Anda di halaman 1dari 4

G9-1516-IPS-MATERI-016

Kompetensi dasar:
6.2 Mendeskripsikan strategi nasional peristiwa Madiun/PKI, DI/TII, G 30 S/PKI dan konflik-konflik internal
lainnya

Pemberontakan DI/TII
I. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat
h Berdasarkan kesepakatan yang tertuang dalam Perjanjian Renville, Divisi Siliwangi harus melakukan
hijrah ke pusat pemerintahan RI di Yogyakarta. Sekitar 35.000 anggota Divisi Siliwangi terpaksa
diangkut dengan kapal dari Cirebon ke Rembang, Jawa Tengah.
h Sementara itu, pasukan yang melalui jalur darat dikumpulkan di Parujakan, Cirebon, untuk
selanjutnya diangkut dengan kereta api ke Gombong terus ke Yogyakarta. Dalam kegiatan itu,
pasukan-pasukan Hisbullah dan Fisabilillah yang berada di bawah pengaruh Sekarmaji Marijan
Kartosuwiryo tetap tinggal di Jawa Barat dan tidak tunduk kepada perjanjian tersebut. Akibatnya,
Jawa Barat menjadi kosong oleh pasukan republik.
h Pasukan Hisbullah dan Fisabilillah memanfaatkan kekosongan itu dengan menyusun struktur
pertahanan yang merupakan cikal bakal sebuah negara.
h Kartosuwiryo rupanya bercita-cita mendirikan sebuah negara Islam di Indonesia yang terpisah dari RI.
h Gerakan separatis yang digerakkan Kartosuwiryo bernaung dalam sebuah organisasi yang dinamakan
Darul Islam (DI). Dalam perkembangannya, DI mendapat dukungan kalangan pemimpin politik radikal
Islam serta pasukan Hisbullah dan Fisabilillah.
h Sebagai persiapan, pada bulan Februari 1948 Kartosuwiryo menyelenggarakan kongres Islam di
Cisayong, Jawa Barat. lsi kongres tersebut adalah sebagai berikut.
a. Kartosuwiryo menjadi imam (pemimpin tertinggi) dari Negara Islam.
b. Pembentukan angkatan perang yang dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII) yang berintikan
pasukan Sabilillah dan Hizbullah.
c. Penetapan Undang-Undang NIl, yaitu Qanun Asasy Negara Islam Indonesia.
h Pada 7 Agustus 1949, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) di
Desa Malangbong, Kabupaten Tasikmalaya. Gerakannya dinamakan Darul Islam (DI), sedangkan
tentara yang mendukungnya disebut Tentara Islam Indonesia (TIl). Oleh karena itu, kelompok gerakan
separatis ini dinamakan DI/TII.
h Pengaruh gerakan DI/TII kemudian merembet ke Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, dan
Kalimantan Selatan. Di daerah-daerah tersebut, mereka melakukan hal-hal yang merugikan negara,
misalnya teror terhadap rakyat, membakar rumah-rumah penduduk yang tidak mendukungnya, dan
melakukan sabotase, seperti seperti membongkar rel kereta api.
h Tatkala pasukan Divisi Siliwangi melakukan long march ke tempat asalnya di Jawa Barat, mereka
dihadang orang-orang DI/TII. Pertempuran antara pasukan TNI dan DI/TII tidak dapat dihindarkan.
h Pertempuran pertama terjadi di Desa Antralina, Malangbong pada 25 Januari 1949. Pihak republik
cukup sulit menumpas pemberontakan DI/TII. Hal ini disebabkan beberapa hal berikut:
1
G9-1516-IPS-MATERI-016
a. Perhatian TNI terpecah menghadapi dua musuh sekaligus, yaitu Belanda dan DI/TII.
b. Basis gerilya DI/Til berada di medan pegunungan.
c. Pada awal pergerakan, DI/TIl mendapat bantuan dari rakyat yang dihasutnya.
d. DI/TIl mendapat sokongan dana dari beberapa pemilik perkebunan Belanda dan tokoh-tokoh
negara Pasundan.
h Untuk menanggulangi aksi DI/Til di Jawa Barat, pemerintah RI berusaha melakukan pendekatan
pribadi terhadap Kartosuwiryo yang dilakukan oleh Mohammad Natsir (ketua partai Masyumi).
h Tujuannya agar DI/TIl kembali ke pangkuan RI. Namun, usaha tersebut tidak memperoleh hasil. Oleh
karena itu, TNI terpaksa menggelar Operasi Pagar Betis yang mengikutsertakan kekuatan rakyat.
h Melalui strategi ini, ruang gerak dan wilayah kekuasaan DI/TII semakin sempit. Akibatnya, dari hari ke
hari banyak anggota DI/TII menyerahkan diri kepada pemerintah.
h Pada 4 Juni 1962, kesatuan Divisi Siliwangi akhirnya dapat menangkap Kartosuwiryo beserta keluarga
dan pengawalnya di atas Gunung Geber daerah Majalaya. Selanjutnya, Kartosuwiryo dijatuhi
hukuman mati oleh suatu Mahkamah Angkatan Darat Jawa-Madura.

II. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah


h Gerakan DI/TIl di Jawa Tengah dipimpin oleh Amir Fatah. Ia berhasil menghimpun pengikut di daerah
Brebes, Tegal, dan Pekalongan.
h Ia mendeklarasikan berdirinya DI/TIl di Desa Pangarasan, Tegal, pada 23 Agustus 1949 dengan tujuan
mendirikan NIl yang bergabung dengan DI/TII di Jawa Barat.
h Pemerintah berupaya menumpas pemberontakan dengan membentuk komando operasi militer yang
diberi nama Gerakan Banteng Negara (GBN) pada bulan Januari 1950. Operasi tersebut untuk
sementara waktu dapat memperlemah kekuatan DI/TIl Jawa Tengah. Namun, beberapa waktu
kemudian, gerakan DI/TIl di Jawa Tengah yang hampir melemah itu menjadi kuat kembali karena
bergabungnya beberapa kelompok. Kelompok-kelompok yang bergabung di antaranya para pelarian
Angkatan Umat Islam (AUI), gerakan Merapi-Merbabu Complex (MMC), dan pembelot dari batalion
426 daerah Kudus dan Magelang.
h Menghadapi persoalan tersebut, Divisi Diponegoro kembali menggelar operasi militer dengan nama
Banteng Raiders. Melalui operasi Banteng Raiders, ternyata dapat menghancurkan DI/TIl di
perbatasan Pekalongan-Banyumas pada bulan Juni 1954.

III. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan


h Kahar Muzakar merupakan tokoh pemimpin gerakan pemberontakan DI/Til di Sulawesi Selatan. Ia
menghimpun dan memimpin laskar-laskar gerilya di Sulawesi Selatan dengan nama Komando Gerilya
Sulawesi Selatan (KGSS).
h Pada 30 April 1950, Kahar Muzakar mengirim surat kepada pemerintah dan pimpinan APRIS yang
isinya menuntut agar semua anggota KGSS dimasukkan ke dalam APRIS dengan nama Brigade
Hasanuddin.

2
G9-1516-IPS-MATERI-016
h Tuntutan tentara ditolak dengan alasan bahwa APRIS hanya menerima mereka yang lulus seleksi.
Pemerintah memberikan tempat bagi para gerilyawan dalam wadah yang dinamakan Korps
Cadangan Nasional. Pendekatan politik pemerintah rupanya membawa hasil.
h Kahar Muzakar menerima keputusan pemerintah. Kahar Muzakar kemudian diberi pangkat letnan
kolonel. Akan tetapi, saat pelantikan hendak dilakukan pada 17 Agustus 1950, ia melarikan diri ke
hutan dengan membawa peralatan yang telah disiapkan untuk pelantikan tersebut. Ia menyatakan
bahwa Sulawesi Selatan merupakan bagian NIl di bawah pimpinan Kartosuwiryo. Selama 13 tahun
Kahar Muzakar melakukan berbagai aksi teror dan kekacauan di Sulawesi Selatan.
h Pada tanggal 3 Februari 1965, tempat persembunyiannya digerebek oleh pasukan dari Batalyon 330 /
Kujang Siliwangi. Pada penggerebekan itu Kahar Muzakar tertembak mati. Dengan demikian,
berakhirlah pemberontakam DI/TIl di Sulawesi Selatan.

IV.Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan


h Gerakan DI/ TIl di Kalimantan Selatan dipimpin oleh seorang bekas Letnan Dua TNI yang bernama
Ibnu Hadjar. Ia mendeklarasikan berdirinya DI/TIl di Kalimantan Selatan pada 10 Oktober 1950 dan
menyatakan gerakannya sebagai bagian dari DI/TIl Kartosuwiryo.
h Ia menamakan pasukannya Kesatuan Rakyat Yang Tertindas (KRYT).
h lbnu Hadjar dan pasukannya mulai melancarkan aksi kekacauan dan teror dengan cara menyerang
pos-pos kesatuan tentara di berbagai daerah Kalimantan Selatan. Meskipun demikian, pemerintah
masih memberikan kesempatan kepada lbnu Hadjar untuk menghentikan gerakannya. lbnu Hadjar
menerima uluran tangan pemerintah RI dengan cara menyerahkan diri dan dengan APRIS.
h Kenyataannya, lbnu Hadjar hanya mengelabui pemerintah sebab setelah perlengkapan militer, ia dan
beberapa kawannya melarikan diri ke hutan untuk melanjutkan pembangkangannya.
h Perbuatan lbnu Hadjar ini telah berulang kali dilakukannya. Oleh karena itu, pemerintah memutuskan
untuk mengambil tindakan tegas dengan menggempur lbnu Hadjar dan pasukannya.
h Pada tahun 1959, gerakan DI/TIl di Kalimantan Selatan dapat ditumpas dan lbnu Hadjar ditangkap.

V. Pemberontakan DI/TII di Aceh


h Gerakan separatis terhadap NKRI terjadi juga di Aceh dengan munculnya DI/TIl di bawah pimpinan
Tengku Daud Beureueh. Latar belakang gerakan DI/TIl di Aceh yaitu kekecewaan Daud Beureueh atas
hilangnya kedudukan sebagai gubernur militer. Selain itu, Daud Beureueh kecewa atas turunnya
status Aceh dari sebuah daerah istimewa menjadi karesidenan.
h Pada 20 September 1953, Daud Beureueh mengeluarkan maklumat yang menyatakan Aceh
merupakan bagian dari NIl pimpinan Kartosuwiryo. Setelah itu, ia dan pengikutnya melakukan
gerakan menguasai kota-kota yang ada di Aceh.
h Mereka pun berusaha untuk memengaruhi rakyat dengan propaganda yang menjelek-jelekkan
pemerintah Rl.
h Pemerintah RI berusaha mengatasi gerakan pemberontakan DI/TII di Aceh ini dengan mendatangkan
pasukan dari Sumatra Utara dan Sumatra Tengah. Sedikit demi sedikit mereka didesak dari kota-kota

3
G9-1516-IPS-MATERI-016
yang didudukinya. Akibatnya, perlawanan DI/TIl hanya dilakukan di hutan-hutan. Selain itu, TNI juga
memberikan penerangan kepada rakyat atas kesalahpahamannya dan mengembalikan kepercayaan
kepada pemerintahan.
h Akhirnya, antara 17-28 Desember 1962, Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh atas inisiatif Kolonel M.
Yasin, Panglima Kodam (Pangdam) I Iskandar Muda, Aceh.
h Musyawarah itu didukung oleh tokoh-tokoh pemerintah daerah dan rakyat sehingga pemberontakan
dapat diakhiri dengan cara musyawarah.
h Tengku Daud Beureueh lantas menerima amnesti dan kembali ke tengah-tengah masyarakat Aceh.

Sumber yang dibaca guru untuk menyiapkan materi ini:


 Ilmu Pengetahuan Sosial SMP Kelas IX, penerbit Global
 IPS Terpadu 3, penerbit Yudhistira
 Ilmu Pengetahuan Sosial 3, penerbit Erlangga
 Pembelajaran IPS Terpadu 3, penerbit Platinum

Anda mungkin juga menyukai