Kompetensi dasar:
6.2 Mendeskripsikan strategi nasional peristiwa Madiun/PKI, DI/TII, G 30 S/PKI dan konflik-konflik internal
lainnya
Pemberontakan DI/TII
I. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat
h Berdasarkan kesepakatan yang tertuang dalam Perjanjian Renville, Divisi Siliwangi harus melakukan
hijrah ke pusat pemerintahan RI di Yogyakarta. Sekitar 35.000 anggota Divisi Siliwangi terpaksa
diangkut dengan kapal dari Cirebon ke Rembang, Jawa Tengah.
h Sementara itu, pasukan yang melalui jalur darat dikumpulkan di Parujakan, Cirebon, untuk
selanjutnya diangkut dengan kereta api ke Gombong terus ke Yogyakarta. Dalam kegiatan itu,
pasukan-pasukan Hisbullah dan Fisabilillah yang berada di bawah pengaruh Sekarmaji Marijan
Kartosuwiryo tetap tinggal di Jawa Barat dan tidak tunduk kepada perjanjian tersebut. Akibatnya,
Jawa Barat menjadi kosong oleh pasukan republik.
h Pasukan Hisbullah dan Fisabilillah memanfaatkan kekosongan itu dengan menyusun struktur
pertahanan yang merupakan cikal bakal sebuah negara.
h Kartosuwiryo rupanya bercita-cita mendirikan sebuah negara Islam di Indonesia yang terpisah dari RI.
h Gerakan separatis yang digerakkan Kartosuwiryo bernaung dalam sebuah organisasi yang dinamakan
Darul Islam (DI). Dalam perkembangannya, DI mendapat dukungan kalangan pemimpin politik radikal
Islam serta pasukan Hisbullah dan Fisabilillah.
h Sebagai persiapan, pada bulan Februari 1948 Kartosuwiryo menyelenggarakan kongres Islam di
Cisayong, Jawa Barat. lsi kongres tersebut adalah sebagai berikut.
a. Kartosuwiryo menjadi imam (pemimpin tertinggi) dari Negara Islam.
b. Pembentukan angkatan perang yang dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII) yang berintikan
pasukan Sabilillah dan Hizbullah.
c. Penetapan Undang-Undang NIl, yaitu Qanun Asasy Negara Islam Indonesia.
h Pada 7 Agustus 1949, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) di
Desa Malangbong, Kabupaten Tasikmalaya. Gerakannya dinamakan Darul Islam (DI), sedangkan
tentara yang mendukungnya disebut Tentara Islam Indonesia (TIl). Oleh karena itu, kelompok gerakan
separatis ini dinamakan DI/TII.
h Pengaruh gerakan DI/TII kemudian merembet ke Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, dan
Kalimantan Selatan. Di daerah-daerah tersebut, mereka melakukan hal-hal yang merugikan negara,
misalnya teror terhadap rakyat, membakar rumah-rumah penduduk yang tidak mendukungnya, dan
melakukan sabotase, seperti seperti membongkar rel kereta api.
h Tatkala pasukan Divisi Siliwangi melakukan long march ke tempat asalnya di Jawa Barat, mereka
dihadang orang-orang DI/TII. Pertempuran antara pasukan TNI dan DI/TII tidak dapat dihindarkan.
h Pertempuran pertama terjadi di Desa Antralina, Malangbong pada 25 Januari 1949. Pihak republik
cukup sulit menumpas pemberontakan DI/TII. Hal ini disebabkan beberapa hal berikut:
1
G9-1516-IPS-MATERI-016
a. Perhatian TNI terpecah menghadapi dua musuh sekaligus, yaitu Belanda dan DI/TII.
b. Basis gerilya DI/Til berada di medan pegunungan.
c. Pada awal pergerakan, DI/TIl mendapat bantuan dari rakyat yang dihasutnya.
d. DI/TIl mendapat sokongan dana dari beberapa pemilik perkebunan Belanda dan tokoh-tokoh
negara Pasundan.
h Untuk menanggulangi aksi DI/Til di Jawa Barat, pemerintah RI berusaha melakukan pendekatan
pribadi terhadap Kartosuwiryo yang dilakukan oleh Mohammad Natsir (ketua partai Masyumi).
h Tujuannya agar DI/TIl kembali ke pangkuan RI. Namun, usaha tersebut tidak memperoleh hasil. Oleh
karena itu, TNI terpaksa menggelar Operasi Pagar Betis yang mengikutsertakan kekuatan rakyat.
h Melalui strategi ini, ruang gerak dan wilayah kekuasaan DI/TII semakin sempit. Akibatnya, dari hari ke
hari banyak anggota DI/TII menyerahkan diri kepada pemerintah.
h Pada 4 Juni 1962, kesatuan Divisi Siliwangi akhirnya dapat menangkap Kartosuwiryo beserta keluarga
dan pengawalnya di atas Gunung Geber daerah Majalaya. Selanjutnya, Kartosuwiryo dijatuhi
hukuman mati oleh suatu Mahkamah Angkatan Darat Jawa-Madura.
2
G9-1516-IPS-MATERI-016
h Tuntutan tentara ditolak dengan alasan bahwa APRIS hanya menerima mereka yang lulus seleksi.
Pemerintah memberikan tempat bagi para gerilyawan dalam wadah yang dinamakan Korps
Cadangan Nasional. Pendekatan politik pemerintah rupanya membawa hasil.
h Kahar Muzakar menerima keputusan pemerintah. Kahar Muzakar kemudian diberi pangkat letnan
kolonel. Akan tetapi, saat pelantikan hendak dilakukan pada 17 Agustus 1950, ia melarikan diri ke
hutan dengan membawa peralatan yang telah disiapkan untuk pelantikan tersebut. Ia menyatakan
bahwa Sulawesi Selatan merupakan bagian NIl di bawah pimpinan Kartosuwiryo. Selama 13 tahun
Kahar Muzakar melakukan berbagai aksi teror dan kekacauan di Sulawesi Selatan.
h Pada tanggal 3 Februari 1965, tempat persembunyiannya digerebek oleh pasukan dari Batalyon 330 /
Kujang Siliwangi. Pada penggerebekan itu Kahar Muzakar tertembak mati. Dengan demikian,
berakhirlah pemberontakam DI/TIl di Sulawesi Selatan.
3
G9-1516-IPS-MATERI-016
yang didudukinya. Akibatnya, perlawanan DI/TIl hanya dilakukan di hutan-hutan. Selain itu, TNI juga
memberikan penerangan kepada rakyat atas kesalahpahamannya dan mengembalikan kepercayaan
kepada pemerintahan.
h Akhirnya, antara 17-28 Desember 1962, Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh atas inisiatif Kolonel M.
Yasin, Panglima Kodam (Pangdam) I Iskandar Muda, Aceh.
h Musyawarah itu didukung oleh tokoh-tokoh pemerintah daerah dan rakyat sehingga pemberontakan
dapat diakhiri dengan cara musyawarah.
h Tengku Daud Beureueh lantas menerima amnesti dan kembali ke tengah-tengah masyarakat Aceh.