Anda di halaman 1dari 16

JENIS-JENIS KALIMAT

Jenis kalimat dapat ditinjau dari sudut (1) jumlah klausanya, (2) predikatnya, (3) kategori
sintaktiknya, (4) kelengkapan unsurnya, (5) kemasan informasinya.
Berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dapat dibagi atas (a) kalimat simpleks, (b) kalimat
kompleks, (c) kalimat majemuk, (d) kalimat majemuk kompleks.
Berdasarkan jenis predikatnya, kalimat dapat dibedakan menjadi (a) kalimat berpredikat
verbal, (b) kalimat berpredikat adjektiva, (c) kalimat berpredikat nominal, (d) kalimat
berpredikat numeralia, (e) kalimat berpredikat preposisional. Kalimat berpredikat verbal dapat
dikelompokkan berdasarkan kemungkinan kehadiran nomina atau frasa nominal objeknya
menjadi (i) kalimat taktransitif dan (ii) kalimat transitif.
Berdasarkan kategori sintaktisnya, kalimat dibagi atas (a) kalimat deklaratif yang lazim
digunakan untuk membuat pernyataan, (b) kalimat imperative yang lazim digunakan untuk
membuat perintah, (c) kalimat interogatif yang lazim digunakan untuk bertanya, (d) kalimat
eksklamatif yang lazim digunakan untuk menyatakan perasaan yang dalam, seperti keheranan
dan kekaguman.
Berdasarkan kelengkapan unsurnya, kalimat dapat dibedakan atas (a) kalimat lengkap
(kalimat mayor) dan (b) kalimat taklengkap (kalimat minor). Terakhir, kalimat berdasarkan
kemasan informasinya dibedakan dari segi fungsi sintaksis dan fungsi pragmatis.
Kalimat berdasarkan kemasan informasinya, dapat dilihat dari (a) fungsi sintaktis dan (b)
fungsi pragmatisnya. Dari fungsi sintaksisnya, terdapat (i) kalimat biasa, (ii) kalimat inversi, dan
(iii) kalimat permutasi. Dari fungsi pragmatisnya, terdapat (i) kalimat berfokus sebagian, (ii)
kalimat berfokus penuh, dan (iii) kalimat berfokus kontras.

1. Kalimat Berdasarkan Jumlah Klausa


a. Kalimat Simpleks
Kalimat simpleks lazom disebut kalimat tunggal, yakni kalimat yang terdiri atas satu
klausa. Hal itu berarti unsurnya hanya terdiri atas satu subjek dan predikat
Contoh:
Dia akan pergi.
S P

Kami mahasiswa Polimedia.


S P

b. Kalimat Kompleks
Kalimat kompleks yang lazim disebut kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat
yang terdiri atas dua klausa dan salah satu klausanya menjadi bagian dari klausa yang
lain. Klausa yang menjadi bagian klausa lain itu biasanya berupa perluasan salah satu

TATA BAHASA (BAHASA INDONESIA) – BAYU DWI NURWICAKSONO 1


unsur kalimat. Klausa yang menjadi bagian dari klausa lain itu disebut anak kalimat
sedangkan klausa utama disebut induk kalimat.
Contoh:
Pak Bayu datang ketika rapat telah selesai.
Lukisan yang pernah menghebohkan itu dibuat Afgani beberapa tahun lalu.

Konstituen ketika rapat telah selesai dan yang pernah menghebohkan merupakan anak
kalimat atau klausa subordinatif.

c. Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk yang lazim disebut kalimat majemuk setara adalah kalimat yang
terdiri atas dua klausa atau lebih dan mempunya hubungan setara. Hubungan
antarklausa itu ditandai dengan kehadiran konjungsi dan, atau, tetapi.
Contoh:
Para demonstran terkonsentrasi di depan gedung DPR dan polisi berjaga-jaga untuk
mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Pendukung kedua tim dapat menyaksikan pertandingan itu secara langsung atau
mereka dapat menyaksikannya melalui siaran televisi.
Mahasiswa ingin berdialog, tetapi ide itu dianggap tidak praktis.
Selain tiga konjungsi di atas, serta, sedangkan, padahal, dan melainkan dapat juga
digunakan. Konjungsi serta maknanya mirip dengan konjungsi dan. Sementara itu,
sedangkan, padahal, dan melainkan maknanya mirip dengan konjungsi tetapi.

d. Kalimat Majemuk Kompleks


Kalimat majemuk kompleks adalah kalimat majemuk yang salah satu konstituennya
atau lebih berupa kalimat kompleks.
Contoh:
Partai yang propemerintah setuju dengan rencana kenaikan harga BBM, tetapi partai
oposisi menentangnya karena tidak sesuai dengan aspirasi rakyat.
Anaknya yang kuliah di UI baru diwisuda dan anaknya yang bekerja di Surabaya
karena prestasinya yang luar biasa sudah naik pangkat.

Contoh di atas memperlihatkan bahwa kalimat majemuk kompleks yang terdiri atas
satu klausa utama, yaitu Partai yang propemerintah setuju dengan rencana kenaikan
harga BBM, dan satu kalimat kompleks, yaitu (tetapi) partai oposisi menentangnya
karena tidak sesuai dengan aspirasi rakyat. Hubungan klausa pada kalimat majemuk
ditandai dengan penggunaan konjungsi tetapi yang menyatakan hubungan
pertentangan, sedangkan hubungan klausa pada kalimat kompleks ditandai dengan
konjungsi karena yang menyatakan hubungan penyebaban.
Untuk memudahkan pemahaman, silakan cermati ilustrasi berikut:

TATA BAHASA (BAHASA INDONESIA) – BAYU DWI NURWICAKSONO 2


K

Kl1 Konj Kl2

Partai yang Partai oposisi


Tetapi
propemerintah setuju menentangnya
dengan rencana
kenaikan harga BBM

Karena Tidak sesuai dengan


aspirasi rakyat

2. Kalimat Berdasarkan Predikat


a. Kalimat Berpredikat Verbal
Ada dua jenis verba, yaitu verba transitif dan verba taktransitif. Kedua jenis verba itu
berpengaruh terhadap jenis kalimat yang menggunakannya sebagai predikat. Kalimat
yang berpredikat verba transitif memerlukan kehadiran objek, sedangkan kalimat
yang berpredikat verba taktransitif tidak memerlukan objek. Di samping itu, terdapat
verba pasif.
(i) Kalimat taktransitif
Kalimat taktransitif hanya memiliki dua unsur wajib, yaitu unsur yang
berfungsi sebagai subjek dan unsur yang berfungsi sebagai predikat. Pada
umumnya, urutan unsur itu adalah subjek-predikat.
Contoh:
Dia bekerja
Kami berenang
(ii) Kalimat transitif
Kalimat transitif dibedakan menjadi tiga, yaitu (a) kalimat yang unsur
objeknya dapat hadir manasuka, (b) kalimat yang hanya mewajibkan hadirnya
satu nomina atau satu frasa nominal sebagai objek, (c) kalimat yang
mewajibkan hadirnya satu nomina sebagai pelengkap.
Contoh
a. Ardi sedang membaca buku
Ardi sedang membaca
b. Sari segera menyurati sahabatnya
Sari menyurati
c. Ida membelikan adiknya buku
Ida membelikan buku
Ida membeli buku

TATA BAHASA (BAHASA INDONESIA) – BAYU DWI NURWICAKSONO 3


(iii)Kalimat pasif
Pengertian aktif dan pasif dalam kalimat menyangkut beberapa hal (1) macam
verba yang menjadi predikat, (2) subjek dan objek, (3) bentuk verba yang
dipakai.
a. Pak Budi mengangkat seorang asisten baru.
b. Istri gubernur akan membuka pameran itu.
c. Saya sudah mencuci mobil itu.
Semua contoh di atas menunjukkan bahwa verba yang terdapat dalam tiap
kalimat adalah verba transitif. Karena kalimat itu transitif, paling tidak ada tifa
unsur wajib di dalamnya, yakni subjek, predikat, dan objek. Verba trabsitif
yang dipakai adalah verba dalam bentuk aktif, yakni verba berprefiks meng-.
Pemasifan dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan du acara, yakni (1)
menggunakan verba berprefiks di- dan (2) menggunakan verba tanpa prefiks
di-.
Contoh:
a. Seorang asisten baru diangkat Pak Budi.
b. Pameran itu akan dibuka istri gubernur.
c. Mobil itu sudah saya cuci.

b. Kalimat berpredikat adjektival


Predikat kalimat bahasa Indonesia dapat berupa adjektiva atau frasa adjektiva.
Contoh:
Anaknya pintar.
Pernyataan orang itu benar.

c. Kalimat nominal
Dalam bahasa Indonesia ada kalimat yang predikatnya berupa nomina (termasuk
pronominal) atau frasa nominal. Dengan demikian, kedua nomina atau frasa nominal
yang dijejerkan dapat membentuk kalimat asalkan syarat untuk subjek dan
predikatnya terpenuhi.
Contoh:
Buku cetakan Bandung itu
Buku itu cetakan Bandung.
Urutan kata “Buku cetakan Bandung itu” membentuk satu frasa dan bukan kalimat
karena cetakan Bandung itu merupakan pewatas dan buka predikat. Sebaliknya,
“Buku itu cetakan Bandung.” Membentuk kalimat karena penanda batas frasa itu
memisahkan kalimat menjadi dua frasa nominal: Buku itu sebagai subjek dan cetakan
Bandung sebagai predikat. Akan tetapi, jika frasa nominal pertama dibubuhi partikel
–lah, frasa nominal pertama itu menjadi predikat, sedangkan frasa nominal kedua
menjadi subjek.

TATA BAHASA (BAHASA INDONESIA) – BAYU DWI NURWICAKSONO 4


Contoh:
Dia guru saya.
Dialah guru saya.
Orang itu penolong saya.
Orang itulah penolong saya.
Subjek pada kalimat itu adalah dia dan orang itu. Namun, pada kalimat berikutnya,
dialahd dan orang itulah tidak lagi berfungsi sebagai subjek, tetapi sebagai predikat.
Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam struktur bahasa Indonesia partikel –
lah pada umumnya menandai predikat.
Kalimat berpredikat nominal biasanya memanfaatkan adalah untuk memisahkan
subjek dari predikat. Adalah pada umumnya dipakai jika subjek, predikat, atau kedua-
duanya panjang. Tampaknya diperlukan semacam pemisah di antara keduanya untuk
memudahkan pengenalan bagian-bagian kalimat yang berpredikat nomina atau frasa
nominal.
Contoh:
Rotasi bagi seorang karyawan adalah masalah biasa.
Jika kalimat dengan predikat nominal diselipi adalah, verba itu berfungsi sebagai
predikat sedangkan nomina atau frasa nominal yang mengikutinya menjadi
pelengkap.

d. Kalimat Numeral
Ada pula kalimat dalam bahasa Indonesia yang predikatnya berupa frasa numeral.
Contoh:
Anaknya banyak.
Rumahnya dua (buah).
Lebar sungai itu lebih dari dua ratus meter.
Pada contoh di atas tampak bahwa predikat yang berupa numeralia (kata bilangan)
taktentu (banyak) tidak dapat diikuti kata penggolong seperti buah dan wajib diikuti
ukuran seperti meter.

e. Kalimat Frasa Preposisional


Predikat dalam bahasa Indonesia dapat pula berupa frasa preposisional.
Contoh:
Mereka ke rumah kemarin.
Anak itu sedang di sekolah.
Surat itu untuk saya.
Ayahnya dari Jawa.
Cirebon di antara Jakarta dan Semarang.

TATA BAHASA (BAHASA INDONESIA) – BAYU DWI NURWICAKSONO 5


3. Kalimat Berdasarkan Kategori Sintaktis
a. Kalimat Deklaratif
Kalimat deklaratif disebut juga kalimat pernyataan atau kalimat berita. Jika pada
suatu saat terjadi suatu peritiwa dan kemudian seseorang ingin menyampaikan
peristiwa itu kepada orang lain, orang itu dapat memberitakan kejadian itu dengan
menggunakan bermacam-macam ventuk kalimat deklaratif, antara lain:
(i) Tadi pagi ada parade mobil hias di dekat taman kota.
(ii) Saya melihat ada bus mogok di tepi Sungai Kahayan tadi pagi.
(iii)Kemarin sore ada sedan mewah diberhentikan polisi karena melanggar aturan.
Dari segi bentuknya, kalimat di atas bermacam-macam. Ada yang berbentuk inversi
(i), ada yang berbentuk aktif (ii), dan ada yang berbentuk pasif (iii). Akan tetapi, jika
dilihat dari fungsi komunikatifnya atau makna ilokusionernya, kalimat di atas adalah
sama, yaitu semua menyatakan atau berisi berita. Dengan demikian, bentuk kalimat
untuk menyampaikan berita dapat bermacam-macam asalkan isinya merupakan
pemberitaan. Dalam bentuk tulis, kalimat deklaratif diakhiri dengan tanda titik.
Dalam bentuk lisan, suara berakhir dengan nada turun.
b. Kalimat Imperatif
Kalimat yang isi atau maksudnya memerintah, menyuruh, atau meminta lazim disebut
kalimat imperatif atau kalimat perintah. Kalimat imperatif dapat diwujudkan sebagai
berikut:
(i) Kalimat imperatif yang hanya terdiri atas predikat verbal dasar, adjektival, atau
frasa preposisional yang taktransitif.
Contoh:
Tidur!
Tenang!
Ke pasar!
(ii) Kalimat imperatif lengkap yang berpredikat verbal, baik transitif maupun
taktransitif.
Contoh:
Kamu kerjakan bagian pendahuluan!
Anak-anak belajar!
(iii)Kalimat yang dimarkahi oleh berbagai kata yang menyatakan harapan, suruhan,
larangan, permintaan, peringatan, dan pembiaran.
Contoh:
Harap penonton bersabar!
Silakan Saudara antre!
Jangan berbicara keras-keras!
Tolong bersihkan ruangan saya!
Coba buatlah rancangan konsinyasi penyempurnaan Tata Bahasa Baku.
Sudilah Bapak mengunjungi pameran kami.
Kiranya Anda tidak berkeberatan menerima kunjungan kami.

TATA BAHASA (BAHASA INDONESIA) – BAYU DWI NURWICAKSONO 6


Saya minta perhatian Anda sejenak!
Mohon ditandatangani surat ini!
Mari, kita makan,
Ayo, masuk!
Hendaknya Anda pulang saja.
Dilarang membuang sampah sembarangan!
Awas lintasan kereta api!
Hati-hati jalan licin!
Biarkan mereka berangkat sekarang!

c. Kalimat Interogatif
Kalimat interogatif lazim digunakan untuk bertanya dank arena itu serting disebut
kalimat tanya, secara formal ditandai oleh kehadiran kata tanya apa, siapa, berapa,
kapan, bila, bagaimana, dan di mana dengan atau tanpa partikel –kah sebagai
penegas. Kalimat interogatif ditandai dengan tanda tanya (?) pada bahasa tulis atau
dengan intonasi naik pada bahasa lisan.
Kalimat interogatif biasanya digunakan untuk meminta (1) jawaban “ya” atau “tidak”
atau (2) informasi mengenai sesuatu atau seseorang kepada lawan bicara atau
pembaca. Ada tiga cara untuk membentuk kalimat interogatif dari kalimat deklaratif,
yaitu (a) dengan menambahkan partikel penanya apa, yang harus dibedakan dari kata
tanya apa, (b) dengan membalikkan susunan kata, (c) menggunakan kata bukan,
bukankah, tidak, tidakkah. Kalimat deklaratif dapat diubah menjadi kalimat
interogatif dengan menambahkan kata apa pada kalimat tersebut. Partikel –kah dapat
ditambahkan pada partikel tanya untuk mempertegas pertanyaan. Intonasi yang
dipakai dapat sama dengan intonasi kalimat berita.
Contoh:
Apakah pemerintah akan menaikkan harga minyak dan gas?
Dia dapat pergi sekarang.  Dapatkah dia pergi sekarang?
Dia harus segera kuliah.  Haruskah dia segera kuliah?
Dia sudah selesai dengan kuliahnya.  Sudahkah dia selesai dengan kuliahnya?
*bentuk kata sedang, akan, dan telah tidak dipakai dalam kalimat seperti itu.
Masalah ini urusan Pak Ali.  Urusan Pak Alikah masalah ini?
Dia menangis kemarin.  Menangiskah dia kemarin?
Mereka menerima putusan hakim itu.  Mereka menerima putusan hakim itu,
bukan?
Paket ini akan dikirim.  Paket ini akan dikirim atau tidak?
Cara terakhir untuk membentuk kalimat interogatif adalah dengan memakai kata
tanya seperti apa, bagaimana, berapa, bilamana, kapan, ke mana, mengapa, atau siapa.
Contoh:
Siapa yang dia cari?
Bagaimana dia memecahkan masalah itu?

TATA BAHASA (BAHASA INDONESIA) – BAYU DWI NURWICAKSONO 7


d. Kalimat Eksklamatif
Kalimat eksklamatif juga dikenal dengan nama kalimat seru atau kalimat interjeksi,
secara formal ditandai dengan kata alangkah, betapa, atau bukan main pada kalimat
berpredikat adjektival. Kalimat eksklamatif biasa digunakan untuk menyatakan
perasaan kagum atau heran.
Contoh:
Pergaulan mereka luas.  Alangkah luasnya pergaulan mereka!
 Luasnya pergaulan mereka!

4. Kalimat Berdasarkan Kelengkapan Unsur


a. Kalimat Lengkap
Apabila dicermati, kalimat lengkap (kalimat mayor) dapat berupa kalimat dasar atau
kalimat luas. Oleh karena itu, kalimat lengkap dapat berupa S-P, S-P-O, S-P-O-Pel,
atau berupa S-P-Ket, S-P-O-Ket, S-P-O-Pel-Ket. Predikat kalimat lengkap yang
berpola S-P dapat berupa verba atau frasa verbal, nomina, atau frasa nominal,
adjektiva atau frasa adjectival, atau numeralia atau frasa numeralia.
Contoh:
Mereka belum tidur
Perjalanan lancar.
Kami sedang merancang gedung.
Sponsor lomba mengarang itu memberi para pemenang uang dan buku.

b. Kalimat Taklengkap
Kalimat taklengkap (kalimat minor) pada dasarnya adalah kalimat yang unsur-
unsurnya tidak lengkap. Keberterimaan kalimat itu sangat ditentukan oleh hadirnya
kalimat lain dalam konteks wacana, baik karena sudah diketahui maupun karena
sudah disebutkan. Perhatikan penggalan percakapan berikut.
Risma : Kamu tinggal di mana, Bim?
Bimo : Di Kampung Melayu.

Bentuk Di Kampung Melayu sebenarnya merupakan bagian dari bentuk kalimat Saya
tinggal di Kampung Melayu. Di luar konteks wacana, kalimat taklengkap sering juga
digunakan dalam iklan, papan petunjuk, atau slogan.
Contoh:
 Menerima pegawai baru untuk ditempatkan di luar Jakarta.
 Belok kiri langsung.
 Merdeka atau mati.
Bentuk-bentuk itu tampaknya secara berurutan berasal dari:
a. Kami menerima pegawai baru untuk ditempatkan di luar Jakarta.
b. Yang akan berbelok ke kiri langsung membelok.
c. Tekad para pejuang dulu hanya satu: merdeka atau mati.

TATA BAHASA (BAHASA INDONESIA) – BAYU DWI NURWICAKSONO 8


Selain bentuk kalimat taklengkap di atas, ditemukan pula ungkapan tetap (formula)
yang berdiri sendiri seperti kalimat.
Contoh:
a. Selamat malam.
b. Selamat hari ulang tahun.
c. Apa kabar?
d. Merdeka!
e. Selamat jalan.
f. Sampai jumpa lagi.
Bentuk-bentuk seperti itu tidak mempunyai padanan bentuk lengkap.

5. Kalimat Berdasarkan Kemasan Informasi


a. Dilihat dari fungsi sintaksis
(1) Kalimat biasa adalah kalimat yang tersusun sesuai dengan pola dasar kalimat bahasa
Indonesia, yaitu S-P-(O)-(Pel)-(K) atau S mendahului P.
Contoh:
Masalah itu berkembang dalam tubuh partai.
S P K

(2) Kalimat inversi adalah kalimat yang mengharuskan predikat mendahului subjek
dengan pola P-S. Kalimat ini mensyarakatkan subjek tak definit. Jika S pada kalimat
tersebut diubah menjadi S definit, kalimat itu menjadi kurang berterima
Contoh:
Ada masalah dalam tubuh partai.
P S K
Ada masalah tersebut dalam tubuh partai.
P S definit K
Masalah ada dalam tubuh partai.
S P K

(3) Kalimat permutasi adalah kalimat yang berpola terbalik, yaitu P-S atu P-O-S.
Berbeda dengan inversi, permutasi tidak mengharuskan urutan P-S, tetapi hanyalah
merupakan salah satu gaya yang dapat dipilih dari urutan yang baku. Biasanya,
permutasi dilakukan karena ada unsur kalimat yang ingin difokuskan maknanya.
Contoh:
Tak perlu datang dia.
P S
Menjual air mineral anak itu.
P O S

TATA BAHASA (BAHASA INDONESIA) – BAYU DWI NURWICAKSONO 9


b. Dilihat dari fungsi pragmatis
(1) Kalimat berfokus sebagian adalah kalimat yang terdiri atas unsur focus dan latar.
Ada bagian kalimat yang berfungsi sebagai focus dan ada bagian lain yang berfungsi
sebagai latar.
Contoh:
Belok kiri langsung.
Fokus Latar

(2) Kalimat berfokus penuh adalah kalimat yang keseluruhan unsurnya merupakan focus.
Contoh:
Hati-hati.

(3) Kalimat berfokus kontras adalah kalimat yang mengandung unsur positif dan
negative. Unsur positif berfungsi sebagai focus dan unsur negative berfungsi sebagai
latar atau sebaliknya unsur positif sebagai latar dan unsur negative sebagai focus.
Contoh:
Dialah yang korupsi, bukan saya.
Fokus Latar
Kantor itu direncanakan beroperasi Januari 2021, bukan Januari 2022.
Fokus Latar

TATA BAHASA (BAHASA INDONESIA) – BAYU DWI NURWICAKSONO 10


FUNGSI-FUNGSI KALIMAT

Fungsi eksternal kalimat berhubungan dengan orientasi tujuan komunikasi bahasa. Terdapat
tujuh fungsi, di antaranya adalah fungsi heuristik, fungsi instrumental, fungsi representasional,
fungsi regulasi, fungsi interaksional, fungsi personal, fungsi imajinatif.

Yang pertama, fungsi heuristik yakni untuk mengetahui atau menyelidiki sesuatu, biasanya
diungkapkan dalam bentuk kalimat tanya.
Contoh:
Kapan mereka akan berangkat?

Yang kedua, fungsi instrumental, yakni untuk menyatakan ketidaksetujuan atau penolakan,
biasanya diungkapkan dalam bentuk kalimat pengingkaran.
Contoh:
Dia bukan seorang tokoh masyarakat yang berwibawa, bersih, dan kompeten.
Tidak puas dengan putusan itu, ia mengajukan banding.

Yang ketiga, fungsi representasional, yakni untuk memberi informasi tentang sesuatu hal,
biasanya diungkapkan dalam bentuk kalimat berita.
Contoh:
Dia berangkat sekarang.

Yang keempat, fungsi regulasi, yakni untuk mengatur atau mengarahkan sesuatu hal, biasanya
diungkapkan dengan kalimat perintah baik dalam bentuk ajakan, permohonan, ataupun larangan.
Contoh:
Tarik talinya, Anton!
Silakan duduk sesuai dengan nomor peserta.
Mari kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan YME.
Mohon kiranya surat ini dapat menjadi pertimbangan.
Jangan mengingkari hati nurani rakyat!

Yang kelima, fungsi interaksional, yakni untuk menjaga keberlangsungan komunikasi agar tetap
lancar, biasanya dinyatakan dalam bentuk kalimat interaksional.
Contoh:
Selamat pagi, Pak.

Yang keenam, yakni fungsi personal untuk menyatakan perasaan atau emosi seperti rasa takut,
cemas, haru, simpati, empati, antipasti, kesal, marah, sedih. Biasanya dinyatakan dalam bentuk
kalimat seru.
Contoh:
Aduh…sakitnya!

TATA BAHASA (BAHASA INDONESIA) – BAYU DWI NURWICAKSONO 11


Yang ketujuh, fungsi imajinatif, yakni untuk menggambarkan sesuatu berdasarkan khayalan,
biasanya dinyatakan dalam bentuk kalimat imajinatif.
Contoh:
Doa
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
Cahya-Mu panas suci
Tinggal kerlip lilin di malam sunyi

TATA BAHASA (BAHASA INDONESIA) – BAYU DWI NURWICAKSONO 12


SENI MENCITARASAKAN KALIMAT

Seni mencitarasakan kalimat dapat menimbulkan rasa tertentu seperti keteraturan, ketertegangan,
keterpikatan, dan keteriramaan. Seni mengolah kalimat ini biasanya digunakan dalam penulisan
karya tulis populer seperti esai, berita, cerita fiksi, anekdot, dan lain-lain.

1. Kalimat Berkompilasi
Pengompilasian kalimat dapat dilakukan dengan cara berklimaks dan berlepas.
Kalimat berklimaks dibuat dengan mengompilasikan anak kalimat dan induk kalimat,
sedangkan kalimat berlepas dilakukan dengan cara mengompilasikan induk kalimat
terlebih dahulu diikuti anak kalimat.
Kalimat berklimaks
Contoh:
Apabila peralatan diperbarui dan dilengkapi dengan yang sempurna, risiko
kecelakaan transportasi dapat berkurang.
Kalimat berlepas
Contoh:
Forbidden City disebut kota terlarang karena pengunjung yang bukan berasal dari
keluarga kaisar dilarang memasuki kota tersebut.

2. Kalimat Bervariasi
a. Variasi Kalimat Pernyataan
(1) Variasi kalimat pernyataan bisa berupa kalimat aktif dan kalimat pasif.
Contoh:
Bersih, rapi, dan teratur, itulah kesan pertama yang timbul saat mengunjungi
Malaysia. Orchard Road banyak dikunjungi wisatawan karena banyak
menyediakan barang-barang bermutu dengan harga murah.
(2) Variasi kalimat pernyataan bisa berupa kalimat langsung dan kalimat tidak
langsung.
Contoh:
“Jangan lupakan sejarah,” itulah pesan Bung Karno pada generasi muda
bangsa kala itu, Namun, kini pesan itu seolah hanya menjadi jargon semata.
Tal banyak di antara kita yang paham sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
b. Variasi Kalimat Pertanyaan
Kita bisa mengawali tulisan dengan kalimat tanya untuk merangsang pembaca
merespons tulisan.
Contoh:
Apakah metroseksual itu? Itulah kata yang sedang booming saat ini, gaya hidup
metroseksual saat ini tengah menjadi tren dan digandrungi oleh kaum pria. Pria
metroseksual? Ya, pria yang bau, tak rapi, dan kucel saat ini tak menarik lagi bagi
kaum hawa. Pria yang menarik kaum hawa saat ini yaitu pria yang suka
memperhatikan penampilannya dari ujung rambut hingga ujung kuku. Selain itu,

TATA BAHASA (BAHASA INDONESIA) – BAYU DWI NURWICAKSONO 13


pria metroseksual cenderung pekerja keras, penuh percaya diri dan sosok family
man. Apakah Anda termasuk pria metroseksual?
c. Variasi Kalimat Perintah
Kalimat perintah dapat berisi ajakan, suruhan atau larangan melakukan sesuatu.
Contoh:
Jangan bunuh penumpang! Tragedi transportaso yang berkali-kali terjadi
membuat siapapun cemas. Cemas karena kecenderungan bencana transportaso
menunjukkan grafik naik dari tahun ke tahun. Lihat saja kecelakaan lalu lintas
darat! Tahun lalu saja jalan raya merenggut tak kurang 30 ribu nyawa manusia.
Luar biasa! Sementara itu, untuk angkutan laut memperlihatkan grafik naik, dan
109 kasus pada 2004 menjadi 111 kasus pada tahun 2005, dan 119 kasus pada
2006. Di sisi lain, transportasi udara yang mestinya segalanya paling prima juga
setali tiga uang.
d. Variasi Panjang Pendek
Untuk menimbulkan efek gramatik, gunakan variasi kalimat pendek. DEngan
kalimat pendek, minat dan perhatian pembaca akan dibangkitkan. Variasikan
kalimat-kalimat pendek ke dalam rangkaian kalimat-kalimat panjang.
Contoh:
Renungkan. Memang pemerintah tak mampu menjadikan Indonesia sebuah
negara kuat karena reformasi terlalu lambat. Mudah dijumpai pejabat yang
mengutip bukan melayani. Data ekspor dan impor semrawut. Bahkan, rawan
penyelundupan. Koordinasi antardepartemen lemah. Pola tarif hancur. Standar
nasional tidak aktif. Mengapa?
3. Kalimat Berurutan Simpang
Kalimat konvensional biasanya terdiri atas S-P-O-K. Agar menimbulkan citarasa
penegasan, ubahlah unsur gramatikalnya menjadi P-S. Pengedepanan unsur predikat
ini disebut inversi, perubahan karena pergeseran unsur lain (S, K, O) ke bagian depan
disebut prolepsi, sedangkan pemindahan unsur kalimat panjang yang berupa klausa
(S-P) ke akhir kalimat tanpa meninggalkan jejak di tempat semula disebut
ekstraposisi.
Contoh:
a. Mahasiswa terkesan oleh semangat yang dikobarkan Ketua BEM.

Inversikan kalimat tersebut menjadi:


b. Terkesan mahasiswa oleh semangat yang dikobarkan Ketua BEM.
c. Para mahasiswa berhasil menggulingkan rezim orde baru pada Mei 1998.

Prolepsikan kalimat tersebut menjadi:


d. Pada Mei 1998 mahasiswa berhasil menggulingkan rezim orde baru.
Atau
e. Mahasiswa pada Mei 1998 berhasil menggulingkan rezim orde baru.

TATA BAHASA (BAHASA INDONESIA) – BAYU DWI NURWICAKSONO 14


f. Bahwa dia tidak bersalah sudah jelas.
Ekstraposisikan kalimat tersebut menjadi:
g. Sudah jelas bahwa dia tidal bersalah.

4. Kalimat Berepetisi
Kalimat berepetisi atau berulang dipakai untuk mencitarasakan kalimat dengan
menghindarkan pengulangan kata yang lemah dayanya.
Contoh:
Lembaga pendidikan yang berkembang itu memerlukan para ahli seperti ahli hukum,
ahli computer, ahli komunikasi, dan ahli psikologi.
a. Kalimat Berepetisi Bentuk
Contoh:
Penekanan mata kuliah Bahasa Indonesia bukan pada bagaimana mahasiswa
dapat memahami kaidah bahasa Indonesia, melainkan pada bagaimana agar
mahasiswa dapat menulis, menulis, dan menulis.
b. Kalimat Berepetisi Makna
Contoh:
Surabaya adalah kota pahlawan, kota yang dikagumi karena penduduknya berani
berjuang melawan penjajahan.

5. Kalimat Berkonstruksi Idiomatik


Idiomatik adalah ungkapan khas kebahasaan yang salah satu unsurnya tidak bisa
tergantikan oleh unsur lain. Contoh idiomatik dalam bahasa Indonesia, yaitu:
 bukan…., melainkan ….
 tidak …., tetapi ….
 selain …., juga ….
 baik …., maupun ….
 jangankan …., pun ….
 betapapun …., masih lebih ….
Contoh:
 Pahlawan dikenang bukan hanya karena mati, melainkan karena berani
mengabdikan hidupnya untuk kesejahteraan bangsa.
 Peraturan pendidikan berlaku baik untuk mahasiswa baru maupun mahasiswa
lama.

TATA BAHASA (BAHASA INDONESIA) – BAYU DWI NURWICAKSONO 15


DAFTAR BACAAN

Khairah, Miftahul dan Sakura Ridwan. 2014. Sintaksis (Memahami Satuan Kalimat Perspektif
Fungsi). Jakarta: Bumi Aksara.
Kuntarto, Niknik. 2013. Cermat dalam Berbahasa dan Teliti dalam Berpikir. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Moeliono, Anton M., dkk. 2017. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Rokhman, Fathur. 2020. Linguistik Disruptif (Pendekatan Kekinian Memahami Perkembangan
Bahasa). Jakarta: Bumi Aksara.
Wiratno, Tri. 2018. Pengantar Ringkas Linguistik Sistemik Fungsional. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

TATA BAHASA (BAHASA INDONESIA) – BAYU DWI NURWICAKSONO 16

Anda mungkin juga menyukai