Anda di halaman 1dari 2

Pemberontakan DI/TII

Pada masa awal kemerdekaan muncul keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam.
Keinginan tersebut muncul dari kelompok bernama Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Latar
belakang jalannya pemberontakan dan upaya penumpasan pemberontakan DI/TII sebagai berikut.

1. Latar Belakang
Pada 17 Januari 1948 pemerintah Republik Indonesia
dan pemerintah Belanda menandatangani kesepakatan
dalam perundingan Renville. Hasil keputusan dalam
perundingan Renville yang disepakati pemerintah Belanda
dan Indonesia menimbulkan beberapa permasalahan bagi
pemerintah Republik Indonesia. Salah satu permasalahan
tersebut adalah Indonesia harus menarik pasukannya
dari daerah kantong gerilya yang berada di dalam garis
demarkasi van Mook.
Garis demarkasi van Mook adalah batas wilayah
Indonesia yang diduduki Belanda berdasarkan hasil Agresi
Militer Belanda I. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia Perjalanan pasukan Divisi Siliwangi dari Jawa Barat
harus menarik 20.000 pasukan Divisi Siliwangi keluar dari menuju Jawa Tengah yang dikenal dengan long march
wilayah Jawa Barat yang dikuasai Belanda. Selanjutnya, Siliwangi
Sumber: https://web.archive.org/web/20210225031158/https://
pasukan yang dipimpin oleh Kolonel A.H. Nasution aktualitas.id/berita/2020/02/03/darah-dan-air-mata-
tersebut melakukan perjalanan ke Jawa Tengah yang masih long-march-siliwangi/, diunduh 25 Februari 2021

dikuasai Republik Indonesia. Peristiwa ini dikenal dengan


long march Siliwangi.

2. Jalannya Pemberontakan
Keputusan dalam perundingan Renville ditentang oleh mantan
anggota Laskar Hizbullah, Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo.
Menurut Kartosuwirjo, keluarnya pasukan Siliwangi dari Jawa
Barat sama artinya menyerahkan wilayah Jawa Barat pada Belanda.
Oleh karena itu, saat para pemimpin pemerintah dan TNI hijrah ke
wilayah Jawa Tengah, Kartosuwirjo memilih tetap tinggal di Jawa
Barat bersama para pengikutnya.
Pada 7 Agustus 1949 Kartosuwirjo memproklamasikan
berdirinya Negara Islam Indonesia (NII), atau lebih dikenal dengan
Darul Islam. Kartosuwirjo mengangkat dirinya sebagai imam atau
pemimpin negara tersebut. Ia mengangkat para pengikutnya menjadi
Tentara Islam Indonesia. Sepanjang 1949 Kartosuwirjo beserta para
pengikutnya menyerang tentara Belanda dan setiap pasukan TNI yang
memasuki wilayah Jawa Barat yang tidak mengakui keberadaan NII.
Pengaruh DI/TII berhasil menyebar ke berbagai wilayah seperti
Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo
Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Aceh. Sumber: h t t p s : / / w e b . a r c h i v e . o r g /
Pengaruh DI/TII di Jawa Tengah terpusat di wilayah Brebes, Tegal, web/20210226025227/https://www.
minews.id/kisah/kartosoewijo-patriot-
dan Pekalongan. Gerakan DI/TII di wilayah tersebut dipimpin oleh yang-mati-sebagai-pemberontak,
Amir Fatah. Gerakan DI/TII di Jawa Tengah memiliki cukup kekuatan diunduh 26 Februari 2021
karena didukung oleh Batalion 426.
Di Sulawesi Selatan Gerakan DI/TII dipimpin oleh Kahar Muzakkar. Pada 1952 Kahar Muzakkar
menyatakan daerah Sulawesi Selatan merupakan bagian dari NII yang dipimpin oleh Kartosuwirjo.
Sementara itu, gerakan DI/TII di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar yang merupakan seorang
mantan anggota TNI. Ibnu Hajar juga menyatakan gerakannya merupakan bagian dari NII Kartosuwirjo
di Jawa Barat.
Gerakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Daud Beureueh. Ia mengawali gerakannya dengan menyatakan
Aceh sebagai bagian dari NII di bawah pimpinan Kartosuwirjo. Pernyataan proklamasi tersebut dilakukan
pada 20 September 1953.

3. Upaya Penumpasan
Pemerintah membutuhkan waktu cukup lama untuk menumpas pemberontakan DI/TII. Pemerintah
menumpas gerakan DI/TII dengan dua cara, yaitu cara damai dan operasi militer. Upaya pemerintah
untuk melakukan perundingan damai mengalami kegagalan. Hampir seluruh daerah yang menyatakan
diri sebagai bagian dari NII Kartosuwirjo enggan kembali ke Republik Indonesia. Hanya pemimpin DI/TII
Aceh, Daud Beureueh yang bersedia diajak berunding dan setuju kembali ke Republik Indonesia, tepatnya
pada 1962. Adapun di wilayah lain pemberontakan ditumpas melalui operasi militer.
Pada 1 April 1962 pemerintah melancarkan Operasi Bharatayudha untuk menumpas pemberontakan
DI/TII Kartosuwirjo. DI/TII makin terdesak dan satu persatu komandannya menyerahkan diri. Selanjutnya,
A.H. Nasution menerapkan strategi Pasukan Gabungan Rakyat Berantas Tentara Islam (Pagar Betis). Strategi
Pagar Betis ini dilakukan dengan cara menghimpun keterangan dari para pemimpin DI/TII yang telah tertangkap.
Pada 4 Juni 1962 Kartosuwirjo berhasil ditangkap di Gunung Geber dan dieksekusi mati pada 5 September 1962
di Kepulauan Seribu.
Tertangkapnya Kartosuwirjo tidak mengakhiri upaya pemerintah Indonesia untuk menumpas gerakan
DI/TII. Di Jawa Tengah operasi penumpasan gerakan DI/TII dilakukan dengan menerjunkan operasi militer
yang dikenal dengan nama Gerakan Benteng Nasional dan Operasi Merdeka Timur. Gerakan Benteng
Nasional dipimpin oleh Letkol Sarbini, Letkol M. Bachrun, dan Letkol A. Yani. Adapun Operasi Merdeka
Timur dipimpin oleh Letkol Soeharto.

Anda mungkin juga menyukai