGSS
yang memenuhi syarat sebagai tentara dan lulus seleksi.

Kahar Muzakar melakukan pemberontakan dan menyatakan diri sebagai bagian Negara Islam Indonesia pada
tahun 7 Agustus 1953. Solusi untuk menumpas pemberontakan yang dilakukan oleh kahar Muzakar yaitu
dengan cara operasi milter, pada bulan Februari 1965 Kahar Muzakar berhasil ditangkap dan ditembak mati.

c. Siapa Dalang G30S/PKI? Berikut ada 6 Teori mengenai peristiwa Kudeta G30S/PKI
tahun 1965
1. G30S merupakan persoalan internal Angkatan Darat (AD)
Teori ini dikemukan Ben Anderson, W.F Weterheim, dan Coen Hostapel bahwa peristiwa yang timbul
akibat adanya persoalan dalam tubuh AD sendiri. Dengan dasar pada pernyataan pemimpin Gerakan
Letkol Untung menyatakan bahwa para pemimpin AD hidup bermewah- mewahan dan memperkaya diri
hingga mencemarkan nama baik AD. Pendapat seperti ini sebenarnya berlawanan dengan kenyataan yang
ada. Jenderal Nasution misalnya, Panglima Bersenjata ini justru hidupnya sederhana.
2. Dalang G30S/PKI adalah Dinas Intelejen Amerika Serikat (CIA)
Teori ini dikemukakan oleh Peter Dale Scott atau Geoffrey Robinson, menurut teori ini AS khawatir
Indonesia jatuh ke tangan komunis. PKI saat itu memang sangat kuat pengaruhnya di Indonesia.
Kemudian CIA bekerjasama dengan suatu kelompok dalam tubuh AD untuk memprovokasi PKI agar
melakukan gerakan kudeta. Setelah itu, ganti PKI yang dihancurkan. Tujuan akhir skenario CIA ini adalah
menjatuhkan kekuasaan Soekarno.
3. G30S/PKI merupakan pertemuan antara kepentingan Inggris-AS.
Menurut teori G30S adalah titik temu antara keinginan Inggris yang ingin sikap konfrontatif Soekarno
terhadap Malaysia bisa diakhiri melalui penggulingan kekuasaan Soekarno, dengan keinginan AS agar
Indonesia terbebas dari Komunis. Soekarno memang tengah gencar menyerang Malaysia yang
dikatakannya sebagai negara boneka Inggris. Teori ini dikemukakan oleh Greg Poulgrain.
4. Soekarno adalah dalang Gerakan 30S/PKI
Teori ini dikemukakan oleh Anthony Dake dan John Hughes menyatakan bahwa Soekarno berkeinginan
melenyapkan kekuatan oposisi terhadap dirinya, yang berasal dari sebagian perwira tinggi AD. Karena PKI
dekat dengan Soekarno, partai ini terseret. Dasar teori ini yaitu kesaksian Shri Biju Patnaik pilot asal India
yang menjadi sahabat banyak Pejabat Indonesia sejak masa revolusi. Kemudian mengatakan bahwa 30
September 1965 tengah malam Seokarno memintanya untuk meninggalkan Jakarta sebelum subuh.
Menurut Patnaik Soekarno berkata:”sesudah itu saya akan menutup lapangan terbang” Di sini Soekarno
seakan tahu bahwa akan ada “peristiwa besar” esok harinya. Namun teori ini dilemahkan antara lain dengan
tindakan Soekarno yang ternyata kemudian menolak mendukung G30S/PKI. Bahkan pada 6 Oktober 1965
dalam sidang Kabinet Dwikora Soekarno mengutuk peristiwa tersebut.
5. Tidak ada pemeran tunggal dan skenario besar dalam peristiwa G30S/PKI (teori chaos).
Teori ini dikemukakan oleh John D. Legge yang menyatakan bahwa tidak ada dalang tunggal dan
tidak ada skenario besar dalam G30S/PKI. Kejadian ini hanya merupakan hasil dari perpaduan antara,
seperti yang disebut Soekarno: “unsur-unsur Nekolim (negara Barat), pimpinan PKI yang keblinger serta
oknum ABRI yang tidak benar”. Semua pecah dalam improvisasi di lapangan.
6. Dalang G30S/PKI adalah PKI
Teori ini membahas bahwa tokoh PKI adalah penanggungjawab peristiwa kudeta, dengan cara,
memperalat unsur-unsur tentara. Dasarnya adalah serangkaian kejadian dan aksi yang telah dilancarkan
PKI antara tahun 1959-1965. Dasar lainnya adalah bahwa setelah G30S beberapa perlawanan bersenjata
yang dilakukan oleh kelompok yang menamakan diri CC PKI sempat terjadi di Blitar Selatan, Grobongan
dan Klaten. Teori yang dikemukakan antara lain oleh

7
Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh ini merupakan teori yang paling umum didengar mengenai
kudeta tanggal 30 September 1965.
Namun terlepas dari teori mana yang benar mengenai peristiwa G30S, yang pasti sejak Demokrasi
Terpimpin secara resmi dimulai pada tahun 1959, Indonesia memang diwarnai dengan figur Soekarno yang
menampilkan dirinya sebagai penguasa tunggal di Indonesia. Dia juga menjadi kekuatan penengah diantara
dua kelompok politik besar yang saling bersaing dan terkurung dalam pertentangan yang tidak terddamaikan
saat itu : AD dengan PKI.
A. Latar belakang Munculnya G30S/PKI 1965
Sejak terpilih menjadi Ketua PKI 1951, Dipa Nusantara Aidit dengan cepat membangun kembali
PKI yang porak-poranda akibat kegagalan pemberontakan tahun 1948. Berikut latar belakang adanya
peristiwa G30S/PKI:
1. PKI pernah melakukan pemberontakan di Madiun 1948 namun gagal. Sejak tahun 1950 PKI muncul
lagi dan ikut dalam kehidupan partai politik.
2. DN Aidit dengan cepat membangun PKI, sehingga pada Pemilu 1955 PKI menjadi salah satu partai
tersebesar di Indonesia.
3. Kondisi sosial politik RI pada masa Demokrasi Terpimpin memberi peluang kepada PKI untuk
memperkuat pengaruhnya. Adanya pemberlakuan doktrin Nasakom turut mempertinggi kedudukan
PKI dalam pencaturan politik yang hanya diimbangi oleh Angkatan Darat.
4. Pengaruh PKI ternyata berkembang juga di kalangan seniman, wartawan, guru, mahasiswa, dosen,
dan kaum intelektual.
B. Pemberontakan G30S/PKI 1965
Dalam usaha menyusun kekuatan dan merebut kekuasaan, PKI melakuan serangkaian kegiatan
sebagai berikut:
1. Membentuk Biro Khusus di bawah pimpinan Syam Kamaruzaman. Tugas Biro khusus adalah merancang
dan mempersiapkan perebutan kekuasaan. Disamping itu juga melakukan infiltrasi ke dalam tubuh ABRI,
organisasi politik dan organisasi massa.
2. Menuntut dibentuknya Angkatan ke-5 yang terdiri atas buruh tani yang dipersenjatai.
3. Melakukan sabotase, aksi sepihak, dan aksi teror.
4. Melakukan aksi fitnah terhadap ABRI, khususnya TNI AD yang dianggap dan dinilai sebagai
penghambat pelaksanaan programnya, yakni dengan melancarkan isu Dewan Jenderal.
5. Melakukan latihan kemiliteran di Lubang Buaya, Pondok Gede Jakarta.
Secara fisik militer G30S/PKI 1965 dipimpin oleh Letkol Untung, Komandan Batalyon I Resimen.
Gerakan ini dimulai dini hari tanggal 1 Oktober 1965. Adapun beberapa tindakan yang dilakukan gerakan ini
adalah sebagai berikut.
1. Menculik para jenderal pimpinan TNI untuk melumpuhkan kekuatan ABRI.
2. Menduduki gedung DPR.
3. Memperkuat basis pertahanan PKI di Lubang Buaya yang terletak di dekat markas besar TNI AU.
4. Membentuk Dewan Revolusi yang akan menggantikan pemerintahan sipil.
5. Mendemisionerkan kabinet Dwikora dan membentuk pemerintahan berdasarkan Nasakom.
G30S/PKI 1965 didahului dengan penculikan enam orang perwira tinggi dan seorang perwira pertama
AD antara lain:
a. MenPangAD Ahmad Yani
b. Mayjen S. Parman
c. Mayjen R. Suprapto
d. Mayjen M.T Haryono,
e. Brigjend DI Panjaitan
f. Brigjen Sutoyo Siswomiharjo
g. Kapten Piere Tendean
h. Kolonel Katamso

8
i. Letkol Sugiyono
C. Penumpasan G30S/PKI 1965
Setelah memperoleh gambaran jelas dan keyakinan bahwa G30S/PKI merupakan gerakan PKI, Mayjen
Soeharto selaku Pangkostrad menyusun rencana untuk menumpas gerakan pengkhianatan tersebut.
Langkah-langkah penumpasan G30S/PKI 1965 meliputi:
1. Merebut RRI dan kantor Telkom dipimpin Sarwo Edhi Wibowo.
2. Mengadakan operasi penumpasan di basis G30S/PKI di Lanud Halim Perdana Kusuma.
3. Menemukan jenazah para jenderal korban G30S/PKI.

2. PERISTIWA KONFLIK DAN PERGOLAKAN YANG BERKAITAN DENGAN KEPENTINGAN


a. APRA
Pemberontakan APRA yang didalangi oleh Sultan Hamid II dan dipimpin oleh Kapten Raymond
Westerling didahului dengan pengajuan Ultimatum kepada pemerintah, RIS dan Negara Pasundan yang isinya
menuntut agar APRA diakui sebagai Tentara Pasundan dan menolak dibubarkannya Negara Pasundan.
Ultimatum ini tidak dianggap oleh pemerintah, maka pada 23 Januari 1950, APRA melancarkan serangan
terhadap Kota Bandung. Setiap anggota TNI yang mereka temui, baik bersenjata maupun tidak, ditembak mati
di tempat.
Untuk menumpas pemberontakan APRA, pemerintah menempuh dua cara berikut.
1) Tekanan terhadap tentara Belanda, yaitu dengan mendesak Mayor Jenderal Engels agar melarang
operasi pasukannya meninggalkan markas dan memaksa APRA meninggalkan Kota Bandung.
2) Operasi Militer, yaitu melakukan penangkapan dan pembersihan terhadap anggota APRA serta politisi
negara Pasundan yang terlibat.
Pada pertempuran di Becet tanggal 24 Januari 1950, pasukan TNI dapat menghancurkan gerakan
APRA. Sultan Hamid II dapat ditangkap, namun Kapten Westerling berhasil meloloskan diri.
b. ANDI AZIS
Republik Indonesia Serikat mengalami goncangan ketika Kapten Andi Azis, seorang Komandan Kompi
APRIS bekas KNIL memberontak di Makassar. Mereka menolak kedatangan pasukan TNI ke Sulawesi Selatan.
Untuk menjaga keamanan itulah maka didatangkan satu batalyon TNI di bawah pimpinan Mayor HV Worang.
Berita kedatangan pasukan ini menimbulkan rasa tidak puas di kalangan pasukan pimpinan Kapten Andi Azis
melakukan gerakan 1950, pasukan yang terdiri dari kesatuan-kesatuan bekas KNIL pimpinan Andi Azis
melakukan gerakan dengan menduduki lapangan terbang dan kantor telekomunikasi, menyerang pos-pos
militer, dan menawan Pejabat Panglima Tentara Teritorium Indonesia Timur, Letnan Kolonel A. Y. Mokoginta.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan pemberontakan Andi Azis meliputi:
a. Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas keamanan di Negara Indoensia
Timur.
b. Menentang masuknya pasukan APRIS dari TNI.
c. Mempertahankan tetap berdirinya Negara Indonesia Timur.
Untuk menanggulangi pemberontakan Andi Azis, pemerintah Indonesia mengeluarkan ultimatum pada
tanggal 8 April 1950. Isi ultimatum tersebut memerintahkan kepada Andi Azis agar melaporkan diri serta
mempertanggungjawabkan perbuatannya ke Jakarta dalam tempo 4 x 25 jam. Andi Azis juga diperintahkan
untuk menarik pasukannya, menyerahkan semua senjata, dan membebaskan tawanan. Setelah batas waktu
ultimatum tidak dipenuhi, pemerintah mengirimkan pasukan ekspedisi di bawah pimpinan kolonel Alex
Kawilarang. Pada tanggal 26 April 1950, seluruh pasukan mendarat di Makassar dan terjadilah pertempuran.

9
Pada 5 Agustus 1950, tiba-tiba di Markas Staf Brigade 10/Garuda Makassar dikepung oleh pengikut
Andi Azis, namun berhasil dipukul mundur pihak TNI. Peristiwa dikenal dengan Peristiwa 5 Agustus 1950.
Setelah pertempuran usai selama dua hari, pasukan yang mendukung gerakan Andi Azis, yakni KNIL/KL
minta berunding. Pada tanggal 8 Agustus 1950 terjadi kesepakatan antara kolonel Alex Kawilarang dengan
Mayor Jenderal Scheffelaar (KNIL/KL). Isi kesepakatan tersebut adalah penghentian tembak menembak,
KNIL/KL harus meninggalkan Makassar dan meninggalkan semua senjatanya. Andi Azis dapat di tangkap
dan diadili di Pengadilan Militer Yogyakarta pada tahun 1953 dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.
c. RMS (Republik Maluku Selatan)
Pemberontakan RMS dipimpin oleh Dr. CRS. Soumokil (mantan jaksa agung NIT). Soumokil awalnya
sudah terlibat dalam pemberontakan Andi Azis tapi dia dapat melarikan diri ke Maluku.
Soumokil juga dapat memindahkan pasukan KNIL dan pasukan Baret Hijau dari Makassar ke Ambon. Pada
tanggal 25 April 1950, Republik Maluku Selatan diproklamasikan. Soumokil tidak menyetujui terbentuknya
NKRI dan tidak menyetujui penggabungan daerah-daerah Negara Indonesia Timur ke dalam wilayah kekuasaan
RI. Soumokil berusaha melepaskan wilayah Maluku Tengah dan NIT yang merupakan bagian dari RIS
(Republik Indonesia Serikat).
Dalam upaya penumpasan, pemerintah berusaha mengatasi masalah ini dengan cara berdamai. Cara
yang dilakukan oleh pemerintah yaitu mengirim misi perdamaian yang dipimpin oleh seorang tokoh asli
Maluku, Dr. Leimena. Namun misi yang diajukan tersebut di tolak oleh Soumokil. Selanjutnya misi
perdamaian dikirim oleh pemerintah terdiri dari pendeta, politikus, dokter, wartawanpun tidak dapat bertemu
langsung dengan pengikut Soumokil.
Karena upaya perdamaian yang diajukan oleh pemerintah tidak berhasil, akhirnya pemerintah
melakukan operasi militer untuk membersihkan gerakan RMS dengan mengerahkan pasukan operasi Militer
Indonesia Timur dipimpin langsung oleh AE Kawilarang, yang menjabat sebagai Panglima Tentara dan
Teritorium Indonesia Timur. Setelah pemerintah membentuk sebuah operasi militer, penumpasan
pemberontakan RMS pun akhirnya dilakukkan tanggal 14 Juli 1950.
Pada awal November 1950 kota Ambon dapat dikuasai, namun dalam perebutan Benteng Nieuw
Victoria, Letnan Kolonel Slamet Riyadi gugur. Pada tangal 12 Desember 1963, Soumokil baru dapat ditangkap
dan kemudan dihadapkan pada Mahkamah Militer Luar Biasa di Jakarta dan di jatuhi hukuman mati.

10
3. KONFLIK DAN PERGOLAKAN YANG BERKAITAN DENGAN SISTEM
PEMERINTAHAN
a. PRRI/PERMESTA
Pemberontakan PRRI/ Permesta berhubungan satu sama lain. Pemberontakan PRRI dan Permesta
terjadi di tengah-tengah situasi politik yang sedang bergolak, pemerintah yang tidak stabil, masalah korupsi,
dan perdebatan-perdebatan dalam konstituante. Penyebab langsung terjadinya pemberontakan adalah
pertengahan antara pemerintah pusat dan beberapa daerah mengenai otonomi serta perimbangan keuangan
antara pusat dan daerah. Semakin lama pertentangan itu semakin meruncing. Sikap tidak puas tersebut
didukung oleh sejumlah panglima angkatan bersenjata. Pada tanggal 9 Januari 1958 diadkan suatu pertemuan di
Sungai Dareh, Sumatera barat. Pertemuan itu dihadiri tokoh-tokoh militer dan sipil.
Keesokan harinya pada tanggal 10 Februari 1958 diadakan rapat raksasa di Padang. Letkol Achmad
Husein dalam pidatonya di rapat raksasa itu memberi ultimatum kepada Pemerintah Pusat. Ultimatum tersebut
menuntut hal-hal berikut:
1. Dalam waktu 5 x 24 jam kabinet Djuanda menyerahkan mandat kepada Presiden atau presiden mencabut
mandat Kabinet Juanda.
2. Presiden menugaskan Drs. Moh. Hatta dan Sultan Hangkubuwono IX untuk membentuk Zaken kabinet.
3. Meminta kepada Presiden supaya kembali kepada kedudukannya sebagai presiden
Konstitusional.
Sidang Dewan Menteri pada tanggal 11 Februari 1958 mengambil keputusan untuk menolak
ultimatum tersebut dan memecat dengan tidak hormat Letkol Achmad Husein, kol Zulkifli Lubis, Kol
Dachlan Djambek, dan Kol Simbolon. Komando Daerah Militer Sumatera Tengah kemudian dibekukan dan
ditempatkan langsung di bawah KSAD.
Pemberontakan tersebut mencapai puncaknya ketika pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad Husein
mengumumkan berdirinya “ Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia” berikut pemberntukan
kabinetnya dengan Sjafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri. Proklamasi PRRI mendapat sambutan
dari rakyat Indonesia Timur. Tanggal 17 Februari 1958 LetKol DJ Somba Komandan Daerah militer Sulawesi
Utara dan tengah, menyatakan diri putus hubungan dengan Pemerintah Pusat dan mendukung PRRI. Gerakan
di Sulawesi ini dikenal dengan nama Permesta di Indonesia bagian Timur, pemerintah memutuskan untuk
tidak membiarkan masalah ini berlarut-larut dan segera menyelesaikan dengan kekuatan senjata.
Untuk mengatasi gerakan ini TNI melancarkan operasi gabungan AD, AL, AU yang disebut sebagai
Operasi 17 Agustus dipimpin oleh Kol Ahmad Yani. Di Sumatera Utara, Operasi Sapta Marga dilaksanakan di
bawah pimpinan Brigadir Jenderal Jatikusumo. Di Sumatera Selatan, Operasi Sadar dipimpin Brigadir Jendral
Jatikusumo. Di Sumatera Selatan, Operasi Sadar dipimpin Letnan Kolonel Dr. Ibnu Sutowo. Operasi militer ini
bertujuan menghancurkan kekuatan pemberontakan dan mencegah campur tangan asing. Secara berangsur-
angsur wilayah pemberontak dapat dikuasai.
Pada tanggal 29 Mei 1958, Achmad Husein dan pasukannya resmi menyerah. Penyerahan diri itu disusul para
tokoh PRRI lainnya.
b. BFO (Bijenkomnt Federal Overleg)
Para tokoh militer di Sulawesi mendukung PRRI di Sumatera. Pada tanggal 17 Februari 1958, Letkol
D.J Somba (Komandan Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah) memutuskan hubungan dengan
pemerintah pusat dan mendukung PRRI. Para tokoh militer di Sulawesi memproklamasikan Piagam
Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Pelopor Permesta menguasai daerah Sulawesi Tengah dan Sulawesi
Selatan.
Untuk menghancurkan gerakan ini pemerintah membentuk Komando Operasi Merdeka. Misi ini
dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat. Pada bulan April 1958, Operasi Merdeka segera

11
dilancarkan ke Sulawesi Utara. Ternyata dalam pemberontakannya, Permesta mendapat bantuan dari pihak
asing. Hal ini terbukti saat ditembak jatuhnya sebuah pesawat pada tanggal 18 Mei 1958 di atas Ambon.
Ternyata pesawat itu dikemudian AL. Pope seorang warga negara Amerika Serikat. Di bulan Agustus 1958,
pemberontak Permesta dapat dilumpuhkan walaupun sisa masih ada sampai 1961.
TOKOH PAHLAWAN NASIONAL DAN DAERAH YANG BERJASA MEMPERTAHANKAN
KEUTUHAN NKRI DI ERA 1948-1965
1. JENDERAL GATOT SOEBROTO
2. JENDERAL BESAR TNI ABDUL HARIS NASUTION
3. LETKOL SLAMET RIYADI
4. MAYOR JENDERAL SUPRAPTO
5. MAYOR JENDERAL M.T HARYONO
6. BRIGJEN DI PANJAITAN
7. YOS SUDARSO
8. MAYOR JENDERAL SISWONDO PARMAN
9. MENPANGAD AHMAD YANI
10. LETTU PIERE TENDEAN
11. FRANS KASIEPO
12. SILAS PAPARE
13. MARTHEN INDEY
14. SULTAN HAMENGKUBUWONO IX

Anda mungkin juga menyukai