Kasih Kristus
Dasar Hidup Suami-Istri
Sudah lama ada kesadaran di GMIT bahwa percakapan pastoral bagi para calon pasangan
suami isteri mestinya dilakukan secara lebih serius. Untuk itu kita bersyukur akhirnya dalam
Persidangan Majelis Sinode pada Bulan Agustus 2019 yang lalu, GMIT telah memutuskan
mulai dipakainya dokumen pengajaran katekisasi pranikah ini.
Kami mengharapkan agar para pendeta dan majelis jemaat lainnya mulai memanfaatkan buku
ini sebagai bahan pengajaran para calon pasangan mempelai yang mempersiapkan pernikahan
mereka. Karena hal ini masih baru, perlu ada penjelasan kepada anggota jemaat mengapa
katekisasi pranikah perlu. Percakapan persiapan nikah untuk mereka yang akan hidup
bersama seumur hidup tidak bisa dilakukan hanya dua atau tiga jam menjelang pemberkatan
nikah. Para calon pasangan nikah membutuhkan pendampingan yang lebih serius sebelum
melangkah masuk ke dalam pernikahan.
Dalam buku ini dapat ditemukan tema-tema penting bagi pasangan suami isteri. Pokok-pokok
dalam buku ini mencakup dasar dan prinsip pernikahan Kristen, maupun hal-hal praktis
seperti mengelola keuangan keluarga, mencegah KDRT, menyikapi perceraian, dan
pengasuhan anak.
Tak ada gading yang tak retak, tak ada karya yang sempurna. Kami mohon agar ketika
ditemukan kekurangan ketika buku ini dipakai, temuan itu dicatat supaya menjadi bahan
rujukan bagi peningkatan kualitas bahan-bahan pengajaran gereja kita di masa yang akan
datang.
Kita bersyukur kepada Tuhan yang memimpin perjalanan gerejaNya dan memampukan kita
mempersiapkan bahan-bahan pengajaran gereja ini. Kami berterima kasih kepada UPP
Teologi dan Tim Penulis yang bekerja keras memfasilitasi sehingga tersedianya bahan-bahan
dalam buku ini. Tuhan Yesus kiranya memberkati kita semua. Terpujilah NamaNya.
Ketua, Sekretaris,
Buku ini diharapkan akan dapat dipakai untuk membekali para calon mempelai
ataupun para pemuda/pemudi yang telah menyelesaikan Katekisasi Sidi dan melanjutkan
Katekisasi Pra Nikah. Buku ini berisi duapuluh sesi yang terbagi dalam empat bagian: bagian
pertama - dasar & karakter pernikahan kristen, bagian kedua - kehidupan pernikahan
kristen, bagian ketiga - anak dan keluarga, bagian keempat - peran orangtua sejak
kehamilan sampai usia 2 tahun dan satu materi mengenai lingkungan hidup (biogas) yang
dipandang penting untuk membekali anggota jemaat pra nikah dan kelompok kategorial. Oleh
karena itu diharapkan Bapak/Ibu pendeta dapat membuka kelas katekesasi pra nikah di awal
tahun pelayanan (bulan Januari/Februari) untuk mengadakan kelas katekesasi pra nikah ini.
Maka mereka yang berencana untuk menikah di tahun yang berjalan atau tahun-tahun yang
akan datang sudah dapat mengikuti kelas katekesasi pra nikah ini. Sehingga kapan dan
dimanapun rencana pernikahan itu akan dilaksanakan, mereka telah menyelesaikan kelas
Sebaiknya seluruh materi diberikan secara keseluruhan dan tidak ada yang terlewati.
Setiap peserta katekesasi pra nikah yang telah menyelesaikan ke 20 sesi ini akan diberikan
‘sertifikat’ tanda selesai dari kelas ini, maka surat ini dapat dipakai sebagai bukti bahwa yang
bersangkutan telah selesai mengikuti katekesasi pra nikah. Mereka bisa saja menikah di
Akhirnya, kiranya buku ini sungguh dapat menjadi bekal bagi para calon mempelai atau para
{ Cover
{ Kata Sambutan i
{ Tim Penulis Ii
{ Petunjuk Pemakaian Iii
{ Daftar Isi Iv
BAGIAN PERTAMA:
DASAR & KARAKTER PERNIKAHAN KRISTEN
{ Sesi 1: Mengapa Menikah 2
{ Sesi 2: Pernikahan Kristen Antara Laki-laki & Perempuan Seiman 6
{ Sesi 3: Pernikahan Kristen Melampaui Penampilan Fisik 8
{ Sesi 4: Kesetaraan dan Keunikan Laki-laki-Perempuan 10
BAGIAN KEDUA:
KEHIDUPAN PERNIKAHAN KRISTEN
{ Sesi 5: Mengenal Diri dan Pasangan 13
{ Sesi 6: Seksualitas dan Berbagai Permasalahannya 19
{ Sesi 7: Mengelola Keuangan Keluarga 27
{ Sesi 8: Tinggal Serumah Bersama Orangtua/Mertua 33
{ Sesi 9: Gadget dan Keluarga 35
{ Sesi 10: Mengelola Konflik Dalam Rumah Tangga 39
{ Sesi 11: Mencegah Kekerasan Dalam Rumah Tangga 42
{ Sesi 12: Perzinahan 48
{ Sesi 13: Keluarga Tanpa Anak 50
{ Sesi 14: Perceraian 53
BAGIAN KETIGA:
ANAK DAN KELUARGA
{ Sesi 15: Anak adalah Karunia Tuhan Yang Berharga 56
{ Sesi 16: Pendidikan Karakter Dalam Keluarga 59
{ Sesi 17: Teladan Pendidikan Orang Tua 65
{ Sesi 18: Mengapa Anakku Lahir Disabilitas? 69
BAGIAN KEEMPAT:
PERAN ORANGTUA SEJAK KEHAMILAN SAMPAI USIA 2 TAHUN
{ Sesi 19: Konsep 1.000 Hari Pertama Kehidupan 72
{ Sesi 20: Kehamilan, Persalinan, dan Pasca Persalinan 75
{ Artikel 88
{ Profil penulis 96
{ Lampiran: contoh sertifikat 99
Pernikahan merupakan lembaga pertama yang ditetapkan dan dikehendaki oleh Tuhan Allah.
Ia berfirman: “tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja, aku akan menjadikan penolong
baginya, yang sepadan dengan Dia” (Kej. 2:18). Untuk pertama kali Allah melihat hasil
ciptaan-Nya dan mengatakan “tidak baik” (2:18). Sebelumnya, Allah menilai setiap ciptaan
pasti baik (Kej 1:4, 10, 12, 18, 21, 25), bahkan keseluruhan ciptaan adalah sungguh amat baik
(Kej 1:31).
Nilai “baik” dan “tidak baik” dinyatakan oleh Allah sendiri. Ketika Ia menilai manusia
sorang diri “tidak baik”, Ia melanjutkan dengan tindakan konkret. Terhadap keadaan “tidak
baik seorang diri” ini pun Allah segera menciptakan penolong sepadan bagi Adam (2:18b)
agar yang tidak baik itu menjadi baik dan rencana Allah sejak semula (1:26-28) dapat
terpenuhi. Inilah yang menjadi dasar pernikahan, yang ditetapkan oleh Allah.
Allah memiliki tujuan istimewa melalui pernikahan. Rasul Paulus menyebutnya, “rahasia
ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat” (Ef. 5:32).
Pernikahan seorang laki-laki dan seorang perempuan adalah refleksi dan representasi dari
relasi Kristus dan jemaat-Nya. Relasi yang kudus dan kekal. Pentingnya lembaga
pernikahan/keluarga juga menjadi metafora yang dipakai oleh GMIT dalam Pokok-pokok
Eklesiologinya, GMIT sebagai gereja milik Tuhan digambarkan sebagai Keluarga Allah
(familia Dei). Sedangkan Prinsip Teologis GMIT dalam pernikahan adalah:
a. Pernikahan Kristen untuk memuliakan Allah (Kej 1:28).
b. Relasi seksual yang Kudus dalam Pernikahan (Efesus 5:22-23)
c. Keluarga Kristen melambangkan Umat Perjanjian (Hosea 1)
d. Keluarga Kristen sebagai basis hidup bergereja.
Oleh karena itulah, maka setiap orang yang hendak memasuki lembaga pernikahan,
sangat perlu menyiapkan dirinya dengan baik melalui pemahaman yang benar akan hakekat
dan tujuan pernikahan Kristen, agar melaluinya tujuan Allah dalam pernikahan dapat
terpenuhi, segala kemuliaan bagi Allah.
Alasan Prokreasi
Karena Kedewasaan
Idealnya seorang laki-laki dan perempuan yang akan menikah sudah dewasa. Kedewasan
yang di maksudkan adalah pertama kedewasaan fisik atau biologis, yaitu kesiapan dan
kemampuan bilogis (reproduksi ) bagi laki-laki dan perempuan untuk hamil dan melahirkan.
Kedua, kedewasan mental, yaitu mampu membuat pertimbangan yang matang dan bijaksana
sebelum mengambil keputusan dan tindakan dalam membina dan mengatur pernikahan.
Ketiga, kedewasaan emosional, yaitu siap merespon dan menghadapi masalah bahkan konflik
dalam rumah tangga dengan sikap dewasa. Keempat, kedewasaan rohani, yaitu memiliki
hubungan yang baik dengan Allah, takut akan Allah, taat dan terus bertumbuh dalam iman
teguh (telah dewasa dalam iman antara lain dinyatakan dalam tahbisan sidi dan siap mengikuti
katekesasi pra nikah). Kelima, kedewasaan/kemapanan ekonomi, dalam hal ini pasangan yang
Alkitab menjelaskan juga implikasi bagi pernikahan yang tidak termasuk monogami dan tidak
diperkenankan Allah, antara lain:
a. Inses, yaitu pernikahan antara dua orang yang memiliki hubungan darah (Im. 18:6-18;
20:11; 17-21);
b. Homo/lesbi, yaitu pernikahan atau hubungan seksual sejenis antara laki-laki dengan laki-
laki atau perempuan dengan perempuan (Kej. 2:24;Im. 18:22; Rm. 1:26-28; 1Kor. 6:9-10);
Referensi
1. Alkitab: TB LAI.
2. Majelis Sinode: Seribu Hari Pertama, 2015.
3. G. I. Williamson: Katekismus Singkat Westminster 2, (Surabaya: Momentum), 2009.
Gagasan Utama:
Sesi ini akan membahas tentang pernikahan yang seiman, yaitu iman Kristen, sesuai
Alkitab, agar melalui iman mereka, pasangan suami istri mampu mewujudkan rencana
Allah melalui pernikahan dan mengatasi kemungkinan persoalan dalam pernikahan akibat
perbedaan agama dan ajaran.
Metode:
Ceramah dan Diskusi/Evaluasi
Solusi
Dalam membangun relasi yang lebih serius, hendaknya setiap orang mengenali
pandangan dan keyakinan teologis atau agama pasangannya sebelum memutuskan untuk
berkomitmen. Hendaknya sebagai orang yang berpegang teguh pada pengakuan iman, setiap
pribadi harus mampu membicarakan perbedaan ini dengan serius dan penuh kasih. Pasangan
dapat membicarakan tentang perbedaan ini dengan pendeta, keluarga ataupun orang yang
dapat memberi pikiran-pikiran yang jujur dan terbuka. Segala resiko mengenai perbedaan
agama/doktrin ini harus benar-benar dibicarakan di awal keseriusan hubungan.
Dalam peraturan Pastoral GMIT Bab IV tentang Pernikahan Lintas Gereja/Agama pasal 8
(1) tertera: “Majelis jemaat dapat melaksanakan pelayanan pernikahan bagi pasangan anggota
GMIT dengan anggota gereja/agama lain berdasarkan pada kesepakatan bersama secara
tertulis antara majelis jemaat, pimpinan gereja/agama lain, kedua keluarga dan calon
mempelai”. (2) Majelis jemaat memberikan pendampingan bagi anggotanya yang menikah
dengan pasangan berbeda gereja/agama lain dan dilaksanakan oleh lembaga gereja/agama
lain, sambil berupaya mempertahankan status yang bersangkutan sebagai anggota GMIT.
Hal ini menyiratkan bahwa pernikahan lintas gereja/agama dimungkinkan dilakukan oleh
anggota GMIT baik yang dilayani dalam GMIT maupun di lembaga gereja/agama lain dan
namun ia tetap mempertahankan keanggotaannya dalam GMIT. Namun demikian, menyadari
dan memahami kesulitan dan tantangan yang akan dihadapi kelak dalam rumah tangga
pasangan berbeda gereja/agama maka keputusan pernikahan ini harus diambil dengan
pertimbangan yang sungguh-sungguh masak dengan pendampingan yang dilakukan baik oleh
orang tua, keluarga dan gereja. Karena pernikahan Kristen adalah pernikahan yang satu kali
untuk selamanya, maka apapun keputusan yang akan diambil terhadap perbedaan
iman/doktrin ini telah memperhitungkan kesiapan menghadapi segala resiko dan persoalan
yang mungkin akan timbul di depan.
Evaluasi
Peserta mengajukan pertanyaan reflektif dan mendiskusikan:
Jika sedang menjalin hubungan dengan pasangan yang berbeda agama atau doktrin,
mampukah saya menghadapi perbedaan ini tanpa mengkianati pengakuan iman saya?
Evaluasi:
1.Peserta diminta menjelaskan dasar Alkitab mengenai kesatuan iman dalam pernikahan
2. Peserta mendiskusikan resiko pernikahan berbeda iman
Referensi:
1. Alkitab TB-LAI
2. Majelis Sinode GMIT, Peraturan Pastoral GMIT, 2017
3. Pdt. Rinto Tampubolon (ed.), Ketika Dua Hati Bersama (Jakarta: Binawarga, 2016).
4. Yakub Susabda, Konseling Pranikah (Jakarta: Pionir Jaya, tidak ada tahun).
Dasar Alkitab
Alkitab tidak pernah merendahkan penampilan fisik. Beberapa ayat berbicara tentang
penampilan fisik misalnya Sara (Kej 12:11, 14), Ribka (Kej 24:16), Rahel (Kej 29:17) dan
Daud (I Sam. 16:12). Namun adalah lebih penting mempertimbangkan karakter, sikap dan
kedewasaan iman seseorang daripada hanya sekedar melihat penampilan fisik. Rasul Petrus
melarang para perempuan untuk berdandan seperti dunia, sebaliknya, mereka dinasihatkan
untuk mengenakan “perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan
tenteram, yang sangat berharga di mata Allah” (1 Pet 3:3-4). Juga Amsal 31:30 mengajarkan
dengan tegas: “Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang
takut akan TUHAN dipuji-puji”. Kisah Simson yang jatuh cinta kepada Delila, seorang
perempuan Filistin yang sangat cantik, namun akhirnya membawa kehancuran bagi Simson
( Hakim-hakim 16:4). Namun perlu diingat bahwa kecantikan/kegantengan tidak identik
dengan ‘penggoda’, atau karakter buruk atau kurang beriman. Tetapi kecantikan atau
ketampanan bukan satu-satunya criteria untuk mencari calon pendamping hidup dalam
pernikahan Kristen.
Evaluasi:
1. Peserta menjelaskan bahwa karakter yang baik menjadi dasar pertimbangan utama
melampaui penampilan fisik
2. Sharing pengalaman bersama pasangan suami-istri yang telah menikah dalam kurun
waktu 20 tahun ke atas.
Referensi:
1. Alkitab TB-LAI
2. Sutjipto Subeno: Indahnya Pernikahan Kristen, (Surabaya: Momentum), 2014.
3. Pdt. Yakub Tri Handoko, dkk., dalam www.rec.org dan Grace Alone.
Pengantar
Alkitab menggambarkan kesamaan dan keunikan antara laki-laki dan perempuan.
Kesamaan laki-laki dan perempuan nampak dalam kisah Penciptaan (Kitab Kej. 1). Keduanya
sama-sama disebut “manusia” (ayat 26, 27). Sama-sama pula diciptakan menurut gambar dan
rupa Allah (ayat 27). Demikian pula dinyaatakan dalam Pokok-pokok Ekelsiologi GMIT,
bahwa laki-laki dan perempuan adalah gambar Allah (imago Dei). Prinsip saling
menguntungkan (mutualistis) dan saling melengkapi (komplementer) menjadi dasar untuk
menata kehidupan sesuai dengan pesan Alkitab. Keduanya sama-sama diberi mandat untuk
menatalayani kehidupan di bumi (ayat 26, 28). Tuhan memberikan berkat-Nya bagi laki-laki
dan perempuan (ayat 28). Ini menunjukkan bahwa secara hakekat laki-laki sama dan setara
dengan perempuan. Allahlah yang menetapkan kesetaraan laki-laki dan perempuan.
Evaluasi/Sharing
1. Peserta menjelaskan arti kesetaraan perempuan dan laki-laki berdasarkan Alkitab
2. Peserta saling berbagi pengalaman tentang kehidupan mereka dalam keluarga; belajar
dari orang tua masing-masing dalam mewujudkan kesetaraan dan keunikan mereka
masing-masing dan berkomitmen untuk menerapkan kesetaraan peran dalam
pernikahan.
Referensi:
1. Alkitab TB-LAI
2. Majelis Sinode GMIT, Pokok-pokok Ekelsiologi GMIT, 2016
3. Sutjipto Subeno: Indahnya Pernikahan Kristen, (Surabaya: Momentum), 2014.
4. Pdt. Yakub Tri Handoko, dkk., dalam www.rec.org.
BAGIAN KEDUA
Kehidupan Pernikahan Kristen
No Kelebihan Kekurangan
.
… … …
… … …
Kegiatan ke 3: Siapkan kertas kosong. Setiap peserta berada dalam ‘tim’ sesuai pasangannya,
setiap orang menulis kelebihan dan kekurangan dirinya. Pada halaman yang kosong dari
kertas yang sama, saudara mempersilahkan pasanganmu menuliskan kelebihan dan
kekurangan dirimu.
Pengantar
Dalam konteks masyarakat pegunungan dan daratan, Yulia singgih D.Gunarsa
(2012)mengatakan, pernikahan dapat diumpamakan sebagai suatu perjalanan yang panjang,
penuh kesukaan, dan mengasyikkan, bila jalannya dipersiapkan dengan
matang.Sebaliknya,perjalanan tersebut dapat menyebalkan, membuat orang mengalami stress
atau tekanan batin bilanya jalannya penuh kerikil, lubang dan macet- apalagi bila jalannya
belum dipersiapkan (belum diaspal). Dalam konteks masyarakat pesisir, pernikahan dapat
diumpamakan sebagai suatu pelayaran mengarungi samudera raya, yang menyenangkan,
menikmati keindahan alam, aman walau gelombang menyertai pelayaran; semuanya bisa
selamat sampai ke dermaga tujuan, kalau nahkoda mempersiapkan diri dengan baik dan
trampil, juga perahu yang akan dipakai dipersiapkan dengan baik. Setiap pasangan atau lajang
yang berencana menikah, hendaknya mempersiapkan diri dalam beberapa hal berikut.
Calon Suami dan istri adalah masing-masing pribadi yang unik dan memiliki personalitasnya.
Pertanyaan penting di sini adalah apakah saya mengenal pasangan/calon pasangan secara
mendalam sesuai dengan keadaan sesungguhnya. Selama berpacaran kemudian bertunangan
masing-masing pribadi sudah melihat dan mengenal pasangannya dan tertarik untuk hidup
bersama. Namun sebelum memasuki ikatan hidup bersama dalam pernikahan sebaiknya
masing-masing orang mengenal lebih dalam dan lebih nyata, dari sisi kepribadian. Jika
saudara atau saudari ingin menikah itu berarti bersedia hidup bersama dengan pribadi yang
lain sepanjang usia. Untuk hidup bersama orang lain seseorang perlu mengenalnya dengan
baik. Namun langkah pertama yang dibuat adalah mengenal diri sendiri. Setiap orang perlu
memperhatikan diri sendiri dengan jujur, lalu mencatat semua kekurangan dan kelebihan pada
diri seseorang semua peluang dan hambatannya.
Paul Klein mengatakan, salah satu sikap dasar untuk membina sebuah persahabatan
antara suami istri sepanjang hidupnya adalah “menerima kenyataan”. Menerima dengan hati
terbuka bahwa selain kelebihan masih ada kekurangan dalam diri sendiri. Hidup sebagai
suami istri merupakan suatu pilihan keputusan dan perjanjian hidup bersama mengikat
keduanya. Pernikahan Kristen, mengikat keduanya sampai akhir hidup. Bisa saja evaluasi diri
sendiri tidak objektif, namun proses ini dapat merupakan langkah baik yang membawa
seseorang belajar menerima kekurangan diri dan serentak dengan itu tumbuh suatu kesadaran
dan keinginan dalam hal membutuhkan pribadi yang lain untuk melengkapi kekurangan diri
pribadi.
Setiap orang memiliki latar belakangnya sendiri, termasuk pasangan kita.Mengenal lebih
dalam berarti bersedia menelusuri sejauh mungkin latar belakangnnya.
Dari pelajaran tentang Tipe Temparamen di atas, pemikiran calon pasutri semakin luas untuk
mengerti kepribadian manusia dan lebih khusus, calon pasangannya. Dari sifat-sifat yang
tertulis di atas pasutri dapat membuat tabelnya.
Kesediaan untuk belajar dan menelusuri sifat masing-masing serta secara terbuka berdialog
dengan pasangan tentang sifat dan temparamen, merupakan jalan penghubung yang bisa
menghubungkan terus menerus dua pribadi yang berbeda latar belakang dalam cinta kasih
yang Tuhan anugerahkan
Evaluasi
Pengajar mengajak peserta, baik yang berpasangan maupun sendiri untuk melakukan test
bahasa kasih dengan menggunakan teori dan quis Lima Bahasa Kasih dari Rev. Dr. Gerry
Chapman.
Referensi
1. Dra. Yulia Singgih D. Gunarsa & Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa.2017. Psikologi Untuk
Keluarga, Jakarta:Libri .
2. Paul Klein, SVD. 1983. Pedoman Awal Keluarga Kristen, Maumere:Patrolia STF/TK
Ledaler,
Dasar Alkitabiah
Sejak awal Alkitab memandang seks secara positif. Seks bukan akibat dari dosa. Salah
satu keunikan penciptaan manusia adalah penyebutan "laki-laki dan perempuan" (Kej. 1:27).
Pada hari ke-5 dan ke-6 Allah juga menciptakan binatang-binatang, yang sekalipun tidak
disebutkan secara langsung namun tentunya binatang itu adalah jantan dan betina.
Seksualitas manusia adalah sarana merealisasikan rencana Allah. Tujuan penciptaan
adalah melestarikan seluruh bumi bagi Allah (Kej. 1:26). Untuk mencapai tujuan ini, Allah
menciptakan manusia sebagai makhluk seksual supaya mereka dapat berkembang biak,
bertambah banyak, menaklukkan bumi, dan merawatnya bagi Allah (Kej. 1:28). Itu berarti
seksualitas manusia adalah anugerah Allah. Pemberian Hawa kepada Adam adalah murni
anugerah Allah (Kej. 2:18-22). Dia sendiri yang menilai bahwa kesendirian Adam merupakan
sesuatu yang tidak baik. Dia sendiri yang menciptakan Hawa tanpa persetujuan Adam.
Sekalipun memang Adam juga merasakan kebutuhannya akan penolong (Kej 2:20) Dia
sendiri yang membawa Hawa kepada Adam. Oleh karena seks adalah pemberian Allah, tidak
mungkin pemberian ini merupakan sesuatu yang buruk atau jahat.
Penjelasan Alkitab tentang ketelanjangan (Kejadian 2:25) hendaknya ditafsirkan sesuai
konteksnya. Teks ini merupakan kontras terhadap Kejadian 3:7-10. Gambaran padan Kej 2
terjadi sebelum kejatuhan, sedangkan Kej 3 sesudah kejatuhan. Dalam keadaan telanjang
tersebut, kedua manusia itu sama-sama merasa malu. Keterangan rasa malu di sini bukanlah
dalam arti malu secara horizontal, antara Adam dan Hawa, melainkan lebih bersifat vertical,
yaitu merasa malu terhadap Allah. Mereka baru menyadari bahwa keadaan mereka tidak
seperti dulu lagi. Itulah sebabnya mereka tidak hanya menutupi tubuh mereka, tetapi juga
bersembunyi dari Allah.
Di sisi lain, Alkitab juga sering menggambarkan Allah yang mengungkapkan kasih-Nya
melalui relasi suami-isteri (Contoh: Kitab Hosea, Kidung Agung). Bukan hanya sebatas
status, tetapi juga mengandung aspek seksual. Itu berarti seks pada dirinya sendiri adalah baik
dan bukan dosa, sebaliknya mulia dan kudus dalam relasi suami-istri.
Ejakulasi dini
Ejakulasi dini pada pria merupakan keluarnya sperma yang terlalu cepat, masalah ini bisa
terjadi karena kelelahan atau stress. Ejakulasi dini bukan hanya terjadi pada pria saja, namun
wanita juga bisa mengalaminya. Pada wanita, ejakulasi dini terjadi karena adanya perasaan
tidak percaya diri, trauma atau melakukan hubungan intim dengan pria yang tidak dicintainya.
Ketidaksesuaian frekuensi
Tubuh kita mempunyai kebutuhan seksual yang tidak sama, jadi, hal ini perlu dibicarakan
dengan terbuka namun tidak memaksa. Masing-masing perlu untuk menyatakanlah kebutuhan
kita dan mintalah pemenuhannya. Sebaliknya, pihak yang tidak membutuhkan banyak, jangan
memandang rendah pasangannya atau menunjukkan sikap menolak. Pada intinya yang
membutuhkan sedikit harus meningkatkan batas maksimalnya sedangkan yang membutuhkan
banyak perlu meningkatkan batas minimalnya.
Sadomasokis
Pelaku mendapat kepuasan seksual dari rasa sakit. Rasa sakit akibat kekerasan verbal atau
non-verbal yang sengaja disebabkan oleh diri sendiri atau disebabkan oleh pasangan. Kata-
kata kasar dan makian merupakan kepuasan seksual bagi si pelaku. Aktivitas seksual yang
dilakukan sering kali menyerempet bahaya. Misalnya, mencekik hingga tubuh mencapai
kondisi kekurangan oksigen dengan tujuan mencapai orgasme. Tindakan memukul, mengiris,
gigitan, diikat, mencekik, bahkan dicambuk yang berbahaya justru menjadi kepuasan
tersendiri bagi si pelaku.
Sadisme
Pelaku mendapat kepuasan seksual ketika menyiksa pasangannya. Penderitaan fisik atau
psikologis pasangan akan membawa kesenangan bagi si pelaku. Penderitaan korban bukan
motif si pelaku. Rasa sakit korban juga tak meningkatkan gairah si pelaku. Orang dengan
kelainan ini merasa dirinya berkuasa atas pasangannya. Tujuannya adalah berkuasa sehingga
tak jarang terjadi pemerkosaan, bahkan pembunuhan. Pada kasus ekstrem, kematian pasangan
akan membawa kegembiraan bagi si pelaku.
Transvetitisme
Masturbasi
Istilah “masturbasi” (istilah lain yang berkaitan adalah “onani”) merujuk pada aktivitas
pemuasan seksual yang dilakukan sendiri dan juga untuk diri sendiri. Melalui aktivitas ini,
seseorang bisa menikmati kepuasan seksual tanpa bantuan orang lain. Sebagian orang terjebak
pada rutinitas semacam ini, baik yang belum atau sudah menikah. Masturbasi atau onani
adalah dosa, tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Alkitab. Pertama, Allah memaksudkan seks
sebagai aktivitas secara biologis sekaligus psikologis dan sosial. Seks dan relasi tidak
terpisahkan. Seks adalah ungkapan kasih sayang dan simbol keintiman antara suami-istri (Kej
2:23-24). Kedua, masturbasi membawa pada perzinahan. Tuhan Yesus menandaskan bahwa
perzinahan sebenarnya terjadi dalam hati (Mat 5:27-28). Tindakan masturbasi sangat sulit
dilakukan tanpa dipicu (sebelum melakukan) atau dibarengi (selama melakukan) dengan
pikiran maupun fantasi seksual. Ketiga, masturbasi tidak sesuai dengan prinsip pengendalian
diri (self-control). Hasrat seksual adalah alamiah, karena menjadi bagian tak terpisahkan dari
fase pubertas. Hampir semua orang memiliki hasrat seksual. Walaupun hasrat ini bersifat
alamiah dan pada dirinya sendiri tidak berdosa, kita harus mengontrolnya sedemikian rupa
sehingga tidak menimbulkan dosa (Yak 1:15). Kita perlu menundukkan diri di bawah
pimpinan Roh Kudus supaya buah penguasaan diri ditumbuhkan dalam diri kita (Gal 5:22-23)
Sifilis: Sifilisatau raja singa adalah penyakit seksual yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Treponema pallidum. Gejala awal sifilis adalah munculnya luka pada alat kelamin atau pada
mulut. Luka ini mungkin tidak terasa sakit, tapi sangat mudah untuk menularkan infeksi. Luka
atau lesi ini akan bertahan selama 1,5 bulan dan kemudian menghilang dengan sendirinya.
Perlu diperhatikan bahwa luka sangat menular, sentuhan dengan luka dapat mengakibatkan
seseorang tertular.
Gonore atau kencing nanah: Gonore atau kencing nanah adalah infeksi menular seksual
yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae. Beberapa penderita penyakit ini tidak
menunjukkan gejala apa pun, sehingga bisa tidak diketahui sama sekali jika dirinya terinfeksi.
Bila menimbulkan gejala, pada penderita gonore dapat ditemukan:
Gejala gonore pada pria:
Donovanosis: Penyakit yang juga disebut granuloma inguinale ini disebabkan oleh bakteri
Klebsiella granulomatis. Penyebaran penyakit ini biasa terjadi melalui vagina atau seks anal
dan sangat jarang ditularkan melalui seks oral. Kebanyakan penderita dari penyakit ini adalah
pria.Beberapa gejala donovanosis:
Muncul luka di sekitar bokong serta benjolan berwarna merah di sekitar anus dan alat
kelamin.
Alat kelamin dan kulit di sekitarnya akan memudar warnanya.
Lapisan kulit perlahan terkelupas, kemudian benjolan akan membesar akibat proses
peradangan. Kulit tidak nyeri pada fase ini, tetapi mudah sekali berdarah.
Kerusakan jaringan bisa meluas hingga pangkal paha.
Herpes Genital: Herpes genital adalah penyakit seksual yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks atau sering disebut HSV. Gejala herpes genital akan muncul beberapa hari setelah
terinfeksi HSV. Luka melepuh berwarna kemerahan serta rasa sakit pada wilbapak genital
menjadi awal gejala herpes yang muncul. Mungkin juga akan disertai gatal atau sakit saat
membuang air kecil.
Kutil Kelamin: Kutil kelamin atau kutil genital adalah infeksi menular seksual yang
disebabkan oleh virus yang dikenal sebagai human papillomavirus (HPV). Terdapat 40 tipe
virus HPV yang dapat menyerang alat kelamin, tetapi sebagian besar kutil kelamin
disebabkan oleh HPV tipe 6 dan 11. Kutil kelamin adalah kutil yang muncul di sekitar alat
kelamin atau di area dubur. Kutil ini mungkin tidak menimbulkan rasa sakit, tapi biasanya
akan muncul rasa gatal-gatal, memerah dan terkadang bisa berdarah. Pada beberapa penderita,
kutil bisa tumbuh bergerombol dan kemudian terlihat seperti kembang kol.
Perspektif Teologis
Alasan untuk menghindari kondisi seks yang keliru bukan hanya karena potensi bahaya
medis yang bisa ditimbulkan atau ancaman bagi keharmonisan pernikahan kelak, melainkan
karena bertentangan dengan firman Allah mengenai kekudusan pernikahan. Wibawa Allah
adalah alasan utama mengapa kita harus melawan dosa ini. Kita menghargai rancangan Allah
atas seksualitas manusia, meliputi aspek relasi dan keintiman. Kita juga menyadari bahwa
tubuh kita telah ditebus dengan darah Kristus yang mahal, karena itu kita harus
menggunakannya untuk kemuliaan Allah, bukan kepuasan diri sendiri (1 Kor 6:19b-20).
Tanpa pemahaman yang serius bahwa segala sesuatu adalah dari, oleh, dan untuk Allah (Rom
11:36), sulit memahami dosa seksual dan menaklukkannya. Wibawa Allah sebagai alasan
untuk melawan seks yang keliru, sekaligus Allah sebagai sumber kekuatan untuk
memeranginya.
Kita tahu bahwa semua jenis kejahatan seks, termasuk perzinahan bermula dari hati (Mat.
5:28; 15:18-19). Hanya Allah yang mampu melihat dan mengubah hati kita (Kis. 15:8-9).
Darah Kristus sudah dicurahkan untuk menyucikan hati kita (Ibr. 9:14). Kuasa Allah juga
terus bekerja dalam diri kita untuk mengerjakan ketaatan (Flp. 2:13). Roh Kudus mengerjakan
buah pengendalian diri bagi kita (Gal. 5:22-23). Tanpa bersandar kepada Allah melalui doa
dan perenungan firman Tuhan, kita tidak akan memiliki kekuatan yang cukup untuk melawan
dorongan seks yang keliru.
Tujuan hidup manusia adalah memuliakan Allah. Allah tidak anti kesenangan. Dia
senang melihat kita senang (Pkt 2:23-25). Persoalannya, di mana kita meletakkan kesenangan
kita? Jika kita telah menaruh kesenangan dan kenikmatan hidup pada kemuliaan Allah (Mzm
Perspektif Psikologis
Kita perlu mengubah pemikiran tentang diri sendiri. Perilaku seks yang keliru
menumbuhkan sikap yang negatif terhadap diri kita. Dosa ini memupuk rasa mementingkan
diri sendiri (egois) dan tidak membutuhkan orang lain (individualistis). Kebiasaan yang keliru
bukan upaya mengasihi diri, tetapi merusaknya. Di sisi lain, pada saat kita telah terjebak pada
percabulan ini, konsep diri kita akan berubah. Kita akan dikuasai oleh rasa bersalah (bdk. 1
Kor 6:18), merasa tidak berharga, putus asa dan tidak mau berjuang lagi. Iblis akan
mengambil kesempatan untuk meyakinkan kita bahwa dosa ini tak terkalahkan dan kita tidak
layak untuk dikasihi Allah. Beban psikologis semacam ini seringkali memperberat upaya kita
untuk mengalahan perilaku seks yang keliru. Sikap egois, individualistis, dan perasaan
bersalah yang berlebihan hanya menjadi sumber kekalahan.
Kita perlu bereflksi siapa kita di hadapan Allah. Kita tidak hidup untuk diri kita sendiri,
tetapi untuk Tuhan (Rom 14:7-8). Kita ditetapkan sebagai makhluk sosial yang membutuhkan
orang lain (Rom 15:1-2). Walaupun dosa memang seharusnya menimbulkan rasa bersalah
dalam diri kita, korban Kristus yang berharga (1 Pet 1:18-19) dan sempurna (Ibr 7:27; 9:12,
26-28; 10:10) menjadi sumber kekuatan. Pengorbanan-Nya cukup untuk semua dosa kita, asal
kita mau mengakui dosa dan memohon pengampunan-Nya (1 Yoh 1:9). Dalam beberapa
kasus, perilaku seks yang keliru merupakan ekspresi ketidakpuasan atau ketidakutuhan diri
seseorang. Beberapa orang yang memiliki kekosongan dalam dirinya, kerinduan untuk
diperhatikan dan dihargai, tetapi tidak terpenuhi, perilaku seks tertentu dijadikan sebagai
pelampiasan dari perasaan-perasaan itu. Apabila ini yang terjadi, orang tersebut perlu ditolong
melalui konseling untuk menemukan citra diri yang utuh di dalam Tuhan.
Perspektif praktis.
Suami dan istri sejak awal harus menyepakati bahwa mereka harus saling terbuka dalam
berbagai hal termasuk dalam hal seksualitas. Suami istri harus saling menolong dalam
menciptakan kehidupan seksual yang sehat. Keterbukaan bisa dalam hal frekuensi, cara,
waktu dan tingkat kepuasan dalam hubungan seksual. Sehingga ketika ada persoalan seksual
sejak awal suami istri dapat mencoba mengatasi persoalan sehingga tidak menjadi persoalan
yang membawa dampak yang lebih berat misalnya perselingkuhan.
Bagi mereka yang telah dewasa namun belum menikah ada beberapa cara untuk
menghindari diri dari kegiatan seksual yang keliru
Pertama, hindari rutinitas yang seringkali mendorong kita untuk melakukan aktivitas seks
yang keliru. Kebiasaan menonton maupun membicarakan pornografi merupakan pemicu
utama yang harus dihindari. Apabila kita tidak bisa menghindari suatu rutinitas, upayakan
untuk tidak berlama-lama melakukan rutinitas tersebut. Sebagai contoh, apabila aktivitas
mandi menjadi titik lemah, usahakan untuk tidak terlalu lama berada di kamar mandi. Jika
kita sering melakukan masturbasi, misalnya di kamar, usahakan semua aktivitas kita
dipusatkan di ruang tamu atau keluarga. Kita hanya masuk ke kamar untuk tidur atau
mengambil sesuatu yang kita perlukan.
Penutup
Pertumbuhan rohani adalah sebuah proses yang berlangsung lama (sepanjang hidup kita).
Selama proses yang panjang dan melelahkan ini kita pasti pernah jatuh dan gagal (1 Yoh 1:8;
Yak 3:2). Beberapa masalah seksual di atas pastinya bisa menimbulkan kehidupan seks dalam
pernikahan menjadi tidak berjalan dengan baik. Untuk itu, bagi suami atau istri yang
mengalami masalah seks dibutuhkan komunikasi suami-istri tentang apa yang dirasakan saat
berhubungan intim, hal ini sangat baik untuk mencari solusi dari masalah yang dihadapi.
Keterbukaan soal seks pada pasangan sangat penting. Selain itu, terapi dan konsultasi pada
dokter diperlukan demi menjaga keharmonisan dalam pernikahan dan mencegah suami-istri
dari ancaman perceraian.
Bagi pasangan muda yang belum memutuskan menikah, namun terlanjur terjebak dalam
perilaku seks yang keliru, kita harus mengingat janji TUHAN bahwa sekalipun kita jatuh, kita
tidak akan tergeletak, sebab TUHAN menopang tangan kita (Mzm 37:24). Bagi orang benar,
kejatuhan tidak mungkin permanen (bnd. Ams. 24:16). Selama menjalani peperangan yang
sulit ini, marilah kita meminta hikmat kepada-Nya dengan penuh iman (Yak 1:5-8) dan
memohon pertolongan-Nya (Ibr 4:15-16).
Referensi
1. Alkitab TB-LAI
2. Abineno: Seksual dan Pendidikan Seksual (Jakarta : Gunung Mulia), 1980.
3. Johan Sukan Tukan:Metode Pendidikan Seks, Perkawinan, dan Keluarga
(Jakarta:Erlangga), 1994.
4. J. Verkuil: Etika Seksuil(Jakarta:BPK), 2006.
5. NHS Choices UK. Health A-Z: Sexually Transmitted Infections (STIs), 2018.
6. eMedicineHealth. Image Collection: Sexually Transmitted Diseases (STDs).
7. WebMD (2018). Hepatitis and Sex: Frequently Asked Questions.
8. WebMD (2018). Understanding Hepatitis B.
Pengantar
Berhadapan dengan realita di mana kebutuhan bertambah sedangkan pendapatan tetap
bahkan terancam berkurang, maka materi tentang Manejemen Keuangan Keluarga adalah
topik yang relevan bagi setiap orang, terutama mereka yang akan memasuki hidup rumah
tangga sebagai suami dan istri. Hal ini dipandang penting, karena terkadang pergumulan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga menjadi momok yang jika tidak diatur secara baik, akan
menghilangkan rasa damai dalam keluarga, baik antara orang tua (suami-istri), maupun di
antara anak-anak dan orang tua. Jika situasi ini terjadi dalam keluarga kita, tentu merupakan
tantangan pelayanan tersendiri bagi gereja.
Pada bagian ini kita diingatkan bahwa dalam mengelola semua harta-benda (termasuk
uang) yang kita miliki, ada sejumlah tantangan iman yang harus kita waspadai secara arif dan
bijaksana. Jika tidak, iman kita bisa terancam karena harta/uang yang kita miliki. Selanjutnya
juga ada sejumlah petunjuk praktis-teologis yang harus kita lakukan selaku orang percaya,
dalam mengelola semua harta/uang yang kita miliki.
Pengelolaan keuangan yang benar adalah salah satu upaya penting dalam menjaga
keutuhan rumah tangga. Pengelolaan keuangan harus dilakukan oleh setiap rumah tangga
tanpa memandang apakah di kota, di desa, petani, pedagang, nelayan, pegawai, semua
keluarga harus menata ekonomi rumah tangganya, agar keluarga kuat dan sejahtera.
Alkitab dalam kitab Kejadian 42-45 menceritakan tentang kisah Yusuf di Mesir. Ketika Yusuf
dipercaya menjadi Gubernur di Mesir karena berhasil mengartikan mimpi raja Firaun yang
bermakna, 7 (tujuh) tahun kelimpahan dan 7 (tujuh) tahun kekeringan. Dengan hikmat yang
Tuhan karuniakan kepadanya, Yusuf mampu mengelola tahun2 kelimpahan, sehingga tidak
berakhir hanya pada masa kelimpahan tetapi dapat memenuhi kebutuhan pada masa
kekeringan yang panjang, sehingga di masa kekeringan bangsa Mesir tetap dapat memenuhi
kebutuhan pangannya dan bahkan dapat menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain di sekitarnya,
termasuk keluarga nenek moyang bangsa Israel yaitu orang tua serta saudara-saudara Yusuf.
Kisah Yusuf mengajarkan kepada kita tentang bagaimana mengelola berkat Tuhan baik dalam
lingkup besar (suatu bangsa) bahkan dalam lingkup kecil, yaitu keluarga.
Mengelola keuangan diperlukan agar berapapun berkat yang Tuhan anugrahkan bagi
keluarga, orang tua bertanggung jawab untuk mengelolaya dengan hikmat agar setiap
kebutuhan rumah tangga dapat tercukupi. Orang tua wajib berjerih lelah untuk mencari nafkah
Sikap Hedonisme
Secara sederhana, sikap hedonisme adalah kebiasaan mengikuti keinginan diri hanya
untuk kesenangan sesaat. Jika sikap ini merasuk kehidupan keluarga, maka apa yang dibeli itu
sesungguhnya bukan yang benar-benar dibutuhkan dalam keluarga, melainkan apa yang
diinginkan. Jadi belanja yang dilakukan bukan untuk memenuhi kebutuhan, melainkan hanya
untuk memuaskan keinginan sesaat bahkan mungkin karena persaingan dengan teman,
tetangga, agar terlihat tidak ketinggalan jaman dan berpenampilan ‘wah’ walaupun untuk
memenuhi kebutuhan itu harus dengan berhutang/mengambil jatah untuk kebutuhan
pendidikan dan kesehatan anak. Alkitab menginformasikan, bahwa mengikuti kesenangan
sesaat adalah keinginan daging, dan keinginan daging selalu berujung pada dosa.
Evaluasi
1. Sebutkan tantangan iman dalam mengelola keuangan dalam rumah tangga/keluarga?
2. Apa yang harus kita lakukan dalam mengelola keuangan dalam keluarga secara baik dan
benar sesuai kehendak Allah?
3. Apa komitmen pasangan dalam menghadapi perbedaan penghasilan
Referensi
Alkitab: TB-LAI
Guido Tisera, Bercermin Pada Jemaat Perdana, Membaca dan Merenungkan Kisah Para
Rasul (Maumere: Penerbit Ledarero, 2002).
Dasar Alkitab
Kejadian 2:24 mengatakan bahwa laki-laki akan meninggalkan bapak dan ibunya dan
bersatu dengan istrinya. Sekilas, pernyataan ini tampaknya melarang seorang laki-laki tinggal
bersama orang tuanya lagi setelah ia menikah. Hal ini juga sering kita temui dalam budaya
kita. Apakah Kejadian 2:24 memang mengajarkan bahwa laki-laki harus meninggalkan rumah
dan orang tuanya setelah ia menikah?
Dalam tradisi pernikahan Yahudi, suami tetap tinggal bersama dengan orang tua.
Sebaliknya, istrinyalah yang meninggalkan rumah dan orang tuanya untuk hidup bersama
suami dan mertua (bnd. Mat. 8:21-22, Kejadian 24 kisah Ribka dipinang bagi Ishak). Alasan
menguburkan bapak pada Mat. 8:21 bukan merujuk pada upacara pemakaman bapaknya yang
baru saja meninggal, tetapi komitmen orang tersebut untuk menemani bapaknya sampai
bapaknya meninggal dunia. Lalu bagaimana dengan pemahaman bahwa seorang laki-laki
yang telah menikah harus meninggalkan bapak dan ibunya serta bersatu dengan istrinya? Kata
“meninggalkan” dan “bersatu” di ayat ini sebenarnya berkaitan dengan kesetiaan atau
komitmen terhadap kehidupan baru sebagai suami-istri. Hubungan pernikahan di Kej. 2:24
merupakan sebuah perjanjian antara suami dan istri, sehingga menuntut kesetiaan dan
pengorbanan dari masing-masing pihak.
Kata “meninggalkan” dan “bersatu” menyangkut relasi/kesetiaan/komitmen, bukan
masalah tempat tinggal atau rumah. Kejadian 2:24b merangkum proses meninggalkan dan
bersatu dalam satu kalimat “keduanya menjadi satu daging”. Bukannya menjadi satu
atap/rumah”. Ungkapan “satu daging” jelas menunjukkan keintiman dalam hal relasi, bukan
kedekatan menurut tempat tinggal.
Evaluasi
Peserta mendiskusikan ulang pertanyaan yang diajukan di bagian awal dan temukan bersama
solusi yang sesuai dengan pemahaman Alkitab
Evaluasi:
1. Apakah artinya “…meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya..”
2. Peserta mendiskusikan keuntungan dan kerugian bagi pasangan suami istri tinggal
bersama orang tua/mertua
3. Peserta berdiskusi dengan pasangan suami istri yang tinggal dengan orang tua dan
pasangan yang tinggal mandiri
Referensi:
1. Alkitab TB-LAI
Pengertian
Membaca beberapa pengertian gadget, maka dapat disimpulkan bahwa Gadget diartikan
sebagai peranti elektronik atau mekanik dengan fungsi yang lebih canggih dan lebih praktis
serta desain yang lebih mutakhir dari yang sudah ada sebelumnya. Misalnya; laptop berasal
dari komputer desktop, smartphone berasal dari telepon genggam.
Dampak Positif
a. Sebagai Alat Komunikasi: Smartphone sebagai alat komunikasi yang menghubungkan
semua orang diberbagai belahan dunia. Alat ini membuat komunikasi semakin mudah,
murah dan cepat.
b. Sebagai Sumber Pengetahuan: Smartphone memudahkan akses internet untuk mencari
banyak sekali pengetahuan dan informasi-informasi di seantero dunia. Mulai dari sekedar
mencari alamat sampai berbagai pengetahuan di berbagai bidang kehidupan.
c. Membantu Pekerjaan: Pekerjaan manusia memang terbantu dengan menggunakan
smartphone termasuk dalam hal pekerjaan, misalnya mengirimkan berbagai berkas hanya
melalui email
d. Sebagai Media Promosi Usaha dan Bisnis: Salah satu manfaat yang paling positif adalah
berkembangnya bisnis online dimana aktifitas bisnis semakin minim budget. Kita bisa
Tentu saja manfaat positifnya masih sangat banyak bila didaftarkan, tetapi saat yang sama ada
dampak negatif yang mesti disikapi secara bijak.
Dampak Negatif
Dalam berbagai penelitian, banyak sekali diuraikan mengenai bahaya yang timbul sebagai
akibat dari penggunaan gadget misalnya;
a. Bahaya Radiasi: dalam penelitian ternyata bahwa orang Indonesia rata-rata menggunakan
smartphone lebih dari 5 jam dalam sehari ternyata berdampak buruk bagi kesehatan dengan
menimbulkan banyak penyakit, antara lain; Katarak, Sterilitas (kemandulan), Sindrom
Rasiasi Akut, Kanker, Tumor otak, Alzheimer, Parkinson, Fatigue (terlalu capai) dan sakit
kepala.
b. Kecanduan: sering orang menggunakan smartphone hanya mengisi kekosongan entah
karena menunggu namun dalam perjalanan penggunaan yang hanya sekedar mengisi waktu
berubah menjadi ketagihan alias kecanduan bahkan menyita seluruh waktunya baik tidur,
kerja, makan dan akitivitas lain. Pokoknya setiap waktu hanya di depan laptop atau dengan
smartphone ditangannya.
c. Resiko penyalahgunaan: tidak disangkal smartphone juga rentan disalahgunakan baik
untuk tindak kejahatan maupun pilihan untuk mengakses situs-situs porno termasuk oleh
anak-anak.
d. Menurunnya kepekaan sosial: sebagai maklukh sosial manusia selalu berinteraksi dengan
sesamanya, namun kenyataannya sering berbanding terbalik, banyak orang justeru
habiskan waktu dengan smartphone-nya hingga mengabaikan orang-orang di sekitarnya.
Karena fokus tulisan ini pada gadget dan keluarga maka di bawah ini akan diuraikan secara
khusus dampak gadget bagi keluarga baik internal maupun eksternal.
Internal Keluarga
a. Keluarga kehilangan momen kebersamaan dan saling mengabaikan. Banyak keluarga tidak
memiliki kesepakatan tentang waktu menggunakan gadget akibatnya semua anggota
keluarga menggunakan sesuka hati sepanjang hari saat ada di rumah, tidak heran bila
kemudian keluarga kehilangan momen kebersamaan dan saat yang sama saling
mengabaikan. Padahal kebersamaan menjadi kesempatan menciptakan suasana hangat
dengan saling bercerita, bercanda, berpelukan, merangkul, mendekap, membelai, saling
bertatap mata dan melepas senyum kepada sesama anggota keluarga hingga tercipta relasi
yang harmonis.
b. Ajang pamer: Sebagai maklukh sosial manusia membutuhkan pengakuan dari orang lain
untuk menghargai eksistentsinya sebagai bagian dari potensi diri. Karena itu tidak heran
bila manusia mencari-cari jalan, kesempatan dan media untuk mencari pujian dan
sanjungan. Media sosial sering menjadi wadah ajang memamerkan diri, mulai dari
penampilan fisik, kemewahan rumah hingga semua harta yang dimiliki.
Penutup
a. Gadget sebagai hasil dari teknologi yang semakin modern dan praktis sudah menjadi
bahagian dari hidup dan aktivitas manusia.
b. Gadget di satu sisi berdampak positif akan tetapi saat yang sama berdampak negatif karena
itu dibutuhkan kerarifan manusia dalam menggunakannya.
c. Gadget harus dipahami sebagai bahagian yang mendukung aktivitas tetapi bukan yang
paling utama dan menentukan aktivitas hidup manusia.
Evaluasi
Bagaimana pengalaman peserta memanfaatkan gadget dan dampaknya terhadap relasi dan
kebersamaan dalam keluarga?
Evaluasi:
1. Peserta mendaftarkan manfaat dan dampak gadjet bagi keluarga
Referensi
Alkitab TB-LAI
https://www.bangsaonline.com
https://www.dowithgadget.com
Sesi Kesepuluh: Mengelola Konflik Dalam Rumah Tangga
Evaluasi
1. Apa saja tipe orang dalam menghadapi konflik? Mengapa dalam hal tertentu konflik bisa
saja ‘baik’?
2. Role-play menggunakan tips praktis dalam menghadapi konflik.
Referensi
Alkitab TB-LAI
Majelis Sinode GMIT: Buku 1000 Hari Pertama Kehidupan, 2015.
Pengantar
Materi ini hendak mengangkat suatu permasalahan yang sangat sering terjadi di dalam
rumah tangga-rumah tangga di Indonesia khususnya di propinsi Nusa Tenggara Timur, yaitu
masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Tak dapat dipungkiri, tingkat kekerasan
dalam rumah tangga di propinsi Nusa Tenggara Timur menduduki tingkat yang tinggi di
antara propinsi lainnya. Secara nasional, Indonesia telah memiliki Undang-undang yang
mengatur tentang pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yaitu UU nomor 23 tahun
2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kekerasan dalam rumah tangga
dapat saja terjadi di semua lapisan dan bentuk keluarga dengan berbagai latar belakang.
Kekerasan terjadi dalam keluarga muda atau lanjut usia, di desa, di kota, di keluarga dengan
latar belakang ekonomi dan pendidikan yang rendah sampai yang tinggi, di rumah tangga para
profesional: guru, penegak hukum, politisi, bahkan di keluarga pendeta atau aktivis gereja, di
semua lapisan rumah tangga.
Hakekat KDRT
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga, KDRT didefinisikan demikian:
Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga.
Kekerasan dapat terjadi di mana saja, bukan hanya dalam rumah tangga, dan bukan hanya
antara anggota keluarga. Kekerasan juga dapat terjadi pada pasangan yang belum menikah.
Untuk itu, setiap pasangan yang hendak menikah perlu mengenal diri dan pasangannya, serta
mengidentifikasi potensi kekerasan yang ada di dalam diri, dan berupaya mencari jalan keluar
atau bantuan untuk mengatasinya. Pada umumnya, para korban KDRT berusaha bertahan
dalam pernikahan dengan berbagai alasan. Ada yang bertahan karena takut atau diancam,
tidak ada tempat berlindung, takut dicela oleh masyarakat dan keluarga, rasa percaya diri yang
rendah, mempertimbangkan kepentingan anak-anak, atau karena tetap mencintai suaminya.
Penyebab KDRT
Pendidikan
Latar belakang pendidikana yang kurang, dalam beberapa hal juga menjadi penyebab
terjadinya kekerasan, Namun tidak berarti bahwa mereka yang berpendidikan lebih tinggi
tidak melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Namun kasus pada umumnya terjadi tingkat
pendidikan yang rendah juga menjadi pemicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
Keadaan Ekonomi
Keadaan ekonomi dalam beberapa hal dapat menjadi penyebab terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga. Ekonomi rumah tangga yang sulit sering memicu emosi suami dan istri mejadi
pertentangan dan pada akhirnya memicu kekerasan baik yang dilakukan oleh suami terhadap
istri maupun sebaliknya.
Perubahan Nilai
Nilai-nilai hidup bersama yang kuat semakin tergeser oleh individualisme dalam masyarakat
modern, baik di kota maupun di desa. Perubahan ini turut melemahkan kemampuan
masyarakat untuk bersuara membela para korban KDRT.
Bentuk-bentuk KDRT
Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
Siapapun dalam rumah tangga tidak boleh melakukan perbuatan kekerasan fisik (dan
kekerasan dalam bentuk lainnya) terhadap orang dalam rumah tangga tersebut, misalnya,
orang tua terhadap anak, atau sebaliknya, suami terhadap istri atau sebaliknya, majikan
terhadap asisten rumah tangganya dan lain sebagainya. Perbuatan ini meliputi pemukulan,
penyiksaan (menampar, mencekik, mengguncang, melempar, menendang, meludahi dan lain-
lain) ringan ataupun berat. Jika terjdi kekerasan, maka pelaku bisa dilaporkan kepada pihak
kepolisian dan bisa mendapat hukuman.
Kekerasan Psikis
Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, terhadap salah seorang dalam lingkup rumah
tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan
seksual bisa dalam wujud bukan hanya perkosaan terhadap korban yang dianggap lemah tapi
juga ‘perkosaan’ yang dilakukan suami terhadap istrinya, yaitu ketika istri dipaksa untuk
melayani kebutuhan seksual suami padahal istri tidak menghendakinya, misalnya ketika
sedang lelah, sakit dan saat menstruasi . Juga kekerasan seksual melingkupi ketika istri
dipaksa untuk memakai alat KB tertentu, anak/istri dipaksa melacur demi keuntungan
ekonomi, ketika istri dipaksa menggugurkan kandungan.
Dampak Kekerasan
Trauma dialami bukan hanya oleh korban kekerasan tapi juga oleh anak yang merupakan
korban secara tidaklangsung jika melihat ibunya/bapaknya kerapkali mendapat perlakuan
kekerasan dari bapaknya/ibunya. Dampak lain adalah, minder, rendah diri, stress bahkan
depresi yang pada akhirnya membawa perpecahan dalam rumah tangga.
Pencegahan
Sebelum memasuki pernikahan Kristen pasangan calon sauami istri harus
membicarakan hal mengenai kekerasan dalam rumah tangga. Kedua belah pihak harus
memahami dan bejanji untuk tidak saling melakukan kekerasan dalam rumah tangga, baik
antar suami istri, orang tua anak, dan anggota keluarga lainnya. Penting bagi pasangan calon
suami istri untuk memahami UU no 23 ini dan ayat-ayat dalam Firman Tuhan mengenai
kehidupan pernikahan Kristen secara benar (sebagaimana dalam pelajaran/sesi dalam
katekesasi pra nikah ini). Lagipula calon pasangan suami istri harus benar-benar saling
mengenal, bukan hanya fisik tapi juga sifat dan karakter pasangan (lihat sesi “Saling
Mengenal”). Dengan mengenal pasangan maka karakter/kecenderungan sifat kekerasan telah
dapat dilihat di masa-masa pacaran). Hal ini terlihat dari cara pasangan mengelola emosinya
(apakah pernah memaki, pukul, ancam), memperlakukan pasangannya dengan sangat
‘posesif’ dan cemburu, cara memperlakukan teman/anggota keluarganya, bahkan hewan
peliharaannya. Hal ini perlu dipahami sejak awal agar pasangan masing-masing siap
mengambil keputusan dalam hal jenjang selanjutnya dan atau bersama-sama menyadari dan
mencari solusi terbaik.
Penutup
Evaluasi
Peserta dapat berbagi pengalaman atau sharing dalam bentuk kelompok tentang pengalaman
kekerasan yang dialami dan saling mendoakan. Kegiatan ini dapat dilakukan secara terus-
menerus di akhir setiap Sesi.
Referensi
Pdt. Rinto Tampubolon: Ketika Dua Hati Bersama (Jakarta: Binawarga), 2016.
Tujuan:
Peserta katekisasi memahami apa kata Alkitab tentang perzinahan dan mampu
berkomitmen untuk menjaga hidup kudus.
Gagasan Utama:
Pengantar
“Jangan Berzinah” Ini adalah perintah Tuhan yang Ke 7 dari 10 Perintah Tuhan yang
diberikan Tuhan kepada bangsa Israel melalui Musa, di atas Gunung Sinai. Sehingga jelas
bahwa perintah jangan berzinah merupakan perintah Tuhan sejak masa lampau, masa
pembentukan umat Israel menjadi bangsa pilihan-Nya. Jaman sekarang ini salah satu
persoalan terbesar dalam rumah tangga pada umumnya adalah masalah perselingkuhan, dari
yang sederhana sampai yang menjurus pada perzinahan. Oleh karena itu sesi ini dirasa perlu
untuk diangkat dalam materi pra nikah ini.
Sejak dahulu sampai sekarang (dan sampai kapanpun), rumah tangga-rumah tangga
Kristen bukanlah rumah tangga yang kebal terhadap tantangan/persoalan menjaga kesetiaan
dalam kehidupan pernikahan. Jaman sekarang ini tantangan untuk menjaga kesetiaan menjadi
lebih berat oleh karena factor-faktor untuk suami/istri jatuh dalam pencobaan perselingkuhan
menjadi sangat banyak dan lebih kompleks. Kemudahan berkomunikasi melalui Hp dan
media social (FB, WA, Twiter dll) di satu pihak sangat menolong manusia untuk saling
berkomunikasi tapi di lain pihak hal-hal ini juga menjadi salah satu cara yang ‘mendorong’
orang untuk ‘membuka’ jalan perselingkuhan dan perselingkuhan ‘membuka’ jalan untuk
perzinahan. Pada sesi ini kita akan melihat apa itu perzinahan, khususnya dalam ajaran Tuhan
Yesus.
Dalam Perjanjian Lama kata zinah dipakai untuk menggambarkan hubungan antara
Tuhan Allah dan umat-Nya Israel ketika Israel menyembah dewa/allah asing, berhubungan
dengan peramal/roh-roh/jin-jin (Kel.34:15, Hakim-hakim 2:17, Im 17:7), zinah antara umat
Israel dengan bangsa-bangsa kafir (Bil.25:1), dan zinah yang menggambarkan persetubuhan
antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri, hukumannya adalah hukuman mati
bagi keduanya “Bila seorang laki-laki berzinah dengan istri orang lain, yakni berzinah dengan
istri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan
yang berzinah itu” (Im.20:10).
Dari ayat-ayat ini tampak bahwa kesetiaan kepada Tuhan Allah menjadi tuntutan Allah
kepada bangsa Israel yang sangat keras dan ketidak setiaan Israel dianggap sebagai
perzinahan iman. Demkian pula hukum jangan berzinah dalam arti kesetiaan suami dan istri
adalah hukum yang keras, karena jika dilanggar, maka keduanya, laki-laki dan perempuan itu
harus dihukum mati. Kisah raja Daud yang berzinah dengan Betsyeba menunjukkan betapa
gentar dan takutnya Daud mengetahui bahwa Betsyeba telah hamil karena perbuatannya,
karena Daud tahu bahwa jika perbuatannya terbongkar maka ia terancam hukuman mati.
Daud kehilangan anaknya dari Betsyeba hasil perzinahan itu. Hal itu sebagai hukuman Tuhan
yang keras terhadap perbuatan Daud yang telah melakukan perzinahan dan pembunuhan
berencana terhadap Uria, suami Betsyeba.
Referensi
Alkitab TB-LAI
Pdt. Yakub Tri Handoko, dkk., dalam www.rec.org dan Grace Alon
Tujuan:
Peserta memahami bahwa keluarga tanpa anak bukalah kondisi yang buruk dan mampu
mempersipkan diri menghadapinya.
Gagasan Utama:
Pengantar
Bagi sebagian orang, tujuan pernikahan yang utama adalah mendapatkan atau meneruskan
keturunan. Apakah pendapat ini benar? Dalam pernikan Kristen jelas bahwa mendapatkan
keturunan tidak boleh dipakai sebagai tujuan utama atau satu-satunya dalam pernikahan.
Alkitab mencatat beberapa kisah dalam Perjanjian Lama tentang keluarga-keluarga/istri yang
sangat mendambakan kehadiran anak dalam rumah tangga mereka. Kisah Hana ibu Samuel
dan Rahel, Pada masa itu, kemandulan/ketiadaan anak dalam rahim ibu dianggap sebagai aib
dan mengakibatkan kehilangan muka. Dalam beberapa teks dipakai istilah ‘Tuhan menutup
kandungan’, namun pada akhirnya Tuhan mendengar seruan mereka dan membuka rahim
mereka. Para pemuda Kristen yang hendak menikah, mesti diperlengkapi dengan kesiapan
hati untuk menerima keadaan ini.
Memelihara Kesatuan
Laki-laki dan perempuan yang menikah dipersatukan oleh Allah sendiri. Karena itu apa yang
telah dipersatukan Allah janganlah diceraikan manusia. Kitab Mal. 2:16 mengatakan “Aku
membenci perceraian – firman TUHAN, Allah Israel..” Liturgi pernikahan GMIT telah
memuat janji nikah suami dan istri di hadapan Tuhan dan jemaat-Nya untuk setia menjalani
pernikahan baik dalam suka/duka, dalam untung dan malang, dalam sakit dan sehat. Jika
kemandulan dipandang sebagai ‘sakit’ atau ‘kemalangan maka kemadulan tidak boleh dipakai
sebagai alasan untuk perceraian.Dari sisi kesehatan ketidak mampuan seorang istri mengalami
kehamilan dapat diakibatkan oleh banyak sekali factor, baik dari pihak suami maupun dari
pihak istri, sehingga kemandulan bukan hanya karena kondisi perempuan semata. Sekarang
ini dengan segala kemajuan dunia kedokteran kemandulan dapat diatasi dengan berbagai
upaya (bayi tabung, tiup rahim). Demikian pula bukan berarti terjamin se penuhnya jika sudah
melampaui proses yang panjang, mahal dan menyakitkan maka kehamilan dapat terjadi, sebab
kehendak Tuhan yang berlaku dalam hal ini.
Pandangan Alkitab
Sejak masa perkenalan dan pacaran, calon pasutri sudah harus mempercakapkan dan siap
terhadap keadaan ketiadaan anak yang lahir dari kandungan istri. Percakapan ini harus
diletakkan dalam terang firman Tuhan dan dalam kedewasaan iman dan mental calon
pasangan suami dan istri. Percakapan awal mengenai hal ini selain untuk mempersiapk mental
dan hati calon pasutri tapi juga untuk mengambil langka tepat jika menghadapi persoalan ini
dengan cara misalnya berobat ke dokter atau adaopsi atau juga dengan mempersiapkan hati
bahwa keluarga ini akan dibangun tanpa anak dalam keluarga. Kondisi inipun akan membawa
kebahagiaan dan sukacita bagi suami istri yang telah memutuskan untuk terus hidup dalam
pernikahan tanpa anak dalam rumah tangga mereka. Karena tentunya keputusan itu telah
diambil berdua dengan penuh bijaksana dan atas tuntunan Tuhan. Sehingga kehidupan
keluarga Kristen tanpa anak tidak mengurangi rasa cinta dan saling menghargai satu terhadap
yang lain
Bagi keluarga yang memutuskan untuk mengambil langkah adopsi, patut diingat bahwa
anak adopsi maupun anak yang dilahirkan sendiri dari rahim ibunya sama berharga dan juga
merapakan anugrah Tuhan yang berharga bagi suami dan istri dan oleh karena itu anak yang
didapat bukan dari rahim ibunya tetap harus dibesarkan dengan penuh kasih dan
tanggungjawab yang sungguh serta syukur kepada Tuhan.
Evaluasi:
Referensi
Alkitab TB-LAI
Tujuan:
Setelah mengikuti katekisasi ini, para peserta memahami konsep Alkitab tentang perceraian
dan berkomitmen untuk hidup setia dengan pasangan suami-istri.
Gagasan Utama:
Pengantar
GMIT telah memiliki dokumen naskah teologi tentang pernikahan dan peraturannya yang
dirumuskan dalam pendekatan pastoral. Bahan pengajaran ini memuat sejumlah prinsip
Alkitabiah yang secara khusus menyoroti pemahaman di dalam Alkitab mengenai perceraian
berdasarkan kitab Injil Matius 5:31-32 dan 19:1-12. Pada kedua bagian tersebut ditegaskan
kekuatan dari komitmen pernikahan sekaligus mengkritik pemahaman dan praktek cerai.
Dalam diskusi antara Yesus beserta para murid berhadapan dengan para saja?” Dan jika tidak
boleh, “Mengapa Musa memberikan surat cerai?” Pertanyaan yang sama menjadi pertanyaan
masa kini bagi gereja dan keluarga-keluarga Kristen.
Bolehkah Bercerai?
Semua pendengar Tuhan Yesus pada masa itu, mengerti bahwa Yesus sedang
membicarakan Ulangan 24:1-4. Dalam teks ini Musa memerintahkan laki-laki Israel untuk
memberikan surat cerai kepada isteri mereka apabila mereka memutuskan untuk bercerai
karena alasan tertentu, yaitu agar istri yang telah diceraikan suaminya dapat kejelasan status
untuk nantinya ia dapat dinikahi oleh laki-laki lain. Pernikahan ulang ini sendiri juga
Ajaran Yesus
Matius 19:3-8 dengan tegas Yesus menekankan bahwa Apa yang telah dipersatukan
oleh Allah tidak boleh dipisahkan oleh manusia. Ia mengutip kitab Kejadian 1:27, 2:24,…
laki-laki akan meninggalkan bapaknya dan ibunya dan bersatu dengan istirnya dan keduanya
menjadi satu daging, Yesus berkata: demikianlah mereka bukan lagi dua melainkan satu. Para
Farisi terus mengejar Yesus dengan membandingkan antara Yesus dan Musa yang
membolehkan laki-laki memberikan surat cerai kepada istrinya. Tapi Yesus menjawab
sebenernya sejak awal Musa tidak membolehkan perceraian tapi karena ketegaran hatimu,
maka Musa mengijinkannya (ayat 8).
Matius 5:31-32 lebih menyoroti konsekuensi dari sebuah perceraian. Laki-laki yang
hendak menceraikan istrinya pada jaman Musa memaksa Musa mengeluarkan surat cerai agar
perceraian menjadi resmi. Karena orang yang menceraikan isterinya secara tidak sah atau
tanpa surat cerai berarti telah membawa dampak buruk bagi mantan isterinya maupun laki-
laki yang akan menikahi perempuan yang telah diceraikan tersebut, karena tanpa surat cerai
maka pasangan ini tidak akan dapat menikah dan oleh karena itu mereka akan dipandang telah
berzinah. Tuhan Yesus tidak mau berkompromi dengan pikiran ini. Ia memilih untuk melihat
konsekuensi buruk dibalik tindakan itu (laki-laki itu menjadikan istrinya berzinah dan
siapapun yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah) dalam hal ini.
Yesus mau mengatakan bahwa pemberian surat cerai tidak menyelesaikan masalah tapi
menimbulkan masalah baru.
Banyak orang Kristen menafsirkan frase “keuali karena zinah” di Mat 5 : 32, 19 : 9
sebagai sebuah kelonggaran terhadap perceraian. Frase ini hanya ada dalam injil Matius.
Dalam injil Markus 10 : 11 – 12 dan Lukas 16 : 18, perceraian dilarang tanpa frase ini. Kata
Yunani zinah (pornea) memiliki jangkauan arti yang sangat luas. Mulai dari pelacuran,
perselingkuhan, sampai pelanggaran seksual lainnya, semuanya dikategorikan sebagai pornea.
Umumnya kata pornea dipakai sebagai perzinahan dalam perkawinan dan dalam bentuk
persetubuhan. Akan tetapi hal itu bukanlah alas an untuk bercerai. Rasul Paulus juga
mengajarkan bahwa pernikahan berakhir dengan kematian (1 Korintus 7 : 39, Roma 7 : 1 – 3),
hal ini sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Tuhan Yesus, apa yang sudah dipersatukan
oleh Allah tidak boleh dipisahkan oleh manusia.
Evaluasi:
1. Mengapa pasangan suami-istri Kristen tidak boleh bercerai?
2. Apa saja dampak buruk perceraian?
3. Bagaimana sikap gereja jika ada pasangan Kristen yang bercerai dan menikah lagi?
Referensi
1. Alkitab TB-LAI
2. Majelis Sinode GMIT. Peraturan Pastoral. 2017
3. Stephen Tong: Seri Seminar Keluarga, Takhta Kristus dalam Keluarga (Surabaya:
Momentum), 2011.
BAGIAN KETIGA
ANAK DAN KELUARGA
Tujuan:
Setelah mengikuti katekisasi ini para peserta mampu:
Perintah Alkitab
Alkitab memerintahkan orang tua untuk bertanggung jawab dalam rencana keluarga yang
baik. Sebagaimana ayat ini, “tetapi jika ada orang yang tidak memelihara sanak saudaranya,
apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebuh buruk lagi dari pada orang yang tidak
beriman” (1Tim. 5:8). Orang tua Kristen perlu berdoa untuk mempertimbangkan jumlah anak
yang mereka asuh. Orang tua melecehkan kesempatan dan kepercayaan itu jika kita sebagai
Mendoakan Mereka
Orang tua wajib mendoakan anak-anak mereka sejak mereka dalam kandungan sampai
seterusnya dan selamanya. Doa orang tua tidak pernah terlalu banyak. Doa menjadi kekuatan
dan bekal bagi anak dalam bertumbuh, berkembang sampai dewasa, menikah bahkan sampai
selamanya. Tidak selalu doa dan permintaan orang tua terhadap anak mendapat jawaban yang
cepat dari Tuhan, tapi tidak ada doa orang tua yang sia-sia bagi anaknya, pada waktu Tuhan,
doa orang tua pasti terjawab seturut kehendak Tuhan.
Membimbing Mereka
Lukas 2:52 meyebutkan kepada kita bahwaYesus makin bertambah besar dan bertambah
hikmat-Nya,dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia. Yesus disebutkan makin bertambah
besar, bertambah hikmat, makin dikasihi Allah, dan manusia. Pikirkanlah sikap-sikap dan
Mengasihi Mereka
Tunjukan kedekatan anda kepada anak-anak. Jika mereka melakukan sesuatu yang baik,
berikan pujian atau ungkapan, Bapak/Ibu mengasihi engkau, dalam perkataan dan perbuatan.
Dorong dan bimbing serta ajar mereka secara pribadi. Ada saatnya tiap orang tua meluangkan
waktu sendiri dengan setiap anaknya. Ajarkan kepada anak-anak tentang firman Tuhan dan
berdoalah dengan anak- anak. Firman Tuhan dapat memberikan hikmat kepada anak-anak
menuju pada keselamatan melalui iman dalam Yesus Kristus.
Evaluasi
1. Mengapa anak merupakan anugrah Tuhan yang berharga?
2. Sebutkan tugas-tugas orang tua terhadap anak!
3. Berikanlah contoh-contoh dalam Alkitab tentang kisah tokoh-tokoh dalam Alkitab yang
sangat bersyukur atas anak yang dianugrahkan Tuhan.
Referensi
1. Majelis Sinode GMIT. Membangun Generasi Kristen Sehat dan Cerdas Melalui 1000
Hari Pertama Kehidupan. 2015
a. menyebutkan tantangan seperti apakah yang kelak akan dihadapi anak-anak di masa
sekarang maupun yang akan datang.
Pengertian
Banyak referensi tentang arti pendidikan menurut para ahli, salah satunya pendidikan
diartikan sebagai sebuah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar setiap orang secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Kata
pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, sehingga
pendidikan berarti proses atau cara atau perbuatan mendidik. sedangkan secara bahasa
definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.Dengan
demikian pendidikan berarti sebuah upaya mewariskan pengetahuan, ketrampilan serta nilai-
nilai hidup dari generasi sebelum kepada generasi penerus dengan melibatkan banyak pihak
mulai dari masyarakat, pemerintah, lembaga agama, lembaga pendidikan dan keluarga.
Pendidikan Pembiasaan
Dalam pendidikan penting yang namanya konsistensi artinya sesuatu yang telah ditetapkan
sebagai nilai yang berlaku dalam keluarga yang mesti diikuti oleh semua angota keluarga tak
terkecuali. Demikian juga dalam pendidikan dikenal istilah dipaksa, terpaksa, bisa, biasa,
kebiasaan. Seorang anak pasti tidak menyukai ketentuan/ peraturan yang dianggap menekan
dan mengekang kebebasan dan keinginannya, tetapi karena secara konsistensi dipaksa untuk
melakukan, maka ia bisa saja melakukannya karena merasa terpaksa tetapi hal ini tidak
masalah, sebab inilah sebuah proses menjadi.Semakin lama, anak ia akan bisa melakukannya
kemudian menjadi terbiasa hingga akhirnya menjadi sebuah kebiasaan. Misalnya; berdoa
sebelum makan, berdoa sebelum tidur, merapikan tempat tidur saat bangun dan masih banyak
contoh lain. Prinsipnya adalah bentuk pendidikan yang baik haruslah bermuara menjadi
sebuah kebiasaan.
b. Pendidikan Seks
Pendidikan seks bagi anak adalah salah satu menjadi tanggung jawab orang tua.
Pendidikan seks bagi anak-anak sering diabaikan karena orang tua merasa belum perlu,
tabu atau justeru orang tua sendiri canggung untuk terlibat secara sadar dalam pendidikan
seks bagi anak-anak. Pendidikan seks dapat dilakukan sejak dini, bisa pada usia 3-4 tahun
saat rasa ingin tahu pada anak mulai tampak. Pendidikan seks-pun bisa dengan cara yang
sederhana, misalnya saat memandikan anak, anak diberi kesempatan untuk menyebut
setiap anggota tubuhnya termasuk alat kelaminnya (penis, vagina). Kemudian dilanjutkan
dengan menjelaskan bahwa salah satu cara membedakan laki-laki dan perempuan adalah
alat kelamin mereka. Penis sebagai identitas laki-laki dan vagina sebagai identitas
perempuan. Semua itu adalah anugerah Tuhan bagi laki-laki dan perempuan. Pendidikan
seks sejak dini akan membantu anak tahu tentang identitasnya sebagai laki-laki dan
perempuan. Pengetahuan itu sekaligus menolong anak dalam proses mengidentifikasi
dirinya sebagai Laki-laki dengan melihat figur bapak dan perempuan dengan melihat figur
ibu.
c. Pendidikan Rohani
Pendidikan rohani adalah bentuk pendidikan yang menekankan pada pertumbuhan iman
semua anggota keluarga baik orang tua maupun anak. Pendidikan rohani dapat diterapkan
melalui doa bersama atau membaca Alktiab dalam kesempatan ibadah bersama sesuai
Evaluasi:
Referensi
1. Ismail, Andar, Selamat Ribut Rukun (33 renungan tentang keluarga), Jakarta: BPK Gunung
Mulia.
2. Andar Ismail, Selamat Menabur (33 renungan tentang didik mendidik), Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
3. Dr. Zubaeda, Pendidikan karakter (konsepsi dan aplikasinya dalam lembaga pendidikan),
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Pengantar
Pada materi ini akan diangkat dua contoh model orang tua mendidik anak-anak mereka
dengan dua model yang berbeda dan menghasilkan anak-anak dengan karakter iman yang
berbeda pula. Yang pertama ialah : Imam Eli yang mendidik anak-anaknya, Hofni dan
Pinehas dan yang kedua ialah Ibu dan nenek Timotius, yang mendidik Timotius . Juga pada
materi ini akan diberi landasan teologis tentang peran para Bapak sebagai pengajar dalam
keluarga dan Mesbah keluarga yang menjadi salah satu bentuk penanaman iman kristen dalam
keluarga
Imam Eli
Dari Kisah imam Eli seperti yang terdapat dalam I Samuel 2:11-36 kita melihat bahwa
imam Eli rupanya tidak memberikan ajaran yang kuat kepada anak-anaknya, Hofni dan
Pinehas. Alkitab menyebut mereka sebagai anak-anak dursila, tidak mengindahkan Tuhan dan
batas-batas tugas mereka sebagai imam (2:12). Di ayat-ayat selanjutnya menceritakan
bagaimana mereka memperlakukan daging korban persembahan umat yang mereka
perlakukan semaunya, dengan demikian sangat besarlah dosa kedua orang muda itu di
hadapan Tuhan, sebab mereka memandang rendah korban untuk Tuhan. (2:13-17). Lagi pula
dosa mereka bukan hanya menghina korban bakaran tapi juga mencemarkan diri mereka
perbuatan sex tidak senonoh, yaitu tidur dengan perempuan-perempuan yang melayani di
depan pintu Kemah Pertemuan (ayat 21).
Rupanya imam Eli tidak cukup kuat mendid anak-anaknya. Bahkan ketika ia mendengar
perbuatan jahat anak-anaknya, di usianya yang telah sangat tua ia hanya mengeluh dan
meratapi perbuatan anak-anaknya tanpa mengambil tindakan tegas (ayat 22-25). Imam Eli
sudah terlambat untuk meluruskan perilaku anak-anaknya. Mestinya sedari kecillah mereka
dididik dengan tegas dan keras. Hofni dan Pinehas gagal menjadi imam yang baik bagi umat
Israel karena bapak mereka sekalipun berhasil menjadi imam bagi umat, namun sebagai
bapak, ia gagal mendidik anak-anaknya.
Para calon orang tua dapat mengambil pelajaran dari kisah imam Eli. Bahwa sekalipun
mestinya imam Eli memiliki kemampuan mendidik anak-anaknya, karena sebagai imam ia
mestinya lebih mampu mendidik dan mempersiapkan anak-anaknya menjadi imam. Pada ayat
27-36, menunjukkan bahwa ternyata imam Eli tidak memberikan teladan yang baik bagi anak-
anaknya dan oleh karena itu Allah menghukumnya, menghukum anak-anaknya. Ajaran,
didikan dan teladan yang salah baik bagi anak-anak adalah factor-faktor kegagalan mendidik
anak.
Tugas mendidik anak memang harus dilakukan orang tua dalam hal ini bapak dan ibu
bersama-sama, namun dalam bagian ini kita akan melihat lebih dalam tentang tugas bapak
dalam mendidik anak-anaknya berdasarkan surat Paulus kepada jemaat Efesus, Efesus pasal
6.
Pertama, pada ayat ini tampaknya bapak mendapat tugas untuk pembinaan spiritualitas
anak-anak dipercayakan kepada bapak (6:4b). Kata “bapa-bapa” menunjukkan konsep
teologis dan kebiasaan pada waktu itu: tanggung-jawab utama pembinaan spiritualitas anak
ada di tangan para bapak. Tugas para bapak mencari nafkah tidak boleh menjadi alasan untuk
mengabaikan tugas mendidik anak-anaknya. Tanpa memandang tingkat pendidikan, ekonomi
dan, latarbelakang bapak, bapak harus serius memperhatikan kerohanian anak-anak,
memastikan terciptanya suasana rohani di dalam rumah, memantau disiplin rohani anak-anak
dan memberikan teladan positif yang konkrit dalam perkataan dan tindakan.
Namun pada jaman sekarang ini oleh karena berbagai situasi tekanan ekonomi sehingga
para bapak lebih banyak memakai waktunya untuk bekerja mencari nafkah, maka pada
umunya ibu/mamalah yang menjadi pendidik utama spiritualitas anak di rumah. Sekalipun
banyak juga kesibukan pada ibu baik yang bekerja di ruang public maupun di ruang domestic.
Rupa-rupanya ibulah yang pada umumnya lebih memainkan peranan penting dalam
pendidikan spiritualitas. Situasi seperti ini tidak boleh menjadi alasan bagi para bapak untuk
mengabaikan tugas mulianya bagi anak-anaknya.
Kedua, seorang bapak tidak boleh menyalahgunakan otoritasnya (6:4a). Ada perintah
larangan: “jangan bangkitkan amarah dalam hati anak-anakmu”. Larangan ini bahkan
diletakkan di bagian awal sebelum perintah “didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat
Tuhan”. Larangan ini memang ada hubungannya dengan hukum patria potestas yang berlaku
di zaman itu. Menurut hukum ini, seorang bapak mengontrol dan pemilik semua barang dan
orang yang berlindung di bawah atapnya. Di tengah situasi ini, penyalahgunaan kuasa dengan
mudah dapat terjadi. Paulus tentu saja tidak melarang bapak untuk memarahi anak-anak
mereka. Namun Paulus meminta para bapak untuk berhati-hati jika mendidik anak-anak agar
tidak menimbulkan kesedihan dalam diri anak. Dalam situasi tertentu kemarahan memang
diperlukan. Disiplin dan ganjaran kadang tidak enak bagi anak-anak, namun disiplin dan
ajaran adalah bentuk cinta kasih orang tua kepada anak (bdk. Ibr 12:11). Akan tetapi
terkadang tindakan seorang bapak keliru/berlebihan dalam memberikan didikan, ajaran,
disiplin bagi anak-anak. Oleh karena itu seorang bapak harus mendidik dengan penuh kasih,
Kasih harus menjadi dasar dalam proses pendidikan rohani anak-anak. Mengasihi anak bukan
Mesbah Keluarga
Salah satu upaya yang paling kuat untuk mendidik dan membangun iman anak adalah
dengan memberi teladan. Teladan dapat dimulai dengan membuat ‘kebiasaan’ yang pada
akhirnya menjadi tradisi keluarga yaitu ‘mesbah keluarga’. Mesbah keluarga adalah upaya
bersungguh-sungguh menanamkan iman Kristen kepada anak-anak dan seisi rumah. Dapat
dimulai dengan orang tua menetapkan bahwa ibadah keluarga diadakan setiap hari bagi
seluruh anggota keluarga. Bisa ditetapkan untuk mengadakan ibadah ini pada waktu pagi
ataun malam hari. Setiap anggota keluarga wajib menghadirinya.
Penutup
Apakah sebagai calon orang tua, anda akan mengutamakan kebenaran Allah daripada
kenyamanan keluarga? Pasangan diberi kesempatan untuk berdoa bersama dan akan ditutup
dengan doa bersama bagi semua oleh pengajar.
Evaluasi:
1. mendiskusikan apa teladan yang didapat dari kisah hidup Timotius; Hofni dan Pinehas
2. menyebutkan siapakah pendidik/pengajar iman yang utama bagi anak-anak dalam
keluarga;
3. menyebutkan tantangan seperti apakah yang kelak akan dihadapi anak-anak di masa
sekarang maupun yang akan datang.
Referensi :
Alkitab TB-LAI
Pengantar
Ketika telah memasuki pernikahan, setiap pasangan tentu berharap akan memiliki anak-anak
yang sehat. Tetapi, bagaimana jika ternyata Tuhan mempercayakan anak dengan kondisi
disabilitas? Bagaimana seharusnya sikap iman dan sikap hidup para orangtua dan pola asuh
yang bertanggung-jawab?
Kondisi disabilitas bukan alasan untuk menjadi rendah diri dan dijadikan obyek belas
kasihan. Nick Vujivic yang tidak memiliki tangan dan kaki tetapi mampu menjadi motivator
bagi banyak orang. Tahun 2018 yang lalu pun kita menyaksikan Asian Para Games yang
diselenggarakan di Indonesia, dan diikuti oleh 3000an atlet dari 43 negara. Betapa
mengagumkan para atlit yang tidak kalah dari atlit biasa lainnya. Dan masih ada banyak
tokoh terkenal walaupun memiliki keterbatasan fisik, namun memberikan kontribusi besar
bagi pekerjaan Allah di dunia.
Belajar dari pengalaman banyak penyandang disabilitas, para orangtua dapat menemukan
sikap iman dan sikap hidup serta pola pengasuhan yang bertanggung-jawab bagi pertumbuhan
dan perkembangan anak-anak yang dipercayakan Tuhan secara khusus, sehingga melalui
keluarga, Tuhan dipermuliakan.
Perjanjian Lama
Kitab Kejadian 1:26 “Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita, maka
diciptakan-Nya manusia menurut gambar dan rupa-nya”. Ayat ini dengan tegas menyatakan
bahwa setiap manusia diciptakan menurut Gambar dan Rupa Allah yang sempurna. Tidak ada
ciptaan Tuhan yang salah/cacat/buruk dan tidak sempurna. Karena arti diciptakan menurut
gambar dan rupa Allah adalah manusia mempunyai ‘image’/gambar Allah, gambar Allah
yang bekerja, Allah yang mencipta dan memelihara ciptaan-Nya, Allah yang berbelas kasih,
Allah yang mengampuni. Diciptakan menurut Gambar Allah bukan dari hal fisik, misalnya
Allah yang mempunyai ‘penampilan fisik’ wajah, warna kulit, bentuk rambut, bukan berarti
yang tidak lengkap fisiknya, tidak diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Diciptakan
menurut gambar dan Rupa Allah berarti diciptakan seturut ‘image’ atau karakter Allah baik
dengan tubuh yang lengkap ataupun dengan keterbatasan anggota tubuh. Sepanjang manusia
ciptaan Allah menampilkan karakter dan image Allah yaitu bekerja, mencipta dan merawat
ciptaan, mengampuni, mengasihi, maka manusia itu ‘sempurna’ karena ia seturut gambar dan
rupa Allah. Keterbatasan anggota tubuh tidak mengurangi nilai seturut gambar dan rupa
Allah.
Perjanjian Baru
“Hai, anak-Ku, dosamu sudah diampuni!” (Mrk. 2:5; bnd. Yoh. 9). Ini adalah kalimat yang
diucapkan oleh Yesus ketika menyembuhkan seorang yang lumpuh. Akan tetapi perkataan
dan tindakan penyembuhan tersebut mendapatkan reaksi negatif dari orang Farisi. Mengapa
orang Farisi menentang Yesus? Pada zaman itu, keterbatasan fisik diindentikkan dengan dosa
atau hukuman atas dosa. Orang yang lahir dengan kondisi fisik berbeda (cacat) dihubungkan
dengan dosa orangtuanya. Sedangkan orang yang mengalami kecacatan setelah lahir
dihubungkan dengan dosa orang itu sendiri. Karena itu mereka tidak perlu dikasihani karena
Atas nama kasih, ada sebagian orangtua yang memanjakan dan memberikan perlakuan khusus
bagi anak-anak mereka secara berlebihan. Mereka menempatkan anak-anak mereka pada
posisi korban yang tak berdaya dan selalu harus diterima apa adanya. Sikap ini dapat
membuat anak diposisikan sebagai obyek dan justru membiarkan anak tetap rendah diri
karena keterbatasannya. Anak dalam kondisi disabilitas pun sesungguhnya memiliki
kemampuan untuk berkontribusi bagi pekerjaan Allah, sebagaimana yang terjadi pada banyak
orang yang berhasil dan dikenal oleh dunia.
Namun ada juga orang tua yang merasa bahwa anak disabilitas dalam keluarga adalah hal
yang ‘memalukan’, orang tua merasa bahwa anak dengan disabilitas sebagai beban, sebagai
tanda kutu dari Tuhan. Sehingga anak-anak ini harus disembunyikan, diasingkan atau
‘diungsikan’. Orang tua lalu mulai mencari akar dosa, dosa siapakah ini, orang tua atau opa
Sikap yang benar seyogianya adalah memberikan tantangan dan bimbingan agar mereka
mampu optimal di tengah keterbatasan mereka. Sedapat mungkin mereka menjalani
kehidupan yang sama dengan orang lain, termasuk pendidikan dan relasi, dengan segala
tantangan yang ada. Orangtua hendaknya mengajarkan tujuan, nilai, dan makna hidup yang
sesuai kehendak Allah kepada anak mereka yang berkebutuhan khusus, yaitu memuliakan
Allah dan menikmati Dia sebagai pemilik hidup kita.
Evaluasi:
Peserta berdiskusi, apa artinya ‘diciptakan menurut gambar dan rupa Allah’
Peserta berdiskusi dengan menghadirkan orang tua dengan anak disabilitas
Peserta menjelaskan dasar Alkitab mengenai anak yang lahir dengan disabilitas
(Yoh.9:1-40)
Referensi :
Alkitab TB-LAI
BAGIAN KEEMPAT
Peran Orang Tua Sejak Kehamilan Sampai Usia 2 Tahun
Tujuan:
Setelah mengikuti sesi ini peserta diharapkan mampu:
1. memahami pentingnya 1000 hari pertama kehidupan setiap anak;
Pengantar
Masa 1.000 hari kehidupan di hitung mulai dari anak masih dalam kandungan( 9 bulan,10
hari=280 hari)dan sampai anak tersebut berusia 2 tahun,(720 hari) dengan catatan 1 bulan =
30 hari. Jika seribu hari tersebut dibagi berdasarkan tahapan kehidupan anak, maka titik kritis
Pasutri yang paling di perhatikan pada seorang anak ialah:masih dalam kandungan = 280 hari,
umur 6-8 bulan = 60 hari. Umur 8-12 bulan = 120 hari, dan umur 12-24 bulan = 360 hari.
Berdasarkan uraian tersebut maka GMIT menguraikan karya pelayanan untuk membangun
keluarga kristen sehat, cerdas dan kokoh.
Evaluasi
1. Mengapa orang tua perlu mengetahui masa 1000 hari pertama kehidupan seorang anak
2. Apa dampaknya jika memperhatikan 1000 hari pertama kehidupan
3. Apa dampakanya jika tidak memperhatikan 1000 hari pertama kehidupan.
Referensi:
Tujuan:
a. Menjelaskan pentingnya menjaga kesehatan ibu hamil.
b. Mengambil laibu yang langkah tepat bagi ibu yang akan melahirkan
c. Menjelaskan apa itu masa nifas dan langkah-langkah yang harus diambil dalam masa nifas.
Gagasan Utama:
Pelajaran ini mengenai kehamilan, persalinan dan pasca persalinan yang akan dialami oleh
calon ibu. Materi ini ditulis dari sudut padandang kesehatan.
Ibu Hamil
Defenisi kehamilan
Kehamilan adalah masa dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya adalah 280 hari
(40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir (Saifudin,2006).
Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uteri mulai sejak konfeksi dan
berakhir sampai permulaan persalinan (Manuaba,2008). Kehamilan merupakan proses yang di
awali dengan adanya pembuahan (konsepsi), masa pembentukan bayi dalam rahim dan di
akhiri oleh lahirnya sang bayi (Monika,2009).
Tanda-tanda kehamilan
Berhentinya menstruasi selama 36-42 minggu,ada pertumbuhan janin di rahim,perubahan
bentuk tubuh seperti pembesaran payudara, perubahan pinggul, pembesaran perut karna
adanya janin.
Pemeriksaan kehamilan
Persalinan
Setiap ibu hamil, suami keluarga dan saudara harus mengetahui tanggal perkiraan
persalinan.Tapi terkadang persalinan bisa terjadi lebih cepat atau lebih lambat (7 hari) dari
perkiraan lahir tersebut untuk itu perlu menyiapkan hal-hal yang mendukung kehadiran sang
buah hati tercinta. Ada pun hal-hal yang harus disiapkan yakni:
Kelengkapan administrasi (BPJS)
Calon pendonor
Sarana transpotasi
Dana
Perlengkapan ibu dan bayi
Setiap persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan (bidan atau dokter) terampil di fasilitas
kesehatan memadai (puskesmas, rumah sakit, klinik swasta), persalinan tidak dilakukan oleh
dukun atau keluarga di rumah. Tanda-tanda persalinan semakin dekat
a. Terdapat flek atau keluar lendir
b. Rasa nyeri di punggung bagian bawah secara terus-menerus
c. Menderita kram perut atau rasa nyeti di sekitar perut memang membuat ibu hamil tidak
nyaman, rasa sakit mirip saat wanita datang bulan.
d. Pecahnya air ketuban bisa terjadi kapan saja
e. Mengalami kontraksi
Tujuan MP-ASI
Air susu ibu hanya mampu mencukupi kebutuhan bayi sampai usia 6 bulan setelah itu,
produksi air susu ibu, (ASI) semakin berkurang sedang kan kebutuhan gizi bayi semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan barat badan.tujuan pemberian MP-ASI
(Soenarno, 2007) sebagai berikut:
a. Melengkapi sat-sat gizi yang kurang dalam ASI.
b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan.
c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk bermacam-macam makanan dari berbagai rasa
dan tekstur.
d. Melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung kadar energi yang tinggi.
Menurut WHO (2003) pada saat seorang bayi tumbuh dan menjadi lebih aktif akan dicapai
usia tertentu di mana ASI saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak. Dengan
demikian makanan tambahan diberikan untuk mengisi kesenjangan antara kebutuhan nutrisi
pada anak dengan jumlah yang di dapatkan dari ASI. Ini berarti:
a. Makanan tambahan diperlukan untuk mengisi kesenjangan energi.
b. Jumlah makanan yang di butuhkan meningkat sewaktu anak bertambah usianya.
c. Jika kesenjangan tidak diisi anak akan berhenti pertumbuhannya atau tumbuh lambat.
Syarat MP-ASI
Menurut Krinatuti dan Yenrina (2000) makanan pendamping ASI yang baik harus memenuhi
beberapa syarat:
a. Memiliki kandungan energi dan protein tinggi
b. Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mendukung vitamin dan mineral yang cocok.
c. Dapat diterima oleh alat pencernaan bayi dengan baik.
d. Harganya relatif murah,bernilai gizi dan dari pangan lokal.
e. Kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar dicerna dalam jumlah sedikit.
Kandungan serat kasar yang terlalu banyak justru akan mengganggu pencernaan bayi.
MP-ASI Terlambat
Bahaya pemberian MP-ASI terlalu lambat. Memulai pemberian makanan tambahan terlalu
lambat juga berbahaya (Depkes RI, 2005) karena:
a. Anak tidak mendapat makanan ekstra yang dibutuhkan untuk mengisi kesenjangan energi
dan nutrien.
b. Anak berhenti pertumbuhannya atau tumbuh lambat.
c. Pada anak resiko malnutrisi dan defesiensi mikronutrien meningkat.
Makanan Bayi
Mengatur makanan bayi dapat dibagi dalam beberapa tahapan (Krisnatuti, 2007) sebagai
berikut:
a. Makanan bayi 6 bulan, sebagai berikut:ASI tetap diberikan;
Susu botol kecil (200 cc) diberikan 5 kali sehari;
Sereal: beras putih, beras merah diberikan 1 kali;
Buah: pisang, alpukat, apel, pir diberikan 1 kali.
b. Makanan bayi usia 7-8 bulan, adalah sebagai berikut:
ASI tetap diberikan; Susu botol kecil (200 cc) 4 kali sehari;
Sereal: lanjutan pemberian beras merah, beras putih 2 kali sehari;
Buah-buahan: mangga, pir, blewah, timun suri diberikan 1 kali sehari;
Daging dan maknan yang mengandung protrin: daging sapi, daging ayam, tahu,
tempe diberikan 1 kali sehari.
c. Makanan bayi usia 9-12 bulan, sebagai berikut:
ASI tetap diberikan atau susu formula; Nasi tim atau sereal diberikan 2 kali sehari;
Buah: nanas, kiwi, manggga, melon, diberikan 1 kali sehari; Sayuran: buncis, kacang
kapri, kacang panjang, labu diberikan dan dicampur pada nasi tim;
Daging sapi, daging ayam, hati, kuning telur diberikan satu kali sehari;
Biskuit sebagai selingan diberikan 2 kali sehari.
d. Pengolohan MP-ASI Berbahan Pangan Lokal
Cara pengolahan MP-ASI (Krisnatuti dkk, 2005) sebagai berikut:
Makanan pokok adalah makanan yang dikonsumsi dalam jumlah yang paling banyak
dan mengandung zat tepung sebagai sumber tenaga seperti beras, jagung, singkong,
sagu, ubi jalar, umbi-umbian. Bubur susu yang lembut, kental dan gurih dapat dibuat
dari makanan pokok apapun dan dapat diberikan sebagai pendamping ASI;
Kacang-kacangan yang diperlukan oleh bayi untuk memenuhi kebutuhan protein
yang sangat penting untuk pertumbuhan seperti kacang tanah, kedelai, kacang hijau,
kacang tunggak, kacang merah, kacang karo, dan lain-lain;
Bahan pangan hewani bergizi tinggi dan sangat baik untuk makanan bayi seperti
daging sapi, ayam termasuk jeroannya (terutama hati), ikan segar, telur dan susu;
Referensi
Pendidikan elektronik studi teologia awam (pesta) kursus pernikahan Kristen sejati, pelajaran
01 Cinta dan pernikahan. Sumber elektronik: http://pesta.sabda.org/pks_pelajaran 01.
Pendidikan elektronik studi teologia awam (pesta), kursus pernikahan Kristen sejati,
pengajaran 02 memilih pasangan sumber elektronik:
http://pesta.sabda.org/pks_pelajaran 02.
Pendidikan elektronik studi teologia Awam(pesta),kuesus pernikahan kristen sejati, pelajaran
03 pernikahan kristen sumber elektronik:http://pesta.sabda.org/pks pelajaran 03
Pendidikan elektronik studi teologia Awam(pesta),kursus pernikahan kristen sejati, pelajaran
01 peran suami istri dalam pernikahankristen simber
elektronik:http;//pesta.sabda.org/pks_pelajaran 04
ARTIKEL
1. Latar belakang
Pemenuhan hak terhadap sumber energi pada tingkat rumah tangga adalah isu yang
sangat krusial karena energy merupakan faktor yang penting bagi terwujudnya
masyarakat sejahtera. Dalam implementasinya, tantangan utama yang harus dipikirkan
secara serius adalah memastikan kemandirian energy tanpa memberikan dampak negatif
1
https://ntt.bps.go.id/dynamictable/2016/07/25/198/populasi-ternak-sapi-menurut-kabupaten-kota-di-provinsi-nusa-
tenggara-timur-2004-2016.html
Dengan memanfaatkan biogas, mereka (perempuan) tidak perlu susah mencari kayu
bakar untuk membuat api, namun dengan energi dari teknologi ini langsung “klik”
api menyala dan proses memasakpun jadi lebih cepat. Biogas juga memberi
keuntungan terutama bagi kaum perempuan dan anak karena beban mereka mencari
kayu api semakin berkurangseperti yang diungkapakan seorang ibu rumah tangga,
Lebrina Sanam (42),”... bangun pagi saya tidak repot-repot lagi buat api pake
4
https://id.wikipedia.org/wiki/Biogas
5
https://theecologist.org/2014/may/08/biogas-global-green-solution-health-energy-environment
6
Detail tahapan pembuatan biogas terlampir
7
Design biogas digester ukuran 4³ terlampir
7. Tantangan
Tantangan utama kegiatan ini adalah bagaimana teknologi biogas dapat diakses dengan
mudah oleh sebagian besar warga serta mengubah kebiasan cara beternak lepas menjadi
diikat/dikandangkan. Dukungan pemerintah setempat dan elemen terkait sangat
diperlukan terutama mengenai pembiayaan awal. Dana desa dan lainnya seperti APBD I
& II (Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah) menjadi sumber dana strategis yang ada
di desa sehingga perencanaan masyarakat perlu diarahkan ke model paronisasi
terintegrasi termasuk pembangunan biogas di dalamnya.
Selain itu kegiatan ini perlu diintegrasikan dalam program lain seperti pengadaan ternak
sapi oleh pemerintah desa atau dinas terkait, yang tentunya harus diikuti dengan
bagaimana cara memelihara sapi denganmempertimbangkan faktor untung rugi atau cost
and benefit.Hal yang sangat perlu mendapat perhatian juga yaitu kemampuan warga
merawat teknologi ini agar harus selalu diperkuat melalui pelatihan dan pendampingan
sosial dan teknis. Pertisipasi warga menjadi tantangan utama terutama usaha mandiri
untuk mengembangkan biogas melalui paronisasi terintegrasi karena sebagian besar
warga masih memilih cara ternak lepas atau digembalakan.
No Jumlah ekor (sapi) Ukuran reaktor Jumlah gas per hari (liter)
(M3)
1 4 4 1000
2 6 6 1500
3 8 8 2000
4 10 10 2500
5 12 12 3000
9. Upaya Replikasi
Sejauh ini masyarakat dan pemerintah desa berusaha mengadopsi biogas melalui
perencanaan pembangunan dimana terdapat usulan pembuatan BIOGAS di level dusun
meskipun belum menjadi prioritas pembangunan desa.Seperti yang dilakukan kelompok
tani Telekamoni I desa Oelbiteno mereka berharap dana desa bisa dialokasikan untuk
pengembangan paronisasi terintegrasi dan biogas untuk mendukung aktifitas pertanian.
Jadi melalui kegiatan ini petani akan semakin mudah mengakses pupuk organik serta
mendukung program pengadaan ternak sapi agar lebih bermanfaat dan prakteknya lebih
cerdas ekosistim baik oleh masyarakat maupun pemerintah.
10. Rekomendasi:
10.1. Mengingat pembanguanan biogas cukup detail dan harus berkualitas baik sangat
perlu pendampingan teknis yang rutin
10.2. Memastikan ada warga yang bisa merawat jika terjadi kerusakan teknis seperti pada
kubah digester dan saluran pipa, dan kompor.
10.3. Perlu pelatihan tambahan khusus untuk mempersiapkan tenaga teknis khusus untuk
merawat dan memonitoring konstruksi dan keberlanjutan paronisasi terintegrasi
10.4. Jenis ternak bisa diganti sesuai kondisi lokal. Contoh di NTT warga juga biasa
beternak babi bisa digunakan sebagai pengganti ternak sapi
Profil Penulis
Pdt. Maria Alfriana Litelnoni – Johannes, STh, MA, Lahir di Jakarta 8 Mei
1969. Menempuh pendidikan Teologi di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta 1993
dan S2 di The University Of Leeds, United Kingdom 2003.
Mejalani masa Vikariat di Jemaat Wilayah Alak, Kupang Barat 1995-1997.
Ditahbiskan menjadi Pendeta pada Maret 1997 di Jemaat GMIT Betlehem
Oesapa Barat – Klasis Kupang Tengah,
Melayani sebagai pendeta di Jemaat GMIT Gloria Kayu Putih - Klasis Kupang Tengah 1997-
2002, Emmanuel Indonesian Presbyterian Church - PCUSA 2008-2009, Dosen Tidak Tetap
mata kuliah Sejarah Agama Kristen di Fakultas Teologi UKAW 2000-sekarang. Penempatan
di Yayasan TLM 2009-2016 dan terakhir sebagai Ketua UPP Teologi dan PAG Majelis
Sinode 2016-sekarang.
Menikah dengan Pdt. Robert Stevanus Litelnoni, S.Th dan dikarunia dua orang anak yakni
Anasthasya Litelnoni dan Kim Egberth Litelnoni
Pdt. Yosepus Asbanu, M.Th. Dilahirkan pada tanggal 1 Juli 1967 di Oebesa,
suatu kampung kecil di Desa Falas – Kabupaten Timor Tengah Selatan. Kedua
orang tuanya bernama Bapak Nahum Asbanu (alm) dan Ibu Victoria Asbanu-
Nomnafa (almh). Menamatkan study S1 pada Fakultas Teologi UKAW Kupang
(1996) dengan skripsi berjudul “Kepemimpinan Paternalisme (Suatu Tinjauan
KOP JEMAAT
Nama ……………………………………………………….
Tempat/ Tanggal Lahir ……………………………………………………….
Materi Pelajaran
1. Mengapa Menikah
12. Perzinahan
14. Perceraian
Hari/ Tanggal
MAJELIS JEMAAT ….
Ketua Sekretaris
…………………………………………… ……………………………………………..