Anda di halaman 1dari 10

KASUS 1

Suatu industri farmasi suatu obat X yang sudah beredar di pasaran, setelah beberapa tahun ingin
mengubah kemasannya karena nama dagangnya akan diubah.

1. Pertanyaan : Apakah butuh registrasi?


Iya, butuh registrasi. Sebelum beredar, industri farmasi dari obat X perlu meregistrasikan kembali
obatnya untuk mendapatkan izin edar (registrasi baru), setelah mendapatkan izin edar tersebut obat X
dapat dipasarkan. Berdasarkan keputusan kepala BPOM tentang registrasi obat, pada pasal 10 ayat 3
disebutkan bahwa obat yang sebelumnya sudah memiliki izin edar dan ingin melakukan perubahan
pada nama dagang tanpa perubahan formula dan jenis kemasan perlu melakukan registrasi ulang.
Dalam soal, obat X sudah diedarkan selama beberapa tahun, namun dengan adanya perubahan
kemasan karena nama dagangnya akan diubah maka industri farmasi dari obat X tersebut harus
meregistrasikan obat X –nya lagi.

2. Pertanyaan : Masuk kategori registrasi yang mana?

Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM No. 24 tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Registrasi Obat, kategori registrasi dalam kasus 1 ini termasuk dalam kategori 5 yaitu Registrasi Variasi
Minor, karena pada kasus ini Industri Farmasi melakukan perubahan nama dagang obat X pada kemasan
yang berarti terjadi perubahan pada informasi pada izin edar yaitu label obat yang telah memiliki izin
edar. Namun tidak mengalami perubahan terhadap aspek khasiat dan komposisi obat.

Registrasi Variasi adalah Registrasi perubahan pada aspek administratif, khasiat, keamanan,
mutu, dan/atau Informasi Produk dan Label Obat yang telah memiliki Izin Edar di Indonesia.
Registrasi variasi ada tiga jenis yaitu :
1. Registrasi Variasi Major adalah Registrasi Variasi yang berpengaruh bermakna terhadap aspek
khasiat, keamanan dan/atau mutu obat.
2. Registrasi Variasi Minor adalah Registrasi Variasi yang tidak termasuk kategori Registrasi
Variasi Major maupun Registrasi Variasi Notifikasi.
3. Registrasi Variasi Notifikasi adalah Registrasi Variasi yang berpengaruh minimal atau tidak
berpengaruh sama sekali terhadap aspek khasiat, keamanan, dan/atau mutu obat, serta tidak
mengubah informasi pada izin edar.
3. Pertanyaan : Bagaimana Jalur Evaluasinya ?

Berdasarkan Kepala BPOM RI No. HK.00.05.3.1950 Tentang Kriteria dan Tata Laksana
Registrasi Obat, pada bab IV bagian kedua mengenai klasifikasi dan kategori registrasi obat pasal 10
ayat (3) pada kategori :
Kategori 9 :
Menyatakan registrasi obat yang sudah mendapat izin edar dengan perubahan atau penambahan
jenis kemasan.
Kategori 10 :
Menyatakan registrasi obat yang sudah mendapat izin edar dengan :
 10.1 : perubahan iklim penandaan yang tidak memperngaruhi efikasi, keamanan, dan mutu.
 10.2 : perubahan desain kemasan.
 10.3 : perubahan nama pabrik atau nama pemberi lisensi.
 10.4 : perubahan importer.
 10.5 : perubahan/penambahan besar kemasan.
 10.6 : perubahan nama dagang tanpa perubahan formula dan jenis keamanan.
Dalam kasus ini produk tersebut termasuk kategori registrasi variasi minor karena hanya ada
perubahan terhadap nama dagang pada kemasannya tanpa mepengaruhi khasiat serta keamanan obat.
Pada pasal 31 dijabarkan bahwa untuk melakukan evaluasi dibentuk Komite Nasional Penilai
Obat jadi (KOMNAS POJ). Pembentukan, Tugas dan Fungsi KOMNAS POJ ditetapkan tersendiri
oleh Kepala Badan.Tahap berikutnya adalah Pemberian keputusan Kepala BPOM berdasarkan
rekomendasi yang diberikan oleh KOMNAS POJ. Pemberian keputusan diberikan sejak menerima
berkas registrasi yang lengkap selambat-lambatnya:
 Registrasi variasi kategori 9 : 80 hari kerja
 Registrasi variasi kategori 10 dengan informasi penandaan mutakhir : 40 hari kerja.
Berdasarkan PerkaBPOM No 24 tahun 2017 pasal 37 ayat 1 bagian C disebutkan bahwa untuk
produk obat yang akan melakukan registrasi variasi minor harus melalui jalur evaluasi 40 (empat puluh)
hari.

Kasus 2

Suatu industri farmasi yang telah memproduksi obat X, melakukan perubahan formula karena
metode pembuatan tablet tersebut dubah dari granulasi basah menjadi cetak langsung.

Pertanyaan
1. Apakah pada kasus tersebut dibutuhkan registrasi ?
Pada kasus tersebut, perubahan formula karena metode pembuatan tablet (granulasi basah
menjadi cetak langsung) pada obat X membutuhkan registrasi yaitu registrasi variasi. Menurut Peraturan
Kepala BPOM RI Nomor 24 Tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat Bab I pasal
1 ayat 17 disebutkan bahwa registrasi variasi adalah registrasi perubahan pada aspek administratif,
khasiat, keamanan, mutu, dan/atau informasi produk dan label obat yang telah memiliki izin edar di
Indonesia. Pada kasus 2, produk obat (tablet) yang telah diproduksi akan dilakukan perubahan pada
formula, karena metode pembuatan tablet tersebut diubah dari granulasi basah menjadi cetak langsung.
Sehingga, dengan dilakukannya perubahan pada formula dan proses pembuatan maka akan
mengakibatkan perubahan spesifikasi dan mutu obat. Permohonan Registrasi Variasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat 3, dapat diajukan dengan mengisi Formulir dan melampirkan dokumen
Registrasi Variasi sesuai dengan perubahan yang telah dilakukan yang kemudian dapat diajukan dan
dilaporkan kepada Kepala Badan melalui mekanisme Registrasi Variasi.

2. Pada kasus tersebut termasuk kategori registrasi yang mana ?


Kategori:
Menurut Perka BPOM RI No 24 Tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat,
kasus tersebut termasuk registrasi variasi major yaitu perubahan proses produksi obat yang dapat
mempengaruhi stabilitas. Perubahan yang dilakukan Industri Farmasi Obat X merupakan perubahan
formulasi terkait metode pembuatan tablet dari granulasi basah menjadi cetak langsung yang dapat
mempengaruhi stabilitas obat.
Persyaratan Registrasi Variasi Major Obat X :
a. Tidak termasuk Produk Biologi
b. Tidak mempengaruhi efikasi kemanan produk
c. Validasi proses/konsistensi produk sudah dilakukan
d. Formula dan spesifikasi (pelulusan dan shelf life) obat tidak berubah
e. Uji stabilitas sudah dilakukan sesuai protocol dengan minimal dua bets skala pilot atau skala
produksi dengan data minimal enam bulan memberikan hasil yang memenuhi spesifikasi.
Dokumen Mutu yang harus dipersiapkan untuk Registrasi:
a. Pengembangan farmasetika
b. Proses pembuatan dan control produksi
c. Flowchart proses produksi dari awal sampai pengemasan akhir
d. Laporan hasil validasi proses pembuatan Obat
e. Hasil analisis bets Obat
f. Perbandingan data analisis bets antara proses produksi sebelumnya (tiga bets Obat skala
produksi) dan yang saat diajukan (minimum dari dua bets Obat skala produksi atau satu bets Obat
skala produksi dan dua bets Obat skala pilot)
g. Laporan stabilitas Obat dari dua bets Obat skala pilot dan komitmen stabilitas Obat jika laporan
stabilitas Obat belum lengkap dan komitmen stabilitas Obat satu bets skala produksi.
Dokumen mutu yang harus disiapkan oleh industry farmasi untuk perubahan formula antara
lain:
1. Pengembangan farmasetika.
2. Formula bets.
3. Flowchart proses produksi dari awal sampai pengemasan akhir.
4. Laporan hasil validasi proses pembuatan Obat.
5. Spesifikasi dan metode pengujian Eksipien.
6. Spesifikasi Obat.
7. Proseduranalisis Obat.
8. Laporan hasil validasi metode analisis Obat.
9. Hasil analisis bets Obat.
10. Perbandingan data analisis bets Obat dari minimal dua bets (skala pilot/produksi) dari Formula
lama dan baru.
11. Hasil uji keseragaman kadar (untuks coring atau breakline).
12. Laporan stabilitas Obat dan komitmen stabilitas Obat jika laporan stabilitas Obat belum lengkap.
13. Data uji ekivalensi (in vitro/in vivo)

3. Pada kasus tersebut termasuk jalur evaluasi yang mana ?


Pada kasus tersebut dilakukan perubahan formula yaitu pada perubahan zat tambahan atau eksipien dan
dilakukan perubahan metode pembuatan tablet dari granulasi basah menjadi cetak langsung. Berdasarkan
perubahan tersebut, tergolong dalam registrasi variasi mayor, dimana perubahan kuantitatif dan/atau
kualitatif eksipien dan perubahan proses produksi obat yang dapat mempengaruhi stabilitas. Jalur evaluasi
registrasi variasi yang dilakukan untuk kasus tersebut termasuk dalam jalur 100 hari. Menurut PerKa
BPOM RI Nomor 24 Tahun 2017 pasal 37 poin 1 huruf d angka 7 menyebutkan bahwa obat yang melalui
jalur 100 hari adalah obat yang tergolong registrasi variasi major terkait mutu dan informasi produk.

Kasus 3

Suatu industri farmasi yang memproduksi obat paracetamol, ingin menambahkan bahan aktif lain
kedalam obatnya yaitu kafein.

1. Pada kasus ini, Apakah membutuh registrasi baru?

Iya, penambahan bahan aktif baru pada suatu obat harus melakukan registrasi baru karena adanya
perubahan kombinasi baru, pada kasus ini yaitu parasetamol dengan tambahan kafein sebagai bahan aktif
kombinasi. Berdasarkan peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor 24 tahun 2017
tentang kriteria dan tata laksana registrasi obat pasal 1 nomor 28 yang berbunyi “Obat Baru adalah Obat
dengan Zat Aktif baru, bentuk sediaan baru, kekuatan baru atau kombinasi baru yang belum pernah
disetujui di Indonesia”

2. Pada kasus ini, termasuk dalam kategori registrasi yang mana?

Pada kasus ini termasuk dalam registrasi baru kategori 1 yaitu registrasi obat baru dan kombinasi baru,
karena kasus industri farmasi ini ingin menambah bahan aktif lain yaitu kafein pada produk paracetamol.
Berdasarkan pernyatan tersebut maka dalam pembuatan surat izin edar harus melalui registrasi
sebagaimana persyaratan yang tercantum pada pasal 2. Dalam pasal 4 dijelaskan kriteria obat yang harus
dipenuhi untuk memperoleh izin edar obat antara lain: a. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang
memadai dibuktikan melalui uji nonklinik dan uji klinik atau bukti bukti lain sesuai dengan status
perkembangan ilmu pengetahuan; b. Mutu yang memenuhi syarat sesuai dengan standar yang ditetapkan,
termasuk proses produksi sesuai dengan CPOB dan dilengkapi dengan bukti yang sahih; dan c. Informasi
Produk dan Label berisi informasi lengkap, objektif dan tidak menyesatkan yang dapat menjamin
penggunaan Obat secara tepat, rasional dan aman.

3. Menggunakan jalur evaluasi yang bagaimana?

Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM Nomor 24 tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi
Obat, prosedur registrasi obat baru adalah sebagai berikut: a. Memenuhi ketentuan sesuai dengan
ketentuan pada BAB V tentang Tata Laksana Registrasi Obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
sampai dengan Pasal 31. b. Permohonan registrasi baru diajukan dengan mengisi formulir, melampirkan
dokumen registrasi baru (registrasi obat baru dengan kombinasi baru), dan menyerahkan rencana
manajemen risiko. Dokumen registrasi yang dimaksud terdiri atas: 1) Bagian I : Dokumen Administratif,
Informasi Produk, dan Label. 2) Bagian II : Dokumen Mutu 3) Bagian III : Dokumen Non-Klinik 4)
Bagian IV : Dokumen Klinik c. Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM Nomor 24 tahun 2017 tentang
Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat pada Pasal 37 mengenai jalur evaluasi, untuk produk
parasetamol yang ditambahkan bahan aktif kafein ini menggunakan jalur evaluasi dengan jalur 100 hari,
yaitu jalur untuk melakukan Registrasi Baru Obat Baru dan Produk Biologi yang telah melalui proses
obat pengembangan baru yang dikembangkan oleh institusi riset atau Industri Farmasi di Indonesia,
dibuat oleh Industri Farmasi di Indonesia dan sekurangnya 1 (satu) uji klinik dilakukan di Indonesia. d.
Pemberian keputusan dapat berupa pemberian persetujuan (izin edar) atau penolakan. Penolakan
dilakukan apabila industri tidak memberikan atau tidak melampirkan data uji klinik yang dilakukan di
Indonesia.

KASUS 4

Suatu industri farmasi membeli obat dalam bentuk produk ruahan dari industri farmasi di luar negeri,
kemudian mengemas produk tersebut di industrinya untuk diedarkan.

1. Apakah produk tersebut butuh registrasi?

Iya butuh. Sebagaimana yang disebutkan dalam PERKA BPOM No. 24 tahun 2017 pada bagian kedua
mengenai registrasi di pasal 7 ayat 2b yang berbunyi “obat yang diregistrasi berupa obat impor” yang
kemudian dilanjutkan pada bagian kelima mengenai registrasi obat impor di pasal 11 ayat 1a yang
menyebutkan obat impor berupa obat impor dalam bentuk ruahan. Registrasi obat pada kasus ini
tergolong registrasi obat baru karena obat belum pernah diedarkan di Indonesia sesuai dengan pasal 1 ayat
16 yang berbunyi “Registrasi Baru adalah Registrasi untuk Obat yang belum mendapatkan Izin Edar di
Indonesia”

2. Termasuk kategori registrasi yang mana? Obat tersebut termasuk dalam kategori registrasi baru dapat
berupa obat copy dan obat baru.  Dikatakan Obat copy apabila obat yang mengandung zat aktif dengan
komposisi kekuatan, bentuk sediaan, rute pemberian, indikasi dan posologi sama dengan obat yang sudah
disetujui.  Dikatakan Obat baru apabila obat dengan zat aktif baru, zat tambahan baru, bentuk sediaan
atau rute pemberian baru kekuatan baru atau kombinasi baru yang belum pernah disetujui di Indonesia.

3. bagaimana jalur evaluasi?

Jalur Evaluasi Obat Pada kasus ini tidak dijelaskan tentang obat apa yang di import dan juga tidak
dijelaskan dari mana obat ini berasal, jadi registasi obat ini dapat masuk ke dalam jalur evaluasi 100 hari,
120 hari, 150 hari dan 300 hari. Bedasarkan PERKA BPOM no. 24 TAHUN 2017 pasal 37 (1) tentang
registrasi obat baru dan obat copy, yang berisi tentang: d. jalur 100 (seratus) Hari meliputi: 1) Registrasi
Baru Obat Baru dan Produk Biologi yang diindikasikan untuk terapi penyakit serius yang mengancam
nyawa manusia (life saving), dan/atau mudah menular kepada orang lain, dan/atau belum ada atau
kurangnya pilihan terapi lain yang aman dan efektif; 2) Registrasi Baru Obat Baru dan Produk Biologi
yang berdasarkan justifikasi diindikasikan untuk penyakit serius dan langka (Orphan Drug) di Indonesia;
3) Registrasi Baru Obat Baru, Produk Biologi, Obat Generik, dan Obat Generik Bermerek ditujukan
untuk program kesehatan nasional yangdilengkapi dengan dokumen penunjang kebutuhan program atau
hasil prakualifikasi Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization); 4) Registrasi Baru Obat Baru
dan Produk Biologi yang telah melalui proses Obat PengembanganBaru yang dikembangkan oleh institusi
riset atau Industri Farmasi di Indonesia, dibuat oleh Industri Farmasi di Indonesia dan sekurangnya 1
(satu) uji klinik dilakukan di Indonesia; 5) Registrasi Baru Obat Generik yang memiliki Formula, sumber
bahan baku, spesifikasi Obat, mutu, spesifikasi kemasan, proses produksi, dan menggunakan fasilitas
produksi yang sama dengan Obat Generik Bermerek yang telah disetujui; 6) Registrasi Variasi Major
indikasi baru/posologi baru untuk Obat yang ditujukan sebagaimana dimaksud pada angka 1) sampai
dengan angka 4); 7) Registrasi Variasi Major terkait mutu dan Informasi Produk. e. jalur 120 (seratus dua
puluh) Hari meliputi Registrasi Baru Obat Baru dan Registrasi Variasi Major indikasi baru/posologi baru
yang telah

disetujuisekurangnya di 3 (tiga) negara dengan sistem evaluasi yang telah dikenal baik; f. jalur 150
(seratus lima puluh) Hari meliputi Registrasi Baru Obat Generik dan Obat Generik Bermerek yang tidak
termasuk dalam jalur evaluasi sebagaimana dimaksud pada huruf d; g. jalur 300 (tiga ratus) Hari meliputi
Registrasi Baru Obat Baru dan Produk Biologi serta Registrasi Variasi Major indikasi baru/posologi baru
yang tidak termasuk dalam jalur evaluasi sebagaimana dimaksud pada huruf d dan huruf e.

KASUS 5

Suatu industri farmasi yang memproduksi tablet ibuprofen ingin menambah produknya dengan
memproduksi ibuprofen syrup

1. Apakah butuh registrasi ? 2. Masuk kategori registrasi yang mana ? 3. Jalur evaluasi ?

Jawaban masing-masing pertanyaan kasus sebagai berikut ini : 1. Dalam PERKA BPOM No 24 tahun
2017 pada lampiran XIV poin kategori registrasi baru poin 1.3 menyebutkan “Registrasi Obat Baru atau
Produk Biologi dengan bentuk sediaan baru atau kekuatan baru”. Sehingga bila industri farmasi tersebut
ingin menambah produknya dengan memproduksi ibuprofen sirup industri tersebut perlu melakukan
registrasi baru karena bentuk sediaan dan kekuatan dari obat yang akan di produksi berbeda meskipun
memiliki kandungan yang sama. 2. Berdasarkan kasus tersebut kategori registrasi ibuprofen dengan
bentuk sediaan baru yaitu sirup termasuk registrasi baru kategori 2 3. Jalur evaluasi pada kasus ini,
berdasarkan PERKA BPOM no 24 tahun 2017 Pasal 31 termasuk pada jalur 150 (seratus) hari poin F
disebutkan “Registrasi Baru Obat Generik dan Obat Generik Bermerek yang tidak termasuk dalam jalur
evaluasi sebagaimana dimaksud huruf d”. Pada dokumen Informasi Pra-Registrasi jalur evaluasinya diisi
dengan centang (√) pada salah satu pilihan jalur evaluasi sesuai kategori registrasi obat yang akan
diajukan atau yang sesuai tercantum pada HPR yaitu 150 HK (Lampiran 1).

Kasus 6

Industri Bela Farma, memiliki produk obat paten yang dalam beberapa bulan akan habis izin edarnya.

1. Apakah butuh registrasi? Butuh dilakukan registrasi ulang apabila industri tersebut menghendaki untuk
memperpanjang izin edar produk obatnya. Obat yang telah habis masa berlaku izin edarnya dapat
diperpanjang selama memenuhi kriteria yang diatur dalam peraturan kepala BPOM Republik Indonesia
Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 melalui mekanisme registrasi ulang.
2. Masuk kategori registrasi yang mana? Industri Bela Farma memiliki produk paten yang izin edarnya
akan habis dalam beberapa bulan, maka industri tersebut harus melakukan kategori registrasi ulang.
Menurut peraturan BPOM mengenai Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat tahun 2011, registrasi
ulang adalah registrasi perpanjangan masa berlaku izin edar yang dilakukan paling cepat 120 (seratus dua
puluh) hari sebelum berakhir masa berlaku izin edarnya. Persetujuan atas permohonan registrasi ulang
secara otomatis berlaku sejak berakhir masa izin edar kecuali untuk registrasi ulang dengan informasi
terbaru terkait aspek Keamanan obat, Khasiat obat dan atau Kerasionalan formula obat.

3. Bagaimana prosedur registrasinya? Sesuai dengan peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 Pasal 26 tentang Registrasi
Ulang : 1) Pengajuan permohonan registrasi ulang dilakukan paling cepat 120 (seratus dua puluh) hari
sebelum berakhir masa berlaku izin edarnya. 2) Permohonan registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 diajukan degan mengisi formulir sebagaimana contoh yang tercantum dalam lampiran I dan
melampirkan dokumen registrasi ulang.

3) Kelengkapan dokumen registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai Lampiran XVI
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan ini. 4) Persetujuan atas permohonan registrasi
ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara otomatis berlaku sejak berakhir masa izin edar. 5)
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) untuk registrasi ulang dengan informasi
terbaru terkait aspek: a. Keamanan obat b. Khasiat obat dan atau c. Kerasionalan formula obat.
Kelengkapan Dokumen Registrasi Ulang 1) Surat pengantar 2) Pernyataan pendaftar 3) Sertifikat NIE
dan semua surat persetujuan perubahan yang diterbitkan oleh Badan POM beserta lampirannya. 4)
Formulir registrasi 5) Obat Produksi Dalam Negeri: a. Surat izin industri farmasi pendaftar yang berlaku
b. Sertifikat CPOB yang masih berlaku sesuai degan bentuk sediaan yang diajukan c. Surat perjanjian
kontrak (khusus obat kontrak) yang masih berlaku. d. Surat keterangan dari pemberi lisensi yang
menyatakan bahwa masih ada kerja sama antara pemberi lisensi dan penerima lisensi (Khusus obat
Lisensi) e. Dokumen mutu terkini yang dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: - Sertifikat analisis
zat aktif dari produsen zat aktif - Catatan bets obat produksi terakhir - Hasil analisis pelulusan bets obat
produksi terakhir - Pemenuhan dokumen mutu sesuai surat komitmen yang diserahkan pada registrasi
sebelumnya, seperti validasi proses, laporan hasil uji stabilitas, laporan hasil uji ekivalensi, dan lain-lain -
Dokumen informasi produk dan penandaan yang dilengkapi dengan contoh obat jadi dalam kemasan
lengkap atau dalam bentuk mock up. Jalur registrasi menurut peraturan BPOM No. 17 tahun 2016 Jalur
10 (sepuluh) hari meliputi registrasi ulang tanpa perubahan

4. Bagaimana jalur evaluasinya? Pada kasus ini, industri Bela Farma memiliki produk obat paten yang
dalam beberapa bulan akan habis ijin edarnya. Ada 2 jalur evaluasi yang mungkin digunakan untuk
mengevaluasi pra-registrasi dan registrasi ulang obat yaitu jalur 10 hari yang meliputi registrasi ulang dan
jalur 100 hari yang meliputi registrasi baru obat generik yang memiliki formula, sumber bahan baku,
spesifikasi obat, mutu, spesifikasi kemasan, proses produksi, dan menggunakan fasilitas produksi yang
sama dengan obat generik bermerek yang telah disetujui (BPOM, 2017). Pemilihan jalur 10 hari karena
dimungkinkan bila produk obat paten hanya habis ijin edarnya tetapi masa berlaku obat paten tersebut
masih berlaku. Sehingga produk obat paten yang akan habis ijin edarnya hanya membutuhkan registrasi
ulang ijin edarnya. Sedangkan pemilihan jalur 100 hari dapat terjadi bila kedua ijin edar dan masa berlaku
obat paten dikatakan habis. Tetapi hal ini tergantung dari industri Bela Farma sendiri mau
memperpanjang ijin patennya atau berubah menjadi obat generik/generik bermerek dan diregistrasi baru
mengikuti jalur evaluasi 100 hari. Dimana kelebihan dari obat generik/generik bermerek dibandingkan
dengan obat paten, yaitu harga lebih murah dengan kualitas yang sama. Hal ini dapat terjadi karena
penelitian untuk mendapatkan sebuah obat baru dimulai di lab, apakah suatu zat memiliki khasiat untuk
mengobati suatu penyakit. Penelitian kemudian dilanjutkan dengan menggunakan hewan. Jika kemudian
zat tersebut terbukti berkhasiat pada hewan, dimulailah suatu clinical trial atau percobaan terhadap
manusia. Rentetan riset bisa memakan waktu hingga puluhan tahun hingga suatu obat dinyatakan
berkhasiat dan layak dipasarkan. Perusahaan obat yang sudah capek-capek menjalankan rentetan
penelitian kemudian diberikan hak paten, yaitu hak tunggal untuk memproduksi obat tersebut yang
berlaku selama 20 tahun dan dapat memonopoli harga sesuai biaya penelitian, produksi, bahan baku, dll.
Sehingga harga cenderung mahal. Pada era JKN sekarang, obat paten juga kurang dipergunakan karena
harganya yang kurang terjangkau berkebalikan dengan obat generik/generik bermerek dan pemerintah
juga lebih menyarankan obat generik/generik bermerek.

Kasus 7

Sebuah industri farmasi A ingin memproduksi obat Cefixim syrup, namun industri tersebut tidak mampu
melaksanakan produksi di industrinya dikarenakan terbatasnya sarana produksi. Akhirnya, industri
farmasi ini melimpahkan produksi obatnya pada industri farmasi B.

1. Apakah butuh registrasi ? Jawab: Iya, perlu registrasi Dikarenakan industri farmasi A belum memiliki
produk Cefixim syrup dan ingin memproduksinya namun tidak memiliki fasilitas untuk memproduksi
Cefixim syrup sehingga industri farmasi A melimpahkan produksinya ke industri farmasi B yang dapat
disebut sebagai obat kontrak. Obat kontrak adalah obat yang pembuatannya dilimpahkan kepada industri
farmasi lainnya. Registrasi obat kontrak produksi dalam negeri hanya dapat dilakukan oleh Pemberi
Kontrak sebagai Pendaftar. Registrasi yang dimaksud dalam PerKaBRPOM No. 24 tahun 2017 pada ayat
(1) pasal 9 bagian keempat (Registrasi Obat Kontrak Dalam Negeri) harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut: a. Memiliki izin Industri Farmasi; b. Memiliki paling sedikit 1 (satu) fasilitas produksi yang telah
memenuhi persyaratan CPOB; dan c. Memiliki dokumen perjanjian kontrak.

Industri farmasi pemberi kontrak dan industri farmasi penerima kontrak bertanggung jawab terhadap
aspek khasiat, keamanan, dan mutu obat yang dikontrakkan dengan penanggung jawab utama industri
farmasi yang memberikan kontrak sebagai pemilik izin edar. Industri farmasi penerima kontrak harus
memiliki sertifikat CPOB yang masih berlaku sesuai dengan bentuk sediaan obat yang akan diproduksi
dan industri farmasi yang menerima kontrak tidak dapat mengalihkan pembuatan obat yang di dalam
kontrak kepihak ketiga.

3. Kategori : Registrasi Obat Generik dan Obat Generik Bermerek. c. Kategori 3: Registrasi sediaan lain
yang mengandung Obat dengan teknologi khusus, dapat berupa transdermal patch, implant, dan beads.
Pada kasus ini, Industri farmasi A ingin memproduksi obat Cefixim dalam bentuk sediaan syrup yang
belum pernah di peroduksi sebelumnya oleh pabriknya, namun sarana yang dimiliki oleh industri farmasi
A masih terbatas dan akhirnya melakukan toll out ke industri farmasi B dengan melakukan
kontrak.Ketentuan mengenai registrasi obat kontrak produksi dalam negeri telah diatur dalam Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomer 24 tahun 2017 pasal 9 yaitu : (1) Registrasi Obat
Kontrak produksi dalam negeri hanya dapat dilakukan oleh Pemberi Kontrak sebagai Pendaftar. (2)
Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. memiliki
izin Industri Farmasi; b. memiliki paling sedikit 1 (satu) fasilitas produksi yang telah memenuhi
persyaratan CPOB; dan

c. memiliki dokumen perjanjian kontrak. (3) Industri Farmasi Pemberi Kontrak dan Industri Farmasi
Penerima Kontrak bertanggung jawab terhadap aspek khasiat, keamanan, dan mutu Obat yang
dikontrakkan, dengan penanggung jawab utama Industri Farmasi Pemberi Kontrak sebagai Pemilik Izin
Edar. (4) Industri Farmasi Penerima Kontrak harus memiliki sertifikat CPOB yang masih berlaku sesuai
denganbentuk sediaanObat yang akan diproduksi. (5) Industri Farmasi Penerima Kontrak tidak dapat
mengalihkan pembuatan Obat yang dikontrakkan kepada pihak ketiga.

3. Bagiamana jalur evaluasinya ? Jawab: jalur evaluasi 100 hari. Jalur evaluasi masuk ke jalur 100 hari
karena obat berupa antibiotik yang ditujukan untuk penyakit infeksi atau penyakit yang mudah menular.
Pada kasus ini merupakan kategori registrasi baru karena terjadi berdasarkan kontrak. Obat kontrak
adalah obat yang pembuatannya dilimpahkan kepada industri farmasi lain. Industri A harus melakukan
registrasi obat baru sirup cefixim dengan jalur evaluasi 100 hari sebagaimana dimaksud dalam
PerKaBPOM No. 24 tahun 2017 pasal 37 ayat 1 poin 1d yaitu registrasi baru obat baru dan produk
biologi yang diindikasikan untuk terapi penyakit serius yang mengancam nyawa manusia (life saving),
dan/atau mudah menular kepada orang lain, dan/atau belum ada atau kurangnya pilihan terapi lain yang
aman dan efektif.

Kasus 8

PT. AVI Farma akan memproduksi obat pengembangan baru atas dasar lisensi dari industri farmasi luar
negeri. Apakah perluh registrasi? Jika perlu termasuk dalam kategori registrasi yang mana? Dan melalui
jalur evaluasi yang mana? Menurut PERKA BPOM No. 24 Tahun 2017 Tentang Kriteria dan Tata
Laksana Registrasi Obat, yang dimaksud Registrasi Obat yang selanjutnya disebut Registrasi adalah
prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapatkan persetujuan. Izin edar adalah bentuk
persetujuan Registrasi untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia. Pemilik izin edar adalah pendaftar
yang telah mendapatkan izin edar untuk obat yang diajukan registrasi. Registrasi obat dikategorikan
menjadi 3, yaitu: a. Registrasi Baru adalah Registrasi untuk Obat yang belum mendapatkan Izin Edar di
Indonesia b. Registrasi Variasi adalah Registrasi perubahan pada aspek administratif, khasiat, keamanan,
mutu, dan/atau Informasi Produk dan Label Obat yang telah memiliki Izin Edar di Indonesia. c. Registrasi
Ulang adalah Registrasi perpanjangan masa berlaku Izin Edar

Berdasarkan PERKA BPOM No. 24 Tahun 2017 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat,
yang dimaksud dengan obat lisensi adalah obat yang dibuat buat oleh industri farmasi dalam negeri atas
dasar lisensi. Lisensi sendiri merupakan pelimpahan hak dan wewenang penggunaan hasil penelitian dan
pengembangan yang menyangkut alih teknologi dalam manufaktur, penggunaan hasil penelitian dan
pengembangan mengenai efikasi, keamanan, mutu, dan penggunaan nama dagang serta penjualan suatu
obat. Dalam hal ini dimana PT. AVI Farma akan memproduksi obat pengembangan baru atas dasar ia
memiliki lisensi dari industri farmasi luar negeri, maka produk yang akan diproduksi dan akan diedarkan
di Indonesia tersebut wajib untuk dilakukan registrasi baru, sebagaimana dijelaskan dalam PERKA
BPOM No. 24 tahun 2017 pada Pasal 2 (1) dan (2) dimana dinyatakan setiap obat yang akan diedarkan di
wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar dengan cara

meregistrasikan obat tersebut. Dalam hal ini walaupun PT. AVI Farma sudah memiliki izin untuk
memproduksi obat serta telah memenuhi persyaratan CPOB sekalipun dari BPOM, tapi setiap mereka
memproduksi obat baru baik yang lisensi maupun hasil penelitian sendiri dalam negeri, maka produk
tersebut wajib untuk diregistrasikan untuk mendapatkan izin edar agar dapat diproduksi serta
didistribusikan di wilayah Indonesia. Selain itu juga secara jelas telah diatur tentang registasi obat yang
diproduksi di dalam negeri atas dasar lisensi dalam Pasal 18 PERKA BPOM No 24 tahun 2017 yang
menyatakan bahwa obat yang diproduksi di dalam negeri atas dasar lisensi harus memiliki ijin edar, yang
dapat diperoleh setelah melalui proses registrasi yang terdiri atas pendaftaran dan evaluasi obat. Pada
kasus ini, obat lisensi dari PT. AVI Farma harus melalui registrasi baru. Hal ini dikarenakan obat tersebut
baru akan diproduksi di Indonesia dengan dasar lisesnsi dari industri farmasi luar negeri. Registrasi obat
baru ini dilakukan untuk obat yang belum mendapat izin edar di Indonesia. Suatu produk dikatakan obat
baru karena beberapa hal seperi zat aktif baru, bentuk sediaan baru, kekuatan baru, dan kombinasi baru.
Pada kasus tersebut, tidak dijelaskan pengembangan produknya seperti apa, sehingga direkomendasikan
pada produk obat tersebut untuk dilakukan registrasi baru, selain alasan utamanya yaitu bentuk
pengembangan obat berdasarkan lisensi dari industri farmasi luar negeri tersebut belum pernah mendapat
izin edar di Indonesia. Terkait dengan kategori registrasi baru, pada kasus ini masuk dalam kategori 1
karena produk yang akan dibuat hanya menggunakan lisesnsi dari luar negeri dan di Indonesia sendiri
masih baru akan diproduksi. Dimana registrasi baru kategori 1 ini merupakan registrasi obat baru dengan
zat aktif baru atau derivat baru atau kombinasi baru atau produk biologi dengan zat aktif baru atau
kombinasi baru atau dalam bentuk sediaan baru. Berdasarkan PERKA BPOM No. 24 Tahun 2017
Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat, jalur evaluasi yang sesuai untuk kejadian diatas yaitu
jalur evaluasi 120 hari; dimana pada Pasal 37 (1) tentang Jalur Evaluasi poin (e) dinyatakan bahwa “Jalur
120 (seratus dua puluh) hari meliputi “Registrasi

Obat Baru dan Registrasi Variasi Major indikasi baru/posologi baru yang telah disetujui sekurang-
kurangnya di 3 (tiga) negara dengan sistem evaluasi yang telah dikenal baik”. Pertimbangan penetapan
jalur evaluasi tersebut didasarkan pada pengembangan yang dilakukan oleh PT AVI Farma terkait
produksi obat yang akan dilakukan telah memperoleh izin/lisensi dari luar negeri. Evaluasi dilakukan
setelah seluruh dokumen registrasi dinyatakan lengkap dan evaluasi dilakukan sesuai dengan kriteria obat.

Kasus 9

Industri yang memproduksi metamizole Na injeksi akan meningkatkan kapasitas produksi tiap bets nya
dari 1000 ampul menjadi 5000 ampul.

1. Apakah butuh registrasi? Ya, pada kasus tersebut membutuhkan registrasi kembali karena terjadi suatu
perubahan yaitu peningkatan kapasitas produksi tiap betsnya. Pada kasus tersebut produk obat sudah
mendapat registrasi tetapi harus dilakukan registrasi kembali karena terjadi perubahan, sehingga termasuk
dalam registrasi variasi. Menurut KBPOM RI Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang
Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat pasal 1 ayat 35 disebutkan bahwa registrasi variasi adalah
perubahan terhadap aspek apapun pada produk terapetik, termasuk tetapi tidak terbatas pada perubahan
formulasi, metoda, manufaktur, spesifikasi untuk obat dan bahan baku, wadah, kemasan, dan penandaan.
Hal ini berarti jika terdapat perubahan jumlah yang diproduksi pada tiap bets akan mengubah spesifikasi
untuk obat sehingga perlu registrasi ulang. Pasal 10 Ayat 3 pada bagian c kategori 8 juga menjelaskan
bahwa registrasi obat yang sudah mendapat izin edar dapat terjadi dengan: a. Perubahan zat tambahan b.
Perubahan spesifikasi dan/atau metode analisa c. Perubahan stabilitas d. Perubahan teknologi produksi
dan/atau tempat produksi Pada kasus tersebut, terdapat perubahan spesifikasi dan/atau metode analisis
karena terdapat perubahan pada jumlah produk tiap betsnya.

2. Masuk kategori registrasi yang mana? Pada kasus tersebut suatu industri yang memproduksi sediaan
injeksi (steril) akan meningkatkan kapasitas produksi tiap betsnya dari 1000 ampul menjadi 5000 ampul.
Berdasarkan PKBPOMRI Nomor 24 Tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat
dijelaskan bahwa peningkatan ukuran bets obat hingga 10 kali untuk produk steril termasuk dalam
perubahan terkait mutu obat, sehingga perubahan ini tergolong dalam variasi major. Pada kasus, produk
yang dibuat adalah produk injeksi, dan terdapat peningkatan kapasitas produksi tiap bets, sehingga kasus
tersebut masuk ke dalam kategori registrasi mayor (VaMa).

3. Bagaimana jalur evaluasi ? Pada kasus industri yang memproduksi Na metamizole injeksi dan
melakukan peningkatan produksi yang awalnya dari 1000 ampul menjadi 5000 ampul merupakan jalur
registrasi variasi mayor terkait mutu dan informasi produk yang termasuk dalam jalur 100 hari

Kasus 10

Suatu industri yang memproduksi cefadroksil kapsul akan melakukan penyesuaian cangkang
kapsul dari kapsul 00 menjadi 0.

1. Adanya perubahan cangkang kapsul berdasarkan PerKa BPOM RI No.24 Tahun 2017 tentang
Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat, termasuk kategori 5 dengan registrasi variasi minor
karena merupakan perubahan terkait mutu obat.
2. Perubahan ukuran cangkang kapsul termasuk ke dalam kategori registrasi variasi. Menurut PerKa
BPOM RI No.24 Tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat, registrasi variasi
merupakan registrasi perubahan pada aspek administratif, khasiat, keamanan, mutu, dan/atau
informasi produk dan label obat yang telah memiliki izin edar di Indonesia. Yang termasuk ke dalam
registrasi variasi diantaranya yaitu, perubahan kemasan obat, perubahan cangkang kapsul, perubahan
khasiat dan lain-lain yang berhubungan langsung dengan keamanan dan mutu produk tersebut.
3. Berdasarkan PerKa BPOM RI No.24 Tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat
pasal 37 tentang Jalur Evaluasi, pada kasus 10 mengikuti jalur evaluasi 40 (empat puluh) hari
meliputi registrasi variasi minor. Jalur evaluasi diisi dengan tanda centang () pada salah satu pilihan
jalur evaluasi sesuai kategori Registrasi yang diajukan, atau sesuai yang tercantum pada HPR.
Waktu evaluasi dihitung sejak dokumen registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1)
diterima, yaitu terdiri dari :
bagian I : dokumen administratif, Informasi Produk dan Label.
bagian II : dokumen mutu.
bagian III : dokumen nonklinik.
bagian IV : dokumen klinik.
Pada kasus ini, dokumen yang dimaksud adalah hanya dokumen mutu.

Anda mungkin juga menyukai