Anda di halaman 1dari 21

PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

PKPA INDUSTRI Gel. 3


KOMPETENSI KHUSUS 26, 27 dan 30

OLEH:

NAMA : MULIANI
NIM : 15120200150
PEMBIMBING : apt. Zainal Abidin, S.Farm., M.Farm

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
KOMPETENSI KHUSUS 26 : Menjelaskan penyiapan dokumen registrasi obat
JAWAB :
Menurut BPOM No. 24, 2017 :
Registrasi Obat yang selanjutnya disebut Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan
evaluasi Obat untuk mendapatkan persetujuan.
Registrasi terdiri atas :
1) Registrasi Baru : Registrasi untuk Obat yang belum mendapatkan Izin Edar di
Indonesia.
2) Registrasi Variasi : Registrasi perubahan pada aspek administratif, khasiat,
keamanan, mutu, dan/atau Informasi Produk dan Label Obat yang telah memiliki Izin
Edar di Indonesia.
- Registrasi Variasi Major : Registrasi Variasi yang berpengaruh bermakna
terhadap aspek khasiat, keamanan dan/atau mutu Obat.
- Registrasi Variasi Minor : Registrasi Variasi yang tidak termasuk kategori
Registrasi Variasi Major maupun Registrasi Variasi Notifikasi.
- Registrasi Variasi Notifikasi : Registrasi Variasi yang berpengaruh minimal atau
tidak berpengaruh sama sekali terhadap aspek khasiat, keamanan, dan/atau mutu
Obat, serta tidak mengubah informasi pada Izin Edar.
3) Registrasi Ulang : Registrasi perpanjangan masa berlaku Izin Edar
Registrasi Baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. Kategori 1: Registrasi Obat Baru dan Produk Biologi, termasuk Produk Biosimilar.
b. Kategori 2: Registrasi Obat Generik dan Obat Generik Bermerek.
c. Kategori 3: Registrasi sediaan lain yang mengandung Obat dengan teknologi khusus,
dapat berupa transdermal patch, implant, dan beads.
Registrasi Variasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
a. kategori 4: Registrasi Variasi Major adalah Registrasi Variasi yang berpengaruh
bermakna terhadap aspek khasiat, keamanan dan/atau mutu Obat.
b. kategori 5: Registrasi Variasi Minor adalah Registrasi Variasi yang tidak termasuk
kategori Registrasi Variasi Major maupun Registrasi Variasi Notifikasi.
c. kategori 6: Registrasi Variasi Notifikasi adalah Registrasi Variasi yang berpengaruh
minimal atau tidak berpengaruh sama sekali terhadap aspek khasiat, keamanan,
dan/atau mutu Obat, serta tidak mengubah informasi pada Izin Edar
Persyaratan Registrasi :
 Nama Obat yang diregistrasi dapat menggunakan:
a. nama generik; atau
b. nama dagang.
 Nama generik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sesuai dengan International
Nonproprietary Names Modified yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (World
Health Organization) atau nama yang ditetapkan dalam program kesehatan nasional.
 Nama dagang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan nama yang
diberikan oleh Pendaftar sebagai identitas Obat.
 Pemberian nama dagang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berdasarkan kajian
mandiri dan menjadi tanggung jawab Pendaftar.
 Kajian mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengacu pada Pedoman Umum
Nama Obat sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Kepala Badan ini.
 Dalam hal kajian mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak sesuai dengan
Pedoman Umum Nama Obat sebagaimana pada Lampiran I, usulan nama Obat tersebut
tidak dapat disetujui.
 Apabila di kemudian hari ada pihak lain yang lebih berhak atas nama Obat yang
tercantum dalam Izin Edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
Pendaftar harus mengganti nama Obat.
Registrasi
Registrasi dilakukan oleh Pendaftar dengan menyerahkan dokumen registrasi.
Obat yang diregistrasi berupa:
1) Obat Produksi Dalam Negeri; atau
 Pendaftar yang melakukan permohonan Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki izin Industri Farmasi; dan
b. memiliki sertifikat CPOB yang masih berlaku sesuai
c. dengan jenis dan bentuk sediaan yang diregistrasi.
 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan
huruf b, untuk Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri yang dilakukan oleh calon
Industri Farmasi yang sedang melakukan pembangunan.
 Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, untuk
Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri yang dilakukan oleh Industri Farmasi
yang menambah fasilitas untuk bentuk sediaan baru atau Industri Farmasi yang
melakukan perluasan fasilitas produksi.
 Persyaratan Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) berupa rekomendasi berdasarkan hasil inspeksi pemenuhan
persyaratan CPOB.
 Dalam hal Registrasi dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3), Izin Edar akan diterbitkan setelah Pendaftar memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
2) Obat Impor.
 Obat Impor berupa:
a. Obat Impor dalam bentuk Produk Ruahan; atau
b. Obat Impor dalam bentuk Produk Jadi.
 Registrasi Obat Impor diutamakan untuk:
a. Obat program kesehatan nasional;
b. Obat penemuan baru; dan/atau
c. Obat yang dibutuhkan tetapi tidak dapat diproduksi di dalam negeri.
Registrasi Narkotika
Registrasi Narkotika hanya dapat dilakukan oleh pendaftar yang memiliki izin khusus
untuk memproduksi Narkotika dari Menteri Kesehatan.
Registrasi Narkotika sebagaimana dimaksud pada aya (1) dilaksanakan sesuai dengan
persyaratan dan tata laksana Registrasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala Badan
ini.
Registrasi Obat Generik
1) Registrasi Obat Generik diajukan oleh Pendaftar menggunakan nama generik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2).
2) Seluruh tahapan pembuatan Obat Generik dilakukan di dalam negeri.
3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk Obat yang
sebagian tahapan pembuatan belum dapat dilakukan di dalam negeri.
4) Dalam hal Pendaftar sudah memiliki Obat Generik Bermerek dengan Zat Aktif yang
sama, Obat Generik yang diregistrasi harus dibuat dengan Formula, sumber bahan
baku, spesifikasi Obat, mutu, spesifikasi kemasan, proses produksi, dan
menggunakan fasilitas produksi yang sama.
5) Spesifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a. ukuran;
b. bentuk;
c. warna;
d. aroma; dan
e. rasa.
6) Label Obat Generik harus mencantumkan informasi sebagai berikut:
a. harga eceran tertinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan
b. Logo generik berwarna hijau menggunakan format sebagai berikut:

7) Logo generik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dicantumkan secara
proporsional sesuai dengan ukuran kemasan.
8) Dalam hal Pendaftar mengajukan Registrasi Obat Generik dengan lebih dari 1 (satu)
kekuatan Zat Aktif, pada kemasan harus dicantumkan kekuatan Zat Aktif setelah
bentuk sediaan dengan ukuran huruf sesuai dengan ukuran huruf nama generik.
Tata laksana registrasi
(1) Registrasi terdiri dari:
a. tahap praregistrasi; dan
b. tahap registrasi.
(2) Permohonan praregistrasi dan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
oleh Pendaftar secara tertulis kepada Kepala Badan dengan melampirkan dokumen
praregistrasi dan dokumen registrasi.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dengan mengisi Formulir
sesuai dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala Badan ini.
(4) Petunjuk pengisian Formulir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala Badan ini.
(5) Dokumen praregistrasi dan dokumen registrasi harus menggunakan bahasa Indonesia atau
bahasa Inggris.
(6) Permohonan praregistrasi dan registrasi dapat diajukan secara elektronik sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
(7) Dalam hal Registrasi secara elektronik belum dapat dilaksanakan atau sistem elektronik
tidak berfungsi, Registrasi dilakukan secara manual.
Dokumen Registrasi
(1) Dokumen registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) terdiri atas:
a. bagian I : dokumen administratif, Informasi produk dan Label.
b. bagian II : dokumen mutu.
c. bagian III : dokumen nonklinik.
d. bagian IV : dokumen klinik.
(2) Dokumen registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan format
ASEAN Common Technical Dossier (ACTD) dan mengacu pada tata cara penyusunan
dokumen registrasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala Badan ini.
(3) Dokumen registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan contoh
sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Kepala Badan ini.
(4) Dokumen registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dokumen rahasia
yang dipergunakan hanya untuk keperluan evaluasi oleh yang berwenang.

Dokumen registrasi terdiri dari empat bagian sebagai berikut :


1. Bagian I : Dokumen Administratif dan Informasi Produk terdiri dari:
 Daftar Isi Keseluruhan
 Dokumen Administratif
 Informasi Produk dan Label
2. Bagian II : Dokumen Mutu terdiri dari:
 Ringkasan Dokumen Mutu (RDM)
 Dokumen Mutu
 Daftar Pustaka
3. Bagian III : Dokumen Nonklinik terdiri dari:
 Tinjauan Studi Nonklinik
 Ringkasan dan Matriks Studi Nonklinik
 Laporan Studi Nonklinik (jika perlu)
 Daftar Pustaka
4. Bagian IV : Dokumen Klinik terdiri dari:
 Tinjauan Studi Klinik
 Ringkasan Studi Klinik
 Matriks Studi Klinik
 Laporan Studi Klinik
 Daftar Pustaka
KOMPETENSI KHUSUS 27 : Menyiapkan dan merancang dokumen registrasi.
JAWAB :
1. DOKUMEN REGISTRASI
Menurut BPOM, 2017, Hal : 22, 61, 68, 69
1) Dokumen registrasi terdiri dari empat bagian sebagai berikut:
a. Bagian I : Dokumen Administratif dan Informasi Produk dan label terdiri dari:
A. Daftar Isi Keseluruhan
B. Dokumen Administratif
C. Informasi Produk dan Label
b. Bagian II : Dokumen Mutu terdiri dari:
A. Ringkasan Dokumen Mutu (RDM)
B. Dokumen Mutu
C. Daftar Pustaka
c. Bagian III : Dokumen Nonklinik terdiri dari:
A. Tinjauan Studi Nonklinik
B. Ringkasan dan Matriks Studi Nonklinik
C. Laporan Studi Nonklinik (jika perlu)
D. Daftar Pustaka
d. Bagian IV : Dokumen Klinik terdiri dari:
A. Tinjauan Studi Klinik
B. Ringkasan Studi Klinik
C. Matriks Studi Klinik
D. Laporan Studi Klinik
E. Daftar Pustaka
2) Contoh Dokumen Registrasi
3) Dokumen Registrasi Sediaan Farmasi Tablet FURAZOLIDONE 100 mg.
Nama Obat : FURAZOLID® (Furazolidone)
Bentuk Sediaan : Tablet 100 mg
Komposisi : FURAZOLID ® mengandung :
- Furazolidone
- Lactose monohydrate
- Dicalcium phoshate
- Gelatin
- Talc
- Magnesium stearate
- Starch (maize)
- Water, purified
Jenis dan Besar Kemasan : Strip
Nama Pendaftar : Muliani
Nama Produsen : PT. MULIA FARMA
KOMPETENSI KHUSUS 30 : Mengenal Profil Industri Farmasi tempat ber-PKPA
JAWAB :
PROFIL LEMBAGA FARMASI ANGKATAN LAUT (LAFIAL)
1. Visi Misi
a. Visi
Sebagai Lembaga Kefarmasian Matra Laut yang Profesional
b. Misi
1) Melaksanakan produksi bekal kesehatan untuk kebutuhan dukungan operasi dan
latihan/Kestu
2) Melaksanakan penelitian dan pengembangan dalam bidang laut
2. Sejarah
Pada tahun 1950 angkatan laut mendirikan sebuah unit farmasi di lingkungan
kesehatan angkatan laut. Pendirian sebuah unit farmasi tersebut didasarkan oleh prinsip
dari TNI-AL untuk mendukung ketahanan nasional, kedaulatan negeri dan melindungi
segenap bangsa, TNI- AL merasa perlu untuk mendirikan sebuah unit farmasi sebagai
pertahanan utama dan terakhir bagi kesehatan rakyat dan bangsa Indonesia, terlebih pada
keadaan- keadaan genting. Namun unit farmasi yang didirikan masih sangat sederhana
yang hanya memiliki satu orang apoteker yaitu Drs. H. Mochamad Kamal yang sampai
saat ini namanya diabadikan sebagai nama lembaga farmasi Angkatan Laut, selain itu
terdapat beberapa tenaga asisten apoteker serta beberapa juru obat lulusan SD dan SMP
yang turut membantu menjalankan unit farmasi tersebut (Organisasi Dan Prosedur
Lembaga Farmasi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut, 1999).
Kemudian pada tahun 1955, dari beberapa tenaga asisten apoteker serta beberapa
juru obat lulusan SD dan SMP tersebut mendirikan sebuah Depo Obat Angkatan Laut
Djakarta (DOAL-D). DOAL-D berlokasi di RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta. DOAL-D
adalah gabungan dari pembuatan obat dan laboratorium dinas farmasi bidang kesehatan
angkatan laut dengan PUSPEKBAR seksi farmasi yang fungsinya sebagai pusat
perbekalan barang pengadaan dan distribusi obat untuk keperluan angkatan laut
(Organisasi Dan Prosedur Lembaga Farmasi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut,
1999).
Pada saat operasi Trikora, farmasi sangat berperan dalam mendukung kebutuhan
logistik kesehatan farmasi karena saat itu Mayor Drs.Mochamad Kamal, Apt. ditugaskan
untuk mengadakan pembelian peralatan yang digunakan untuk pembuatan atau produksi
obat-obatan ke Yugoslavia dan Jepang. Pada saat itu obat merupakan barang yang sangat
langka sehingga jika dibuat sendiri akan dapat mengatasi kebutuhan obat dalam operasi
Trikora tersebut (Organisasi Dan Prosedur Lembaga Farmasi Tentara Nasional Indonesia
Angkatan Laut, 1999).
Pada tanggal 19 Juni 1962 berdasarkan surat keputusan Menteri Kepala Staf AL No.
Kep. M/KSAL 6740-1 maka didirikan Pabrik Farmasi Angkatan Laut Djakarta (PAFAL-
D) di Jakarta dan PAFAL-S di Surabaya untuk mengoptimalkan kegiatan pembuatan obat-
obatan di lingkungan angkatan laut. Pada tanggal 22 Agustus 1963, pabrik farmasi dan
laboratorium Angkatan Laut dibangun di Jalan Bendungan Jatiluhur No.1 Jakarta Pusat
dan diresmikan oleh Deputi II Menteri/Panglima AL Brigadir Jenderal KKO Ali Sadikin
dengan Direktur PAFAL-D, yang dijabat oleh Kapten Drs. R. Soekaryo, Apt. sehingga
setiap tanggal 22 Agustus diadakan peringatan sebagai hari jadi Lembaga Farmasi TNI
AL (Organisasi Dan Prosedur Lembaga Farmasi Tentara Nasional Indonesia Angkatan
Laut, 1999).
Pada tahun 1963 dengan Surat Keputusan Kepala Staf Angkatan Laut (SK Kasal)
No. 6740 tanggal 5 November 1943 dibentuk Laboratorium Kimia dan Farmasi Angkatan
Laut (LKF-AL). Laboratorium ini dibentuk untuk mengoptimalkan angkatan laut dalam
mewujudkan misi Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) bagi pertahanan, keamanan,
dan kemajuan bangsa.Laboratorium Kimia dan Farmasi Angkatan Laut (LKF-AL) ini
bertugas untuk melakukan penelitian dalam bidang farmasi, kesehatan laut, dan
persenjataan.Berdasarkan Juklak Kasal No.Juklak/VIII/ 79 tanggal 14 Agustus 1979,
PAFAL-D bergabung dengan LKF-AL menjadi Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut
(Lafial). Penggabungan ini didasarkan atas pertimbangan efektifitas dan efisiensi
organisasi. Penggabungan ini dilakukan oleh Kadiskesal Laksamana Pertama TNI AL Dr.
Soedibjo Sardadi, MPH., dan Kepala Lembaga Farmasi TNI AL Letkol Laut (K) Drs.
Sugiyanto, Apt. Pada tahun 1998 Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut memperoleh
pengakuan dari Departemen Kesehatan (Depkes) berupa sertifikat CPOB. Pada tanggal 21
September 2005 sesuai Keputusan Kasal No. Skep / 4832 / IX / 2005 tentang pemberian
nama fasilitas kesehatan TNI AL, maka Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut diberi
nama menjadi Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut Drs. H. Mochamad Kamal, Apt
(Organisasi Dan Prosedur Lembaga Farmasi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut,
1999).
Pada tahun 2017 tepatnya pada bulan Mei telah di terbitkan CPOB untuk Lembaga
Farmasi Angkatan Laut Drs. H. Mochamad Kamal, Apt dan secara resmi melaksanakan
standar pelaksanaan industri berdasarkan persyaratan CPOB 2012. Hal ini sejalan juga
dengan visi dan Misi Lembaga Farmasi TNI Angkatan Laut (Lafial) itu sendiri
(Organisasi Dan Prosedur Lembaga Farmasi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut,
1999).
Produksi LAFIAL sebelum diberlakukan BPJS dan sebelum adanya CPOB 2018
adalah obat betalaktam dan non betalaktam, dimana ruang produksinya hanya dipisahkan
oleh dinding sebagai pembatas. Menurut CPOB 2018 gedung produksi betalaktam dan
nonbetalaktam harus terpisah, sedangkan luas wilayah di LAFIAL tidak memungkinkan
untuk memisah gedung tersebut, sehingga saat ini LAFIAL hanya memproduksi obat
nonbetalaktam saja.
Pada tahun 2018 LAFIAL mendapatkan sertifikat CPOB untuk 3 item obat yaitu
Paracetamol, Ponstal, dan Imodial. Dan pada tahun 2019 ini mendapatkan 1 sertifikat
CPOB yakni Osdee yaitu vitamin D drops yang diformulasikan untuk anak-anak defisiensi
vitamin D.
3. Struktur Organisasi Organisasi Lafial Drs. Mochamad Kamal

 LAFIAL dipimpin oleh Kepala LAFIAL (KALAFIAL) yang dijabat oleh seorang
Apoteker dimana tugas dan kewajibannya menyelenggarakan pembinaan LAFIAL serta
mengendalikan unsur di bawahnya.
 KATAUD (Kepala Tata Usaha dan Urusan Dalam) menjalankan tugas dan kewajiban
serta tanggungjawab langsung kepada pemimpin LAFIAL
 Ada 4 bagian yang dibawahi KALAFIAL yaitu Kadep Produksi, Kadep Wastu
(Pengawasan Mutu), Kadep Diklitbang (Departemen Pendidikan, Penelitian dan
Pengembangan), dan Kadep Matkes (Material Kesehatan)
 Bagian Produksi bertugas melakukan proses produksi hingga menghasilkan produk jadi
 Bagian Wastu (Pengawasan Mutu) yaitu bagian yang bertugas menyelenggarakan
pengawasan mutu dan pengujian mutu produk obat LAFIAL. Dipimpin oleh Ibu
hendrika D.M.P. S.Si., M.Si., Apt
 Bagian Diklitbang bertugas menyelenggaraan penelitian dan pengembangan terkait
produk obat di LAFIAL dipimpim oleh letkol laut Hery wahjudi., S.Si., M.Si., Apt,
diklitbang ini sekaligus juga untuk bagian QA (penmastian mutu) Bagian Matkes
(Material Kesehatan) bertuga melakukan perencanaan produksi, menyediakan bahan
baku produksi dan pemeliharaan material kesehatan. Dipimpin oleh Mayor Unsyura D.B,
M.Farm.,Apt
4. Lokasi dan Sarana Produksi
Lokasi
Lafial berada di Jl. Bendungan Jatiluhur No.1 Jakarta Pusat. Sebelah Selatan
berbatasan dengan Jl. Farmasi, Barat berbatasan dengan LADOKGI, Utara berbatasan
dengan SEKESAL Jakarta dan Timur berbatasan dengan Jl. Bendungan Jatiluhur. Lafial
dibangun pada tanah seluas 6500 m dengan luas bangunan ± 2650 m.
a. Unsur Pelaksana
Unsur pelaksana terdiri atas empat bagian, yaitu Bagian Pendidikan Penelitian
dan Pengembangan (Diklitbang), bagian Pengawasan Mutu (Wastu), bagian Material
Kesehatan (Matkes) dan bagian produksi.
1) Bagian Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan (Diklitbang)
Litbang merupakan suatu bagian dari Lafial yang mengurus tentang
pendidikan, penelitian, dan pengembangan untuk kepentingan Lafial seperti
menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kefarmasian untuk
melaksanakan produksi, farmasi matra laut, farmasi militer, pendidikan dan
latihan tenaga kefarmasian serta menyusun rencana dan program pelaksanaannya,
serta sesuai dengan SP internal. Kepala Lafial menyatakan bahwa bagian
pendidikan, penelitian dan pengembangan juga melaksanakan kegiatan yang
berkaitan dengan pemastian mutu.
2) Bagian Pengawasan Mutu (WASTU)
Wastu bertugas menyelenggarakan pengawasan atau pengujian mutu pada
bahan baku, produk setengah jadi, produk jadi dan bahan kemas untuk produksi
obat Lafial. Selain itu wastu juga bertugas memastikan semua mutu obat,
makanan maupun minuman yang keseluruhan digunakan oleh kalangan TNI-AL
walaupun bukan diproduksi oleh Lafial
3) Bagian Material Kesehatan (MATKES)
Matkes bertugas melakukan penyediaan bahan baku produksi, pemeliharaan
material kesehatan, penanggung jawab gudang Lafial dan perencanaan produksi.
Bagian ini terlibat secara langsung semua kegiatan dari tibanya bahan baku di
gudang Diskesal yang kemudian diuji mutunya oleh bagian pengawasa nmutu,
jika bahan baku dinyatakan lulus maka bagian matkes membuat SPP (Surat
Perintah Produksi) agar proses produksi dapat segera berjalan. Bagian Matkes
juga bertanggung jawab terhadap pemeliharaan semua alat yang terdapat diruang
produksi hingga pada pengolahan limbah produksi. Bagian Matkes terdiri atas
tiga Sub Bagian, diantaranya:
a) Sub Bagian Perencanaan Produksi
Perencanaan produksi yang dilakukan oleh matkes didasarkan pada
permintaan dari fasilitas kesehatan TNI-AL seluruh Indonesia dan kebutuhan
setahun sebelumnya. Kemudian dilakukan perhitungan kebutuhan biaya
produksi yang dibandingkan dengan anggaran Lafial. Setelah dilakukan
perencanaan, Matkes akan mengadakan pemilihan rekanan perusahaan yang
akan bekerja sama sebagai pemasok bahan baku obat, bahan penolong, dan
kemas dalam sistem pelelangan terbuka, kemudian ditentukan rekanan yang
menawarkan harga efisien dan sesuai dengan anggaran Lafial.
Bahan yang sudah dinyatakan lulus spesifikasi akan didistribusikan ke
gudang-gudang matkes.
b) Sub Bagian Depo Produksi
Dalam sub bagian depo produksi, Lafial memiliki gudang yang terbagi
menjadi 7 bagian, yaitu:
1. Gudang bahan pengemas primer dan sekunder untuk tablet dan kapsul
2. Gudang bahan pengemas primer dan sekunder untuk sediaan cair
3. Gudang bahan baku produk non beta-laktam
4. Gudang bahan baku produk beta-laktam
5. Gudang produk jadi beta-laktam
6. Gudang produk jadi non beta-laktam
7. Gudang bahan cairan
Gudang Lafial berada dibawah pengawasan bagian Matkes, dimana
keluar masuknya barang dari gudang harus sesuai dengan prosedur yang telah
ditentukan gudang bahan cairan atau mudah terbakar. Penyusunan barang-
barang di dalam gudang berdasarkan FIFO, FEFO dan alfabetik, dilengkapi
dengan alat pengatur udara dan kelembaban.
c) Sub Bagian Pengendalian Dan Pemeliharaan Material (Dalharmat)
Bertugas dalam pemeliharaan dan pengendalian material kesehatan.
Pemeliharaan terhadap alat-alat yang mengalami gangguan dan kerusakan
yang dilakukan oleh petugas internal, kemudian apabila tidak tertangani akan
ditangani dari pihak luar, serta menginventarisasialat dan bahan yang ada di
Lafial, tetapi tidak dalam pengadaan alat. Matkes hanya mengajukan
permintaan alat ke Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.
4) Bagian produksi
Bagian produksi adalah unit pelaksana Lafial yang bertugas
menyelenggarakan pembuatan atau produksi obat.
Kegiatan produksi dapat dilaksanakan apabila telah ada SPP (Surat
Perintah Produksi) yang telah diterima oleh Kepala Bagian Produksi yang akan
dicatat dan dibukukan. Kemudian diteruskan ke sub bagian produksi yang terlibat
untuk dibuat jadwal pelaksanaan produksi dan disiapkan peralatan, ruang dan
personil untuk keperluan tersebut.
Produksi dilakukan mengikuti prosedur yang tertera pada SOP obat Lafial
yaitu Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk (PPI) yang
langkah-langkahnya dicatat pada Catatan Pengolahan Batch (CPB) yang diparaf
oleh petugas pelaksana dokumentasi. Selama produksi, mutu sediaan dipantau
oleh bagian wastu. Pada saat dilakukan pemantauan atau pemeriksaan ini maka
produksi tidak dapat diteruskan. Kegiatan produksi diteruskan setelah
memperoleh tanda lulus dari bagian wastu. Bagian produksi dibagi menjadi 5
urusan, yaitu:
- Kegiatan pembuatan sediaan tablet
- Kegiatan pembuatan sediaan cairan
- Kegiatan pembuatan sediaan kapsul.
- Kegiatan pembuatan sediaan semi padat (salep dan krim)
- Kegiatan pengemasan
Sejak adanya BPJS, LAFIAL tidak lagi memproduksi obat Beta Laktam.
Hal ini disebabkan oleh kondisi bangunan yang tidak memungkinkan untuk
direnovasi karena letak ruang produksi dan pembuangan limbah yang berdekatan
sehingga diputuskan tidak lagi memproduksi obat Beta Laktam. Selain itu
dipertimbangkan dari segi produksinya, obat non Beta Laktam yang diproduksi
lebih banyak dari pada obat Beta Laktam. Hingga kini tidak ada dampak yang
terjadi akibat diberhentikannya produksi obat Beta Laktam. LAFIAL terus
melakukan pengembangan dan penelitian obat serta mulai mendaftarkan obat
produksinya di Balai POM agar obat yang diproduksi dapat diedarkan dipasaran.
5. Obat yang diproduksi di LAFIAL
No Sediaan Nama Obat
.
1. Tablet/kapsul Acyclovir 400 mg, Antiflu, Antalgin,
nonbetalaktam Antidiare, Captopril 12,5 mg, CTM 4 mg,
Dexamtason 0,5 mg, Diclofal, Imodial, Maag
tablet, Navilasix, Naviclop, Paracetamol 500
mg, Ponstal 500 mg, Vitaneuron, Vitarma
2. Semi solid nonbetalaktam Chloramphenicol 2% krim, Gentamicin krim,
Ketokonazole krim, Acyclovir krim
3. Sirup/suspensi oral Paracetamol syrup, Profenal suspense, Naval
drink, Cough syrup

4. Sediaan cair Povidon iodine 10% 1000 Ml, Povidon iodine


10% 60 mL, Alkohol 70% 100 mL
, Alkohol 70% 1000 Ml

A. Tahun 2004 sebanyak 25 item :


1) Amoxicillin kapsul 250 mg
2) Tetracyclin kapsul 250 mg
3) Erytromycin kapsul 250 mg
4) Amoxicillin kaplet 500 mg
5) Erytromycin kaplet 500 mg
6) Ponstal kaplet 500 mg
7) Antalgin tablet
8) Anti diare tablet
9) Anti influenza tablet
10) Imodial tablet
11) Paracetamol tablet 500 mg
12) Sulfatrim tablet
13) Maag tablet
14) Vitaneuron tablet
15) Vitarma tablet
16) Isodoxal tablet
17) Chloroquin tablet 500 mg
18) Chloramphenicol krim
19) Chloracort krim
20) Gentamycin krim
21) Diphenhydramin syrup
22) Cough syrup
23) Paracetamol syrup
24) Povidone iodine 60 cc
25) Povidone iodine 1 lite
B. Tahun 2005 sebanyak 33 item :
Penambahan 8 item :
1) Ketoconazole krim
2) Gemfibrozil 300 mg
3) Thiampenal 500 mg
4) Ethambutol 500 mg
5) Ketoconazole 200 mg
6) Ranitidin 150 mg
7) Prednison 5 mg
8) Glibenklamid 5 mg
C. Tahun 2006 sebanyak 37 item :
Penambahan 4 item :
1) Acyclovir 400 mg
2) Captoril 25 mg
3) Acyclovir krim
4) Methil prednisolon
6. Persyaratan Bangunan Ruang Produksi
1) Persyaratan dinding dan lantai di ruang produksi harus diepoksi, licin, tidak berserat
dan sudut antara lantai dan dinding hendaklah membentuk lengkungan serta mudah
untuk dilakukan pembersihan.
2) Pemasangan lampu di ruang produksi dalam posisi tertanam dilangit-langit ruangan.
3) Setiap ruangan harus memiliki sistem pengendalian udara AHU dan alat magnehelic
didalam ruang produksi yang berfungsi untuk melihat selisih tekanan udara.
7. Bangunan
LAFIAL memiliki 3 gudang penyimpanan awal bahan ketika datang yaitu gudang
bahan baku, gudang pengemasan dan gudang cairan. Dimana ketiga gudang tersebut
dibawahi oleh bagian Matkes (Material Kesehatan)
1) Gudang Bahan Baku (Raw material).
Gudang ini berisikan bahan aktif dan bahan pendukung (eksipien), gudang ini
dilengkapi dengan AHU, AC dan selalu dinyalakan untuk menjaga suhu dalam
ruangan yaitu 26oC (suhu ruangan), alat pengukur suhu ruangan, alat pemadam
kebakaran, dan fast box yang berfungsi untuk memudahkan dalam pendistribusian
bahan baku ke ruangan produksi. Penyimpanan bahan baku disusun secara teratur dan
rapi berdasarkan alphabet dan secara FIFO serta disimpan dalam rak besi tidak
bersentuhan dengan lantai. Lama penyimpanan bahan baku sesuai dengan ED
(Expired Date) dari bahan baku, dan atau maksimal 5 tahun. Proses serah terima
bahan baku oleh petugas gudang yang nantinya bekerja sama dengan bagian Wastu
(QC) dan pemastian mutu (QA). Penerimaan bahan baku oleh personil gudang harus
memperhatikan dan melakukan pengecekkan tdengan melihat fisik dari bahan baku
(kemasan, jumlah, tanggal kadaluwarsa, no. bets, dan lot) serta dokumen terlampir
(faktur dan CoA) bahan baku. Setelah itu dilakukan karantina, dimana dalam gudang
sendiri terdapat area karantina, dimana penyimbanan bahan baku yang dikarantina
disimpan diatas pallet agar tidak bersentuhan langsung dengan lantai yang dibatasi
oleh rantai besi berwarna kuning dan bahan baku diberi label berwarna kuning untuk
karantina yang ditempelkan oleh personil bagian wastu (QC). Kemudian bahan baku
disampling dengan menggunakan pola 1+√ n, lalu diperiksa mutunya sesuai dengan
spesifikasi yang tercntum dalam CoA (Certificate of Analysis). Setelah pengujian
selesai maka diberikan label hijau untuk bahan baku yang lulus dan memenuhi
persyaratan sedangkan label merah untuk bahan baku yang ditolak atau tidak
memenuhi persyaratan.
2) Gudang Bahan Pengemas
Bahan pengemas seperti pengemas primer, sekunder, dan tersier disimpan
pada gudang ini. Dimana gudang bahan pengemas dilengkapi dengan AHU, AC, Alat
pengatur suhu, dan alat pemadam kebakaran. Penyimpanan bahan pengemas sendiri
disusun secara teratur berdasarkan alphabet dan bentuk bahan kemasannya yang
disimpan dalam rak besi dan tidak bersentuhan langsung dengan lantai. Setiap
kemasan harus disampling terlebih dahulu sebelum digunakan agar tidak terjadi
kekeliruan ataupun kesalahan dalam pemilihan kemasan karena kemasan untuk tiap
obat berbeda-beda ukurannya
3) Gudang Bahan Cair
Gudang ini hampir sama dengan gudang bahan baku yang dilengkapi dengan
AHU, AC, Alat pengukur suhu ruangan dimana suhu ruang bahan cair yaitu 24 oC, alat
pemadam kebakaran dan fast box. Perbedaannya, gudang bahan cair memiliki lantai
dan dinding yang licin, kuat dan tidak menyerap cairan sehingga aman bagi bahan
cairan untuk diletakkan dilantai. Penyimpanan bahan cair disimpan secara teratur dan
rapi. Untuk lama penyimpanan sesuai dengan ED (Expired Date) dari bahan cair
tersebut atau maksimal selama 5 tahun. Penerimaan bahan cair dilakukan oleh
personil gudang dengan melihat fisik dari tempat bahan cair serta memeriksa
kelengkapan dokumen lainnya (faktur dan CoA). Contoh produk cair yang diproduksi
yaitu Naval drink.
8. Pengolahan Limbah
Limbah di industri farmasi terdiri dari limbah padat, limbah cair, limbah udara,
dan limbah suara. Adapun limbah yang dihasilkan oleh Lafial ialah berupa limbah padat
dan limbah cair.
1) Limbah padat : berupa wadah atau kemasan bahan baku yang termasuk ke dalam B3
(Bahan Beracun dan Berbahaya) dibuang di tempat sampah dan sisa pengolahan
limbah B3 harus diolah kembali di PPLI (Prasada Pamuna Limbah Industri). Untuk
limbah padat yang berupa debu yang dihasilkan dari proses produksi dikumpulkan
kedalam dust collector yang terdapat di ruang produksi, yang kemudian dibakar
dengan incenerator pada suhu 1000-15000oC selama + 4 jam. Sisa dari proses
pembakaran limbah padat tersebut yang berupa abu dapat ditanam atau langsung
dibuang. Untuk penanganan limbah padat dilakukan di Rumah Sakit Angkatan Laut
Dr. Mintoharjo Jakarta.
2) Limbah cair di Lafial berasal dari limbah domestik dan limbah produksi Limbah cair
tersebut ditampung dalam bak penampungan flokulasi, kemudian dialirkan ke dalam
bak penampungan sedimentasi yang akan bergabung ke bak limbah domestik.
Kemudian di cek lagi dengan ditampung ke dalam bak yang berisi CaOCl, masuk ke
bak proses augmentasi, kemudian masuk ke bak flokulasi dan kemudian dialirkan ke
kolam pengendapan sedimentasi. Di kolam pengendapan tersebut limbah diberi arang
aktif untuk mengendapkan partikel-partikel. Selanjutnya air limbah tersebut dialirkan
ke kolam indikator yang berisi ikan mas. Apabila ikan mas tersebut tidak mati maka
aman hasil pengolahan air limbah tersebut dialirkan ke sungai. Apabila ikan mas
tersebut mati maka ada kesalahan dalam pengelolaannya air limbah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai