A. Frase
Frase adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi.
Misalnya: akan datang, kemarin pagi, yang sedang menulis.
Dari batasan di atas dapatlah dikemukakan bahwa frase mempunyai dua sifat, yaitu
1. Frase merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih.
2. Frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya prase itu
selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa yaitu: S, P, O, atau K.
Macam-macam frase:
a. Frase Endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Frase
endosentrik dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:
1. Frase endosentrik yang koordinatif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang setara, ini
dibuktikan oleh kemungkinan unsur-unsur itu dihubungkan dengan kata penghubung.
Misalnya: kakek-nenek pembinaan dan pengembangan
laki bini belajar atau bekerja
2. Frase endosentrik yang atributif, yaitu frase yang terdiri dari unsur-unsur yang tidak setara.
Karena itu, unsur-unsurnya tidak mungkin dihubungkan.
Misalnya: perjalanan panjang
hari libur
Perjalanan, hari merupakan unsur pusat, yaitu: unsur yang secara distribusional sama dengan
seluruh frase dan secara semantik merupakan unsur terpenting, sedangkan unsur lainnya
merupakan atributif.
3. Frase endosentrik yang apositif, yaitu frase yang atributnya berupa aposisi/ keterangan
tambahan.
Misalnya: Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai.
Dalam frase Susi, anak Pak Saleh secara sematik unsur yang satu, dalam hal ini unsur anak Pak
Saleh, sama dengan unsur lainnya, yaitu Susi. Karena, unsur anak Pak Saleh dapat
menggantikan unsur Susi. Perhatikan jajaran berikut:
Susi, anak Pak Saleh, sangat pandai
Susi, …., sangat pandai.
…., anak Pak Saleh sangat pandai.
Unsur Susi merupakan unsur pusat, sedangkan unsur anak Pak Saleh merupakan aposisi (Ap).
b. Frase Eksosentrik
Frase eksosentrik ialah frase yang tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Misalnya:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di dalam kelas.
Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya. Ketidaksamaan itu
dapat dilihat dari jajaran berikut:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di ….
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. kelas
1
d. Frase Ambigu
Frase ambigu artinya kegandaan makna yang menimbulkan keraguan atau mengaburkan maksud
kalimat. Makna ganda seperti itu disebut ambigu.
Misalnya: Perusahaan pakaian milik perancang busana wanita terkenal, tempat mamaku bekerja,
berbaik hati mau melunaskan semua tunggakan sekolahku.
Frase perancang busana wanita dapat menimbulkan pengertian ganda:
1. Perancang busana yang berjenis kelamin wanita.
2. Perancang yang menciptakan model busana untuk wanita.
B. Klausa
Klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O),
dan keterangan (K), serta memilki potensi untuk menjadi kalimat. Misalnya: banyak orang
mengatakan.
Unsur inti klausa ialah subjek (S) dan predikat (P).
Penggolongan klausa:
1. Berdasarkan unsur intinya
2. Berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara gramatik menegatifkan predikat
3. Berdasarkan kategori kata atau frase yang menduduki fungsi predikat
C. Kalimat
a. Pengertian
Kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung pikiran
yang lengkap dan punya pola intonasi akhir.
Contoh: Ayah membaca koran di teras belakang.
b. Pola-pola kalimat
Sebuah kalimat luas dapat dipulangkan pada pola-pola dasar yang dianggap menjadi dasar
pembentukan kalimat luas itu.
· Pola kalimat I = kata benda-kata kerja
Contoh: Adik menangis. Anjing dipukul.
Pola kalimat I disebut kalimat ”verbal”
· Pola kalimat II = kata benda-kata sifat
Contoh: Anak malas. Gunung tinggi.
Pola kalimat II disebut pola kalimat ”atributif”
· Pola kalimat III = kata benda-kata benda
Contoh: Bapak pengarang. Paman Guru
Pola pikir kalimat III disebut kalimat nominal atau kalimat ekuasional. Kalimat ini
mengandung kata kerja bantu, seperti: adalah, menjadi, merupakan.
· Pola kalimat IV (pola tambahan) = kata benda-adverbial
Contoh: Ibu ke pasar. Ayah dari kantor.
Pola kalimat IV disebut kalimat adverbial
D. Jenis Kalimat
1. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti pembentukan kalimat
(subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-unsur tambahan
(objek dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.
2
2. Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih.
Kalimat majemuk dapat terjadi dari:
a. Sebuah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga
perluasan itu membentuk satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah
ada.
Misalnya: Anak itu membaca puisi. (kalimat tunggal)
Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi.
(subjek pada kalimat pertama diperluas)
b. Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat yang baru mengandung
dua atau lebih pola kalimat.
Misalnya: Susi menulis surat (kalimat tunggal I)
Bapak membaca koran (kalimat tunggal II)
Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.
Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas kalimat majemuk
setara, kalimat majemuk bertingkat, dan kalimat majemuk campuran.
1) Kalimat majemuk setara
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola
kalimatnya sederajat. Kalimat majemuk setara terdiri atas:
a. Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan kata-kata tugas: dan,
serta, lagipula, dan sebagainya.
Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat pandai.
b. Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi.
c. Kalimat majemuk setara perlawanan. Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan.
Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya sangat pemalas.
3
3) Kalimat majemuk campuran
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan
beberapa kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat.
Misalnya: Ketika ia duduk minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan
menggunakan kendaraan roda empat.
Ketika ia duduk minum-minum
pola atasan
datang seorang pemuda berpakaian bagus
pola bawahan I
datang menggunakan kendaraan roda empat
pola bawahan II
4
Kalimat-kalimat di atas mengandung satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh: Amir mengambil.
Arif ada.
Kiki pergi
Ibu berangkat-ayah menunggu.
Karena terdapat dua inti, kalimat tersebut disebut kalimat mayor.
5. Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat berisikan gagasan pembicara atau penulis secara singka, jelas,
dan tepat.
Jelas : berarti mudah dipahami oleh pendengar atau pembaca.
Singkat : hemat dalam pemakaian atau pemilihan kata-kata.
Tepat : sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku.
5
o Ilmiawan seharusnya ilmuwan
o Sejarawan seharusnya ahli sejarah
E. Konjungsi
Konjungsi antarklausa, antarkalimat, dan antarparagraf.
Konjungsi atau kata sambung adalah kata-kata yang menghubungkan bagian-bagian kalimat,
menghubungkan antarkalimat, antarklausa, antarkata, dan antarparagraf.
1. Konjungsi antarklausa
a. Yang sederajat: dan, atau, tetapi, lalu, kemudian.
b. Yang tidak sederajat: ketika, bahwa, karena, meskipun, jika, apabila.
2. Konjungsi antarkalimat: akan tetapi, oleh karena itu, jadi, dengan demikian.
3. Konjungsi antarparagraf: selain itu, adapun, namun.
6
TATA KATA
A. Kata
Kata berdasarkan bentuknya dapat dibagi atas:
a. Kata dasar yang biasanya terdiri dari morfem dasar. Seperti: kebun, lihat,
anak.
b. Kata berimbuhan dapat dibagi atas:
- Awalan : berjalan, menulis
- Bersisipan : gemetar, gerigi
- Berakhiran : timbangan, langganan
- awalan dan akhiran : persatuan, kebenaran
c. Kata ulang: main-main, berjalan-jalan
d. Kata majemuk: matahari, sapu tangan
Catatan: Kata adalah satuan bahasa terkecil yang diperoleh sesudah kalimat dibagi atas bagian-
bagiannya dan mengandung sebuah ide.
Jenis Kata:
1. Kata Benda
Kata yang menyatakan nama-nama benda atau segala sesuatu yang dibendakan. Misalnya:
Pohon itu roboh diterjang badai.
Kata benda berimbuhan
a. pe- : petani, pedagang, penyanyi
b. peng- : pengawas, pengirim, pemilih
c. -an : anjuran, bacaan, kiriman
d. peng—an : pemberontakan, pendaftaran, pengakuan,
e. per—an : pertanian, perjuangan (hal), perkelahian, percakapan
(perbuatan), perikanan, persuratkabaran (yang berkaitan),
perapian, perkotaan (tempat)
f. ke—an : kepergian, kedatangan (hal yang berhubungan), kekosongan,
keberanian (keadaan), kebangsaan, kemanusiaan (hal
mengenai), kedutaan, kelurahan (kantor/wilayah)
g. -el-, -er-, -em-, -in- : telunjuk (tunjuk), gerigi (gigi), gemetar (getar), kemuning
(kuning)
h. -wan/-wati : ilmuwan, karyawati
i. -at/-in, -a/-i : muslimin/muslimat, dewa/dewi
j. -isme, -(is)asi, -logi, -tas : komunisme, kolonialisasi, biologi,
kualitas
2. Kata Kerja
Kata yang menyatakan perbuatan atau pekerjaan. Misalnya kakak belajar di kamar.
Kata kerja berimbuhan:
meng- : mengambil , mengikat, mengolah
a. per- : peringan, perlebar, perluas
b. ber- : berunding, berantai, bekerja, berkarya
c. ter- : terasa, terpercaya, tepercik
d. di- : dibeli, diambil, didalami
e. –kan : letakkan, buatkan, kumpulkan
f. -i : pukuli, tangisi
3. Kata Sifat
Kata yang menyatakan sifat khusus, watak, keadaan benda, atau yang dibendakan. Misalnya:
Kami kedinginan malam ini.
Kata sifat berimbuhan:
7
a. -i, -iah, -wi : abadi, ilmiah, duniawi,
b. -if, -er, -al, -is : aktif (aksi), komplementer (komplemen), normal (norma), teknis
(teknik)
4. Kata Keterangan
Kata yang memberi keterangan pada kata kerja atau pada kata sifat. Misalnya: Karena malu, ia
segera berlari pulang.
5. Kata Ganti
Kata ganti adalah kata yang menggantikan kata benda atau sesuatu yang dibendakan. Kata
ganti, antara lain terdiri atas:
a. Kata ganti orang, yang meliputi:
1. Kata ganti orang pertama tunggal. Misalnya: Saya sedang belajar Bahasa Indonesia.
2. Kata ganti orang pertama jamak. Misalnya: Kami tidak akan membuat keributan lagi.
3. Kata ganti orang kedua tunggal. Misalnya: Silakan Anda temui anak itu.
4. Kata ganti orang kedua jamak. Misalnya: Kalian harus memperbaiki diri sebaik-
baiknya.
5. Kata ganti orang ketiga tunggal. Misalnya: Sejak sakit, ia menjadi anak pendiam.
6. Kata ganti orang ketiga jamak. Misalnya: Apakah mereka menyadari kesalahannya?
7. Kata ganti orang pertama dan kedua. Misalnya: Jika demikian, ya kita tinggal berdo’a.
b. Kata ganti empunya
Misalnya: ku, mu, nya.
c. Kata ganti penunjuk
Misalnya: ini, itu, sana, sini.
d. Kata ganti penghubung
Misalnya: yang
e. Kata ganti penanya
Misalnya: bagaimana, siapa
6. Kata bilangan
Kata yang menunjukkan bilangan atau jumlah suatu benda. Misalnya: delapan, seekor,
sepucuk.
7. Kata depan
Kata yang menghubungkan benda dengan kata-kata yang lain. Kata depan biasanya terletak di
depan kata benda. Misalnya: di, dari, untuk.
8. Kata sambung
Kata yang menghubungkan dua kalimat menjadi satu yang utuh. Misalnya: dan, meskipun,
melainkan.
9. Kata sandang
Kata yang menentukan atau membatasi kata benda. Kata sandang biasanya terletak di depan
kata benda. Misalnya: si, sang, para, hang.
10. Kata seru
Kata yang menyatakan luapan emosi atau perasaan. Misalnya: ah, amboi, astaga.
2. Kata kerja atau verba. Kata kerja adalah segala macam kata yang dapat diperluas
dengan kelompok kata dengan+kata sifat.
Misalnya: Adik tidur dengan nyenyak, Andi berlari dengan kencang.
3. Kata sifat. Segala kata yang mengambil bentuk se+reduplikasi+nya, serta dapat
diperluas dengan paling, lebih, sekali.
8
Misalnya: se-tingi-tinggi-nya, paling sakit, sakit sekali.
4. Kata tugas.
a. Bentuk
Dari segi bentuk umumnya kata-kata tugas sukar sekali mengalami perubahan bentuk, seperti:
dengan, telah, dan tetapi tidak bisa mengalami perubahan. Tetapi di samping itu ada
segolongan kata yang jumlahnya sangat terbatas, walaupun termasuk kata tugas yang dapat
mengalami perubahan bentuk, misalnya: tidak, sudah, dapat berubah menjadi: meniadakan,
menyudahkan.
b. Kelompok kata
Dari segi kelompok kata, kata-kata tugas hanya memiliki tugas untuk memperluas atau
mengadakan transformasi kalimat. Kata tugas dapat dibagi atas dua macam, yaitu:
• Kata tugas yang monovalen (bernilai satu), yaitu semata-mata bertugas
memperluas kalimat. Misalnya: dan, tetapi, sesudah, di, ke, dari.
• Kata-kata tugas yang ambivalen (bernilai dua), yaitu di samping berfungsi
sebagai kata tugas yang monovalen dapat juga bertindak sebagai jenis kata lain, baik dalam
membentuk kalimat minim maupun dalam merubah bentuknya. Misalnya: sudah, tidak.
2. Partikel tah
Fungsi partikel tah.
Fungsi partikel tah ini sama dengan kah, tetapi lebih terbatas pemakaiannya hanya pada
kata tanya saja. Misalnya: apatah, manatah, siapatah. Bentuk-bentuk ini lebih sering
dijumpai dalam bahasa Melayu lama. Maka pertanyaan dengan memepergunakan partikel
tah adalah meragukan atau kurang tentu.
3. Partikel lah
Fungsi partikel lah adalah:
a. Menegaskan sastra perbuatan baik dalam kalimat berita, kalimat perintah,
maupun dalam permintaan atau harapan. Misalnya: Bukalah dengan rapi!
b. Mengeraskan satu satra keterangan. Misalnya: Tiadalah aku mau
diperlakukan seperti itu.
c. Menekankan satra pangkal. Dalam hal ini biasanya ditambah dengan partikel
yang. Misalnya: Engkaulah yang bertanggung jawab atas kejadian ini.
4. Partikel pun
Fungsi dari partikel pun adalah:
a. Mengeraskan atau memberi tekanan pada kata yang bersangkutan. Misalnya:
Tak seorang pun keluarganya menghadiri pesta itu.
b. Dalam penguatan atau pengerasan dapat terkandung arti atau pengertian
berlawanan. Misalnya: mengorbankan nyawa sekalipun aku rela.
c. Gabungan antara pun+lah dapat mengandung aspek inkoaktif. Misalnya:
Setelah mereka pergi, ayah pun tibalah.
B. Kata Ulang
9
Kata-kata ulang disebut juga reduplikasi. Pada dasarnya kupu-kupu bukanlah termasuk kata ulang,
tetapi ada sebagian ahli bahasa tetap kokoh dengan pendapatnya dengan mengatakan kupu-kupu,
kura-kura, termasuk ke dalam kata ulang.
C. Kata Serapan
Contoh
Benar Asal Benar Asal Benar Asal
aktif active indeks index praktik practice
aktivitas activity karier carier rasional rational
analisis analysis karisma charisma sistem system
atlet athlete kolera cholera teknik technique
10
ekspor export konkret concret teknologi technology
hierarki hierarchy kualitas quality varietas
TATA MAKNA
Makna gramatikal (struktur) ialah makna baru yang timbul akibat terjadinya proses gramatikal
(pengimbuhan, pengulangan, pemajemukan).
Contoh:
berumah : mempunyai rumah
rumah-rumah : banyak rumah
rumah makan : rumah tempat makan
rumah ayah : rumah milik ayah
Makna konotatif (evaluasi) ialah makna tambahan terhadap makna dasarnya yang berupa nilai rasa
atau gambar tertentu.
Contoh:
Makna dasar Makna tambahan
(denotasi) (konotasi)
merah : warna berani; dilarang
ular : binatang menakutkan/ berbahaya
Makna dasar beberapa kata misalnya: buruh, pekerjaan, pegawai, dan karyawan, memang sama,
yaitu orang yang bekerja, tetapi nilai rasanya berbeda. Kata buruh dan pekerja bernilai rasa rendah/
kasar, sedangkan pegawai dan karyawan bernilai rasa tinggi.
Konotasi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu konotasi positif dan konotasi negatif.
Contoh:
Konotasi positif Konotasi negatif
suami istri laki bini
tunanetra buta
pria laki-laki
Kata-kata yang bermakna denotatif tepat digunakan dalam karya ilmiah, sedangkan kata-kata yang
bermakna konotatif wajar digunakan dalam karya sastra.
11
C. Hubungan Makna
1. Sinonim
Sinonim ialah dua kata atau lebih yang memiliki makna yang sama atau hampir sama.
Contoh:
a. yang sama maknanya
∼ sudah - telah
∼ sebab - karena
∼ amat - sangat
b. yang hampir sama maknanya
∼ untuk – bagi – buat – guna
∼ cinta – kasih – sayang
∼ melihat – mengerling – menatap – menengok
2. Antonim
Antonim ialah kata-kata yang berlawanan maknanya/ oposisi.
Contoh:
∼ besar >< kecil
∼ ibu >< bapak
∼ bertanya >< menjawab
3. Homonim
Homonim ialah dua kata atau lebih yang ejaannya sama, lafalnya sama, tetapi maknanya
berbeda.
Contoh:
∼ bisa I : racun
∼ bisa II : dapat
∼ kopi I : minuman
∼ kopi II : salinan
4. Homograf
Homograf adalah dua kata atau lebih yang tulisannya sama, ucapannya berbeda, dan maknanya
berbeda.
Contoh:
∼ tahu : makanan
∼ tahu : paham
∼ teras : inti kayu
∼ teras : bagian rumah
5. Homofon
Homofon ialah dua kata atau lebih yang tulisannya berbeda, ucapannya sama, dan maknanya
berbeda.
Contoh:
∼ bang dengan bank
∼ masa dengan massa
6. Polisemi
Polisemi ialah suatu kata yang memilki makna banyak.
Contoh:
∼ Didik jatuh dari sepeda.
∼ Harga tembakau jatuh.
∼ Peringatan HUT RI ke-55 jatuh hari Minggu.
∼ Setiba di rumah dia jatuh sakit.
∼ Dia jatuh dalam ujiannya.
7. Hiponim
Hiponim ialah kata-kata yang tingkatnya ada di bawah kata yang menjadi superordinatnya/
hipernim (kelas atas).
12
Contoh: Kata bunga merupakan superordinat, sedangkan mawar, melati, anggrek,
flamboyan, dan sebagainya merupakan hiponimnya. Hubungan mawar, melati,
anggrek, dan flamboyan disebut kohiponim.
D. Makna Idiomatis
Idiom ialah ungkapan bahasa berupa gabungan kata (frase) yang maknanya sudah menyatu dan
tidak dapat ditafsirkan dengan unsur makna yang membentuknya.
Contoh:
(1) selaras dengan (2) membanting tulang
insaf akan bertekuk lutut
berbicara tentang mengadu domba
Pada contoh (1) terlihat bahwa kata tugas dengan, akan, tentang, dengan kata-kata yang
digabungkannya merupakan ungkapan tetap. Jadi, tidak tepat jika diubah atau digantikan, misalnya
menjadi:
selaras tentang
insaf dengan
berbicara akan
Demikian pula contoh (2), idiom-idiom tersebut tidak dapat diubah misalnya menjadi:
membanting kulit
bertekuk paha
mengadu kambing
E. Perubahan Makna
1. Perluasan Makna (Generalisasi)
Perluasan makna ialah perubahan makna dari yang lebih khusus atau sempit ke yang lebih
umum atau luas. Cakupan makna baru tersebut lebih luas daripada makna lama.
Contoh:
Makna lama Makna baru
Bapak : orang tua laki-laki semua orang laki-laki yang lebih
tua atau berkedudukan lebih tinggi.
Saudara : anak yang sekandung semua orang yang sama umur/
derajat.
6. Pertukaran (sinestesia)
Sinestesia ialah perubahan makna akibat pertukaran tanggapan dua indera yang berbeda dari
indera penglihatan ke indera pendengar, dari indera perasa ke indera pendengar, dan
sebagainya.
Contoh:
suaranya terang sekali (pendengaran penglihatan)
rupanya manis (penglihat perasa)
namanya harum (pendengar pencium)
14
TATA TULIS
A. Penulisan Huruf
1. Huruf kapital atau huruf besar
A. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata
pada awal kalimat.
Misalnya:
Kami menggunakan barang produksi dalam negeri.
Siapa yang datang tadi malam?
Ayo, angkat tanganmu tinggi-tinggi!
15
Muhammad Rahyan
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai
nama jenis atau satuan ukuran.
Misalnya:
mesin diesel
10 watt
2 ampere
5 volt
Salah Benar
teluk Jakarta Teluk Jakarta
gunung Semeru Gunung Semeru
danau Toba Danau Toba
selat Sunda Selat Sunda
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur
nama diri.
Misalnya:
Jangan membuang sampah ke sungai.
Mereka mendaki gunung yang tinggi.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai
nama jenis.
Misalnya:
16
garam inggris
gula jawa
soto madura
2. Huruf Miring
17
A. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama
buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan.
Misalnya:
majalah Prisma
tabloid Nova
Surat kabar Kompas
B. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau
mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata Allah ialah a
Dia bukan menipu, melainkan ditipu
Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.
C. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata
ilmiah atau ungkapan asing, kecuali yang sudah disesuaikan ejaannya.
Misalnya:
Nama ilmiah padi ialah Oriza sativa.
Politik devide et impera pernah merajalela di benua hitam itu.
Akan tetapi, perhatikan penulisan berikut.
Negara itu telah mengalami beberapa kudeta (dari coup d’etat)
B. Penulisan Kata
1. Kata Dasar
Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Kantor pos sangat ramai.
Buku itu sudah saya baca.
Adik naik sepeda baru
(ketiga kalimat ini dibangun dengan gabungan kata dasar)
2. Kata Turunan
a. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai
dengan kata dasarnya.
Misalnya:
berbagai ketetapan sentuhan
gemetar mempertanyakan terhapus
3. Bentuk Ulang
Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya:
anak-anak, buku-buku, berjalan-jalan, dibesar-besarkan, gerak-gerik, huru-hara, lauk-pauk,
mondar-mandir, porak-poranda, biri-biri, kupu-kupu, laba-laba.
4. Gabungan Kata
18
a. Gabungan kata yang lazim disebutkan kata majemuk,
termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya:
duta besar, kerja sama, kereta api cepat luar biasa, meja tulis, orang tua, rumah sakit, terima
kasih, mata kuliah.
19
Akhir-akhir ini beliau jarang kemari.
8. Partikel
a. Partikel –lah dan –kah ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.
Misalnya:
Bacalah peraturan ini sampai tuntas.
Siapakah tokoh yang menemukan radium?
21
Reny membeli permen, roti, dan air mineral.
Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus, memerlukan prangko.
Menteri, pengusaha, serta tukang becak, perlu makan.
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak itu
mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
22
Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Diskusi Insan Mulia, 2001),
hlm. 27.
b. Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat
yang setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mencuci mobil; ibu sibuk mengetik makalah; adik menghapal nama-nama
menteri; saya sendiri asyik menonton siaran langsung pertandingan sepak bola.
c. Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan unsur-unsur dalam kalimat kompleks yang
tidak cukup dipisahkan dengan tanda koma demi memperjelas arti kalimat secara
keseluruhan.
Misalnya:
Masalah kenakalan remaja bukanlah semata-mata menjadi tanggung jawab para orang
tua, guru, polisi, atau pamong praja; sebab sebagian besar penduduk negeri ini terdiri
atas anak-anak, remaja, dan pemuda di bawah umur 21 tahun.
23
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang strategi pembelajaran Bahasa
Indonesia dan efektivitasnya terhadap pencapaian tujuan belajar, kajian pustaka penelitian ini akan
difokuskan pada (1) pembelajaran bahasa, (2) strategi pembelajaran Bahasa Indonesia, meliputi
metode dan teknik pembelajaran Bahasa Indonesia, dan (3) hasil pembelajaran
24
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran
bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun
tulis (Depdikbud, 1995). Hal ini relevan dengan kurikulum 2004 bahwa kompetensi pebelajar bahasa
diarahkan ke dalam empat subaspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan.
Sedangkan tujuan pembelajaran bahasa, menurut Basiran (1999) adalah keterampilan
komunikasi dalam berbagai konteks komunikasi. Kemampuan yang dikembangkan adalah daya
tangkap makna, peran, daya tafsir, menilai, dan mengekspresikan diri dengan berbahasa. Kesemuanya
itu dikelompokkan menjadi kebahasaan, pemahaman, dan penggunaan. Sementara itu, dalam
kurikulum 2004 untuk SMA dan MA, disebutkan bahwa tujuan pemelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia secara umum meliputi (1) siswa menghargai dan membanggakan Bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara, (2) siswa memahami Bahasa Indonesia dari segi
bentuk, makna, dan fungsi,serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam
tujuan, keperluan, dan keadaan, (3) siswa memiliki kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia untuk
meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional,dan kematangan sosial, (4) siswa
memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis), (5) siswa mampu menikmati
dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan,
serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan (6) siswa menghargai dan
membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Untuk mencapai tujuan di atas, pembelajaran bahasa harus mengetahui prinsip-prinsip belajar
bahasa yang kemudian diwujudkan dalam kegiatan pembelajarannya, serta menjadikan aspek-aspek
tersebut sebagai petunjuk dalam kegiatan pembelajarannya. Prinsip-prinsip belajar bahasa dapat
disarikan sebagai berikut. Pebelajar akan belajar bahasa dengan baik bila (1) diperlakukan sebagai
individu yang memiliki kebutuhan dan minat, (2) diberi kesempatan berapstisipasi dalam penggunaan
bahasa secara komunikatif dalam berbagai macam aktivitas, (3) bila ia secara sengaja memfokuskan
pembelajarannya kepada bentuk, keterampilan, dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan
bahasa, (4) ia disebarkan dalam data sosiokultural dan pengalaman langsung dengan budaya menjadi
bagian dari bahasa sasaran, (5) jika menyadari akan peran dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika
diberi umpan balik yang tepat menyangkut kemajuan mereka, dan (7) jika diberi kesempatan untuk
mengatur pembelajaran mereka sendiri (Aminuddin, 1994).
26
Strategi penyampaian pembelajaran merupakan komponen variabel metode untuk melaksanakan
proses pembelajaran. Strategi ini memiliki dua fungsi, yaitu (1) menyampaikan isi pembelajaran
kepada pebelajar, dan (2) menyediakan informasi atau bahan-bahan yang diperlukan pebelajar untuk
menampilkan unjuk kerja (seperti latihan tes).
Secara lengkap ada tiga komponen yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsikan strategi
penyampaian, yaitu (1) media pembelajaran, (2) interaksi pebelajar dengan media, dan (3) bentuk
belajar mengajar.
(1) Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah komponen strategi penyampaian yang dapat dimuat pesan yang
akan disampaikan kepada pebelajar baik berupa orang, alat, maupun bahan. Interkasi pebelajar dengan
emdia adalah komponen strategi penyampaian pembelajaran yang mengacu kepada kegiatan belajar.
Adapun bentuk belajar mengajar adalah komponen strategi penyampaian pembelajaran yang mengacu
pada apakah pembelajaran dalam kelompok besar, kelompok kecil, perseorangan atau mandiri
(Degeng, 1989).
Martin dan Brigss (1986) mengemukakan bahwa media pembelajaran mencakup semua sumber
yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan pembelajaran.
Essef dan Essef (dalam Salamun, 2002) menyebutkan tiga kriteria dasar yang dapat digunakan
untuk menyeleksi media, yaitu (1) kemampuan interaksi media di dalam menyajikan informasi kepada
pebelajar, menyajikan respon pebelajar, dan mengevaluasi respon pebelajar, (2) implikasi biaya atau
biaya awal melipui biaya peralatan, biaya material (tape, film, dan lain-lain) jumlah jam yang
diperlukan, jumlah siswa yang menerima pembelajaran, jumlah jam yang diperlukan untuk pelatihan,
dan (3) persyaratan yang mendukungh atau biaya operasional.
(2) Interaksi Pebelajar Dengan Media
Bentuk interaksi antara pembelajaran dengan media merupakan komponen penting yang kedua
untuk mendeskripsikan strategi penyampaian. Komponen ini penting karena strategi penyampaian
tidaklah lengkap tanpa memebri gambaran tentang pengaruh apa yang dapat ditimbulkan oleh suatu
media pada kegiatan belajar siswa. Oleh sebab itu, komponen ini lebih menaruh perhatian pada kajian
mengenai kegiatan belajar apa yang dilakukan oleh siswa dan bagaimana peranan media untuk
merangsang kegiatan pembelajaran.
Diagram 1: Taksonomi variabel pembelajaran (diadaptasi dari Reigeluth dan Stein: 1983)
29
Keefektifan pembelajaran dapat diukur dengan tingkat pencapaian pebelajar. Efisiensi
pembelajaran biasanya diukur rasio antara jefektifan dan jumlah waktu yang dipakai pebelajar dan atau
jumlah biaya pembelajaran yang digunakan. Daya tatik pembelajaran biasanya juga dapat diukur
dengan mengamati kecenderungan siswa untun tetap terus belajar. Adapaun daya tarik pembelajaran
erat sekali dengan daya tarik bidang studi. Keduanya dipengaruhi kualitas belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Basiran, Mokh. 1999. Apakah yang Dituntut GBPP Bahasa Indonesia Kurikulum 1994?. Yogyakarta:
Depdikbud
Darjowidjojo, Soenjono. 1994. Butir-butir Renungan Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa
Asing. Makalah disajikan dalam Konferensi Internasional Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai
Bahasa Asing. Salatiga: Univeristas Kristen Satya Wacana
Degeng, I.N.S. 1997. Strategi Pembelajaran Mengorganisasi Isi dengan Model Elaborasi. Malang:
IKIP dan IPTDI
Depdikbud. 1995. Pedoman Proses Belajar Mengajar di SD. Jakarta: Proyek Pembinaan Sekolah
Dasar
Machfudz, Imam. 2000. Metode Pengajaran Bahasa Indonesia Komunikatif. Jurnal Bahasa dan Sastra
UM
Moeleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosyda Karya.
Saksomo, Dwi. 1983. Strategi Pengajaran Bahasa Indonesia. Malang: IKIP Malang
Salamun, M. 2002. Strategi Pembelajaran Bahasa Arab di Pondok Pesantren. Tesis.. Tidak
diterbitkan
Sholhah, Anik. 2000. Pertanyaan Tutor dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing
di UM. Skripsi. Tidak diterbitkan.
Subyakto, Sri Utari. 1988. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud
Sugiono, S. 1993. Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Makalah disajikan dalam
Konferensi Bahasa Indonesia; VI. Jakarta: 28 Oktober—2 Nopember 1993
Suharyanto. 1999. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD. Yogyakarta: Depdikbud
30
31