Penyebab pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan adalah rasa kecewa Ibnu Hadjar
terhadap reorganisasi TNI, salah satunya ALRIS Divisi IV, kelompok tempat ia bertugas. Sebab,
reorganisasi ini membuat beberapa anggota ALRIS Divisi IV diberhentikan karena dianggap tidak
memenuhi syarat. Dari sinilah kekecewaan Ibnu Hadjar bermula yang akhirnya membentuk pasukan
gerilya sendiri bernama Kesatuan Rakyat yang Tertindas. Ia melakukan serangan pertama ke kesatuan
tentara di Kalimantan Selatan pada Maret 1950. Ibnu Hadjar berhasil mengumpulkan massa sebanyak
60 orang dan melakukan serangan pertama ke kesatuan tentara. Setelah melakukan serangan ini, jumlah
pasukan Ibnu Hadjar justru bertambah banyak, mencapai 250 orang. Ibnu Hadjar pun kembali
melakukan serangan pada Oktober 1950. Di tengah peristiwa ini, Ibnu Hadjar sempat beberapa kali
menyerahkan diri, tetapi pada akhirnya membelot. Barulah pada 1963, Ibnu Hadjar menyerahkan diri
secara penuh setelah mendapat perjanjian pengampunan. Lalu, pada 1965, ia dibawa ke Jakarta untuk
mengikuti proses pengadilan di Mahkamah Militer. Berdasarkan keputusan pengadilan pada 11 Maret
1965, Ibnu Hadjar resmi dijatuhi hukuman mati. Ia meninggal dunia setelah dieksekusi pada 22 Maret
1965.
ACEH
Pada 20 September 1953, pemberontakan DI/TII terjadi di Aceh dan dipimpin oleh
Daud Beureueh. Daud Beureueh merupakan pemimpin sipil, agama, dan militer di Aceh.
Pemberontakan yang terjadi di Aceh sendiri berawal dari adanya pernyataan proklamasi terkait
berdirinya NII di bawah kuasa Kartosuwiryo. Pada waktu itu, Provinsi Aceh memang masih
melebur ke Provinsi Sumatera Utara yang beribu kota di Medan. Keputusan peleburan ini
sendiri dianggap tidak menghargai jasa baik yang sudah dilakukan masyarakat Aceh sewaktu
berjuang mempertahankan kedaulatan NKRI pada masa revolusi.
Kekesalan Daud juga semakin memuncak karena Presiden Soekarno pernah berjanji
bahwa Aceh boleh menerapkan syariat Islam dan tetap menjadi salah satu provinsi di
Indonesia pada 1948. Daud merasa seperti dibohongi oleh Presiden Soekarno sehingga ia
memutuskan melakukan pemberontakan dan menyatakan diri bergabung dengan DI/TII yang
dipelopori Kartosuwiryo. Meskipun berjalan cukup pelik, pemberontakan DI/TII di Aceh
mampu diselesaikan dengan cara musyawarah pada 1962.
RANGKUMAN
1. Di Jawa Barat, Kartosuwiryo membentuk DI/TII sebagai bentuk protes dan ketidakpuasannya atas
persetujuan Renville dengan Belanda yang membuat Indonesia belum mampu sepenuhnya lepas dari
penjajahan Belanda. Bentuk protes dilayangkan dengan mendirikan negara dengan kedaulatan sendiri.
2. Jawa Tengah juga memiliki alasan yang identik dengan Jawa Barat yaitu ketidakpuasan daerah akan
persetujuan Renville yang dianggap merugikan bangsa Indonesia dan membuat Indonesia belum bisa
merdeka sepenuhnya.
3. Di Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh Kahar Muzakkar dan Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh
Ibnu Hajar terkait militer. Keduanya memang berasal dari latar belakang militer.
4. Di Kalimantan Selatan, Kahar Muzakkar kecewa akan reorganisasi APRIS/TNI yang membuat banyak
bawahannya yang tidak bisa diterima. Kalimantan Selatan juga memiliki alasan yang sama.
5. Di Aceh, yang dipimpin oleh Daud Beureueh, disebabkan kekecewaan terhadap Soekarno yang ingkar
bahwa Aceh akan dijadikan daerah istimewa dengan hak untuk menjalankan syariat Islam tersendiri.