Anda di halaman 1dari 28

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Ankle

Ankle tersusun oleh tulang, ligamen, tendon, dan jaringan penghubung.

Susunan sendi ankle terdiri atas distal tibia,fibula, dan superior talus. Ligamen

anterior talofibular sebagai stabilizer utama untuk bagian lateral mengungkapkan

bahwa sendi ankle disusun oleh tiga ligamen ankle yakni ligamen anterior

talofibular ligamen, ligamen calcaneal fibular dan ligamen posterior talofibular

(Nugroho, 2016). Susunan sendi ankle dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Anatomi Ankle (Colbenson and McMahon, 2016).


Tanda panah menunjukkan anterior talofibular ligament dan calcaneal fibular
ligament.

7
8

Anterior talofibular ligament menahan inversi ketika plantar fleksi dan

calcaneofibular ligament ketika dorsifleksi (Pada saat dorsifleksi anterior

talofibular ligament tegang dancalcaneofibular ligament renggang, sedangkan

plantarfleksi terjadi sebaliknya). Calcaneofibular ligament lebih tebal secara

struktur, lebih kuat dibandingkan anterior talofibular ligament, dan berfungsi pula

untuk mencegah adduksi pada posisi netral dan posisi dorsifleksi. Selain itu,

karena calcaneofibular ligament terbentang dari lateral ankle joint sampai

subtalar joint, ligamen ini berkontribusi terhadap stabilitas untuk sendi ankle dan

subtalar. Posterior talofibular ligament merupakan ligamen yang paling kuat

diantara ketiga ligamen di lateral.Ligamen ini mengalami tekanan paling kuat

ketika dorsifleksi dan berfungsi membatasi posterior talar displacement dalam

mortise dan rotasi eksterna dari talus. Apabila terdapat disrupsi pada anterior

talofibular ligament dan calcaneofibular ligament, posterior talofibular ligament

berfungsi membatasi rotasi interna dan aduksi pergelangan kaki ketika dorsifleksi

(Hoagland, 2015).

2.1.1 Innervasi, Otot dan Pergerakan Sendi Pergelangan Kaki

Persarafan pergelangan kaki berasal dari plexus lumbalis dan plexus

sacralis. Persarafan otot yang berfungsi mengontrol pergerakan pergelangan kaki

berasal dari n. tibialis, n. fibularis profundus dan n. fibularis superficialis.

Sedangkan saraf sensorisnya berasal dari n. suralis dan n. saphenus. Selain

ligamentum, otot juga memiliki peranan dalam menjaga stabilitas sendi. Pada

pergelangan kaki, m. fibularis longus dan m. fibularis brevis berfungsi mengontrol

gerakan supinasi dan menjaga dari timbulnya sprain pada pergelangan kaki.
9

Selain kedua otot tersebut, otot pada bagian anterior tungkai bawah seperti m.

tibialis anterior, m. extensor digitorum longus, m. extensor digitorum brevis dan

m. fibularis tertius juga berperan mencegah terjadinya sprain dengan berkontraksi

saat terjadi gerakan supinasi, sehingga otot dapat memperlambat gerakan plantar-

fleksi pada gerakan supinasi dan cedera dapat dihindari. Berikut ini merupakan

penjabaran otot yang fungsinya berkaitan dengan pergerakan sendi pergelangan

kaki:

a. m. tibialis anterior

Terletak sepanjang permukaan anterior tibia dari condylus lateralis hingga

bagian medial dari bagian tarsometatarsal. Setelah sampai duapertiganya otot ini

merupakan tendo. Origonya berada pada tibia dan membrana interossea,

sedangkan insersionya berada pada os.metatarsal I. Otot ini dipersarafi oleh n.

fibularis profundus dan berfungsi melakukan dorsofleksi dan supinasi kaki

b. m. extensor digitorum longus

Terletak disebelah lateral m. tibialis anterior pada bagian proximalnya dan

m. extensor hallucis longus di bagian distal. Origonya pada tibia dan membrana

interossea, berinsersio pada phalanx medial dan distal digitorum II-V, dipersarafi

oleh n. fibularis profundus. Fungsinya untuk dorsofleksi dan abduksi.

c. m. extensor hallucis longus

Bagian proximalnya terletak dibawah m. tibialis anterior dan m. extensor

digitorum longus, lalu pada bagian tengahnya berada di antara kedua otot tersebut

hingga akhirnya pada bagian distal terletak di superfisial. Berorigo pada fibula
10

dan membrana interossea, berinsersio pada phalanx distalis digiti I. Dipersarafi

oleh n. fibularis posterior dan berfungsi untuk dorsofleksi.

d. m. flexor hallucis longus

Otot yang berfungsi sebagai plantar flexor.Otot ini berorigo pada facies

posterior fibulae fascia cruris lembar dalam membrana interossea cruris.Dan

berinsersio pada phalanx terakhir ibu jari kaki.

e. m. peroneus longus

Otot ini mempunyai fungsi gerakan plantar fleksi dan eversi. Berorigo pada

condylus lateralis tibiae, capitulum fibulae dan 2/3 bagian atas lateralis corpus

tibulae. Berinsersio pada sisi lateral os.cuneiforme mediale-basis os. metatarsal

ke I. Otot ini berinervasi dengan n. Peroneus superificialis (VL4, VS1).

f. m. peroneus brevis

Otot ini berorigo pada m.peroneus brevis dan 2/3 bagian bawah fibulae

lateralis. Dan berinsersio pada tuberositas os.metatarsal ke 5. Otot ini diinervasi

oleh n. peroneus superficialis (VL4, VS1). Dan otot ini mempunyai fungsi

gerakan plantar fleksi dan eversi kaki.

g. m. fibularis tertius

Merupakan otot kecil yang terletak di lateral m. extensor digitorum longus.

Berorigo pada fibula dan membrana interossea, berinsersio pada os.metatarsal V.

Dipersarafi oleh n. fibularis posterior dan berfungsi untuk dorsofleksi dan

pronasi.
11

h. m. fibularis longus

Terletak dibagian lateral tungkai bawah, origonya pada fibula dan

berinsersio pada os. metatarsal I. Dipersarafi oleh n. fibularis superficialis dan

berfungsi untuk plantarfleksi, eversio dan abduksi.

i. m. fibularis brevis

Letaknya dibagian posterior dari m. fibularis longus. Berorigo pada fibula

dan berinsersio pada tuberositas ossis metatarsal V. Dipersarafi n. fibularis

superficialis dan berfungsi untuk plantarfleksi, abduksi dan eversio.

j. m. gastrocnemius

Merupakan otot paling luar pada bagian posterior tungkai bawah. Berbentuk

seperti tanduk dan bersama dengan m. soleus membentuk triceps surae. Berorigo

pada condylus femoralis dan berinsersio pada tuber calcanei melalui tendo

Achilles.m.gastrocnemius adalah otot yang kuat dan fungsinya sebagai fleksi

tungkai bawah serta plantarfleksi.

k. m. soleus

Berada di bagian dalam dari m. gastrocnemius. Otot ini memiliki fungsi

menghambat gerakan dorsofleksi sehingga gerakan yang dapat dilakukan adalah

plantarfleksi. Origonya pada linea musculi solei tibiae et fibula, insersionya pada

tuber calcanei serta dipersarafi oleh n. tibialis.

l. m. tibialis posterior

Merupakan otot yang letaknya paling dalam pada bagian posterior tungkai

bawah. Berorigo pada fibula dan membrana interossea, berinsersio pada


12

tuberositas ossis naviculare. Dipersarafi oleh n. tibialis dan berfungsi untuk

plantarfleksi, supinasi dan mempertahankan arcus longitudinal.

m. m. flexor digitorum longus

Otot ini berorigo pada facies posterior tibia, fascia cruris lembar dalam dan

berinsersio pada phalanx distal digitorum II-V. Persarafannya berasal dari n.

tibialis dan berfungsi untuk plantarfleksi, inversio dan adduksi (Mariaulfah,

2014).

2.1.2 Persendian Pada Ankle Dan Foot

Trochlea tali terjepit diantara kedua malleoli, tetapi sendi ini merupakan

sendi yang flexible. Menurut bentuk facies articularis sendi ini merupakan

articulatio trochlearis. Axis gerak adalah axis transversal yang melewati kedua

malleoli. Gerakan yang terjadi adalah fleksi (dorsofleksi) dan ekstensi

(plantarfleksi). Trochlea tali pada bagian distal (anterior) lebih lebar, sehingga

pada waktu ekstensi malleolus lateralis agak terpisah dari tibia, dan ligamentum

antara kedua tulang menjadi tegang. Capsula articularis pada sendi ini di sebelah

depan dan belakang longgar sehingga memungkinkan fleksi dan ekstensi. Capsula

articularis diperkuat oleh ligamentum yang berfungsi sebagai ligamentum

collaterale. Saat berjalan gaya berat menarik tungkai bawah ke depan, untuk

mencegahnya articulatio talocruralis mempunyai susunan khusus. Penampang

lintang trochlea tali lebih besar pada bagian depan, kedua malleoli tidak terletak

tepat disamping trochlea tetapi sedikit dibelakang. Sehingga trochlea tali yang

merupakan ossa sesamoidea ini tidak bergeser ke belakang. Gerakan lain yaitu

bergesernya kaki terhadap tungkai bawah dihalangi oleh oleh susunan ligamentum
13

dari tibia atau fibula yang berjalan ke arah belakang melekat pada talus atau

calcaneus. Susunan lain yang juga menjaga gerakan sendi ini adalah ujung distal

tibia yang mempunyai perluasan ke bawah pada bagian posteriornya serta

ligamentum tibiofibularis posterior yang terletak pada lekuk sendi di posterior

trochlea tali kedua susunan ini mencegah bergesernya tungkai bawah ke depan

(Mariaulfah, 2014).

2.2 Keseimbangan Dinamis

Keseimbangan, atau stabilitas postural, didefinisikan sebagai kemampuan

untuk menjaga pusat gravitasi di atas based of support. Keseimbangan mendasari

kemampuan untuk melakukan hampir semua kegiatan sehari-hari. Penurunan

keseimbangan pada orang dewasa juga merupakan penyebab utama jatuh yang

berhubungan dengan cedera, seperti patah tulang pinggul, yang dapat

menyebabkan keterbatasan dan membuat sulit untuk hidup mandiri. Kontrol

keseimbangan adalah kompleks dan tergantung pada input sensorik dari vestibular

dan sistem visual, pusat pengolahan saraf pada sistem saraf pusat, dan input motor

dari pusat proprioseptif. Kerusakan fungsional atau defisit dalam sistem ini dapat

menyebabkan disfungsi keseimbangan, yang dapat dikaitkan dengan kepercayaan

diri yang rendah dan kecemasan pada anak (Taylor et al., 2016).

Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan sistem

neuromuscular kita dalam kondisi statis, atau mengontrol sistem neuromuscular

tersebut dalam suatu posisi atau sikap yang efisien selagi kita bergerak.

Keseimbangan statis atau static balance, ruang geraknya biasanya sangat kecil,

misal berdiri di atas dasar yang sempit atau balok keseimbangan, rel kereta api,
14

melakukan handstand. Keseimbangan dinamis (dynamic balance), yaitu

kemampuan orang untuk bergerak dari satu titik ke titik yang lain dengan

mempertahankan keseimbangan (equilibrium). Keseimbangan dinamis

dipengaruhi melalui fungsi kognitif yang melibatkan internal representation yang

baik, peningkatan sistem adaptifrespon terkait dengan orientasi ruang dan

orientasi gerakan. Keseimbangan dinamis anak-anak ditentukan oleh kegiatan

yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord. Keseimbangan

dinamis merupakan sebuah sistem gerak yang berfungsi mengontrol dan

mempertahankan posisitubuh yang melibatkan sistem neuromuskular,

muskuloskeletal dan kognitif dengan perubahan dari center of gravity. Anak usia

7-8 tahun memiliki keseimbangan dinamis yang belum optimal. Usia 7 tahun

merupakan fase awal dimulai meningkatnya kemampuan keseimbangan dinamis

pada anak perempuan maupun laki-laki.Optimalisasi keseimbangan dinamis

membutuhkan adanya pelatihan aktivitas fisik yang dapat menstimulasi

komponen-komponen keseimbangan dinamis (Permana, 2013).

2.2.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan

Faktor resiko internal dan eksternal juga dapat menyebabkan gangguan

keseimbangan. Faktor risiko internal dapat berupa usia, jenis kelamin, aktivitas

fisik, riwayat jatuh dan indeks massa tubuh (IMT). Faktor risiko eksternal dapat

berupa lingkungan, penggunaan alas kaki (Achmanagara, 2012).

Komponen-komponen pengontrol keseimbangan:

1. Sistem informasi sensoris

Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibuler, dan somatosensoris.


15

a) Visual

Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Mata

membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan

keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak static dan

dinamik. Penglihatan merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan

dan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika kita menerima sinar yang

berasal dari objek sesuai jarak pandang. Dengan informasi visual, maka tubuh

dapat bereaksi atau menyesuaikan perubahan bidang pada lingkungan

aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk

mempertahankan keseimbangan tubuh.

b) Vestibuler

Komponen vestibuler merupakan sistem sensoris yang berfungsi

penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor

sensoris vestibuler berada di dalam telinga. Reseptor dari sistem sensoris ini

disebut sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi

kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibule-occular,

mereka mengontrol gerakan mata, ketika melihat objek yang bergerak.

Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nucleus vestibular

yang berlokasi di batang otak.Nucleus vestibular menerima masukan dari

reseptor labyrinth, reticular formasi, dan serebelum. Keluaran dari nucleus

vestibular menuju ke motor neuron melalui medulla spinalis, terutama ke

motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada

leher dan otot-otot punggung (postural). Sistem vestibular bereaksi sangat


16

cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan

mengatur otot-otot postur.

c) Somatosensoris

Sistem somatosensoris terdiri dari taktil proprioseptif serta persepsi

kognitif. Informasi proprioseptif disalurkan ke otak melalui columna dorsalis

medulla spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju

serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemnikus

medialis dan thalamus. Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam

ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan

sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf beradaptasi lambat

di synovial dan ligament. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit

dan jaringan lain, serta otot di korteks menjadi sadar akan posisi tubuh dalam

ruang.

2. Respon otot-otot postural yang sinergis

Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari

aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan kontrol postur

dan keseimbangan. Keseimbangan dalam tubuh dalam berbagai posisi hanya akan

memungkinkan jika respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergis sebagai

reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan aligment tubuh.

Kerja otot yang sinergis berarti adanya respon yang tepat suatu otot terhadap otot

yang lainnya dalam melakukan fungsi gerak tertentu (Irfan, 2010).


17

2.3 Flexible Flatfoot

Flatfoot adalah suatu keadaan berkurangnya ataupun hilangnya lengkung

medial longitudinal telapak kaki sehingga menyebabkan seluruh bagian dari

telapak kaki tersebut menyentuh tanah. Flatfoot dapat bersifat fisiologik atau

patologik atau rigid flatfoot. Perlu diketahui, bahwa semua anak terlahir

dengan flatfoot, namun secara perlahan seiring dengan bertambahnya usia pada

masa kanak-kanak, lengkung medial longitudinal telapak kaki akan mulai

terbentuk, biasanya pada usia sekitar 5 atau 6 tahun. Flatfoot pada umumnya

tidak menyebabkan gangguan dan secara umum dapat membaik tanpa

membutuhkan penanganan,jarang sekali kasus yang membutuhkan penanganan

lebih lanjut. Meski begitu, flatfoot menyebabkan kekhawatiran bagi para orang

tua terkait dengan tampilan kaki yang abnormal serta timbulnya rasa sakit dan

ketidak mampuan anak untuk berjalan normal ketika dewasa kelak (Hestiyarini,

2013).

Flatfoot sendiri merupakan sindrom umum terlihat pada kasus kesehatan

anak. Tidak ada definisi yang diterima secara universal dan tepat untuk

menentukan kaki datar, tetapi secara umum telah diakui pada pemeriksaan klinis,

hilangnya lengkungan internal longitudinal, pada kaki belakang bagian atas

hingga 6 derajat. Pada kondisi flatfoot sering ditemui kelainan bentuk yang

merupakan patologi pada populasi pediatrik. Masalah yang ditimbulkan dari

kondisi ini yaitu kelemahan pada ligamen, kelainan otot dan neurologis, kondisi

genetik dan sindrom, dan gangguan kolagen. Flatfoot pada anak dapat dibagi ke

dalam kategori yang flexible dan kaku. Flatfoot yang flexible ditandai dengan
18

normal selama tidak ada berat bantalan pada lengkungan dan mendatarkan

lengkungan pada sikap atau posisi. Flatfoot yang flexible mungkin tanpa gejala.

Sedangkan flatfoot yang kaku berhubungan dengan patologi yang mendasari dan

memerlukan pertimbangan khusus. Teknik footprint digunakan untuk

mengevaluasi bentuk permukaan plantar pada kaki tanpa gejala pada orang

normal usia 1 sampai 80 tahun dan ini menunjukkan bahwa sebagian besar bayi

yang flatfoot, lengkungan berkembang cepat selama dekade pertama kehidupan di

sebagian besar anak-anak. Kebanyakan penulis saat ini menyimpulkan bahwa

kelemahan ligamen yang berlebihan adalah kelainan utama dalam flexible flatfoot

dan kelainan bentuk tulang merupakan cerminan sekunder flatfoot dalam posisi

berdiri. Ini menegaskan bahwa aktivitas otot tidak diperlukan untuk mensupport

lengkungan pada tumpuan berat statis. Anak-anak di masa usia pertumbuhan

biasanya datang karena kekhawatiran orang tua mereka tentang penampilan

bentuk dari kaki. Flatfoot ditandai dengan hilangnya arkus medial longitudinal

dapat dilihat pada Gambar 2.2.

2.3.1 Definisi, Insidensi, Etiologi, dan Patology Fungsional pada Flatfoot

Flatfoot secara umum didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana hilangnya

arkus longitudinal. Flatfoot yang sering ditemui dalam praktek rawat jalan rutin

akan lebih akurat dilihat sebagai akibat dari kelemahan ligamen kaki. Dalam 90%

dari anak usia<2 tahun, variasi menyerupai anatomi flatfoot dapat dilihat dari

pembentukan bantal adiposa infantile yang terlokalisasi pada bagian medial kaki.

Selain balita yang mulai berjalan dapat diasumsikan memiliki postur flatfoot.

Bahkan saat berjalan dengan kaki posisi istirahat dimana kaki sepenuhnya di tanah
19

sehingga dapat menjaga postur yang seimbang. Akibatnya, kaki akan menahan

beban dan kedua sendi tarsometatarsal dapat menyebabkan flatfoot postur.

Gambar 2.2 Pemeriksaan (observasi) flexible flatfoot pada anak. (A) Pada posisi
non-weight bearing menunjukkan arkus longitudinal medial masih terlihat. (B)
Pada posisi weight bearing arkus longitudinal medial terlihat rata atau menghilang
(Harris et al., 2004).
Dalam sebagian besar anak-anak lengkungan longitudinal yang biasa

berkembang pada 3-5 tahun dan hanya 4% dari mereka mengalami flatfoot

berlanjut setelah 10 tahun. Jumlah populasi anak di dunia yang mengalami flat

foot sekitar 20-30% anak. Prevalensi anak dengan kelainan bentuk kaki di Taiwan

pada tahun 2006 dari 18.006 anak usia 6-12 tahun yang mengalami kaki datar

sekitar 2499 atau 13,88% anak, dan kaki dengan arkus tinggi sekitar 237 atau

1,32% anak. Hasil survey pada tahun 2012 yang dilakukan di SDN Coblong 2

Bandung diperoleh 6 dari 33 siswa (18%) memiliki kecenderungan flatfoot

(Wardanie, 2013).
20

Etiologi dari flatfoot berasal dari riwayat keluarga, dan obesitas, dan

didasarkan pada kelainan bentuk struktur tulang, ketidakseimbangan otot, dan

kelemahan ligament, bentuk tulang kaki yang didukung dengan ligamen, tendon,

dan struktur kapsuler membentuk lengkungan longitudinal medial.Saat postur

berdiri, otot intrinsik, atau ekstrinsik akan mendukung dan mempertahankan

arkusmemanjang. Namun saat berjalan maupun kegiatan yang dilakukan, kedua

kelompok otot akan menjaga stabilisasi dinamis dari arkus. Dalam sebuah

penelitian ditemukan pentingnya otot intrinsik kaki dalam memberikan dukungan

untuk arkus longitudinal medial.

Patologi fungsional dalam studi biomekanik menunjukkan bahwa plantar

fasia adalah struktur anatomi yang paling penting yang berkontribusi pada

stabilitas arkus medial, diikuti oleh talonavicular, dan ligamen. Dalam pola

menahan beban normal, tepi lateral kaki yang pertama dan metatarsal kelima akan

kontak dengan tanah. Namun, pada individu flatfoot pergeseran valgus dari

kalkaneus terjadi mengakibatkan hilangnya dukungan untuk kepala dari

tarsalyang mengasumsikan posisi yang lebih tegak, lengkungan yang normal

hilang, pola bergeser ke medial, dan telapak kaki bertumpu lebih berat di tanah.

Ketika kaki di supinasi, tulang midfoot terkunci, dan kehilangan banyak

kemampuan untuk bergerak. Namun sendi kaki pronasi menjadi lebih mobile.

Selama menahan beban, eversi dari tumit, hilangnya midfoot, memperpendek dari

lengkungan longitudinal dan sisanya tuberositas navicular di lantai yang akan

menanggung seluruh berat. Pada saat achilles tendon lebih pendek, eversi kaki
21

dapat menimbulkan potensi memburuknya deformitas, dan menyebabkan tendon

kontraktur (Atik and Ozyurek, 2014).

2.3.2 Pertimbangan Mekanik dan Sensorimotor Sendi Foot dan Ankle

Foot and ankle dibentuk oleh 3 persendian yaitu articulation talocruralis,

articulation subtalaris dan articulation tibiofibularis distal.Foot and ankle

merupakan struktur sendi yang sangat kompleks yang terdiri dari banyak tulang,

ligamen, otot dan tendon yang berfungsi sebagai stabilisasi dan penggerak tubuh.

Otot dan ligament pada foot dan ankle merupakan stabilisator sendi, termasuk

dalam fungsi sensorimotor. Pada komponen sendi foot and ankle ini akan terjadi

pergerakan plantar fleksi, dorso fleksi, inversi dan eversi (Kisner and Colby,

2012).

2.4 Foot Muscle Strengthening Exercise

Latihan kekuatan otot kaki ekstrinsik akan membantu dalam stabilisasi sendi

midtarsal dan lengkungan kaki bagian longitudinal medial selama fase berdiri.

Sedangkan kekuatan otot intrinsic dimaksudkan untuk mengontrol kaki pada

posisi pronasi.Dalam studi di India efektivitas latihan kekuatan otot-otot pada kaki

berkisar pada anak yang berumur 10-12 tahun. Latihan diberikan melalui aktifitas

seperti transfer kaki yang dimaksudkan untuk meningkatkan akurasi gerakan dan

kekuatan otot kaki(Listyorini et al., 2015).

2.4.1 Mekanisme Kerja Foot Muscle Strengthening Terhadap Keseimbangan

Dinamis
22

Otot-otot intrinsik plantar kaki memainkan peran penting dalam mendukung

lengkungan longitudinal medial, memberikan stabilitas kaki dan fleksibilitas

untuk penyerapan tekanan. Otot-otot ini juga memiliki pengaruh pada gerakan

kaki pronasi. Individu dengan kaki datar melengkung memiliki pronasi signifikan

lebih tinggi pada sikap dari individu yang arkusnya tinggi. Ada beberapa

penelitian yang menjelaskan hubungan antara pronasi kaki berlebihan dan

peningkatan risiko cedera akut atau cedera regangan berulang. Para peneliti telah

menilai perubahan postur kaki setelah berjalan jarak jauh. Ketika otot-otot

intrinsik plantar kaki yang lelah, ada perubahan postur kaki ke posisi pronasi.

pronasi berlebihan ditransmisikan ke rotasi internal tibia, yang dapat

menyebabkan overloading dari sendi lutut atau mungkin menjadi penyebab

perubahan lain dalam bagian proksimal ekstremitas bawah. Plantar fascia ini

terdiri dari fleksor toe, tendon achilles dan trisep surae, hamstring, ligamentum

sacrotuberous, fasia dari daerah sacrolumbar, erector spine dan fasia epicranial.

Beberapa penulis telah mengamati bahwa latihan yang berfokus pada otot kaki

bagian plantar dapat meningkatkan fleksibilitas dan lingkup gerak sendi proksimal

di tungkai bawah dan di tulang lumbal. Mereka menyarankan bahwa efek ini

dapat dicapai karena koneksi anatomis dan fungsional antara fasia dan otot di

tulang belakang. Itu juga mungkin salah satu alasan mengapa peningkatan dalam

pola pergerakan mendasar setelah 6 minggu melakukan latihan penguatan singkat

pada otot kaki. Oleh karena itu, disarankan bahwa latihan penguatan singkat pada

otot kaki memiliki efek yang menguntungkan dalam pencegahan pronasi kaki
23

berlebihan dan plantar fasia dan dapat menurunkan risiko cedera pada anak. Ada

beberapa keterbatasan penelitian ini yang perlu ditangani (Sulowska et al., 2016)

Latihan-latihan pada foot muscle strengthening adalah latihan penguatan

otot di bagian bawah ankle yang menggunakan beban tubuh sendiri. Latihan ini

dapat memaksimalkan kekuatan otot dan mempengaruhi peningkatan tonus otot.

Selain itu latihan foot muscle strengthening juga mengaktivasi propioceptif.

Latihan foot muscle strengthening bertujuan untuk menciptakan lengthening dari

achiles, tendon, atau calfmuscle sehingga dapat melepas abnormal crosslink,

sehingga nyeri berkurang, stabilisasi ankle menurun dan meningkatkan

fleksibilitas ankle yang umumnya semakin lemah sehingga terjadinya peningkatan

keseimbangan berjalan. Gerakan pada foot muscle strengthening terdiri dari

gerakan plantar fleksi dan dorso fleksi. Pada saat melakukan gerakan calf raises,

otot-otot ankle yang bekerja adalah m.gastrocnemius, m.soleus,dan m.gluteus

maximus. Otot-otot stabilisasi pada gerakan dorso fleksi ankle pada peregangan

maksimal adalah m.tibialis anterior. Sedangkan otot yang menstabilisasi pada

gerakan plantar fleksi ankle pada saat gerakan menjinjit adalah m.gastrocnemius,

m.Soleus, dan tendon achiles. Manfaat pemberian latihan foot muscle

strengthening (Ayu, 2014) :

1.Meningkatkan stabilitas dan keseimbangan ankle

2.Meningkatkan fungsi sensorimotor dan propioceptif

3.Mempertahankan kekuatan otot ankle

4.Meningkatkan fleksibilitas ankle

5.Membentuk dan mengencangkan otot tungkai bawah


24

6.Memelihara sistem sirkulasi

Latihan foot muscle strengthening adalah sebagai berikut (Surgeons, 2015) :

1. Heel Cord Stretch

Heel Cord Stretch merupakan mekanisme latihan yang menggunakan otot

gastrocnemius-soleus complex dimana cara latihannya yaitu anak berdiri

menghadap dinding dengan kaki sedikit maju dan lutut sedikit ditekuk. Posisi kaki

di belakang dalam keadaan lurus dengan tumit datar dan jari-jari kaki sedikit

menekuk. Menjaga kedua tumit datar di lantai, dan menekan pinggul maju menuju

dinding. Mekanisme latihan heel cord stretch dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Dinding

Lantai

Gambar 2.3 Heel Cord Stretch (Surgeons, 2015).

2. Heel Cord Stretch with Bent Knee

Heel Cord Stretch with bent knee merupakan mekanisme latihan yang

menggunakan otot soleus, dimana cara latihannya adalah anak berdiri menghadap

dinding dengan kaki mengarah maju dengan lutut sedikit ditekuk. Kaki yang

terkena adalah kaki bagian belakang dengan lutut sedikit ditekuk. Menjaga kedua

Lantai
25

tumit dalam keadaan datar. Mekanisme latihan heel cord stretch with bent knee

dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Dinding

Lantai

Gambar2.4 Heel Cord Stretch with Bent Knee


Tanda panah menunjukkan penekanan pinggul menuju dinding (Surgeons, 2015).

3. Calf Raises

Calf Raises adalah mekanisme latihan yang menggunakan otot

gastrocnemius-soleus complex, dimana cara latihannya adalah anak berdiri

dengan berat badan merata pada kedua kaki. Tangan memegang bagian belakang

kursi atau dinding untuk menjaga agar tetap seimbang. Angkat kaki hingga berat

badan bertumpu pada kaki satunya yang bertumpu pada jari-jari kaki. Mekanisme

latihan calf raises dapat dilihat pada Gambar 2.5.


26

Kursi

Gambar2.5 Calf Raises


Tanda panah menunjukkan salah satu kaki jinjit dan menumpu pada jari-jari kaki
(Surgeons, 2015).

4. Towel Curls

Towel Curls merupakan mekanisme latihan yang menggunakan otot plantar

flexor, dimana cara latihannya adalah anak duduk dengan kedua kaki yang datar

dan tempatkan handuk kecil di atas lantai di depan kaki. Ambil dan pusatkan

handuk menggunakan jari-jari kaki, lekukkan kaki dan arahkan handuk hingga

mendekat. Mekanisme latihan towel curls dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Handuk
27

Gambar 2.6 Towel Curls (Surgeons, 2015).

5. Wall Sits With Resistance Band

Wall Sits With Resistance Band merupakan mekanisme latihan yang

menggunakan otot-otot medial ankle complex, dimana cara latihan yaitu anak

dalam posisi duduk dengan punggung menempel pada dinding. Lalu diikatkan

theraband pada ankle dan perlahan kaki dibuka sambil melawan tarikan dari

theraband, lalu kembalikan pada posisi awal. Mekanisme latihan wall sits with

resistance band dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Wall Sits With Resistance Band (Surgeons, 2015).

Latihan ini dilakukan 3 sesi dalam 1 minggu selama 6 minggu, dengan

masing-masing sesi terdiri dari 3 set 10-12 repetisi (Listyorini et al., 2015).

2.5 Kinesiotaping
28

Kinesiotaping merupakan suatu materi sejenis lakban yang diciptakan

menggunakan teknologi tinggi. Lakban ini terbuat dari bahan khusus yang sangat

elastis seperti katun dan acrylic adhesive back.Kinesiotaping banyak digunakan di

lapangan baik sebagai sarana pengobatan maupun pencegahan cedera yang

berhubungan dengan olahraga. Fungsi penting dari kebanyakan kinesiotaping

adalah untuk memberikan dukungan selama gerakan. Beberapa kinesiotaping

berfungsi untuk mengurangi cedera dan meningkatkan proprioceptif.

Kinesiotaping merupakan salah satu metode yang bisa digunakan oleh fisioterapi

untuk menstimulus otot, menstabilkan sendi dan melancarkan peredaran darah

serta limfe pada proses penyembuhan tanpa membatasi gerakan tubuh, karena

fungsi utama dari kinesiotaping ini adalah memberikan support bagi otot dan juga

melindungi otot untuk mencegah terjadinya overstretch yang berlebihan baik pada

otot maupun pada ligament (Indardi, 2015).

Mekanisme dari kinesiotaping meliputi:

- Memperbaiki fungsi otot dengan memperkuat otot-otot yang lemah.

- Meningkatkan sirkulasi darah dan getah bening dengan menghilangkan cairan

jaringan atau perdarahan di bawah kulit dengan menggerakkan otot.

- Mengurangi rasa sakit melalui penekanan sarafdan

- Mereposisi subluksasi sendi dengan menghilangkan ketegangan otot yang

abnormal,

- Membantu untuk mengembalikan fungsi fasia dan otot.

Kinesiotaping menyebabkan peningkatan proprioceptif melalui peningkatan

stimulasi untuk mechanoreceptors kulit. Kinesiotaping memiliki efek yang sama


29

pada pergelangan kaki dengan peningkatan proprioceptif karena karakteristiknya

tersebut. Pemberian tekanan dan peregangan kulit dapat merangsang

mechanoreceptors kulit. Peregangan diduga mengirimkan sinyal informasi berupa

gerakan sendi atau posisi sendi. Selain itu mechanoreceptors pada kulit memiliki

fungsi dalam mendeteksi gerakan sendi dan posisi yang dihasilkan dari

peregangan kulit pada akhir gerakan. Peningkatan stimulasi somatosensoris yang

dapat digunakan sebagai input proprioseptif yang diberikan oleh kinesiotaping

dapatmeningkatkan sistem kontrol postural dan keseimbangan dinamis seorang.

(Halseth et al., 2004).

2.5.1 Efek Teknik Kinesiotaping Saat Berjalan Pada Flatfoot

Dalam studi pengobatan konvensional ini terbukti kinesiotaping ditemukan

untuk menjadi lebih signifikan daripada pengobatan convectional pada

kemampuannya untuk meningkatkan panjang langkah, stride length dan toe out.

Arkus longitudinal medial telah digambarkan sebagai struktur kritis kaki yang

memberikan kontribusi untuk penyerapan tekanan dan perhatian terhadap

transmisi tekanan ke tubuh selama berjalan. Banyak struktur dapat berkontribusi

untuk variasi derajat untuk mendukung arkus longitudinal medial termasuk

plantar fasia, ligamen seperti ligamen calcaneo-navicular plantar, otot kaki

ekstrinsik seperti otot tibialis posterior dan otot-otot kaki intrinsik. Otot-otot kaki

intrinsik mungkin memiliki peran fungsional untuk menstabilkan kaki. Menurut

penelitian sebelumnya tendon tibialis posterior yang merupakan fungsi

utamauntul menstabilkan arkus kaki. Struktur dan komposisi spesimen tendon

telah berubah dan menemukan bukti peningkatan aktivitas beberapa enzim


30

photolytic. Enzim ini dapat memecah konstituen dari tendon tibialis posterior dan

melemahkannya sehingga menyebabkan jatuhnya arkus kaki.Setelah aplikasi

kinesiotaping terjadi peningkatan tinggi navicular, ada perubahan yang terukur ke

tinggi arkus medial dan jumlah deformasi tinggi arkus selama berjalan. Sebuah

penelitian tentang pengaruh mekanik dari kinesiotaping telah menunjukkan,

pronasi berlebihan dikaitkan dengan kelemahan pada otot plantar fleksor dan

kemampuan untuk push off menurun. Tidak memiliki arkus akan membuat push-

off kurang efektif. Oleh karena itu, akan membuat berjalan lebih efisien dan lebih

banyak memerlukan energy sehingga teknik taping bertujuan untuk mendukung

lengkungan longitudinal medial dan mengurangi pronasi berlebihan sehingga

terjadi peningkatan keseimbangan saat berjalan. Penerapan kinesiotaping akan

muncul untuk meningkatkan pola jalan individu. Meredakan nyeri ototsaat

bergerak, melancarkan cairan limfatik, dan mengkoreksi alignment dengan

memposisikan otot atau sendi ke posisi yang tepat untuk rehabilitasi. Pengaruh

latihan proprioceptif bertujuan untuk meningkatkan sensorik pada posisi sendi.

Kinesiotaping dapat melakukan peran dalam memberikan rasa terhadap stabilitas

mekanik. Kinesiotaping dapat memberikan fasilitasi dalam mekanisme

perlindungan neuromuskuler dinamis. Kinesiotaping juga secara signifikan

meningkatkan rasa pada posisi inversi dan lebih efektif untuk meningkatkan

proprioceptif. Kemampuan teknik ini untuk mengontrol pronasi selama latihan

weight bearing dalam mengoreksi pronasi yang abnormal dan sebagai bagian dari

penilaian klinis dan pengobatan padaoveruse injury (Rathore et al., 2014).


31

2.5.2 Mekanisme Kinesiotaping Terhadap Flatfoot dan Keseimbangan Dinamis

Kinesiotaping adalah teknik kinesiotaping pada ekstremitas bawah yang

dirancang untuk mendukung arkus longitudinal medial pada kaki. Kinesiotaping

menghasilkan sejumlah efek mekanik termasuk perubahan tekanan plantar dan

perubahan penurunan ketinggian navicular. Pengukuran tekanan plantar dianggap

sebagai metode yang paling obyektif, di mana peningkatan tekanan lateral dan

penurunan tekanan medial menunjukkan taping anti-pronasi yang

efektif. Kebanyakan penelitian tentang taping pada arkus dan pergelangan kaki

menyoroti efek mekanik kinesiotaping pada sendi. Namun ada bukti yang

menunjukkan bahwa kinesiotaping atletik juga dapat menghasilkan efek

neuromuskular. Hal ini diduga terjadi karena ditemukan bahwa efek kinesiotaping

untuk menstabilkan pergelangan kaki masih ada, bahkan setelah periode latihan

ketika efek mekanik dari kinesiotaping tersebut telah berkurang. Kinesiotaping

pada pergelangan kaki dapat mencegah cedera melalui peningkatan komponen

kontrol neuromuskular. Mekanismenya dengan menyatukan kulit pada

pergelangan kaki, melalui traksi dari pita pada kulit.Gangguan masukan aferen

dari mechanoreceptors akan mempengaruh beberapa hal, tidak hanya rasa gerakan

dan posisi, tetapi juga refleks neuromuskuler dalam mengontrol postur dan

koordinasi. Di sisi lain, bahwa kinesiotaping pada pergelangan kaki memiliki efek

samping stabilitas postural selama posisi kaki tunggal dimana subyek kurang

stabil. Kinesiotaping dapat mendukung sendi subtalar dengan meningkatkan

efisiensi terhadap hilangnya tekanan saat pendaratan. Efek dari medial arkus

orthotic ditemukan bahwa selama sikap bilateral, tekanan plantar meningkat di


32

kaki bagian kontralateral, dan COP(centre of pressure) bergeser menuju ke arah

berlawanan dengan arkus.Stimulasi permukaan plantar dapat menyebabkan

persepsi bahwa pusat massa telah bergeser ke arah kaki yang distimulasi, yang

menyebabkan pergeseran dalam COP kearah yang berlawanan untuk menjaga

stabilitas dimana aplikasi kinesiotaping sejalan dengan serat otot untuk

memfasilitasi aktivitas otot (Denyer, 2012). Aplikasi kinesiotaping pada ankle

dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Aplikasi Kinesiotaping pada Ankle.


Tanda panah menunjukkan alat taping
(Luque-Suarez et al., 2013).

Aplikasi pemasangan kinesiotaping pada bagian bawah kaki ditarik dari

lateral ke arah medial untuk mendukung arkus longitudinal bagian medial

kaki.Sesuai dengan ini, efek dari kinesiotaping pada kontrol neuromuskuler pada

ekstremitas bawah yaitu mengontrol stabilitas postural, waktu reaksi otot dan

pengukuran rasa posisi sendi. Kinesiotaping dalam kontrol postural stabilitas

melalui efek neuromuskular menunjukkan bahwa taping pada pergelangan kaki

berhasil mengurangi goncangan postural.


33

2.6 Balance Beam Walking Test

Balance Beam Walking Test merupakan pengukuran yang digunakan untuk

mengetahui keseimbangan dinamis pada anak. Dimana anak akan berjalan di atas

balok keseimbangan dengan ukuran lebar 15cmx120cmx20cm. Balance Beam

Walking Test ini dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan yang dapat dilihat pada

Gambar 2.9 (Nafarin, 2016).

Penilaian beam balance walking test didasari 6 kategori (Siamy, 2015) :

1. Nilai 5 jika mampu melewati balance beam dengan keseimbangan sempurna

dalam 6 detik.

2. Nilai 4 jika mampu melewati balance beam dengan agak goyah tanpa

berhenti dalam 6 detik,

3. Nilai 3 mampu melewati balance beam dengan berhenti lebih dari satu kali

dan membutuhkan waktu lebih dari/sama dengan 6 detik,

4. Nilai 2 jika mampu melewati balance beam dengan berhenti lebih dari satu

kali dan hampir jatuh, dan atau memakan waktu lebih dari 6 detik,

5. Nilai 1 jika terjun dari balok sebelum menyelesaikan lintasan balance beam

6. Nilai 0 jika terjun balance beam segera

Pelaksanaan beam balance walking test dapat dilihat pada Gambar 2.9.
34

Gambar 2.9 Balance Beam Walking Test (Montessori, 2015).

Anda mungkin juga menyukai