BAGIAN OSEANOGRAFI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
i
LEMBAR PENGESAHAN
Disetujui,
Asisten Pembimbing
Erlangga Alfaris
C44170035
Diketahui,
Koordinator Asisten
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesehatan sehingga dapat
menyelesaikan laporan fieldtrip Oseanografi Umum yang berjudul “Studi
Beberapa Parameter Oseanografi di Perairan Teluk Palabuhanratu, Sukabumi,
Jawa Barat”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen dan asisten yang telah
banyak membimbing kami dalam menyelesaikan laporan praktikum ini. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada asisten kelompok 4 atas bimbingan, kritik
dan saran pada proses pembuatan laporan ini. Ucapan terima kasih juga tak lupa
penulis sampaikan kepada seluruh panitia fieldtrip Oseanografi umum 2020, yang
telah mengorbankan tenaga dan pikaran demi terlaksananya praktikum ini.
Laporan praktikum ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah
Oseanografi Umum agar mahasiswa dapat lebih memahami karakteristik dan
kondisi dari perairan laut. Mahasiswa juga mampu memaparkan informasi yang
telah didapat baik dari tugas mata kuliah maupun yang telah diberikan dalam
perkuliahan dan praktikum.
Kami sadar bahwa dalam mengerjakan dan menyusun tugas ini masih jauh
dari sempurna, sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan agar
kami dapat menyusun laporan fieldtrip yang lebih baik dikemudian hari. Akhir
kata kami mengucapkan teima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.
Semoga laporan fieldtrip ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
iii
3.3 Suhu ............................................................................................................ 26
LAMPIRAN .......................................................................................................... 49
iv
DAFTAR GAMBAR
v
Gambar 31 Diagram alir pengukuran DO dengan menggunakan metode titrasi .. 24
Gambar 32 Botol winkler ...................................................................................... 24
Gambar 33 Peta posisi hasil pengamatan .............................................................. 25
Gambar 34 Sebaran menegak data suhu ............................................................... 27
Gambar 35 Sebaran melintang data suhu .............................................................. 27
Gambar 36 Sebaran melintang salinitas di Palabuhanratu .................................... 28
Gambar 37 Sebaran menegak salinitas di Palabuhanratu ..................................... 29
Gambar 38 Visualisasi arus dalam stik plot .......................................................... 31
Gambar 39 Grafik pasang surut air laut di Palabuhanratu .................................... 37
Gambar 40 Grafik sebaran suhu terhadap DO di Palabuhanratu .......................... 40
Gambar 41 Grafik sebaran DO pada setiap stasiun di Palabuhanratu .................. 41
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 3 Data hasil pengukuran arus laut menggunakan current meter ................. 31
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Pembagian Tugas .................................................................................................. 49
viii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Oseanografi dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu ilmu
yang mempelajari lautan dengan segala aspeknya. Ilmu ini merupakan
perpaduan dari bermacam-macam ilmu-ilmu dasar yang lain. Ilmu dasar lain
yang termasuk di dalamnya iaIah ilmu tanah (geology). Ilmu bumi
(geography), ilmu fisika (physics), ilmu kimia (chemistry), ilmu hayat
(biology) dan ilmu iklim (meteorology) (Hutabarat 2001). Oseanografi berasal
dari kata ocean yang artinya laut dan graphos yang berarti gambaran,
sehingga oseanografi adalah ilmu yang mempelajari gambaran umum tentang
laut (Wahyudin 2004). Ilmu tersebut sangatlah bermanfaat untuk
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat digunakan untuk
membantu dalam mempermudah aktivitas manusia, terkhusus yang hidup dan
tinggal di lingkungan laut. Oseanografi ini mempunyai peranan penting di
dalam bidang perikanan dan kelautan (Anwar 2008). Hal ini tentunya
memerlukan observasi langsung ke suatu wilayah perairan untuk mengambil
data dari berbagai parameter.
Fieldtrip oseanografi umum merupakan salah satu cara dalam observasi
langsung untuk melakukan pengukuran ke berbagai parameter. Teluk
palabuhanratu menjadi tempat yang dipilih untuk melakukan fieldtrip. Teluk
Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat terletak di 6°58’ - 7°25’ LS 106°18’ -
106°25’ BT di bagian selatan Pulau Jawa tepatnya di Kabupaten Sukabumi,
Jawa Barat. Letak dan posisi dari lokasi pengamatan sangatlah mempengaruhi
fenomena arus yang menyusuri pantai tersebut ( Pariwono et al. 1988 ).
Pelaksanaan fieldtrip kali ini akan mengukur beberapa parameter
dengan titik pengukuran yang berbeda-beda. Pengukuran dilakukan di tiga
tempat yaitu pantai, kapal, dan pelabuhan. Pengamatan di pantai terdiri dari
pengukuran periode gelombang, tinggi gelombang, refraksi gelombang, dan
kemiringan pantai. Pengamatan yang dilakukan di kapal yaitu penentuan
lokasi, suhu, salinitas, arus dan Dissolved Oxygen (DO). Parameter
pengamatan yang dilakukan di pelabuhan adalah pasang surut.
1
1.2 Tujuan
Praktikum lapang ini bertujuan untuk menjelaskan cara pengukuran
berbagai macam parameter oseanografi seperti parameter gelombang
(refraksi, tinggi, dan periode), kemiringan pantai, pasang surut, arus,
Dissolved Oxygen (DO), suhu, dan salinitas, serta dapat mendeskripsikan
parameter oseanografi yang telah diperoleh.
2
II. METODOLOGI
2.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan fieltrip Oseanografi Umum dilaksanakan pada hari Kamis,
tanggal 17 Desember 2020 secara virtual dengan melihat video dari asistensi
oseanografi umum 2020. Lokasi fieltrip dan pengambilan data dilakukan di
Teluk Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Menurut Nugraha dan Surbakti
(2009) perairan Teluk Palabuhanratu memiliki posisi geografis 6º 57’ - 7º 07’
LS dan 106º 22’ - 106º 23’ BT dengan panjang pantai kurang lebih 105 km.
Perairan tersebut merupakan perairan pantai selatan Jawa Barat, yang
memiliki hubungan langsung dengan Samudra Hindia sehingga karakteristik
oseanografi perairan ini sangat di pengaruhi oleh karakteristik oseanografi
Samudra Hindia.
3
2.2.1 Penentuan Lokasi
Penentuan lokasi pada kegiatan fieltrip kali ini menggunakan dua
metode, yaitu menggunakan metode baringan dan metode GPS (Global
Positioning System). Metode baringan dilakukan secara manual
menggunakan kompas bidik, sedangkan metode GPS menggunakan citra
satelit dalam menentukan suatu titik koordinat.
Mulai
Bidik bukit Jayanti dan Gedogan dengan kompas lalu dapatkan 2 titik
4
Selesai
Gambar 2 Diagram alir penentuan lokasi menggunakan metode baringan
5
2.2.1.2 GPS (Global Positioning System)
Penentuan lokasi dengan metode kedua yaitu menggunakan GPS
(Global Positioning System). Metode GPS (Global Positioning System)
dapat memberikan informasi posisi bujur dan lintang secara otomatis.
Menurut Yulius dan Salim (2013), Global Positioning Sytem (GPS)
merupakan metode penentuan posisi ekstra teritris yang menggunakan
satelit GPS sebagai target pengukuran. Metode ini dinamakan penentuan
posisi secara global karena koordinat yang dihasilkannya bersifat
geosentrik, artinya pusat masa bumi dianggap sebagai pusat sistem
koordinat sehingga sitem koordinat ini berlaku untuk seluruh dunia.
Metode pengukuran dengan GPS yang diukur adalah jarak-jarak dari titik
yang akan ditentukan koordinatnya ke satelit-satelit yang sedang diamati
(paling sedikit diperlukan empat satelit untuk setiap satu titik ukur).
Berhubung posisi atau koordinatnya sudah diketahui setiap saat, maka
satelit-satelit tersebut berfungsi sebagai titik ikat. Gambaran langkah kerja
penentuan titik lokasi pengamatan menggunakan metode GPS disajikan
pada Gambar 6.
Mulai
Pilih salah satu titik lalu klik menu PERGI dan IKUTI petunjuk garis
merah untuk sampai ke tujuan
Selesai 6
Gambar 6 Diagram alir penentuan lokasi menggunakan GPS
2.2.2 Suhu
CTD atau Conductivity Temperature and Depth adalah alat yang
digunakan untuk mengukur temperatur air laut atau berdiri sendiri sebagai
alat ukur konduktivitas cairan (Hapsari dan Chaidir 2016). Sistem kerja alat
ini menggunakan 3 unit utama yaitu unit masukan data, unit pengolahan
data (unit pengontrol CTDS dan komputer yang dilengkapi perangkat
lunak), dan unit sensor yang terdiri dari sensor tekanan, sensor suhu dan
sensor untuk daya hantar listrik (Wahyono 2013). Prosedur penggunaan alat
CTD untuk mengukursuhu disajikan pada Gambar 8.
Mulai
Catat hasilnya
Selesai 7
Gambar 8 Diagram alir pengambilan data suhu menggunakan CTD
2.2.3 Salinitas
Salinitas merupakan salah satu parameter fisika yang dapat
mempengaruhi kualitas air. Salinitas adalah konsentrasi total ion yang
terdapat di air yang dinyatakan dalam satuan g/kg, ppm (‰), atau PSU
(Practical Salinity Unit). Nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh suplai air
tawar ke air laut, curah hujan, musim, topografi, pasang surut, dan evaporasi
(Sumarno 2013). Ada dua cara untuk mengukur nilai salinitas, yaitu dengan
menggunakan refraktometer dan CTD (Conducticity Temperature Depth).
Proses pengukuran salinitas menggunakan refraktometer disajikan pada
Gambar 10 dan menggunakan CTD pada Gambar 11.
8
Gambar 10 Pengukuran salinitas dengan menggunakan refraktometer
9
Gambar 12 Refraktometer
Sumber : Ihsan dan Wahyudi (2010)
10
perairan, saat diturunkan sensor CTD akan merekam nilai salinitas pada
perairan tersebut hingga kedalaman tertentu (Pratama et.al 2018).
2.2.4 Arus
Alat yang digunakan untuk mengukur arah arus adalah floating
droadge dan current meter. Pengukuran arus dapat dilakukan dengan cara
langsung maupun tidak langsung. Pengukuran dengan cara langsung dapat
menggunakan alat current meter, sedangkan pengukuran tidak langsung
yaitu dengan memanfaatkan suhu, salinitas, dan tekanan di lautan (Ismurnati
dan Rochaddi 2013). Diagram alir prosedur kerja pengukuran arus
menggunakan floating droadge disajikan pada Gambar 14.
Mulai
Hidupkan stopwatch
Matikan stopwatch
Mulai
11
pengukuran arus menggunakan Electromagnetic Current Meter (ECM)
disajikan pada Gambar 15.
Mulai
Nyalakan ECM
Selesai
12
Gambar 17 floating droadge
Sumber: Aditiyana (2011)
2.2.5 Gelombang
a. Metode Pengukuran Refraksi Gelombang
Pengukuran refraksi gelombang dilakukan dengan mengamati gelombang
yang berasal dari view box. Kemudian tandai puncak gelombang tertinggi yang
datang dan tempat buih dari pecahan gelombang tersebut. Tarik garis lurus
pada titik puncak gelombang dan tempat buih yang sudah ditandai. Kemudian
amati dan catat derajat sudut yang dihasilkan gelombang tersebut. Ulangi
kegiatan sebanyak 10 kali. Proses pengukuran refraksi gelombang disajikan
pada Gambar 18.
Mulai
Selesai
13
Gambar 18 Diagram alir pengukuran refraksi gelombang
Mulai
Catat tinggi
gelombang
Selesai
14
kemudian catat waktu yang dibutuhkan pada saat gelombang 1 dan gelombang 2
datang hingga menyentuh bibir pantai. Lakukan pengulangan sebanyak 30 kali.
Proses pengukuran periode gelombang disajikan pada Gambar 20.
Mulai
Catat waktu
Selesai
Gambar 21 Stopwatch
Sumber : infoperkakas.com
15
2.2.6 Pasang Surut
Pasang surut adalah peristiwa naik dan turunnya muka air laut secara
periodik. Menurut Fadilah et. al (2014), pasang surut adalah fluktuasi muka
air laut yang disebabkan oleh gaya tarik benda-benda langit, terutama
matahari dan bulan terhadap massa air laut bumi. Pengukuran tinggi pasang
surut dapat dilakukan dengan beberapa alat diantaranya tide staff (papan
pasut), floating tide gauge, acoustic, pressure tide gauge, dan alat akustik
yaitu MOTIWALI (Tanto 2009). Proses pengukuran pasang surut dengan
papan pasut disajikan pada Gambar 22.
Mulai
Selesai
16
secara berpindah-pindah. Alat ini menggunakan sensor ultrasonic yang
dapat dipantau dari jauh dan dilengkapi juga dengan sensor suhu (Iqbal dan
Jaya 2011). Alat ini digunakan dengan cara menempatkannya pada tempat
yang terlindung dari matahari dan hujan. Alat yang telah diaktifkan
dibiarkan selama dua hari untuk merekam data. Data yang terekam
dipindahkan ke komputer lalu dicatat. Proses pengukuran pasang surut
dengan tide recorder accoustic Motiwali disajikan pada Gambar 23.
Mulai
Catat hasil
Selesai
17
dimana K1 dan O1 merupakan amplitudo komponen pasut harian
tunggal, dan M2 dan S2 adalah amplitudo komponen pasut harian ganda. Jika
nilai 0 < F < 0.25 maka termasuk tipe pasut harian ganda, 0.25 < F < 1.5
termasuk tipe pasut campuran cenderung ganda, dan 1.5 < F < 3.0 termasuk
tipe pasut campuran cenderung tunggal (Pugh 1987).
Suatu perairan mengalami satu kali pasang dan surut dalam satu
hari, maka daerah perairan ini termasuk dalam tipe pasang surut tunggal
(diurnal tide). Perairan dapat dikatakan bertipe pasang surut ganda
(semidiurnal tide) apabila terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam
satu hari. Tipe pasang surut peralihan antara tipe tunggal dan ganda disebut
juga tipe pasang surut campuran (mixed tide) (Pariwono 1999).
18
Mulai
Waterpass
Selesai
19
Nilai panjang horizontal dan tinggi vertikal akan digunakan untuk
menghitung tan yang merupakan kemiringan pantai. Kemiringan pantai
dinyatakan dalam satuan derajat (°) dan persen (%). Penentuan besar sudut
kemiringan pantai menggunakan persamaan:
Tan =
Ket:
x = jarak horizontal pengamatan
y = jarak vertikal bidang pantai terhadap sumbu x
Persentase kemiringan lereng (%) =
Gambar 26 Waterpass
Kemiringan pantai diukur berdasarkan panjang horizontal dan tinggi
vertical bidang pantai. Kemiringan pantai diukur dengan theodolite.
Gambaran teknis cara penggunaan theodolite dapat disajikan dalam Gambar
27.
20
Mulai
Atur fokus pada theodolite dan catat hasil batas atas, batas tengah, dan
batas bawah
Selesai
Gambar 28 Theodolite
Sumber: Suhendra (2011)
21
menuju lensa fokus. Cahaya akan tampak dimata pengamat dan diafragma
theodolite setelah cahaya sampai di lensa fokus. Pengamatan dilakukan
dengan melihat diafragma theodolite yang berisi beberaba tanda yaitu batas
atas, batas bawah, dan batas tengah (Suwandi 2015).
Hal yang perlu diperhatikan dala menggunakan theodolite adalah
kalibrasi alat. Terdapat dua macam bentuk kalibrasi untuk alat ukut
theodolite yaitu kalibrasi tetap dan kalibrasi sementara. Kalibrasi tetap
adalah perlakukan kalibrasi alat jika kondisi komponen yang ada pada
theodolite sudah tidak sesuai, sedangkan kalibrasi sementara dilakukan
setiap kali alat akan digunakan untuk pengukuran. Kalibrasi sementara
mencakup tiga proses yaitu memusatkan theodolite, mengkalibrasi
theodolite, dan menghilangkan beda penglihatan. Ketiga proses tersebut
berutujuan untuk memastikan gelembung udara berada di tengah. Apabila
keadaan ini tercapai maka perubahan arah theodolite tidak akan berpengaruh
terhadap posisi gelembung udara karena posisi gelembung udara akan
sendirinya terarah pada posisi yang sudah dapat langsung digunakan untuk
mengamatan. Selain itu, kalibrasi dilakukan untuk menghindari adanya
kekaburan objek di batas stadia saat dilakukan pengamatan (Suwandi 2015).
22
yang akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den NaOH
- KI, sehingga akan terjadi endapan MnO2. Penambahan H2SO4 atau HCl
maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan membebaskan
molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium yang
dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat
(Na2S2O3) dan menggunakan indikator larutan amilum (kanji). Reaksi kimia
yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut :
MnCI2 + NaOH Mn (OH)2 + 2 NaCI2
Mn (OH)2 + O2 2 MnO2 + 2 H2O
MnO2 + 2 KI + 2 H2O Mn (OH)2 + I2 + 2 KOH
I2 + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI
23
Gambar 30 DO meter
Sumber : alatlabor.com
24
Gambar 32 Botol winkler
Sumber: alco.es
25
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Posisi Stasiun
Lokasi pengamatan parameter perairan ini dilaksanakan di Teluk
Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat yang berada pada posisi 6º57’ – 7º07’
LS dan 106º22’ – 106º32’ BT. Menurut Nugraha dan Surbakti (2009),
perairan pelabuhan Ratu memiliki panjang garis pantai kurang lebih 105 km
dan merupakan perairan Pantai Selatan Jawa Barat, yang berhubungan
langsung dengan Samudra Hindia sehingga karakteristik oseanografi perairan
ini sangat dipengaruhi oleh karaktristik oseanografi Samudra Hindia.
Berdasarkan data yang telah didapatkan, ada perbedaan hasil
penentuan lokasi antara data metode baringan dengan data metode GPS. Data
posisi lokasi pengamatan menggunakan baringan dan GPS disajikan pada
Tabel 1. Titik-titik koordinat lokasi ditampilkan pada peta disajikan pada
Gambar 32.
Tabel 1 Posisi pengambilan sampel praktikum
BARINGAN GPS
KELOMPOK
LINTANG (º) BUJUR (º) LINTANG (º) BUJUR(º)
15 7º 4’ 52” 106º27’13” 6º 59’ 7,04” 106º 32’ 10,86”
16 7º11’35” 106º18’1” 6º 59’ 0,82” 106º 31’ 49,87”
17 6º59’30” 106º26’15” 6º 58’ 56,89” 106º 31’ 37,27”
18 7º3’10” 106º28’45” 6º 59’ 5,89” 106º 20’ 9,99”
19 7º26’1” 106º17’5” 6º 59’ 13,95” 106º 31’ 32,73”
20 7º19’32” 106º9’40” 6º 59’ 20,97” 106º 31’ 47,82”
21 7º5’10” 106º31’45” 6º 59’ 19,89” 106º 32’ 10,07”
26
Berdasarkan tabel data dan gambar di atas, dapat diketahui bahwa
posisi stasiun menggunakan metode baringan dengan kompas bidik berbeda
dengan posisi stasiun menggunakan GPS. Metode GPS lebih akurat
dibandingkan dengan metode baringan karena GPS menggunakan citra satelit
untuk mendeteksi posisi lintang dan bujur, berbeda dengan metode baringan
yang dilakukan secara manual. Posisi lintang dan bujur bergantung pada hasil
bidikan pada dua objek. Stasiun 18 metode GPS, posisi lokasi pengamatan
berbeda dengan stasiun 15, 16, 17, 19, 20 dan 21. Hal ini terjadi karena
kesalahan dalam membaca koordinat pada GPS. Perbedaan posisi lokasi pada
metode baringan juga disebabkan karena kondisi ombak yang membuat kapal
menjadi goyang dan tidak stabil sehingga ketika membidik Bukit Jayanti dan
Gedogan tidak tepat sasaran. Perbedaan posisi tersebut juga dapat disebabkan
oleh gaya magnet bumi yang mempengaruhi arah kompas. Menurut Pariwono
(1996), perbedaan posisi tersebut dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti
gaya magnet bumi yang tanpa disadari dapat mempengaruhi arah kompas,
arus, gelombang, pasang surut, dan ketepatan dalam menggunakan kompas
untuk membidik juga sangat mempengaruhi keakuratan data yang dihasilkan.
GPS juga memiliki kelemahan yaitu harga alatnya yang mahal dan
penggunaan GPS bergantung pada keadaan cuaca. Apabila cuaca buruk maka
akan mempengaruhi tingkat keakuratan informasi yang diperoleh GPS. GPS
menghasilkan data yang jauh lebih akurat dibandingkan metode baringan
menggunakan kompas bidik. Menurut Rianandra et.al (2015), sesuai dengan
perhitungan manual perbandingan pengukuran menggunakan GPS tingkat
ketelitian data yang yang di dapat relatif lebih tepat.
3.2 Suhu
Suhu suatu perairan adalah suatu parameter yang paling sering diukur
karena fungsinya sebagai parameter fisik, biologi maupun kimia laut. Faktor
fisika suhu sangat penting untuk mengetahui sebaran biota dan juga
tumbuhan laut. Suhu juga memiliki fungsi untuk mengetahui banyak
sedikitnya kalor yang dikandung suatu benda. Suhu di perairan Indonesia
memiliki variasi naik turun yang disebabkan oleh perbedaan sinar matahari
27
(sebagai sumber panas alami lautan) yang diterima. Daerah ekuator memiliki
nilai suhu tinggi dikarenakan paling banyak menerima panas matahari.
Semakin mendekati daerah polar atau daerah lintang tinggi maka jumlah
panas yang dapat diserap lautan semakin berkurang (Hutapea et.al 2020).
Visualisasi data suhu menegak menggunakan data hari minggu dan trip
ke 3 atau pada waktu sore hari. Berdasarkan data, letak antar stasiun saling
berdekatan kecuali stasiun 18 yang terletak paling jauh dari stasiun stasiun
lainnya.
Berdasarkan hasil visualisasi data suhu dengan sebaran melintang,
dapat dilihat pada kedalaman 0-50 meter suhu perairan berada pada kisaran
nilai 30-27.5℃. Pada rentang kedalaman 50-100 meter suhu perairan berada
28
di kisaran 22.5-27.5 ℃ dan pada kedalaman 100-150 meter suhu perairan
berada di kisaran 22.5-12.5℃. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan
bahwa semakin bertambah suatu kedalaman maka suhu perairan akan
semakin rendah. Hal ini dikarenakan pada bagian atas (permukaan) peraian,
matahari dapat memaparkan panas secara langsung dan ketika semakin
bertambah suatu kedalaman maka cahaya matahari yang dapat menembus
kedalam semakin sedikit sehingga suhu perairan menjadi rendah. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hutabarat et.al (2018) bahwa
semakin dalam suatu perairan maka nilai suhunya semakin kecil.
3.3 Salinitas
Salinitas merupakan parameter penting dalam studi oseanografi
maupun iklim. Pada saat ini kesedian data salinitas air laut masih sangat
terbatas. Variasi salinitas air laut berkaitan dengan kesetimbangan hidrologi
(presipitasi-evaporasi (P-E) yang selanjutnya berkaitan dengan variasi
salinitas muka air laut (sea surface salinity/SSS). Kedua parameter yaitu P-E
dan juga salinitas ini merupakan parameter penting dalam studi iklim maupun
oseanografi. Salinitas juga merupakan faktor penting bagi penyebaran
organisme perairan laut dan oksigen dapat merupakan faktor pembatas dalam
penentuan kehadiran makhluk hidup di dalam air (Patty 2013).
29
semakin tinggi ketika menjauhi garis pantai dan semakin tinggi keitka
bertambahnya kedalaman. Rendahnya nilai salinitas di pesisir pantai
disebabkan karena adanya suplai air tawar melalui aliran sungai (run off)
yang bermuara di perairan laut (Hamuna et al. 2018). Faktor lain yang
menyebabkan rendah tingginya nilai salinitas di perairan laut diantaranya pola
sirkulasi air, penguapan (evaporasi), dan curah hujan (presipitasi).
Adapun ketidaktepatan data pada hasil sebaran melintang salinitas di
Pelabuhan Ratu yaitu pada stasiun 18, di mana nilai koordinat stasiun 18
berada di wilayah daratan, hal ini tidak sesuai karena menentukan nilai
salinitas seharusnya berada di wilayah lautan.
30
3.4 Arus
Arus merupakan perpindahan massa air dari satu tempat ke tempat
lain, yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti gradien tekanan,
hembusan angin, perbedaan densitas, atau pasang surut (Azis 2006). Arus
merupakan parameter yang sangat penting dalam lingkungan laut dan
berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan
laut dan biota yang hidup didalamnya, termasuk menentukan pola migrasi
ikan. Arus di laut dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu di antaranya
adalah angin muson. Selain itu, dipengaruhi juga oleh faktor suhu permukaan
laut yang selalu berubah-ubah (Wibisono 2005).
Tabel 2 Data hasil pengukuran kecepatan arus laut dengan floating droadge
Panjang stik
Velocity Direction
Trip Stasiun plot
(m/s) (⁰)
(cm/s)
15 0,05 120 o 0,5
18 0,26 55 o 2,6
31
Tabel 3 Data hasil pengukuran kecepatan arus dengan Current meter
Trip Kedalaman 2 m Kedalaman 5 m
3 Panjang Panjang
Stasiun Velocity Direction Velocity Direction
stik plot stik plot
(cm/s) (˚) (cm/s) (˚)
(cm) (cm)
15 0,1006 169,94 1,006 0,1729 86,76 1,729
16 0,1564 350,7 1,564 0,2293 286 2,293
17 0,1263 162,87 1,263 0,1973 15,15 1,973
18 0,114 63,87 1,14 0,44 136,1 4,4
19 0,22 80,21 2,2 0,1456 141,1 1,456
20 0,0341 88,06 0,341 0,15 177,47 1,5
21 0,1004 288,41 1,004 0,1731 181,4 1,731
32
densitas air, gaya Coriolis dan arus Ekman, topografi dasar laut, arus
permukaan, upwelling dan downwelling. Arah arus menggunakan current
meter, kedalaman 5 meter membentuk sudut rata-rata yang lebih kecil
dibandingkan kedalaman 2 meter hal tersebut disebabkan karena adanya gaya
Coriolis. Arus permukaan laut sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin yang
berhembus, ketika ada angin yang berhembus lapisan air di permukaan laut
akan terdorong dan bergerak sesuai arah gerakan angin. Hal ini berkaitan pula
dengan perbandingan lurus antara kecepatan angin dengan kecepatan arus
laut, ketika angin semakin kencang maka arus laut akan semakin kencang
pula, begitupula sebaliknya. Pergerakan arus laut juga tidak selamanya lurus,
hal ini karena adanya pengaruh dari gaya Coriolis akibat dari rotasi bumi
yang menyebabkan arah arus permukaan laut akan mengalami pembelokan.
Arus dibelokkan searah jarum jam di belahan bumi utara dan berlawanan arah
jarum jam di belahan bumi selatan. Kecepatan arus akan berkurang seiring
dengan bertambahnya kedalaman (Azis 2006). Hal ini tidak sesuai dengan
data yang diolah pada Teluk Palabuhanratu dimana rata-rata kecepatan pada
kedalaman 5 meter lebih besar dibandingkan dengan rata-rata kecepatan pada
kedalaman 0 meter dan 2 meter. Kesalahan pada pengukuran arus tersebut
dapat terjadi karena kesalahan dalam membaca data pada alat current meter
atau alat tersebut belum dilakukan kalibrasi menggunakan akuades (Chang
dan Indriyati 2017). Alat floating droadge digunakan secara manual dengan
pengukuran menggunakan stopwatch yang besar kemungkinan terjadi
kesalahan teknis yang dilakukan oleh praktikan dalam penggunaan stopwatch
dan pembidikan menggunakan kompas saat pengambilan data.
Sebuah current meter yang ideal harus memiliki respon yang cepat
dan konsisten dengan setiap perubahan yang terjadi pada kecepatan air, dan
harus secara akurat serta terpercaya sesuai dengan komponen kecepatan.
Current meter tersebut juga harus tahan lama, mudah dilakukan
pemeliharaan, dan mudah digunakan dengan kondisi lingkungan yang
berbeda-beda (Nuryanto dan Badriyah 2014).
.
33
3.5 Gelombang
Gelombang adalah peristiwa naik turunnya permukaan laut dari
tempat terbentuknya energi di suatu wilayah sampai ke arah pesisir pantai.
Gelombang dapat dipengaruhi oleh angin diatas permukaan laut, gravitasi,
dan kedalaman laut. Sifat gelombang yang datang sangat dipengaruhi oleh
kedalaman air dan bentuk profil pantainya. Saat gelombang datang menuju
pantai, terdapat beberapa peristiwa yang terjadi, yaitu refraksi, difraksi,
refleksi gelombang, wave shoaling, wave damping, dan wave breakling.
Gelombang yang datang ke pesisir pantai menyebabkan abarasi dan akresi
(Parauba 2016).
Refraksi gelombang adalah peristiwa perubahan arah gelombang yang
bergerak dari perairan yang dalam menuju perairan yang dangkal. Peristiwa
refraksi gelombang terjadi karena perbedaan kecepatan gelombang yang
biasanya juga diikuti oleh dengan perubahan panjang gelombang yang
mengecil (Zein 2005).
Tabel 4 Data hasil pengukuran sudut refraksi gelombang
Kelompok 13
Ulangan ɑ(⁰)
1 12
2 39
3 30
4 41
5 32
6 40
7 35
8 35
9 23
10 55
Rata Rata (R) 34.2
Determinasi (R2) 1169.64
34
Ulangan Tinggi (cm)
1 105
2 90
3 90
4 115
5 95
6 115
7 110
8 109
9 105
10 95
11 112
12 95
13 95
14 90
15 97
16 120
17 100
18 103
19 103
20 114
21 109
22 115
23 110
24 95
25 92
26 107
27 120
28 105
29 112
30 110
rata-rata 104.43
Determinasi (R^2) 0.0709
35
Berdasarkan data pada tabel telah didapatkan hasil pengamatan
yang dilakukan sebanyak 30 kali ulangan. Tinggi gelombang berkisar 0,9-1,2
m dengan rata-ratanya sebesar 1,04 m. Hal tersebut menunjukan bahwa tinggi
gelombang yang terbentuk di Teluk Palabuhanratu tidak terlalu besar karena
gelombang tersebut merambat dari awal terbentuk hingga menuju tepi pantai
dan mengalami proses perubahan ketinggian sebelum akhirnya gelombang
tersebut pecah. Ukuran besar kecilnya gelombang ditentukan oleh tinggi
gelombang. Adapun yang mempengaruhi muka gelombang tersebut pecah
sebelum sampai di tepi pantai adalah karena proses wave shoaling, difraksi,
dan refleksi (Baharudin et al. 2009).
Ketinggian dan periode gelombang tergantung kepada panjang
fetch pembangkitannya. Fetch adalah jarak perjalanan tempuh gelombang
dari awal pembangkitannya. Semakin panjang jarak fetch ketinggian
gelombang akan semakin besar. Panjang fetch dibatasi oleh durasi angin dan
halangan geografis yang dapat berupa pulau atau gusung dan gugusan karang
yang muncul ke permukaan saat air surut (Latimba et al. 2020) seperti pada
Teluk Palabuhanratu yang membuka ke arah barat daya dan dikelilingi oleh
kawasan pengunungan. Angin juga mempunyai pengaruh yang penting pada
ketinggian gelombang. Angin yang lebih kuat akan menghasilkan gelombang
yang lebih besar.
Periode gelombang merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
membentuk satu gelombang. Berikut ini adalah hasil pengamatan periode
gelombang di Palabuhanratu yang disajikan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 6 Data hasil pengukuran periode gelombang
Frekuensi
Ulangan Waktu
(1/T)
1 7,2 0,139
2 5,3 0,189
3 9,2 0,109
4 8,3 0,120
5 11 0,091
6 8,3 0,120
36
7 5,3 0,189
8 8,3 0,120
9 5,5 0,182
10 10,3 0,097
11 3,9 0,256
12 6,2 0,161
13 9,5 0,105
14 13,6 0,074
15 8,5 0,118
16 7,1 0,141
17 7,1 0,141
18 3,7 0,270
19 6,2 0,161
20 5,5 0,182
21 6,5 0,154
22 4,8 0,208
23 6,9 0,145
24 4,1 0,244
25 6,7 0,149
26 9,1 0,110
27 4,1 0,244
28 5,8 0,172
29 5,6 0,179
30 9 0,111
rata-rata 7,1 0,156
Determinasi (R^2) 0,0734 0,0715
37
kecepatan angin, lamanya angin berhembus (duration), dan jarak dari tiupan
angin pada perairan terbuka (fetch). Spektrum gelombang laut yang
dibangkitkan oleh tiupan angin terdiri dari gelombang yang dibangkitkan oleh
angin lokal (wind sea) dan swell yang dibangkitkan olrh badai dari jarak jauh.
Swell bisa dikenali terutama dari periodenya yang panjang (Kumar et al.
2011). Mengacu pada hasil penelitian Kumar et al. (2011) tersebut,
berdasarkan pada periode gelombang yang tercatat di perairan Teluk
Palabuhanratu, perairan ini adalah swell yang datang dari Samudera Hindia
bagian selatan yang merupakan salah satu lokasi pembentukan swell yang
utama di dunia. Swell yang masuk ke periaran Teluk Palabuhanratu
menjelaskan hadirnya gelombang dengan tinggi gelombang signifikan dengan
kisaran yang hampir sama.
38
daripada papan pasut, namun tidak meyebabkan grafik yang terbentuk
berbeda bentuknya.
Grafik tersebut juga menunjukan bahwa dalam satu hari terbentuk dua
kali pasang dan dua kali surut, namun bentuk gelombang pasang pertama
tidak sama dengan bentuk gelombang kedua dalam kata lain perairan di
Palabuhanratu bertipe campuran cenderung ganda. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Defant (1958) bahwa perairan Teluk Palabuhanratu memiliki tipe
pasang-surut tipe campuran condong ke harian ganda.
39
Kemiringan pantai dapat disebabkan oleh morfologi daratan dan
pengaruh pembentukan pantai oleh gelombang. Romimohtarto dan Juwana
(2007) menyatakan bahwa kemiringan lereng pantai merupakan faktor
penting yang berpengaruh terhadap perubahan profil pantai, karena keterjalan
atau kemiringan lereng pantai sangat menentukan besarnya pengaruh
gelombang (energinya) terhadap perubahan pantai. Kemiringan pantai
berhubungan dengan dominansi dan sebaran sedimen. Perubahan
geomorfologi pantai akibat dinamika kemiringan lereng dan distribusi
sedimen menyebabkan terjadinya abrasi maupun akresi pada pantai.
40
saat pengamatan, sedangkan waterpass hanya memiliki sudut horizontal.
Oleh karena itu, nilai kemiringan pantai yang mendekati kondisi asli pantai
adalah nilai kemiringan yang diperoleh dari pengukuran menggunakan
theodolite.
41
Gambar 41 Grafik sebaran DO pada setiap stasiun di Palabuhanratu
Pada data penentuan DO dengan menggunakan metode titrasi
ditemukan hasil yang lebih besar. Penentuan oksigen terlarut (DO) dengan
cara titrasi berdasarkan metode winkler lebih analitis apabila dibandingkan
dengan cara alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dalam titrasi
iodometri ialah penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tiosulfat
yang tepat. Proses standarisasi tiosulfat secara analitis akan diperoleh hasil
penentuan oksigen terlarut yang lebih akurat. Penentuan oksigen terlarut
dengan cara DO meter, harus diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang
akan diperiksa. Peranan suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi
penentuan oksigen terlarut dengan cara DO meter. Peranan kalibrasi alat
sangat menentukan akurasinya hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman di
lapangan, penentuan oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan
untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan
jika sifat penentuannya hanya bersifat kisaran (Salmin 2005).
Adanya penambahan oksigen melalui proses fotosintetis dan
pertukaran gas antara air dan udara menyebabkan kadar oksigen terlarut
relatif lebih tinggi di lapisan permukaan. Kedalaman perairan yang semakin
dalam membuat proses fotosintesis akan semakin kurang efektif, maka akan
terjadi penurunan kadar oksigen terlarut sampai pada suatu kedalaman yang
disebut “Compensation Depth”, yaitu kedalaman tempat oksigen yang
42
dihasilkan melalui proses fotosintetis sebanding dengan oksigen yang
dibutuhkan untuk respirasi (Sverdrup et.al 1942).
Beberapa stasiun kadar DO yang didapat adalah hampir sama kecuali
pada stasiun 20 yang menunjukkan hasil yang lebih besar. Distribusi oksigen
terlarut yang rendah umumnya ditemukan pada lokasi-lokasi yang dekat
pantai Hal ini lebih dipengaruhi oleh bioproses yang banyak terjadi di
perairan estuari. Kadar oksigen terlarut yang tinggi pada umumnya ditemukan
di lokasi-lokasi yang semakin jauh dari pantai. Hal ini dipengaruhi lancarnya
oksigen masuk kedalam air melalui proses difusi dan proses fotosintes. Hal
ini tidak menjadi suatu patokan (ketentuan), tergantung pada kondisi perairan
itu sendiri kaitannya terhadap kandungan oksigen terlarut (Simanjuntak
2007). Distribusi suhu dan oksigen terlarut mempunyai pola yang sama,
namun berbanding terbalik dengan distribusi salinitas (Handayani et.al 2019).
43
IV. SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Pengamatan dilakukan di Teluk Palabuhanratu dengan posisi 6°58’ -
7°25’ LS 106°18’ - 106°25’ BT. Pengamatan dilakukan di tiga tenpat yang
berbeda yaitu pantai, kapal dan pelabuhan. Adapun cara pengukuran yang
dilakukan terhadap parameter tersebut yaitu pengukuran refraksi gelombang
dilakukan dengan mengamati gelombang dari view box. Pengukuran tinggi
gelombang dilakukan dengan papan skala, serta pengukuran periode
gelombang dengan cara menentukan posisi pantai dan dengan bantuan
stopwatch dan kemiringan pantai diukur dengan menggunakan alat yang
bernama waterpass dan theodolite.
Pengukuran parameter yang berada d ititik pengamatan kapal pun
memiliki cara pengukuran seperti parameter suhu yang diukur dengan
menggunakan alat CTD (Conducticity Temperature Depth). Pengukuran
salinitas menggunakan CTD dan refraktometer. Dissolved Oxygen (DO) dapat
dilakukan pengukuran dengan cara menggunakan metode konvensional
seperti titrasi dengan botol winkler dan menggunakan alat digital yaitu DO
meter. Pengukuran arus dengan menggunakan floating droadge dan current
meter serta pengukuran pasang surut dapat dilakukan dengan beberapa alat
seperti tide staff dan alat akustik yaitu MOTIWALI.
Pengukuran setiap parameter tersebut di Teluk Palabuhanratu
menghasilkan data bahwa tipe pasang surut di perairan tersebut adalah
campuran, dengan kemiringan pantai berada diangka 1,24⁰ dengan presentase
kemiringan pantai sebesar 2,77 % . Kondisi pantai tersebut tergolong dalam
pantai berlereng datar. Nilai salinitas di Palabuhanratu berkisar antara 31,5
hingga 34‰, dengan tinggi gelombang berkisar 0,9-1,2 m dengan rata-
ratanya sebesar 1,04 m. Hal tersebut menunjukan bahwa tinggi gelombang
yang terbentuk di Teluk Palabuhanratu tidak terlalu besar.
44
4.2 Saran
Penelitian terhadap beberapa parameter oseanografi di Teluk
Palabuhanatu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut lagi. Pengukuran
sebaiknya dilakukan dengan melakukan lebih banyak pengulangan percobaan
terhadap parameternya. Pengukuran dengan metode lain juga perlu dilakukan,
sehingga diharapkan bisa didapat lebih banyak data pembanding, dan bisa
mendapatkan hasil yang lebih akurat.
45
DAFTAR PUSTAKA
Arisandi RC, Jumarang MI, Apriansyah. 2017. Variabilitas suhu dan salinitas
perairan selatan Jawa Timur. Jurnal Prisma Fisika. 5(3): 131-137.
Azis F. 2006. Gerak air di laut. Oseana. XXXI (4):9-21
Baharudin, Pariwono JI, Nurjaya IW. 2009. Pola transformasi gelombang dengan
menggunakan model RCPWave pada Pantai Bau-Bau Provinsi Sulawesi
Tenggara. E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Vol 1(2 : 60-71.
Bapenda. (2017, 10 Mei). Peta KTMDU Cabang Kabupaten Sukabumi II
Pelabuhan Ratu. Diperoleh 22 Desember 2020, dari Peta-KTMDU
Cabang-Kabupaten-Sukabumi-II-Pelabuhanratu – BAPENDA JABAR
(jabarprov.go.id).
Chang H, Indriaty F. 2017. Sistem pengukuran kecepatan arus air menggunakan
current meter tipe “1210 AA”. TESLA. 19(1):81-95.
Defant A. 1958. Ebb and Flow: The Tides of Earth, Air, and Water. Ann Arbor
(USA): University of Michigan.
Fadilah, Suripin, Sasongko DP. 2014. Menentukan tipe pasang surut dan muka air
rencana perairan Laut Kabupaten Bengkulu Tengah menggunakan metode
admiralty. Maspari Journal. 6(1) : 1 – 12.
Hamuna B, Tanjung RHR, Suwito, Maury HK, Alianto. 2018. Kajian kualitas air
laut dan indeks pencemaran berdasarkan parameter fisika-kimia di perairan
distrik Depapre, Jayapura. Jurnal Ilmu Lingkungan. 16(1): 35-43.
Handayani M, Sartimbul A, Sidabutar EA. (2019). Distribusi suhu, salinitas dan
oksigen terlarut terhadap kedalaman di perairan Teluk Prigi Kabupaten
Trenggalek. JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research). 3(1):46
52.
Hapsari GI, Chaidir R. 2016. Pengukuran konduktivitas cairan berbasis
mikrokontroler AT89C2051. Jurnal Telekomunikasi, Elektronika,
Komputasi dan Kontrol. 2(2) : 12-18.
Hutabarat MF, Purba NP, Astuty S, Syamsuddin ML, Kuswardani RTD. 2018.
Variabilitas lapisan termoklin terhadap kenaikan mixed layer depth (mld)
di Selat Makasar. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 9(1): 9-21.
Hutapea OA, Aryawati R, Purwiyanto AI. 2020. Perbandingan konsentrasi
klorofil-a menggunakan CTD dan analisis laboratorium. Maspari Journal.
12(1): 33-44.
Ihsan F, Wahyudi A. 2010. Teknik analisis kadar sukrosa pada buah pepaya.
Buletin Teknik Pertanian. 15(1): 10-12.
Iqbal M. Jaya I. 2011. Pengembangan dan Uji Coba Instrumen Pasang Surut
Menggunakan Gelombang Ultrasonik, Laboratorium Instrumentasi dan
Teknologi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas
Perikanan dan Kelautan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
46
Ismunarti D, Rochaddi B. 2013. Kajian pola arus di Perairan Nusa Tenggara Barat
dan simulasi menggunakan pendekatan model matematik. Buletin
Oseanografi Marina. 2(1):1-11.
Kalay DE, Lopulissa VF, Noya YA. 2018. Analisis kemiringan pantai dan
distribusi sedimen Pantai Perairan Negeri Waai Kecamatan Salahutu
Provinsi Maluku. Jurnal TRITON. 14(1): 10-18.
Kumar VS, Singh J, Pednekar P, Gowthaman R. 2011. Waves in the nearshore
waters of northern Arabian Sea during the summer monsoon. Ocean
Engineering. 38: 382-388. DOI: 10.1016/j.oceaneng.2010.11.009.
Latimba Y, Sukri AS, Putri TS, Muriadin. 2020. Peramalan tinggi dan periode
gelombang pada Pantai Tinobu Lasolo Konawe Utara. Jurnal Ilmiah
Teknik Sipil. Vol 8(2): 59-70.
Lisnawati AL. 2013. Studi Tipe Pasang Surut di Pulau Parang Kepulauan
Karimunjawa Jepara Jawa Tengah [skripsi]. Semarang (ID): Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro.
Nugraha RBA, Surbakti H. 2009. Simulasi pola arus dua dimensi di Perairan
Teluk Pelabuhan Ratu pada bulan September 2004. JURNAL KELAUTAN
NASIONAL. 4(1): 48-55.
Nuryanto D, Badriyah I. 2014. Pengaruh perubahan suhu permukaan laut terhadap
curah hujan Benua Maritim Indonesia pada September 2006. Jurnal
Meteorologi dan Geofisika. 15(3): 147-155.
Nybakken JW. 1988. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologi. Bengen DG,
Eidman, Hutomo M, Koesoebiono, Sukarjo S, penerjemah. Jakarta (ID):
Gramedia Jakarta. Terjemahan dari: Marine Biology, an Ecological
Approach.
Oktariadi O. 2009. Peran kapasitas bentang alam dalam upaya kesiapsiagaan
menghadapi bencana tsunami wilayah pesisir Sukabumi, Jawa
Barat. Buletin Geologi Tata Lingkungan. 19(1): 39-49.
Parauba R. 2016.Analisis karakteristik gelombang pecah di pantai niampak utara.
Jurnal Sipil Statik. 4(10): 595-603
Pariwono JI, Eidman M, Rahardjo S, Purba M, Partono T, Widodo, Djuariah U,
Hutapea JH. 1996. Studi Upwelling di perairan selatan Pulau Jawa.
Laporan Penelitian Staf IPB.
Pariwono JI. 1999. Kondisi Oseanografi Perairan Pesisir Lampung, Proyek
Pesisir Publication, Technical Report (TE - 99/12 -I) Coastal Resources
Center. Jakarta (ID): University of Rhode Island.
Patty SI. 2013. Distribusi suhu, salinitas dan oksigen terlarut di perairan Kema,
Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax. 1(3): 148-157.
Pratama L, Surbakti H, Agustriani F. 2018. Pola sebaran salinitas menggunakan
model numerik di muara sungai bungin kabupaten Banyuasin, Sumatera
Selatan. Jurnal Maspari. 10(1): 9-16.
47
Pugh DT. 1987. Tide, Surges, and Mean Sea Level. California (USA): John
Willey & Sons Ltd.
Rianandra, Arsali, Bama AA. 2015. Studi perbandingan penentuan posisi
geografis berdasarkan pengukuran dengan GPS (Global Positioning
System), peta google earth, dan navigasi.net. Jurnal Penelitian Sains.
17(2): 82-90.
Rumimohtarto K, Juwana. 2007. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan Mengenai
Biologi Laut. Jakarta (ID): Djamban.
Salmin. 2005. Oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen bilogi (BOD) sebagai
salah satu indikator untuk menentukan kualitas perairan. Oseana. 3(3):21
26.
Satriadi A, Esti R, Nurul A. 2003. Identifikasi penyu dan studi karakteristik fisik
habitat penelurannya di Pantai Samas, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
Jurnal Ilmu Kelautan. 8(2): 69-75.
Sidabutor HC, Rifai A, Indrayani E. 2014. Kajian lapisan termoklin di perairan
utara Jayapura. Jurnal Oseanografi. 3(2): 135-141.
Siltri DM, Yohandri, Kamus Z. 2015. Pembuatan alat ukur salinitas dan
kekeruhan air menggunakan sensor elektroda dan LDR. Jurnal Sainstek.
7(2): 126-139.
Simanjuntak M. 2007. Oksigen terlarut dan apparent oxygen utilization di
Perairan Teluk Klabat, Pulau Bangka. ILMU KELAUTAN: Indonesian
Journal of Marine Sciences, 12(2):59-66.
Suhana MP. 2018. Karakteristik sebaran menegak dan melintang suhu dan
salinitas peraian selatan Jawa. Jurnal Dinamika Maritim. 6(2): 9-11.
Suhendra A. 2011. Studi perbandingan hasil pengukuran alat teodolit digital dan
manual: studi kasus pemetaan situasi kampus kijang. ComTech. 2(2):
1013-1022.
Sumarno D. 2013. Kadar Salinitas di Beberapa Sungai yang Bermuara di Teluk
Cempi, Kabupaten Dompu-Provinsi Nusa Tenggara Barat. Jatiluhur (ID):
Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan.
Supangat A. 2013. Jalan-Jalan ke Antartika. Jakarta (ID): Gramedia.
Sutiknowati LI. 2018. Keragaman bakteri pada perairan Sabang, Provinsi Aceh.
Majalah Ilmiah Biologi Biosfera : A Scientific Journal. 35(2): 54-62.
Sverdrup HV, Johnson MW, Fleming RH.1942. The Ocean, Their Physics
Chemistry and General Biology. New York (USA): Prentice Hall.
Tanto AL. 2009. Kinerja Ott Ps 1 Sebagai Alat Pengukur Pasang Surut Air Laut
Di Muara Binuangeun, Provinsi Banten, [Skripsi] Departemen Ilmu Dan
Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor.
Utami W, Guruh D. 2009. Pengaruh topografi dasar laut terhadap gerakan arus
laut. GEOID. 5(1):59-65
48
Wahyono IB. 2013. Pengukuran CDT di perairan laut Indonesa bagian Timur
dalam rangka memprediksi masuknya radionuklida ke perairan laut
Nusantara. Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah. 16(1): 45-50.
Yulius, Salim HL. 2013. Aplikasi GPS dalam penentuan posisi pulau di tengah
laut berdasarkan metode TOPONIMI (Studi kasus Pulau Morotai dan
sekitarnya). Seminar Nasional Pendayagunaan Informasi Geopatial untuk
Optimalisasi Otonomi Daerah.
Zein AS dan Tarigan APM. 2005. Analisa refraksi gelombang pada pantai. Jurnal
Teknik Simetrika. 4(2): 345-351.
49
LAMPIRAN
1. Pembagian Tugas
1. Ailsa Widya Putri G24190001 = Kata pengantar, Pendahuluan,
Simpulan, dan Saran
2. Alifia Imananda G24190003 = Suhu
3. Muhammad Iqbal Susanto G24190023 = Salinitas
4. Novriansyah G24190025 = Refraksi Gelombang
5. Rika Sandra Amelia G24190029 = Tinggi & Periode Gelombang
6. Yoga Eka Prasetyan G24190035 = Editor Makalah
7. Arief Wibisono G24190040 = DO
8. Laila Kurniati Pratiwi G24190050 = Pasang Surut
9. Mudrik Haikal G24190054 = Arus Floating Droage
10. Edsya Aguspa Dwi Putri G24190058 = Kemiringan Pantai Waterpass
11. Adila Hasanah G24190059 = Kemiringan Pantai Theodolite
12. Meisha Nurin Amandita G24190066 = Daftar Isi, Gambar, Tabel,
Lampiran, dan Pustaka
13. Zakia Zahra Al Fatihah G24190079 = Posisi/Lokasi
14. Nurul Hapsari G24190082 = Arus Current Meter
15. Latifah Dewi Mayangsari G24190084 = PPT & Lampiran
50
2. Data yang sudah di masukkan , di block seluruhnya.
3. Setelah itu klik insert , pilih scatter – scatter with smooth lines, akan
muncul seperti ini.
4. Klik kanan pada sumbu x, pilih Format Axis , lalu klik Axis Options –
Labels – label position – low.
51
5. Ubah maksimum dan minimum data pada sumbu x dengan cara klik kanan
pada sumbu x, lalu klik Format Axis – Axis Options – Bounds. Nilai
maksimum diambil dari data waktu terakhir pengamatan, sedangkan nilai
minimun diambil dari data waktu awal pengamatan.
52
6. Data waktu tersebut di block diubah formatnya menjadi Number, lalu
dimasukan kedalam maximum dan minimum pada Bounds.
53
7. Setelah grafik terbentuk, klik +, ceklis pada chart title, axis title,legend,
gridlines – primary major horizontal.
8. Lalu ubah nama legenda dengan klik kanan pada grafik lalu select data –
klik edit pada legend entries – series name.
9. Karena grafik masih terbentuk dari bulatan, maka ubah dengan klik kanan
pada grafik – Format Data Series – Fill & Line – Marker Options – None.
54
10. Pertebal garis sumbu x dan sumbu y, klik kanan pada sumbu x – Format
Axis – Fill & Lines – Line – ubah warna nya menjadi hitam dan
ketebalannya 1.25 pt.
11. Lakukan langkah yang sama untuk membuat grafik pasang surut dengan
motiwali.
12. Berikut hasil akhir dari grafik pasang surut dengan papan pasut dan
motiwali yang telah dibuat.
3. Tutorial ODV
1. Buat data suhu dan salinitas pada MS. Excel dan simpan dalam format txt.
2. Buka aplikasi ODV. Drop data txt yang akan diolah kedalam aplikasi
ODV. Klik ok.
55
3. Pada primary variable ubah menjadi depth kemudian klik ok.
5. Lalu akan muncul tampilan peta dunia secara global seperti gambar
dibawah ini. Kemudian zoom ke titik kajian (wilayah stasiun)
56
6. Perbesar ukuran titik (jika kurang jelas) dengan klik kanan pada peta, pilih
properties>display style, lalu ganti dot size dan color sesuai keinginan,
tekan ok
7. Buat transek dengan klik kanan pada maps lalu pilih manage
section>define section, kemudian klik semua titik stasiun (hubungkan
semua titik). Kemudian beri nama transek>ok
Sebaran menegak
8. Klik view> pilih layout template> 1 Station window
57
9. Untuk menampilkan data menegak suhu, ubah variabel x menjadi
temperature. Klik kanan>x variable>temperature
10. Lakukan hal yang sama untuk data menegak salinitas. Klik kanan>x
variabel>salinity
11. Simpan visualisasi sebaran menegak. Klik kanan>Save plot as>save
Sebaran melintang
12. Klik view >Layout template> 1 section window
13. Ubah Z variable menjadi temperature atau salinity
14. Klik kanan > properties > display style > pilih gride field >DIVA gridding
(sesuaikan)
58
15. Munculkan kontur pada menu kontur. Klik arah kiri hingga nilainya
muncul. Klik ok
59
4. Dokumentasi Kegiatan Pengerjaan
60