Anda di halaman 1dari 12

KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK (AROMA, WARNA) KEJU OLAHAN

DENGAN PENAMBAHAN PENGEMULSI TEPUNG PORANG


(Amorphopallus onchophillus)

Anna Setyawati1, Purwadi2, Imam Thohari2

1
Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
2
Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya

ABSTRACT
The aims of this study were to determine the best concentration of porang flour as
emulsifier to texture, color, meltability and organoleptic characteristics of processed cheese.
There were five treatments of different percentages of porang flour in processed cheese. The
treatments were P0 (no porang flour in processed cheese), P1 (0.1 % of fresh cheese), P2
(0.2 % of fresh cheese), P3 (0.3 % of fresh cheese), and P4 (0.4 % of fresh cheese). Data
were analyzed by Analysis of Variance and if significant continued by Least Significant
Difference (LSD). Highly significant different effects (P<0.01) were observed on meltability,
color intensity L (lightness), color intensity b (yellowness), and color, but the treatment didn’t
gave significant effect on texture, color intensity a (redness), and aroma. The average of
texture was 51.18-52.52 mm/g/second, lightness 77.50-91.57 %, redness 1.83-2.30 %,
yellowness 20.83-25.03 %, meltability 5.43-4.21 %, aroma 4.07-4.67, color 1.67-4.67.

Keywords: processed cheese, porang flour, physical characteristic, organoleptic.

PENDAHULUAN
Keju merupakan bahan pangan makananan olahan. Bahan utama pada
alternatif yang dapat memenuhi kebutuhan pembuatan keju olahan adalah keju natural
protein hewani, namun produksi keju di dan pengemulsi sebagai pengikat semua
Indonesia masih rendah, dan sebagian komponen bahan dan memperbaiki tekstur
besar keju di Indonesia masih impor, (Fox et al., 2000). Menurut McSweeney
sehingga perlu pengembangan agar produk (2007), fungsi penambahan pengemulsi
keju yang dihasilkan dapat diterima pada keju olahan adalah mencegah
konsumen (Ardhana dan Radiati, 2003). pemisahan protein dan lemak dengan
Sorensen (2001) menyatakan, keju mengubah globula lemak menjadi lebih
olahan merupakan salah satu produk kecil, melarutkan protein keju dan
terkenal di dunia sebagai hasil mengikat air. Pengemulsi yang biasa
pengembangan keju yang dapat digunakan digunakan pada pembuatan keju olahan
sebagai bahan dalam berbagai jenis adalah NaH2PO4, Na2HPO4, Na3PO4,
NaPO3, Na4P2O7, Na2H2P2O7, kalium, pembuatan keju olahan. Penggunaan
kalsium atau natrium sitrat (Na3C6H5O7), pengemulsi yang tepat meningkatkan
natrium tartrat, atau natrium kalium tartrat kualitas fisik serta organoleptik keju
(Fox et al., 2003). olahan yang dihasilkan. Masalah yang
Perkembangan pengetahuan dan diharapkan dapat dipecahkan dalam
teknologi dibidang pangan menghasilkan penelitian ini adalah berapa konsentrasi
berbagai macam pengemulsi dari bahan terbaik penambahan tepung porang
alami, salah satunya adalah tepung porang terhadap kualitas fisik dan organoleptik
yang berasal dari umbi porang. Porang keju olahan yang ditinjau dari tekstur,
(Amorphopallus onchophillus) merupakan intensitas warna, daya leleh, aroma,dan
tanaman umbi yang mudah didapatkan, warna.
menghasilkan karbohidrat, memiliki
produktivitas tinngi, cita rasanya netral, MATERI DAN METODE
kandungan glukomanan tinggi, sehingga Penelitian dimulai bulan April
dapat digunakan sebagai bahan pengental, 2013 sampai dengan Mei 2013 dan
pengisi, pengemulsi, dan penstabil pada dilaksanakan di Rumah Yoghurt,
berbagai produk makanan seperti mie dan Kecamatan Junrejo, Kota Batu untuk
jelly (Saha and Bhattacharya, 2010). Dave pembuatan keju, Laboratorium Pengujian
and McCarthy (1997) menjelaskan bahwa Mutu dan Keamanan Pangan Fakultas
kandungan glukomanan dalam tepung Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
porang memiliki karakteristik unik yaitu untuk pengujian tekstur dan intensitas
berbentuk gel yang sangat kental, memiliki warna, Laboratorium Kimia Fakultas
kemampuan tinggi mengikat air, dan dapat MIPA Universitas Brawijaya untuk
membentuk gel tahan panas. Menurut pengujian daya leleh, Laboratorium
Yang et al. (2009), kelebihan tepung Organoleptik Fakultas Peternakan
porang sebagai pengemulsi adalah tidak Universitas Brawijaya untuk pengujian
mengubah aroma serta rasa asli produk organoleptik.
apabila ditambahkan dalam komposisi
yang tepat. Materi
Pemanfaatan tepung porang dalam Bahan yang digunakan yaitu susu
pengolahan produk olahan susu masih segar, enzim rennin, dan asam sitrat, keju
belum optimal. Alternatif yang bisa Gouda, tepung porang, tepung tapioka, dan
dilakukan adalah pemanfaatan tepung garam. Peralatan yang digunakan untuk
porang sebagai pengemulsi dalam pembuatan keju olahan adalah kompor
gas, penangas air, baskom, thermometer, Prosedur penelitian
pipet volum (Iwaki Pyrex, Japan), gelas Prosedur pembuatan keju olahan
ukur (Brand, Jerman), pengaduk, mengikuti prosedur Fox et al. (2000),
timbangan analitik (Ohaus BC Series, sebagai berikut:
Swiss), timbangan digital (Camry, China), 1. Keju segar ditimbang, kemudian
dan blender (National). Peralatan yang diapanaskan dan diaduk.
digunakan untuk analisi meliputi: tanur 2. Ditambahkan tepung tapioka 10 %, keju
untuk uji daya leleh, penetrometer PNR 6 gouda 10 %, garam 0,5 % dari bobot
untuk uji tekstur, colour reader CR 10 keju segar.
(Minolta, Osaka Japan) untuk uji intensitas 3. Ditambahkan tepung porang sesuai
warna. perlakuan dan diaduk sampai homogen
4. Dikemas dalam pencetak dan direndam
Metode dalam air es, kemudian disimpan dalam
Medode penelitian yang digunakan suhu 4 0C selama 24 jam dan dilakukan
adalah percobaan dengan Rancangan Acak pengujian.
Lengkap (RAL) dengan 3 kali ulangan.
Perlakuan didasarkan pada persentase Variabel Pengamatan
penambahan tepung porang pada Variabel yang diukur meliputi
pembuatan keju olahan yang bervariasi, tekstur, intensitas warna (L, a, b), daya
meliputi: leleh, organoleptik aroma, organoleptik
P0 = Tanpa penambahan tepung porang. warna.
Pengukuran Variabel:
PI = Penambahan tepung porang sebesar
1. Pengujian tekstur, menurut prosedur
0,1 % dari berat keju segar.
(Kartika dkk., 1992).
P2 = Penambahan tepung porang sebesar 2. Pengujian intensitas warna, menurut
0,2 % dari berat keju segar. prosedur (Yuwono dan Susanto, 1998)
3. Pengujian daya leleh, menurut
P3 = Penambahan tepung porang sebesar
prosedur (Tunick et al., 1993).
0,3 % dari berat keju segar.
4. Pengujian organoleptik, menurut
P4 = Penambahan tepung porang sebesar prosedur (Watt et al., 1989).
0,4 % dari berat keju segar. 5. Penentuan perlakuan terbaik, menurut
prosedur (Susrini, 2003).
Analisis Data Keterangan: Rata-rata hasil uji tekstur
menunjukkan bahwa perlakuan
Data yang diperoleh dari pengujian
penambahan tepung porang tidak
tekstur, daya leleh, intensitas warna, dan memberikan perbedaan pengaruh
organoleptik (aroma, warna) dianalisis yang nyata pada analisis ragam.

dengan menggunakan analisis ragam dan Berdasarkan Tabel 1, dapat

dilanjutkan dengan uji Beda Nyata diketahui bahwa perlakuan penambahan

Terkecil (BNT) (Yitnosumarto, 1993). tepung porang tidak memberikan


perbedaan pengaruh yang nyata karena
HASIL DAN PEMBAHASAN tepung porang pada konsentrasi yang

Hasil penelitian penambahan berbeda memiliki kemampuan yang sama

tepung porang sebagai pengemulsi pada untuk meningkatkan kekerasan keju

keju olahan tidak memberikan pengaruh olahan. Nilai tekstur keju olahan

nyata terhadap tekstur, intensitas mengalami penurunan dari P0 ke P4 yang

kemerahan (a), dan organoleptik aroma, artinya daya tembus penetrometer semakin

namun terdapat perbedaan pengaruh pada kecil (tekstur keju semakin keras).

intensitas kecerahan (L), intensitas Perlakuan tanpa penambahan tepung

kekuningan (b), daya leleh, dan porang (P0) menghasilkan tekstur yang

organoleptik warna. paling tinggi diantara perlakuan lainnya

Tekstur (52,52 mm/g/detik). Hal ini diduga karena


Hasil analisis ragam menunjukkan tidak adanya pengemulsi pada pembuatan
bahwa perlakuan penambahan tepung keju olahan sehingga bahan-bahan tidak
porang pada pembuatan keju olahan tidak bisa tercampur rata dan menghasilkan keju
memberikan pengaruh nyata terhadap nilai yang lembek. Menurut Fox et al. (2003),
tekstur. Rata-rata nilai tekstur keju olahan pengolahan keju olahan tanpa penambahan
dengan penambahan tepung porang pada pengemulsi akan menyebabkan tekstur
berbagai perlakuan dapat dilihat pada tidak merata, lembek, dan keluar getah
Tabel 1. minyak pada saat pasteurisasi.
Tabel 1. Rata-rata nilai tekstur keju olahan Perlakuan penambahan tepung
dengan penambahan tepung
porang terbanyak (P4) menghasilkan keju
porang.
Perlakuan Rata-rata (mm/g/detik) dengan nilai tekstur terendah diantara
P0 52,52 ± 1,31 perlakuan yang lainnya (51,18
P1 52,29 ± 0,97
P2 52,24 ± 1,99 mm/g/detik). Hal ini diduga terjadi karena
P3 51,31 ± 1,69 kandungan glukomanan dalam tepung
P4 51,18 ± 1,93
porang dapat mengikat air dan mencegah
pemisahan gel lemak dengan protein Tabel 2. Rata-rata nilai intensitas
sehingga menciptakan tekstur keju yang kecerahan (L) keju olahan
dengan penambahan tepung
lebih padat. Tepung porang mempunyai
porang.
kemampuan sangat besar dalam mengikat Rata-rata intensitas
Perlakuan
air hingga 50 kali beratnya (Keithley and kecerahan (%)
P0 77,50a ± 0,40
Swanson, 2005). Gunasekaran and Ak P1 78,57 b ± 0,81
(2003) menjelaskan bahwa penambahan P2 80,63 c ± 0,15
P3 81,23 c ± 0,55
bahan pengikat air akan meningkatkan
P4 81,57 c ± 0,65
tekstur menjadi lebih padat pada jenis keju Keterangan: superskrip berbeda menunjukkan
perbedaan pengaruh yang nyata
rendah lemak. Chairunnisa (2007)
(P<0,05) terhadap intensitas
menambahkan bahwa bahan pengikat air kecerahan pada uji BNT.
berfungsi untuk menurunkan kadar air dan
Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui
mengakibatkan kenaikan kekerasan pada
bahwa hasil uji lanjutan BNT 5 % terhadap
produk.
rata-rata nilai intensitas kecerahan
Tekstur dengan nilai terbaik
menghasilkan notasi yang berbeda, hal ini
adalah pada perlakuan P3 dengan nilai
berarti perlakuan penambahan tepung
51,31 mm/g/detik, menghasilkan tekstur
porang memberikan pengaruh terhadap
keju yang tidak lembek dan tidak terlalu
intensitas kecerahan keju olahan yang
keras. Menurut Gunasekaran and Ak
dihasilkan. Tepung porang pada
(2003), keju olahan yang berasal dari keju
konsentrasi yang berbeda memiliki
segar dan keju tua dalam perbandingan
kemampuan yang berbeda untuk
yang sama memiliki tekstur yang lembut
meningkatkan intensitas kecerahan keju
namun padat. Keju olahan yang bagus
olahan. Intensitas kecerahan keju olahan
dapat diparut tanpa merusak tekstur.
mengalami peningkatan dari P0 ke P4,
Intensitas Kecerahan (L)
yang artinya warna keju cenderung
Hasil analisis ragam menunjukkan
berwana putih. Menurut McSweeney
bahwa perlakuan penambahan tepung
(2007), warna keju berkisar antara putih
porang pada pembuatan keju olahan
dan kuning, salah satu faktor yang
memberikan pengaruh yang sangat nyata
mempengaruhi intensitas warna adalah
(P<0,01) terhadap intensitas kecerahan.
kualitas susu, jenis keju matang, jenis dan
Rata-rata nilai intensitas kecerahan keju
jumlah pengemulsi yang digunakan.
olahan dengan penambahan tepung porang
Peningkatan nilai kecerahan dari
pada berbagai perlakuan dapat dilihat pada
P0 ke P4 diduga karena tepung porang
Tabel 2.
berwarna putih kecoklatan dan apabila perbedaan pengaruh yang nyata karena
tercampur dengan bahan lain membentuk tepung porang pada konsentrasi yang
gel berwarna putih sehingga menyebabkan berbeda memiliki kemampuan yang sama
keju cenderung berwarna putih. Hasil untuk meningkatkan intensitas kemerahan.
penelitian ini sesuai dengan pendapat
Tabel 3. Rata-rata nilai intensitas
Tamime (2011) yang menyatakan bahwa
kemerahan (a) keju olahan
penambahan pengemulsi dapat memberi
dengan penambahan tepung
efek negatif terhadap warna keju olahan,
porang.
penambahan pengemulsi yang berlebihan
Perlakuan Rata-rata intensitas
menyebabkan warna keju memudar. kemerahan (%)
P0 1,83 ± 0,15
Rata-rata terbaik nilai intensitas P1 2,10 ± 0,36
kecerahan adalah pada perlakuan P2 yaitu P2 2,10 ± 0,10
P3 2,17 ± 0,15
sebesar 80,63 %. Menurut Fischer (2011), P4 2,30 ± 0,10
keju natural yang berwarna putih memiliki Keterangan: Rata-rata hasil uji intensitas
kemerahan menunjukkan bahwa
intensitas kecerahan antara 79-80 %.
perlakuan penambahan tepung
Bahan utama pembuatan keju olahan pada porang tidak memberikan
penelitian adalah 90 % keju segar yang perbedaan pengaruh yang nyata
pada analisis ragam.
berwarna putih sehingga keju olahan yang
dihasilkan berwarna kuning muda sampai Rata-rata intensitas kemerahan
putih. mengalami peningkatan dari P0 ke P4. Hal
ini diduga tepung porang yang digunakan
Intensitas Kemerahan (a)
sebagai pengemulsi dapat menjaga
Hasil analisis ragam menunjukkan kestabilan pigmen merah susu selama
bahwa perlakuan penambahan tepung proses pembuatan keju olahan dan
porang pada pembuatan keju olahan tidak memiliki komponen yang dapat diekstrak
memberikan pengaruh nyata terhadap untuk menimbulkan intensitas kemerahan.
intensitas kemerahan. Rata-rata nilai Menurut Jaya dan Hadikusuma (2009),
intensitas kemerahan keju olahan dengan peningkatan intensitas kemerahan (a)
penambahan tepung porang pada berbagai disebabkan oleh kondisi keju walaupun
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. sudah mengalami kehilangan kadar air dan
bahan kering selama proses pengoahan,
Berdasarkan Tabel 3, dapat
tetapi jumlah komponen yang dapat
diketahui bahwa perlakuan penambahan
diekstrak untuk menimbulkan intensitas
tepung porang tidak memberikan
kemerahan dapat lebih banyak, pigmen di Tepung porang pada konsentrasi yang
dalam susu adalah salah satu yang dapat berbeda memiliki kemampuan yang
mempengaruhi intensitas kemerahan pada berbeda untuk meningkatkan intensitas
keju. kekuningan keju olahan.
Tabel 4. Rata-rata nilai intensitas
Nilai rata-rata terbaik intensitas kekuningan (b) keju olahan
kemerahan adalah pada perlakuan P3 yaitu dengan penambahan tepung
sebesar 2,17 %. Keju rendah lemak porang.
Perlakuan Rata-rata intensitas
cenderung memiliki intensitas kemerahan kekuningan (%)
dan kekuningan yang rendah, keju rendah P0 25,03c ± 0,95
P1 24,87 b ± 0,93
lemak yang disukai konsumen memiliki
P2 23,90 b ± 0,46
intensitas kemerahan 2,2 % (Wadhawani P3 23,10 b ± 1,61
P4 20,83 a ± 0,49
and McMahon, 2012). Fox et al. (2000)
Keterangan: superskrip berbeda menunjukkan
menjelaskan bahwa warna merah yang perbedaan pengaruh yang nyata
berlebihan pada keju olahan dapat (P<0,05) terhadap intensitas
kekuningan pada uji BNT.
disebabkan berbagai faktor seperti
pencemaran susu karena mastitis, Rata-rata intensitas kekuningan

penambahan pengemulsi yang berlebihan, menurun dari P0 ke P4, yang artinya keju

dan kerusakan warna selama pemanasan. cenderung kehilangan intensitas


kekuningan dengan semakin tinggi
Intensitas Kekuningan (b) kosentrasi tepung porang yang diberikan

Hasil analisis ragam menunjukkan pada perlakuan.

bahwa perlakuan penambahan tepung Rata-rata tertinggi intensitas


porang pada pembuatan keju olahan kekuningan adalah pada perlakuan tanpa
memberikan pengaruh yang sangat nyata penambahan tepung porang (P0) yaitu
(P<0,01) terhadap intensitas kekuningan. sebesar 25,03. Hal ini diduga karena tidak
Rata-rata nilai intensitas kekuningan keju adanya tepung porang sebagai pengemulsi
olahan dengan penambahan tepung porang menyebabkan globula lemak keju lebih
pada berbagai perlakuan dapat dilihat pada besar dan tidak terikat dengan komponen
Tabel 4. lain. Globula lemak menyebabkan keju
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui cenderung berwarna kuning (Fox et al.,
bahwa hasil uji lanjutan BNT 5 % terhadap 2003).
rata-rata nilai intensitas kekuningan
menghasilkan notasi yang berbeda.
Rata-rata terendah intensitas porang memberikan perbedaan
pengaruh yang nyata (P<0,05)
kekuningan adalah pada perlakuan
terhadap daya leleh keju olahan
penambahan tepung porang terbanyak (P4) pada uji BNT.
yaitu sebesar 20,83. Jaya dan Hadikusuma
Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui
(2009) menjelaskan bahwa warna kuning
bahwa hasil uji lanjutan BNT 5 % terhadap
yang ditimbulkan pada produk keju
rata-rata nilai daya leleh menghasilkan
merupakan hasil dari pigmen karoten.
notasi yang berbeda. Hasil ini
Penurunan intensitas kekuningan
membuktikan bahwa penambahan tepung
menandakan penurunan jumlah pigmen
porang dengan konsentrasi berbeda
karoten akibat penambahan tepung porang
sebagai pengemulsi menghasilkan daya
yang berwarna putih kecokelatan. Menurut
leleh yang berbeda, semakin tinggi
Tamime (2011), penambahan pengemulsi
perlakuan penambahan tepung porang,
dapat memberi efek negatif terhadap
menyebabkan daya leleh semakin kecil
warna keju olahan.
yang ditandai dengan semakin pendeknya

Daya Leleh panjang lelehan pada saat pengujian. Hasil


ini mengindikasikan tepung porang yang
Hasil analisis ragam menunjukkan
ditambahkan sebagai pengemulsi dapat
bahwa perlakuan penambahan tepung
menstabilkan ikatan antar komponen
porang pada pembuatan keju olahan
penyusun keju olahan. Shirashoji, Jaeggi,
memberikan pengaruh yang sangat nyata
and Lucey (2010) menjelaskan bahwa
(P<0,01) terhadap daya leleh. Hasil Rata-
semakin tinggi penambahan pengemulsi
rata nilai daya leleh keju olahan dengan
pada keju, menyebabkan semakin
penambahan tepung porang pada berbagai
kokohnya ikatan lemak dengan komponen
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.
lain dan menyebabkan tekstur semakin
Tabel 5. Rata-rata nilai daya leleh keju padat dan daya leleh semakin rendah.

olahan dengan penambahan tepung


Rata-rata daya leleh tertinggi
porang.
adalah pada perlakuan tanpa penambahan
Perlakuan Rata-rata
tepung porang (P0). Hal ini diduga karena
P0 5,43c ± 0,32
P1 5,09c ± 0,11 tidak adanya pengemulsi yang berfungsi
P2 5,02b ± 0,40 mengubah globula lemak menjadi lebih
P3 4,43a ± 0,40
P4 4,21a ± 0,26
kecil, melarutkan protein, dan mengikat air
Keterangan: superskrip berbeda menunjukkan dan menyebabkan ikatan antar molekul
perlakuan penambahan tepung tidak stabil. McMahon et al. (1999)
menjelaskan bahwa daya leleh keju Tabel 6. Rata-rata nilai aroma keju olahan
dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain dengan penambahan tepung
kadar lemak dan keseimbangan interaksi porang.
antar molekul protein dan interaksi antar Perlakuan Rata-rata nilai aroma
molekul protein dengan air. Globula- P0 4,67 ± 0,63
P1 4,07 ± 0,71
globula kecil lemak pada matriks kasein
P2 4,27 ± 0,57
mencegah lemak mencair lebih mudah
P3 4,20 ± 1,47
(Gunasekaran and Ak, 2003). P4 4,33 ± 0,51
Keterangan: Rata-rata hasil uji aroma
Rata-rata daya leleh terendah menunjukkan perlakuan
adalah pada perlakuan penabahan tepung penambahan tepung porang
tidak memberikan perbedaan
porang terbanyak (P4). Hal ini diduga
pengaruh nyata pada analisis
karena kandungan glukomanan pada ragam.
tepung porang sebagai pengemulsi dapat
Berdasarkan Tabel 6, dapat
mengubah globula lemak menjadi lebih
diketahui bahwa perlakuan penambahan
kecil, menstabilkan ikatan antar molekul
tepung porang tidak memberikan pengaruh
dan mengikat air. Menurut Cais-sokolinska
yang nyata karena tepung porang pada
and Pikul (2009), semakin stabil ikatan
berbagai konsentrasi yang berbeda tidak
antar molekul karena penambahan jumlah
mengubah aroma keju olahan yang
pengemulsi atau jenis pengemulsi
dihasilkan. Yang et al. (2009) menjelaskan
menyebabkan daya simpan lebih lama,
bahwa kandungan glukomanan dalam
daya potong dan daya leleh lebih rendah.
tepung porang dapat dijadikan pengemulsi
Aroma yang baik karena tidak mengubah aroma
serta rasa asli produk apabila ditambahkan
Hasil analisis ragam menunjukkan
dalam komposisi yang tepat.
bahwa perlakuan penambahan tepung
porang pada pembuatan keju olahan tidak Penambahan tepung porang tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap mempengaruhi nilai aroma keju olahan
aroma. Rata-rata nilai aroma olahan yang dihasilkan karena kandungan
dengan penambahan tepung porang pada glukomanan yang terkandung pada tepung
berbagai perlakuan dapat dilihat pada porang memiliki sifat organoleptik netral.
Tabel 6. Pernyataan yang mendukung hasil
penelitian ini adalah menurut Dave and
McCarthy (1997), tepung porang banyak
dimanfaatkan sebagai bahan tambahan Nilai warna keju olahan semakin
dalam industri pangan karena tidak menurun dari P0 ke P4, yang artinya
mengubah sifat organoleptik bahan baku warna keju semakin putih. Hasil penelitian
apabila ditambahkan pada konsentrasi ini membuktikan bahwa warna berkisar
yang tepat. antara kuning muda sampai agak pucat.
Hal ini diduga karena tepung porang yang
Warna
digunakan berwana putih kecokelatan
. Hasil analisis ragam menunjukkan sehingga menurunkan nilai intensitas
bahwa perlakuan penambahan tepung kekuningan. Dave and McCarthy (1997)
porang pada pembuatan keju olahan menjelaskan bahwa penggunaan tepung
memberikan pengaruh yang sangat nyata porang sebagai bahan tambahan dalam
(P<0,01) terhadap warna. Rata-rata nilai idustri makanan perlu diperhatikan
warna keju olahan dengan penambahan konsentrasinya karena penambahan yang
tepung porang pada berbagai perlakuan berlebihan menyebabkan warna produk
dapat dilihat pada Tabel 7. berubah.
Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui
Nilai warna tertinggi adalah sebesar
bahwa hasil uji lanjutan BNT 5 % terhadap
4,67 (kuning muda) adalah pada perlakuan
rata-rata nilai warna menunjukkan notasi
tanpa penambahan tepung porang (P0).
yang berbeda. Tepung porang pada
Hal ini diduga karena tidak adanya
konsentrasi yang berbeda memiliki
pengemulsi pada keju olahan sehingga
kemampuan yang berbeda untuk
globula lemak lebih besar dibandingkan
menurunkan nilai warna keju olahan.
dengan penambahan pengemulsi. Globula
Tabel 7. Rata-rata nilai warna keju olahan
lemak menyebabkan keju cenderung
dengan penambahan tepung porang.
berwarna kuning (Fox et al., 2003).
Rata-rata nilai
Perlakuan
warna
Nilai warna terendah adalah sebesar
P0 4,67c ± 0,36
P1 3,60 b ± 0,51 1,67 (agak pucat) dengan perlakuan
P2 3,13 b ± 0,53 penambahan tepung terbanyak (P4). Hal
P3 2,20 a ± 0,98 ini diduga karena tepung porang yang
P4 1,67 a ± 0,51
digunakan sebagai pengemulsi dapat
Keterangan: superskrip berbeda menunjukkan
perlakuan penambahan tepung memecah globula lemak menjadi partikel
porang memberikan perbedaan
lebih kecil dan menstabilkan ikatan lemak
pengaruh yang nyata (P<0,05)
terhadap nilai warna pada uji dengan molekul lain sehingga
BNT. menghasilkan penampakan keju yang
cenderung berwarna putih. Pendapat yang Pemeraman. J. Ilmu Ternak Vol. 7 (1):
16-21.
mendukung hasil penelitian ini adalah
menurut Tamime (2011), penambahan Dave, V. and S. P. McCarthy. 1997. Review of
Konjac Glucomannan. J. of
pengemulsi dapat memberi efek negatif Environmental Polymer Degradation
5 (4): 237-243.
terhadap warna keju olahan, penambahan
Fischer, J. W. 2011. Cheese: Identification,
pengemulsi yang berlebihan menyebabkan
Classification, Utilization. Delmar
warna asli keju memudar. Cengage Learning. New York.

Fox, P. F., T. P. Guinee, T. M. Logan and P.


KESIMPULAN L. H. McSweeney. 2000.
Fundamentals of Cheese Science. An
Perlakuan terbaik berdasarkan Aspen Publication. Gaithersburg.
penelitian adalah pada penambahan tepung Fox, P. F., P. L. H. McSweeney, T. M. Cogan
porang sebanyak 0,3 % (P3) yang and T. P. Guinee. 2003. Cheese:
Chemistry, Physics and Microbiology
menghasilkan nilai tekstur 51,31 Vol. 2. Chapman & Hall. London
mm/g/detik, intensitas kecerahan (L) Gunasekaran, S. and M. M. Ak. 2003. Cheese
Rheology and Texture. CRC Press.
81,23%, intensitas kemerahan (a) 2,17%,
New York.
intensitas kekuningan (b) 23,1%, daya
Jaya, F. dan D. Hadikusuma. 2009. Pengaruh
leleh 4,43, aroma 4,2 (aroma keju kuat), Substitusi Susu Sapi dengan Susu
Kedelai serta Besarnya Konsentrasi
warna 2,2 (agak putih), menghasilkan keju Penambahan Ekstrak Nenas (Ananas
olahan berkualitas ditinjau dari sifat fisik comosus) terhadap Kualitas Fisik dan
Kimia Keju Cottage. J. Ilmu dan
dan organoleptik yang disukai konsumen. Teknologi Hasil Ternak Vol. 4 (1): 46-
54.

Kartika, B., Guritno, Purwadi, dan


Ismoyowati. 1992. Petunjuk Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA Produk Industri Hasil Pertanian.
Penerbit Proyek Pengembangan Pusat
Ardhana, M. M. dan L. E. Radiati. 2003. Fasilitas Bersama antar Universitas.
Pengaruh Pengunaan Starter Yakult PAU Pangan dan Gizi UGM.
Komersial dan Enzim rennin Mucor Yogyakarta.
meihei terhadap mutu keju Cottage.
Keithley, J. and B. Swanson. 2005.
J. Ilmu-ilmu Peternakan Vol. 10: 24-
Glucomannan and Obesity: A Critical
28.
Review. Alternative Therapes
Cais-Sokolinska, D. and J. Pikul. 2009. Cheese Magazine 11 (6): 30-34.
Meltability as Assessed by the Tube
Test and Schreiber Test Depending on Madhawani, R. and D. J. McMahon. 2012.
Fat Contest and Storage Time, Base Color of Low-fat Cheese Influences
on Curd-Ripened Fried Cheese. J. Flavor Perception and Consumer
Food Sci. 27 (5): 301-308. Liking. J. Dairy Sci. 95: 2336-2346.

Chairunnisa, H. 2007. Aspek Nutrisi dan McMahon, D. J., R. L. Fife and C. J. Oberg.
Karakteristik Organoleptik Keju Semi 1999. Water Partitoning in Mozarella
Keras Gouda pada Berbagai Lama Cheese and Its Relationship to
Cheese Meltability. J. Dairy Sci. 82: Yuwono, S. S. dan T. Susanto. 1998.
1361-1369. Pengujian Fisik Pangan. Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Universitas
McSweeney, P. L. H. 2007. Cheese Problem Brawijaya. Malang.
Solved. CRC Press. NewYork.

Saha, D. and S. Bhattacharya. 2010.


Hydrocolloids as Thickening and
Gelling Agent in Food: A Critical
Review. J. Food Sci Technol. 47 (6):
587-597.

Shirashoji, N., J. J. Jaeggi and J. A. Lucey.


2010. Effect of Sodium
Hexametaphosphate Concentration
and Cooking Time on the
Physicochemical Properties of
Pasteurized Process Cheese. J. Dairy
Sci. 93: 2827-2837.

Sorensen, H. H. 2001. The World Market for


Cheese. IDF Bulletin 395: 4-62.

Susrini. 2003. Pengantar Teknologi


Pengolahan Susu. Fakultas
Peternakan UB. Malang.

Tamime, A. Y. 2011. Processed Cheese and


Analogues. Blackwell Publishing
L.td. London.

Tunick, M. H., E. L. Malin, P. W. Smith, J. J.


Shieh, B. C. Sullivan and K. L.
Mackey. 1993. Proteolysis and
rheology of low fat and full fat
Mozzarella cheeses prepared from
homogenized milk. J. Dairy Sci. 76
(12): 3621–3628.

Watt, B. M, G. L. Ylimaki, L. E. Jeffery and


L. G. Elias. 1989. Basic Sensory
Methods for Food Evaluation.
International Development Research
Center. Ottawa.

Yang, J., J. X. Xiao and L. Z. Ding. 2009. An


Investigation into the Application of
Konjac Glucomannan as a Flavour
Encapsulant. Europan Food Research
Tech. 229: 467-474.

Yitnosumarto, S. 1993. Percobaan,


Perancangan, Analisis, dan
Interpretasinya. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai