Anda di halaman 1dari 295

Modul SIK

2014

MODUL SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Fakultas Kesehatan Masyarakat UNSRAT Manado

Konsep Dasar dan


Penerapan
Sistem Informasi
Kesehatan
Modul Kuliah
Sistem Informasi Kesehatan

KONSEP DASAR DAN PENERAPAN SISTEM INFORMASI


KESEHATAN

Penyusun:

Tim Pengajar FKM-UNSRAT

 Fakultas Kesehatan Masyarakat UNSRAT


Kampus UNSRAT Manado
Telepon (0431)863886, 863786 • Fax (0431)822568, 827532
Homepage: http://www.unsrat.ac.id

Daftar Isi
Daftar Isi i
BAB 1 Konsep Dasar Sistem Informasi Kesehatan 1
BAB 2 Peran Sistem Informasi Kesehatan dalam Manajemen Kesehatan 13
BAB 3 Sistem Informasi Manajemen 23
BAB 4 Pendekatan Sistem dan Pengembangan SIK 41
BAB 5 Identifikasi Kebutuhan Informasi dan Penetapan Indokator 73
BAB 6 Pengumpulan Data Secara Rutin dan Sewaktu-waktu 91
BAB 7 Proses Mengolah Data Menjadi Informasi 119
BAB 8 Manajemen Sistem Informasi Kesehatan 139
BAB 9 Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia 154
BAB 10 Sistem Informasi Rumah Sakit 190
BAB 11 Sistem Informasi Manajemen Puskesmas 213
BAB 12 Sistem Informasi Geografis dan Penerapannya 255
Kepustakaan 303
Lampiran-Lampiran iii
ii
Konsep Dasar Sistem Informasi
FKM - UNSRAT B A B 1
Kesehatan
Organization without Information is nothing.

K data dan informasi kesehatan. Data dan informasi ini sebagai dasar dalam
eberhasilan manajemen kesehatan sangat ditentukan antara lain oleh tersedianya
pengambilan keputusan di bidang kesehatan.

Untuk mendapatkan data dan informasi kesehatan yang berkualitas diperlukan


suatu sistem informasi kesehatan yang adekuat. Pembangunan Sistem Informasi
Kesehatan yang adekuat dalam menghasillkan informasi yang berkualitas dalam
pengambilan keputusan di bidang kesehatan membutuhkan pengetahuan konsep dasar
system informasi kesehatan itu sendiri dan dasar-dasar dalam pengembangannya.

Untuk dapat lebih memahami secara konseptual dan aplikasi Sistem Informasi
Kesehatan, kita mulai dengan memahami konsep dasar Sistem Informasi Kesehatan yang
berisi definisi dan kerangka dasar Sistem Informasi Kesehatan.

Konsep Dasar Sistem


1. Pengertian Sistem

Pengertian sistem yang menekankan pada komponen-komponennya seperti yang


disampaikan oleh beberapa ahli di bawah ini:
a. ―Sistem adalah sekelompok elemen-elemen yg terintegrasi dengan maksud yang sama

untuk mencapai suatu tujuan (McLeod, 1995)
b. ―Gabungan dari beberapa komponen yang bekerja sama untuk mencapai tujuan
umum‖ (Sauerborn dan Lippeveld, 2000)
c. ‖Suatu tatanan dimana terjadi suatu kesatuan usaha dari berbagai unsur yang saling
berkaitan secara teratur menuju pencapaian tujuan dalam suatu lingkungan tertentu‖
1
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Sedangkan pengertian sistem Pengertian sistem yang menekankan pada prosedur,


menurut pendapat FitzGeald (1981) yang dikutif oleh Sauerborn dan Lippeveld (2000) :
―sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan ,
berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu
sasaran tertentu‖.
Pengertian sistem yang menekankan komponen-komponennya merupakan definisi
yang lebih luas dan banyak diterima, karena kenyataannya suatu sistem dapat terdiri dari
beberapa subsistem atau sistem bagian.
Ciri yang mendasari suatu sistem adalah :

a. Pencapaian suatu tujuan

b. Mempunyai struktur tertentu

c. Terdiri dari komponen-komponen

d. Adanya kesatuan usaha berbagai komponen

e. Saling berhubungan yang teratur

2. Komponen-Komponen Sistem

Berdasarkan komponen-komponennya bentuk sistem terdiri dari:


a. Sistem Sederhana, yang hanya terdiri dari 3 komponen, yaitu: masukan (input), proses
(process), dan keluaran(output).
b. Sistem dengan Pengendalian Umpan Balik, yang terdiri dari komponen-komponen
masukan, proses, keluaran, pengendalian, umpan balik dan lingkungan.
Saling berhubungan fungsional yang teratur antar komponen-komponen sistem
digambarkan pada gambar 1.1 sebagai berikut :

Gambar 1.1

Hubungan fungsional antar komponen sistem

2
FKM - UNSRAT

Kontrol

Masukan
Keluaran
Proses

Balikan

Sumber : Siregar, 1992

Komponen-komponen fungsional yang melandasi sistem menurut Siregar (1992) yaitu


sebagai berikut :
a. Masukan ada 2 macam :
• Masukan yang diolah oleh proses sistem (materi atau masalah)
• Masukan yang dibutuhkan untuk mengolah dalam proses sistem.
b. Proses
Proses merupakan komponen sistem yang berfungsi untuk mengolah sehingga
dihasilkan keluaran atau kegiatan yang mengubah masukan menjadi keluaran. c.
Keluaran
Keluaran merupakan hasil kerja langsung dari suatu sistem, bentuknya harus nyata,
dapat dilihat dan diukur.
d. Umpan balik
Umpan balik merupakan kegiatan dalam sistem dimana dengan adanya umpan balik ini
dapat dilakukan penyesuaian secara otomatis terhadap masukan dan proses sehingga
diperoleh keluaran yang sesuai.
e. Kontrol
Kontrol berfungsi untuk mengendalikan kerja sistem sehingga proses-proses yang
dilakukan sistem dapat menghasilkan keluaran sesuai dengan tujuan.
f. Lingkungan
Lingkungan merupakan tempat dimana sistem hidup. Lingkungan mempunyai pengaruh
terhadap sistem dan sebaliknya lingkungan dapat dipengaruhi sistem (Siregar,1992).

3
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Data dan Informasi


1. Pengertian Data dan Informasi

Data merupakan bentuk jamak dari kata datum (Latin) yang berarti sebagian
kecil dari informasi atau sebuah fakta yang diketahui atau diperkirakan yang
digunakan sebagai dasar dari teori, kesimpulan atau inferens.
Data itu sendiri mempunyai arti informasi yang faktual merupakan fakta-fakta atau
gambaran-gambaran yang didapat dari eksperimen atau survey yang digunakan
sebagai dasar dalam perhitungan atau penyusunan kesimpulan.
Dalam sistem informasi (ilmu komputer) data merupakan informasi
perhitungan dari pengolahan komputer berupa angka, teks, gambar, suara dalam
bentuk yang cocok untuk penyimpanan dan pengolahan oleh komputer.
Dalam statistik data adalah himpunan angka-angka yang merupakan nilai
dari unit sampel kita sebagai hasil dari mengamati/mengukur.
Ditinjau dari jenis data dapat kita tentukan :
a. Data diskrit : data dalam bentuk bilangan bulat atau data yang didapat dari
hasil perhitungan. Misalnya : jumlah anak dalam keluarga, jumlah penderita
TBC Paru dll.
b. Data kontinyu : data dalam bentuk rangkaian data yang dapat dalam bentuk
desimal dan didapatkan dari pengukuran. Misalnya : Tinggi Badan, berat
badan, panjang badan dll.
c. Data kuantitatif : data dalam bentuk bilangan (numerik) misalnya jumlah
balita yang diimunisasi dll.
d. Data kualitatif : data yang dalam bentuk kualitatif (kategorial). Misalnya :
pernyataan terhadap KB setuju, kurang setuju, tidak setuju.
Ditinjau dari sumbernya data dibagi atas :
a. Data primer : data yang dikumpulkan oleh penelitinya sendiri.
b. Data sekunder : data yang diambil dari suatu sumber dan biasanya data itu
sudah dikompilasi lebih dahulu oleh instansi atau yang punya data.
Sedangkan informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih
berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya. Sauerborn meringkasnya
menjadi kumpulan fakta atau data yang sangat berguna.

4
FKM - UNSRAT

2. Transformasi Data menjadi Informasi

Menurut Siregar (1992), alih bentuk data menjadi informasi melalui empat
langkah pokok yaitu pengumpulan data, pengolahan data, penyajian data dan
analisis data. Selanjutnya diilustrasikan sebagai berikut:
Gambar 1.2. Transformasi Data Menjadi Informasi Dengan Empat Langkah

Pengumpulan Pengolahan Data Penyajian Data Analisis &


Data Data Infor
Penyimpulan masi

Tabel

Instrumen
Pengumpulan Basis Grafik
Data Data

Chart

Sumber: Siregar, 1992


Proses pengumpulan data diawali dengan ketersediaan data pada sumber
data baik dalam bentuk hasil pencatatan dan pelaporan ataupun hasil survei.
Pengolahan data dapat dilakukan secara manual maupun dengan bantuan
perangkat komputer
Proses pengolahan data atau transformasi adalah kegiatan-kegiatan
mengubah data menjadi informasi dengan cara tertentu sesuai dengan keperluan
terhadap informasi yang dihasilkan. Umumnya terdapat empat kelompok cara
pengolahan data yaitu klasifikasi, sortir, kalkulasi dan kesimpulan.

Klasifikasi adalah mengelompokkan data berdasarkan kesamaan karakteristik


ke dalam grup atau kelas. Sebagai contoh data PHBS dikelompokan dahulu
berdasarkan karakteristik datanya antara lain nama Desa, nama Kecamatan dan
Kabupaten. Selanjutnya mengelompokan data kepala keluarga kemudian kelompok
kondisi PHBS perilaku, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Kalkulasi adalah kegiatan pengolahan data dalam bentuk penghitungan
angka-angka (arithmetic). Manipulasi angka-angka dari data disebut kalkulasi berupa

5
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, pemangkatan, pengakaran dan


sebagainya.
Sortir merupakan prosedur penyusunan data dengan urutan. Penyortiran
dapat dilakukan dengan dua urutan yaitu urutan angka dan urutan abjad. Hal ini
dimaksudkan terutama untuk memudahkan pencarian data catatan pada waktu data
catatan ditampilkan pada layar monitor ataupun setelah dicetak menjadi informasi
hardcopy.
Penyimpulan dimaksudkan agar data menjadi bernilai melalui proses
pemadatan atau peringkasan dari deretan data yang telah diinput dan diolah.
Sederetan angka-angka dapat diolah menjadi kesimpulan baik dalam bentuk jumlah,
persentase, pengurangan dan manipulasi lainnya sehingga memberi nilai dari data
tersebut menjadi suatu informasi.

Sistem Informasi
1. Pengertian Sistem Informasi

Menurut Siregar (1995) sistem informasi adalah suatu sistem yang dapat
menghasilkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan secara tepat guna dan tepat
waktu untuk semua macam proses pengambilan keputusan pada berbagai jenjang
dalam suatu organisasi
Sistem informasi memiliki tiga elemen utama, yaitu data yang menyediakan
informasi, prosedur yang memberitahu pengguna bagaimana mengoperasikan sistem
informasi, dan orang-orang yang membuat produk, menyelesaikan masalah,
membuat keputusan, dan menggunakan sistem informasi tersebut. Orang-orang
dalam sistem informasi membuat prosedur untuk mengolah dan memanipulasi data
sehingga menghasilkan informasi dan menyebarkan informasi tersebut ke
lingkungan.

Model dasar sistem adalah masukan, pengolahan, dan keluaran. Fungsi


pengolahan informasi sering membutuhkan data yang telah dikumpulkan dan diolah
dalam waktu periode sebelumnya. Oleh karena itu pada model sistem informasi
ditambahkan pula media penyimpan data (data base) maka fungsi pengolahan
informasi bukan lagi mengubah data menjadi informasi tetapi juga menyimpan data
untuk penggunaan lanjutan.
Skema dasar sistem informasi dapat ditunjukkan pada Gambar 1.3 (Davis, 1999).

6
FKM - UNSRAT

INPUT PROSES OUTPUT

PENYIMPANAN

Gambar 1.3 Model Dasar Sistem Informasi

Model dasar ini berguna dalam memahami bukan saja keseluruhan sistem
pengolahan informasi, tetapi juga untuk penerapan pengolahan informasi secara
tersendiri. Setiap penerapan dapat dianalisis menjadi masukan, penyimpanan,
pengolahan dan keluaran.

Keberhasilan suatu sistem informasi sangat bergantung pada sistem basis


data. Semakin lengkap, akurat dan mudah dalam menampilkan kembali data yang
ada dalam sistem basis data maka akan semakin tinggi kualitas sistem informasi
tersebut. Basis data (database) merupakan kumpulan dari data yang saling
berhubungan satu dengan lainnya, tersimpan di perangkat keras komputer dan
digunakan perangkat lunak untuk memanipulasinya. Data perlu disimpan di dalam
basis data untuk keperluan penyediaan informasi lebih lanjut (Jogiyanto, 1999).

2. Komponen Sistem Informasi

Komponen sistem informasi berdasarkan Burch dan Grudnisky (1986), seperti


dikutip oleh Jogianto (1999) disebut dengan istilah blok bangunan yang terdiri dari:
a. Blok masukan, merupakan input data yang masuk ke dalam sistem informasi,
termasuk didalamnya adalah metode-metode dan media yang digunakan,
biasanya berupa dokumen-dokumen dasar.
b. Blok model, terdiri dari kombinasi prosedur, logika dan model matematik yang
akan memanipulasi data masukan dan data yang tersimpan di basis data dengan
cara yang sudah ditentukan untuk menghasilkan keluaran yang diinginkan.
c. Blok keluaran, merupakan produk sistem informasi berupa informasi yang
berkualitas dan dokumentasi yang berguna untuk semua tingkatan manajemen
serta semua pemakai sistem.
d. Blok teknologi, yang merupakan perangkat kerja untuk menerima masukan,
menjalankan model, menyimpan dan mengakses data, menghasilkan dan

7
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

mengirimkan keluaran dan membantu pengendalian sistem secara keseluruhan.


Teknologi terdiri dari 3 bagian utama, yaitu teknisi, perangkat lunak, dan
perangkat keras.
e. Blok basis data, merupakan kumpulan data yang saling berhubungan satu
dengan lainnya, tersimpan di perangkat keras komputer dan digunakan
perangkat lunak untuk mengubahnya. Data di dalam basis data perlu
diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga informasi yang dihasilkan berkualitas.
f. Blok kendali, merupakan mekanisme yang dirancang dan diterapkan untuk
meyakinkan bahwa hal-hal yang dapat merusak sistem dapat dicegah ataupun
bila terlanjur terjadi kesalahan-kesalahan dapat cepat diatasi.
Kesatuan dari komponen-komponen tersebut dapat digambarkan seperti pada
gambar 1.4.

Gambar 1.4 Komponen Sistem Informasi

Data Diolah Informasi

INPUT MODELES OUTPUTASI

TEKNOLOGI
BASIS
DATA

KONTROL

Sumber: Jogiyanto, 2003

3. Jenis-Jenis Sistem Informasi

Sistem informasi dikembangkan untuk berbagai tujuan, sehingga terdapat


beberapa jenis sistem informasi, diantaranya:
a. Sistem pengolahan transaksi, adalah sistem informasi yang terkomputerisasi
yang dikembangkan untuk memproses data dalam jumlah besar untuk transaksi
8
FKM - UNSRAT

bisnis rutin dan inventarisasi. Sistem ini merupakan sistem tanpa batas yang
memungkinkan organisasi bisa berinteraksi dengan lingkungan eksternal.

b. Sistem otomasi perkantoran, sistem yang dipakai untuk menganalisis


informasi sedemikian rupa untuk mengubah data atau menggantikannya dengan
cara-cara tertentu sebelum membaginya atau menyebarkannya secara
keseluruhan, kepada organisasi dan kadang-kadang di luar itu.

c. Sistem kerja pengetahuan, adalah sistem yang mendukung para pekerja


profesional seperti ilmuwan, insinyur dan doktor untuk membantu mereka
menciptakan pengetahuan baru dan memungkinkan mereka menerapkannya
pada organisasi atau masyarakat.

d. Sistem informasi manajemen, merupakan sistem yang menghasilkan


informasi untuk kepentingan manajerial atau proses-proses manajemen
(perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian) kegiatan organisasi.
e. Sistem pendukung keputusan, merupakan sistem informasi terkomputerisasi
di atas sistem informasi manajemen yang lebih menekankan pada fungsi
mendukung pengambilan keputusan di seluruh tahapnya, walaupun keputusan
akhir masih tetap wewenang khusus pembuat keputusan.

f. Sistem ahli dan kecerdasan buatan, merupakan sistem yang menggunakan


pendekatan kecerdasan buatan untuk menyelesaikan masalah melalui pengguna
bisnis dan secara efektif menggunakan pengetahuan seorang ahli untuk
menyelesaikan masalah yang ada dalam suatu organisasi.

Sistem Informasi Kesehatan


1. Batasan Sistem Informasi Kesehatan

Beberapa batasan sistem informasi kesehatan:


a. ―Sistem informasi kesehatan adalah mekanisme pengumpulan, pengolahan,
analisis dan pengiriman informasi yang dibutuhkan untuk mengorganisasikan dan
mengoperasikan pelayanan kesehatan dan juga untuk penelitian dan pelatihan.‖ 8

b. ―Sistem informasi kesehatan adalah sejumlah komponen dan prosedur yang


terorganisir dengan tujuan untuk menghasilkan informasi untuk meningkatkan
keputusan manajemen pelayanan kesehatan pada setiap tingkat sistem
kesehatan.‖2

9
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

2. Komponen Sistem Informasi Kesehatan

Seperti sistem lainnya, sistem informasi kesehatan terdiri dari komponen yang
saling berhubungan yang dapat dikelompokkan dalam dua bagian yaitu: 2
a. Proses informasi, yang terdiri dari: 2

i. Pengumpulan data ii.


Pengiriman data iii.
Pengolahan data iv.
Analisis data
v. Penyajian informasi
Pemantauan dan penilaian proses tersebut memungkinkan gabungan
masukan yang benar menghasilkan tipe keluaran yang benar pada waktu yang
tepat.
Sistem informasi dapat menyediakan informasi yang tepat dan relevan hanya
jika setiap komponen proses informasi terstruktur dengan baik.
b. Manajemen sistem informasi, yang terdiri dari: 2

i. Sumber daya sistem informasi kesehatan meliputi orang-orang (perencana,


manajer, ahli statistik, ahli epidemiologi, pengumpul data), perangkat keras
(register, telepon, komputer), perangkat lunak (kertas karbon, format
laporan, program pengolah data) dan sumber dana.
ii. Aturan-aturan organisasi, misalnya penggunaan standar diagnosa dan
penanganan, uraian tugas petugas, prosedur manajemen distribusi, prosedur
pemeliharaan komputer yang memungkinkan efisiensi penggunaan sumber
daya sistem informasi kesehatan.
Oleh karena itu dalam merancang atau merancang kembali sistem informasi
kesehatan dibutuhkan penekanan pada pengaturan yang sistematis setiap komponen
baik proses informasi maupun manajemen sistem informasi tersebut. 2

3. Masalah-masalah Sistem Informasi Kesehatan

Pada banyak negara sistem informasi kesehatan tidak adekuat dalam


menyediakan dukungan dalam manajemen program. Lippeveld (2000) menyimpulkan
alasannya dalam lima hal:
a. Irelevansi informasi yang didapat dengan kebutuhan
10
FKM - UNSRAT

b. Kualitas data yang kurang


c. Duplikasi data dan tidak efisiennya informasi
d. Tidak tepat waktu dalam melaporkan dan menindaklanjuti
e. Informasinya kurang berguna
Menurut Bambang dkk. (1991) terdapat beberapa masalah pada sistem
informasi kesehatan di Indonesia diantaranya:
a. Data yang harus dicatat dan dilaporkan di unit-unit operasional sangat banyak,
sehingga beban para petugas menjadi berat.
b. Proses pengolahan data menjadi lama, sehingga hasil pengolahan data menjadi
lama, menyebabkan hasilnya menjadi tidak tepat waktu ketika disajikan dan
diumpanbalikkan.
c. Data yang dikumpulkan terlalu banyak dibanding kebutuhannya, maka banyak
data yang akhirnya tidak dimanfaatkan.
Keney (1999)11 menyimpulkan bahwa terdapat beberapa masalah dalam
pengumpulan data kesehatan maternal diantaranya kualitas, kelengkapan dan
ketersediaan infromasi yang tidak adekuat yang menyebabkan keterbatasan dalam
penggunaanya untuk menetapkan kebijakan.

Peran Sistem Informasi Kesehatan


B A B 2
Dalam Manajemen Kesehatan
P semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
embangunan kesehatan pada hakikatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui pengelolaan
pembangunan kesehatan yang disusun dalam Sistem Kesehatan Nasional. Komponen
pengelolaan kese-hatan tersebut dikelompokkan dalam tujuh subsistem, yaitu :

11
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

1. Upaya kesehatan,
2. Penelitian dan pengembangan kesehatan,
3. Pembiayaan kesehatan,
4. Sumber daya manusia kesehatan,
5. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, 6. Manajemen, informasi, dan regulasi
kesehatan, dan
7. Pemberdayaan masyarakat.
Tantangan pembangunan kesehatan menuntut adanya dukungan sumber daya
yang cukup serta arah kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan yang tepat.
Namun, seringkali para pembuat kebijakan di bidang kesehatan mengalami kesulitan
dalam hal pengambilan keputusan yang tepat karena keterbatasan atau ketidaktersediaan
data dan informasi yang akurat, tepat, dan cepat. Data dan informasi merupakan sumber
daya yang sangat strategis dalam pengelolaan pembangunan kesehatan yaitu pada proses
manajemen, pengambilan keputusan, kepemerintahan dan penerapan akuntabilitas.
Sistem Informasi merupakan ―jiwa‖ dari suatu proses manajemen, demikian pula
Sistem Informasi Kesehatan merupakan ―jiwa‖ dari manajemen kesehatan. Sistem
Informasi Kesehatan (SIK) sebagai bagian penting dari manajemen kesehatan terus
berkembang selaras dengan perkembangan organisasi. Dengan adanya perubahan sistem
kesehatan mengakibatkan terjadinya perubahan pada SIK, namun sayangnya perubahan
sistem kesehatan di lapangan tidak secepat dengan yang diperkirakan oleh para pengambil
keputusan.
Hal ini tampak nyata ketika sistem kesehatan berubah dari sentralisasi ke
desentralisasi, SIK tidak berfungsi sebagaimana layaknya. SIK yang selama ini telah
dikembangkan, (meskipun masih terfragmentasi) secara Nasional tidak berfungsi, alur
laporan dari pelayanan kesehatan ke jenjang administrasi kabupaten/kota hingga ke pusat
banyak yang terhambat.
SIK membantu dalam proses pengambilan keputusan untuk (a) pelaksanaan
pelayanan kesehatan sehari-hari, (b) intervensi cepat dalam penanggulangan masalah
kesehatan, dan (c) untuk mendukung manajemen kesehatan di tingkat kabupaten/kota,
provinsi dan pusat terutama dalam penyusunan rencana jangka pendek, jangka menengah
dan jangka panjang. SIK yang baik adalah sistem informasi yang mampu menghasilkan
data/informasi yang akurat dan tepat waktu.
SIK telah digunakan untuk mendukung kegiatan pelayanan kesehatan sehari-hari
yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit,

12
FKM - UNSRAT

terutama dalam penanganan pasien dan intervensi penanggulangan masalah kesehatan.


Sebaliknya dalam hal manajemen kesehatan di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan pusat,
SIK belum banyak berperan karena belum menghasilkan data/informasi yang akurat dan
tepat waktu.

Manajemen Kesehatan
Secara umum manajemen merupakan suatu kegiatan untuk mengatur orang lain
guna mencapai suatu tujuan atau menyelesaikan pekerjaan. Hal ini berdasarkan beberapa
pendapat ahli berikut :
1. Manajemen adalah suatu proses yang dilakukan oleh satu orang /lebih untuk
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan orang lain guna mencapai hasil (tujuan) yang
tidak dapat dicapai oleh hanya satu orang saja. (Evancevich)
2. Manajemen adalah proses dimana pelaksanaan dari suatu tujuan diselenggarakan dan
diawasi (Encyclopaedia of sosial sciences)
3. Manajemen membuat tujuan tercapai melalui kegiatan-kegiatan orang lain dan fungsi-
fungsinya dapat dipecahkan sekurang-kurangnya 2 tanggung jawab utama (perencanaan
dan pengawasan)
4. Manajemen adalah pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan dengan
menggunakan orang lain (Robert D. Terry).
Dalam bidang kesehatan masyarakat, manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan
atau suatu seni untuk mengatur para petugas kesehatan dan nonpetugas kesehatan guna
meningkatkan kesehatan masyarakat melalui program kesehatan. Dengan kata lain
manajemen kesehatan masyarakat adalah penerapan manajemen umum dalam sistem
pelayanan kesehatan masyarakat sehingga yang menjadi objek dan sasaran manajemen
adalah sistem pelayanan kesehatan masyarakat. (Notoatmodjo, 2003)
Sedangkan Fungsi manajemen, menurut beberapa ahli mengandung berbagai
komponen sebagai berikut :
1. Menurut L. Gullick manajemen mengandung beberapa unsur antara lain Planning,
Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgetting
2. Menurut George Terry – Planning, Organizing, Actuating, Controlling
3. Menurut Koonzt O’ Donnel – Planning, Organizing, Staffing, Directing, Controlling
4. Menurut H. Fayol – Planning, Organizing, Commanding, Coordinating, Controlling
Berbagai komponen fungsi manajemen diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

13
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

1. Planning (perencanaan) adalah sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan
organisasi sampai dengan menetapkan alternative kegiatan untuk pencapaiannya.
2. Organizing (pengorganisasian) adalah rangkaian kegiatan menajemen untuk
menghimpun semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh organisasi dan
memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi.
3. Actuating (directing, commanding, motivating, staffing, coordinating) atau fungsi
penggerakan pelaksanaan adalah proses bimbingan kepada staff agar mereka mampu
bekerja secara optimal menjalankan tugas-tugas pokoknya sesuai dengan ketrampilan
yang telah dimiliki, dan dukungan sumber daya yang tersedia.
4. Controlling (monitoring) atau pengawasan dan pengendalian (wasdal) adalah proses
untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana
kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi jika terjadi penyimpangan.
Dari sisi manajemen berdasarkan sasaran, terdapat tiga jenis manajemen kesehatan
yang diperlukan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, yaitu manajemen
pasien/klien, manajemen unit kesehatan, dan manajemen sistem kesehatan.

1. Manajemen Pasien/Klien

Fungsi utama dari manajemen pasien/klien adalah memberikan pelayanan kesehatan


kuratif, preventif dan promotif yang bermutu kepada pasien dan klien, baik di tingkat
pelayanan kesehatan dasar maupun di tingkat pelayanan kesehatan rujukan.
Pelayanan kesehatan yang bermutu dirumuskan secara berbeda sesuai dengan
tingkat pelayanannya. Di tingkat pelayanan kesehatan dasar, peiayanan kesehatan yang
bermutu berarti pelayanan kesehatan yang paripuma (komprehensif), terintegrasi, dan
berkelanjutan. Fokusnya adalah pada pasien dan klien dengan lingkungan sosio-kultural
terdekatnya. Mutu pelayanan kesehatan di tingkat rujukan sangat tergantung kepada
masukan yang berupa sumber daya manusia dan teknologi. Karena itu, mutu pelayanan
rujukan dapat dilihat dari kecanggihan teknologinya.
Pemakai informasi di tingkat manajemen pasien/klien adalah para penyelenggara
pelayanan kesehatan, yaitu dokter, bidan, dan petugas paramedik lainnya. Di samping itu
juga para kader kesehatan dan para dukun. Suatu Sistem Informasi Kesehatan yang
dirancang dengan baik akan merupakan dukungan utama bagi peningkatan mutu pelayanan
kesehatan yang mereka selenggarakan. Informasi yang mereka butuhkan itu akan
digunakan untuk membuat keputusan yang tepat, misalnya:

14
FKM - UNSRAT

• Tanggal, diagnosis, dan pengobatan yang diberikan dalam kunjungan yang lalu akan
membantu si pemberi pelayanan kesehatan dalam membuat keputusan terhadap
seorang penderita tuberkulosis yang berkunjung ke Puskesmas (dalam rangka
keparipurnaan pelayanan).
• Seorang anak usia 2 tahun dibawa oleh ibunya karena menderita bercak-bercak pada
kulit dan diare. Punyakah pemberi pelayanan informasi yang iepat untuk mengetahui
apakah anak tersebut menderita campak dan apakah ia telah divaksinasi? (dalam
rangka integrasi pelayanan).
• Dalam rangka memutuskan vaksin apa yang akan diberikan kepada seorang anak
usia 8 bulan yang dibawa ibunya ke Puskesmas, petugas kesehatan perlu
mengetahui jenis vaksin apa yang pernah didapat si anak dan bilamana didapatnya
(dalam rangka keparipurnaan dan kelanjutan pelayanan).
• Hasil-hasil patologis dari spesimen biopsi cervix akan membantu ahli bedah
memutuskan perlu-tidaknya melakukan histerektomi (dalam rangka kelanjutan
pelayanan).

2. Manajemen Unit Kesehatan

Tujuan manajemen umum dari suatu unit kesehatan adalah untuk memberikan
pelayanan kesehatan terhadap suatu penduduk tertentu di dalam wilayah kerja
pelayanannya dengan sumber daya yang ada. Unit-unit kesehatan dapat diklasifikasikan
menurut tingkat konsentrasi sumber dayanya menjadi: unit-unit pelayanan kesehatan dasar
dan unit-unit pelayanan kesehatan rujukan. Setiap jenis unit kesehatan memiliki fungsi-
fungsi manajemennya sendiri. Namun demikian pada dasamya fungsi-fungsi itu dapat
dibedakan atas fangsi-fungsi pemberian pelayanan kesehatan, dan fungsi-fungsi
administratif.
Fungsi-fungsi pemberian pelayanan kesehatan ditetapkan berdasarkan kebutuhan
kesehatan dari masyarakat yang dilayani oleh unit kesehatan yang bersangkutan. Unit
pelayanan kesehatan dasar memberikan paket pelayanan pemeliharaan kesehatan umum.
Terdapat banyak perbedaan dalam bentuk penyediaan pelayanan kesehatan dasar ini, yaitu
misalnya apotik, Posyandu, Puskesmas Pembantu, Puskesmas, Klinik, Balai Kesehatan
Masyarakat, dan lain-lain. Sarana-sarana yang berbeda ini bisa jadi memiliki fungsi yang
berbeda pula. Beberapa di antaranya hanya memberikan pelayanan kuratif. Tetapi yang lain
seperti Puskesmas misalnya memiliki paling sedikit lima jenis pelayanan, yaitu kesehatan ibu
15
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

dan anak, keluarga berencana, gizi, kesehatan lingkungan, dan pengobatan (pelayanan
kuratif). Kerapkali tersedianya tenaga kesehatan merupakan faktor pembeda dalam fungsi
atau jenis pelayanan dari unit-unit pelayanan kesehatan dasar.
Unit-unit pelayanan kesehatan rujukan seperti rumah sakit dan klinik rawat jalan
khusus menyediakan pelayanan dan teknik-teknik yang kerumitannya tidak dapat ditangani
oleh unit pelayanan kesehatan dasar. Rumah Sakit Kabupaten/Kota merupakan unit
pelayanan kesehatan rujukan tingkat pertama (primer), Rumah Sakit Provinsi merupakan
unit pelayanan kesehatan rujukan tingkat kedua (sekunder), dan Rumah Sakit Pusat
merupakan unit pelayanan kesehatan rujukan tingkat ketiga (tersier). Di Rumah Sakit
Kabupaten/Kota harus diselenggarakan paling sedikit empat pelayanan spesialistik, yaitu:
obsetrik dan genekologi, anak, bedah, dan penyakit dalam.
Informasi yang disiapkan dengan baik di unit-unit kesehatan akan membantu
pembuatan keputusan-keputusan dalam unit kesehatan tersebut. Contohnya adalah sebagai
berikut:
• Suatu Puskesmas harus memberikan pengobatan kepada pasien-pasien tuberkulosis.
Kepala Puskesmas ingin mengetahui berapa orang pasien di antara mereka yang
berobat ke Puskesmas yang menghentikan pengobatan sebelum waktunya (angka
"drop out"). Informasi ini dapat digunakan untuk memutuskan perlu-tidaknya
melakukan peningkatan kegiatan tindak lanjut (follow up) terhadap para pasien
tuberkulosis.
• Salah satu fungsi dari Puskesmas adalah memberikan pelayanan perawatan
prakelahiran (prenatal care) kepada semua perempuan hamil di wilayah kerjanya,
dan merujuk mereka yang berisiko ke Rumah Sakit Kabupaten/Kota. Dalam beberapa
bulan terakhir, sejumlah perempuan dari desa-desa sekitar dilaporkan meninggal
pada saat melahirkan atau tidak lama setelah melahirkan. Kepala Puskesmas dan
bidan Puskesmas ingin mengetahui berapa orang perempuan dari antara perempuan
yang diperkirakan hamil di wilayah kerja Puskesmas memperoleh pelayanan prenatal
care. Informasi ini akan membantu mereka dalam mereorganisasi kegiatan-
kegiatan prenatal care secara lebih efektif.

• Sebuah Rumah Sakit Kabupaten dengan 200 tempat tidur menyediakan pelayanan
rawat inap kepada sekitar 200.000 penduduk. Selama setahun, tempat tidur yang
disediakan selalu penuh, dan kerapkali bahkan digunakan tempat tidur lipat
tambahan untuk merawat pasien. Dalam hal ini Direktur Rumah Sakit ingin
mengetahui berapa rata-rata lama menginap (ALOS - Average Length Of Stay) dari
16
FKM - UNSRAT

pasien-pasien di setiap instalasi untuk memutuskan perlu-tidaknya menambah


tempat tidur, atau mengubah prosedur pengeluaran pasien.
• Rumah Sakit rujukan tersier berfungsi sesuai dengan anggaran tahunan yang
tersedia. Pemasukan dana berasal dari subsidi pemerintah, dari pembayaran asuransi
kesehatan, dan dari pembayaran para pasien. Dalam rangka menyusun anggaran
tahunan, Direktur Umum dan Keuangan akan memerlukan data dan informasi
tentang pemasukan tahun lain menurut sumbernya, dan pengeluaranpengeluaran
tahun lalu menurut pusat-pusat biaya.

3. Manajemen Sistem Kesehatan

Tujuan dari manajemen Sistem Kesehatan adalah untuk mengkoordinasikan dan


memberikan dukungan perencanaan dan manajemen kepada tingkat penyedia pelayanan
kesehatan. Beberapa contoh dari fungsi manajemen Sistem Kesehatan adalah sebagai
berikut:
a. penetapan kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan kesehatan;
b. koordinasi lintas sektoral;
c. perencanaan strategis dan penyusiinan program kesehatan;
d. penganggaran dan alokasi sumber daya finansial;
e. pengorganisasian sistem, termasuk mekanisme rujukan;
f. pengembangan tenaga kesehatan, termasuk pendidikan berkelanjutan;
g. manajemen sumber daya, mencakup keuangan, tenaga kesehatan, dan informasi
kesehatan;
h. manajemen dan distribusi peralatan, bahan, dan obat;
i. surveilans penyakit;
j. penyehatan lingkungan;
k. pengawasan terhadap pelayanan-pelayanan kesehatan.
Fungsi-fungsi manajemen terhadap sistem kesehatan berbeda antara satu tingkat
administrasi dengan tingkat administrasi lainnya. Fungsi-fungsi itu ditetapkan dengan
mengacu pembagian kewenangan yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundangundangan.
Menurut UU No. 22 tahun 1999, Daerah Provinsi memiliki kewenangan desentralisasi
terbatas, sedangkan Daerah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan desentralisasi luas. Di
lain pihak, Pemerintah Pusat diizinkan oleh UU tersebut untuk mendelegasikan kewenangan

17
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

kepada Daerah Provinsi sebagai wakil dari Pemerintah Pusat (dekonsentrasi). Kewenangan
dekonsentrasi ini tidak boleh didelegasikan sampai ke tingkat Kabupaten/Kota. Dengan
demikian, UU memberikan kewenangan dekonsentrasi ini secara luas kepada Daerah
Provinsi.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom, yang merupakan tindak lanjut atau
penjabaran dari UU No. 22 tahun 1999, mengurai kewenangan desentralisasi terbatas
Daerah Provinsi ini.
Sedangkan kewenangan dekonsentrasi untuk Daerah Provinsi, karena memang tidak
diatur dalam PP No. 25 tahun 2000, didapat dari Surat Edaran Menteri Kesehatan &
Kesejahteraan Sosial R.I. (SE Menkes & Kesos) No. 1107 tahun 2000.

UU No. 22 tahun 1999 menyatakan bahwa Daerah Kabupaten/Kota memiliki


kewenangan desentralisasi luas. Kewenangan Daerah Kabupaten/ Kota di bidang kesehatan
juga tidak diatur dalam PP No. 25 tahun 2000 karena UU No. 22 tahun 1999 pada dasarnya
meletakkan semua kewenangan pemerintahan pada Daerah Kabupaten/ Kota (kecuali lima
kewenangan sebagaimana disebut dalam Pasal 7 UU No.22 tahun 1999). Namun demikian,
demi kejelasan, Menteri Kesehatan & Kesejahteraan Sosial dalam Kepmenkes & Kesos
Nomor 1747/Menkes-Kesos/ SK/XII /2000 tentang Pedoman Penetapan Standar Pelayanan
Minimal Dalam Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota, merinci kewenangan untuk Daerah
Kabupaten/Kota yang disebut sebagai kewenangan minimal.

Peran Sistem Informasi Kesehatan


Pada hakikatnya suatu Sistem Informasi Kesehatan tidak dapat berjalan sendiri.
Sistem Informasi Kesehatan merupakan bagian fungsional dari Sistem Kesehatan yang
komprehensif, yang memberikan pelayanan kesehatan secara terpadu, meliputi baik
pelayanan kuratif, pelayanan rahabilitatif, maupun pencegahan penyakit, dan
peningkatan kesehatan. Sistem Informasi Kesehatan harus dapat mengupayakan
dihasilkannya informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan di berbagai
tingkat Sistem Kesehatan. Sistem Kesehatan memang terdiri atas berbagai tingkat sejak
dari tingkat paling bawah, tingkat menengah, sampai ke tingkat pusat. Dengan
berlakunya konsep desentralisasi dan otonomi daerah, Sistem Kesehatan di setiap tingkat
harus dapat mandiri (selfpropeled), walaupun berkaitan satu sama lain.
Sesuai dengan pembagian wilayah di Indonesia yang berlaku saat ini, tingkattingkat
itu adalah sebagai berikut:
a. Tingkat Kecamatan, di mana terdapat Puskesmas dan pelayanan kesehatan dasar lain.

18
FKM - UNSRAT

b. Tingkat Kabupaten/Kota, di mana terdapat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Rumah


Sakit Kabupaten/Kota, dan rujukan primer lain.
c. Tingkat Provinsi, di mana terdapat Dinas Kesehatan Provinsi, Rumah Sakit Provinsi, dan
pelayanan rujukan sekunder lain.
d. Tingkat Pusat, di mana terdapat Departemen Kesehatan, Rumah Sakit Pusat, dan
pelayanan kesehatan rujukan tersier lain.
Setiap tingkat menyediakan pelayanan kesehatan yang berbeda, memiliki sumber
daya yang berbeda, dan mempraktekkan fungsi-fungsi manajemen yang berbeda pula.
Idealnya, sumber daya harus sebanyak mungkin terdapat di kecamatan agar masyarakat
memiliki akses yang optimal terhadap pelayanan kesehatan. Akan tetapi dalam rangka
desentralisasi ternyata dihadapi banyak kendala, khususnya berkaitan dengan
ketenagaan, sarana dan peralatan, yang disebabkan oleh terbatasnya kemampuan
ekonomi negara.
Fungsi khusus yang dimiliki setiap tingkat mengakibatkan perbedaan dalam
pengambilan keputusan. Dari sisi manajemen, fungsi-fungsi dalam Sistem Kesehatan dapat
dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu: (1) Manajemen Pasien/Klien, (2) Manajemen
Unit Kesehatan, dan (3) Manajemen Sistem Kesehatan.
Manajemen pasien/klien dan manajemen unit kesehatan berkaitan secara langsung
dengan pelayanan kesehatan promotif, preventif, dan kuratif kepada masyarakat. Dalam hal
ini tercakup interaksi antara petugas-petugas unit kesehatan dengan masyarakat di wilayah
pelayanannya. Manajemen pasien/klien dan manajemen unit dipraktikkan baik di pelayanan
kesehatan dasar (Puskesmas dan lain-lain), pelayanan kesehatan rujukan (Rumah Sakit dan
lain-lain), serta di Dinas Kesehatan. Keputusankeputusan yang dibuat dalam rangka
manajemen pasien/klien dan manajemen unit kesehatan disebut keputusan-keputusan
operasional. Manajer, dalam manajemen pasien/klien adalah semua petugas kesehatan
yang melayani pasien/klien. Sedangkan manajer dalam manajemen unit adalah pimpinan
dari unit yang bersangkutan (Kepala Puskesmas, Direktur Rumah Sakit, Kepala Dinas
Kesehatan). Manajemen Sistem Kesehatan berfungsi memberikan dukungan manajerial dan
koordinasi terhadap tingkat manajemen unit kesehatan dan manajemen pasien/klien.
Keputusan-keputusan yang dibuat dalam rangka manajemen sistem kesehatan disebut
keputusan-keputusan strategis. Adapun manajer dalam manajemen Sistem Kesehatan
adalah Kepala Dinas Kesehatan dan pihak-pihak lain yang dapat mempengaruhi
keputusannya (stakeholders).

19
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Dengan mengenali fungsi spesifik dari setiap tingkat manajemen kesehatan, akan
dapat dikenali pula siapa saja pemakai informasi kesehatan (yaitu para manajer kesehatan)
dari keputusan-keputusan apa yang harus mereka buat. Hal ini akan membantu dalam
perumusan kebutuhan informasi di setiap tingkat dan penetapan data apa yang harus
dikumpulkan, cara dan instrumen pengumpulannya, pengiriman datanya, prosedur
pengolahan datanya, pengemasan informasinya, dan penyajian informasinya.

Sistem Informasi Manajemen


B A B 3
S dapat berjalan dengan baik apabila semua proses didukung dengan teknologi yang
istem Informasi Manajemen adalah sebuah sistem yang cukup kompleks. Sistem ini
tinggi, sumber daya yang berkualitas, dan yang paling penting komitmen perusahaan.
Sistem Informasi Manajemen berguna untuk mendukung fungsi operasi, manajemen, dan
pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi.
Sistem Informasi Manajemen bertujuan menghasilkan informasi yang berguna
untuk perusahaan. Kegiatan ini mendukung proses bisnis perusahaan dan perlu
diperhatikan untuk kelangsungan perusahaan. Oleh karena itu, komitmen perusahaan
untuk menjalankan Sistem Informasi Manajemen haruslah sangat tinggi agar proses yang
terjadi dilantai produksi menjadi menguntungkan bagi perusahaan.
Supaya informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi dapat berguna bagi
manajamen, maka analis sistem harus mengetahui kebutuhan-kebutuhan informasi yang
dibutuhkannya, yaitu dengan mengetahui kegiatan-kegiatan untuk masing-masing tingkat
(level) manajemen dan tipe keputusan yang diambilnya. Berdasarkan pada
pengertianpengertian di atas, maka terlihat bahwa tujuan dibentuknya Sistem Informasi
Manajemen adalah supaya organisasi memiliki informasi yang bermanfaat dalam
pembuatan keputusan manajemen, baik yang menyangkut keputusan-keputusan rutin
maupun keputusan-keputusan yang strategis. Sehingga SIM adalah suatu sistem yang
menyediakan kepada pengelola organisasi data maupun informasi yang berkaitan dengan
pelaksanaan tugas-tugas organisasi.
20
FKM - UNSRAT

Konsep Dasar Sistem Informasi Manajemen


Definisi dan Struktur Sistem Informasi Manajemen

Pendekatan sistem serangkaian langkah-langkah pemecahan masalah yang


memastikan bahwa masalah dipahami, solusi alternative dipertimbangkan dan solusi yang
dipilih bekerja.
Sistem informasi manajemen (manajement information system atau sering dikenal
dengan singkatannya MIS) merupakan penerapan sistem informasi di dalam organisasi
untuk mendukung informasi-informasi yang dibutuhkan oleh semua tingkatan manajemen.
SIM (sistem informasi manajemen) dapat didefenisikan sebagai kumpulan dari
interaksi sistem-sistem informasi yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengolah
data untuk menyediakan informasi yang berguna untuk semua tingkatan manajemen di
dalam kegiatan perencanaan dan pengendalian.
Secara teori, komputer tidak harus digunakan di dalam SIM, tetapi kenyataannya
tidaklah mungkin SIM yang komplek dapat berfungsi tanpa melibatkan elemen komputer.
Lebih lanjut, bahwa SIM selalu berhubungan dengan pengolahan informasi yang didasarkan
pada komputer (computer-based information processing).
SIM merupakan kumpulan dari sistem-sistem informasi. SIM tergantung dari besar
kecilnya organisasi dapat terdiri dari sistem-sistem informasi sebagai berikut :
1. Sistem informasi akuntansi (accounting information system),menyediakan informasi dari
transaksi keuangan.
2. Sistem informasi pemasaran (marketing information system), menyediakan informasi
untuk penjualan, promosi penjualan, kegiatan-kegiatan pemasaran, kegiatan-kegiatan
penelitian pasar dan lain sebagainya yang berhubungan dengan pemasaran.
3. Sistem informasi manajemen persediaan (inventory management information system).
4. Sistem informasi personalia (personnel information systems)
5. Sistem informasi distribusi (distribution information systems)
6. Sistem informasi pembelian (purchasing information systems)
7. Sistem informasi kekayaan (treasury information systems)
8. Sistem informasi analisis kredit (credit analiysis information systems)
9. Sistem informasi penelitian dan pengembangan (research and development information
systems)
10. Sistem informasi teknik (engineering information systems)

21
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Semua sistem-sistem informasi tersebut dimaksudkan untuk memberikan informasi


kepada semua tingkatan manajemen, yaitu manajemen tingkat bawah (lower level
management), managemen tingkat menengah (middle level management) dan manajemen
tingkat atas (top level management).
Top level management dengan executive management dapat terdiri dari direktur
utama (president), direktur (vise-president) dan eksekutif lainnya di fungsi-fungsi
pemasaran, pembelian, teknik, produksi, keuangan dan akuntansi. Sedang middle level
management dapat terdiri dari manajer-manajer devisi dan manajer-manajer cabang. Lower
level management disebut degan operating management dapat meliputi mandor dan
pengawas.
Top level management disebut juga dengan strategic level, middle level management
dengan tactical level dan lower management dengan tehcnical level.

Gambar 3.1. Informasi dan SIM untuk semua tingkat manajemen

Evolusi/Perkembangan Konsep Sistem Informasi Manajemen

Pendekatan sistem serangkaian langkah-langkah pemecahan masalah yang memastikan


bahwa masalah dipahami, solusi alternative dipertimbangkan dan solusi yang dipilih bekerja.
Gagasan sebuah sistem informasi untuk mendukung manajemen dan pengambilan
keputusan telah ada sebelum dipakainya komputer, yang memperluas kemampuan
keorganisasian untukmenerapkan sistem semacam itu. Perluasan kemampuan tersebut
sedemikian menyolok sehingga SIM dianggap sesuatu yang baru karena baru kini dapat
dipakai. Banyak dari gagasan yang merupakan bagian SIM berkembang/ berevolusi dari
bagian ilmu pengetahuan lain.

22
FKM - UNSRAT

Ada empat bidang pokok konsep dan pengembangan sistem yang sangat penting
dalam melacak asala mula konsep SIM yaitu: (1) akuntansi manajerial; (2) ilmu
pengetahuan manajemen; (3) teori manajemen; dan (4) pengolahan komputer.

Akuntansi Manajerial

Disini perlu dianggap bahwa bidang akuntansi dibagi atas dua bidang pokok, yaitu
akuntansi keuangan dan akuntansi manajerial. Akuntansi keuangan (financial accounting)
berhubungan dengan pengukuran pendapatan dalam suatu periode tertentu, misal dalam
satu bulan atau satu tahun (laporan rugi-laba/income statement) dan melaporkan status
keuangan pada akhir periode (neraca). Karena sebuah organisasi beroperasi secara terus
menerus sepanjang waktu, pengukuran pendapatan untuk suatu jangka waktu tertentu
meliputi pertanyaan-pertanyaan pengukuran penerimaan dalam suatu periode dan
mengenali serta membandingkan biaya yang timbul untuk menghitung laba.
Sistem pelaporan untuk organisasi yang dikembangkan oleh akuntansi manajerial
pada umumnya mencerminkan gagasan akuntansi pertanggungjawaban (responsibility
accounting) dan akuntansi keuntungan (profitability accounting). Laporan tersebut disusun
untuk menunjukkan adanya penyimpangan dari rencana prestasi dan sebabsebab
penyimpangan tersebut.
Analisis biaya dipakai dalam akuntansi manajerial untuk menentukan biaya yang
paling relevan dalam pengambilan keputusan. Biaya yang relevan ini dapat berupa biaya
penuh (full cost), biaya langsung (direct cost), biaya marjinal (marginal cost), biaya
penggantian (replacement cost), biaya peluang (opportunity cost) atau lain-lainnya.
Akuntansi manajerial juga menggunakan teknik keputusan yang berorientasi pada
biaya seperti penganggaran modal, analisis impas dan penetapan harga transfer.
Singkatnya, akuntansi keuangan adalah sebuah sistem informasi dengan aturan dan
pengolahan ke arah menyuguhkan informasi yang tepat bagi penanam modal dan pemberi
kredit. Akuntansi manajerial adalah sebuah sistem informasi yang berorientasi pada
manajemen internal serta pengendalian dan karenanya berhubungan erat dengan SIM.

Ilmu Pengetahuan Manajemen

Ilmu manajemen atau penelitian operasional adalah penerapan metode ilmiah dan
teknik-teknik analisis kuantitatif terhadap masalah manajemen. Beberapa di antara konsep-
konsep pokoknya adalah:
23
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

1. Penekanan ancangan sistematis dalam pemecahan persoalan dan penerapan metode


ilmiah pada penelitian.
2. Memakai model matematis dan prosedur matematis serta statistis dalam analisis.
3. Bertujuan mencari keputusan optimal atau kebijakan optimal.
Ilmu pengetahuan manajemen dalam penyelesaiannya cenderung memakai kriteria
ekonomis atau teknik daripada kriteria perilaku, dengan penekanan metode teknis dalam
memecahkan persoalan. Keberhasilan ilmu pengetahuan manajemen di dalam organisasi
yang paling menyolok adalah pada persoalan operasional dan keputusan taktis. Misalnya
manajemen sediaan barang (inventory management) telah mendapat perhatian besar,
demikian pula penjadualan produksi, penentuan letak pabrik, penjaluran angkutan
(transportation routing), dan analisis penanaman modal.
Beberapa teknik umum sehubungan dengan ilmu pengetahuan manajemen adalah:
1. Pemrograman linier (linear programming)
2. Pemrograman integer (integer programming)
3. Pemrograman dinamis (dynamic programming)
4. Teori pengantrian (queueing theory
5. Teori permainan (game theory)
6. Teori keputusan (decision theory)
7. Simulasi (simulation)
Ilmu pengetahuan manajemen adalah sebuah perkembangan penting dalam sistem
informasi manajemen berdasarkan komputer, karena ilmu pengetahuan manajemen telah
mengembangkan prosedur-prosedur untuk analisis dan pemecahan berdasarkan komputer
dalam banyak jenis persoalan keputusan. Ancangan sistematis dalam pemecahan persoalan,
pemakaian model, teknik-teknik ilmu pengetahuan manajemen, dan algoritma pemecahan
berdasarkan komputer umumnya digabungkan dalam rancangan SIM.

Teori Manajemen

Dalam memahami evolusi konsep SIM, perkembangan terakhir dalam teori


manajemen cukup pesat. Bila dalam ilmu pengetahuan manajemen perkembangannya
menekankan optimisasi sebagai tujuan, maka teori manajemen sekarang menekankan
pemuasan dan mempertimbangkan keterbatasan manusia dalam mencari pemecahan.

24
FKM - UNSRAT

Sejumlah periset manajemen telah memusatkan perhatian pada segi-segi keperilakuan dan
motivasi pada struktur keorganisasian serta sistem dalam organisasi.
Perkembangan dalam teori manajemen ini penting untuk merancang SIM, karena
membantu dalam memahami peranan sistem manusia/mesin serta bermanfaat untuk
mengembangkan model-model keputusan.

Pengolahan Komputer

Semula komputer tidak direncanakan untuk pengolahan informasi, tetapi kini


terutama justru diterapkan dalam bidang ini. Persyaratan teknis sebuah sistem informasi
manajemen berdasarkan komputer secara singkat dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Persyaratan Teknis SIM berbasis komputer

Pengguna Sistem Informasi Manajemen

Pendekatan sistem serangkaian langkah-langkah pemecahan masalah yang


memastikan bahwa masalah dipahami, solusi alternative dipertimbangkan dan solusi yang
dipilih bekerja.
Kebanyakan pengguna sistem informasi manajemen berbasis komputer seperti
terlihat pada tabel 3.2.
25
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Tabel 3.2. Pengguna SIM berbasis komputer

Petugas administrasi dapat merasakan bertambahnya kebutuhan akan masukan


(input) pada saat upaya SIM dimulai dan sebuah data base sedang disusun. Prosedur baru
untuk mengendalikan data akan ditetapkan. Proses administrasi akan berubah dengan
memakai alat-alat online seperti unit peraga, alat pencetak, dan alat untuk memasukkan
data.
Para petugas di seluruh bagian organisasi akan diminta melaporkan informasi yang
sebelumnya mereka simpan dalam arsip atau ―catatan rahasia‖ mereka sendiri. Para
penyelia tingkat pertama akan membutuhkan lebih banyak masukan data tetapi akan
merasakan peningkatan besar dalam pemerolehan informasi. Informasi keadaan juga akan
dicapai secara jauh lebih mudah. Model-model keputusan dapat membantu perkiraan
pertama dalam pemecahan persoalan misalnya penjadualan.
Laporan cenderung menjadi lebih informatif dan cepat. Analisis dan laporan khusus
lebih mudah diperoleh. Umpan balik berbagai prestasi menjadi lebih besar frekuensinya. Staf
ahli yang membantu manajemen tingkat lebih tinggi mendapat manfaat besar dari
kemampuan SIM. Database diselidiki untuk kemungkinan sesuatu persoalan. Datanya
dianalisis guna menemukan pemecahan yang mungkin.
Model perencanaan dipakai untuk menghasilkan pendekatan pertama rencana
yang akan diperiksa manajer. Model dasar tersebut memberikan cara-cara penelitian dan
rancangan, sementara para staf ahli merumuskan data untuk kebutuhan manajerial.
Manajer pada semua tingkat mempunyai kemampuan baru untuk memperoleh
informasi yang relevan dengan fungsi mereka. Untuk pengambilan keputusan, sistem

26
FKM - UNSRAT

tersebut dapat memberikan saran pemecahan yang optimal secara langsung atau dapat
memberikan analisis manusia/mesin dan prosedur keputusan untuk membantu dalam
mencapai sebuah keputusan yang baik. Sebagai contoh, seorang manajer untuk suatu
sediaan barang akan memprogram pengambilan keputusan dalam banyak kasus, misalnya
perihal jumlah pesanan. Dalam situasi rumit seperti pesanan sebuah tempat muatan
kendaraan untuk mencapai pembelian yang ekonomis, mungkin algoritma optimisasi tidak
dipakai, tetapi sebuah prosedur keputusan diadakan untuk membantu manajer dalam
mencapai sebuah pemecahan yang memuaskan. Perencanaan dibantu oleh model
perencanaan disertai sebuah dialog manusia/mesin untuk mengadakan percobaan
pemecahan.
Secara ringkas, pengolahan rutin paling sedikit terpengaruh oleh penerapan
ancangan SIM. Petugas administrasi akan menyiapkan data yang kurang lebih sama, tetapi
akan terdapat persyaratan data tambahan, dan semakin banyak alat onlie dipakai.
Persyaratan data pada semua tingkat personalia akan berkembang, tetapi akan terjadi
peningkatan tersedianya informasi terbaru yang akurat. Laporan, jawaban atas permintaan
informasi, analisis, perencanaan dan pengambilan keputusan akan mendapat pengolahan
dan dukungan informasi lebih baik.

Pokok-Pokok Sistem Informasi Manajemen

Sebuah sistem informasi manajemen bukanlah sekedar suatu perkembangan


teknologis. SIM berhubungan dengan organisasi dan dengan manusia pengolahnya. Oleh
sebab itu pemahaman utuh terhadap sistem informasi keorganisasian berdasarkan komputer
harus juga termasuk memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan informasi,
pemakaian informasi, dan nilai informasi.
Pendekatan sistem serangkaian langkah-langkah pemecahan masalah yang
memastikan bahwa masalah dipahami, solusi alternative dipertimbangkan dan solusi yang
dipilih bekerja.

Sebuah sistem informasi manajemen mengandung elemen-elemen fisik sebagai


berikut:
1. Perangkat keras komputer
2. Perangkat lunak
a. Perangkat lunak sistem umum
b. Perangkat lunak terapan umum

27
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

c. Program aplikasi
3. Database (data yang tersimpan dalam media penyimpanan komputer)
4. Prosedur
5. Petugas Pengoperasian
Dalam hal penerapan, sebuah subsistem terapan yang lengkap terdiri dari:
1. Program untuk melaksanakan pengolahan komputer
2. Prosedur untuk membuat terapan menjadi operasional (formulir, petunjuk untuk
operator, petunjuk untuk pemakai, dan seterusnya).
Subsistem terapan dapat diuraikan dalam bentuk fungsi keorganisasian yang
mendukung (pemasaran, produksi, dan sebagainya) atau dalam bentuk jenis kegiatan yang
tengah dilaksanakan.

Subsistem fungsi keorganisasian

Fungsi-fungsi keorganisasian agak terpisah dalam hal kegiatan dan ditentukan secara
manajerial sebagai tanggung jawab sendiri-sendiri. Karena itu sebuah SIM dapat dipandang
sebagai sebuah gabungan sistem-sistem informasi, sebuah sistem untuk setiap fungsi utama
keorganisasian. Subsistem-subsistem akan berbeda pada organisasi satu dengan lainnya.
Tetapi gagasan dasarnya tetap sama untuk mengenali fungsi-fungsi pokok atas mana
subsistem dapat dirancang. Subsistem ini dapat pula dibagi menjadi beberapa subsistem
yang lebih kecil sepeti terlihat pada tabel 3.3.

Tabel 3.3. Subsitem Fungsional Pokok SIM

28
FKM - UNSRAT

Sebagai contoh, subsistem personalia dapat dibagi lagi menjadi perekrutan


personalia, catatan personalia, penilaian personalia, dan administrasi gaji.

Subsistem Kegiatan

Satu ancangan lain untuk memahami struktur sebuah sistem informasi adalah dalam
bentuk subsistem yang melaksanakan berbagai kegiatan. Beberapa subsistem kegiatan akan
bermanfaat bagi lebih dari satu subsistem fungsi keorganisasian; sedangkan lainnya
mungkin akan berguna untuk hanya satu fungsi.
Contoh subsistem kegiatan pokok seperti terlihat pada tabel 3.4.

Tabel 3.4. Subsitem Fungsional Pokok SIM

Subsistem kegiatan ini memakai data di dalam data base dan kemampuan mendapat
kembali yang berada dalam sistem manajemen data base.

Konsep Organisasi dan Manajemen


Struktur Keorganisasian

Struktur keorganisasian adalah susunan sub-subsistem dengan hubungan wewenang


dan tanggung jawabnya. Ada beberapa struktur dasar yang banyak digunakan. Keadaan
dalam mana setiap struktur menguntungkan menjadi dasar untuk mengubah struktur
keorganisasian dalam menanggapi perubahan kondisi, seperti perbaikan sistem pengolahan
informasi dan perbaikan dalam sistem keputusan.

Struktur Hirarki

Struktur keorganisasian dasar adalah sebuah struktur hirarki dengan manajemen


puncak paling atas dalam bagan, manajemen menengah/madya di tengah, dan manajemen
bawahan di tempat paling bawah.

29
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Gambar 3.2. Organisasi hirarki dasar dengan spesialisasi fungsional


dan hubungan lini serta staf.

Bagan berbentuk sebuah piramida karena manajemen puncak jumlahnya relatif


sedikit terhadap manajemen tingkat lebih rendah. Organisasi dalam gambar 3.2.
tersusun secara fungsional; yaitu sub-subsistem pokok di bawah direktur merupakan fungsi
organisasi seperti manufaktur, pemasaran dan akuntansi.

Spesialisasi

Organisasi membagi pekerjaan atas tugas-tugas khusus hingga menimbulkan


spesialisasi. Akuntan dalam fungsi akuntansi mengkhususkan dalam akuntansi. Petugas
pemasaran mengkhususkan dalam pemasaran. Spesialisasi dapat berlanjut sedemikian
sehingga dalam sebuah fungsi terdapat para spesialis untuk bidang-bidang lebih
kecilperpanjakan, riset pasar, dan seterusnya.

Hubungan Lini dan Staf

Lini (garis utuh) menjelaskan wewenang perintah langsung dari fungsi-fungsi dalam
organisasi. Manajer pemasaran menerima laporan dari para manajer penjualan. Para
manajer penjualan menerima laporan dari para wiraniaga. Wewenang mengalir dari atas ke
bawah. Posisi-posisi staf (garis putus) berhubungan dengan kegiatan-kegiatan pendukung
seperti analisis dan konsultasi. Mereka tidak memiliki wewenang atas petugas operasi. Bila
para ahli riset pemasaran merumuskan sebuah strategi pemasaran baru, ahli tersebut tidak

30
FKM - UNSRAT

dapat melaksanakannya dengan memerintah para wiraniaga menggunakannya. Manajer


pemasaran harus diyakinkan dahulu dan harus memerintahkan penggunaannya pada para
manajer penjualan, yang akan memberi instruksi pada para wiraniaga.

Wewenang dan Tanggung jawab

Wewenang adalah hak untuk memerintah (kepemimpinan). Bila seseorang memiliki


tanggung jawab untuk sebuah kegiatan, ia harus memiliki wewenang. Wewenang dibuktikan
melalui pengendalian atas sumber daya, ganjaran, dan fungsi, dan pelimpahan kuasa untuk
mengambil keputusan sehubungan dengan hal-hal tersebut.

Rentang Kendali

Rentang kendali (span of control) menunjukkan banyaknya bawahan yang diawasi


oleh seorang penyelia (yaitu banyaknya yang melapor pada sang atasan). Jumlah ini tidak
ditentukan berdasarkan teori manajemen tradisional, tetapi secara mudahnya adalah bahwa
jumlahnya harus kecil (tiga sampai tujuh). Riset terakhir menunjukkan bahwa rentang
kendali yang efektif tergantung pada banyaknya komunikasi yang diperlukan antara atasan
dengan bawahannya. Akibatnya, batas pengolahan informasi pada manusia menjadi variabel
pembatasnya.

Interaksi Manusia dalam Organisasi

Teori manajemen pada mulanya agak bersifat mekanis dalam pandangannya atas
interaksi manusia. Tujuan para anggota sebuah organisasi dianggap konsisten dengan
tujuan organisasi (atau setidaknya terlebur dengan tujuan organisasi). Para karyawan
dianggap konsisten dengan tujuan organisasi). Para karyawan dianggap menanggapi positif
terhadap wewenang dan didorong oleh imbalan keuangan. Gerakan hubungan kemanusiaan
yang dimulai dengan telaah Hawthorne yang terkenal antara tahun 1927 dan 1932 telah
membentuk konsep tentang organisasi sebgai sebuah sistem sosial.
Motivasi ternyata didasari oleh lebih dari sekedar imbalan ekonomis. Kelompok kerja,
rekan sekerja dan sebagainya ternyata penting. Gaya kepemimpinan dianjurkan yang lebih
meningkatkan kepuasan pekerja dalam organisasi. Hasil-hasil riset keperilkuan (behavioral
research) tidak menunjuk kepada seperangkat tunggal prinsip tertentu, tetapi sebagian
besar riset memperlihatkan perlunya mempertimbangkan kebutuhan manusia dalam
merancang organisasi.

31
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Motivasi adalah alasan seseorang untuk menjalankan sesuatu kegiatan. Hal ini
biasanya dijelaskan dalam istilah dorongan atau kebutuhan manusia. Kebutuhan seseorng
manusia tidak tetap. Kebutuhan ini berubah dari waktu ke waktu bersamaan dengan tingkat
karirnya, dan sementara kebutuhan tertentu mendapat lebih banyak kepuasan.
Sebuah klasifikasi yang bermanfaat tentang kebutuhan umum manusia adalah
sebuah hirarki yang dikembangkan oleh Abraham Maslow. Ia menyebut lima kebutuhan
dasar, tetapi kebutuhan yang lebih tinggi menjadi semakin mendesak hanya bila kebutuhan
lebih rendah telah cukup terpuaskan. Hirarki lima kebutuhan dasar manusia menurut
Abraham Maslow dapat dilihat pada tabel 3.5.

Tabel 3.5. Hirarki Lima Kebutuhan Manusi menurut Maslow

Dinamika Kelompok

Dalam sebuah organisasi, seorang individu biasanya dimiliki oleh satu atau beberapa
kelompok kecil. Mereka mungkin berupa kelompok keorganisasian formal seperti regu kerja
produksi atau dapat pula berdasarkan kepentingan bersama seperti latar belakang budaya,
profesi, tujuan rekreasi (kalb bowling), atau parkir kendaraan. Ada banyak bukti yang
menunjukkan bahwa kelompok kecil adalah faktor penting yang mempengaruhi hubungan
antara individu dengan organisasi.

Gaya Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang membujuk atau memotivasi


sebuah kelompok menuju pencapaian suatu tujuan atau beberapa tujuan tertentu. Bagian

32
FKM - UNSRAT

ini meninjau pilihan pandangan tentang bagaimana sebuah organisasi harus dikelola dan
menguraikan teori mengenai kepemimpinan.

Perencanaan dan Pengendalian

Rencana adalah satu arah tindakan yang sudah ditentukan terlebih dahulu.
Perencanaan mengungkapkan tujuan-tujuan keorganisasian dan kegiatan-kegiatan yang
diperlukan guna mencapai tujuan tersebut. Bagian ini mensurvai persoalan menetapkan
tujuan dalam organisasi dan ciri tingkat-tingkat perencanaan yang berlainan.
Menetapkan Tujuan

Orang telah terbiasa tentang tujuan-tujuan sebuah organisasi seakan organisasi


adalah sesuatu yang terpisah dari para anggotanya. Seperti diungkapkan oleh Cyert dan
March, orang memiliki tujuan; tetapi satu kumpulan orang yang tidak mempunyai tujuan.
Akibatnya tujuan sebuah organisasi mewakili serangkaian kendala yang dihadapi organisasi
melalui para pesertanya. Bila organisasi dianggap sebagai gabungan individu yang masing-
masing memiliki tujuan, maka tujuan yang dikejar gabungan mewakili kompromi antara para
anggotanya. Tujuan berubah bila ada perubahan keanggotaan gabungan dan bila ada
perubahan dalam tujuan para anggota.
Kompromi tadi pada umumnya sangat terbatasi oleh struktur yang ada. Melalui
mekanisme seperti prosedur pengoperasian aturan keputusan, dan anggaran, kesepakatan
gabungan menjadi agak permanen. Para individu dalam sebuah organisasi hanya memiliki
waktu terbatas untuk proses perundingan/kompromi, sehingga hasilnya cenderung bukan
sesuatu yang baru tetapi berdasarkan keadaan atau peristiw terakhir. Perhatian tidak
dipusatkan pada semua maslah secara serempak, tetapi umumnya secara berurutan sesuai
kebutuhan. Tujuan dalam sebuah organisasi cenderung mengandung kontradiksi, tetapi alat-
alat bantu seperti kelenturan organisasi digunakan untuk ―meredam‖ keadaan tidak
konsisten ini.
Tujuan perusahaan bisnis umumnya dinyatakan dalam bentuk tujuan untuk laba,
saham pasar, penjualan, sediaan barang, dan produksi. Semua ini harus dinyatakan dalam
istilah operasional. Bila tujuan tidak dapat dinyatakan secara kuantitatif, maka tujuan
pengganti dapat digantikan untuk program ini. Tujuan ―membuat tempat kerja yang
nyaman‖ tidaklah operasional. ―Mengurangi pergantian karyawan menjadi 4%‖ akan lebih
berarti dalam istilah operasional.
Bila sasaran-sasaran dinyatakan secara jelas dan operasional, ini akan membentuk landasan
untuk mencapai tujuan. Bila setiap manajer membantu dalam menyusun tujuan dan cara

33
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

untuk mencapainya kemudian diukur seberapa jauh sudah dicapai, maka perusahaan telah
menggunakan apa yang disebut sebagai ―manajemen berdasarkan sasaran‖.

Hirarki Perencanaan

Sebuah hirarki tingkat-tingkat perencanaan yang berlainan dapat dikenali


berdasarkan cakrawala perencanaan tiap tingkatan. Tiga tingkatan yang sering disebut
dalam bacaan adalah perencanaan strategis, perencanaan taktis, dan perencanaan jangka
panjang, jangka menengah dan jangka pendek.
Perencanaan strategis berhubungan dengan pertimbangan jangka panjang.
Keputusan yang harus diambil berhubungan dengan bidang usaha dalam mana perusahaan
berada, pasar tempat menjualnya, bauran produk dan seterusnya.
Perencanaan taktis (juga disebut sebagai pengendalian manajemen) berhubungan
dengan cakrawala perencanaan jangka menengah. Disini termasuk cara sumber daya
dicapai dan diatur, penstrukturan kerja, dan petugas yang dibutuhkan serta pelatihannya.
Perencanaan taktis dicerminkan dalam anggaran pengeluaran modal, rencana penyusunan
staf tiga tahunan dan seterusnya.
Perencanaan operasional berhubungan dengan keputusan untuk operasi yang
sedang berjalan. Penetapan harga, tingkat produksi, tingkat sediaan barang dan seterusnya
dicerminkan dalam sebuah rencana operasinal, misalnya sebuah anggaran tahunan.

Pengendalian

Pengendalian adalah kegiatan mengukur penyimpangan dari prestasi yang


direncanakan dan mengerakkan tindakan korektif. Unsur-unsur dasar pengendalian adalah :
1. Sebuah standar spesifikasi prestasi yang diharapkan. Ini berupa sebuah anggaran,
sebuah prosedur pengoperasian, sebuah algoritma/aturan keputusan dan sebagainya.
2. Sebuah pengukuran prestasi nyata
3. Sebuah perbandingan antara prestasi yang diharapkan dengan kenyataan
4. Sebuah laporan penyimpangan kepada unit pengendali, misal seorang manajer
5. Seperangkat tindakan yang dapat dilakukan olehunit pengendali (manajer) untuk
mengubah prestasi mendatang bila sekarang kurang memuaskan.
6. Dalam hal tindakan unit pengendali gagal membawa prestasi nyata yang kurang
memuaskan ke arah yang diharapkan, adanya sebuah metode untuk tingkat

34
FKM - UNSRAT

perencanaan/pengendalian lebih tinggi untuk mengubah satu atau beberapa kondisi


seperti unit pengendali/manajer baru, atau revisi atas standar prestasi.

35
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Pendekatan Sistem dan


B A B 4
Pengembangan Sistem Informasi
Kesehatan

P diintegrasikan dengan upaya menata kembali Sistem Kesehatan dan Manajemen


engembangan Sistem Informasi Kesehatan hendaknya diselaraskan dan
Kesehatan.
Penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan merupakan suatu tantangan dan
pekerjaan yang cukup rumit. Tatanan Sistem Kesehatan merupakan kerangka dasar yang
baik dalam upaya menata kembali Sistem Informasi Kesehatan. Sepanjang proses
penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan, model Sistem Kesehatan itu akan
digunakan sebagai acua konseptual bagi setiap tahap proses.
Jarang sekali proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan merombak
total Sistem Kesehatan suatu negara atau daerah. Menurut pengalaman, proses penataan
kembali Sistem Informasi Kesehatan secara komprehensif bahkan kerap kali menjumpai
kegagalan. Lebih baik penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan itu difokuskan pada
aspek-aspek yang kurang berfungsi dalam Sistem Kesehatan. Atau direncanakan dan
diselenggarakan dalam kaitannya dengan proses penataan kembali Sistem Kesehatan
yang sedang berlangsung.

Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem serangkaian langkah-langkah pemecahan masalah yang
memastikan bahwa masalah dipahami, solusi alternative dipertimbangkan dan solusi yang
dipilih bekerja.
berdasarkan sasaran, terdapat tiga jenis manajemen kesehatan yang diperlukan
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, yaitu manajemen pasien/klien,
manajemen unit kesehatan, dan manajemen sistem kesehatan.

36
FKM - UNSRAT

Tahap dan Langkah Pendekatan Sistem

1. Usaha Persiapan
Mempersiapkan manajer untuk memecahkan masalah atau menyediakan orientasi
sistem. Langkah :
 Memandang perusahaan sebagai suatu sistem = menggunakan model sistem
umum perusahaan.
 Mengenali sistem lingkungan = menempatkan perusahaan sebagai suatu sistem
dalam lingkungannya.
 Mengidentifikasi subsistem perusahaan = subsistem sebagai bentuk area-area
fungsional, tingkat-tingkat manajemen sebagai subsitem, arus sumber daya
sebagai dasar membagi perusahaan menjadi subsistem.

2. Usaha Definisi
Yaitu kegiatn identifikasi masalah (suatu masalah ada atau akan ada), memahami
masalah (mempelajari untuk mencari solusi) dan pemicu masalah (sinyal umpan balik
yang menunjukkan hal-hal lebih baik atau buruk).
Langkah-langkah :
 Bergerak dari tingkat sistem ke subsistem : Tiap tingkatan manajemen adalah
suatu subsistem.
Yang dilakukan oleh seorang manajer : mempelajari posisi sistem dihubungkan
dengan lingkungan, menganalisis sistem menurut subsistemsubsistem.

 Menganalisis bagian sistem dalam urutan tertentu. Pada saat mempelajari tiap
tingkat system, elemen-elemen sistem dianalisis secara berurutan :
o Mengevalusai standar : Standar harus sah, realistic,
dimengerti, terukur.
o Membandingkan output sistem dengan standar o
Mengevaluasi Manajemen o Mengevaluasi pemrosesan
Informasi o Mengevaluasi input dan sumber daya input o
Mengevaluasi proses tranformasi o Mengevaluasi sumber
daya output

3. Usaha Solusi Langkah-langkah

37
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

 Mengidentifikasi solusi alternative


Manajer harus mengidentifikasi bermacam-macam cara untuk memecahkan
permasalahan yang sama. Contoh : computer tidak dapat menangani volume
aktifitas kegiatan perusahaan, alternatifnya : menambah computer, mengganti
computer, mengganti dengan jarinagan computer.
 Mengevaluasi solusi alternative atau mempertimbangkan kerugian dan
keuntungan dari setiap alternative
 Memilih solusi terbaik atau mengambil satu alternative
 Menerapkan solusi terbaik
 Membuat tindak lanjut untuk memastikan bahwa solusi itu efektif. Manajer harus
memastikan solusi mencapai kinerja yang direncanakan.

Pemecahan Masalah

Masalah merupakan suatu kondisi yang memiliki potensi untuk menimbulkan


kerugian luar biasa atau menghasilkan keuntungan luar biasa. Jadi pemecahan masalah
berarti tindakan memberikan respon terhadap masalah untuk menekan akibat buruknya atau
memanfaatkan peluang keuntungannya. Oleh karena itu masalah penting untuk dipecahkan.
Jenis-jenis masalah :
1. Masalah terstruktur; apabila terdiri dari elemen dan hubungan antar elemen yang
semuanya dipahami oleh pemecah masalah.
2. Masalah tak terstruktur; berisi elemen-elemen atau hubungan antar elemen yang tidak
dipahami oleh pemecah masalah.
3. Masalah semi terstruktur, masalah yang berisi sebagian elemen-elemen atau
hubungannya yang dimengerti oleh pemecah masalah.
Elemen-elemen pemecahan masalah dapat digambarkan seperti di bawah ini.

38
FKM - UNSRAT

Gambar 4.1 Elemen-elemen pemecahan masalah

Standar menggambarkan keadaan yang diharapkan apa yang harus dicapai oleh
sistem. Informasi menggambarkan keadaan saat ini atau apa yang sedang dicapai oleh
sistem.
Perbedaan antara masalah dan gejala dimana gejala adalah kondisi yang dihasilkan
oleh masalah. Untuk memberikan ilustrasi ini, kita ambil contoh, seorang manajer
dihadapkan pada suatu gejala seperti laba yang rendah. Dalam hal ini ada masalah
penyebab laba rendah. Jadi dalam kaitan ini, masalah adalah penyebab dari suatu
persoalan, atau penyebab dari suatu peluang.

Sistem Informasi dan Pengambilan Keputusan


Pengertian Pengambilan Keputusan

Secara etimologis kata decide berasal dari bahasa latin de yang berarti off dan kata
caedo yang berarti to cut. Hal ini berarti proses kognitif cut off sebagai tindakan mimilih
diantara beberapa alternatif kemungkinan. Ada beberapa pengertian pengambilan
keputusan menurut para ahli yaitu :
1. Max (1972), Decision Making is commanly difined as choosing from among alernatives
(pengambilan keputusan merupakan pemilihan dari beberapa alternatif).
2. Shull (1970:67) mengemukakan bahwa pengambilan keputusan merupakan proses
kesadaran manusia terhadap fonumena individual maupun sosial berdasarkan kejadian
faktual dan nilai pemikiran, yang mencakup aktivitas perilaku pemilihan satu atau
bebrapa alternatif sebagai jalan keluar untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

39
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

3. George R Terry dalam Igbal Hasan (2002:9), Pengambilan keputusan adalah pemilihan
alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada.
4. S.P Siagian dalam Iqbal Hasan (2002:10), Pengambilan keputusan adalah suatu
pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan mengambil
tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
Dari beberapa pengertian pengambilan keputusan di atas dapat disimpulkan bahwa
pengambilan keputusan adalah sebuah hasil dari pemecahan masalah, jawaban dari suatu
pertanyaan sebagai hukum situasi, dan merupakan pemilihan dari salah satu alternatif-
alternatif yang ada, serta pengakhiran dari proses pemikiran tentang masalah atau
problema yang dihadapi, adapun hasil dari pengambilan keputusan adalah
keputusan(decision) .
Pengambilan keputusan menurut George R. Terry dalam Iqbal Hasan (2002:6)
didasarkan pada lima (5) hal yaitu :
1. Intuisi, pengambilan keputusan yang berdasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki
sifat subjektif sehingga mudah terkena pengaruh. Pengambilan keputusan berdasarkan
intuisi mengandung beberapa kebaikan dan kelemahan. Kebaikannya antara lain :
a. Waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif lebih pendek
b. Pengambilan keputusan akan memberikan kepuasan pada umumnya
c. Kemampuan mengambil keputusan dari pengambil keputusan tersebut sangat
berperan.
Kelemahan dari intuisi adalah :
a. Keputusan yang diambil relatif kurang baik
b. Sulit mencari alat pembandingnya sehingga sulit diukur kebenarannya
c. Dasar-dasar lain dalam pengambilan keputusan seringkali diabaikan.
2. Pengalaman, Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat bagi
pengetahuan praktis karena berdasarkan pengalaman seseorang dapat memperkirakan
keadaan sesuatu serta dapat memperhitungkan untung ruginya dan baik buruknya
keputusan yang akan dihasilkan. Karena pengalaman seseorang dapat menduga
masalahnya walaupun hanya dengan melihat sepintas saja sudah menemukan cara
penyelesaiannya.
3. Fakta, pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang
sehat, solid dan baik. Dengan fakta, tingkat kepercayaan terhadap pengambil keputusan

40
FKM - UNSRAT

dapat lebih tinggi sehingga orang dapat menerima keputusan yang dibuat itu dengan
rela dan lapang dada.
4. Wewenang, pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh
pemimpin terhadap bawahannya atau orang yang lebih rendah kedudukannya.
Kelebihan dari pengambilan keputusan berdasar wewenang antara lain :
a. Kebanyakan penerimanya adalah bawahan
b. Keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama
c. Memiliki otentisitas (otentik) Kelemahannya antara lain :
a. Dapat menimbulkan sifat rutinitas
b. Mengasosiasikan dengan praktek diktatotial
c. sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan sehingga dapat
meninmbulkan kekaburan.
5. Rasional, pada pengambilan keputusan ini keputusan yang dihasilkan bersifat objektif,
logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas
kendala tertentu sehingga dapat dikatakan mendekatai kebenaran atau sesuai dengan
apa yang diinginkan.

Jenis-Jenis Pengambilan Keputusan

Masalah dan konflik terdapat di mana-mana. Beberapa di antaranya bersifat


sederhana dan deterministik, sedangkan yang lain bersifat sangat kompleks dan probabilistik
serta dapat menimbulkan pengaruh yang besar. Pengambilan keputusan dapat bersifat rutin
dan memiliki struktur tertentu atau dapat juga bersifat sangat kompleks dan tidak
berstruktur. Terdapat dua jenis pengambilan keputusan, yaitu :
1. Pengambilan keputusan terprogram.
2. Pengambilan keputusan tidak terprogram.

1. Pengambilan keputusan terprogram :


Jenis pengambilan keputusan ini mengandung suatu respons otomatik terhadap
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Masalah yang bersifat
pengulangan dan rutin dapat diselesaikan dengan pengambilan keputusan jenis ini.
Tantangan yang besar bagi seorang analis adalah mengetahui jenis-jenis keputusan ini
dan memberikan atau menyediakan metode-metode untuk melaksanakan pengambilan
keputusan yang terprogram di mana saja. Agar pengambilan keputusan harus

41
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

didefinisikan dan dinyatakan secara jelas. Bila hal ini dapat dilaksanakan, pekerjaan
selanjutnya hanyalah mengembangkan suatu algoritma untuk membuat keputusan rutin
dan otomatik.
Dalam kebanyakan organisasi terdapat kesempatan-kesempatan untuk melaksanakan
pengambilan keputusan terprogram karena banyak keputusan diambil sesuai dengan
prosedur pelaksanaan standar yang sifatnya rutin. Akibat pelaksanaan pengambilan
keputusan yang terprogram ini adalah membebaskan manajemen untuk tugas-tugas
yang lebih penting.

2. Pengambilan keputusan tidak terprogram.


Ini menunjukkan proses yang berhubungan dengan masalah'masalah yang tidak jelas.
Dengan kata lain, pengambilan keputusan jenis ini meliputi prosesproses pengambilan
keputusan untuk menjawab masalah-masalah yang kurang dapat didefinisikan.
Masalah-masalah ini umumnya bersifat kompleks, hanya sedikit parameter'parameter
yang diketahui dan kebanyakan parameter yang diketahui bersifat probabilistik. Untuk
menjawab masalah ini diperlukan seluruh bakat dan keahlian dari pengambilan
keputusan, ditambah dengan bantuan sistem infofmasi. Hal ini dimaksudkan untuk
mendapatkan keputusan tidak terprogram dengan baik.
Perluasan fasilitas-fasilitas pabrik, pengembangan produk baru, pengolahan dan
pengiklanan kebijaksanaan-kebijaksanaan, manajemen kepegawaian, dan perpaduan
semuanya adalah contoh masalah-masalah yang memerlukan keputusankeputusan yang
tidak terprogram. Sangat banyak waktu yang dikorbankan oleh pegawai-pegawai tinggi
pemerintahan, pemimpin-pemimpin perusahaan, administrator sekolah dan manajer
organisasi lainnya dalam menjawab masalah dan mengatasi konflik. Ukuran keberhasilan
mereka dapat dihubungkan secara langsung kepada mutu informasi yang mendasari
tugas ini.
Pandangan terhadap pengambilan keputusan adalah bahwa proses ini merupakan
proses penggunaan informasi yang rasional, bukan proses yang emosional, Dalam hal ini,
kesukaran-kesukaran dalam pengambilan keputusan dapat dikaitkan kepada:
1. Informasi yang tidak cukup; dan
2. Maksud dan tujuan yang tidak dispesifikasikan secara jelas.
Pengambil keputusan mempunyai suatu cara untuk dapat memahami informasi yang
menentukan efisiensi pengolahan informasinya. Pengetahuan seseorang yang lalu

42
FKM - UNSRAT

digabungkan dengan kecakapannya mengolah informasi akan menentukan kesanggupannya


untuk mengambil keputusan.

Tingkat-Tingkat Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan berkisar dari sangat rutin dan baku (terprogram) sampai kompleks
(tidak dapat diprogram). Untuk maksud klasifikasi, maka pada dasarnya ada tiga tingkat
pengambilan keputusan.
1. Pengambilan keputusan tingkat strategis
Pengambilan keputusan strategis dicirikan oleh sejumlah besar ketidak pastian dan
berorientasi ke masa depan. Keputusan-keputusan ini menetapkan rencana jangka
panjang yang akan mempengaruhi keseluruhan organisasi. Pengambilan keputusan
tingkat strategis misalnya perluasan pabrik, penentuan produksi, penggabungan,
penggolongan, pengeluaran modal dan sebagainya. Secara singkat dapat dikatakan
bahwa strategi yang diputuskan itu berhubungan dengan perencanaan jangka panjang
dan meliputi penentuan tujuan, penentuan kebijaksanaan, pengorganisasian, dan
pencapaian keberhasilan organisasi secara keseluruhan.
2. Pengambilan keputusan tingkat taktis.
Pengambilan keputusan taktis berhubungan dengan kegiatan jangka pendek dan
penentuan sumber daya untuk mencapai tujuan. Jenis pengambilan keputusan ini
berhubungan dengan bidang-bidang seperti perumusan anggaran, analisis aliran dana,
penentuan tata ruang pabrik, masalah kepegawaian, perbaikan produksi serta penelitian
dan pengembangan. Bila pengambilan keputusan strategis sebagian besar mengandung
kegiatan perencanaan yang menyeluruh, pengambilan keputusan taktis memerlukan
gabungan dari kegiatan perencanaan dan pengawasan. Jenis keputusan ini memiliki
potensi yang kecil untuk melaksanakan pengambilan keputusan terprogram.. Untuk
sebagian besar aturan-aturan keputusan dalam pengambilan keputusan taktis tidak
tersusun dan tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap kebiasaan sehari-hari dan
peraturan yang mengatur sendiri.
3. Pengambilan keputusan tingkat teknis.
Pada tingkat teknis, standar-standar ditentukandan output bersifat deterministik
(sifatnya menentukan). Pengambilan keputusan teknis adalah suatu proses yang dapat
menjamin bahwa tugas-tugas spesifik dapat dilaksanakan dalam cara efektif dan efisien.
Tingkat ini lebih ditekankan pada fungsi pengawasan dan sedikit sekali fungsi
perencanaan. Pada tingkat ini pengambilan keputusan terprogram dapat dilaksanakan.
43
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Contoh jenis pengambilan keputusan ini adalah penerimaan atau penolakan kredit,
pengendalian proses, penentuan waktu, penerimaan, pengiriman, pengawasan inventaris
dan penempatan karyawan.

Suatu tingkat pengambilan keputusan yang berlainan memerlukan jenis informasi


yang berbeda pula. Para analis harus menyadari jenis-jenis pengambilan keputusan ini di
dalam sistem informasi guna memenuhi keperluan yang berbeda-beda, karena informasi
yang akan dihasilkan tergantung kepada keperluan-keperluan ini.
Perlu diperhatikan dan dipahami secara jelas bahwa dalam prakteknya di antara
berbagai golongan pangambilan keputusan ini sering batas-batasnya kabur dan malahan
sering tumpang tindih. Walaupun garis-garis pemisahnya tidak jelas atau kabur, namun
sebagai seorang analis harus menyadari akan adanya jenisjenis pengambilan keputusan ini
dan bagaimana sistem informasi dapat dirancang untuk memenuhi kebutuhan yang
berlainan, sebab informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi akan tergantung kepada
kebutuhan-kebutuhan ini.
Dalam banyak organisasi, keputusan-keputusan strategis dan taktis lebih banyak
diambil berdasar intuisi, pengalaman dan kemampuan interpretasi, daripada berdasar
informasi dari sistem informasi formal.
Dalam lingkup manajemen usaha dan proyek, masalah yang muncul hampir
seluruhnya merupakan masalah yang usulan pemecahannya perlu dipertanggungjawabkan,
bahkan terkadang seluruh prosesnya perlu diungkapkan untuk dapat diperiksa.
Hal ini menuntut penggunaan pendekatan yang bersifat formil. Sebagai contoh,
keputusan suatu perusahaan untuk mengembangkan produk tidaklah dapat dilaksanakan
secara intuitif. Seluruh tahapan perlu dipaparkan untuk meyakinkan pemegang saham,
direksi, bagian teknik, bagian produksi dan pemasaran bahwa produk baru tersebut dapat
dibuat dan memang akan menguntungkan perusahaan. Melalui pendekatan formal semacam
ini, maka keputusan tidak saja dibuat akan tetapi diungkapkan pada semua pihak yang
berkepentingan, sebagai usaha utama untuk meyakinkan pihak lain. Pendekatan formal ini
membutuhkan sistematika yang jelas, masuk akal, seluruh tahapannya mengikuti urutan
yang benar dan kesimpulan akhir merupakan hasil yang konsisten dari seluruh proses.
Informasi yang disusun secara teratur dan sistematik dan selalu diperbaharui maka ia akan
merupakan sarana pengambilan keputusan tidak lain merupakan usaha pentransformasian.
Informasi ke dalam bentuk usulan atau alternatif.
Inti dari sistem informasi manajemen adalah penyusunan informasi secara teratur
dan sistematik mengikuti struktur organisasi dan digunakan untuk mendukung proses

44
FKM - UNSRAT

pengambilan keputusan manajemen. Dalam lingkup keputusan yang bersifat rutin maka
sistem informasi manajemen merupakan alat Bantu yang sangat diperlukan karena informasi
yang terolah dengan baik dapat memberi arah pada keputusan yang baik tinggal
menambahkan faktor pertimbangan yang perlu dihasilkan oleh pengambil keputusan.
Satu langkah yang lebih kontemporer lagi, adalah dengan memasukkan beberapa
aspek dari mekanisme keputusan ke dalam sistem informasi manajemen tersebut, sehingga
pengambil keputusan pada dasarnya hanyalah tinggal memilih saja.

Peranan Sistem Informasi dalam Pengambilan Keputusan

Setiap manajer akan menghadapi masalah dan situasi yang berbeda. Perbedaan ini
akan membuat seorang akan memilih jenis keputusan yang berbeda sesuai dengan masalah
dan situasi yang dihadapinya. Handoko (2003) membagi dua jenis keputusan. Ada yang
yang disebut keputusan yang diprogram (programmed decisions) yaitu keputusan yang
dibuat menurut kebiasaan, aturan atau prosedur, dan dilakukan berulang-ulang. Sementara
itu ada pula keputusan-keputusan yang tidak diprogram (non-programmed), yaitu
keputusan berkenaan dengan masalah-masalah khusus, khas, atau tidak biasa. Pada jenis
keputusan ini seorang pengambil keputusan perlu mempertimbangkan keputusan dengan
mencari banyak informasi yang relevan dengan masalahnya.
Selama kurang lebih tiga dekade terakhir telah terjadi perkembangan informasi
secara pesat. Bentuk informasi kini ditemukan sangat bervariasi. Dulu orang hanya
mengenal informasi dalam bentuk lisan dan tulisan. Namun sejak tahun 1975 sudah mulai
diperkenalkan informasi dalam bentuk elektronik (Verhoeven, 1999). Dalam sektor
kesehatan, informasi ditemukan dalam bentuk yang sangat beragam. Sejumlah besar jurnal
dan artikel menjamur di setiap bagian. Belum lagi informasi yang bisa didapat dari
pertemuan ilmiah yang sering dilakukan oleh profesional. Kemajuan teknologi di sektor
kesehatan juga membuat informasi dapat diakses dengan media elektronik, sehingga para
pengguna informasi menjadi semakin dekat dengan isu terkini.

Sorian and Baugh (2002) melakukan sebuah penelitian pada para pengambil
kebijakan di sektor kesehatan Amerika. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa para
pekerja yang lebih muda menyukai informasi dalam bentuk elektronik, sementara pekerja
yang lebih tua menyukai informasi dalam bentuk kertas. Para profesional di kantor
pemerintah lebih memilih informasi dari sumber yang dapat dipercaya, dan menurut mereka
karyawan kantor pemerintah adalah kunci dari sumber data dan informasi. Format dari
informasi juga penting bagi para responden. Mereka lebih memilih informasi dengan
45
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

paragraf yang pendek dan format dalam bentuk diagram atau tabel yang lebih memudahkan
mereka membuat kesimpulan dan keputusan.
Pemilihan media informasi yang dipercaya akan berbeda pada setiap individu.
Informasi dalam bentuk elektronik dirasa canggih dan memudahkan untuk sebagian orang,
namun juga masih jarang digunakan. Hal ini disebabkan karena pengguna kesulitan mencari
kata kunci untuk informasi yang dibutuhkan, atau karena tidak bisa menggunakan alat
tersebut secara teknis.
Dalam kehidupan seorang manajer, pengambilan keputusan menjadi hal yang sangat
penting dan kerap dilakukan. Fungsinya akan semakin penting bila itu berkaitan dengan
perencanaan jangka panjang atau sebuah keputusan investasi. Parker (1989) memberikan
gambaran perbedaan level manajemen. Dimana setiap level memiliki tanggung jawab yang
berbeda sehingga jenis keputusan yang akan diambil pun akan berbeda.
Upper-level management : bertanggung jawab dalam mengarahkan masa depan
organisasinya. Level ini lebih berkonsentrasi pada perencanaan strategik, menetapkan
tujuan, serta merencanakan rencana jangka panjang organisasi.
Middle-level management : mengurus perencanaan taktis organisasinya, memastikan
karyawan telah mengerjakan pekerjaanya dengan maksimal, serta mengontrolnya.
Lower-level management : mengerjakan rencana yang sudah ditargetkan oleh level
atasnya.

Gambar 4.2. Tingkat Manajemen (Parker,1989)

Pengambilan keputusan melalui sebuah proses. Sementara itu ada beragam model
proses pengambilan keputusan. Dalam gambar 4.3, Sauerborn, (2000) menggambarkan
model pengambilan keputusan yang dimulai dari pengumpulan sumbersumber yang akan
memberikan data-data melalui prosedur tertentu. Data tersebut kemudian harus

46
FKM - UNSRAT

ditransformasikan menjadi sebuah informasi. Selanjutnya informasi ini kemudian digunakan


dalam pembuatan keputusan.

Gambar 4.3. Idealized relationship between data, decisions, resourches, and programmes
(Sauerborn,2000)
Model lain lagi yang disebut The Knowledge-driven model oleh Van Lohuizen (1986).
Langkah pertama dari proses pengambilan keputusan adalah mengumpulkan data. Melalui
sebuah proses seleksi dan reduksi data tersebut akan menjadi informasi.
Pemrosesan dan analisis terhadap informasi akan menghasilkan pengetahuan yang baru.
Pengetahuan ini selanjutnya diproses untuk memberikan pengertian yang mendalam.
Setelah melewati proses justifikasi kemudian pengertian dapat memberikan arti dalam
pembuatan keputusan.

Gambar 4.4. The Knowledge-driven Model of Decision-making (Van Lohuizen, 1986)

Proses pembuatan keputusan model klasik oleh Lasswell (1975) mengidentifikasikan


tujuh langkah yang dimulai dari adanya masalah. Model ini menekankan pada kebutuhan
mendesak yang harus diselesaikan dalam masalah yang dihadapi. Kebutuhan ini dimasukkan

47
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

dalam daftar. Lalu dipilih perkiraan-perkiraan solusi. Setelah dipertimbangkan keuntungan


dan kerugian dari pilihan-pilihan tersebut maka selanjutnya dipilih yang terbaik. Pilihan
tersebut kemudian dilakukan, dimonitor, kemudian dievaluasi.

Gambar 4.5. The Classical Model of the Decision-making Process (Lasswell,1975)

Beberapa model yang digambarkan di atas hanya sebagian dari model pengambilan
keputusan yang dapat diadopsi oleh seorang pengambil keputusan. Pada kenyataannya
yang ditemukan seringkali tidak sesederhana bahwa ketika masalah datang dan banyak
informasi dikumpulkan kemudian masalah dapat terpecahkan. Banyak hal dapat
mempengaruhi proses pembuatan keputusan. Seorang Manajer ketika mengambil sebuah
keputusan mungkin perlu mempertimbangkan kepentingan pemberi dana bagi
institusi/perusahaannya, komunitas di sekitarnya, atau pendapat profesional lain. Seorang
manajer mungkin kadang juga perlu berkaca pada pengalaman masa lalu sebelum
mengambil keputusan. Lain lagi dengan seorang manajer institusi pemerintah yang banyak
dipengaruhi oleh kepentingan politik dalam mengambil keputusan. Beragam pengaruh
tersebut dapat menjadi masalah sekaligus tantangan yang menarik bagi pengambil
keputusan.
Dukungan sistem informasi manajemen pada pembuatan keputusan dalam suatu
organisasi dapat diuraikan menurut tiga tahapan, proses pembuatan keputusan, yaitu
pemahaman, perancangan (design), dan pemilihan. Dukungan SIM biasanya melibatkan
pengolahan, file komputer maupun non komputer.
Pada tahap pemahaman hubungannya dengan SIM adalah pada proses penyelidikan
yang meliputi pemeriksaan data baik dengan cara yang telah ditentukan maupun dengan
cara khusus. SIM harus memberikan kedua cara tersebut. Sistem Informasi sendiri harus
meneliti semua data dan mengajukan permintaan untuk diuji mengenai situasi-situasi yang
jelas menuntut perhatian. Baik SIM maupun organisasi harus menyediakan saluran
komunikasi untuk masalah-masalah yang diketahui dengan jelas agar disampaikan kepada
organisasi tingkat atas sehingga masalah-masalah tersebut dapat ditangani. Pada tahap ini
juga perlu ditetapkan kemungkinankemungkinannya. Dukungan SIM memerlukan suatu data
base dengan data masyarakat, saingan dan intern ditambah metode untuk penelusuran dan
penemuan masalahmasalah.

48
FKM - UNSRAT

Pada tahap perancangan (design), kaitannya dengan SIM adalah membuat model-
model keputusan untuk diolah berdasarkan data yang ada serta memprakarsai pemecahan-
pemecahan alternatif. Model-model yang tersedia harus membantu menganalisis alternatif-
altematif. Dukungan SIM terdiri dari perangkat lunak statistika serta perangkat lunak
pembuatan model lainnya. Hal ini melibatkan pendekatan terstruktur, manipulasi model, dan
sistem pencarian kembali data base.
Pada tahap pemilihan, SIM menjadi paling efektif apabila hasil-hasil perancangan
disajikan dalam suatu bentuk yang mendorong pengambilan keputusan. Apabila telah
dilakukan pemilihan, maka peranan SIM berubah menjadi pengumpulan data untuk umpan
balik dan penilaian kemudian.
Dukungan SIM pada tahap pemilihan adalah memilih berbagai model keputusan
melakukan analisis kepekaan (analisis sensitivitas) serta menentukan prosedur pemilihan.
Dukungan SIM untuk pembuatan keputusan terdiri dari suatu database yang lengkap,
kemampuan pencarian kembali database, perangkat lunak statistika dan analitik liainnya,
serta suatu dasar model yang berisi perangkat lunak pembuatan model-model keputusan.
Pada dasarnya peranan SIM tersebut pada proses pemahaman, .yang menyangkut
penelitian lingkungan untuk kondisi-kondisi yang memerlukan keputusan. Istilah
pemahaman di sini mempunyai arti sama dengan pengenalan masalah. Kemudian pada
proses perancangan serta pada prosed pemilihan.
Sering orang menyatakan bahwa komputer akan mengambil keputusan, ini
merupakan suatu pemyataan yang salah kaprah dan tidak mengetahui letak peranan
komputer serta bagaimana suatu proses pengambilan keputusan dilakukan. Keputusan
sebenarnya hanya dapat diambil atau dilakukan oleh manusia.
Oleh karena itu, manusia pengambil keputusan harus selalu menjadi bagian dari
suatu pemilihan. Suatu algoritma keputusan, suatu aturan keputusan atau suatu program
komputer hanya membantu dengan memberikan dasar untuk suatu keputusan, akan tetapi
pemilihan keputusan dilakukan oleh seorang manusia. Pernyataan komputer mengambil
keputusan pada umumnya didasarkan atas anggapan bahwa beberapa keputusan dapat
diprogramkan, sedangkan keputusan-keputusan yang lain tidak. Hal ini mengingatkan
bahwa klasifikasi tentang keputusan terprogram dan tidak terprogram sangat penting untuk
perancangan SIM. Ada suatu kecenderungan di antara para perancang SIM untuk
beranggapan, bahwa suatu database (pusat data) saja akan banyak memperbaiki
pengambilan keputusan. Pandangan demikian sebenarnya telah mengabaikan akan adanya
tiga unsur dalam pengambilan keputusan yang berperan penting, yaitu; data, model atau

49
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

prosedur keputusan, dan pengambil keputusan, itu sendiri. Oleh karena itu pengambilan
keputusan dapat diperbaiki dengan data yang lebih baik, model keputusan yang lebih baik,
atau pengambil keputusan yang lebih baik (lebih terlatih, lebih banyak pengalaman, dan
sebagainya).

Pada dasarnya, suatu sistem informasi memiliki sifat yang hampir sama dengan
sistem produksi yang mengkonversikan bahan baku menjadi produk yang mungkin langsung
digunakan oleh konsumen atau menjadi bahan baku untuk fase konversi berikutnya. Sistem
informasi mengkonversi data kasar menjadi suatu laporan yang dapat dipakai atau menjadi
input untuk proses lanjutan.
Banyak manajemen yang tidak puas dengan sistem informasi mereka dan secara
tajam langsung menyalahkan sistem komputer. Tiga alasan yang dapat menimbulkan hal ini
adalah:
1. Besarnya harapan yang tidak terpenuhi.
2. Tidak tepatnya analisis sistem
3. Sindroma komputer yaitu anggapan bahwa komputer mampu menanggulangi segala
kelemahan manajemen.
Komputer hanya dapat dimanfaatkan bila telah dianalisis berdasarkan perbandingan
biaya dengan efektifitasnya dan digunakan secara layak. Keunggulan komputer sebagai
suatu alat terletak di dalam kemampuannya mengolah data yang banyak dan kompleks
serta melakukan perhiturgan-perhitungan yang rumit dalam waktu yang singkat.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah kemauan orang-orang di dalam
manajemen untuk bersikap terbuka dalam menyampaikan masalah-masalah yang ingin
dibantu pemecahannya dengan menggunakan komputer.

Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan


Pengembangan Sistem Informasi

Pengembangan sistem dapat berarti menyusun suatu sistem baru untuk


menggantikan sistem lama secara keseluruhan atau memperbaiki sistem yang telah ada.
Sistem lama perlu diperbaiki atau diganti disebabkan karena beberapa hal, yaitu:
1. Adanya permasalahan pada sistem lama, berupa:
a. Adanya gangguan dalam sistem lama menyebabkan sistem tersebut tidak
dapat beroperasi sesuai dengan yang diharapkan

50
FKM - UNSRAT

b. Pertumbuhan organisasi yang menyebabkan harus disusunnya sistem baru


2. Untuk memperoleh peluang
Perkembangan teknologi informasi yang cepat memberikan kemungkinan peningkatan
penyediaan informasi yang dapat mendukung dalam proses pengambilan keputusan
manajemen.

3. Adanya instruksi
Penyusunan sistem baru dapat terjadi karena adanya instruksi atasan, misalnya
Peraturan Pemerintah.
Jika sistem baru sudah terbentuk maka diharapkan akan terjadi peningkatan sistem
tersebut yang meliputi:
 Kinerja, yang dapat diukur dari beban kerja dan waktu respon. Beban kerja
adalah jumlah pekerjaan yang dapat dilakukan pada saat tertentu. Waktu respon
adalah rata-rata waktu yang tertunda diantara dua transaksi atau pekerjaan
ditambah dengan waktu respon untuk menanggapi pekerjaan tersebut.
 Informasi, terjadi peningkatan kualitas informasi yang disajikan.
 Ekonomis, terjadi peningkatan manfaat atau keuntungan atau penghematan
biaya.
 Pengendalian, terjadi peningkatan pada pengendalian untuk mendeteksi dan
memperbaiki kesalahan serta kecurangan yang terjadi.
 Efisiensi, terjadi peningkatan efisiensi operasi yang dapat diukur dengan cara
keluaran dibagi masukan.
 Pelayanan, terjadi peningkatan pelayanan yang diberikan oleh sistem.
Proses pengembangan sistem melewati beberapa tahapan, mulai sistem itu
direncanakan sampai dengan sistem tersebut diterapkan, dioperasikan dan dipelihara. Bila
operasi sistem yang dikembangkan masih terjadi permasalahan kritis tidak teratasi dalam
tahap pemeliharaan sistem, maka perlu dikembangkan lagi suatu sistem untuk
mengatasinya dan proses ini kembali ke tahap yang pertama, yaitu tahap perencanaan
sistem. Siklus ini disebut dengan siklus hidup pengembangan sistem. Siklus hidup
pengembangan sistem merupakan suatu bentuk yang digunakan untuk menggambarkan
tahapan utama dan langkah-langkah dalam proses pengembangannya.
Tahapan utama siklus hidup pengembangan sistem terdiri dari:
1. Perencanaan sistem 12,15

51
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Perencanaan sistem yang terdiri dari estimasi kebutuhan-kebutuhan fisik, tenaga kerja
dan dana yang dibutuhkan untuk mendukung pengembangan sistem serta untuk
mendukung operasionalisasi setelah diterapkan. Pada tahap ini dilakukan penilaian
kelayakan sistem baik secara teknis, ekonomi dan organisasi.

2. Analisis sistem 12,15


Langkah-langkah pada analisis sistem hampir sama dengan yang dilakukan dalam
mendefinisikan proyek-proyek sistem pada tahap perencanaan. Perbedaannya terletak
dalam ruang lingkup tugasnya. Pada analisis sistem, ruang lingkup tugasnya lebih terinci
yaitu dilakukan penelitian terinci sedangkan pada tahap perencanaan sifatnya hanya
penelitian pendahuluan. Langkah-langkah dasar yang harus dilakukan adalah:
 Mengidentifikasi masalah pada sistem lama
 Memahami kerja sistem lama
 Menganalisis sistem lama
 Membuat laporan hasil analisis
3. Desain sistem 12,15
Tahap ini mempunyai dua tujuan utama yaitu:
Untuk memenuhi kebutuhan pada pemakai sistem
Untuk memberikan gambaran yang jelas dan rancang bangun yang lengkap kepada
pemrogram komputer yang terlibat.
Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah:
 Merancang pemodelan sistem yaitu model fisik dan logik dengan menggunakan
sistem bagan alir.
 Merancang model pemasukan data atau komponen masukan pada sistem
 Merancang tampilan keluaran dan laporan sistem
 Merancang basis data sistem
 Merancang tampilan menu sistem
 Merancang teknologi sistem
 Merancang pengendalian system
4. Pelaksanaan sistem 12,15
Tahap implementasi sistem merupakan tahap meletakkan sistem supaya siap untuk
dioperasikan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap pelaksanaan ini adalah:
 Pemrograman atau pengkodean sistem

52
FKM - UNSRAT

 Pengujian sistem
 Dokumentasi
 Pemilihan dan pelatihan personil
 Pemilihan tempat dan instalasi perangkat keras dan perangkat lunak 
Penggantian Sistem
5. Perawatan sistem 12,15
Setelah sistem terpasang, maka sistem tersebut harus dipertahankan. Pemeliharaan
sistem diadakan karena dua alasan. Pertama, untuk memperbaiki kesalahan dalam
perangkat lunak. Alasan kedua adalah untuk meningkatkan kemampuan perangkat lunak
dalam merespons perubahan kebutuhan-kebutuhan organisasi.

Konsep Dasar Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan

Berdasarkan manual pengembangan Sistem Informasi Manajemen Kesehatan yang


dikeluarkan WHO (2004), tahap-tahap pengembangan sistem informasi kesehatan adalah
sebagai berikut:
1. Peninjauan kembali sistem yang sudah ada.
Prinsip: jangan hapus atau tinggalkan sistem yang sudah ada; bangun kekuatan dan
belajar dari kelemahan-kelemahan yang ada.
Langkah-langkah:
a. Buat inventarisasi format-format, buku register dan alat lainnya yang digunakan
untuk mencatat dan meringkas data pada setiap tingkat.
b. Menyelidiki kualitas data yang dikumpulkan menggunakan format yang ada pada
setiap tingkat. Aspek-aspek yang diselidiki adalah:
 Keakuratan
 Kelengkapan
 Ketepatan
 Ketepatan waktu
c. Tentukan masalah yang dihadapi dengan sistem pengumpulan data yang ada pada
setiap tingkat, termasuk waktu dan alur informasi.
d. Tentukan keadaan komponen lain sistem yang ada sekarang seperti:
 Pengolahan data
 Analisis data
 Desiminasi data
 Persediaan dan logistik
53
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

 Pengembangan petugas
 Koordinasi, kerjasama dan komunikasi dengan dan antara unit-unit pada
Kementerian Kesehatan dan organisasi-organisasi lain di luar kementerian.
e. Identifikasi aspek-aspek sistem yang dibutuhkan untuk:
 Tetap ada
 Diubah
 Dihapus
f. Buatlah ringkasan hasil pengkajian dalam laporan resmi.
g. Diskusikan hasil kajian dengan pengambil kebijakan yang tepat
2. Menetapkan kebutuhan data dari unit yang sesuai dengan sistem kesehatan Prinsip:
a. Tingkat administrasi yang berbeda dalam sistem kesehatan mempunyai peran yang
berbeda sehingga memiliki kebutuhan data yang berbeda
b. Tidak semua data yang dibutuhkan dihasilkan melalui sistem pengumpulan data
rutin. Data yang jarang dibutuhkan atau yang hanya diperlukan oleh beberapa orang
dapat dihasilkan melalui penelitian khusus atau survey sampel.
Langkah-langkah:
a. Tentukan peran/fungsi dari tiap-tiap tingkat, untuk setiap program-program pokok.
Umumnya sebagai berikut:
Tingkat Administratif Fungsi
Desa Penemuan kasus, pelayanan kesehatan
Kabupaten Pengawasan dan Supervisi
Propinsi Perencanaan program, evaluasi
Nasional Perumusan Kebijakan

b. Identifikasi indikator yang dibutuhkan dari setiap tingkat untuk melaksanakan


fungsinya. Perlu diingat bahwa beberapa tingkat, terutama tingkat adminstrasi yang
lebih tinggi membutuhkan data yang berasal dari kementerian atau bidang lainnya
yang berhubungan dengan sektor kesehatan.
c. Tentukan rumus dan identifikasi variabel atau elemen data yang dibutuhkan untuk
menghitung indikator-indikator.
d. Tentukan sumber dari elemen-elemen data yang berbeda yang dibutuhkan baik
untuk pembilang dan penyebut dari setiap indikator. Sumber utama dapat berupa:
 Data rutin yang dihasilkan dari sistem informasi kesehatan kementerian
kesehatan

54
FKM - UNSRAT

 Penelitian khusus dan survey yang dilaksanakan oleh Kementerian kesehatan


sesuai kebutuhan
 Sistem informasi lainnya yang berhubungan dengan kesehatan dibawah
tanggung jawab para agen atau institusi lainnya (contohnya: sistem registrasi
vital yang biasanya dibawah BPS dan data gizi yang dikumpulkan oleh
Kementrian Pertanian).
3. Menentukan alur data yang paling tepat dan efektif.
Prinsip:
a. Tidak semua data yang dikumpulkan pada tingkat tertentu disampaikan ke tingkat
yang lebih tinggi.
b. Data yang paling rinci harus disimpan pada sumbernya dan laporan yang diperlukan
untuk tingkat yang lebih tinggi hanya minimal.
Langkah-langkah:
a. Tentukan data apa yang akan dilaporkan dan kepada siapa. Hal ini mencakup:
 Identifikasi variabel/indikator yang dibutuhkan untuk dilaporkan pada tingkat
yang lebih tinggi
 Identifikasi unit yang paling tepat dan pejabat yang akan disampaikan
laporannya.
Faktor utama yang menentukan dari langkah ini adalah fungsi dari kantor dan/atau
orang yang akann disampaikan data tersebut dalam hubungannya dengan informasi
yang dihasilkan dan penggunaan informasi tersebut.
b. Tentukan frekkwensi pelaporan pada setiap tingkat, dengan mempertimbangkan
faktor-fakto berikut:
 Kebutuhan dari setiap tingkat
 Seberapa umum kejadian yang diamati
Laporan akan kejadian yang jarang atau yang jarang dibutuhkan (seperti jumlah
kampanye imunisasi di desa) dapat dilaporkan tiap 4 bulan atau tiap semester
daripada bulanan.
c. Tentukan bentuk format data yang akan dilaporkan pada setiap tingkat.
 Bentuk data mentah atau ringkas.
 Bentuk cetakan atau file elektronik.
d. Buatlah diagram alur (flow chart) yang menunjukkan alur informasi dari perifer ke
tingkat yang lebih tinggi. Contohnya dapat ditunjukkan pada gambar 5.1.
4. Merancang alat pengumpulan dan pelaporan data.
Prinsip:
55
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

a. Kemampuan petugas dalam mengisi format harus diperhatikan.


b. Alat pengumpulan dan pelaporan data yang paling efektif adalah sederhana dan
singkat. Langkah-langkah:
a. Buat rancangan awal dari setiap format yang dibutuhkan, gunakan sebagai petunjuk
daftar indikator yang digunakan unt uk program. Langkah ini memerlukan modifikasi
format yang sudah ada ataupun membuat format baru.
b. Bandingkan rancangan awal format yang dibuat dengan daftar indikator untuk
meyakinkan bahwa data yang dibutuhkan dapat dihasilkan dari format tersebut.
c. Presentasikan rancangan awal format kepada petugas yang sesuai dan diskusikan
dengan mereka aspek-aspek format baru berikut ini:
 Bagaimana perbandingannya dengan format lama ?
 Apa keuntungan dan kerugian format baru ?
 Perubahan apa yang dibutuhkan pada format baru untuk meningkatkan
keuntungan dan meminimalisasi kerugian.
 Untuk negara-negara yang mempunyai banyak dialek, penting untuk
menerjemahkan format ke dalam dialek utama yang digunakan di daerah.
d. Siapkan rancangan buku panduan pengisian format baru tersebut.
e. Uji coba penggunaan format baru sesuai dengan buku panduan.
f. Kaji hasil uji coba.
g. Modifikasi format dan buku panduan berdasarkan hasil uji coba.
5. Mengembangkan prosedur dan mekanisme pengolahan data.
Prinsip:
a. Cara data SIK diolah harus konsisten dengan tujuan pengumpulan data dan rencana
analisis dan penggunan data.
Langkah-langkah:
a. Kaji keuntungan dan kerugian pengolahan manual dibandingkan dengan
menggunakan komputer, dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini:
 Biaya
 Ketersediaan petugas dengan latar belakang/tingkat teknis ahli untuk
menggunakan sistem komputerisasi; terutama keahlian perangkat lunak
petugas pada level paling bawah dimana komputer akan digunakan.
 Ketersediaan dukungan teknis jika terjadi kerusakan perangkat keras.
b. Jika sistem komputerisasi digunakan, tentukan tingkat paling bawah dimana
komputer digunakan untuk mengolah data. Diantara yang penting yang

56
FKM - UNSRAT

dipertimbangkan dalam memilih tingkat ini adalah ketersediaan petugas terlatih


untuk pemeliharaan sistem.
c. Tentukan spesifikasi pengembangan perangkat lunak, dikonsultasikan dengan
pengguna data pada tingkat yang berbeda. Aspek-aspek penting yang harus
dipertimbangkan adalah:
 Laporan ringkas secara rutin dihasilkan
 Mekanisme/pemeriksaan kontrol kualitas data harus menjadi bagian dari
perangkat lunak tersebut.
 Kebutuhan analisis data dari pengguna data.
d. Kembangkan perangkat lunak yang dibutuhkan untuk pengolahan data pada setiap
tingkat dimana komputer digunakan, berdasarkan spesifikasi yang diperlukan. Juga
mungkin dapat dilakukan perangkat lunak yang dirancang menghasilkan keluaran
yang mirip dengan SIK yang sudah ada, hanya membutuhkan sedikit penyesuaian
dari perangkat lunak tersebut. Keputusan selanjutnya diambil apakah
mengembangkan perangkat lunak yang baru atau yang sudah ada tetapi
dimodifikasi.
e. Uji coba perangkat lunak tersebut, perhatikan:
 Identifikasi cacat perangkat lunak
 Kemampuan perangkat lunak menghasilkan data yang diinginkan
 Kemampuan petugas menggunakannya.
f. Buat dan uji coba buku panduan perangkat lunak tersebut.
g. Rancang program pelatihan untuk melatih petugas dalam menggunakan perangkat
lunak tersebut.
6. Mengembangkan dan melaksanakan program pelatihan penyedia data dan pengguna
data. Prinsip:
a. Program pelatihan harus dirancang berdasarkan kebutuhan dan tingkat kelompok
sasaran. Langkah-langkah:
a. Lakukan kajian kebutuhan pelatihan untuk penyedia dan pengguna data. Empat jenis
pelatihan yang biasanya dilakukan. Diantaranya:
 Pelatihan bagi pelatih
 Pelatihan bagi penyedia data pada tingkat perifer tentang cara pengisian
format
 Pelatihan operator komputer dalam penggunaan perangkat lunak dan
perangkat keras.
 Pelatihan petugas pada tingkat yang berbeda tentang penggunaan data.
57
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Kajian kebutuhan yang terpisah harus dilakukan dari tiap jenis pelatihan. Variabel-
variabel yang harus dikumpulkan pada kajian kebutuhan pelatihan adalah sebagai
berikut:
 Fungsi-fungsi dasar dari setiap petugas yang berhubungan dengan SIK
 Peningkatan dari pelatihan sebelumnya pada kinerja fungsi tersebut
 Kapan pelatihan diterima
 Ketepatan pelatihan sebelumnya yang dapat meningkatkan kinerja fungsi
yang diharapkan
 Keinginan terhadap area pelatihan
b. Kembangkan kurikulum dari setiap jenis pelatihan, berdasarkan hasil kajian
kebutuhan pelatihan. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
 Kelompok sasaran (untuk siapa?)
 Isi (Apa ?)
 Strategi (Bagaimana ?)
 Lamanya (Berapa lama ?) – menunjukkan total lamanya program pelatihan
sesuai alokasi waktu dari setiap topik dalam pelatihan.
Keluaran dari langkah ini adalah silabus kursus dari setiap program pelatihan yang akan
dilakukan.
c. Susun materi pelatihan. Materi pelatihan berikut yang diusulkan:

Jenis Pelatihan Materi Pelatihan Isi

Pelatihan Penyedia Kamus Data Daftar indikator, rumus, definisi,


Data sumber data

Panduan untuk Pe- Panduan pengisian format


nyedia Data

Pelatihan pengguna Panduan untuk Analisis, interpretasi dan


data pengguna data penggunaan data,

Pelatihan Panduan penggunaan


Panduan rinci (dengan contoh)
operator perangkat lunak penggunaan perangkat lunak;
komputer
komputer troubleshooting

58
FKM - UNSRAT

Pelatihan bagi Panduan pelatih


Pelatih Panduan tentang bagaimana
melaksanakan program pelatihan
untuk penyedia data dan
pengguna data; strategi pelatihan,
petunjuk penggunaan panduan
untuk pengguna data dan
penyedia data.

Peserta pelatihan bagi pelatih (TOT) harus diberikan salinan kamus data, panduan bagi
penyedia data dan panduan bagi pengguna data.
d. Perbanyak materi pelatihan. Karena ada peluang beberapa perubahan pada format,
stuktur dan isi materi pelatihan harus dibuat berdasarkan hasil evaluasi, maka jumlah
salinan yang diperbanyak harus dibatasi.
e. Rumuskan rancangan evaluasi program pelatihan. Ini penting untuk menentukan
kegiatan pelatihan yang dilaksanakan, karena sebagian besar rancangan evaluasi
memerlukan data dasar tingkat pengetahuan peserta.
f. Identifikasi peserta yang paling tepat untuk setiap jenis pelatihan berdasarkan tugas dan
tanggung jawab mereka yang berhubungan dengan menghasilkan, mengelola dan
menggunakan data.
Strategi yang efisien yang digunakan adalah mengidentifikasi dan melatih petugas.
Jika strategi ini digunakan, penting untuk mempertimbangkan distribusi geografis
peserta pelatihan bagi pelatih (TOT).
g. Lakukan pelatihan bagi penyedia data.
h. Lakukan pelatihan bagi pengguna data. Ini biasanya dilaksanakan setelah data yang
cukup dari SIK telah terkumpul sebagai contoh selama pelatihan.
i. Evaluasi program pelatihan, termasuk materi pelatihan yang digunakan.
7. Uji coba sistem dan jika perlu, merancang ulang sistem pengumpulan data, alur data,
pengolahan data dan penggunaan data.
Prinsip:
a. Sistem harus diuji cobakan pada kondisi sebisa mungkin yang menggambarkan
keadaan yang sebenarnya biasa terjadi selama pelaksanaannya.
Langkah-langkah:
a. Siapkan petunjuk untuk uji coba sistem. Ini mencakup pertanyaan-pertanyaan berikut:
 Dimana ? pemilihan tempat uji coba akan dilaksanakan. Dibutuhkan
pengembangan kriteria pemilihan tempat uji coba. Ini termasuk faktor teknis

59
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

seperti tingkat keahlian atau kualifikasi dari petugas pada daerah tersebut,
atau pertimbangan praktis seperti dekatnya area, adanya dukungan
infrastruktur atau tingkat kerjasama petugas.
 Siapa ? Siapa yang mengikuti uji coba ? ini penting untuk tipe penyedia data
dan pengguna data yang berbeda yang berparisipasi pada uji coba.
 Apa ? Apa tujuan khusus dari uji coba ? Terutama, aspek-aspek apa dari SIK
yang diuji coba ? Apakah tujuan-tujuan yang berbeda harus diambil untuk
mencapai tujuan tersebut ?
 Bagaimana ? Alat dan cara apa dari pengumpulan data yang digunakan untuk
mengumpulkan data yang dibutuhkan secara sistematis agar ujicoba format
efektif ?
 Berapa lama ? Untuk berapa lama uji coba akan dilaksanakan ?
b. Berikan orientasi bagi petugas yang terlibat dalam uji coba sistem.
 Sampaikan kepada mereka tujuan dan prosedur uji coba.
 Latih pengguna data dan penyedia data pada area uji coba pada sistem yang
baru.
c. Laksanakan kegiatan uji coba.
d. Buat laporan hasil uji coba.
e. Rumuskan rekomendasi, berdasarkan hasil uji coba.
8. Mengawasi dan menilai sistem Prinsip:
a. Tujuan pengawasan dan penilaian tidak dititikberatkan pada apa yang salah dan
sanksinya; tetapi lebih kepada aspek-aspek positif sistem yang membuatnya bekerja
dan mengidentifikasi ketika terjadi kesalahan sebagai dasar perbaikan sistem.
Langkah-langkah:
a. Susun rencana pengawasan dan penilaian sistematis dari sistem.
 Apa yang akan diawasi dan dinilai ?
 Bagaimana akan dilakukan pengawasan dan penilaian ?
 Siapa yang akan melakukan ?
 Seberapa sering akan dilakukan ?
 Bagaimana hasilnya didesiminasi secara sistematis ?
 Bagaimana tindakan yang dihasil dari hasil evaluasi dilakukan ?
b. Identifikasi sumber daya yang dibutuhkan dalam melaksanakan rencana pengawasan
dan penilaian.
c. Prioritaskan kegiatan-kegiatan berdasarkan ketersediaan sumber daya yang
dibutuhkan.

60
FKM - UNSRAT

d. Laksanakan rencana pengawasan dan penilaian.


e. Dokumentasi dan diseminasi hasil kegiatan pengawasan dan penilaian.
f. Buat rekomendasi berdasarkan hasil kegiatan pengawasan dan penilaian.
9. Mengembangkan desiminasi data dan mekanisme umpan balik.
Prinsip:
a. Cara yang efektif memotivasi prosedur data adalah melakukan secara tetap umpan
balik positif maupun negatif dari keadaan data yang dihasilkan petugas.
Langkah-langkah:
a. Tentukan cara yang paling efektif dan efisien untuk desiminasi data yang dihasilkan
dari SIK dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:
 Kepada siapa data harus didesiminasi ? kebutuhan kelompok sasaran perlu
dipertimbangkan.
 Apa yang seharusnya didesiminasi ? Ini tidak hanya mencakup keluaran SIK,
tetapi juga umpan balik kepada siapa yang menggunakan informasi dan
apakah/bagaimana mereka menggunakannya.

 Seberapa sering data didesiminasi kepada kelompok sasaran yang berbeda?


 Dalam bentuk format apa data didesiminasi kepada setiap kelompok sasaran
yang berbeda ? Seluruh cakupan format dan tempat desiminasi data harus
dipertimbangkan.
b. Identifikasi tenaga, dana dan sumber daya lain untuk melaksanakan rencana
desiminasi data.
c. Prioritaskan cara yang berbeda desiminasi data untuk dipakai berdasarkan kebutuhan
dan ketersediaan sumber daya.
d. Laksanakan kegiatan desiminasi data.
e. Kembangkan dan terapkan sebuah sistem pengawasan dan penilaian kegiatan
desiminasi dan umpan balik yang dilakukan. Faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
 Cakupan- seberapa luas materi diikuti sasaran pendengar.
 Efek dari sistem umpan balik bagi petugas.
 Derajat penggunaan oleh sasaran pendengar- apakah mereka benar
menggunakan data yang disampaikan dengan menggunakan materi yang
telah disiapkan secara berbeda.
10. Meningkatkan Sistem Informasi Manajemen Kesehatan.
Prinsip:

61
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

a. Pengembangan SIK biasanya berkembang menurut waktu. Ini merupakan usaha


yang dinamis ketika manajer dan petugas bekerja keras untuk tetap maju.
Langkah-langkah:
a. Tinjau ulang hasil kegiatan pengawasan dan penilaian yang dilaksanakan terhadap
SIK pada tahun berjalan.
b. Identifikasi aspek-aspek dari SIK yang membutuhkan pengembangan lanjut untuk
memfasilitasi fungsi utama sistem. Pertanyaan dasar harus dijawab adalah ‖ Kemana
kita pergi selanjutnya ? Aspek-aspek yang mungkin perlu diperhatikan adalah:
 Peningkatan dan institusionalisasi prosedur untuk memastikan kontrol kualitas
data.
 Tingkatkan kapasitas untuk melaksanakan penelitian khusus dan survey
sampel.
 Tetapkan mekanisme koordinasi untuk penggunaan horisontal data yang
dihasilkan dari program vertikal.
 Kembangkan strategi untuk menciptakan dan/atau mendukung petugas ada
tingkat yang berbeda agar menggunakan data untuk perencanaan,
pengelolaan dan penilaian program.
 Tingkatkan kerjasama lintas sektor dan lintas program yang terlibat dalam
aspek-aspek yang berbeda dari SIK.
 Padukan dan koordinasikan inisiatif-inisiatif sektor dan organisasi donor yang
terlibat dalam kegiatan yang berhubungan dengan SIK.
c. Identifikasi sumber daya yang dibutuhkan untuk menerapkan pilihan-pilihan yang
berbeda dalam peningkatan SIK. Ini mencakup jenis-jenis sumber daya khusus dari
setiap kegiatan perluasan yang direncanakan; kebutuhan pembiayaan (jika ada); dan
sumer dukungan yang diinginkan untuk setiap jenis sumber daya yang dibutuhkan.
d. Prioritaskan pilihan yang berbeda berdasarkan derajat dan urgensi kebutuhan dan
ketersediaan sumber daya untuk pelaksanaan yang tepat.
e. Siapkan jadwal pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang berbeda dari perluasan SIK.
f. Lakukan kegiatan-kegiatan yang berbeda yang dibutuhkan untuk peningkatan SIK
yang diinginkan.
g. Awasi dan nilai efek dari aspek baru yang diterapkan pada SIK.

62
FKM - UNSRAT

Penataan Kembali Sistem Informasi Kesehatan

Sistem Informasi Kesehatan memberikan dukungan informasi kepada proses


pengambilan keputusan di semua tingkat administrasi pelayanan kesehatan. Dengan
demikian, Sistem Informasi Kesehatan harus sesuai dengan struktur manajemen
kesehatan dari Sistem Kesehatan. Pertanyaannya adalah: bagaimana cara yang praktis
untuk mengupayakan agar Sistem Informasi Kesehatan yang selama ini kurang memadai
dapat diubah menjadi alat manajemen yang efektif ?
Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa Pengembangan Sistem Informasi
Kesehatan hendaknya diselaraskan dan diintegrasikan dengan upaya menata kembali Sistem
Kesehatan dan Manajemen Kesehatan. Penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan
merupakan suatu tantangan dan pekerjaan yang cukup rumit. Khususnya bila dikaitkan
dengan birokrasi pemerintahan kita. Selain faktor-faktor metodologi, yang dapat juga
mempengaruhi keberhasilan proses reformasi ini adalah keadaan politik, sosio-budaya, dan
administrasi. Dalam uraian selanjutnya akan dibahas secara singkat tentang aspek-aspek
metodologi dari penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan.
Tatanan Sistem Kesehatan sebagaimana telah dikemukakan di atas merupakan
kerangka dasar yang baik dalam upaya menata kembali Sistem Informasi Kesehatan.
Sepanjang proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan, model Sistem Kesehatan
itu akan digunakan sebagai acuan konseptual bagi setiap tahap dari proses.
Jarang sekali proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan merombak total
Sistem Kesehatan di suatu daerah. Menurut pengalaman, proses penataan kembali Sistem
Informasi Kesehatan secara komprehensif bahkan kerap kali menjumpai kegagalan. Lebih
baik, penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan itu difokuskan kepada aspek-aspek yang
kurang berfungsi dalam Sistem Kesehatan. Atau direncanakan dan diselenggarakan dalam
kaitannya dengan proses penataan kembali Sistem Kesehatan yang sedang berlangsung.
Contohnya, reformasi dalam sistem manajemen keuangan akan memerlukan pula reformasi
terhadap Sistem Informasi Kesehatan yang berfokus pada informasi keuangan. Sebelum
dilakukan proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan, diperlukan suatu evaluasi
yang mendalam tentang kekuatan dan kelemahan dari Sistem Informasi Kesehatan yang
ada. Selanjutnya, penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan difokuskan kepada
bidang-bidang yang kurang berfungsi atau yang merupakan prioritas bagi daerah yang
bersangkutan.

63
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Agar dapat dilakukan evaluasi yang sistematis terhadap Sistem Informasi Kesehatan
yang ada, kelima "subsistem" berikut dari Sistem Informasi Kesehatan seyogianya
diperhatikan:
a. Surveilans Epidemiologi untuk penyakit-penyakit menular tertentu, kondisi-kondisi
lingkungan tertentu, dan faktor-faktor risiko;
b. Pelaporan Rutin dari pelayanan-pelayanan kesehatan dasar di tingkat masyarakat,
Puskesmas, dan Rumah Sakit;
c. Pelaporan Program Kesehatan Khusus seperti pemberantasan tuberkulosis,
pemberantasan malaria, kesehatan ibu dan anak, dan kesehatan sekolah;
d. Pelaporan Administratif seperti pelaporan pembiayaan kesehatan (JPKM, dan lainlain),
pelaporan pegawai/tenaga kesehatan, pelaporan obat dan logistik kesehatan, pelaporan
keuangan, pelaporan pendidikan dan pelatihan, pelaporan penelitian dan
pengembangan, dan dokumentasi kesehatan;
e. Registrasi Vital untuk kelahlran, kematian, dan perpindahan penduduk.
Proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan agar terpadu dengan Sistem
Kesehatan dapat diuraikan ke dalam lima tahap sesuai dengan dua komponen utama dari
Sistem Informasi Kesehatan sebagaimana telah diuraikan di atas. Tiga tahap yang pertama
berkaitan dengan pengembangan proses pengelolaan informasi, yaitu:
1. Mengidentifikasi kebutuhan informasi dan indikator.
2. Menetapkan kebutuhan data, sumber-sumber data dan membuat instrumeninstumen,
serta menyelenggarakan pengumpulan data.
3. Merumuskan prosedur-prosedur pengiriman dan pengolahan data, serta
menyelenggarakan pengolahan, analisis data, dan pengemasan informasi.
Sedangkan dua tahap terakhir berkaitan dengan penataan struktur manajemen
Sistem Informasi Kesehatan untuk menjamin berlangsungnya proses pengelolaan informasi
kesehatan dan digunakannya informasi kesehatan tersebut, yaitu:
4. Merencanakan sumber daya bagi Sistem Informasi Kesehatan.
5. Merumuskan dan menetapkan peraturan-peraturan bagi manajemen Sistem Informasi
Kesehatan.
Pendekatan semacam ini dimaksudkan untuk menyesuaikan atau memadukan secara
cermat setiap tahap penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan dengan Sistem
Kesehatan yang ada. Dalam setiap "subsistem" yang dipilih untuk ditata kembali harus tetap
diingat bahwa ketersediaan informasi dan jaminan digunakannya informasi tersebut dalam
pengambilan keputusan merupakan tujuan utama. Ketersediaan dan jaminan penggunaan
ini harus ada di setiap tingkat administrasi (sejak tingkat terbawah sampai ke pusat) dan
64
FKM - UNSRAT

bagi fungsi-fungsi manajemen yang sesuai (pasien/klien, unit kesehatan, dan sistem
kesehatan).

Identifikasi Kebutuhan Informasi dan


B A B 5
Penetapan Indikator
D suatu Sistem Informasi Kesehatan harus terkait dan sesuai dengan alam Pokok
Bahasan yang lalu telah dijelaskan bahwa agar efektif dan efisien
pengorganisasian Sistem Kesehatan setempat. Juga dinyatakan bahwa Sistem Informasi
Kesehatan yang baik akan meningkatkan kinerja manajemen kesehatan dalam Sistem
Kesehatan tersebut. Untuk mencapai hal itu dengan cara merumuskan kebutuhan
informasi dan indikator.
Perumusan kebutuhan informasi dan indikator ini dilakukan atas dasar analisis
fungsi terhadap pelayanan kesehatan, dengan fokus pada manajemen pasien/klien,
manajemen unit kesehatan, dan manajemen sistem kesehatan. Penataan kembali Sistem
Informasi Kesehatan memang harus didahului dengan mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan agar kita dapat memfokuskan kepada hal-hal yang belum berfungsi dengan
baik.
Sejumlah data dapat digunakan secara langsung untuk membuat keputusan.
Misalnya, tingkat ketersediaan obat tertentu dapat dengan mudah mendorong diambilnya
keputusan tentang perlunya segera memesan obat tersebut. Namun demikian, dalam
banyak hal penggunaan secara langsung data mentah semacam ini tidaklah mungkin.
Oleh karena itu, indikator-indikator yang tepat akan membantu kita dalam mengubah data
mentah menjadi informasi yang sesuai bagi pengambilan keputusan.
Sampai saat ini kebutuhan informasi biasanya hanya ditentukan di pusat. Dengan
adanya kebijakan desentralisasi, maka kebutuhan informasi itu harus dirumuskan di
berbagai tingkat administrasi, termasuk di tingkat yang paling bawah. Kecenderungan
saat ini menunjukkan bahwa perumusan kebutuhan informasi harus didasarkan kepada
konsensus di antara para pelaku, yaitu yang mencakup baik para pengelola data dan

65
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

informasi maupun para pemakai informasi, khususnya para pengambil keputusan.


Kepentingan produsen maupun konsumen informasi harus dipertimbangkan.
Selain Sistem Informasi Kesehatan harus menghasilkan informasi yang
mencerminkan kebutuhan konsumen dan perencana, sistem ini juga harus dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan spesifik setempat. Walaupun Menteri Kesehatan dengan Keputusan
Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial No. 724 tahun 2001 telah menetapkan adanya
indikator-indikator menuju Indonesia Sehat 2010, sebaiknya keputusan ini dipandang oleh
Daerah sebagai acuan saja. Dari daftar indikator yang terdapat dalam keputusan dapat
diidentifikasi indikator-indikator yang diperlukan sampai ke tingkat nasional. Selebihnya
Daerah seyogianya mengembangkan sendiri indikatorindikator yang memang sesuai dengan
kebutuhan informasi setempat. Dengan demikian maka visi Provinsi Sehat, atau Kabupaten
Sehat, atau Kota Sehat kelak akan dapat dicapai karena manajemen kesehatan ke arah itu
benar-benar didukung oleh Sistem Informasi Kesehatan.

Kerangka Umum
Di bawah ini disajikan kerangka umum dalam perumusan kebutuhan informasi dan
indikator. Kerangka umum ini didasarkan juga kepada premis bahwa informasi yang
dihasilkan adalah dalam rangka mendukung pengambilan keputusan di semua tingkat
administrasi kesehatan.

Langkah ke-1: Melaksanakan analisis fungsi di setiap tingkat manajemen dan


administrasi kesehatan

Merumuskan kebutuhan informasi harus diawali dengan menganalisis fungsifungsi


dari berbagai tingkat manajemen dan Sistem Kesehatan. Analisis fungsi ini harus difokuskan
kepada: (1) masalah-masalah kesehatan prioritas, (2) tujuan dan strategi untuk
memecahkannya, (3) program dan pelayanan-pelayanan unggulan untuk mengatasi dan
mencegah masalah-masalah kesehatan prioritas tersebut, (4) pelaksana (pemerintah
maupun swasta/masyarakat) dan sumber daya yang sangat diperlukan untuk melaksanakan
pelayanan-pelayanan unggulan, serta (5)proses-proses manajemen yang penting untuk
merencanakan, memantau dan mengendalikan pelayanan kesehatan serta sumber dayanya.
Hal ini mencakup baik fungsi-fungsi pelayanan kesehatan untuk individu, pelayanan
kesehatan masyarakat, maupun pengembangan Sistem Kesehatan.

66
FKM - UNSRAT

Langkah ke-2: Mengidentiflkasi kebutuhan informasi dan memillh indikator

Bila program dan pelayanan-pelayanan kesehatan unggulan serta sumber dayanya


telah dapat ditentukan, maka akan mudah untuk mengidentifikasi informasi yang relevan
guna memantau berfungsinya Sistem Kesehatan. Berdasarkan kepada kebutuhan informasi
yang telah diidentifikasi, dirumuskanlah indikator-indikator yang sesuai. Perlu kiranya diingat
bahwa indikator yang ditetapkan hendaklah seminimal mungkin. Oleh karena itu diperlukan
pertimbangan yang cerdas (expert judgement) dalam memilih indikator, berkaitan dengan
ketepatannya, kekhasannya, dan kemampuannya mengukur. Selain itu juga perlu
dipertimbangkan kemungkinan mengumpulkan datanya. Tercakup dalam hal ini adalah
penentuan sumber data, ketersediaan sumber daya untuk mengumpulkan data tersebut,
frekuensi pengumpulan, cara mengolah data, dan lain-lain.
Tentu saja, selain hal-hal tersebut di atas, satu hal yang harus selalu diingat adalah
bahwa kebutuhan informasi dari seluruh pelaku Sistem Kesehatan harus diperhatikan.
Perumusan kebutuhan informasi menggunakan kerangka ini akan membantu untuk
menghasilkan suatu Sistem Informasi Kesehatan yang proaktif, dinamis, dan berorientasi
kepada kegiatan (action oriented).
Namun demikian, apa yang akan dijelaskna dalam Pokok Bahasan ini bukanlah
sesuatu yang harus diterapkan secara kaku. Tujuannya adalah memberikan tuntunan dalam
rangka merumuskan kebutuhan informasi yang berorientasi kepada kegiatan dan
menetapkan indikator-indikatornya. Dengan demikian akan dapat dibatasi banyaknya
informasi dan indikator yang harus dikelola oleh Sistem Informasi Kesehatan. Pada
gilirannya, hal ini akan berdampak kepada meningkatnya mutu data yang dikumpulkan.
Langkah-langkah yang ditempuh merupakan proses yang interaktif. Artinya, di setiap
langkah apa pun kita boleh saja kembali ke langkah sebelumnya untuk memperbaiki
langkah sebelumnya itu. Jadi, daftar indikator yang akhirnya didapatkan pun masih mungkin
untuk ditinjau kembali dan disempurnakan.

Analisis Fungsi Manajemen


Pencatatan dan pelaporan rutin dalam Sistem Informasi Kesehatan harus mendukung
tiga jenis fungsi manajemen (yaitu manajemen pasien/ klien, manajemen unit kesehatan,
dan manajemen Sistem Kesehatan) yang ada di setiap tingkat administrasi (Kabupaten/Kota
dan Provinsi).

67
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Dengan dimulainya kebijakan Otonomi Daerah pada awal tahun 2001 kewenangan di
bidang kesehatan telah dibagi-bagikan ke tingkat Kabupaten /Kota dan tingkat Provinsi.
Sehubungan dengan hal tersebut maka kini giliran masing-masing tingkat administrasi itu
untuk merumuskan bagaimana Sistem Kesehatan dan Manajemen Kesehatan setempat.
Secara umum pembagian penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen di setiap
tingkat administrasi dapat dilihat dalam Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Pembagian fungsi manajemen di tingkat Kecamatan, Kabupaten/ Kota


dan Provinsi
Fungsi-fungsi Manajemen
Tingkat
Manajemen Sistem Manajemen Manajemen
Administrasi
Kesehatan Unit Kesehatan Pasien/Klien
Kecamatan
Tidak ada Di Puskesmas Di Puskesmas

Di RS Pemda+ Di RS Pemda+
Kabupaten/Kota Di Dinkes swasta, dll Di swasta, dll Di
Dinkes Dinkes
Di RS Pemda+ Di RS Pemda+
Provinsi Di Dinkes swasta, dll Di swasta, dll
Dinkes

Berikut ini akan diberikan contoh fungsi-fungsi manajemen di tingkat Kecamatan


(yaitu di Puskesmas) dan di tingkat Kabupaten/Kota (yaitu di Rumah Sakit Umum Daerah
dan Dinas Kesehatan). Fungsi-fungsi yang dicantumkan hanya sebagian saja, yaitu yang
dianggap sebagai unggulan dan perlu mendapat prioritas untuk didukung oleh Sistem
Informasi Kesehatan.

1. Fungsi Manajemen di Puskesmas

Sesuai dengan hasil analisis fungsi terhadap fungsi manajemen dari sejumlah
Puskesmas, dapat disajikan daftar prioritas fungsi manajemen Puskesmas sebagai berikut.
a. Manajemen Pasien/Klien
Kegiatan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas pada dasarnya
dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu (i) pelayanan kesehatan individu, yang
biasanya dilakukan di dalam gedung Puskesmas, dan (ii) pelayanan kesehatan masyarakat,
yang biasanya dilakukan di luar gedung Puskesmas.
Adapun fungsi manajemen pasien yang seyogianya diberi prioritas untuk didukung
oleh Sistem Informasi Kesehatan di Puskesmas tersebut adalah sebagai berikut: Pelayanan
68
FKM - UNSRAT

kesehatan individu (dalam gedung): (1) Manajemen pasien/klien pelayanan Kesehatan Ibu
dan Anak serta Keluarga Berencana (KIA & KB), (2) Manajemen pasien/klien pelayanan gizi,
(3) Manajemen klien pelayanan imunisasi, dan (4) Manajemen pasien/klien pelayanan
pengobatan.
Pelayanan kesehatan masyarakat (luar gedung): (1) Manajemen klien penyuluhan kesehatan
masyarakat, (2) Manajemen pasien/klien pemberantasan penyakit menular, dan (3)
Manajemen klien upaya penyehatan lingkungan.

b. Manajemen Unit Puskesmas


Berkaitan dengan manajemen pasien/klien, sebagai manajer Puskesmas, Kepala
Puskesmas melakukan manajemen terhadap penyelenggaraan pelayanan-pelayanan
kesehatan oleh Puskesmas. Yaitu untuk mengetahui seberapa jauh mutu
pelayananpelayanan itu secara umum dan bagaimana efektivitas dan efisiensinya.
Oleh karena dukungan Sistem Informasi Kesehatan difokuskan dulu kepada fungsi-fungsi
manajemen pasien/klien tersebut di atas, maka fungsi manajemen unit Puskesmas pun akan
mengikuti pola itu. Manajemen unit Puskesmas yang akan mendapat prioritas dukungan dari
Sistem Informasi Kesehatan adalah sebagai berikut:
i) Manajemen pelayanan KIA & KB, pelayanan gizi, penyuluhan kesehatan masyarakat,
pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, dan pengobatan.
ii) Manajemen sumber daya tenaga kesehatan, obat, sarana, dan keuangan untuk
pelaksanaan pelayanan KIA & KB, pelayanan gizi, penyuluhan kesehatan masyarakat,
pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, dan pengobatan.

2. Fungsi Manajemen di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

Sesuai dengan analisis fungsi terhadap fungsi manajemen sejumlah RSUD


Kabupaten/Kota, dapat disajikan daftar prioritas fungsi manajemen Rumah Sakit sebagai
berikut:
a. Manajemen Pasien/Klien
Rumah Sakit pada dasarnya merupakan unit pelayanan kesehatan rujukan,
sehingga fungsi utamanya adalah melaksanakan pelayanan medik. RSUD Kabupaten/ Kota
adalah unit pelayanan rujukan primer, yaitu rujukan pertama dan pelayanan kesehatan
dasar seperti Puskesmas.
Banyak kegiatan pelayanan medik yang diselenggarakan di RSUD Kabupaten/
Kota. Namun yang kiranya perlu mendapat prioritas dukungan dari Sistem Informasi
69
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Kesehatan adalah: (i) Pelayanan Rawat Jalan, (ii) Pelayanan Rawat Inap, (iii) Pelayanan
Rawat Darurat, (iv) Pelayanan Penunjang Medik (terutama: gizi, farmasi. laboratorium,
dan radiologi), dan (v) Pelayanan Kamar Operasi.

b. Manajemen Unit Rumah Sakit


Sebagai manajer Rumah Sakit, Direktur dan para Wakil Direktur Rumah Sakit
melaksanakan manajemen terhadap kegiatan pelayanan yang diselenggarakan oleh
Rumah Sakit. Yaitu untuk menjaga mutu dan efektivitas serta efisiensi dari
pelayananpelayanan tersebut.
Oleh karena dukungan Sistem Informasi Kesehatan Rumah Sakit akan
diprioritaskan kepada fungsi-fungsi manajemen pasien/klien tersebut di atas, maka
fungsi manajemen unit Rumah Sakit pun akan mengikutinya. Manajemen unit Rumah
Sakit yang akan mendapat prioritas dukungan Sistem Informasi Kesehatan adalah
sebagai berikut:
i) Manajemen pelayanan Rawat Jalan, Rawat Inap, Rawat Darurat, Penunjang Medik,
dan Kamar Operasi.
ii) Manajemen sumber daya tenaga kesehatan, obat, sarana, dan keuangan untuk
pelaksanaan pelayanan Rawat Jalan, Rawat Inap, Rawat Darurat, Penunjang Medik, dan
Kamar Operasi.

3. Fungsi Manajemen di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

Sesuai dengan hasil analisis fungsi terhadap fungsi manajemen dari sejumlah Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat disajikan daftar prioritas fungsi manajemen Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai berikut.
a. Manajemen Klien
Kegiatan pelayanan kesehatan di Dinas Kesehatan pada hakikatnya hanyalah
pelayanan kesehatan masyarakat. Adapun fungsi manajemen klien yang menjadi prioritas
untuk didukung oleh Sistem Informasi Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
tersebut adalah: (i) Penyehatan lingkungan tempat-tempat umum, (ii)Penyehatan
lingkungan permukiman, (ii) Pembinaan kesehatan kerja di kantor/ perusahaan, (iv)
Surveilans epidemiologi penyakit dan penanggulangan wabah, (v)Kewaspadaan pangan dan
gizi, (vi) Penanggulangan penyalahgunaan napza, (vii)Pembinaan mutu dan keamanan
industri rumah tangga makanan dan minuman, dan (viii) Pembinaan terhadap pengobatan
tradisional.
70
FKM - UNSRAT

b. Manajemen Unit Dinas Kesehatan


Manajemen unit Dinas Kesehatan juga dikaitkan dengan manajemen klien, yaitu dari
segi keaktifannya dan pendayagunaan sumber daya dalam rangka penyelenggaraan
pelayanan kesehatan masyarakat yang sudah ditetapkan.
Dengan demikian, maka fungsi manajemen unit Dinas Kesehatan yang seyogianya
mendapat prioritas dukungan Sistem Informasi Kesehatan adalah sebagai berikut:
i) Manajemen pelayanan penyehatan lingkungan tempat-tempat umum, penyehatan
lingkungan permukiman, pembinaan kesehatan kerja di kantor/perusahaan, surveilans
epidemiologi penyakit dan penanggulangnn wabah, kewaspadaan pangan dan gizi,
penanggulangan penyalahgunaan napza, pembinaan mutu dan keamanan industri rumah
tangga makanan dan minuman, pembinaan terhadap pengobatan tradisional.
ii) Manajemen sumber daya tenaga kesehatan, peralatan, dan keuangan untuk
pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat tersebut.

c. Manajemen Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota


Manajemen Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota dipantau dan dievaluasi melalui dua
aspek, yaitu: (i) hasil dari Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota yang berupa pencapaian Visi
Pembangunan Kesehatan, dan (ii) kinerja kerjasama lintas sektor antara sektor kesehatan
dengan sektor-sektor terkait.
• Pencapaian Visi Pembangunan Kesehatan Kabupaten/Kota: (i) Derajat kesehatan, (ii)
Lingkungan sehat, (iii) Perilaku sehat, dan (iv) Pelayanan kesehatan yang bermutu dan
terjangkau.
• Kinerja Kerjasama Lintas Sektor:
Sesuai dengan kewenangan yang dimiliki Kabupaten/Kota di bidang kesehatan, maka
kinerja sektor kesehatan dalam rangka mencapai Visi Pcmbangunan Kesehatan
meliputi; (i) Perencanaan kesehatan, (ii) Pendayagunaan tenaga kesehatan,
(iii)Pembinaan dan pengendalian sarana kesehatan, (iv) Pembinaan pembiayaan
kesehatan melalui JPKM/Askes/Dana sehat, (v) Penyediaan obat pelayanan kesehatan
dasar esensial, (vi) Koordinasi dan bimbingan kegiatan Puskesmas, (vii)Pelayanan
perawatan pasien di Rumah Sakit, (viii) Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan,
serta (ix) Penelitian dan pengembangan kesehatan.
Sedangkan kinerja sektor-sektor lain terkait yang penting di Kabupaten/Kota meliputi:

71
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

(i) Keluarga Berencana: Promosi KB dan Pembinaan Keluarga, (ii)Pendidikan:


Peningkatan usaha kesehatan sekolah (UKS), (iii) Agama: Promosi kesehatan
lingkungan di tempat-tempat ibadah, pesantren, dan majelis taklim, (iv)Pertanian:
Intensifikasi pertanian tanaman pangan dan peternakan, (v)Prasarana wilayah:
Pemenuhan kebutuhan air bersih dan Pengelolaan sampah, (vi)Perindustrian:

Pencegahan pencemaran oleh industri kecil, (vii) Perkoperasian: Pengembangan koperasi


sebagai Bapel JPKM, (viii) Sosial: Penertiban/pembinaan wanita tuna susila (WTS), dan
(ix) Swasta/Masyarakat: Penyelenggaraan pelayanan kesehatan skala Kab.

Identifikasi Kebutuhan Informasi


Informasi yang diidentifikasi di setiap tingkat administtasi adalah informasi yang
berorientasi kepada tindakan, yaitu pengambilan keputusan dalam tiga jenis manajemen
(manajemen pasien/klien, manajemen unit kesehatan, dan manajemen Sistem Kesehatan).
1. Informasi Untuk Manajemen Pasien/Klien

Walaupun banyak data tentang pasien dapat diperoleh pada saat yang bersangkutan
datang ke pelayanan kesehatan, tidak semua data itu perlu dicatat dan disimpan. Hanya
data yang amat penting untuk informasi bagi kontinuitas, integrasi, keparipurnaan, dan
kerasionalan pelayanan kesehatan yang perlu dicatat dan disimpan.
Inti dari pengumpulan data di Puskesmas dan Rumah Sakit untuk manajemen
pasien/klien adalah rekam medik (medical record) dari individu-individu pasien/klien.
Sesungguhnya bila sistem rujukan antara Puskesmas dan Rumah Sakit berjalan dengan baik,
Rumah Sakit cukup melanjutkan pengisian rekam medik pasien/klien yang telah dilakukan di
Puskesmas.
Sebagian besar informasi yang diolah dari data rekam medik digunakan untuk
pengambilan keputusan dalam melayani individu-individu pasien/klien. Informasi tentang
pasien/klien di tingkat manajemen pasien/klien di Puskesmas sangat penting artinya karena
akan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien/klien
dan menentukan mutu data yang digunakan di tingkat-tingkat manajemen/administrasi
selanjutnya (Rumah Sakit, Kabupaten/Kota dan Provinsi). Peran informasi kesehatan dalam
meningkatkan mutu pelayanan akan semakin besar apabila data rekam medik juga

72
FKM - UNSRAT

dilengkapi dengan data sensus terhadap penduduk yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas.
Ciri-ciri utama dari mutu pelayanan kesehatan adalah kontinuitas, integrasi, keparipurnaan,
dan kerasionalan pelayanan kesehatan, yang kesemuanya itu dapat ditingkatkan melalui
dukungan Sistem Informasi Kesehatan.
Bila kita lanjutkan contoh di atas, khususnya fungsi manajemen Puskesmas, maka
akan dapat diidentifikasi kebutuhan informasi sebagai berikut.
Manajemen Pasien/Klien Pengambil Keputusan Informasi yg dibutuhkan
1. KIA&KB Bidan • pasien ibu.
• Keadaan pasien bayi/anak.
2. Gizi Pelaksana Gizi • Keadaan gizi pasien/klien.
3. Imunisasi Juru imunisasi Dokter • Kekebalan pasien/klien.
4. Pengobatan Penyuluh Kesehatan • Keadaan pasien pengobatan.
5. Penyuluhan Kesehatan • Persebaran Strata PHBS
Masyarakat dari keluarga-keluarga
Petugas Pemberantasan pasien/ klien di wilayah kerja.
6. Pemberantasan Penyakit Penyakit Menular • Persebaran kasus penyakit
Menular Sanitarian di masyarakat wilayah kerja.
7. Pcnychatan Lingkungan • Persebaran rumah, kakus,
pemb.sampah, persediaan air
sehat di wilayah kerja

2. Informasi untuk Manajemen Unit Kesehatan

Untuk manajemen unit kesehatan diperlukan dua jenis informasi, yaitu:


(a) informasi tentang penggunaan atau cakupan pelayanan yang diselenggarakan,
dan (b) informasi tentang sumber daya unit kesehatan yang bersangkutan.
Rincian informasinya tergantung kepada jenis unit kesehatan itu (apakah
Puskesmas, Rumah Sakit, atau lainnya), dan jenis pelayanan kesehatan yang
diselenggarakannya.
Untuk memberikan informasi tersebut umumnya data pelayanan kesehatan
(data pasien/klien) dikombinasi dengan data tentang penduduk di wilayah kerja unit
kesehatan bersangkutan. Hal ini penting untuk mengetahui apakah pelayanan yang
digunakan oleh penduduk tersebut benar-benar sesuai dengan kebutuhan mereka.
Informasi tentang sumber daya yang dimiliki unit kesehatan akan
memberikan indikasi tentang bagaimana berfungsinya unit kesehatan tersebut. Yaitu
apakah unit kesehatan itu memiliki cukup sumber daya yang diperlukan untuk
melaksanakan misi, tugas pokok dan fungsinya. Tercakup di dalamnya mengenai
memadai atau tidaknya infrastuktur (bangunan, dan lain-lain), peralatan,
bahan/logistik, prosedur-prosedur untuk pengambilan keputusan, staf yang terlatih

73
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

dan bermotivasi tinggi, dan lain scbagainya. Di samping itu juga apakah modal dan
sumber daya yang ada digunakan secara efisien.
Melanjutkan contoh di atas, khususnya fungsi manajemen Puskesmas, akan dapat
diidentifikasi kebutuhan informasi sebagai berikut:
Manajemen Unit Puskesmas Pengambil Keputusan Informasi yang dibutuhkan
1. KIA&KB Kepala Puskesmas • Seberapa banyak kematian
ibu & bayi di wilayah kerja.
• Seberapa banyak ibu hamil
berkunjung ke Pusk. (Kl, K4).
• Seberapa banyak ibu
melahirkan ditolong Pusk.
• Seberapa banyak bayi dan
anak yang dibawa berkunjung
ke Puskesmas.
• Seberapa banyak peserta KB
di antara PUS
2. Gizi Kepala Puskesmas • Persebaran status gizi ibu
hamil yg berkunjung ke Pusk.
• Persebaran status gizi bayi
dan anak yang berkunjung ke
Puskesmas.
• Seberapa banyak bayi, anak
3. Imunisasi Kepala Puskesmas
balita, ibu hamil tlh imunisasi.
• Pola penyakit yang diobati
4. Pengobatan Kepala Puskesmas di Puskesmas.
• Persebaran kasus penyakit
di masyarakat wilayah kerja.

• Seberapa banyak masyarakat


wilayah kerja yang berobat
ke Puskesmas.
• Persebaran Strata PHBS
5. Penyuluhan Kesehatan Kepala Puskesmas dari keluarga pasien/klien.
Masyarakat • Seberapa aktif kegiatan
penyuluhan kesehatan oleh
Puskesmas.
• Persebaran kasus penyakit
6. Pemberantasan Penyakit Kepala Puskesmas di masyarakat wilayah kerja.
Menular • Seberapa aktif kegiatan
pemberantasan penyakit oleh
Puskesmas.
• Persebaran rumah, kakus,
7. Penyehatan Lingkungan Kepala Puskesmas pemb.sampah, persediaan air

74
FKM - UNSRAT

sehat di wilayah kerja.


• Seberapa aktif kegiatan
penyehatan lingkungan oleh
Puskesmas.
8. Tenaga Puskesmas Kepala Puskesmas • Kecukupan tenaga
Puskesmas terhadap beban
kerja per-kategori tenaga.
• Kehadiran kerja (absensi)
9. Obat Kepala Puskesmas • Ketersediaan obat esensial
• Kerasionalan penggunaan obat
• Kecukupan peralatan
10. Peralatan Kepala Puskesmas kesehatan terhadap petugas.
• Kondisi peralatan kesehatan
yang ada.
• Besar dana per-tahun dan
Kepala Puskesmas sumber-sumbernya.
11. Keuangan
• Perimbangan antara dana
untuk investasi, operasional,
pemeliharaan.

3. Informasi Untuk Manajemen Sistem Kesehatan

Informasi yang dibutuhkan untuk manajemen Sistem Kesehatan tergantung kepada


tingkat administrasinya (Kabupaten/Kota, Provinsi, atau Nasional). Informasi ini diperlukan
untuk mengetahui apakah Sistem Kesehatan setempat berfungsi dengan baik.
Dibutuhkan dua jenis informasi untuk manajemen Sistem Kesehatan, yaitu: (a)
informasi tentang seberapa jauh pencapaian visi Pembangunan Kesehatan, dan (b)
informasi tentang bagaimana kinerja kegiatan-kegiatan dalam mencapai visi tersebut.
Menggunakan contoh di atas, yaitu fungsi manajemen di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dapat diidentifikasi kebutuhan informasi sebagai berikut:
a. Pencapaian Visi Pembangunan Kesehatan Kabupaten/Kota
Pencapaian Aspek-
Pengambil Keputusan Informasi yg dibutuhkan
Aspek Visi
Derajat Kesehatan
1. Forum Kerjasama LS • Besamya masalah kematian
bayi, ibu dan anak balita
• Besamya masalah penyakit

75
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Perilaku Sehat tertentu


• Status gizi masyarakat
2. Lingkungan Sehat Forum Kerjasama LS • Pelaksanaan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS)
3. Pelayanan kesehatan Forum Kerjasama LS • Kondisi kesehatan perumahan
4. yg bermutu dan penduduk
terjangkau Forum Kerjasama LS • Kecukupan tersedianya sarana
pelayanan kesehatan
• Banyaknya masyarakat yang
menggunakan sarana
pelayanan kesehatan

b. Kinerja Kerjasama Lintas Sektor


Kegiatan Kerjasama
Pengambil Keputusan Informasi yg dibutuhkan
LS

1. Perencanaan Kesehatan Forum Kerjasama LS • Seberapa besar perhatian


2. Pendayagunaan tenaga Forum Kerjasama LS thd kesehatan
kesehatan Forum Kerjasama LS • Kecukupan jumlah berbagai jenis
3. Pembinaan dan tenaga kesehatan
pengendalian sarana Forum Kerjasama LS • Keaktifan pembinaan dan
kesehatan pengendalian sarana pelayanan
4. Pelayanan pembiayaan kesehatan
kesehatan melalui Forum Kerjasama LS • Keberhasilan pembinaan
JPKM/Askes/Dana Bapel
Sehat Forum Kerjasama LS • Kecukupan persediaan obat
5. Penyediaan obat pelayanan kesehatan dasar
pelayanan kesehatan esensial.
Forum Kerjasama LS
dasar esensial • Kinerja kegiatan Puskesmas
6. Koordinasi dan bimbi- (KIA, KB, Gizi, Imunisasi,
ngan kegiatan Forum Kerjasama LS
Pengobatan, PKM, Kesling).
Puskesmas Forum Kerjasama LS
• Mutu dan pemanfaatan rawat
7. Pelayanan perawatan Forum Kerjasama LS
inap RS.
pasien di RS • Pemanfaatan rawat jalan RS.
• Apakah RS mencemari
8. Pengembangan SIK Forum Kerjasama LS lingkungan.
Forum Kerjasama LS
• Perkembangan Sistem
9. Penelitian dan Informasi Kesehatan
pengembangan • Ketersediaan dana untuk pene-
kesehatan Forum Kerjasama LS litian dan pengembangan kes.
10. Promosi/Konseling KB • Keaktifan kegiatan promosi/
& Pembinaan Keluarga Forum Kerjasama LS konseling KB.
• Keaktifan kegiaitan pembinaan
Forum Kerjasama LS

76
FKM - UNSRAT

Forum Kerjasama LS keluarga.


11. Peningkatan Usaha Forum Kerjasama LS • Keaktifan kegiatan UKS di
Kesehatan Sekolah Sekolah & madrasah
12. Promosi kesehatan ling Forum Kerjasama LS • Keaklifan kegiatan promosi
kungan di kesehatan lingkungan di tempat
tempattempat ibadah, Forum Kerjasama LS ibadah, pesantren, dan majelis
pesantren,dan majelis taklim.
taklim. • Keberhasilan intensifikasi
13. Intensifikasi pertanian tanaman pangan & petemakan.
tanaman pangan &
peternakan. • Keberhasilan upaya pemenuhan
14. Pemenuhan kebutuhan kebutuhan masyarakat akan air
air bersih. bersih.
• Keberhasilan pengelolaan
15. Pengelolaan sampah. sampah.
• Keberhasilan upaya pencegahan
16. Pencegahan pencema- pencemaran oleh industri kecil.
ran oleh industri kecil. • Keberhasilan pengembangan
17. Pengembangan koperasi koperasi sebagai Bapel JPKM
sebagai Bapel JPKM. • Keberhasilan penertiban/
18. Penertiban/pembinaan pembinaan WTS.
wanita tuna susila • Kinerja pelayanan kesehatan
19. Penyelenggaraan swasta yang diselenggarakan.
pelayanan kesehatan
swasta lingkup
Kab/Kota.

Penetapan Indikator
Indikator adalah variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau
status dan memungkinkan dilakukannya pengukuran terhadap perubahanperubahan yang
terjadi dari waktu ke waktu. Suatu indikator tidak selalu menjelaskan keadaan secara
keseluruhan, tetapi kerap kali hanya memberi petunjuk (indikasi) tentang keadaan
keseluruhan tersebut sebagaii suatu pendugaann (proxy) Misalnya, insidens diare yang
didapat dari mengolah data kunjungan pasien Puskesmas hanya menunjukkan sebagian saja
dari kejadian diare yang melanda masyarakat (yaitu mereka yang mengunjungi Puskesmas
saja).
Indikator sedapat mungkin harus mengarah kepada dilakukannya tindakan.
Namun demikian, dalam banyak hal, untuk sampai kepada dilakukannya tindakan, informasi
yang dikemas dari indikator yang ada masih perlu dilengkapi dengan informasi dari

77
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

investigasi lebih lanjut. Misalnya setelah dilakukannya kunjungan ke lokasi untuk menggali
informasi kualitatif atau setelah dilakukannya penelitian/kajian khusus.
Indikator adalah ukuran yang bersifat kuantitatif, dan umumnya terdiri atas
pembilang (numerator) dan penyebut (denominator). Walaupun dapat juga dibuat indikator
yang hanya berupa pembilang (numerator), khususnya untuk sesuatu yang sangat langka
tetapi penting. Pembilang adalah jumlah kejadian yang sedang diukur. Sedangkan penyebut
yang umum digunakan adalah besarnya populasi sasaran berisiko dalam kejadian yang
bersangkutan (misalnya: anak balita, ibu hamil, dan sebagainya). Indikator yang mencakup
pembilang dan penyebut sangat tepat untuk memantau perubahan dari waktu ke waktu dan
membandingkan satu wilayah dengan wilayah lain.
Sesuai dengan uraian dalam definisi indikator, terdapat paling sedikit empat jenis
indikator, yaitu: (1) indikator berbentuk absolut, (2) indikator berbentuk proporsi, (3)
indikator berbentuk angka atau rate, dan (4) indikator berbentuk rasio. Indikator berbentuk
absolut adalah indikator yang hanya berupa pembilang saja, yaitu jumlah dari sesuatu hal/
kejadian. Biasanya digunakan untuk sesuatu yang sangat jarang, seperti misalnya kasus
meningitis di Puskesmas. Indikator berbentuk proporsi adalah indikator yang nilai
resultantenya dinyatakan dengan persen karena pembilangnya merupakan bagian dari
penyebut. Misalnya proporsi Puskesmas yang memiliki dokter terhadap seluruh Puskesmas
yang ada. Indikator berbentuk angka atau rate adalah indikator yang menunjukkan
frekuensi dari suatu kejadian selama waktu (periode) tertentu. Biasanya dinyatakan dalam
bentuk per 1000 atau per 100.000 populasi (konstanta atau k). Angka atau rate adalah
ukuran dasar yang digunakan untuk melihat kejadian penyakit karena angka merupakan
ukuran yang paling jelas menunjukkan probabilitas atau risiko dari penyakit dalam suatu
masyarakat tertentu selama periode tertentu. Misalnya angka malaria di kalangan anak
balita yang dihasilkan dari pembagian jumlah kasus malaria anak balita (pembilang) oleh
jumlah populasi anak balita di pertengahan tahun (penyebut). Indikator berbentuk rasio
adalah indikator yang pembilangnya bukan merupakan bagian dari penyebut. Misalnya rasio
bidan terhadap penduduk suatu Kabupaten.
Selain keempat jenis indikator tersebut, dikenal pula apa yang disebut Indeks
atau Indikator Komposit (Composite Indicator). Yaitu suatu istilah yang digunakan untuk
indikator yang lebih rumit (complex), memiliki ukuran-ukuran yang multidimensional yang
merupakan gabungan dari sejumlah indikator. Indeks ini biasanya dikembangkan melalui
penelitian khusus karena penggunaannya secara praktis sangat terbatas. Misalnya,
akhirakhir ini untuk mengukur beban akibat penyakit (burden of disease), WHO

78
FKM - UNSRAT

menyarankan digunakannya DALE (Disability-Adjusted Life Expectancy). Yaitu nilai harapan


hidup sejak lahir, yang berupa tahun-tahun yang bebas dari ketidakmampuan akibat
kematian prematur atau kasus-kasus ketidakmampuan yang terjadi sepanjang waktu
tertentu.
Terdapat banyak cara untuk mengklasifikasikan indikator, sesuai dengan
bagaimana mereka akan digunakan. Umumnya digunakan klasifikasi dengan berpegang
pada pendekatan sistem, sehingga terdapat: (1) indikator hasil atau keluaran, yang
dapat dibedakan lagi ke dalam indikator "output" dan indikator "outcome", (2) indikator
proses, dan (3) indikator masukan, yang dapat dibedakan lagi ke dalam indikator
sumber daya dan indikator determinan. Namun demikian kadang kala dijumpai kesulitan
dalam pengkalisifikasian ini secara tajam karena kekurang-jelasan konsep dalam
kategorisasi.
Indikator dapat pula diklasifikasikan menurut program. Memang pengklasifi-kasian
dengan cara ini dapat mendorong terjadinya vertikalisasi kegiatan dan
mengakibatkan membengkaknya jumlah indikator. Namun demikian, bila dalam
pengklasifikasian tersebut selalu diacu pembagian kewenangan dan tugas sebagaimana
telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang ada, maka masalah yang
mungkin timbul akan dapat dicegah.
Untuk menyedarhanakan penetapan indikator, maka uraian indikator, baik untuk
tingkat Kabupaten/Kota maupun untuk tingkat Provinsi, sesuai dengan kebutuhan
informasi, dikelompokkan ke dalam dua kategori saja, yaitu:
1. Indikator Hasil atau Keluaran , yaitu yang mengindikasikan informasi
tentang pencapaian visi Pembangunan Kesehatan, yang meliputi unsur-unsur (a) derajat
atau status kesehatan, (b) perilaku sehat, (c) lingkungan sehat, serta (d)
pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau.
2. Indikator Kinerja, yaitu yang mengindikasikan baik keadaaan masukan maupun
proses dalam rangka kerjasama lintas sektor, yang mencakup sektor kesehatan dan
sektor-sektor lain terkait. Klasifikasi di sini tidak berdasar program, melainkan berdasar
sektor atau lembaga.
Berikut ini disajikan contoh indikator untuk masing-masing informasi,
sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial
No.724 tahun 2001.

79
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Informasi Indikator
- Informasi tentang tingkat kesakitan di - Angka kesakitan penyakit-penyakit
masyarakat Kabupaten /Kota. penting
- Informasi tentang status gizi - Proporsi anak balita dengan gizi baik
masyarakat Kabupaten/Kota.
- Informasi tentang seberapa banyak - Persentase sekolah tanpa pecandu
sekolah bebas penyalahgunaan NAPZA NAPZA
- Informasi tentang seberapa banyak - Persentase rumah sehat
rumah sehat telah menjadi hunian
penduduk di Kabupaten/ Kota
- Informasi tentang seberapa banyak - Rasio tiapjenis sarana terhadap
sarana kesehatan telah tersedia di penduduk
Kabupaten/Kota.
- Informasi tentang seberapa banyak - Persentase penduduk peserta
penduduk Kab./Kota ikut JPKM/Dana JPKM/Dana Sehat/Askes
Sehat/Asuransi Kesehatan.
- Informasi tentang pengawasan - Persentase tempat umum yang rutin
kesehatan lingkungan tempat-tempat diawasi
umum.
- Informasi tentang keberhasilan upaya - Persentase kecamatan tanpa wabah
surveilans dan pencegahan wabah.
- Informasi tentang seberapa jauh - Persentase sarana pengobatan
pengobatan tradisional dapat diawasi. tradisional yang terdaftar
- Informasi tentang kecukupan - Persentase pensediaan obat terhadap
persediaan obat pelayanan kesehatan kebutuhan
dasar esensial.
- Informasi tentang kecukupan jumlah - Rasio berbagai jenis tenaga kesehatan
berbagai jenis tenaga kesehatan. thd penduduk
- Informasi tentang upaya penyediaan - Persentase sarana pendidikan yang
sarana kesehatan lingkungan yang baik memiliki sarana kesehatan lingkungan
di sekolah, madrasah, dan sarana yang baik
pendidikan lain.
- Informasi tentang kegiatan penyuluhan - Frekuensi kegiatan penyuluh keseatan
terhadap pemuka agama mengenai lingkungan bagi pemuka agama
kesehatan lingkungan.
- Informasi tentang terbebasnya warga - Angka kesakitan penyakit-penyakit
dari penyakit yang berasal dan hewan. zoonosis
- Informasi tentang cakupan pelayanan - Persentase keluarga yang berlangganan
air PDAM. air PDAM
- Informasi tentang penertiban dan - Persentase WTS yang tinggal di
pembinaan WTS. lokalisasi

80
FKM - UNSRAT

Penutup
Orang senang mengatakan bahwa Sistem Informasi Kesehatan yang baik tidak akan
ada gunanya apabila Manajemen Kesehatan yang harus didukungnya masih buruk. Namun
dari uraian di atas tersirat bahwa pengembangan Sistem Informasi Kesehatan yang diawali
dengan identifikasi kebutuhan informasi diharapkan dapat memicu perbaikan Manajemen
Kesehatan. Yaitu dimulai dengan perbaikan manajemen pasien/klien dan dilanjutkan
dengan manajemen unit kesehatan serta manajemen Sistem Kesehatan.
Ketepatan kebutuhan informasi yang telah diidentifikasi dapat pula menghasilkan
Sistem Informasi Kesehatan yang kurang memadai bilamana tidak berhasil ditetapkan
indikator-indikator yang esensial. Indikator yang esensial itu harus mengacu kepada
sifatsifat indikator yang baik, yaitu spesifik dan sensitif. Spesifik artinya bahwa indikator
tersebut khusus menggambarkan informasi yang bersangkutan dan tidak tercampur-baur
dengan hal-hal lain. Misalnya, angka kematian tidak dapat digunakan untuk
menggambarkan informasi tentang pelayanan kesehatan karena angka kematian
dipengaruhi oleh banyak faktor selain pelayanan kesehatan. Sedangkan sensitif artinya
bahwa perubahan yang kecil saja dalam hal yang akan diketahui informasinya dapat
tergambarkan dengan indikator tersebut. Misalnya proporsi anak balita dengan gizi baik
mungkin dapat menjadi indikator yang sensitif bagi keadaan gizi masyarakat karena anak
balitalah yang seharusnya mendapat makanan yang baik.

Pengumpulan Data Rutin dan


B A B 6
Sewaktu-waktu
D indikator yang sesuai untuk menyusun informasi bagi pengambilan keputusan di
alam Pokok Bahasan yang lalu kita telah membahas bagaimana memilih
berbagai tingkat administrasi. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana
mengumpulkan data untuk indikator-indikator tersebut.
Data dapat dikumpulkan dengan berbagai macam cara. Untuk memudahkannya,
kita akan mengelompokkan cara mengumpulkan data itu ke dalam dua golongan, yaitu:
(1) metode rutin, dan (2) metode sewaktu-waktu (non-rutin). Pengumpulan data secara
rutin dilakukan untuk data yang berasal dari unit kesehatan. Data ini dikumpulkan atas
81
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

dasar catatan atau rekam medik pasien/klien baik yang berkunjung ke unit kesehatan
maupun yang dilayani di luar gedung unit pelayanan. Pengumpulan data secara rutin
umumnya dilakukan oieh petugas unit kesehatan. Akan tetapi pengumpulan data secara
rutin juga dapat dilakukan oleh masyarakat (kader kesehatan). Bentuk lain dari
pengumpulan data secara rutin adalah registrasi vital. Adapun pengumpulan data
sewaktu-waktu umumnya dilakukan melalui survei, survei cepat (kuantitatif atau kualitatif)
dan studi-studi khusus.
Tidak ada satu pun cara pengumpulan data yang dapat mengumpulkan semua
data untuk perencanaan dan manajemen kesehatan. Suatu Sistem Informasi Kesehatan
umumnya menggunakan kombinasi dari kedua cara yaitu baik metode rutin maupun
metode sewaktu-waktu. Alasannya adalah karena adanya perbedaan sifat dan kegunaan
dari data yang diperoleh dengan masing-masing metode tersebut. Pengumpulan data
secara rutin umumnya diarahkan untuk mendapatkan data yang berbasis pelayanan
kesehatan dan data tentang mereka yang secara rutin menggunakan pelayanan
kesehatan tersebut.
Di daerah di mana penggunaan pelayanan kesehatan sangat rendah, pengumpulan
data secara rutin biasanya sukar dilaksanakan. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih
paripurna tentang masalah kesehatan yang dihadapi, diperlukan pengumpulan data dengan
cara lain, yaitu survei dan sejenisnya. Atau, pengumpulan data secara rutin diperluas
cakupannya sehingga meliputi data dari masyarakat. Data untuk angka kematian misalnya,
dapat diperoleh dari unit-unit kesehatan atau dan registrasi vital. Tetapi kerapkali data untuk
angka kematian itu diperoleh melalui penelitian prospektif atau survei retrospektif terhadap
penduduk. Secara nasional kita memiliki Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Surve Demografi dan Kependudukan Indonesia (SDKI),
Sensus Penduduk
(SP), dan lain-lain.

Pengertian Pengumpulan Data Rutin dan Sewaktu-waktu


Fungsi manajemen yang akan menggunakan data dan jenis indikatornya kerapkali
menentukan bagaimana cara pengumpulan data yang paling tepat. Untuk lebih jelasnya
dapat disimak tabel 1 di halaman berikut.
Data untuk memantau program kesehatan yang sedang berjalan lebih mudah dan
lebih efisien didapat dengan pengumpulan data secara rutin. Sedangkan data untuk

82
FKM - UNSRAT

mengevaluasi dampak (derajat kesehatan, lingkungan sehat, perilaku sehat, dan


keterjangkauan pelayanan kesehatan) akan lebih baik bila dikumpulkan sewaktu –waktu.
Namun demikian perlu diingat bahwa data yang sudah diperoleh melalui
pengumpulan data secara rutin dan sewaktu-waktu pun kerap kali tidak cukup untuk
memahami penyebab dari masalah-masalah kesehatan. Khususnya di daerah
Kabupaten/Kota. Biasanya orang lalu menambahinya dengan penyelidikan secara informal
atau mencari informasi kualitatif melalui diskusi dengan individu-individu atau dengan
kelompok-kelompok. Selain itu ditambah lagi dengan data sekunder dan sektorsektor lain
terkait.
Pilihan cara pengumpulan data juga berkaitan dengan ciri-ciri tertentu dari cara
itu sendiri seperti misalnya kerumitan dan biayanya. Metode pengumpulan data
sewaktuwaktu seperti sensus atau survei dengan sampel besar umumnya memerlukan biaya
banyak, peralatan canggih, dan tenaga pelaksana yang terlatih. Untuk melaksanakan
pengumpulan data semacam ini Dinas Kesehatan mungkin memerlukan bantuan teknis dari
Perguruan Tinggi atau Departemen Kesehatan.
Cara apa pun yang digunakan, yang penting data yang dikumpulkan adalah data
yang memang benar-benar sesuai dengan kebutuhan informasi dan indikator Untuk dapat
menetapkan data yang sesuai dengan indikator yang dibutuhkan, maka indikatorindikator
yang sudah ditetapkan dalam Pokok Bahasan III selanjutnya diterjemahkan ke dalam bentuk
kebutuhan data. Misalnya sebagaimana contoh berikut.
Informasi Indikator
- Angka kematian bayi - Jumlah bayi mati
- Jumlah kelahiran hidup
- Proporsi anak balita dengan gizi baik - Jumlah anak balita dengan gizi baik
- Jumlah seluruh anak balita

- Persentase penduduk yang tidak - Jumlah penduduk tidak merokok

merokok - Jumlah seluruh penduduk

- Persentase rumah sehat - Jumlah rumah sehat


- Jumlah seluruh rumah
- Jumlah bidan
- Rasio bidan terhadap penduduk
- Jumlah penduduk

Kaitan antara Pengumpulan Data Rutin dan Sewaktuwaktu


Sebagaimana telah disebutkan di atas, pengumpulan data secara rutin dan
pengumpulan data sewaktu-waktu haruslah saling mengisi. Penjelasannya adalah:
83
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Untuk membantu para manajer kesehatan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berbeda.


Kerap kali metode sewaktu-waktu digunakan untuk menjajagi penyebabpenyebab dan
kekurangan atau kelemahan yang teridentifikasi dari pelaporan rutin. Misalnya, di suatu
daerah diketahui melalui laporan rutin bahwa pelayanan kesehatan ibu dain anak di
Puskesmas sangat sedikit mendapat kunjungan anak. Suatu survei sederhana yang
dilakukan terhadap para ibu mengungkap informasi bahwa bagi para ibu tidak masuk akal
untuk membawa anaknya yang tidak sakit ke Puskesmas. Karena itu, mereka sulit mencari
alasan meninggalkan rumah membawa anaknya.
Metode rutin dan metode sewaktu-waktu saling melangkapi dalam hal sumber
datanya. Metode rutin umumnya berbasis sarana/pelayanan kesehatan dan
mengumpulkan data dari sebagian masyarakat saja. Di daerah-daerah di mana
penggunaan sarana kesehatannya rendah, informasi yang didapat dari sistem
informasi yang berbasis sarana/pelayanan kesehatan saja akan sangat menyesatkan
(bias). Sebaliknya, metode sewaktu-waktu berbasis masyarakat, sehingga dapat
diungkap informasi tentang latar belakang sosial budaya masyarakat, harapan-
harapannya, perilakunya, dan lain-lain secara lebih lengkap.
Metode rutin dan metode sewaktu-waktu saling melengkapi dalam kaitannya dengan
instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumen yang digunakan
dalam metode rutin digunakan untuk mengumpulkan data dari sebagian masyarakat,
yaitu mereka yang berkunjung ke unit-unit kesehatan. Karena metode sewaktu-waktu
digunakan untuk mengumpulkan data dari keseluruhan masyarakat (walaupun secara
sampling), maka dalam membuat instrumennya harus diperhatikan juga instrumen
yang digunakan dalam metode rutin.
Melihat uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa hasil-hasil pengumpulan
data secara sewaktu-waktu harus diperbandingkan atau dipertautkan dengan hasil-
hasil pengumpulan data secara rutin. Jadi antara metode rutin dan metode sewaktu-
waktu tidak hanya pada tingkat pangkalan datanya, melainkan juga sampai ke tingkat
analisis dan penyusunan informasinya.

Pengumpulan Data Secara Rutin


1. Sumber Data

Pengumpulan data secara rutin dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis


berdasarkan sumber datanya, yaitu: (1) pengumpulan data unit kesehatan,

84
FKM - UNSRAT

(2) pengumpulan data masyarakat, dan (3) pengumpulan data registrasi penduduk.
Memang terdapat tumpang-tindih di antara ketiga jenis pengumpulan data ini, sehingga
umumnya Sistem Informasi Kesehatan lalu menggunakan gabungan dari ketiganya.

Pengumpulan Data Unit Kesehatan


Jenis pengumpulan data rutin yang paling umum adalah pengumpulan data berbasis
pelayanan atau unit kesehatan. Dalam hal ini data dicatat oleh petugas-petugas kesehatan
yang bekerja di unit kesehatan sambil melaksanakan kegiatan pelayanan sehari-hari. Cara
pengumpulan data ini memang merupakan cara paling mudah untuk (a) mengumpulkan
data pasien /klien, (b) memantau penggunaan sumber daya, dan (c) surveilans penyakit.
Contoh data minimal yang perlu dicatat dan dikumpulkan dari pasien/ klien di unit
kesehatan adalah:
Identitas: nama, alamat, jenis kelamin, usia, kepala/anggota keluarga, dan status sosial-
ekonomi keluarga.
Tindakan yang berkaitan dengan risiko: status imunisasi, tindak lanjut berkaitan dengan
resiko lain (perawatan antenatal, penimbangan balita. dan lain-lain).
Untuk wanita: jumlah dan usia anak, kontrasepsi, penyakit selama masa hamil, dan
pasca-persalinan.
Data penting tentang episode penyakit (khususnya untuk penyakit kronis, infeksi HIV,
gangguan-gangguan perinatal pada bayi, penyakit-penyakit selama masa kanak-kanak).
Data tentang faktor-faktor risiko lain dan alergi-alergi.
Data tersebut di atas dari semua pasien/klien selanjutnya dapat dihimpun dalam
suatu pangkalan data pasien/klien, baik dalam bentuk file kartu-kartu (manual) ataupun file
dalam komputer.
Namun demikian pengumpulan data unit kesehatan ini juga sekaligus memiliki
banyak masalah. Misalnya buruknya mutu data yang terkumpul, terlalu banyaknya waktu
petugas kesehatan tersita untuk pencatatan, bahwa agregat datanya tidak mencerminkan
gambaran kesehatan masyarakat secara umum, dan lain-lain.
Betapa pun, pengumpulan data secara rutin di unit-unit kesehatan dapat menjadi
alat yang bermanfaat bagi perencanaan dan manajemen. Selain itu ia dapat juga menjadi
pemicu ditingkatkannya secara berkelanjutan iklim manajemen di unit-unit kesehatan
pemerintah (misalnya Puskesmas atau Rumah Sakit).
Salah satu cara untuk mengatasi masalah mutu data untuk pemanfaatannya di
tingkat administrasi yang lebih tinggi adalah dengan menggunakan titik-titik sentinel. Dari

85
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

titik-titik sentinel ini diminta untuk dilaporkan data yang lebih lengkap sebagai tambahan
terhadap pencatatan dan pelaporan data yang berlaku umum. Pelaporan sentinel pada
dasarnya juga merupakan bagian dari pelaporan data berbasis pelayanan/unit
kesehatan. Untuk itu staf dari sejumlah unit kesehatan terpilih (misalnya Puskesmas atau
Rumah Sakit) diberi pelatihan khusus dan disupervisi secara khusus pula untuk
mengumpulkan dan melaporkan data tertentu (data penyakit atau kegiatan). Hasil dari
daerah sentinel biasanya memang lebih lengkap dan lebih akurat. Jika dirasakan bahwa
unit-unit kesehatan di daerah terpencil tidak mungkin memberikan data yang cepat dan
akurat, maka pendekatan sintinel ini cukup baik untuk dilakukan, khususnya untuk
surveilans penyakit.
Masalah bahwa data dari unit kesehatan tidak mewakili keadaan masyarakat yang
sebenamya, dapat diatasi dengan memperluas pengumpulan data rutin sehingga mencakup
data dari masyarakat. Misalnya, dengan meningkatkan pelaporan dari para bidan di desa
atau dengan mengembangkan pencatatan dan pelaporan oleh para kader kesehatan.
Masalah lain dari pengumpulan data rutin yang juga kita jumpai adalah terpecahnya
sistem menjadi sistem-sistem pengumpulan data khusus program-program kesehatan.
Sistem-sistem khusus itu cenderung berjalan sendiri-sendiri sebagai sistemsistem informasi
"vertikal". Misalnya, pcmberantasan malaria memiliki sistem informasi vertikal sendiri,
demikian pula pemberantasan tuberkulosis, imunisasi, penyehatan lingkungan, dan lain-
lain. Masing-masing mengembangkan aparat sendiri, infrastruktur sendiri, dan aturan-
aturan sendiri sehingga terlepas satu sama lain. Walau berat, betapa pun integrasi antar
mereka harus diupayakan.

Pengumpulan Data Masyarakat


Pengumpulan data masyarakat dapat digunakan untuk berbagai tujuan, yaitu antara
lain:
a. Memantau kegiatan-kegiatan yang dilakukan di masyarakat oleh petugas kesehatan atau
oleh kader kesehatan.
b. Mendapatkan data yang lebih mewakili (representatif) tentang derajat kesehatan dan
lingkungan, termasuk kelahiran dan kematian, keadaan pertanian, keadaan
pendidikan, dan lain-lain.
c. Membantu perencanaan pelayanan-pelayanan kesehatan agar lebih terjangkau oleh
masyarakat.

86
FKM - UNSRAT

Sebagaimana dikemukakan di atas, pengumpulan data masyarakat dapat


merupakan perluasan dari pengumpulan data rutin pelayanan kesehatan. Petugaspetugas
kesehatan yang bertugas di masyarakat seperti para sanitarian dan bidan yang selalu
berkunjung ke keluarga-keluarga atau menyelenggarakan pelayanan di desa-desa, dapat
diberi tugas tambahan sebagai pencatat dan pengumpul data masyarakat. Akan lebih
efektif lagi bilamana mereka dapat dibantu oleh para kader kesehatan.
ula-mula dapat dilakukan sensus kesehatan keluarga, yaitu semua keluarga yang
ada di wilayah kerja Puskesmas dikumpulkan data dasar dan daia kesehatannya. Data dasar
dan data kesehatan dari keluarga tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Identitas Keluarga: alamat lengkap (termasuk desa dan kecamatannya).
b. Anggota Keluarga: kepala keluarga, isteri/suami, anak, dan lain-lain yang dirinci ke
dalam nama, jenis kelamin, tanggal lahir/usia, pendidikan terakhir, pekerjaan terakhir,
kondisi kesehatan (penyakit kronis, gizi, cacat fisik, cacat mental), dan perilaku sehat
(merokok/tidak, pecandu Napza/tidak, mandi per-hari, sikat gigi perhari, dll).
c. Kepesertaan Kepala Keluarga dan atau Isteri/Suami dalam Keluarga Berencana: menjadi
peserta atau tidak, dan metode kontrasepsi apa yang digunakan.
d. Fasilitas Kesehatan Lingkungan Keluarga: rumah, sumber air, jamban, tempat
sampah, kandang temak, dan lain-lain.
e. Keadaan Ekonomi Keluarga: penghasilan keluarga, pengeluaran keluarga untuk
kesehatan (per-hari atau per-minggu atau per-bulan), dan status ekonomi (apakah
termasuk keluarga miskin/bukan).
f. Kepesertaan Kepala Keluarga dan atau Isteri/Suami dalam Pembiayaan
Kesehatan Praupaya: menjadi peserta atau tidak, dan jenis pembiayaan praupaya yang
diikuti(dana sehat atau askes atau JPKM atau lainnya).
Semua data keluarga yang didapat dan sensus ini kemudian dijadikan pangkalan
data (data base) di Puskesmas atau Dinas Kesehatan. Bilamana Puskesmas atau Dinas
Kesehatan memiliki komputer yang cukup besar kemampuannya, maka dapat dibuat
pangkalan data dalam komputer tersebut (computerized data base). Bagi anggota keluarga
yang kemudian ternyata menjadi pasien/klien Puskesmas, pangkalan data ini akan
diinteraksikan dengan pangkalan data pasien/klien, sehingga pangkalan data keluarga
kemudian diperbarui (updated). Bagi mereka yang tidak menjadi pasien/klien Puskesmas,
peremajaan (updating) data dari pangkalan data keluarga dilakukan dengan laporan dari
petugas kesehatan (misalnya bidan di desa) atau dari kader kesehatan. Untuk itu perlu

87
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

dikembangkan formulir peremajaan (updating) yang harus diisi dan dilaporkan secara
berkala (misalnya seminggu sekali) ke Puskesmas.

Pengumpulan Data Registrasi Penduduk


Pengumpulan data dari registrasi penduduk juga merupakan bagian penting dari
pengumpulan data secara rutin. Bersama dengan data sensus, data registrasi penduduk
merupakan sumber penting untuk menghitung angka kelahiran dan angka kematian. Namun
demikian, registrasi penduduk saat ini belum bisa banyak diharapkan, khususnya berkaitan
dengan pencatatan kematian. Dengan fasilitasi dari Badan Pusat Statistik dan Departemen
Dalam Negeri & Otonomi Daerah, diharapkan setiap Daerah akan dapat menata dan
mengembangkan registrasi penduduk ini.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Mutu dan digunakan atau tidaknya data yang dikumpulkan secara rutin sangat
ditentukan oleh relevansi, kesederhanaan, dan tata-letak (layout) dari instrumen
pengumpulan datanya. Berikut ini akan kita bahas mengenai perancangan formulir
pengumpulan data dan penggunaannya, untuk digunakan sebagai pertimbangan dalam
meninjau kembali formulir-formulir pengumpulan data yang telah ada (kartu status
pasien/rekam medik, formulir SP2TP, formulir SPRS, dan lain-lain).

Instrumen Untuk Data Manajemen Pasien/Klien


Instrumen untuk pengumpulan data pasien/klien dapat berbentuk berbagai macam -
selembar kertas, selembar kartu yang dicetak, sebuah buku, atau file (worksheet)
komputer. Apa pun bentuknya, tujuan utamanya adalah untuk mencatat data yang dapat
digunakan membantu para pemberi pelayanan kesehatan dalam memberikan
pelayanannya kepada pasien/klien.
Kartu rekam medik merupakan salah satu jenis instrumen pengumpul data
pasien/klien yang digunakan untuk mencatat (merekam) data yang berkaitan dengan status
kesehatan pasien orang-perorang. Di Puskesmas, kartu rekam medik ini dikenal dengan
sebutan kartu status pasien. Isi dan format dari kartu rekam medik ini sebenarnya
tergantung dari pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Namun demikian, untuk
Puskesmas tentu tidak boleh kurang dari pelayanan kesehatan dasar wajib, yaitu kesehatan
ibu dan anak, keluarga berencana, gizi, kesehatan lingkungan, dan pengobatan (pelayanan
kuratif). Sedangkan untuk Rumah Sakit Kabupaten/Kota tentu tidak boleh kurang dari

88
FKM - UNSRAT

pelayanan kesehatan rujukan primer wajib, yaitu obstetrik dan ginekologi, anak, bedah, dan
penyakit dalam.
Jenis lain dari instrumen pengumpulan data pasien/klien adalah formulir
laboratorium (formulir permintaan atau pun hasil), formulir pelayanan penunjang medik lain
(formulir rotgen, dan lain-lain), dan formulir rujukan pasien.
Untuk kejadian-kejadian penyakit akut di pelayanan kesehatan dasar (misalnya
Puskesmas), catatan tentang diagnosis sederhana dan perlakuan (treatment) terhadap
pasien kiranya cukup memadai. Catatan ini dibuat di formulir sederhana yang diberikan
kepada pasien atau disimpan di unit kesehatan. Tujuannya adalah sebagai pengingat bagi
pemberi pelayanan kesehatan pada saat seorang pasien kembali lagi ke unit pelayanan
yang bersangkutan. Untuk kejadian-kejadian penting lain (misalnya kehamilan, anak balita,
atau penyakit kronis), diperlukan data atau variabel pencatatan yang lebih banyak.
Kartu rekam medik Rumah Sakit dapat berisi catatan terinci tentang keadaan pasien
saat masuk, hasil-hasil laboratorium, jadwal diagnosis dan perlakuan yang berlangsung, dan
catatan-catatan tindak lanjut secara harian bahkan mungkin per-jam tergantung kondisi
pasien. Untuk kartu rekam medik rawat inap dapat pula disediakan kolom catatan yang
berisi ringkasan kesimpulan tentang kondisi pasien dan kemajuan manajemen pasien yang
bersangkutan.
Kartu rujukan harus memiliki sedikitnya dua bagian, yaitu: (a) bagian yang diisi oleh
unit pelayanan kesehatan yang mengirim/merujuk pasien, dan (b) bagian yang diisi oleh unit
pelayanan penerima kiriman/rujukan. Bila pasien rujukan itu setelah ditangani kemudian
dikembalikan ke unit pelayanan kesehatan pengirim, maka bagian b diisi penjelasan tentang
perlakuan dan hasil-hasil perlakuan yang dilakukan unit pelayanan kesehatan rujukan, serta
tindak lanjut apa yang harus dilakukan oleh unit pelayanan kesehatan pengirim.
Perdebatan yang selalu timbul dalam hal ini adalah: siapa yang sebaiknya
menyimpan kartu rekam medik - pasien/klien atau unit kesehatan? Konsep yang
menyatakan bahwa kartu pasien sebaiknya dipegang oleh pasien sendiri muncul pada saat
diperkenalkan "Kartu Menuju Sehat" (KMS). Kartu yang berisi perkembangan
pertumbuhan bayi ini memang diberikan kepada para ibu pemilik bayi. Kartu itu merupakan
sarana yang baik untuk merangsang peran serta para ibu dalam mengupayakan kesehatan
bayi-bayinya. Tetapi kenyataan memang menunjukkan bahwa banyak ibu yang kemudian
menghilangkan kartunya. Jadi, apa tidak sebaiknya kartu pasien itu disimpan oleh unit
pelayanan kesehatan? Sulit untuk memberikan jawaban yang memuaskan.

89
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Mungkin jalan yang terbaik adalah dengan melakukan kombinasi. Misalnya seperti
yang dilakukan di beberapa Rumah Sakit (RS Persahabatan, salah satunya), kartu rekam
medik disimpan oleh unit kesehatan, dan kepada pasien diberikan kartu kecil (lebih baik jika
dibuat dari plastik seperti kartu kredit) yang mencantumkan nama dan nomor registrasi dari
pasien yang bersangkutan.
Untuk efisiensi tindak lanjut pasien/klien, dapat digunakan apa yang disebut "sistem
file pengingat". Teknologi yang sederhana tetapi tepatguna ini terdiri atas dua penyimpan
file, misalnya dua buah filing cabinet gantung atau dua buah kotak kayu. Kotak yang
pertama, disebut "kotak hari", dibagi ke dalam 31 slot. Kotak kedua, yaitu "kotak bulan",
dibagi ke dalam 12 slot. File-file pengingat sangat bermanfaat untuk pasien dengan penyakit
kronis seperti tuberkulosis atau hipertensi, dan untuk hal-hal yang bersifat preventif. Begitu
pasien selesai dilayani dan pulang, kartu catatan mediknya

90
FKM - UNSRAT
dimasukkan ke dalam "slot hari" atau "slot bulan" sesuai dengan tanggal tindak-lanjutnya (kartu
dimasukkan ke dalam "slot bulan" apabila tindak lanjutnya tidak di bulan yang sama dengan saat
pelayanan). Dengan melihat kartu-kartu yang masih tertinggal di "slot hari" yang sudah lewat, akan
diketahui pasien-pasien yang melewatkan/mengabaikan tindak-lanjutnya. Pada akhir bulan, semua
kartu yang terdapat di "slot bulan" depan, dipindahkan ke "slot-slot hari" sesuai dengan tanggal
yang tercantum.
Tata-letak (layout) kartu pencatatan adalah sesuatu yang penting diperhatikan dalam
membuat instrumen pengumpulan data pasien/klien. Terutama jika kartu itu disimpan oleh
pasien/klien sendiri. Misalnya, butir-butir data seyogianya disusun dengan urutan yang baik dan
standar, sehingga memudahkan petugas pemberi pelayanan kesehatan saat pemeriksaan. Untuk itu
pada kartu sebaiknya sudah tercantum daftar penyakit atau masalah kesehatan yang tercetak.
Kartu atau formulir pasien jarang yang mudah dimengerti (self-explanatory). Kerapkali
digunakan singkatan-singkatan untuk menghemat tempat, dan istilah-istilah serta prosedur-prosedur
tidak diberi penjelasan atau definisi. Jika mungkin, sebaiknya di bagian tertentu dari kartu atau
formulir dicantumkan kepanjangan dari singkatansingkatan yang digunakan. Boleh juga di balik kartu
itu dicantumkan petunjuk pengisian. Tetapi jika tidak mungkin, maka "Buku Petunjuk" harus dibuat
dan petugas-petugas kesehatan harus dilatih dalam hal pengisian dan penggunaan kartu.
Jika digunakan bantuan komputer dalam pengumpulan data pasien/ klien, maka harus
diperhatikan agar perangkat lunak untuk "data entry" mudah digunakan dan bersifat interaktif (user-
friendly).

Instrumen Untuk Data Manajemen Unit Kesehatan


Di tingkat manajemen unit kesehatan, data dikumpulkan dalam rangka membantu staf unit
kesehatan tersebut mengambil keputusan-keputusan operasional. Keputusankeputusan ini dapat
dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu (a) keputusan yang berkaitan dengan manajemen
penyelenggaraan pelayanan kesehatan, dan (b) keputusan yang berkaitan dengan manajemen
sumber daya. Karena itu, instrumen pengumpulan datanya pun mengikuti penggolongan itu.
• Instrumen Untuk Data Pelayanan Kesehatan
Tujuan utama dari pencatatan pelayanan kesehatan adalah untuk mengumpulkan data bagi
perencanaan dan manajemen pelayanan-pelayanan kesehatan yang diselenggarakan di unit
kesehatan. Misalnya, data pelayanan antenatal yang sudah diagregat dan dikombinasikan dengan
data kependudukan akan menghasilkan informasi tentang cakupan pelayanan antenatal. Atau hasil

91
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

olahan data pengobatan pasien dapat digunakan untuk membuat informasi tentang sebaran
geografis pasien.
Selain itu, data pelayanan kesehatan juga berguna bagi manajemen Sistem Kesehatan. Data
ini diagregat dan dikirim sebagai laporan ke tingkat adminstrasi kesehatan lebih tinggi (misalnya
Dinas Kesehatan Kabupaten). Atau petugas dari tingkat administrasi lebih tinggi (misalnya Dinas
Kesehatan Kabupaten) akan menggunakan agregat data itu untuk mengetahui mutu pelayanan
suatu unit kesehatan (misalnya Puskesmas) pada saat melakukan supervisi dan bimbingan.
• Instrumen Untuk Data Sumber Daya
Instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang berbagai jenis sumber daya,
yaitu: tenaga, peralatan, bahan, alat transpor, obat dan vaksin, serta dana. Hanya data yang
memang diperlukan untuk pengambilan keputusan yang sebaiknya dikumpulkan. Data sumber
daya juga termasuk data yang diperlukan untuk manajemen Sistem Kesehatan, sehingga
agregatnya perlu dikirim ke tingkat adminstrasi lebih tinggi.
Bentuk catatan pelayanan kesehatan yang paling umum dijumpai adalah Buku Register, di
mana pasien atau klien dicatat berurutan dalam hal nama dan ciri-ciri demografiknya (misalnya usia
dan jenis kelamin). Kemudian kolom-kolom berikutnya disediakan untuk mencatat data bagi
indikator pelayanan kesehatan seperti kunjungan, diagnosis, status gizi, dan sebagainya.
Register juga dapat digunakan untuk pasien rawat inap. Register ini jika dikombinasi dengan
catatan tentang perubahan-perubahan pasien di bangsal, akan dapat memberikan secara cepat
informasi tentang pemakaian tempat tidur dan lama perawatan.
Untuk instrumen pengumpulan data unit kesehatan, tata-letak yang baik dan sederhana
sangatlah penting karena dapat mempengaruhi ketepatan (accuracy) data. Kolom-kolom dalam
register dan ruang kosong untuk "tally" misalnya, harus cukup lebar/luas untuk mencatat data
yang diperlukan. Tajuk-tajuk kolom harus jelas menunjukkan data apa yang harus diisikan ke
dalam kolom tersebut. Bentuk "checklist" dapat pula digunakan karena lebih mudah dan cepat
pengisiannya serta lebih cepat pula dalam mengagregasikannya. Misalnya untuk data "usia" dapat
digunakan pilihan ( ) di bawah 1 tahun, ( ) lebih 1 tahun - di bawah 5 tahun, ( ) 5 tahun - 10 tahun
dan seterusnya. Petugas tidak perlu lagi menulis, melainkan hanya membuat tanda (misalnya V
atau X) di dalam ( ) yang sesuai. Sedangkan urutan dari data yang harus dicatat dalam kartu atau

92
FKM - UNSRAT
register sebaiknya mengikuti urutan (sekuen) dari prosedur pelayanan kesehatan yang akan
dilakukan petugas pemberi pelayanan.
Hal-hal yang berlaku untuk komputerisasi pencatatan data pasien/ klien, juga berlaku
untuk pencatatan data unit kesehatan. Hal ini karena pada hakikatnya keduanya harus terkait
secara erat. Oleh karena itu sebaiknya komputerisasi data unit kesehatan harus dilakukan
sekaligus dengan komputerisasi data pasien/klien. Namun demikian, untuk unit kesehatan yang
besar, sebelum mengambil keputusan untuk mengkomputerkan pencatatan data, perlu dikaji dulu
ketersediaan sumber daya seperti tenaga pengelola serta sarana-sarana penyedia dan pemelihara
perangkat keras dan perangkat lunak.

Instrumen Untuk Data Manajemen Sistem Kesehatan


Sebagai bagian dari sistem informasi rutin berbasis unit/pelayanan kesehatan, data untuk
manajemen Sistem Kesehatan dapat diperoleh melalui dua sumber, yaitu (a) melalui data
agregat yang dilaporkan unit-unit kesehatan, dan (b) melalui pengumpulan data primer. Data
primer yang dimaksud di sini adalah data yang dikumpulkan langsung oleh petugas-petugas dari
Dinas Kesehatan secara berkala sambil melakukan supervisi dan bimbingan.
• Instrumen Laporan Unit Kesehatan
Dalam sistem informasi rutin berbasis unit/pelayanan kesehatan, sebagian besar data yang
diperlukan untuk manajemen Sistem Kesehatan dikumpulkan oleh unit-unit kesehatan dan
dilaporkan ke Dinas Kesehatan (Dinas Kesehatan Provinsi juga mendapat "laporan" dari Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota). Jumlah formulir laporan, isi laporan, dan frekuensi pengiriman
tergantung kebutuhan para perencana kesehatan dan manajer Sistem Kesehatan di tingkat
administrasi kesehatan bersangkutan. Data yang dilaporkan terutama berkaitan dengan derajat
kesehatan masyarakat, pelayanan-pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, dan sumber daya
yang digunakan. Agar terjamin penggunaan informasinya, maka sebaiknya hanya data yang
diperlukan untuk informasi pengambilan keputusan di tingkat administrasi yang lebih yang dikirim
sebagai laporan. Prinsip ini juga berlaku dalam kaitannya dengan frekuensi pelaporan. Misalnya,
jika data tentang pemakaian obat hanya akan dianalisis setahun sekali oleh Dinas Kesehatan untuk
menetapkan standar paket-paket penyediaan obat bagi unit kesehatan, maka laporannya pun
cukup dilakukan setahun sekali saja.
Sebagaimana diutarakan di depan, sistem informasi rutin cenderung terkotakkotak akibat
tekanan dari para perencana dan manajer proyek atau program kesehatan. Setiap program atau

93
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

proyek nasional membuat sendiri formulir laporannya, tanpa berkoordinasi satu sama lain.
Akibatnya, petugas-petugas kesehatan di tingkat bawah dibebani setiap minggu, setiap bulan, setiap
tiga bulan, setiap enam bulan, setiap tahun, mengisi berbagai jenis formulir laporan yang banyak
sekali duplikasinya. Oleh karena itu, salah satu tantangan dalam menata kembali Sistem Informasi
Kesehatan adalah merampingkan dan mengintegrasikan berbagai sistem pencatatan dan pelaporan
yang ada. Sedapat mungkin diupayakan agar pelaporan dari unit-unit kesehatan dibuat
komprehensif (terpadu dalam satu pelaporan) dan dikirim melalui jalur hubungan manajerial yang
baku. Misalnya dengan cara mengembangkan profil-profil kesehatan (Profil Puskesmas, Profil Rumah
Sakit, Profil Kesehatan Kabupaten, dan lain-lain).
• Instrumen Pengumpulan Data Primer
Sebagaimana dikemukakan di atas, data yang diperlukan untuk manajemen Sistem
Kesehatan juga dapat dikumpulkan oleh staf Dinas Kesehatan dalam rangka supervisi dan bimbingan
rutin ke unit-unit kesehatan. Berdasarkan kepada pedoman standar untuk pelayanan-pelayanan
kesehatan yang akan disupervisi, dapat dibuat "checklist" untuk dibawa oleh petugas supervisi.
Dengan "checklist" ini akan terkumpul data yang dapat digunakan oleh supervisor tadi untuk
mengevaluasi pelayanan kesehatan yang disupervisinya. Dengan "cheklist" itu, data dikumpulkan
dari pemeriksaan terhadap kartu rekam medik (kartu status) Puskesmas dan kartu-kartu pelayanan
lainnya, dari observasi langsung petugas yang sedang melayani, atau kadang kala juga dari
wawancara dengan pasien/klien yang baru selesai menjalani pengobatan. Data yang terekam dalam
"cheklist" selanjutnya dapat diagregat dan diolah lebih lanjut di Dinas Kesehatan.
Tata-letak (layout) dari formulir dapat membantu ketepatan pengisian maupun kemudahan
penggunaannya oleh supervisor. Banyak dari hal-hal yang berlaku untuk penyusunan tata-letak kartu
rekam medik pasien/klien dan formulir pencatatan pelayanan kesehatan juga berlaku dalam hal ini.
Sedapat mungkin, formulir itu mudah dimengerti (self-explanatory) dan membatasi digunakannya
singkatan-singkatan yang tidak lazim. Urutan data juga penting diperhatikan.
Kerap kali sebuah laporan harus dikirimkan ke berbagai pihak. Untuk itu diperlukan beberapa
salinan (duplikat) laporan. Di daerah di mana mudah dan murah pelayanan fotokopi, duplikat
laporan dapat dibuat dengan memfotokopi laporan asli. Di daerah lain dapat dilakukan pengetikan
menggunakan karbon walaupun hal ini sedikit merepotkan. Tetapi cara yang paling baik sebenarnya
adalah dengan komputerisasi dimana kemudian dapat digunakan fasilitas jaringan komunikasi antar

94
FKM - UNSRAT
komputer, khususnya internet. Dalam tatanan yang demikian ini maka, satu laporan dapat dikirim
serentak ke sejumlah sasaran tanpa perlu membuat duplikatnya.

3. Merancang Dan Melaksanakan Pengumpulan Data

Dalam proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan rutin, perancangan dan
pelaksanaan sistem pengumpulan data rutin ddilakukan segera setelah tahap identifikasi kebutuhan
informasi dan indikator. Perencana yang bertanggungjawab dalam hal ini harus menjawab sejumlah
pertanyaan praktis. Misalnya saja:
• Instrumen pengumpulan data apa saja yang diperlukan dan berapa banyak masingmasingnya
agar dapat memenuhi kebutuhan informasi yang telah diidentifikasi?
• Apakah instrumen yang telah ada dapat digunakan? Atau perlu dimodifikasi?
• Jika diperlukan instrumen baru, bagaimana membuatnya?
• Bagaimana cara memperkenalkan instrumen pengumpulan data yang baru?
Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan itu jelas akan menentukan ruang lingkup dan
waktu yang dibutuhkan untuk penataan kembali sistem informasi kesehatan rutin. Biasanya,
instrumen pengumpulan data yang telah ada tidak sama sekali diabaikan, melainkan ditinjau untuk
dimodifikasi. Dengan begitu akan banyak dihemat waktu dalam pembuatan instrumen pengumpulan
data. Namun jika ternyata instrumen yang ada memang sama sekali tidak bisa dipakai, pembuatan
instrumen baru harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Konsensus harus didapat termasuk
dengan para pelaksana pencatatan dan pengumpul data di tingkat administrasi lebih rendah. Jika
tidak, maka tidak akan terdapat komitmen dan motivasi dari para pelaksana ini. Pengalaman
menunjukkan bahwa salah satu penyebab buruknya mutu data yang kita peroleh adalah karena
ketiadaan motivasi dari petugas-petugas kesehatan yang harus mencatat dan
mengumpulkannya. Selain itu, karena asal-muasal semua data dalam Sistem Informasi Kesehatan
adalah dari pasien/klien, maka harus benar-benar diupayakan agar pengumpulan data ini
terjamin (kecepatan, kebenaran, dan cakupannya).
Sehubungan dengan perlunya diupayakan kecepatan dan kebenaran data yang masuk dari
tingkat "akar rumput", maka sebaiknya Sistem Informasi Kesehatan yang dikembangkan diawali
dengan cakupan yang tidak terlalu luas dulu (start small). Ini diperoleh dengan mencermati
kegiatan analisis fungsi. Yaitu walaupun dari analisis fungsi itu dijumpai banyak sekali fungsi untuk
Puskesmas misalnya, dapat dilakukan pentahapan dan pemrioritasan terhadap fungsi-fungsi mana
yang akan terlebih dulu didukung oleh Sistem Informasi Kesehatan (selama kurun waktu tertentu).

95
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Demikian pun berlaku untuk Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan. Selanjutnya, bila dukungan ini telah
berjalan dengan baik, barulah cakupan fungsi yang akan didukung diperluas.
Proses perancangan dan pelaksanaan pengumpulan data secara rutin dapat ditempuh dalam
tiga tahap, yaitu: (a) penetapan instiumen-instrumen pengumpulan data yang diperlukan, (b)
pembuatan format-format instrumen dan pengujian, serta (c) penerapan instrumen-instrumen
baru pengumpulan data.

Penetapan Instrumen-instrumen Yang Dibutuhkan


Fase pertama dalam perancangan kembali pengumpulan data secara rutin adalah
membandingkan kebutuhan data (yang berasal dari kebutuhan informasi dan indikator) yang telah
ditetapkan dengan instrumen-instrumen pengumpulan data yang telah ada. Cara yang praktis untuk
itu adalah dengan menggunakan format pembantu sebagaimana dalam Tabel 6.1 di bawah ini.

Tabel 6.1 Format untuk membantu mengkaji instrumen pengumpulan data yang telah
ada

Kebutuhan Data Dapat diperoleh Dapat diperoleh Dapat diperoleh


tanpa modifikasi dengan modifikasi dengan
dari instrumen yang dari instrumen yang mencantumkan dlm
ada, yaitu ada, yaitu instrumen yang ada

Analisis semacam ini juga akan membantu identifikasi tumpang-tindih yang terjadi di antara
instrumen-instrumen yang telah ada. Dengan mengenali tumpang-tindih tersebut, maka akan dapat
dilakukan integrasi beberapa instrumen. Dengan demikian besar kemungkinan akan diperoleh
instrumen baru yang lebih sedikit jenisnya dan lebih sederhana (tidak terlalu banyak butir-butir
datanya), namun tetap memenuhi kebutuhan. Tentu saja instrumen yang masih dapat digunakan
sepenuhnya, tidak perlu dihapus.

96
FKM - UNSRAT
Aspek-aspek yang cukup penting untuk diperhatikan dalam rangka peningkatan
pengumpulan data secara rutin adalah (a) standarisasi definisi kasus, (b) standarisasi prosedur
manajemen kasus, dan (c) standarisasi prosedur pengumpulan data. Tanpa definisi yang baku
tentang apa yang disebut kasus baru suatu penyakit dan apa itu kunjungan ulang untuk suatu
episod yang sama, maka data tentang kecenderungan penyakit menjadi sulit dianalisis. Misalnya bila
di suatu Puskesmas setiap kunjungan tuberkulosis selalu dicatat sebagai kasus baru, sedangkan di
Puskesmas lain kunjungan tuberkulosis oleh pasien yang sama hanya dicatat sekali.
Membandingkan data tuberkulosis antara dua Puskesmas tersebut tentu tidak ada artinya sama
sekali. Lebih lanjut, informasi tentang mutu pelayanan kesehatan juga menjadi subyektif bila
prosedur manajemen kasus tidak distandarisasi.

Pembuatan Format Instrumen dan Pengetesan


Pembuatan format dapat sangat membantu dalam upaya menjamin penggunaan
yang lebih baik terhadap informasi yang dihasilkan. Terutama dalam rangka pengambilan keputusan
untuk manajemen pasien/klien (format yang dibutuhkan adalah kartu rekam medik dan formulir
pelaporannya).
Bila keputusan telah diambil berkaitan dengan instrumen-instrumen mana yang akan direvisi,
mana yang akan dihapus, dan apa saja yang akan dibuat baru, maka pembuatan format-formatnya
dapat diserahkan kepada sebuah Tim yang ahli dalam hal itu. Tim ini harus memperhatikan
berbagai issu berkaitan dengan cara pembuatan formulir dan tata-letak (layout) setiap
instrumen. Pertanyaan-pertanyaan khas yang harus dijawab antara lain adalah:
• Bagaimana urutan yang baik dari butir-butir dalam formulir?
• Bagaimana kalimat-kalimat yang baik untuk setiap butir (pemilihan kata-katanya agar tidak
disalahtafsirkan, tata bahasanya, dan lain-lain)?
• Apakah formulir perlu dilengkapi gambar? Bila ya, gambar apa saja?
• Di mana diletakkan kepanjangan dari singkatan-singkatan (bila ada)?
• Di mana diletakkan petunjuk cara pengisian dan penggunaan? Apakah perlu dibuat buku
tersendiri/terpisah?
• Untuk kartu rekam medik, apakah ini untuk disimpan oleh pasien/klien atau oleh unit kesehatan?
• Untuk formulir data unit kesehatan, apakah akan digunakan buku register atau lembar-lembar
"tally"?
• Data apa saja yang akan dimasukkan ke komputer?

97
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

• Haruskah kartu atau formulir dicetak berwarna?


Pembuatan formulir adalah proses dengan banyak tahapan dan bersifat iteratif (dapat
kembali ke tahap yang telah lewat dan melakukan revisi, bila perlu). Perhatian harus dicurahkan
secara sungguh-sungguh agar data dapat dicatat tanpa keraguan dan agar kartu atau formulir dapat
diisi/digunakan dengan mudah. Hal ini akan dapat diketahui pada saat dilakukan pengetesan
(pretest).
Tidak ada aturan baku dalam menentukan jumlah unit kesehatan dan kurun waktu untuk
pengetesan instrumen. Idealnya, sampel unit kesehatan untuk pengetesan harus serepresentatif
mungkin. Variabel penting yang perlu diperhatikan adalah lokasi dari unit kesehatan yang digunakan
untuk pengetesan (perkotaan versus pedesaan, berbagai tatanan budaya, berbagai daerah dengan
bahasa berbeda), kondisi stafnya (kompetensi, beban kerja), keadaan peralatan dan perlengkapan,
dan pola penggunaan unit kesehatan oleh masyarakat. Kurun waktu untuk pengetesan sebaiknya
cukup panjang agar dapat dikaji seluruh aspek yang berkaitan dengan proses pengumpulan
data. Menurut pengalaman diperlukan antara 3-6 bulan untuk pengetesan ini. Semua aspek dari
instrumen pengumpulan data harus dikaji selama masa ujicoba, yaitu meliputi:
• Kelayakan: Mungkinkah dilakukan pengumpulan data dengan formulir tersebut di unit kesehatan
yang bersangkutan? Misalnya, punyakah unit itu laboratorium (untuk pengumpulan data
penyakit)?
• Relevansi: Apakah data yang dikumpulkan dapat digunakan di unit kesehatan bersangkutan
untuk manajemen pasien/klien?
• Beban: Seberapa beban waktu dan upaya yang harus ditanggung staf unit kesehatan untuk
mengisi instrumen pengumpulan data?
• Tata-letak (layout): Apakah urutan butir-butir datanya bagus? Cukupkah ruang kosong untuk
mengisikan data?
• Kejelasan: Apakah petunjuk pengisian/penggunaannya jelas dan membantu?
Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas dapat diperoleh melalui observasi oleh
Tim Pengkajian dan melalui komentar-komeniai langsung dari para petugas pencatat/pengumpul
data. Untuk itu perlu disiapkan "cheklist" atau kuesioner untuk dijawab.

98
FKM - UNSRAT
Berdasarkan kepada hasil-hasil pengetesan (pretesting), instrumen-instrumen kemudian
diperbaiki dan difinalisasi untuk dilaksanakan penerapannya. Jika temyata perbaikannya cukup
banyak, maka diperlukan pengetesan untuk yang kedua kalinya.

Penerapan Instrumen-instrumen Baru


Tahap terakhir dari penataan kembali pengumpulan data secara rutin adalah penerapan
instrumen-instrumen dan prosedur-prosedur baru di unit-unit kesehatan. Proses ini melibatkan
sedikitnya tiga kegiatan, yaitu: (a) pencetakan dan distribusi instrumen-instrumen, (b) pelatihan
petugas kesehatan mengenai prosedur pengumpulan data, dan (c) penghentian penggunaan
instrumen-instrumen lama.
Pencetakan dan distribusi instrumen-instrumen baru pengumpulan data sebenarnya
merupakan proses yang menjemukan dan dapat merupakan hambatan bagi kelancaran proses
penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan. Untungnya dengan kemajuan luar biasa di bidang
percetakan, yaitu dengan dimanfaatkannya komputer, pekerjaan pencetakan sekarang menjadi jauh
lebih ringan. Akan tetapi distribusi tampaknya miasih merupakan masalah, oleh karena masih sangat
tergantung kepada tranportasi. Oleh karena distribusi ini harus direncanakan dengan baik,
khususnya disinkronkan dengan jadwal pelatihan petugas. Jangan sampai terjadi sesudah pelatihan
dan kembali ke unitnya masing-masing, petugas belum dapat menerapkan sistem baru karena
instrumen-instrumennya belum ada.
Pelatihan bagi petugas mungkin akan lebih efektif dan efisien bila dilakukan di
Kabupaten/Kota. Namun demikian hendaknya diupayakan jangan terlalu lama dan diselenggarakan
secara bergelombang. Dengan demikian fungsi unit-unit (Puskesmas dan Rumah Sakit) tidak terlalu
terganggu karena ditinggalkan petugasnya. Lebih baik lagi bila pelatihan ini dapat diintegrasikan
sekaligus dengan pelatihan-pelatihan teknis program atau pelayanan kesehatan. Selain itu,
pelatihan hendaknya tidak terbatas pada bagaimana mengisi kartu atau formulir, tetapi juga
bagaimana menggunakan informasinya untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Langkah terakhir adalah penghentian penggunaan instrumen-instrumen lama. Langkah ini
penting terutama bila memang terjadi perubahan yang sangat besar. Namun demikian, langkah ini
hendaknya dilakukan secara cermat, agar jangan sampai terjadi kekosongan di unit-unit kesehatan.
Pastikan dulu bahwa semua unit kesehatan telah menerima instrumen-instrumen baru, sebelum
dilakukan penghentian secara resmi instrumen-instrumen lama. Mungkin baik pula dipertimbangkan
penghentian secara bertahap, sesuai dengan perkembangan distribusi instrumen-instrumen baru.

99
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Risikonya memang adalah bahwa selama masa transisi, Dinas Kesehatan harus menangani dua
sistem sekaligus.

Pengumpulan Data Sewaktu-waktu


Sebagaimana telah dibahas di muka, pengumpulan data secara rutin dilakukan bersamaan dengan
pelaksanaan pelayanan kesehatan sehari-hari di unit-unit kesehatan. Kebalikannya, pengumpulan
data sewaktu-waktu dilakukan secara "ad hoc", sesuai dengan keperluan, dalam rangka melengkapi
data yang didapat secara rutin.
Terdapat berbagai metode untuk mengumpulkan data sewaktu-waktu. Secara umum,
metode-metode tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu (1) kajian cepat atau
"rapid assessment", (2) survei, dan (3) surveilans demografik. Adapun perbedaan ketiga metode
tersebut dapat diringkaskan dalam Tabel 6.2.

Tabel 6.2. Perbedaan antara ketiga golongan metode pengumpulan data sewaktu-waktu
Metode Ilmu yang dibutuhkan Hasilnya
1. Kajian Cepat Antropologi, Manajemen Persepsi thd pelayanan kesehatan,
keyakinan dan perilaku sehat
2. Survei Epidemiologi, Sosiologi, Estimasi angka kesakitan,
Ekonomi penggunaan pelayanan kesehatan,
pengeluaran rumah tangga untuk
kesehatan
Dampak program: kematian pada
3. Surveilans Demografi
jenis kelamin dan usia tertentu,
Demografik
atau berdasar penyebabnya;
fertilitas pd kelompok usia ttt

1. Kajian Cepat (Rapid Assessment)

Para manajer kesehatan dan pemberi pelayanan kesehatan harus memiliki pengetahuan
tentang tatanan sosio-budaya masyarakat di wilayah kerja unit kesehatannya. Juga tentang
perilaku sehat dari penduduk. Kesemuanya itu diperlukan agar mereka dapat merancang dan
melaksanakan pelayanan kesehatan yang efektif.

100
FKM - UNSRAT
Dilema yang mereka hadapi adalah bahwa pencatatan dan pelaporan rutin tidak memberikan
informasi mendalam tentang perilaku masyarakat yang diperlukan untuk meningkatkan "efektivitas"
dari intervensi-intervensi kesehatan. Sementara itu, penelitian-penelitian sosial - baik sosiologi
maupun antropologi - terlalu mahal untuk diselenggarakan dan dan memakan waktu terlalu lama.
Padahal para pengambil keputusan itu menginginkan informasi yang relatif segera. Oleh karena itu
maka sejumlah ahli menyarankan diselenggarakannya metode kualitatif secara sangat terfokus.
Mereka menamakan metode itu kajian cepat (rapid assessment). Contoh penggunaan dari metode
ini adalah: pengkajian terhadap risiko sosial dari penyakit-penyakit, pengkajian terhadap persepsi
masyarakat terhadap tindakan pencegahan, dan lain-lain.
Kajian cepat ini masih dapat diurai ke dalam berbagai metode lagi, yaitu observasi,
wawancara, diskusi kelompok fokus (focus group discussion), dan lain-lain. Adapun ciri-ciri utama
dari kajian cepat adalah: (a) jarak waktu yang pendek antara pengumpulan data dan penyajian
hasilnya, (b) digunakannya kombinasi antara metode kualitatif dan metode kuantitatif, dan (c)
orientasinya kepada tindakan, sehingga para pengambil keputusan terlibat dalam menentukan apa
yang akan dikaji.
Berikut ini disajikan secara ringkas penjelasan tentang observasi, wawancara perorangan,
dan diskusi kelompok fokus.

Observasi
Pengamat-pengamat yang telah dilatih diminta untuk mengikuti interaksi antara dua orang,
biasanya antara pasien dengan pemberi pelayanan. Para pengamat ini umumnya tidak ikut terlibat
dalam interaksi, walaupun hanya sekedar bertanya atau memberikan komentar.
Observasi banyak digunakan untuk mengkaji mutu pelayanan kesehatan. Praktekpraktek
pelayanan kesehatan hasil pengamatan dibandingkan dengan apa yang tercantum dalam standar
pelayanan, baik dalam aspek teknis medisnya maupun aspek kemanusiaannya (kepedulian).
Observasi juga dapat digunakan untuk mengkaji alur pasien dan waktu tunggu pasien di unit-unit
pelayanan kesehatan.

Wawancara Perorangan
Metode ini merupakan metode yang paling dekat dengan metode antropologi yang baku.
Individu-individu dipilih berdasar kriteria tertentu. Untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya variasi
pengalaman mereka. Wawancara biasanya diselenggarakan di tempat yang tidak asing bagi

101
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

responden (orang yang diwawancara). Di sini tidak digunakan daftar pertanyaan (kuesioner), dan
wawancara berlangsung secara bebas seperti percakapan biasa. Namun demikian, pewawancara
tetap harus memiliki pedoman wawancara yang tersimpan dalam ingatannya, sehingga dapat
membimbing percakapan kepada issu-issu tertentu. Agar tidak kaku, pewawancara tidak sibuk
mencatat, melainkan merekam pembicaraan menggunakan tape recorder. Setelah selesai
wawancara, rekaman itu kemudian ditranskripsi (ditulis) dan dikode menurut konsepkonsep yang
dikaji.

Diskusi Kdompok Fokus


Diskusi Kelompok Fokus atau Focus Group Disccusion (FGD) melibatkan sekelompok kecil
orang (7-12 orang) yang menjadi sasaran pengkajian. Peserta tidak dipilih secara acak (random)
melainkan berdasar kriteria tertentu. Misalnya mereka yang tidak pendiam dan senang berdiskusi,
masing-masing diperkirakan memiliki sudut pandang yang berbeda, dan lain-lain. Seorang fasilitator
menggunakan butir-butir issu yang telah ditetapkan merangsang para peserta diskusi untuk
menyampaikan pandangan-pandangan mereka dan membahasnya. Fasilitator ini biasanya dibantu
oleh seorang pencatat yang memperhatikan dan mencatat hal-hal penting sesuai dengan pedoman
pengkajian.
Umumnya diskusi tidak berlangsung lama, yaitu kira-kira satu setengah jam. Agar FGD
berjalan baik dan benar diperlukan pelatihan fasilitator dan pencatat. Fasilitator harus pandai-pandai
memandu jalannya diskusi, sehingga diskusi tidak didominasi oleh satu atau dua orang saja. la juga
tidak perlu terlalu kaku berpegang pada urutan butirbutir issu yang menjadi pedomannya. Bilamana
diskusi tentang suatu butir issu menyinggung butir issu lain yang tidak berurutan, peluang itu tak
boleh dilewatkan. Fasilitator dapat segera mengajak peserta diskusi untuk membahas butir issu tadi.
Sebagaimana dengan wawancara, setelah selesai diskusi, hasil pencatatan kemudian dikode menurut
konsep-konsep yang dikaji.

2. Survei

Metode survei tidak dapat dijelaskan dengan baik dalam kesempatan yang terbatas ini. Oleh
karena itu, berikut ini hanya akan dijelaskan secara ringkas dua jenis survei yang sering dilakukan di

102
FKM - UNSRAT
bidang kesehatan, yaitu (a) survei kesehatan rumah tangga, dan (b) survei pengguna pelayanan
kesehatan.
Survei Kesehatan Rumah Tangga
Survei ini merupakan pengkajian terhadap rumah tangga yang pemilihan sampelnya
dilakukan secara gabungan antara metode acak (random) dengan metode mengikuti kriteria tertentu
(purposive). Tujuannya adalah untuk mengungkap berbagai aspek kesehatan dari keluarga, seperti
kesakitan, perilaku dalam mencari pertolongan kesehatan, dan pengeluaran keluarga untuk
kesehatan.
Walaupun survei semacam ini dapat menghasilkan data yang sangat tinggi validitas dan
ketepatannya, tetapi memerlukan biaya yang besar dan waktu penyelenggaraan yang lama.
Karena merupakan data yang diperoleh dari sampel, maka untuk menggeneralisasi hasilnya juga
diperlukan kecermatan. Sejak tahun 1972, Departemen Kesehatan telah melaksanakan enam kali
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), yaitu pada tahun 1972, 1980, 1985/86, 1992, 1995, dan
2001. Dua SKRT terakhir dilakukan secara terpadu dengan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
yang diselenggarakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). BPS juga mengumpulkan data kesehatan
dalam cakupan terbatas melalui Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang telah
diselenggarakan sebanyak empat kali, yaitu tahun 1991, 1994, dan 1997 dan 2003.

Survei Kesehatan Nasional


Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) adalah pengembangan dari SKRT, yaitu
pengintegrasian SKRT dengan Susenas dan SDKI. Surkesnas akan diselenggarakan dalam siklus tiga
tahunan, yaitu 2001, 2004, 2007, 2010, dan seterusnya. Pengintegrasian dilakukan melalui
pemakaian rancangan sampling yang sama, penggunaan format instrumen (kuesioner) yang
seragam, kolaborasi dalam persiapan survei, pelatihan,pelaksanaan lapangan, dan pemanfaatan
data.
Surkesnas akan melibatkan potensi Daerah dan diharapkan dapat digunakan sebagai sarana
advokasi dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan kemampuan Daerah. Dengan demikian,
model Surkesnas diharapkan dapat memacu kemauan dan kemampuan Daerah untuk
menyelenggarakan Survei Kesehatan Daerah (Surkesda).
Tujuan umum Surkesnas adalah tersedianya data kesehatan berbasis masyarakat
(community based) untuk keperluan perencanaan, pemantauan, dan penilaian program
pembangunan kesehatan. Secara khusus Surkesnas 2001 akan: (1) merancang modul kesehatan

103
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

untuk Susenas 2001 serta menganalisis dan melaporkan kajian kesehatan berdasar data Susenas
2001, (2) merancang modul KIA sebagai bagian dari SDKI 2002 serta menganalisis dan melaporkan
kajian kesehatan berdasar data SDKI 2002, (3) merancang studi morbiditas SKRT 2001 serta
melaksanakan pengumpulan data, menganalisis dan melaporkan kajian data morbiditas, (4)
merancang studi mortalitas SKRT 2001 serta melaksanakan pengumpulan data, menganalisis dan
melaporkan kajian data mortalitas, (5) merancang studi tindak lanjut ibu hamil SKRT 2001 serta
melaksanakan pengumpulan data, menganalisis dan melaporkan kajian data ibu hamil.
Surkesnas diselenggarakan dengan prinsip jaringan, kolaborasi, kemitraan, dan keterlibatan
klien. Penanggung jawab Surkesnas adalah Departemen Kesehatan (c.q. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan) di mana terdapat Tim Peneliti Inti dan Sekretariat. Untuk mendukung
pelaksanaan Surkesnas di masing-masing Propinsi, dibentuk Sekretariat Surkesnas Provinsi. Tenaga
lapangan (pengumpui data) untuk SKRT direkrut dari tenaga kesehatan di Provinsi, Kabupaten/Kota
maupun Puskesmas, yaitu yang terdiri dari dokter iimum, bidan dan teknisi laboratorium. Sedangkan
data kesehatan pada modul kesehatan Susenas dan SDKI dikumpulkan oleh tenaga BPS (staf BPS,
mantis, dan mitra). Pembentukan Sekretariat Surkesnas Provinsi dan penggalangan tenaga
lapangan dari Daerah merupakan bagian dari upaya pemberdayaan Daerah dan awal pengembangan
kemampuan tenaga Daerah ke arah terselenggaranya Surkesda. Untuk panduan lebih lanjut tentang
bagaimana mengolah data Susenas untuk kepentingan daerah dapat dirujuk Modul Pengolahan Data
Susenas.

Survei Pengguna Pelayanan Kesehatan


Survei pengguna pelayanan kesehatan atau biasa disebut juga survei pemakai adalah alat
yang cukup efisien untuk mengkaji persepsi dari sebagian masyarakat yaitu mereka yang
menggunakan pelayanan kesehatan. Survei ini telah banyak digunakan dalam rangka mengetahui
kepuasan konsumen terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya dan persepsi mereka terhadap
mutu pelayanan tersebut. Penyederhanaan dari metode ini adalah dalam bentuk penyediaan kotak-
kotak keluhan/saran di unit-unit pelayanan kesehatan. Namun demikian cara ini tidak begitu efektif
karena sifatnya yang sangat tidak terstruktur. Lamanya pengumpulan data tidak dapat diitetapkan
dan jumlah respondennya pun tidak tentu. Demikian pula issu yang masuk umumnya juga tidak
terfokus.

104
FKM - UNSRAT

3. Surveilans Demografik

Dampak upaya kesehatan dapat dirumuskan sebagai menurunnya kesakitan atau


menurunnya fertilitas. Sebagai ukuran kesakitan dapat digunakan morbiditas, seperti misalnya
kejadian dan lama berlangsungnya penyakit, tingkat ketidakmampuan akibat sakit; atau mortalitas
seperti misalnya angka kematian pada kelompok usia tertentu atau menurut penyebabnya. Sebagai
ukuran fertilitas, dampak dinyatakan dalam bentuk angka-angka fertilitas pada usia tertentu dan
angka fertilitas total sebagai ukuran tunggal (integrasi dari angka-angka fertilitas usia tertentu).
Kesemuanya itu dapat dikatakan sebagai estimasi terhadap derajat kesehatan masyarakat.
Estimasi terhadap derajat kesehatan saat ini memegang peran penting dalam perumusan
kebijakan kcsehatan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Sebagian besar kebijakan dan proyek kesehatan selalu mencantumkan rneningkatnya derajat
kesehatan sebagai tujuannya. Peningkatan derajat kesehatan ini dinyatakan sebagai menurunnya
angka mortalitas, morbiditas, atau fertilitas.
• Penetapan prioritas pelayanan kesehatan didasarkan kepada kajian-kajian tentang efektivitas-
biaya, dengan menggunakan perbedaan antara derajat kesehatan saat ini dan estimasi derajat
kesehatan sesudah intervensi sebagai varaibel dampak. Keputusan-keputusan yang diambil
dan kelak berdampak jauh ke depan, berlandaskan kepada estimasi ini.
• Berdasar kepada estimasi efektivitas-biaya, ditetapkan pula paket-paket pelayanan kesehatan
dasar.
• Dalam konteks peningkatan mutu pelayanan kesehatan, banyak orang berpendapat bahwa
dampak upaya kesehatan merupakan sesuatu yang penting untuk diperhitungkan.
• Indikator-indikator derajat kesehatan digunakan untuk menilai kemajuan pembangunan
suatu negara atau daerah.
Walaupun indikator-indikator derajat kesehatan penting artinya bagi perumusan dan
penilaian kebijakan, namun indikator-indikator tersebut tidak pernah diukur secara langsung.
Terdapat lima alasan yang umumnya dikemukakan berkaitan dengan hal ini.
a. Banyak orang beranggapan bahwa dampak dari intervensi-intervensi kesehatan dapat dinilai
melalui panel dari ahli-ahli yang membahas hasil-hasil penelitian yang berkaitan.
b. Biaya yang diperlukan untuk mengkaji dampak upaya kesehatan diperhitungkan sangat tinggi.

105
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

c. Waktu yang diperlukan agar intervensi kesehatan menunjukkan dampaknya yaitu 35 tahun
tidak memungkinkan dikumpulkannya data dampak dalam waktu segera sebagaimana
diharapkan oleh para pengambil keputusan
d. Banyak orang beranggapan bahwa indikator-indikator derajat kesehatan merupakan hasil kerja
berbagai sektor. Dengan demikian tidaklah relevan untuk menyatakan bahwa perubahan dalam
indikator derajat kesehatan harus merupakan hasil perubahan dalam pclayanan kesehatan.
e. Terdapat cara lebih murah untuk mendapatkan informasi berharga mengenai dampak upaya
kesehatan, yaitu dengan menggunakan survei demografi dan kesehatan

Penutup
Untuk dapat memenuhi kebutuhan informasi bagi manajemen kesehatan Daerah. Sistem
Informasi Kesehatan Daerah harus mengumpulkan data dengan berbagai metode yang meliputi
tidak hanya metode rutin, melainkan juga metode sewaktu-waktu.
Metode pengumpulan data sewaktu-waktu digunakan untuk mencari data guna mengisi
kesenjangan informasi yang didapat dari metode pengumpulan data rutin. Data tertentu seperti data
dampak kesehatan dan perilaku kesehatan memang sulit untuk diperoleh melalui pengumpulan data
rutin yang berbasis sarana/pelayanan kesehatan. Pengumpulan data secara rutin akan dapat
mencakup data seperti itu apabila diperluas dengan memasukkan petugas kesehatan di desa
(sanitarian atau bidan) dan kader kesehatan sebagai pengumpul data dari masyarakat. Akan tetapi,
survei cepat atau survei biasa dapat pula digunakan untuk mengumpulkan data tersebut dari
masyarakat di wilayah kerja unit kesehatan secara sewaktu-waktu. Mungkin cara ini bahkan lebih
murah dibanding memperluas cakupan pelaporan rutin sampai ke masyarakat.

Instrumen pengumpulan data merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan karena dari
situlah bermula validitas dan keakuratan data. Oleh karena itu, pengelolaan instrumen sejak dari
perancangannya, pengetesan-nya, pencetakan dan distribusinya harus dilaksanakan dengan cermat.
Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah konsistensinya terhadap kebutuhan informasi,
indikator, dan data yang telah ditetapkan di tahap sebelumnya.

106
FKM - UNSRAT

B A B

Proses Mengolah Data Menjadi Informasi


7
D proses pengumpulan data, pengolahan data menjadi informasi, dan diseminasi alam
pengertian yang sederhana, Sistem Informasi Kesehatan adalah suatu
informasi dalam Sistem Kesehatan. Proses ini memerlukan kebijakan dan
melibatkan para petugas kesehatan serta sejumlah prosedur, dan mungkin juga menggunakan
bantuan komputer.
Sebagaimana disebutkan dalam Pokok Bahasan terdahulu, Sistem Informasi Kesehatan
memiliki seperangkat komponen yang saling berkait, yang dapat dikelompokkan ke dalam
dua entitas, yaitu (1) proses informasi, dan (2) manajemen Sistem Informasi Kesehatan. Melalui
proses informasi, data mentah (masukan) diolah dan diubah menjadi informasi dalam bentuk
yang "dapat digunakan" dalam pengambilan keputusan (keluaran). Proses informasi
ini dapat diurai menjadi:
(1) pengumpulan data, (2) pengiriman data, (3) pengolahan data, (4) analisis data, serta
(5) penyajian data dan informasi untuk digunakan dalam manajemen.
Dalam Pokok Bahasan ini akan kita telaah perihal pengiriman data, yaitu tentang
bagaimana data disalurkan di antara para pelaksana Sisiem Kesehatan. Selain itu juga
tentang pengolahan data, yaitu tentang bagaimana data mentah diproses dan diubah
menjadi informasi yang berguna dan dapat dimengerti oleh para petugas kesehatan.

Pengiriman Data
Dalam bentuknya yang paling sederhana, pengiriman data adalah penyaluran
data mentah dari suatu tingkat administrasi kesehatan atau dari lapangan ke tingkat administrasi
kesehatan lebih tinggi atau ke penyelenggara survei dalam suatu Sistem Kesehatan, untuk diolah.
Disadari bahwa data mentah yang terkumpul di suatu tingkat administrasi atau dari lapangan
belum tentu sesuai bentuk ataupun mutunya dengan tindakan-tindakan yang akan didukungnya
dalam manajemen kesehatan. Oleh karena itu, untuk medapatkan kesesuaian dengan manajamen

107
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

kesehatan. data tersebut harus diolah sehingga menjadi informasi yang berguna untuk mendukung
tindakan-tindakan di tingkat administrasi yang bersangkutan. Untuk data rutin, data itu harus dipilih
dan kemudian data terpilih dikirim ke tingkat administrasi lebih tinggi.
Jadi, pengiriman data pada dasarnya adalah proses bagaimana data ditransfer di antara para
pelaku Sistem Kesehatan, sehingga dijamin bahwa di setiap tingkat administrasi, semua
keputusan administratif, politis maupun manajerial didasarkan kepada informasi yang sesuai.
Tugas dari pengiriman data adalah menjamin tersedianya data yang sesuai untuk pengambilan
keputusan.
Suatu Sistem Informasi Kesehatan yang baik akan menjamin bahwa data yang dikirim akan
relevan tidak saja bagi pengambilan keputusan di tingkat administrasi lebih tinggi, tetapi juga bagi
manajemen sehari-hari di tingkat Puskesmas dan Rumah Sakit. Ini berarti bahwa perhatian terhadap
mutu data harus dimulai sejak dari tingkat "akar rumput" (yaitu Puskesmas dan Rumah Sakit
Kabupaten/Kota).
Berikut kita akan membahas dua jenis pengiriman data, yaitu pengiriman data secara vertikal
dan pengiriman data secara horizontal. Pengiriman data vertikal adalah pengiriman data dari suatu
tingkat administrasi kesehatan atau dari lapangan ke tingkat administrasi kesehatan di atasnya atau
ke penyelenggara survei. Sedangkan pengiriman data horizontal adalah pengiriman data dari satu
pelaku ke pelaku Sistem Kesehatan yang lain dalam satu tingkat administiasi.

1. Pengiriman Data Vertikal

Sebagaimana disebutkan di atas, pengiriman data vertikal berfokus pada transfer data antar
tingkat administrasi kesehatan dalam Sistem Kesehatan atau dari lapangan ke penyelenggara survei.
Dengan memperhatikan fungsi-fungsi manajemen sebagaimana dibahas dalam Pokok Bahasan
terdahulu, dapat disampaikan contoh-contoh pengiriman data vertikal sebagai berikut.
• Manajemen pasien/klien: rujukan rekam medik dari unit pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas)
ke unit pelayanan kesehatan spesialistik (Rumah Sakit), atau sebaliknya.
• Manajemen unit kesehatan: pengiriman laporan ringkas tetapi cukup terinci tentang persentase
anak yang telah diimunisasi di suatu wilayah kerja Puskesmas ke Dinas Kesehatan Kabupaten.

108
FKM - UNSRAT
Atau pengiriman data tentang sikap masyarakat terhadap pelayanan Puskesmas, dari lapangan
ke penyelenggara survei di Dinas Kesehatan.
• Manajemen Sistem Kesehatan: pengiriman laporan ringkas tetapi cukup terinci tentang kejadian
penyakit dari Puskesmas-Puskesmas dan Rumah Sakit Kabupaten ke Dinas Kesehatan Kabupaten
dalam rangka surveilans penyakit. Atau pengiriman data tentang kemampuan masyarakat
membayar pelayanan kesehatan, dari lapangan ke penyelenggara survei di Dinas Kesehatan
Provinsi.
Bila diperhatikan kondisi saat ini, maka pengiriman data vertikal di daerah, khususnya data
rutin, akan mengikuti jalur komunikasi administratif (hirarkhis). Akan tetapi bila komputerisasi Sistem
Informasi Kesehatan di suatu Daerah Provinsi sudah berhasil diwujudkan, sehingga setiap unit
kesehatan telah memiliki komputer dan setiap komputer sudah terhubung secara langsung ke
komputer induk (server) di Dinas Kesehatan Provinsi melalui jaringan komputer luas, maka bisa jadi
akan terbentuk pola pengiriman data vertikal yang non-hirarkhis.
Bila dibuat perbandingan antara pengiriman data vertikal dengan jalur administrasi dan
pengiriman data vertikal dengan jaringan komputer luas, memang jauh lebih baik yang
menggunakan jaringan komputer luas. Dengan menggunakan jaringan komputer luas, pengiriman
data menjadi jauh lebih cepat (boleh dikatakan "seketika"), mutu data jauh lebih terjamin dan
aksesibiltas terhadap data pun menjadi jauh lebih besar. Akan tetapi penggunaan komputer dan
jaringan luas untuk pengiriman data ini memang menjadi lebih rumit penyiapan dan
pemeliharaannya. Diperlukan keahlian khusus (yaitu telematika) untuk penyiapan dan pemeliharaan
itu. Biaya investasi mungkin lebih tinggi, tetapi biaya operasional mungkin akan lebih rendah (karena
tidak diperlukan lagi pencetakan dan distribusi instrumen serta pengiriman fisik laporan).

2. Pengiriman Data Horizontal

Pengiriman data horizontal yang bermakna transfer data di antara pelaku Sistem Kesehatan
di satu tingkat administrasi cenderung untuk meningkat. Kecenderungan ini akibat akan semakin
baiknya kerjasama lintas sektor di suatu Daerah dalam rangka mencapai visi Pembangunan
Kesehatan di Daerah tersebut. Juga karena semakin diharusskannya komuniasi antara unit-unit
kesehatan dengan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders), termasuk konsumen dan
masyarakat umum.
Terdapat paling sedikit tiga fungsi yang didukung oleh proses pengiriman data horizontal ini.
Pertama, pengiriman data yang secara langsung dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.

109
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Misalnya data tentang persepsi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, data perubahan
anggaran kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan lain-lain. Kedua,
pengiriman data yang perlu diproses dulu sebelum digunakan untuk pengambilan keputusan.
Misalnya data mentah dari apotikapotik, data mentah dari sekolah-sekolah atau pesantren-
pesantren, atau data mentah dari lintas sektor lainnya. Ketiga, pengiriman umpan-balik, yaitu data
yang berada di Bank Data Dinas Kesehatan yang diperlukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Misalnya yang diperlukan oleh Bappeda untuk perencanaan APBD, yang diperlukan kantor Bupati
untuk menyusun laporan tahunan kepada DPRD, dan lain-lain.
Sebagaimana pengiriman data vertikal, pengiriman data horizontal juga dapat sangat
ditingkatkan kecepatan dan ketepatannya bila telah digunakan jaringan komputer luas. Apa lagi jika
Dinas Kesehatan atau unit-unit kesehatan telah dapat memanfaatkan Internet untuk menyajikan
datanya. Yaitu melalui pembuatan dan pengelolaan situs atau website atau homepage di Internet.

Pengolahan Data
Tujuan dari pengolahan data adalah dihasilkan dan disajikannya informasi yang dapat
membantu proses pengambilan keputusan di setiap tingkat administrasi kesehatan.
Proses pengolahan data ini dapat dilakukan secara manual ataupun dengan menggunakan bantuan
komputer. Cara apa pun yang digunakan, pada dasarnya pengolahan data mencakup tiga langkah
pokok, yaitu: (1) pembersihan data,
(2) pembuatan ringkasan untuk analisis, dan (3) analisis data dan pengemasan informasi.

1. Pembersihan Data

Betapa pun, data mentah kerap kali mengandung hal-hal yang menyebabkan
kekurangtepatan atau kurang konsostensi. Pada umunya tidak ada data mentah yang
bebas dari kesalahan. Oleh karena itu, data mentah perlu dievaluasi, diverifikasi dan
diperbaiki (bila perlu). Sumber kesalahan yang umum dijumpai adalah akibat adanya
variabel yang tidak terisi (kosong), atau mungkin bahkan duplikasi. Juga akibat adanya
angka yang meragukan (misalnya seorang ibu hamil berusia 92 tahun), adanya kontradiksi

110
FKM - UNSRAT
(misalnya seorang yang lahir tahun 1949 disebutkan berusia 25 tahun pada tahun 2001),
atau adanya inkonsistensi dengan apa yang telah diketahui (misalnya dilaporkan adanya
10.000 kelahiran di suatu daerah yang diketahui jumlah wanita usia suburnyn hanya 2.000
orang).
Jadi, pembersilian data akan menjamin proses transformasi data mentah ke dalam
tabel-tabel atau indikator-indikator akan berlangsung mulus tanpa gangguan akibat adanya
kesalahan (error). Untuk mengatasi kesalahan terdapat sejumlah yang dapat ditempuh.
Lembar laporan atau kuesioner survei dapat dirujuk ke register data atau kartu rekam
medik aslinya. Prosedur ―imputasi" atau penetapan isi variabel yang kosong dapat
dilakukan dengan menggunakan perkiraan yang cerdik (informed guesswork). Data di
dalam komputer dapat dibersihkan dengan menjalankan program pembersih data. Namun
harus disadari bahwa sebaik-baiknya upaya pembersihan kerap kali masih saja ada
kesalahan yang tersisa akibat tidak terdeteksi. Pembersihan data pada hakikatnya adalah
untuk memperkecil kesalahan yang ada, sehingga tidak menyesatkan pengambilan
keputusan.

2. Pembuatan Ringkasan untuk Analisis

Tahap kedua dari pengolahan data adalah pembuatan ringkasan data yang berupa tabel-
tabel yang berisi indikator. Tabel-tabel dan indikator- indikator ini nanti akan digunakan untuk
menganalisis dan mengemas informasi sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu pembuatan
tabel-tabel juga harus memperhatikan arah analisisnya. Untuk kepentingan analisis ke arah
penyajian informasi tentang kesetaraan jendel misalnya, tabel-tabel tertentu perlu menyediakan
kolom terpisah bagi jenis kelamin berbeda.
Tabel adalah sajian data atau indikator dimana data atau indikator tersebut disusun dalam
baris- baris dan kolom-kolom sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan perbandingan-
perbandingan. Terdapat beberapa jenis tabel, yaitu:
• Tabel Induk (Master Table). Tabel ini berisi semua data/indikator yang tersedia dari suatu
hal/keadaan secara terinci, sehingga orang dapat memperoleh gambaran lengkap dalam satu
tabel. Tabel ini biasanya digunakan sebagai dasar untuk membuat tabel-tabel lain yang lebih
singkat. Contohnya tabel induk yang berisi data demografik penduduk suatu kecamatan
(lihatLampiran).

111
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

• Tabel Teks(Text Table). Tabel ini adalah tabel kecil berisi beberapa data/indikator, yang kelak
dapat diletakkan diantara uraian atau teks. Tabel teks memang merupakan tabel yang akan
disisipkan untuk memperjelas narasi atau teks. Contohnya tabel teks yang berisi data tentang
cakupan imunisasi lengkap terhadap anak balita di suatu kecamatan (lihat lampiran).
• Tabel Distribusi Frekuensi (Frequency Distribution Table). Tabel ini dapat berupa Tabel Induk,
tetapi dapat juga berupa Tabel Teks.Isinya adalah frekuensi kelas-kelas atau golongan-golongan
tertentu dari suatu hal/keadaan. Contohnya adalah tabel distribusi frekuensi pasien suatu
Puskesmas menurut golongan umur(lihat lampiran)
Tabel yang dibuat harus memenuhi syarat tertentu, yaitu jelas, merupakan suatu kesatuan
(unitas), akurat, dan ekonomis. Bentuk tabel harus diatur sedemikian rupa sehingga memperlihatkan
semua isi tabel secara jelas dan terang. Jika dalam tabel tersebut terdapat angka atau kolom yang
ingin dibandingkan satu sama lain, maka hal tersebut harus diungkapkan secara sistematik. Tiap
tabel juga harus merupakan sebuah unit. Pada hakikatnya tabel adalah jalan pintas untuk
menyatakan fakta-fakta dan tiap tabel harus merupakan suatu unit yang nyata tentang subyek yang
ingin dipaparkan. Jangan menggunakan sebuah tabel untuk membandingkan banyak hal dalam
banyak kategori, karena yang demikian itu akan membingungkan. Tiap butir dalam tabel harus
diperiksa beberapa kali, sehingga isi dari butir-butir tersebut benar-benar akurat. Tabel juga harus
ekonomis, yaitu tidak terlalu besar, walaupun juga tidak terlalu kecil.

3. Analisis Data dan Pengemasan Informasi

Setelah data diringkas dalam bentuk tabel-tabel, maka langkah selanjutnya adalah
memadukan data atau indikator yang terdapat dalam tabel-tabel tertentu sesuai dengan informasi
yang akan dihasilkannya. Kegiatan ini disebut dengan analisis data.
Terdapat empat jenis analisis data, yaitu: (a) analisis deskriptif, (b) analisis komparatif, (c)
analisis kecenderungan, dan (d) analisis hubungan.
• Analisis Deskriptif adalah memadukan data atau indikator dalam tabel-tabel sehingga dapat
memberikan kejelasan tentang keadaan atau ciri-ciri sesuatu. Misalnya kejelasan tentang
bagaimana penggunaan pelayanan rawat inap Rumah Sakit oleh masyarakat di suatu provinsi.

112
FKM - UNSRAT

• Analisis Komparatif adalah memadukan data atau indikator dalam tabel-tabel sehingga dapat
diperoleh perbandingan antara dua atau beberapa hal/keadaan. Misalnya antara satu kecamatan
dengan kecamatan lain, antara sektor pemerintah dengan sektor swasta, dan lain-lain.
• Analisis Kecenderungan adalah memadukan data atau indikator dalam tabel-tabel sehingga
dapat ditunjukkan perkembangan suatu hal/keadaan dari waktu ke waktu. Misalnya
perkembangan kunjungan Puskesmas dari bulan ke bulan atau dari tahun ke tahun.
• Analisis hubungan adalah memadukan data atau indikator dalam tabel-tabel sehingga dapat
ditunjukkan ada/tidaknya hubungan (biasanya kausal) antara satu hal/keadaan dengan satu atau
beberapa hal/keadaan lain yang dianggap sebagai faktor pengaruhnya. Analisis ini dapat
dilakukan secara hipotetik (berdasar teori yang berlaku), tetapi dapat juga (lebih baik) dilakukan
melalui penghitungan statistik (misalnya dengan regresi).
Kegiatan analisis data tidak dapat dipisahkan dari kegiatan mengemas informasi. Artinya,
dalam melakukan analisis data, sekaligus sudah harus diperhitungkan untuk siapa hasil analisis itu
akan diberikan. Sebagaimana dikemukakan di depan, informasi yang dihasilkan oleh Sistem
Informasi Kesehatan akan diberikan kepada para pengambil keputusan dari pihak-pihak yang
berkepentingan pada umumnya (stakeholders). Setiap kategori pemakai informasi tersebut pasti
memiliki minat yang berbeda karena masingmasing mengemban fungsi yang berbeda pula. Analisis
tentang kasus malaria di suatu Kabupaten misalnya, harus dikemas secara berbeda untuk konsumsi
Kepala Dinas Kesehatan, untuk konsumsi Bupati, atau untuk konsumsi Bappeda dan DPRD. Untuk
konsumsi Kepala Dinas Kesehatan yang akan memutuskan bagaimana upaya pemberantasan
malaria harus ditingkatkan, dapat disampaikan analisis deskriptif tentang penyebaran kasus malaria
menurut kecamatan, dan juga tentang sumber daya yang tersedia. Untuk konsumsi Bupati yang
akan mengambil keputusan tentang perlu/tidaknya peningkatan upaya pemberantasan malaria,
informasi tentang malaria ini akan lebih mengena bila dalam bentuk analisis kecenderungan jumlah
kasus (misalnya menunjukkan peningkatan jumlah kasus dari tahun ke tahun) yang dilengkapi
dengan analisis komparatif (misalnya dibandingkan dengan Kabupaten tetangga). Untuk konsumsi
Bappeda dan DPRD yang akan memutuskan disetujui/tidaknya usulan anggaran pemberantasan
malaria, informasi tentang malaria akan lebih tepat dalam bentuk analisis kecenderungan jumlah
kerugian Daerah (dalam Rupiah) akibat semakin banyaknya penduduk yang terserang malaria
(sehingga tidak produktif untuk beberapa lama).
Terdapat berbagai macam bentuk kemasan atau sajian informasi. Bila informasi sudah cukup
jelas ditampilkan dalam bentuk tabel (misalnya tabel teks), maka biarkan saja informasi tersebut

113
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

dalam kemasan tabel. Tetapi informasi lain mungkin lebih tepat bila dikemas dalam bentuk-bentuk
lain, yaitu:
a. Histogram atau Bar Chart, yaitu sajian distribusi frekuensi yang berupa gambar balok-balok.
Interval kelasnya digambarkan sepanjang sumbu horisontal, sedangkan frekuensinya
digambarkan sepanjang sumbu vertikal. Kelas terendah diletakkan paling kiri pada sumbu
horisontal.
b. Poligon Frekuensi, yaitu sajian distribusi frekuensi untuk data yang bersifat berlanjut
(kontinyu). Data yang kontinyu apabila disajikan dalam bentuk Histogram, balokbaloknyn akan
berhimpitan (overlap), sehingga gambar bida kelihatan ruwet. Agar tidak kelihatan ruwet, titik-
titik tengah yang terletak di puncak-puncak balok dihubungkan dengan garis lurus, kemudian
bidang yang terbentuk diblok/diwarnai/ diarsir dan dinyatakan sebagai gambaran frekuensi.

c. Line Diagram, yaitu grafik yang berbentuk garis untuk menggambarkan


perkembangan atau perbandingan dua atau lebih hal/keadaan.
d. Bar Diagram, yaitu grafik yang berbentuk balok-balok untuk menggambarkan
perkembangan atau perbandingan beberapa hal/ keadaan. Terdapat tiga jenis Bar Diagram
yaitu Single Bars, Subdivided Bars, dan Multiple Bars.
e. Pie Diagram, yaitu grafik berbentuk lingkaran yang terbagi ke dalam beberapa bagian untuk
menggambarkan beberapa hal/keadaan yang merupakan bagianbagian dari suatu keseluruhan.
f. Scatter Diagram, yaitu grafik yang berupa kumpulan titik-titik yang berserak yang
menyajikan sepasang pengamatan (data) dari suatu hal/ keadaan (yang diletakkan pada
sumbu horisontal dan sumbu vertikal) untuk memperlihatkan ada/tidaknya hubungan antara
keduanya.
g. Pictogram, yaitu grafik yang berupa gambar bentuk-bentuk nyata seperti gambar orang,
gambar tempat tidur, gambar kapsul, dan lain-lain.
h. Peta, yaitu grafik yang diwujudkan dalam bentuk peta suatu daerah di mana bagianbagiannya
menunjukkan distribusi frekuensi. Peta ini terutama digunakan untuk menunjukkan distribusi
sesuatu dikaitkan dengan geografi.
Contoh-contoh bentuk kemasan tersebut di atas dapat dilihat dalam Lampiran, dan untuk
panduan lebih lanjut tentang pengolahan data ini dapat dirujuk Modul Manajemen Data Kesehatan.

114
FKM - UNSRAT

Penggunaan Komputer
Dewasa ini komputer di sebagian besar wilayah Indonesia bukan lagi merupakan barang
langka. Namun demikian untuk menggunakan komputer dalam pengolahan data atau Sistem
Informasi Kesehatan, faktor-faktor berikut perlu dipertimbangkan:
1. Kerumitan analisis. Kerumitan yang dimaksud di sini bukan tentang prosedur statistik,
melainkan tentang cara dan bentuk penyajian setelah data diolah. Bila kemasan informasi yang
dihasilkan hanya dalam bentuk tabel belaka, maka penggunaan komputer tidak terlalu perlu.
Tetapi jika dikehendaki adanya kemasankemasan informasi berupa grafik, chart, peta, dan lain-
lain, maka penggunaan komputer akan sangat membantu.
2. Berfungsinya sistem yang ada. Jika Sistem Informasi Kesehatan belum ditata kembali sehingga
berfungsi dengan baik, maka penggunaan komputer memang "costeffective". Tetapi bila Sistem
Informasi Kesehatan masih tidak teratur, belum didasarkan kepada kebutuhan informasi, data
yang dikelola buruk mutunya, dan belum mengacu kepada indikator-indikator yang sudah
dibakukan sehingga tidak mungkin dilakukan perbandingan-perbandingan, penggunaan
komputer tidak banyak artinya. Ada kata-kata bijak yang layak untuk diingat dalam hal ini, yaitu
"Jika Anda dapat melakukannya secara manual, penggunaan komputer akan membuatnya lebih
efisien. Tetapi jika Anda belum dapat melakukannya secara manual, penggunaan komputer
justru akan memperparah keadaan."
3. Volume data yang diolah. Jika volume data yang diolah sangat sedikit, penggunaan komputer
tidaklah efisien. Kecuali jika penggunaan komputer tersebut tidak hanya untuk mengolah data,
tetapi juga untuk menangani pekerjaan-pekerjaan administrasi seperti mengetik, menyimpan
arsip, dan lain-lain.
4. Tenaga Pengelola komputer. Jika di suatu tempat sulit didapatkan tenaga yang mampu
mengoperasikan dan memelihara komputer, maka penggunaan komputer mungkin akan
mengundang banyak masalah. Tetapi, mengangkat seorang yang memiliki kemampuan khusus
di bidang komputer kerapkali juga sulit karena standar gaji yang tidak memadai. Jalan tengah
yang mungkin ditempuh adalah memberikan bekal tambahan di bidang komputer kepada tenaga
statistisi.

115
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Pembahasan tentang penggunaan komputer dalam pengolahan data atau dalam Sistem
Informasi Kesehatan selalu berdasar pada empat masalah penting, yaitu (1) perangkat keras,
(2) perangkat lunak, (3) pangkalan data, dan (4)jaringan.

1. Perangkat Keras

Dengan telah majunya teknologi komputer, dewasa ini komputer mikro menjadi perangkat
keras yang dapat digunakan di mana pun karena kemampuannya yang besar dengan bentuk fisik
yang kecil. Namun demikian, untuk lebih meningkatkan lagi kemampuan komputer mikro itu, banyak
perangkat keras lain yang dapat ditambahkan. Oleh karena itu berikut ini akan disajikan secara
singkat uraian tentang perangkatperangkat keras tersebut.
a. Komputer Mikro. Bila ingin aman, memang sebaiknya dibeli komputer mikro yang bermerek
(branded), seperti IBM, Compac, Hewlet-Packard, atau Acer. Tetapi harga komputer bermerek ini
memang relatif sangat tinggi. Oleh karena itu, dapat saja dibeli komputer yang tidak bermerek
(istilah populernya "komputer jangkrik"), asalkan diperhatikan benar ciri-ciri pokoknya. Ciri-ciri
pokok itu meliputi kecepatan prosesor, kapasitas memori, dan kapasitas harddisk. Komputer itu
sebaiknya yang Modular sehingga mudah untuk mengganti komponen-komponennya bila terjadi
kerusakan atau bila ingin ditingkatkan kemampuannya. Komponen-komponen yang biasanya
diganti-ganti adalah harddisk, floppy disk (disket) drives, video adapters, dan power supply.
Sering kali terdapat pula CD-ROM drive untuk memainkan Compact Disc.
b. Tenaga Listrik. Aliran listrik yang stabil sangat vital bagi komputer, karena komponen-
komponen dalam Central Processing Unit (CPU) komputer sangat peka terhadap fluktuasi tenaga
listrik. Jika tenaga listrik tidak stabil (tegangan sering naik/turun), maka sebaiknya dipasang
stabiliser. Bila aliran listrik sering padam secara tiba-tiba, maka sebaiknya dipasang batere
cadangan atau uninterruptible power supply (UPS) untuk setiap komputer. Atau dapat pula
digunakan komputer notebook (portable) yang memiliki cadangan tenaga dari batere. Bila
memungkinkan dapat pula didayagunakan tenaga matahari (solar panel) untuk power supply
komputer. Guna mencegah kebakaran atau kerusakan komputer, sebaiknya instalasi listrik
memiliki kabel bumi (earth wires).

116
FKM - UNSRAT

c. Pencetak (Printer). Terdapat tiga jenis pencetak (printer) yang dapat dipilih, dengan kelebihan
dan kekurangannya masing-masing, yaitu Dot matrix, Inkjet, dan Laser.
Tabel berikut meringkas kelebihan dan kekurangan dari masing-masing jenis printer.

Tabel 7.1 Jenis Printer dengan kelebihan dan kekurangannya


Jenis Printer Kelebihan Kekurangan
Dot Matrix Satu-satunya printer yang Bekerjanya pelan, suaranya
dapat digunakan untuk gaduh, membutuhkan
formulir dengan banyak kertas khusus (continuous
bagian (multipart) dalam form).
manajemen barang (inven- Tidak dapat mencetak warna-
tory) dan billing. Juga satu- Warni
satunya printer yang dapat
digunakan untuk stensil
sehingga dapat digunakan
untuk penggandaan secara
lebih murah.

Ink-Jet Hasil cetaknya bermutu baik. Relatif lambat, walaupun


Dapat mencetak warna warni lebih cepat dibanding dot
dengan biaya rendah. matrix. Tinta dapat berce-
Menggunakan kertas biasa ceran. Bila dikehendaki hasil
(bukan continuous form) cetak yang bagus, di-
perlukan kertas khusus yang
mahal.

Laser Hasil cetaknya paling baik. Mahal harganya, mahal


Dapat mencetak warna-warni. pengoperasiannya, dan
Bekerja paling cepat, sehingga mahal pula pcmeliharaannya.
cocok untuk mencetak laporan Apa lagi yang dapat
yang panjang. Menggunakan mencetak warna-warni.
kertas biasa (bukan
continuous form)

d. Jaringan. Bila dikehendaki hubungan antara satu komputer dengan komputer lain secara lokal,
maka dapat dipasang fasilitas jaringan lokal (local area network). Yang saat ini cukup populer
adalah fasilitas jaringan Ethernet atau 10Base-T. Bentuk konfigurasi jaringannya biasanya adalah
konfigurasi bintang, menggunakan kabel seperti kabel telepon dengan penghubung-
penghubung (jacks) Modular yang dirangkai melalui serangkaian concentrator, jika jarak

117
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

antara satu komputer dengan komputer lain cukup jauh biasanya digunakan kabel serat
optik untuk menghubungkannya.
e. Modem. Dengan berkembangnya Internet, tampaknya bermanfaat pula bila komputer yang ada
dapat digunakan untuk mengakses Internet melalui telepon. Untuk itu bagi setiap komputer
perlu dipasang modem. Selain untuk mengakses Internet, dengan dipasangnya modem,
komputer dapat digunakan untuk mengirim dan menerima pesan-pesan elektronik (electronic
mail atau e-mail), fax, dan files. Agar dapat bekerja secara leluasa, sebaiknya untuk hubungan
komputer ke komputer ini disediakan sambungan telepon tersendiri.
f. Penyimpan Cadangan Data. Untuk mencegah hilangnya data karena rusak atau terhapus,
sebaiknya disediakan sarana untuk menyimpan cadangan data (backup data). Sarana ini dapat
berupa portable tape drive atau Bernoulli-type portable hard drive yang dihubungkan ke
komputer melalui parallel port. Bila tidak, maka setiap kali harus dilakukan penyimpanan
cadangan data ke dalam floppy disk (disket).

2. Perangkat Lunak

Perangkat lunak yang terbaik adalah yang dibuat khusus untuk Sistem Informasi Kesehatan
yang sedang dikembangkan. Namun perlu disadari bahwa pembuatan perangkat lunak khusus ini,
bila menggunakan jasa pembuat perangkat lunak (software house), memerlukan biaya yang cukup
banyak. Oleh karena itu berikut ini disajikan uraian secara ringkas tentang perangkat-perangkat
lunak standar, yang dapat digunakan dalam komputerisasi Sistem Informasi Kesehatan.
a. Perangkat Lunak Otomasi Perkantoran. Walaupun komputerisasi yang dilakukan adalah
dalam rangka Sistem Informasi Kesehatan, perangkat lunak otomasi perkantoran diperlukan
juga. Terutama untuk tujuan pembuatan laporan naratif. Perangkat lunak dari jenis ini yang
harus dimiliki minimal adalah paket pengolah kata (word processor) dan electronic spread-sheet.
Kedua paket tersebut dapat pula dimanfaatkan untuk keperluan berjaringan, yaitu misalnya
diintegrasikan dengan pelayanan jaringan dalam rangka e-mail. Untuk panduan lebih lanjut
tentang hal ini dapat dirujuk Modul Otomasi Perkantoran dalam Bidang Kesehatan dan Modul
Petunjuk Penggunaan E-mail.

118
FKM - UNSRAT

b. Perangkat Pengembangan Aplikasi. Sebagian besar perangkat lunak untuk aplikasi Sistem
Informasi Kesehatan dibuat dengan menggunakan perangkat lunak manajemen pangkalan
data komersial generasi ketiga dan keempat untuk komputer mikro. Bahasa-bahasa
pemrograman tingkat rendah seperti C atau Pascal juga digunakan, tetapi penggunaannya
membutuhkan keahlian yang tinggi dalam pemrograman komputer. Di samping itu, perangkat
lunak yang dihasilkan cenderung sulit untuk modifikasi dan pemeliharaannya. Sebagian besar
perangkat lunak untuk aplikasi Sistem Informasi Kesehatan juga dibuat dengan perangkat lunak
yang dapat mengkompilasi program-program yang boleh digunakan tanpa membayar royalti atau
lisensi.
c. Perangkat Lunak Manajemen Pangkalan Data. Perangkat lunak apa pun yang digunakan
untuk manajemen pangkalan data, hendaknya diingat agar perangkat lunak itu mudah
digunakan. Mudah yang dimaksud di sini termasuk pengertian "user friendly" atau interaktif,
yaitu membimbing pemakainya, sehingga mereka yang awam komputer pun dapat
menggunakannya. Akan lebih baik jika bahasa yang digunakan untuk interaksi adalah bahasa
Indonesia. Untuk panduan lebih lanjut tentang hal ini dapat dirujuk Modul Manajemen Pangkalan
Data.
d. Perangkat Lunak Analisis Statistik. Untuk dapat menganalisis data secara efektif, ke dalam
komputer sebaiknya dipasang perangkat lunak analisis statistik. Di pasar dapat dijumpai banyak
paket perangkat lunak ini. Untuk analisis sederhana di Puskesmas misalnya, Epi Info cukup
memadai. Perangkat lunak yang dibuat oleh Centers for Disease Control and Prevention di
Amerika Serikat ini mudah digunakan khususnya untuk menganalisis data survei epidemiologis
kecil-kecilan. Misalnya pada saat terjadinya wabah di suatu desa. Perangkat lunak ini memiliki
berbagai macam alat untuk membuat kuesioner, memasukkan (entri) data, menganalisis data,
dan membuat sajian dalam bentuk tabel atau grafik. Karena sudah menjadi milik masyarakat
(public domain), maka untuk memperolehnya pun tidak memerlukan banyak biaya. Perangkat
lunak komersial yang saat ini juga banyak pemakainya adalah Microsoft Excel. Jika data yang
diolah cukup banyak, maka perlu dipasang paket perangkat lunak yang lebih canggih seperti
SAS, JMP, atau SPSS. Untuk panduan lebih lanjut tentang penggunaan Epi Info dan SPSS dapat
dirujuk Modul Penggunaan Epi Info dan Modu Penggunaan SPSS.
e. Perangkat Lunak Informasi Geografi. Bentuk analisis yang semakin dirasakan pentingnya
dalam Sistem Informasi Kesehatan adalah analisis yang berkaitan dengan penyebaran dan
kecenderungan geografis dari pelayanan kesehatan. Perangkat lunak yang digunakan untuk

119
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

analisis ini adalah yang dikenal dengan perangkat lunak Geographic Information System (GIS).
Perangkat lunak ini sangat membantu dalam pemetaan penyebaran dan cakupan dari pelayanan
kesehatan. Juga sebagai alat untuk mengidentifikasi sasaran kegiatan pelayanan kesehatan
berdasarkan wilayah kerja. Beberapa perangkat lunak GIS telah dibuat oleh lembaga-lembaga
nonkomersial,seperti misalnya IDRISI oleh dark University, PopMap oleh United Nation
Population Fund, dan Epi Map oleh WHO bekerjasama dengan Centers for Disease Control and
Prevention. Untuk panduan lebih lanjut tentang hal ini dapat dirujuk Modul Penggunaan Sistem
Informasi Geografis.
f. Perangkat Lunak Penyajian Grafik. Penyajian dalam bentuk grafik memegang peran penting
dalam Sistem Informasi Kesehatan. Walaupun sejumlah perangkat lunak pengolah kata dan
spreadsheet juga dapat menghasilkan grafik, ada baiknya juga dimiliki perangkat lunak yang
khusus menghasilkan grafik. Perangkat lunak semacam ini akan sangat membantu pada saat
diselenggarakan penyajian multimedia atau penayangan slides. Yang saat ini cukup banyak
digunakan adalah Power Point, juga Harvard Graphic, Corel, dan lain-lain. Untuk panduan lebih
lanjut tentang hal ini dapat dirujuk buku-buku petunjuk (manual) penggunaan perangkat lunak
yang ingin digunakan.
g. Perangkat Lunak Utilitas. Salah satu perangkat lunak utilitas yang semakin dirasakan pentingnya
adalah perangkat lunak antivirus. Perangkat lunak antivirus seperti Norton, McAfee Virus Scan,
dan lain-lain sebaiknya dipasang di setiap komputer untuk mencegah masuknya virus ke dalam
komputer tersebut. Akan tetapi, oleh karena virus-virus baru selalu muncul, maka sebaiknya
perangkat lunak antivirus itu diperbarui secara berkala. Kini perbaruan perangkat lunak antivirus
dapat dilakukan melalui Internet. Perangkat lunak utilitas lain yang perlu adalah misalnya
perangkat lunak untuk perbaikan perangkat keras (hardware troubleshooting), perangkat lunak
untuk membuat data cadangan (backup), perangkat lunak untuk pemeliharaan harddisk, dan
perangkat lunak untuk komunikasi. Untuk panduan lebih lanjut tentang hal ini dapat dirujuk
buku-buku petunjuk (manual) penggunaan perangkat lunak yang ingin digunakan.

120
FKM - UNSRAT
3. Pangkalan Data

Pangkalan data adalah sekumpulan data yang disimpan dalam komputer secara teratur
sehingga dapat dilakukan penemuan kembali secara mudah dan cepat Dalam suatu pangkalan data
dapat disimpan, ditemukan kembali, dan dimodifikasi banyak sekali data.
Terdapat dua jenis pangkalan data, yaitu (a) pangkalan data tree structured dan (b)
pangkalan data relasional. Pangkalan data tree structured menyimpan data secara hirarkhis, di mana
setiap butir dalam pangkalan data disusun secara logik Yaitu misalnya, "Kabupaten" berisi
"Kecamatan", dan "Kecamatan" berisi "Desa". Pangkalan data relasional tersusun dari beberapa
satuan (entitas) yang mirip seperangkat catatan (records). Misalnya "Entitas Anak" berisi empat
bidang (field) yaitu "Nama", "Umur", "Berat Waktu Lahir", dan "Nama Ibu". Entitas ini akan berkait
dengan "Entitas Ibu" yang berisi empat bidang, yaitu "Nama", "Umur", "Status Kesehatan", dan
"Alamat". Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 7.1.

Gambar7.1 Pangkalan Data Tree Structured dan Relasional

Dalam pangkalan data tree structured, data dapat disusun secara (a) sekuensial atau (b) tree
structured. Untuk jelasnya dapat disimak Gambar 7.2.

Gambar 7.2. Susunan data dalam pangkalan data tree structured

121
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Misalnya kita akan mencari kembali suatu catatan/rekaman (record) yang berisi tentang Desa
3, yang ada di Kecamatan b, Kabupaten N. Bila data tersusun secara sekuensial, maka komputer
akan membaca record demi record – Aa1, Aa2, Aa3, Ab1, dan seterusnya sampai ketemu record
Nb3. Proses pencarian kembali tersebut akan lebih cepat bila data tersusun secara tree structured.
Dalam hal ini komputer mula-mula akan mencari di strata "Kabupaten" sampai menemukan
Kabupaten N. Setelah itu, computer akan menelusur Kecamatan, tetapi hanya Kecamatan yang ada
di Kabupaten N, sampai menemukan Kecamatan b. Selanjutnya komputer akan menelusur Desa-
desa yang ada di kecamatan b sampai ketemu Desa 3.
Dalam pangkalan data relasional, pencarian kembali data akan berlangsung secara berbeda.
Misalnya kita ingin menemukan record tentang ibu yang memiliki bayi dengan berat badan waktu
lahir 2.000 gram. Dalam hal ini pertama-tama komputer akan menggabung "Entitas Anak" dengan
"Entitas Ibu" sehingga diperoleh "Entitas Baru". Penggabungan ini dengan menggunakan field
"Nama Ibu" yang merupakan field yang sama-sama dimiliki baik oleh "Entitas Anak" maupun "Entitas
Ibu". Records yang berada dalam "Entitas Baru" kemudian ditelusur, sehingga ditemukan Ibu-ibu
yang memiliki Anak dengan Berat Lahir 2.000 gram. Secara umum dapat dikatakan bahwa banyak
data set statistik yang memiliki struktur mirip dengan susunan pangkalan data realasional. Untuk
panduan lebih lanjut tentang hal ini dapat dirujuk Modul Manajemen Pangkalan Data.

4. Jaringan . .

Jaringan atau network adalah gabungan komputasi dengan komunikasi, yaitu suatu sistem
komputer yang memungkinkan seorang pemakai yang menggunakan terminal di tempat yang

122
FKM - UNSRAT
terpisah dapat berinteraksi secara elektronik dengan komputer pusat. Interaksi ini dilakukan dengan
menggunakan modem dan sambungan telepon atau perangkat lain. Sebuah komputer dapat
bertukar informasi dengan komputer-komputer lain dan bahkan "meminjam" processing unit-nya
melalui sebuah janngan.
Terdapat beberapa jenis jaringan menurut tatanan fisiknya atau topologinya. Yang cukup
dikenal ada tiga, yaitu (a) topologi bintang, (b) topologi cincin, dan (3) topologi bus. Topologi
Bintang adalah tatanan di mana setiap komputer terminal dihubungkan secara langsung dengan
komputer pusat yang berfungsi sebagai prosesor dan pengatur pengiriman data dari satu terminal ke
terminal lain. Topologi cincin adalah tatanan dimana semua komputer dalam janngan berhubungan
secara setara dalam suatu lingkaran, dan setiap paket data berjalan mengelilingi lingkaran dengan
membawa "tanda" yang menunjukkan terminal mana pengirim atau penerima data tersebut.
Sedangkan Topologi Bus adalah tatanan yang merangkai semua komputer dalam jaringan dengan
satu kabel "tulang punggung" (backbone) yang memiliki penghenti sinyal (signal terminator) di
kedua ujungnya. Konfigurasi ini dikenal juga sebagai Ethernet, yang merupakan salah satu jaringan
paling disukai saat ini. Lebih jelasnya dapat disimak Gambar 7.3.
Gambar 7.3. Topologi-topologi jaringan komputer

Jaringan lokal atau local area network (LAN) adalah jaringan yang menghubungkan
sejumlah komputer dalam satu gedung menggunakan kabel atau gelombang radio. Sedangkan
jaringan luas atau wide area network (WAN) adalah jaringan yang menghubungkan sejumlah
komputer dengan fasilitas komunikasi jarak jauh. Dalam LAN terdapat satu komputer pusat yang
disebut server, yang mengendalikan jaringan dan biasanya dilengkapi dengan program-program
komputer yang umum dipakai dan pangkalan data.

123
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

WAN menghubungkan komputer-komputer di berbagai tempat yang berjauhan melalui


sambungan telepon, gelombang mikro, atau Internet. Internet adalah sebuah jaringan skala dunia
dari jaringan- jaringan komputer. Saat ini sudah lebih dari 100 juta komputer tergabung dalam
Internet untuk saling bertukar informasi dengan topik-topik yang tak terhingga banyaknya. Kita
dapat mengakses berbagai macam informasi yang bermanfaat yang berada di tempat atau bahkan
negara lain dengan "mengunjungi homepage yang terpampang di World Wide Web (WWW). WWW
inilah yang akan memberitahu kita lokasi elektronik dari sumber informasi tertentu yang ditulis
dengan HTML (hypertext markup language). Sudan tentu, kita pun dapat membuat homepage untuk
menyajikan informasi yang kita miliki agar dapat diakses oleh siapa pun.

Penutup
Telah dibahas tiga hal penting dalam kaitannya dengan manajemen data, yaitu
mengupayakan mutu data, pengiriman data, dan pengolahan data. Pembahasan tentang mutu data
berkisar pada hal-hal yang dapat mempengaruhi mutu data dan bagaimana upaya untuk
mendapatkan data yang baik. Pembahasan tentang pengiriman data menyangkut perihal bagaimana
data ditransfer di antara pelaku-pelaku Sistem Kesehatan dalam rangka mengupayakan agar
keputusan-keputusan baik administratif, politik maupun manajemen didasarkan kepada informasi
yang dapat diandalkan (realible). Dalam hal ini telah dibahas pengiriman data secara vertikal dan
pengiriman data secara horizontal. Sedangkan pembahasan tentang pengolahan data
menyangkut perihal bagaimana data mentah diproses untuk mengubahnya menjadi informasi yang
berguna bagi para pelaku Sistem Kesehatan. Dalam pembahasan ini tercakup uraian tentang
pembersihan data, pembuatan tabel-tabel sebagai ringkasan data, dan pembuatan sajian-sajian
informasi dalam berbagai bentuk.
Telah dibahas pula tentang penggunaan komputer dalam pengolahan data pada khususnya
dan Sistem Informasi Kesehatan pada umumnya.

124
8
FKM - UNSRAT

B A B

Manajemen Sistem
Informasi Kesehatan yang lain, memerlukan manajemen yang baik.
Oleh karena Sistem Informasi engelola Sistem Informasi Kesehatan, sebagaimana
mengelola sistem-sistem

M
Kesehatan harus terdapat di semua tingkat administrasi kesehatan (Operasional,
Kabupaten/Kota, dan Provinsi), maka manajemen Sistem Informasi Kesehatan pun harus
diselenggarakan di semua tingkat administrasi kesehatan tersebut.
Pokok Bahasan ini tidak akan menguraikan perihal manajemen secara ilmiah dan
berpanjang-panjang, melainkan hanya akan membahas hal-hal yang bersifat praktis. Asumsinya,
semua peserta sudah memahami uraian secara teoritis tentang manajemen secara umum.

Pengertian Manajemen Sistem Informasi Kesehatan


Harold Koontz, seorang pakar manajemen, menyatakan bahwa manajemen itu dapat
didekati dari berbagai sudut, yaitu (1) dari sudut proses, (2) dari sudut empiris, (3) dari sudut
perilaku manusia, (4) dari sudut sistem sosial, (5) dari sudut teori keputusan, dan (6) dari sudut
matematik.
Dari sudut proses dikatakan bahwa "manajemen adalah proses mengupayakan agar segala
sesuatu dapat dilaksanakan oleh orang-orang yang bekerja dalam suatu organisasi." Dari sudut
empiris dikatakan bahwa "manajemen adalah kajian terhadap pengalaman-pengalaman dalam
memecahkan masalah untuk diterapkan dalam situasi/ yang lain". Dari sudut perilaku manusia
dikatakan bahwa "karena manajemen bersangkut-paut dengan manusia, maka inti dari
manajemen adalah hubungan pribadi antar manusia". Dari sudut sistem sosial dikatakan
bahwa "manajemen harus memperhatikan saling-kait antar berbagai budaya yang dibawa oleh
anggota-anggota organisasi". Dari sudut teori keputusan dikatakan bahwa "gerak dari
manajemen ditentukan oleh kecepatan dan ketepatan dalam pengambilan keputusan-keputusan‖.
Sedangkan dari sudut matematik dikatakan bahwa "pengambilan keputusan dapat didukung

125
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

dengan model-model matematik seperti riset operasi, dan lain-lain". Kesemuanya itu juga
berlaku bagi manajemen Sistem Informasi Kesehatan.
Selanjutnya Harold Koontz menyatakan bahwa sebagai suatu proses, manajemen terdiri atas
kegiatan-kegiatan: (1) perencanaan, (2) pengorganisasian, (3) pengembangan tenaga, (4)
bimbingan dan pengarahan, serta (5) pengendalian. Hal ini pun berlaku pula bagi manajemen Sistem
Informasi Kesehatan.
Theo Lippeveld, Rainer Sauerbom, dan Claude Bodart dalam buku Design and
implementation of health information system (WHO, 200) menyatakan bahwa pada hakikatnya apa
yang dilakukan dalam kegiatan-kegiatan manajemen adalah berkaitan dengan sumber daya. Dalam
tahap perencanaan, maka yang dilakukan adalah menetapkan pengalokasian dana, tenaga,
peralatan, waktu, dan lain-lain untuk mencapal tuiuan yang telah ditetapkan. Dalam
pengorganisasian dan pengembangan tenaga, yang dilakukan adalah menetapkan pembagian tugas
dan fungsi dan orang-orang atau kelompok-kelompok orang, yang kemudian diwadahi dalam suatu
struktur. Dalam bimbingan dan pengarahan, yang dilakukan adalah mengupayakan keseimbangan
antara sumber daya manusia dengan sumber daya lain, agar tenaga-tenaga yang ada dapat bekerja
dengan baik. Selain itu juga diciptakan organisasi pembelajaran dan diterapkan teknik-teknik
motivasi yang sesuai bagi orang-orang yang bekerja. Sedangkan dalam pengendalian, yang
dilakukan adalah penetapan kebijakan dan peraturan-peraturan yang diperlukan sebagai rambu-
rambu agar orang-orang selalu bekerja dalam koridor yang sesuai untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Atas dasar ini maka mereka menyatakan bahwa walaupun manajemen Sistem Informasi
Kesehatan secara terinci mungkin berbeda antara satu Daerah dengan Daerah lain, tetapi pada
hakikatnya sama, yaitu secara konseptual membutuhkan suatu struktur manajemen. Struktur
manajemen terhadap Sistem Informasi Kesehatan mencakup paling sedikit dua komponen yaitu (1)
sumber daya, dan (2) peraturan perundang-undangan. Pengembangan kedua komponen inilah yang
berbeda antara satu Daerah dengan Daerah lain, dan bervariasi pula dalam keluasan serta
kedalamannya.
Sumber daya penting yang harus diperhatikan meliputi tenaga, perangkat keras komputer,
perangkat lunak komputer, bahan-bahan, dan dana. Sedangkan peraturan perundang-undangan
diperlukan untuk menjamin penggunaan yang optimum terhadap sumber daya bagi Sistem Informasi
Kesehatan.

126
FKM - UNSRAT

Kebutuhan Sumber Daya


Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan tidak hanya harus mempertimbangkan
kebutuhan informasi, melainkan juga sumber daya yang tersedia di suatu daerah. Keberhasilan atau
kegagalan Sistem Informasi Kesehatan di waktu-waktu yang lalu banyak berkaitan dengan masalah-
masalah sumber daya di tingkat operasional (yang merupakan titik menentukan dalam pengumpulan
data) dan juga di tingkat Kabupaten/Kota.

1. Tenaga

Di banyak Daerah, kalau tidak boleh dikatakan semua Daerah, proses pengumpulan data
merupakan sesuatu yang sangat mengganggu. Perawat atau bidan harus menghabiskan waktu
berhari-hari untuk mengisi laporan. Padahal waktu itu sebenarnya sangat berharga bagi pelayanan
pasien atau klien. Oleh karena itu dalam penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan, haruslah
diingat bahwa tugas utama pemberi pelayanan kesehatan adalah melayani pasien/klien. Tugas
mencatat data haruslah dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu tugas
utama tersebut. Sedangkan untuk tugas membuat laporan sebaiknya dipertimbang-kan adanya
tenaga khusus (misalnya Statistisi) yang sekaligus mengelola Sistem Informasi Kesehatan.
a. Di Unit Pelayanan Kesehatan Dasar
Di unit pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas, tenaga kesehatan bertugas melaksanakan
manajemen pasier/klien agar dapat dicapai pelayanan kesehatan kuratif dan preventif yang efektif.
Oleh karena itu tugas-tugas administratif, termasuk pencatatan data, haruslah sedemikian rupa
sehingga tidak sampai mengganggu tugas melayani pasien/klien. Mengumpulkan data yang dapat
dan harus digunakan setempat untuk menjaga dan meningkatkan pelayanan kesehatan adalah
tugas utama dari pengelola Sistem Informasi Kesehatan di unit itu. Mengumpulkan data di luar itu
hanya akan menambah beban dan merupakan pemborosan tenaga yang sebenarnya terbatas.
Pembagian tugas di bidang informasi kesehatan antara tenaga kesehatan dan tenaga
informasi (misalnya Statistisi) di unit pelayanan kesehatan dasar adalah sebagai berikut.
Tenaga kesehatan;
1) Mencatat data pasien/klien sebagai bagian dari pelayanan kesehatan yang
diselenggarakannya,

127
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

2) Setiap hari (usai jam pelayanan) menghitung data yang dicatat dan menyerahkannya
kepada Statistisi.
Statistisi:
1) Mengagregat data harian yang diserahkan oleh para petugas kesehatan.
2) Membuat laporan bulanan/kuartalan ke Dinas Kesehatan.
3) Menghitung cakupan wilayah untuk pelayanan-pelayanan penting dan membuat petanya.
4) Memantau indikator-indikator kunci menggunakan grafik, tabel atau bentukbentuk lain.
5) Mengolah dan menganalisis data serta menyajikan informasi untuk manajemen dan
mendiskusikannya dengan Pimpinan Unit.
6) Mengolah dan menganalisis data serta menyajikan informasi untuk masyarakat dan
mendiskusikannya dengan para kader dan pemuka masyarakat.
7) Membantu para kader untuk menyelenggarakan sensus, registrasi vital, dan survei mawas diri.
Apabila Statistisi yang bersangkutan tidak memiliki latar belakang pendidikan di bidang
kesehatan, maka keterlibatan Pimpinan Unit atau tenaga kesehatan yang ditugasi, sangat penting
dalam analisis data.
b. Di Rumah Sakit Kabupaten/Kota
Rumah Sakit memerlukan Sistem Informasi Kesehatan yang tugas utamanya melayani
fungsi-fungsi klinik dan administratif yang secara langsung dapat meningkatkan mutu pelayanan.
Fungsi klinik mencakup rekam medik, hasil diagnosis, akses kepada kode diagnosis dan prosedur
standar (misalnya ICD-10), catatan untuk informasi esensial tentang pasien (evaluasi terhadap risiko
obstetrik), atau peringatan bila terjadi ketidaksesuaian obat dan kontra indikasi. Sedangkan fungsi
administratif mencakup arus pasien antara registrasi dan instalasi-instalasi, akuntansi dan
penagihan, serta inventarisasi perbekalan farmasi.
Sistem Informasi Kesehatan di Rumah Sakit memantau kondisi keuangan Rumah Sakit, mutu
pelayanan, jenis dan volume pelayanan, lama perawatan, angka kematian, dan angka kesakitan.
Sebagaimana di unit pelayanan kesehatan dasar, tugas pencatatan data pelayanan di Rumah
Sakit juga dibebankan kepada para pemberi pelayanan kesehatan atau tenaga kesehatan (dokter,
perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lain). Selanjutnya pengelolaan data rekam medik itu
sebaiknya diserahkan kepada tenaga khusus, yaitu Perekam Medik. Sedangkan tugas pencatatan

128
FKM - UNSRAT
data administratif dibebankan kepada tenaga administratif (tata usaha, kepegawaian, logistik, dan
lain-lain). Selanjutnya pengelolaan catatan data administratif sebaiknya diserahkan kepada tenaga
khusus, yaitu Statistisi. Perekam Medik dan Statistisi ini secara bersama-sama bertanggung jawab
terhadap pengelolaan Sistem Informasi Kesehatan dari Rumah Sakit yang bersangkutan.
Pembagian tugas di bidang informasi kesehatan antara tenaga kesehatan, tenaga
administrasi, dan tenaga informasi (yaitu Perekam Medik dan Statistisi) di Rumah Sakit adalah
sebagai berikut.
Tenaga Kesehatan:
1) Mencatat data pasien/klien sebagai bagian dari pelayanan kesehatan yang
diselenggarakannya.
2) Setiap hari (usai jam pelayanan) menghitung data yang dicatat dan menyerahkannya
kepada Perekam Medik.
Tenaga Administrasi:
1) Mencatat data administrasi sebagai bagian dari pelayanan administratif yang diselenggaraknnya.
2) Setiap hari (usai jam pelayanan) menghitung data yang dicatat dan menyerahkannya
kepada Statistisi.
Tenaga Informasi (Perekam Medik dan Statistisi):
1) Mengagregat data harian pasien dan data harian administrasi yang diserahkan oleh tenaga
kesehatan dan tenaga administrasi.
2) Membuat laporan bulanan/tiga bulanan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
3) Memantau kegiatan-kegiatan Rumah Sakit yang esensial (penerimaan pasien, lama perawatan,
kematian, waktu tunggu, dan waklu pelayanan).
4) Memantau kesehatan keuangan Rumah Sakit (khususnya Cost Recovery).
5) Mengevaluasi berfungsinya sistem rujukan.
6) Mengolah dan menganalisis data serta menyajikan informasi dan mendiskusikannya
dengan Pimpinan Rumah Sakit.
7) Mengupayakan penggunaan informasi untuk peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit.

c. Di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota


Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus memberikan dukungan informasi kepada unit-unit
kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit, dan lain-lain) di wilayahnya. Di samping itu, Sistem Informasi
Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota juga harus menyediakan informasi bagi manajemen

129
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota, yaitu dengan memenuhi kebutuhan informasi dari Kepala Dinas
Kesehatan, Forum Kerjasama Lintas Sektor, dan pihak-pihak berkepentingan (stake holders) lainnya.
Di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebaiknya diangkat minimal dua orang Statistisi senior
(paling rendah Ajun Statistisi Muda, golongan II/d) sebagai tenaga purnawaktu pengelola Sistem
Informasi Kesehatan yang purna-waktu. Walaupun tugas-tugas yang ada mungkin dapat ditangani
hanya oleh seorang Statistisi, tetapi sebaiknya diangkat dua orang Statistisi. Hal ini agar tugas tetap
dapat dijalankan apabila salah seorang dari mereka berhalangan. Lagi pula, dengan dikerjakan oleh
dua orang tugastugas akan lebih cepat selesai dan mutunya mungkin dapat lebih baik. Akan lebih
baik lagi bila untuk Sistem Informasi Kesehatan di Kabupaten/Kota dapat diperbantukan secara
paruh-waktu tenaga Epidemiolog.

Tenaga pengelola Sistem Informasi Kesehatan sebaiknya dilibatkan dalam kegiatan


bimbingan dan supervisi ke unit-unit kesehatan, karena mereka juga harus memberikan bimbingan
dalam pengumpulan data. Adapun-tugas mereka secara lebih lengkap adalah sebagai berikut:
1) Mengagregasi data yang dikirim (melalui laporan) oleh unit-unit kesehatan.
2) Mengumpulkan data dari sektor-sektor terkait di luar kesehatan.
3) Memantau indikator-indikator kunci dan menyusun Profil Kesehatan Kabupaten/Kota
serta mendistribusikannya.
4) Membuat laporan tiga bulanan ke Dinas Kesehatan Provinsi.
5) Membuat dan atau meremajakan peta cakupan pelayanan wilayah Kabupaten/Kota.
6) Mengolah dan menganalisis data serta menyajikan informasi dan mendiskusikannya
dengan Kepala Dinas Kesehatan, Kepala-kepala Subdinas Kesehatan dan Forum Kerjasama Lintas
Sektor.
7) Melakukan bimbingan dan supervisi kegiatan informasi kesehatan di unit-unit kesehatan.

d. Di Dinas Kesehatan Provinsi


Dinas Kesehatan Provinsi bertugas mengkoordinasikan, mengawasi dan membimbing
Dinas-dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Demikian juga dalam hal pengembangan Sistem Informasi
Kesehatan. Informasi yang dihasilkan juga harus dapat memenuhi kebutuhan untuk

130
FKM - UNSRAT
penyelenggaraan manajemen Sistem Kesehatan Provinsi, yaitu kebutuhan dari Kepala Dinas
Kesehatan, para Kepala Subdinas Kesehatan, dan Forum Kerjasama Lintas Sektor.
Di Dinas Kesehatan Provinsi sebaiknya juga diangkat minimal dua orang Statistisi senior
(paling rendah Ajun Statistisi Madya, golongan III/a) sebagai tenaga purna-waktu pengelola Sistem
Informasi Kesehatan. Juga akan lebih baik apabila dapat diperbantukan secara paruh-waktu tenaga
Epidemiolog senior.
Tugas Statistisi di Dinas Kesehatan Provinsi ini adalah sebagai benkut:
1) Mengagregasi data yang dikirim (melalui laporan) oleh Dinas-dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
2) Mengumpulkan data dari sektor-sektor terkait di luar kesehatan
3) Memantau indikator-indikator kunci dan menganalisis variasi besaran indikator antar
Kabupaten/Kota.
4) Menyusun Profil Kesehatan Provinsi dan mendistribusikannya.
5) Membuat laporan tiga bulanan ke Departemen Kesehatan.
6) Membuat dan atau meremajakan peta cakupan pelayanan wilayah Provinsi.
7) Mengolah dan menganalisis data serta menyajikan informasi dan mendiskusikannya dengan
Kepala Dinas Kesehatan, Kepala-kepala Subdinas Kesehatan, dan Forum Kerjasama Lintas
Sektor.
8) Melakukan bimbingan dan supervisi kegiatan informasi kesehatan di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.

2. Pelatihan Tenaga

Efektivitas Sistem Informasi Kesehatan dalam menyediakan dukungan informasi kepada para
pengambil keputusan, manajer, dan pemberi pelayanan kesehatan tergantung kepada adanya
tenaga-tenaga pengelola yang terlatih. Tenaga pengelola Sistem Informasi Kesehatan tidak hanya
harus menguasai teknik-teknik pengelolaan data, melainkan juga harus akrab dengan definisi kasus
dan standar-standar pelayanan kesehatan. Oleh karena itu kepada mereka harus diberikan
pelatihan-pelatihan secara terencana. Untuk efisiens pelatihan bagi tenaga pengelola Sistem
Informasi Kesehatan di Daerah seyogianya diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan
Departemen Kesehatan.
Pelatihan untuk tenaga pengelola Sistem Informasi Kesehatan mencakup pelatihan
dasar, kursus-kursus penyegar, pelatihan pengembangan, dan bimbingan reguler dalam supervisi.

131
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Pelatihan dasar diberikan sekaligus untuk memenuhi persyaratan menduduki jabatan fungsional
Statistisi. Dalam buku Pedoman Jabatan Fungsional Statistisi di lingkungan Departemen Kesehatan
R.I. disebutkan bahwa syarat untuk pengangkatan pertama kali sebagai Statistisi adalah:
a. Berstatus sebagai pegawai negeri sipil.
b. Berijazah serendah-rendahnya Diploma I bidang Statistik atau SMTA ditambah
pendidikan/pelatihan bidang Statistik.
c. Memiliki pengetahuan dan atau pengalaman dalam bidang tertentu yang berhubungan dengan
kegiatan perstatistikan.
d. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam DP3 minimal bernilai baik.
e. Sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebelum mencapai batas usia pensiun berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena Statistisi ini bekerja di bidang kesehatan dan sesuai dengan perkembangan
penerapan teknologi komputer, maka pelatihan dasar bagi Statistisi sebaiknya juga mancakup
materi epedemiologi dan penggunaan komputer.
Pelatihan-pelatihan pengembangan, selain untuk menambah kemampuan di bidang Statistik,
sebaiknya juga diarahkan agar para Statistisi selalu dapat mengikuti perkembangan teknologi
komputer atau telematika.

3. Peralatan dan Bahan

Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan tugas-tugas Sistem Informasi Kesehatan,


pemerintah harus menyediakan cukup peralatan dan bahan bagi Sistem Informasi Kesehatan di
berbagai tingkat administrasi. Selain itu, diperlukan juga prosedur pengadaan, penyimpanan, dan
distribusi yang efektif, sehingga bahan-bahan itu tersedia pada saat dibutuhkan.
Contoh dari peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk Sistem Informasi Kesehatan adalah
sebagai berikut:
a. Kartu rekam medik pasien/klien (untuk Puskesmas dan Rumah Sakit).
b. Kartu indeks pasien/klien.
c. Register untuk pasien rawat jaian dan lembar untuk "tally".
d. Register untuk pasien rawat inap dan lembar untuk "tally".

132
FKM - UNSRAT
e. Register perawatan ibu.
f. Register khusus (keluarga berencana, HIV/AIDS, tuberkulosis, malaria, dan penyakitpenyakit
penting lainnya).
g. Register data masyarakat (outreach).
h. Karton/kertas lebar untuk membuat chart dari indikator-indikator kunci.
i. Formulir-fbrmulir catatan dan laporan keuangan.
j. Kartu stok obat.
k. Formulir-formulir laporan bulanan/tiga bulanan.
l. Pedoman-pedoman.
m. Alat-alat tulis.
n. Kalkulator.
o. Komputer (perangkat keras, perangkat lunak, dan bahan-bahan), termasuk peralatan periferi dan
peralatan untuk berjaringan.

4. Dana

Dana merupakan sumber daya yang paling penting, karena semua sumber daya lain dan
kegiatan-kegiatan Sistem Informasi Kesehatan sangat ditentukan oleh ketersediaan dana.
Dana yang disediakan mencakup dana untuk investasi, dana untuk kegiatan, dan dana untuk
pemeliharaan sumber daya. Ketiga komponen dana itu hendaknya berimbang. Setiap investasi,
apakah itu berupa rekrutmen tenaga atau pengadaan peralatan, harus diimbangi dengan biaya
untuk operasionalisasi dan pemeliharaannya. Dana untuk pemeliharaan tenaga adalah berupa dana
untuk pendidikan/pelatihan.
Sangat sulit untuk menetapkan berapa dana yang diperlukan untuk penyelenggaraan
Sistem Informasi Kesehatan. Dalam kondisi terbatasnya kemampuan keuangan pemerintah, lebih
baik pengembangan Sistem Informasi Kesehatan yang menyesuaikan dengan kemampuan
Pemerintah Daerah menyediakan dana untuk itu. Untuk Daerah-daerah yang mendapat alokasi dana
melalui proyek-proyek tertentu, penyediaan dana untuk Sistem Informasi Kesehatan pun harus
mempertimbangkan kemampuan Daerah untuk melanjutkannya.

133
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Peraturan Perundang-undangan
Tersedianya sumber daya untuk Sistem Informasi Kesehatan saja tidaklah cukup.
Seperangkat peraturan perundang-undangan diperlukan untuk menjamin penggunaan yang
optimum terhadap sumber-sumber daya yang ada dalam mendukung proses menghasilkan
informasi. Peraturan perundang-undangan itu yang diperlukan itu berupa (1) aturan untuk
manajemen Sistem Informasi Kesehatan secara menyeluruh, (2) standar untuk pengumpulan
data, (3) aturan dalam rangka pengiriman dan pengolahan data serta pelaporan, (4) aturan
berkaitan dengan kerahasiaan dan privasi, (5) aturan dan standar berkaitan dengan pelatihan, (6)
aturan tentang pengadaan dan distribusi peralatan dan bahan, dan (7) aturan berkaitan dengan
jaminan mutu.

1. Aturan Untuk Manajemen Sistem Informasi Kesehatan

Salah satu dan keputusan-keputusan awal yang dihadapi Daerah dalam menata kembali
Sistem Informasi Kesehatannya adalah di mana meletakkan tanggung jawab untuk manajemen
Sistem Informasi Kesehatan tersebut. Letak dari unit yang bertanggung-jawab terhadap manajemen
Sistem Informasi Kesehatan menunjukkan seberapa jauh informasi kesehatan dianggap penting di
Daerah tersebut. Letak ini juga menentukan seberapa besar daya jangkau yang dimiliki oleh unit
tersebut.
Di Daerah yang menghargai pentingnya Sistem Informasi Kesehatan, unit penanggung-
jawabnya diletakkan cukup tinggi di dalam struktur organisasi Dinas Kesehatan. Selain cukup tinggi,
letaknya pun sedemikian rupa sehingga daya jangkaunya mencakup seluruh Dinas Kesehatan
(misalnya dengan meletakkannya langsung di bawah Kepala Dinas, atau di bawah Kepala Bagian
Tata Usaha, dan bukan di bawah salah satu Kepala Subdinas).
Pengaturan tentang letak unit penanggung jawab Sistem Informasi Kesehatan tentu harus
tercantum dalam Peraturan Daerah tentang organisasi Dinas Kesehatan.
Aturan juga harus dibuat tentang bagaimana menjamin agar Sistem Informasi Kesehatan
mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan informasi dari mereka yang berkepentingan
(stakeholders) terhadap Pembangunan Daerah di bidang Kesehatan. Juga aturan yang menjamin
diperolehnya data yang bermutu dan berlangsungnya pengirman data baik secara vertikal maupun
horizontal.

134
FKM - UNSRAT
2. Standar Untuk Pengumpulan Data

Data akan dapat diperbandingkan hanya apabila dikumpulkan dengan menggunakan


pendekatan yang sama. Atau jika data itu telah divalidasi bahwa pendekatan yang berbeda
menghasilkan data yang sama. Untuk itu maka diperlukan standar prosedur, baik prosedur
pengumpulan data maupun prosedur validasi data.
Standar pengumpulan data juga mencakup definisi-definisi yang jelas tentang kasus baik
untuk klinik maupun pelayanan-pelayanan lain. Karena adanya perbedaan kemampuan petugas,
maka pedoman tentang standar harus dibuat sesuai dengan tingkat kemampuan petugas. Misalnya,
untuk Rumah Sakit, pedoman tentang definisi kasus dapat diambil dari ICD-9 atau ICD-10. Tetapi
untuk Puskesmas mungkin cukup digunakan kategorisasi penyakit berdasar gejala. Para petugas
pelayanan rawat jalan harus dapat membedakan pasien baru dan pasien lama untuk penyakit yang
sama. Selain itu perlu adanya aturan yang menjamin agar data dilaporkan dengan cara yang sama
di semua unit kesehatan. Misalnya, jika kasus tertentu harus dilaporkan menurut golongan umur,
maka semua unit kesehatan harus mematuhi hal ini. Jika tidak, maka data yang terkumpul tidak
dapat dianalisis dari segi umur.

3 Aturan Pengiriman dan Pengolahan Data serta Pelaporan

Data akan digunakan hanya jika data itu tersedia pada saat dibutuhkan. Untuk itu diperlukan
aturan yang menetapkan tentang jadwal yang jelas dan realistik bagi pengiriman data. Jadwal ini
mencakup pengiriman dan tingkat administrasi terendah sampai pengiriman dari Kabupaten/Kota ke
Provinsi. Jadwal ini sekaligus juga akan menunjukkan kapan setiap unit kesehatan harus
menyelesaikan pengolahan datanya.
Jadwal yang pasti juga harus ditetapkan untuk pengiriman umpan-balik serta pelaksanaan
bimbingan dan supervisi. Jadwal untuk umpan-balik dan supervisi seyogianya disamakan karena
keduanya saling menunjang.
Kegiatan administrasi, termasak manajemen keuangan dan persediaan, biasanya dilaporkan
bulanan atau tiga bulanan. Sedangkan inventarisasi tenaga, inventarisasi peralatan, dan kondisi fisik
dari unit kesehatan dapat dilaporkan setahun sekali. Periode laporan apa pun yang dipilih, jadwal
yang pasti harus ditetapkan dan dikomunikasikan ke seluruh unit kesehatan. Jika interval pelaporan
cukup panjang, maka diperlukan sistem pengingat atau teguran.

135
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

4. Aturan Tentang Kerahasiaan dan Privasi

Pasien/klien berharap agar kerahasiaan dan privasinya dilindungi pada saat ia memberikan
data tentang dirinya kepada petugas kesehatan. Oleh karena itu diperlukan pengaturan yang
menjamin bahwa informasi tentang pasien/klien tidak keluar dari unit kesehatan dan dapat keluar
hanya atas izin/sepengetahuan pasien/klien bersangkutan.
Sebagai prinsip, semua data pasien/klien harus dianggap suatu yang bersifat rahasia. Prinsip
ini tidak boleh dilanggar, walaupun kepada keluarga pasien/klien. Namun demikian terdapat
beberapa perkecualian di mana privasi tadi harus dikalahkan, yaitu kewajiban untuk melindungi
masyarakat dari ancaman kesehatan yang serius. Penyakitpenyakit tertentu yang wajib dilaporkan
termasuk dalam kategori ini.

5. Aturan dan Standar Untuk Pelatihan

Sebagaimana disebutkan di muka, para pengelola Sistem Informasi Kesehatan memerlukan


pelatihan, baik berupa kursus penyegar maupun pelatihan pengembangan.
Untuk menjaga mutu pelatihan diperlukan berbagai macam aturan dan standar. Harus dibuat
aturan yang menetapkan siapa (unit mana) yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
pelatihan dan berhak mengeluarkan sertifikat pelatihan. Perlu pula disusun pedoman prosedur untuk
mengidentifikasi kebutuhan pelatihan (training need assessment). Juga perlu ditetapkan standar
penyelenggaraan pelatihan (kurikulum pelatihan, lama pelatihan, kualifikasi pelatih, dan lain-lain)
serta standar modul pelatihan.
6. Aturan Pengadaan dan Distribusi Peralatan dan Bahan

Dalam rangka pengadaan peralatan, maka yang penting diupayakan adalah adanya standar
yang akan memudahkan dalam perawatan dan pengembangannya (merek yang sama, konfigurasi
yang serupa, dan lain-lain). Standar ini misalnya akan memungkinkan dilakukannya tukar-menukar
suku cadang. Dalam hal perangkat lunak komputer, standarisasi akan memudahkan dalam pelatihan
penggunaan perangkat lunak tersebut. Hal yang sama berlaku untuk bahan-bahan atau instrumen
seperti kartu rekam medik, register, formulir laporan, dan lain-lain.
Distribusi peralatan dan bahan untuk Sistem Informasi Kesehatan sebaiknya menggunakan
sistem distribusi yang digunakan untuk obat dan alat/bahan kesehatan. Hal ini akan memudahkan

136
FKM - UNSRAT
dalam pemantauannya karena sistem distribusi obat dan alat/bahan kesehatan umumnya sudah
berjalan cukup lama.
Berakitan dengan pengaturan dan standarisasi pengadaan dan distribusi peralatan dan
bahan, kiranya perlu diatur juga prosedur penyimpanan dan pemeliharaannya.

7. Aturan Tentang Jaminan Mutu

Pelatihan petugas dalam rangka Sistem Informasi Kesehatan tidak menjamin akan
diperolehnya data yang bermutu dan dipatuhinya pelaporan. Karena itu masih diperlukan aturan-
aturan yang dapat menambah jaminan akan mutu data. Aturan ini adalah tentang bimbingan dan
supervisi dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke unit-unit kesehatan, dan dari Dinas Kesehatan
Provinsi ke Dinas-dinas Kesehatan Kahupaten/Kota.
Bimbingan dan supervisi harus terstruktur dan harus secara sistematis mengevaluasi
kegiatan-kegiatan Sistem Informasi Kesehatan menggunakan "checklist". Tidak semun hal harus
dicakup dalam bimbingan dan supervisi. Petugas bimbingan dan supervisi sebaiknya memfokus
hanya pada hal-hal yang memerlukan peningkatan.

Penutup
Manajemen Sistem Informasi Kesehatan akan menjamin terselenggaranya dengan baik fungsi
Sistem Informasi Kesehatan dalam mengembangkan lingkungan yang kaya akan informasi. Selain
itu, juga akan menjamin berperannya dengan baik Sistem Informasi Kesehatan dalam
perencanaan dan manajemen kesehatan (manajemen pasien/klien, manajemen unit kesehatan,
dan manajemen Sistem Kesehatan).
Landasan bagi manajemen Sistem Informasi Kesehatan adalah struktur manajemen
yang solid, yang mencakup sumber daya dan peraturan perundangundangan yang diperlukan untuk
mendukung proses dari Sistem Informasi Kesehatan.
Bab ini telah memberikan petunjuk tentang bagaimana merencanakan, mendapatkan dan
mengelola sumber daya Sistem Informasi Kesehatan yang efisien dengan situasi pembiayaan yang
diberikan. Juga dijelaskan bagaimana menyusun aturanaturan organisasi yang menjamin kualitas
dan ketepatan waktu informasi yang dihasilkan. Manajer Sistem Informasi Kesehatan di tingkat
nasional, regional dan daerah memegang peran penting dalam mengembangkan dan menerapkan
aturan-aturan ini dan menyesuaikannya dengan aturan negara.

137
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Sistem Informasi Kesehatan di


B A B 9
Indonesia
D Kesehatan Nasional (SIKNAS), yaitu semenjak diciptakannya Sistem Pencatatan epartemen
Kesehatan sudah sejak lama mengembangkan Sistem Informasi
dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) pada awal tahun 1970an. Pengembangan SIKNAS ini
semakin ditingkatkan dengan dibentuknya Pusat Data Kesehatan pada tahun 1984.

138
FKM - UNSRAT
Namun demikian, walau sudah terjadi banyak kemajuan, pengembangan SIKNAS ini masih
menghadapi hambatan-hambatan yang bersifat klasik, yang akhirnya menimbulkan masalah-
masalah klasik pula, yaitu berupa kurang akurat, kurang sesuai kebutuhan, dan kurang cepatnya
data dan informasi yang disajikan.
Untuk mendukung Reformasi di bidang Kesehatan, jelas strategi pengembangan SIKNAS
harus diubah. Reformasi di bidang Kesehatan telah menetapkan Visi Pembangunan Kesehatan
yang tercermin dalam motto "INDONESIA SEHAT 2010". Dengan adanya perubahan dinamis
pembangunan kesehatan dan adanya penyesuaian dengan Rencana Jangka Menengah Nasional
Tahun 2010-2014, maka Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan mengalami revisi dengan Visi Pembangunan Kesehatan 20102014 ‖
Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan‖.

Kedudukan SIK dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN)


Sejalan dengan perubahan Visi Pembangunan Kesehatan yang tercermin dalam Visi
Kementerian Kesehatan 2010-2014 ‖ Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan‖, maka motto
menjadi Indonesia Cinta Sehat yang juga sangat ditentukan oleh pencapaian Provinsi-provinsi Sehat,
Kabupaten-kabupaten Sehat, dan Kota-kota Sehat. Bahkan juga oleh pencapaian Kecamatan-
kecamatan Sehat dan Desa-desa Sehat.
Menurut World Health Organization (WHO) dalam buku ―Design and Implementaiton of
Health Information System‖ (2000) bahwa suatu sistem informasi kesehatan tidak dapat berdiri
sendiri, melainkan sebagai bagian dari suatu sistem kesehatan. Sistem informasi kesehatan yang
efektif memberikan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan semua jenjang. Sistem
informasi harus dijadikan sebagai alat yang efektif bagi manajemen. WHO juga menyebutkan bahwa
SIK merupakan salah satu dari 6 ―building blocks‖ atau komponen utama dalam suatu sistem
kesehatan. Enam komponen Sistem kesehatan tersebut adalah:
1. Service Delivery / Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan
2. Medical products, vacines, and technologies / Produk Medis, Vaksin, dan Teknologi Kesehatan
3. Health Workforce / Tenaga Kesehatan
4. Health System Financing / Sistem Pembiayaan Kesehatan
5. Health Information System / Sistem Informasi Kesehatan
6. Leadership and Governance / Kepemimpinan dan Pemerintahan

139
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

SIK disebut sebagai salah satu dari 7 komponen yang mendukung suatu sistem kesehatan,
dimana sistem kesehatan tidak bisa berfungsi tanpa satu dari komponen tersebut. SIK bukan saja
berperan dalam memastikan data mengenai kasus kesehatan dilaporkan tetapi juga mempunyai
potensi untuk membantu dalam meningkatkan efisiensi dan transparansi proses kerja. Sistem
Kesehatan Nasional terdiri dari dari tujuh subsistem, yaitu :
1. Upaya kesehatan;
2. Penelitian dan pengembangan kesehatan;
3. Pembiayaan kesehatan;
4. Sumber daya manusia kesehatan;
5. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan; 6. Manajemen, informasi, dan regulasi
kesehatan; dan
7. Pemberdayaan masyarakat.
Dalam Sistem Kesehatan Nasional, SIK merupakan bagian dari sub sistem manajemen,
informasi dan regulasi kesehatan. Subsistem manajemen dan informasi kesehatan diselenggarakan
guna menghasilkan fungsi-fungsi kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, informasi kesehatan
dan hukum kesehatan yang memadai dan mampu menunjang penyelenggaraan upaya kesehatan
secara berhasil guna dan berdaya guna. Dengan subsistem manajemen, informasi dan regulasi
kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna dapat mendukung penyelenggaraan keenam
subsistem lain dalam sistem kesehatan nasional sebagai satu kesatuan yang terpadu dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Terdapat beberapa prinsip Informasi Kesehatan dalam SKN diantaranya:
a. Informasi kesehatan mencakup seluruh data yang terkait dengan kesehatan yang berasal dari
sektor kesehatan ataupun dari berbagai sektor pembangunan lain.
b. Informasi kesehatan mendukung proses pengambilan keputusan di berbagai jenjang administrasi
kesehatan.
c. Informasi kesehatan disediakan sesuai dengan kebutuhan informasi untuk pengambilan
keputusan.
d. Informasi kesehatan yang disediakan harus akurat dan disajikan secara cepat dan tepat waktu,
dengan mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi.

140
FKM - UNSRAT
e. Pengelolaan informasi kesehatan harus dapat memadukan pengumpulan data melalui cara-cara
rutin (yaitu pencatatan dan pelaporan) dan cara-cara nonrutin (yaitu survei, dan lain-lain).
f. Akses terhadap informasi kesehatan harus memperhatikan aspek kerahasiaan yang berlaku di
bidang kesehatan dan kedokteran.
Pada uraian Bentuk Pokok Informasi Kesehatan disebutkan bahwa Sistem Informasi
Kesehatan Nasional (SIKNAS) dikembangkan dengan memadukan sistem informasi kesehatan
daerah dan sistem informasi lain yang terkait. Sumber data sistem informasi kesehatan adalah dari
sarana kesehatan melalui pencatatan dan pelaporan yang teratur dan berjenjang serta dari
masyarakat yang diperoleh dari survai, survailans dan sensus. Data pokok sistem informasi
kesehatan mencakup derajat kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumberdaya
manusia kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan
serta manajemen kesehatan. Pengolahan dan analisis data serta pengemasan informasi
diselenggarakan secara berjenjang, terpadu, multidisipliner dan komprehensif. Penyajian data dan
informasi dilakukan secara multimedia guna diketahui masyarakat secara luas untuk pengambilan
keputusan di bidang kesehatan.
Agar Sistem Kesehatan Nasional dapat bergerak, maka setiap penyelenggara harus bergerak
pula. Artinya, setiap penyelenggara harus melaksanakan Manajemen Kesehatan yang efektif, efisien
dan strategis dalam mendukung pencapaian Visi Pembangunan Kesehatan setempat. Oleh karena
Sistem Informasi pada hakikatnya dikembangkan untuk mendukung Manajemen Kesehatan, maka
setiap penyelenggara Sistem Kesehatan harus memiliki Sistem Informasi. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa SIKNAS adalah suatu sistem informasi yang dibangun dari kesatuan Sistem-sistem
Informasi dari para penyelenggara Sistem Kesehatan Nasional.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kedudukan Sistem Informasi Kesehatan
sangat penting dalam menunjang keberhasilan Manajemen Kesehatan yang merupakan salah satu
Subsistem SKN.

Masalah-masalah SIK di Indonesia


Pada perkembangannya Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia selalu menghadapi
hambatan-hambatan yang bersifat klasik, yang akhirnya menimbulkan masalah-masalah klasik pula,
yaitu berupa kurang akurat, kurang sesuai kebutuhan, dan kurang cepatnya data dan informasi yang
disajikan.

141
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Berdasarkan penelitian Bambang dkk. (1991) terdapat beberapa masalah pada sistem
informasi kesehatan di Indonesia diantaranya:
d. Data yang harus dicatat dan dilaporkan di unit-unit operasional sangat banyak, sehingga beban
para petugas menjadi berat.
e. Proses pengolahan data menjadi lama, sehingga hasil pengolahan data menjadi lama,
menyebabkan hasilnya menjadi tidak tepat waktu ketika disajikan dan diumpanbalikkan.
f. Data yang dikumpulkan terlalu banyak dibanding kebutuhannya, maka banyak data yang
akhirnya tidak dimanfaatkan.
Masalah-masalah klasik di atas akan diuraikan secara jelaskan berikut ini.

Sistem Informasi Kesehatan masih Terfragmentasi

Sebagaimana diketahui, di Departemen Kesehatan terdapat berbagai Sistem Informasi


Kesehatan yang berkembang sejak lama, tetapi satu sama lain kurang terintegrasi. Sistem-sistem
Informasi Kesehatan tersebut antara lain adalah:
a. Sistem Informasi Puskesmas
b. Sistem Informasi Rumah Sakit
c. Sistem Sun'eilans Terpadu
d. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
e. Sistem Informasi Obat
f. Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan, yang mencakup:
• Sistem Informasi Kepegawaian Kesehatan
• Sistem Informasi Pendidikan Tenaga Kesehatan
• Sistem Informasi Diklat Kesehatan
• Sistem Informasi Tenaga Kesehatan
g. Sistem Informasi IPTEK Kesehatan/Jaringan Litbang Kesehatan
Masing-masing sistem informasi tersebut cenderung untuk mengumpulkan data sebanyak-
banyaknya menggunakan cara dan format pelaporannya sendiri. Akibatnya unit-unit terendah
(operasional) seperti Puskesmas dan Rumah Sakit yang harus mencatat data dan melaporkannya

142
FKM - UNSRAT
menjadi sangat terbebani. Dampak negatifnya adalah berupa kurang akuratnya data dan lambatnya
pengiriman laporan data.
Fragmentasi juga terjadi dalam kancah lintas sektor. Derajat kesehatan masyarakat
sesungguhnya sangat ditentukan oleh sektor-sektor yang berkaitan dengan perilaku manusia dan
kondisi lingkungan hidup, di samping oleh sektor kesehatan. Akan tetapi selama ini informasi yang
berasal dari sektor-sektor terkait di luar kesehatan tidak pemah tereakup dalam Sistem Informasi
Kesehatan. Hal ini terutama disebabkan kurang jelasnya konsep kerjasama lintas sektor, sehingga
tidak pernah dirumuskan secara konkrit peran atau kegiatan penting apa yang perlu dilakukan oleh
sektor-sektor terkait bagi suksesnya pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya
(critical success factors).
Sebagian Besar Daerah Belum Memiliki Kemampuan Memadai

Walaupun Otonomi Daerah sudah dilaksanakan sejak awal tahun 2001, tetapi fakta
menunjukkan bahwa sebagian besar Daerah Kabupaten dan Daerah Kota belum memiliki
kemampuan yang memadai, khususnya dalam pengembangan Sistem Informasi Kesehatannya.
Selama berpuluh-puluh tahun kemampuan tersebut memang kurang dikembangkan, sehingga untuk
dapat membangun Sistem Informasi Kesehatan yang baik, Daerah masih memerlukan fasilitasi.
Beberapa Daerah Provinsi tampaknya sudah mulai mengembangkan Sistem Informasi
Kesehatannya karena adanya berbagai proyek pinjaman luar negeri (ADB3, CHN3, HP5, PHP, dan
lain-lain). Akan tetapi tampaknya pengembangan yang dilakukan masih kurang mendasar, kurang
komprehensif, dan tidak mengatasi masalah-masalah klasik yang ada. Setiap proyek cenderung
menciptakan sistem informasi kesehatan sendiri dan kurang memperhatikan kelangsungan sistem.
Banyak fasilitas komputer akhirnya kadaluwarsa ( out of date) atau rusak sebelum Sistem
Informasi Kesehatan yang diinginkan terselenggara. Yang belum rusak pun pada umumnya
bervariasi baik dalam spesifikasi perangkat kerasnya maupun perangkat lunaknya, sehingga satu
sama lain tidak bersesuaian (compatible).

Pemanfaatan Data dan Informasi oleh Manajemen Belum Optimal

Sistem informasi dengan manajemen adalah ibarat sistem saraf dengan jaringan tubuh.
Sistem saraf yang baik pun tidak akan ada artinya apabila jaringan tubuh yang ditopangnya mati
(nekrosis). Apa lagi bila ternyata sistem sarafnya pun buruk pula.

143
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Selama ini manajemen kesehatan yang dipraktekkan, khususnya di Daerah dan tingkat
operasional (Rumah Sakit, Puskesmas, dan lain-lain) tidak pernah jelas benar. Puskesmas
mengalami kelebihan beban yang sangat hebat ( overburdened) karena adanya "keharusan dari
atas" untuk melaksanakan sedemikian banyak program kesehatan. Jangankan untuk berperan
sebagai Pusat Pembangunan Kesehatan, untuk melaksanakan "tugas dari atas" saja sudah tidak
sempurna.Rumah sakit masih terombang-ambing antara manajemen yang harus menghasilkan
profit atau manajemen lembaga sosial. Daerah tidak kunjung dapat merumuskan Sistem Kesehatan
Daerahnya karena masih belum jelasnya Otonomi Daerah.

Kegalauan dalam manajemen kesehatan tersebut sudah barang tentu sangat besar
pengaruhnya bagi pemanfaatan informasi. Segala sesuatu yang serba "dari atas" juga menyebabkan
para manajer tidak pernah memikirkan perlunya memanfaatkan data untuk mendukung inisiatifnya.

Pemanfaatan Data dan Informasi Kesehatan oleh Masyarakat Kurang Dikembangkan

Akhir-akhir ini minat masyarakat untuk memanfaatkan data dan informasi, termasuk di
bidang kesehatan, sesungguhnya tampak meningkat secara nyata. Hal ini terutama karena dipacu
oleh revolusi di bidang telekomunikasi dan informatika (telematika) akibat makin meluasnya
penggunaan komputer danjaringannya (intranet dan internet). Namun demikian, tuntutan
masyarakat yang meningkat ini tampak kurang berkembang di bidang kesehatan karena kurangnya
respon.

Pemanfaatan Teknologi Telematika Belum Optimal

Kelemahan ini sebenarnya merupakan penyebab dari timbulnya kelemahan nomor 4 di atas.
Masalahnya tampaknya bukan karena biaya untuk teknologi telematika yang memang besar, tetapi
lebih karena apresiasi terhadap penggunaan teknologi telematika yang masih kurang, akibat
pengaruh budaya (kultur). Dalam banyak hal, rendahnya apresiasi ini juga dikarenakan alasan-
alasan yang masuk akal, yaitu rasio manfaat-biaya ( cost-benefit ratio) yang kurang memadai.
Investasi untuk teknologi telematika yang begitu besar belum dapat dijamin akan menghasilkan
manfaat yang sepadan.

144
FKM - UNSRAT
Lingkaran setan ini memang sulit ditentukan dari mana untuk memulai memutuskannya.
Namun demikian tentunya akan ideal apabila dapat dilakukan pendekatan serempak
mengembangkan pemanfaatan teknologi telematika dalam Sistem Informasi Kesehatan yang
dilandasi dengan upaya menggerakkan pemanfaatannya (terutama melalui pengembangan praktek-
praktek manajemen yang benar).

Dana untuk Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Terbatas

Kelemahan ini pun berkait dengan masalah rasio biaya-manfaat yang masih sangat rendah.
Padahal selain investasi, Sistem Informasi Kesehatan juga memerlukan biaya yang tidak sedikit
untuk pemeliharaannya. Banyak investasi yang sudah dilakukan, khususnya yang berupa
pemasangan komputer, pelatihan petugas, pencetakan formulir, dan lain-lain akhirnya tidak
berlanjut karena ketiadaan dana untuk mendukung kelangsungannya. Apa lagi selama ini
ketersediaan dana Daerah umumnya kurang mencukupi. Oleh karena itu, pemeliharaan Sistem
Informasi Kesehatan yang dalam kenyataannya "tidak bermanfaat", tentu akan kecil prioritasnya
dalam pengalokasian dana.

Kurangnya Tenaga Purna-waktu untuk Sistem Informasi Kesehatan

Selain dana, kelangsungan Sistem Informasi Kesehatan juga sangat ditentukan oleh
keberadaan tenaga purna-waktu yang mengelolanya. Selama ini di banyak tempat, khususnya di
Daerah, pengelola data dan informasi umumnya adalah tenaga yang merangkap jabatan atau tugas
lain. Di beberapa tempat memang dijumpai adanya tenaga-tenaga purna waktu. Akan tetapi mereka
itu dalam kenyataan tidak dapat sepenuhnya bekerja mengelola data dan informasi karena
imbalannya yang kurang memadai. Untuk memperoleh imbalan yang cukup, maka mereka bersedia
melakukan pekerjaan apa saja (diluar pengelolaan data dan informasi) yang ditawarkan oleh
program atau proyek-proyek lain. Kelemahan ini masih ditambah dengan kurangnya keterampilan
dan pengetahuan mereka di bidang informasi, khususnya teknologi informasi dan manfaatnya.
Selama ini sudah terdapat jabatan-jabatan fungsional untuk para pengelola data dan
informasi, yaitu Pranata Komputer dan Statistisi, yang memberi tunjangan jabatan sebagai imbalan.
Namun demikian untuk dapat memangku jabatan-jabatan tersebut diperlukan persyaratan tertentu
yang sulit dipenuhi oleh para pengelola data dan informasi kesehatan.

145
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional


Situasi SIK di Indonesia

Kebutuhan terhadap data/informasi yang akurat makin meningkat namun ternyata sistem
informasi saat ini masih belum dapat menghasilkan data yang akurat, lengkap dan tepat waktu.
Berbagai masalah masih dihadapi dalam penyelenggaraan SIK, diantaranya adalah belum adanya
persepsi yang sama diantara penyelenggara kesehatan terutama penyelenggara SIK terhadap SIK.
Penyelenggaraan SIK itu sendiri masih belum dilakukan secara efisien, terjadi ―Redundant‖ data,
dan duplikasi kegiatan, selain itu kualitas data yang dikumpulkan masih rendah, bahkan ada data
yang tidak sesuai dengan kebutuhan, ketepatan waktu laporan juga masih rendah, sistem umpan
balik tidak berjalan optimal, pemanfaatan data/informasi di tingkat daerah (Kabupaten/Kota) untuk
advokasi, perencanaan program, monitoring dan manajemen masih rendah serta tidak efisiennya
penggunaan sumber daya. Hal ini antara lain karena adanya ―overlapping‖ kegiatan dalam
pengumpulan, dan pengolahan data, di setiap unit kerja di tingkat pusat maupun tingkat daerah.
Selain itu kegiatan pengelolaan data/informasi belum terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik. Hal
tersebut merupakan masalah-masalah yang dihadapi SIK saat ini dan perlu dilakukan upaya untuk
perbaikan dan penguatannya.
Pada tahun 2007, Pusat Data dan Informasi telah melakukan evaluasi SIK dengan
mengguna-kan perangkat Health Metricts Network-World Health Organization (HMNWHO). Evaluasi
ini meliputi 6 komponen utama SIK yaitu sumber daya (meliputi pengelolaan dan sumber daya),
indikator, sumber data, manajemen data (pengumpulan; pengolahan dan analisis data), kuali-tas
data, diseminasi dan penggunaan data. Hasil yang diperoleh adalah ―ada tapi tidak ade-kuat‖ untuk
sumber daya (47%), indikator (61%), sumber data (51%), kualitas data (55%), penggunaan dan
diseminasi data (57%) serta ―tidak adekuat sama sekali untuk manajemen data (35%). Secara
umum, hasil ini menunjukkan bahwa keseluruhan SIK masih dalam status ―Ada tapi tidak adequat‖
dan masih perlu ditingkatkan. Pada gambar di bawah dapat dilihat hasil capaian untuk komponen-
komponen SIK.

146
FKM - UNSRAT

Gambar 9.1. Hasil Evaluasi SIK Tahun 2007

Pengelolaan sistem informasi kesehatan nasional saat ini masih terfragmentasi dimana
pengelola program dan pemangku kepentingan mempunyai sistem informasi yang tersendiri.
Banyaknya sistem informasi yang ―stand alone‖ serta ditambahkan dengan sistem informasi yang
dibangun oleh pemangku kepentingan Kementerian lainnya di luar Kementerian
Kesehatan, Pemerintah daerah dan juga program bantuan donator. Hal ini mengakibatkan
banyaknya duplikasi kerja dalam pencatatan dan pelaporan yang dilakukan petugas di lapangan
sehingga berdasar hasil penilaian di tahun 2010, Dinas Kesehatan Provinsi harus melaporkan secara
rutin 301 tipe laporan dan memakai 8 jenis SIK (aplikasi software) yang berbeda.
Permasalahan SIK ini semakin mulai tampak jelas sejak pelaksanaan desentralisasi pada
tahun 2004, cukup banyak puskesmas, rumah sakit, dinas kabupaten/kota dan dinas provinsi yang
menginvestasikan dana untuk upaya modernisasi SIK dengan pemakaian TIK tanpa adanya
pedoman atau panduan. Sebagai akibatnya saat ini terdapat beberapa Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang memiliki software aplikasi yang berbeda dari segi data, struktur, dan fungsi
yang dikumpulkan sehingga data tidak dapat direkapitulasi di tingkat Provinsi karena tidak dapat
berkomunikasinya software-software tersebut.
Kurangnya sumber daya manusia yang kompeten dalam pengelolaan SIK juga menjadi faktor yang
mengakibatkan lemahnya SIK terutama dalam hal manajemen data. Jumlah SDM yang tersedia di
lapangan masih kurang bila dibandingkan dengan jumlah inisiatif penguatan SIK secara manual
ataupun terkomputerisasi.

147
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Dari evaluasi pengembangan Sistem Informasi Kesehatan hingga saat ini, dapat disimpulkan
isu-isu strategis yang perlu menjadi prioritas untuk ditanggulangi dalam rencana pengembangan dan
penguatan SIK. Isu strategis tersebut adalah :
1. Kemampuan Pengelolaan SIK masih terbatas, antara lain tentang landasan hukum, kerja sama
dan koordinasi.
2. Data dan informasi serta indikator yang perlu dikumpulkan dan digunakan belum seluruhnya dan
setepatnya ditetapkan.
3. Kemampuan sumber data untuk menyediakan data dan informasi pada umumnya masih lemah.
4. Kegiatan pengumpulan, pengolahan dan analisis data serta informasi masih belum menyeluruh,
tepat mekanisme dan belum terselenggara secara efektif serta efisien.
5. Dukungan sumber daya terutama sumber daya manusia, Teknologi Informasi dan Komunikasi,
sarana dan prasarana serta pembiayaan masih terbatas.
6. Kemampuan pengembangan dan peningkatan mutu data dan informasi kesehatan masih kurang.
7. Data dan informasi yang dihasilkan belum sepenuhnya didesiminasikan kepada para pemangku
kepentingan yang berkaitan dan belum digunakan dengan semestinya.

Visi dan Misi

Sistem Informasi merupakan ―jiwa‖ dari suatu institusi, demikian pula Sistem Informasi
Kesehatan merupakan ―jiwa‖ dari institusi kesehatan. Kondisi Sistem Informasi Kesehatan yang
kuat akan mampu mendukung upaya-upaya dari Institusi Kesehatan. Penguatan Sistem Informasi
Kesehatan secara tidak langsung akan turut pula memperkuat Sistem Kesehatan Nasional. Agar Visi
dan Misi Sistem Informasi Kesehatan tercapai maka upaya penguatan harus terarah, saling terkait
dan dengan langkahlangkah dan strategi yang jelas dan komprehensif oleh karena itu perlu disusun
suatu Roadmap Rencana Aksi Penguatan Sistem Informasi Kesehatan.
Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
192/Menkes/Sk/VI/2012 tentang Roadmap Rencana Aksi Penguatan Sistem Informasi Kesehatan
Indonesia maka strategi pengembangan SIKNAS mengacu pada Keputusan tersebut dan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 511/Menkes/SK/ V/2002 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan
Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

148
FKM - UNSRAT
Untuk itu Visi yang ditetapkan untuk pengembangan SIKNAS mengacu pada
Kepmenkes Nomor 192 Tahun 2012 dan mendukung visi Kementerian Kesehatan yaitu: ‖
Terwujudnya Sistem Informasi Kesehatan terintegrasi pada tahun 2014 yang mampu
mendukung proses pembangunan kesehatan dalam menuju masyarakat sehat yang
mandiri dan berkeadilan ‖.
Guna mendukung misi kementerian kesehatan dan untuk mencapai visi SIK, ditetapkan misi
dari SIK dengan mengacu pada isu-isu strategis dan masukan komponen SIK menurut HMN-WHO,
sebagai berikut:
1. memperkuat pengelolaan SIK yang meliputi landasan hukum, kebijakan dan program, advokasi
dan koordinasi.
2. menstandarisasi indikator kesehatan agar dapat menggambarkan derajat kesehatan masyarakat.
3. memperkuat sumber data dan membangun jejaringnya dengan semua pemangku kepentingan
termasuk swasta dan masyarakat madani.
4. meningkatkan pengelolaan data kesehatan yang meliputi pengumpulan, penyimpanan, dan
analisis data, serta diseminasi informasi.
5. memperkuat sumber daya Sistem Informasi Kesehatan yang meliputi pemanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi, sumber daya manusia, pembiayaan, sarana dan prasarana.
6. Memperkuat kualitas data kesehatan dengan menerapkan jaminan kualitas dan sistem
pengendaliannya.
7. meningkatkan budaya penggunaan data dan informasi untuk penyelenggaraan upaya kesehatan
yang efektif dan efisien serta untuk mendukung tata kelola kepemerintahan yang baik dan bagi
masyarakat luas.

Kebijakan
Penyelenggaraan Misi dalam rangka mencapai Visi diatas dilakukan dengan memperhatikan
rambu-rambu dalam koridor kebijakan sebagai berikut:
1. Pengembangan kebijakan dan standar dilaksanakan dalam rangka mewujudkan SIK yang
terintegrasi, yang dapat menyediakan data secara real time yang mudah diakses dan berfungsi
sebagai sistem pendukung pengambilan keputusan (Decision Support System).
2. Penguatan manajemen SIK pada semua tingkat sistem kesehatan dititik-beratkan pada
ketersediaan standar operasional yang jelas, pengembangan dan penguatan kapasitas SDM,dan
pemanfaatan TIK, serta penguatan advokasi bagi pemenuhan anggaran.

149
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

3. Peningkatan kerjasama lintas program dan lintas sektor untuk meningkatkan statistik vital
melalui upaya penyelenggaraan Registrasi Vital di seluruh wilayah Indonesia dan upaya inisiatif
lainnya.
4. Penetapan kebijakan dan standar SIK dilakukan dalam kerangka desentralisasi di bidang
kesehatan.
5. Peningkatan penyelenggaraan sistem pengumpulan, pengolahan, analisis, penyimpanan,
diseminasi dan pemanfaatan data/ informasi dalam kerangka kebijakan SIK terintegrasi.
6. Pengembangan Bank Data Kesehatan harus memenuhi berbagai kebutuhan dari para pemangku
kepentingan dan dapat diakses dengan mudah, serta memperhatikan prinsip-prinsip kerahasiaan
dan etika yang berlaku di bidang kesehatan dan kedokteran.
7. Pemanfaatan TIK dilakukan dalam menuju upaya pengumpulan data
disaggregate/individu.
8. Pengembangan SDM pengelola data dan informasi kesehatan dilaksanakan dengan menjalin
kerjasama dengan Perguruan Tinggi dan lintas sektor terkait serta terpadu dengan
pengembangan SDM kesehatan lainnya.
9. Pengembangan dan penyelenggaraan SIK dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku
kepentingan termasuk lintas sektor dan masyarakat madani.
10. Peningkatan budaya penggunaan data melalui advokasi terhadap pimpinan di semua tingkat dan
pemanfaatan forum-forum informatika kesehatan yang ada.
11. Peningkatan penggunaan solusi-solusi eHealth untuk mengatasi masalah infrastruktur,
komunikasi, dan kekurangan sumberdaya manusia dalam sistem kesehatan.

Strategi Pengembangan SIKNAS

Berdasarkan kepada analisis situasi dan kebijakan yang telah ditetapkan, maka ditetapkan
Strategi Pengembangan SIKNAS yang juga dalam rangka mendukung pencapaian misi SIKNAS
sebagai berikut:
1. Mengembangkan dan menetapkan kebijakan dan standar SIK.
2. Melakukan evaluasi dan standarisasi indikator kesehatan serta memperbaiki tatacara
pemuktahirannya.

150
FKM - UNSRAT
3. Memperkuat pengumpulan data kesehatan berbasis fasilitas dan komunitas.
4. Membangun mekanisme aliran data kesehatan dari lintas sektor.
5. Memperkuat manajemen SIK pada semua tingkat sistem kesehatan.
6. Meningkatkan dan menyelenggarakan sistem pengumpulan, penyimpanan dan diseminasi data
secara sistematis melalui penggunaan TIK
7. Melakukan advokasi dan koordinasi dalam upaya memperkuat sumber daya SIK.
8. Advokasi dan koordinasi penggunaan TIK di sektor kesehatan sebagai alat untuk meningkatkan
manajemen dan pelayanan kesehatan
9. Memperkuat pendanaan, SDM dan infrastruktur
10. Mendorong tersedia dan terlaksananya prosedur yang menjamin kualitas data
11. Mendorong budaya dan melembagakan penggunaan informasi dalam manajemen kesehatan
12. Mendorong budaya penggunaan informasi di masyarakat luas

Mengembangkan dan menetapkan kebijakan dan standar SIK

Sistem Informasi Kesehatan yang ada saat ini masih terfragmentasidan dikerjakan oleh
berbagai unit atau program. Kebutuhan akan data dan informasi, menyebabkan masing-masing unit
atau program melakukan inisiatif untuk membuat dan mengembangkan sistem informasi sendiri.
Belum adanya peraturan SIK yang komprehensif, serta belum tersedianya pedoman teknis dan
standar, menjadikan sistem informasi yang ada di unit atau program menjadi tidak terintegrasi dan
tidak harmonis.
Dalam rangka harmonisasi pengintegrasian SIK, regulasi, kerangka kerja dan pedoman-
pedoman teknis serta standar perlu disusun dan diperkuat. Pedoman-pedoman teknis ini akan
diarahkan pada SIK yang memanfaatkan TIK, baik untuk model manual, transisi, maupun
komputerisasi. Dalam penyusunan peraturan dan pedoman, diperlukan koordinasi aktif dan masukan
dari semua pemangku kepentingan SIK baik dalam lingkungan Kementerian Kesehatan, Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota serta diluar Kementerian Kesehatan seperti Kementerian
Komunikasi dan Informasi, Badan Pusat Statistik, Kementerian Dalam Negeri, BKKBN, Bappenas,
Perguruan Tinggi, lembaga donor, organisasi massa, LSM dan lain-lain.
Kebijakan dan standar yang dikembangkan akan bersifat mengikat bagi setiap pelaku yang
terkait dengan SIK, baik dari segi pembiayaan, SDM, dan teknis pelaksanaan. Dengan demikian,
dapat dipastikan seluruh pemangku kepentingan memahami model sistem informasi yang baru dan
peran mereka di dalam sistem tersebut. Diharapkan SIK dapat berjalan harmonis dan terintegrasi

151
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

dengan adanya aturan yang jelas dan terstandar. Peraturan perundangan ini akan mengakomodir
kebutuhan akan struktur organisasi SIK yang bervariasi di tiap daerah. Sehingga kedudukan para
pengelola SIK menjadi jelas dalam struktur organisasi/institusi tempat dia bekerja.
Komite Ahli dan Tim Perumus penyusun rancangan Peraturan Pemerintah, pedoman dan
roadmap yang beranggotakan para ahli dan semua pemangku kepentingan SIK bertugas melakukan
rapat koordinasi guna memberikan masukan terkait kebijakan dan standar SIK. Selanjutnya setelah
regulasi, roadmap dan standar SIK tersusun, Komite Ahli dan Tim Perumus penyusun PP, pedoman
dan roadmap akan digabung menjadi Komite Ahli SIK.Untuk memastikan inisiatif SIK senantiasa
terkoordinasi, Komite Ahli SIK akan mendiskusikan isu-isu terkini SIK secara rutin, serta memberikan
rekomendasi terhadap pelaksanaan Roadmap SIK. Hasil rekomendasi dari Komite Ahli SIK akan
dilaksanakan melalui kelompok kerja yang dibangun dari berbagai pemangku kepentingan SIK.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Menyusun rancangan Peraturan Pemerintah untuk SIK.
2. Menyusun Pedoman SIK.
3. Mensosialisasikan RPP, standar/pedoman SIK.
4. Membentuk Komite Ahli penyusun RPP, pedoman dan roadmap yang melakukan pertemuan
secara berkala.
5. Membentuk Tim Perumus penyusun RPP, pedoman dan roadmap yang melakukan pertemuan
secara berkala.
6. Membentuk Komite Ahli SIK yang melakukan pertemuan secara berkala.
7. Membentuk Kelompok Kerja untuk menindaklanjuti rekomendasi Komite Ahli SIK.

Melakukan evaluasi dan standarisasi indikator kesehatan serta memperbaiki


tatacara pemuktahirannya

Indikator kesehatan yang ada saat ini sangat banyak, beberapa terjadi tumpang tindih satu
dengan lainnya (duplikasi), dikelola oleh berbagai pihak, serta tidak terstandar. Hal ini membebani
petugas di lapangan dalam penggumpul datanya karena terlalu banyak, terkadang datanya tidak
bisa dikumpulkan (terlalu sulit), sehingga mengaki-batkan indikator tidak bisa dipantau. Kondisi ini

152
FKM - UNSRAT
menyebabkan indikator yang ada saat ini belum dapat menggambarkan situasi kesehatan secara
nyata dan membebani petugas kesehatan di lapangan.
Untuk memperkuat indikator kesehatan, akan dilakukan koordinasi di tingkat Pusat.
Koordinasi dengan semua pemangku kepentingan dilakukan untuk mengevaluasi indikator-indikator
kesehatan yang ada, mencari duplikasi serta mengevaluasi kesesuaian dengan standar
internasional.Selanjutnya akan disusun dan ditetapkan suatu indikator kesehatan standar.
Saat ini pengelolaan indikator kesehatan dilakukan oleh berbagai pihak, hal ini menyebabkan
terjadinya indikator yang tidak terstandar. Di masa depan, bila standar indikator kesehatan yang
dikelola satu pintu telah terwujud, Pusdatin sebagai penanggungjawab akan berkordinasi dengan
semua pemangku kepentingan dalam memastikan standar indikator ini senantiasa termuktahirkan.
Untuk ini, akan disusun suatu Standar Prosedur Operasional (SPO) yang mengambarkan mekanisme
koordinasi pemuktahiran yang harus disosialisasikan ke seluruh pemangku kepentingan.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Melakukan evaluasi dan standarisasi indikator yang ada.
2. Membuat SPO untuk pemuktahiran indikator kesehatan.
3. Sosialisasi dan advokasi penerapan SPO pemuktahiran indikator kesehatan
4. Melakukan review periodik terhadap dataset minimal yang digunakan dan dikoordinasikan ke
program-program di dalam dan ke luar lingkungan Kementerian Kesehatan

Memperkuat pengumpulan data kesehatan berbasis fasilitas dan komunitas.


Penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan saat ini termasuk juga sistem pengumpulan
data masih belum terintegrasi. Situasi saat ini petugas kesehatan di lapangan dibebani dengan
tanggung jawab pelaporan bermacam-macam format dari berbagai program dan unit, yang pada
dasarnya informasinya sama. Keadaan ini menyebabkan terjadinya duplikasi data dan data tersebar
dimana-mana, serta menjadi tidak memadai sebagai dasar pengambilan keputusan.
Seluruh pemangku kepentingan terkait SIK perlu berkoordinasi untuk melakukan inisiatif
pengintegrasian sistem pelaporan dari unit pelayanan kesehatan melalui standar pelaporan baru
yang akan menghilangkan duplikasi dan memenuhi semua kebutuhan dari berbagai program dan
unit. Pusdatin akan mengkoordinasikan seluruh kegiatan pengumpulan data/ informasi kesehatan
termasuk untuk data survei dan sensus. Upaya ini dimulai dengan memperbaiki pencatatan dan
pelaporan indikator kesehatan dengan merevisi petunjuk teknis SIP (Sistem Informasi Puskesmas)
dan SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit). Mengembangkan mekanisme dan prosedur pengumpulan

153
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

data berdasarkan jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan untuk mendapatkan data
dari pelayanan Pemerintah maupun Swasta.
Selain itu akan dikembangkan sistem pencatatan dan pelaporan indikator kesehatan yang
bersumber dari unit-unit pelayanan kesehatan yang lainnya seperti Balai Kesehatan/UPTP/UPTD dan
lain-lain. Sehingga pengumpulan data kesehatan dapat terintegrasi dalam SIK. Agar data/informasi
terkumpul menjadi lengkap dan akurat perlu adanya koordinasi tukar-menukar data/informasi
kesehatan di setiap tingkat administrasi. Sehingga perlu disusun suatu SPO koordinasi tukar-
menukar data.
Saat ini, sistem statistik vital masih lemah sehingga diperlukan inisiatif penguatan seperti
melakukansample registration system (SRS). Balitbangkes dengan bekerjasama dengan pemangku
kepentingan terkait akan mengembangkan SRS untuk mendapatkan model yang efektif dan feasible.
Pelatihan otopsi verbal bagi petugas lapangan akan diperkuat agar penyebab kematian (cause of
death) dapat diperoleh. Dalam upaya mendukung SRS Pusdatin akan menjajaki pemanfaatan
teknologi mHealth untuk pengumpulan dan pengiriman statistik vital ke tingkat pusat.
Upaya pembangunan kesehatan masyarakat perlu dipantau dengan melakukan pengumpulan
data komposit berupa Indeks Pembangunan Kesehatan yang diperoleh dari hasil riset berbasis
masyarakat dan atau fasilitas. Untuk memantau kesetaraan dan keadilan gender akan dikembangkan
Indeks Kesetaraan dan Keadilan gender. Selain itu akan dikumpulkan data sosial budaya kesehatan
yang merupakan faktor-faktor diluar kesehatan yang mempengaruhi kesehatan,serta data tumbuhan
obat, jamu yang dimanfaatkan masyarakat Indonesia. Agar dapat mengetahui instalasi farmasi yang
sesuai standar, akan dilakukan inventaris dari sarana penyimpanan, sarana distribusi dan sarana
penunjang di instalasi farmasi provinsi/kabupaten/kota. Pengembangan eHealth terutama
telemedicine memerlukan master patient index agar data dapat bertransaksi, yang akan
dikumpulkan dari fasilitas kesehatan, selain itu akan dikembangkan pula diseases registry.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan:
1. Menyederhanakan sistem pencatatan dan pelaporan indikator dengan merevisi petunjuk teknis
SIP (Sistem Informasi Puskesmas) dan SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit).
2. Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan data/ indikator kesehatan bersumber dari
unit -unit lainnya yang terkait dengan SIK
3. Melakukan penguatan koordinasi tukar-menukar data kesehatan di semua tingkat

154
FKM - UNSRAT
4. Melakukan studi SRS (Sample Registration System)
5. Mengembangkan dan memperluas inisiatif mHealth untuk pengumpulan data statistik vital
(melalui otopsi verbal), sebagai solusi sementara
6. Melaksanakan pelatihan otopsi verbal bagi petugas kesehatan di lapangan
7. Melakukan sosialisasi pelaksanaan registrasi vital ke semua pelaksana dan pemangku
kepentingan terkait.
8. Menyusun Indeks Pembangunan Kesehatan meliputi : IPKM (Indeks Pembangunan Kesehatan
Masyarakat), Indeks Puskesmas, Indeks Rumah Sakit, Indeks
Laboratorium dan lain-lain.
9. Mengembangkan Indeks Kesetaraan dan Keadilan Gender
10. Menyusun daftar sosial budaya terkait kesehatan, tumbuhan obat, jamu yang dimanfaatkan
masyarakat Indonesia.
11. Mengembangkan Master Patient Index dan diseases registry.
12. Melakukan inventarisasi sarana penyimpanan, sarana distribusi dan sarana penunjang di instalasi
farmasi provinsi/kabupaten/kota.

Membangun mekanisme aliran data kesehatan dari lintas sektor.

Saat ini data kesehatan yang bersumber dari lintas sektor yang penting untuk menjadi dasar
melakukan upaya atau intervensi pembangunan kesehatan tidak selalu mudah diakses. Data ini
merupakan data kesehatan yang bersumber dari survei atau sensus ataupun dari fasilitas lintas
sektor yang meliputi data terkait kesehatan lingkungan, iklim, cuaca, data kesehatan terkait
pariwisata, kegiatan lalu lintas kendaraan/transportasi, ketenagakerjaan, terkait masalah sosial,
hukum dan lain-lain. Hal ini karena belum terjalinnya kerjasama dan tata hubungan kerja terkait
aliran data tersebut. Untuk mengatasinya perlu dilakukan koordinasi untuk mengidentifikasi
data/informasi dan sumbernya serta disusun suatu standar prosedur operasional mekanisme dan
hubungan kerja tentang aliran dan pertukaran data kesehatan dengan pemangku kepentingan
terkait. Selanjutnya akan dijajaki untuk menyusun keputusan bersama Kementerian/Badan tentang
mekanisme dan hubungan kerja terkait aliran/pertukaran data kesehatan tersebut.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Melakukan identifikasi data/informasi yang bersumber dari lintas sektor
2. Menyusun SPO mekanisme dan hubungan kerja tentang aliran dan pertukaran data kesehatan
bersama lintas sektor.

155
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

3. Menyusun keputusan bersama Kementerian/Badan tentang mekanisme dan hubungan kerja


terkait aliran/pertukaran data kesehatan.
4. Membentuk kelompok kerja lintas sektor untuk koordinasi operasional tentang aliran dan
pertukaran data kesehatan.

Memperkuat manajemen SIK pada semua tingkat sistem kesehatan.

Dengan adanya payung hukum SIK berupa peraturan perundang-undangan, diharapkan


seluruh komponen SIK akan dapat dikelola dengan lebih baik. Pusdatin selaku koordinator SIK
bersama dengan unit lain serta lintas sektor perlu melakukan upaya peningkatan manajemen SIK.
Hal ini akan dimulai dari penataan manajemen SIK di tingkat Kementerian Kesehatan melalui suatu
rangkaian kegiatan pengembangan organisasi yang meliputi pengkajian fungsi, beban kerja, dan
kompetensi petugas. Selanjutnya akan disusun petunjuk teknis pengelolaan SIK untuk di lingkungan
Kementerian Kesehatan.
Upaya penguatan SIK telah banyak dilakukan, tetapi upaya yang dilakukan unitunit maupun
daerah saat ini masih belum terdata. Oleh sebab itu sebelum melaksanakan upaya penguatan
manajemen SIK akan dilakukan inventarisasi seluruh inisiatif dalam upaya penguatan SIK dan
mengkoordinasikan pelaksanaannya.
Penataan manajemen SIK juga akan dilakukan dengan menyusun standar kodefikasi. Saat ini
standar kodefikasi tentang wilayah, Puskesmas, Rumah Sakit, Apotek, KKP, B/BTKL, Laboratorium
Kesehatan Daerah, Pedagang Besar Farmasi, obat dan hasil laboratorium serta standar klasifikasi
penyakit telah ada namun perlu dimutakhirkan dan diadaptasi dengan kebutuhan di Indonesia.
Klasifikasi dan kodefikasi penyakit serta kodefikasi tindakan akan dikembangkan menggunakan ICD,
ICD IX CM dan ICHI (International Codification of Health Intervention) serta Snomed CT untuk
mendapatkan terminologi klinis. Sarana dan pelayanan pengobatan tradisional dan komplementer
dan pelayanan kesehatan lain yang belum dikodefikasi akan dilakukan penyusunan standar
kodefikasinya. Standar kodefikasi dan klasifikasi yang telah tersusun dan termutakhirkan ini akan
disosialisasikan dan dikoordinasikan dengan seluruh pemangku kepentingan.

Tugas Pemerintah Pusat termasuk pengelola SIK di pusat adalah melakukan monitoring dan
evaluasi terhadap pelaksanaan suatu program. Saat ini belum tersedia standar petunjuk bimbingan

156
FKM - UNSRAT
teknis, monitoring dan evaluasi terhadap SIK. Oleh sebab itu langkah penguatan manajemen SIK
perlu dilakukan pula dengan menyusun petunjuk teknis bimbingan teknis, termasuk supervisi suportif
dan on the job training, serta monitoring dan evaluasi SIK.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Menyusun petunjuk teknis pengelolaan SIK dilingkungan Kementerian Kesehatan.
2. Melakukan inventarisasi seluruh inisiatif dalam upaya penguatan SIK dan mengkoordinasikan
pelaksanaannya termasuk untuk inisiatif baru.
3. Menyusun dan memuktahirkan standar kodefikasi :
a. Menyusun petunjuk teknis kode klasifikasi penyakit dan tindakan yang telah diadaptasi.
b. Menyusun pedoman pelaksanaan dan petunjuk teknis kode unit pelayanan kesehatan dan
fasilitas kesehatan (Puskesmas, RS,
Laboratorium,Instalasi/gudang farmasi, Balai Besar dan Balai, Politeknik Kesehatan) yang
mukta-hir.
c. Menyusun dan mengembangkan kode obat-obatan, hasil laboratorium.
d. Menyusun dan mengembangkan kode sarana kesehatan tradisional dan komplementer.
4. Melakukan sosialisasi dan koordinasi pelaksanaan standar kodefikasi.
5. Melakukan pelatihan kode klasifikasi penyakit yang mutakhir (ICD).
6. Menyusun standar petunjuk teknis pelaksanaan bimbingan teknis dan monitoring evaluasi SIK.
7. Mengembangkan dan melakukan pelatihan analisis dan pemanfaatan data.
8. Melakukan pemetaan fasilitas kesehatan dan geocoding.

Meningkatkan dan menyelenggarakan sistem pengumpulan, penyimpanan dan


diseminasi data secara sistematis melalui penggunaan TIK.

Informasi harus memenuhi berbagai kebutuhan dari para pemangku kepentingan dan dapat
diakses dengan mudah, akurat, dan tepat waktu. Oleh karena itu, pengembangan penggunaan TIK
akan fokus pada tiga kegiatan, yaitu pengumpulan, penyimpanan, serta diseminasi data dan
informasi. Inisiatif ini akan menjadi model SIK yang diperbaharui.
Keterbatasan dana yang ada dapat menyebabkan hambatan dalam upaya modernisasi SIK.
Dalam memenuhi kebutuhan untuk memodernisasi SIK perlu dilakukan koordinasi penjajakan

157
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

pendanaan dari mitra lokal, nasional, dan internasional. Kementerian Kesehatan akan membantu
Dinas Kesehatan untuk melakukan advokasi ke Pemerintah Daerah maupun mengupayakan bantuan
luar negeri yang tidak mengikat. Untuk memastikan keberlanjutan SIK yang sudah komputerisasi,
Kementerian Kesehatan akan melakukan advokasi agar Pemerintah Daerah mengalokasikan
anggaran operasional dan pemeliharaan SIK secara rutin.
Saat ini belum ada mekanisme pertukaran informasi diantara para pemangku kepentingan
sistem informasi. Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah pengembangan kebijakan dan Standar
Prosedur Operasional untuk pertukaran informasi dengan penekanan pada prinsip keamanan dan
kerahasiaan data/informasi.
Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) yang telah memiliki infrastruktur yang dibutuhkan untuk
mendukung operasional komputer dan penggunaan TIK akan didorong menerapkan SIK model baru,
yang mengumpulkan data individu/ disaggregate. Perangkat lunak generik akan dikembangkan
untuk Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/Provinsi dan RS. Daerah dapat tetap
menggunakan perangkat lunaknya apabila telah dipastikan sesuai atau memenuhi standar yang telah
ditentukan dalam pedoman SIK, agar data dapat mengalir antara daerah dan Bank Data Pusat.
Perangkat lunak ini memungkinkan terjadinya proses otomatisasi di Puskesmas dan RS dalam
pengumpulan dan pengiriman data individu /disaggregat ke Pusat.
Di tingkat Pusat, akan dikembangkan sebuah ―data warehouse‖/ Bank Data untuk
menyimpan data/informasi. Data warehouse ini akan memiliki platform koneksi untuk pertukaran
data ke sistem informasi di unit pelayanan kesehatan baik yang generik maupun yang tidak.
Pusdatin juga akan mengembangkan suatu portal online terpusat untuk diseminasi informasi
sehingga memudahkan akses informasi kesehatan. ―Metadata dictionary ― juga akan disusun
dalam rangka penyempurnaan manajemen SIK. Metadata sangat diperlukan untuk memahami
informasi yang disimpan dalam ―data warehouse―.
Agar sistem baru dapat berlangsung dan terjamin pelaksanaannya di semua tingkat, perlu
dikembangkan dan diterapkan suatu strategi change management. Untuk itu akan dibuat suatu
petunjuk pelaksanaan strategi change management, yang dapat menjadi acuan bagi semua tingkat
dalam pelaksanaannya. Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksan
1. Mengembangkan program TIK untuk mengumpulkan, menyimpan, dan diseminasi data yang
sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan.

158
FKM - UNSRAT
2. Menjajaki kerjasama pendanaan nasional, internasional dan lokal untuk modernisasi SIK
(komputerisasi).
3. Mengembangkan kebijakan dan Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk mekanisme
pertukaran data/informasi diantara pemangku kepentingan dan sistem informasi dengan
penekanan pada prinsip keamanan dan kerahasiaan data/ informasi.
4. Mengembangkan perangkat lunak generik SIKDA.
a. Mengembangkan perangkat lunak SIKDA generik puskesmas dan Dinas Kesehatan.
b. Mengembangkan perangkat lunak SIKDA generik RS.
5. Menerapkan SIKDA generik di Kabupaten/Kota yang belum mempunyai SIKDA elektronik.
6. Membangun Data Warehouse / Bank Data untuk meningkatkan penyelenggaraan manajemen
data.
7. Membangun struktur database dan metadata.
8. Mengadopsi protokol untuk pertukaran data dan interoperability.
9. Menyusun dan melakukan sosialisasi data dictionary.
10. Menyusun dan mengembangkan petunjuk strategi change management untuk menjamin
kelangsungan penerapan sistem baru.
Melakukan advokasi dan koordinasi dalam upaya memperkuat sumber daya SIK.

Kualitas Manajemen SIK dapat ditingkatkan melalui penguatan sumber daya SIK, melalui
peningkatan kapasitas SDM, penyediaan anggaran, dan infrastruktur. Penguatan ini dapat dilakukan
berdasarkan hasil penelitian pengembangan SIK pada semua tingkat yang mengacu pada peraturan
dan pedoman operasional yang telah ditetapkan.
Agar upaya penguatan sumber daya SIK dapat terlaksana, maka diperlukan advokasi kepada
pemangku kepentingan terutama dalam kaitan penyediaan anggaran yang didukung dengan adanya
Peraturan Daerah/Gubernur/Bupati/Walikota tentang SIK. Ketersediaan anggaran menjadi penting
karena SIK memerlukan infrastruktur penunjang dan upaya pemeliharaannya.
Sebagai bahan acuan advokasi SIK, akan dikembangkan penelitian bekerjasama dengan
Perguruan Tinggi tentang ―pemakaian TIK dalam penguatan sistem pengelolaan informasi
kesehatan terhadap dampak kesehatan dan menentukan investasi minimal (cost per unit) yang
diperlukan untuk pelaksanaan penggunaan TIK‖. Hasil penelitian ini akan diadvokasikan kepada
pimpinan tingkat nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota agar mendapatkan dukungan pendanaan
untuk implementasi, operasional, dan pemeliharaan TIK bagi pengelolaan informasi kesehatan

159
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Upaya berikutnya adalah advokasi kepada pemangku kepentingan terkait peningkatan


kapasitas SDM SIK. Penguatan SDM SIK dilakukan dengan pelembagaan penggelola SIK sebagai
jabatan fungsional. Akan diupayakan pembentukan jabatan fungsional SIK (Informatika Kesehatan)
pada semua tingkat dengan jenjang karir yang jelas.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Melakukan advokasi kepada Pemerintah Daerah agar mengalokasikan anggaran operasional dan
pemeliharaan SIK secara rutin yang diperkuat antara lain dengan Peraturan tentang SIK.
2. Melakukan penelitian tentang ―pemakaian TIK dalam penguatan sistem pengelolaan informasi
kesehatan terhadap dampak kesehatan dan menentukan investasi minimal yang diperlukan
untuk pelaksanaan penggunaan TIK‖.
3. Melakukan assessment untuk pelembagaan tenaga pengelola SIK melalui jabatan fungsional dan
terhadap jumlah, jenis dan cara capacity building tenaga SIK (Training Need Assessment).
4. Pelembagaan tenaga pengelola SIK sebagai pejabat fungsional.
a. Menyusun rancangan Jabatan fungsional Informatika Kesehatan dan memproses ke Biro
Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan.
b. Memproses rancangan Jabatan fungsional Informatika Kesehatan sampai ke Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
c. Penyusunan petunjuk teknis Jabatan fungsional Informatika Kesehatan.
d. Pembentukan Tim Penilai Jabatan fungsional Informatika Kesehatan.

Advokasi dan koordinasi penggunaan TIK di sektor kesehatan sebagai alat untuk
meningkatkan manajemen dan pelayanan kesehatan.

Pemanfaatan TIK dapat mengubah sistem manajemen dan pelayanan kesehatan secara
mendasar. Manfaat penerapan TIK dalam bidang kesehatan diantaranya mencakup pengurangan
waktu tunggu untuk pasien, pengurangan kesalahan medis, peningkatan efisiensi, transparansi, dan
kualitas pelayanan, perencanaan dan penggunaan sumberdaya yang lebih baik, sehingga
manajemen sistem kesehatan menjadi lebih baik. Diantara beberapa contoh pemanfaatan TIK dalam
bidang kesehatan (biasa disebut eHealth) adalah Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit, Sistem
Informasi Manajemen Farmasi dan inventaris, telemedicine, e-learning, mHealth dan internet.

160
FKM - UNSRAT
Saat ini penerapan TIK di pelayanan kesehatan masih relatif rendah. Penggunaan model mHealth
dan teknologi Telemedicine akan lebih dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan sebagaimana diamanatkan
dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 dan Nomor 3 tahun 2010.
Selain itu pemanfaatan TIK juga akan dikembangkan untuk memperkuat administrasi
pemerintahan agar efisien dan efektif, serta transparan. Pemanfaatan ini dilakukan dengan
mengembangkan atau memperluas penggunaan aplikasi eGovernment.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Mengembangkan model mHealth dan Telemedicine untuk mengatasi masalah infrastruktur,
komunikasi, dan kekurangan sumber daya manusia dalam sistem kesehatan.
2. Mengembangkan eGoverment untuk mendukung manajemen dan pelayanan kesehatan.

Memperkuat pendanaan, SDM dan infrastruktur.

Sumber daya SIK harus dijamin ketersediaannya, agar SIK dapat berjalan baik. Perlu ada
dukungan pendanaan yang berkesinambungan baik di pusat maupun daerah melalui advokasi.
Penguatan SDM SIK dilakukan dengan perencanaan kebutuhan tenaga SDM SIK, pengadaan tenaga
SDM SIK melalui pelatihan sesuai kebutuhan, pendayagunaan tenaga SDM SIK meliputi
pendistribusian, pemanfaatan dan pengembangan, pembinaan dan pengawasan mutu tenaga SDM
SIK. Langkah selanjutnya adalah penguatan SDM SIK pada semua tingkat yang dilakukan melalui
perluasan kursus singkat ―Pemantapan Tenaga SIK‖ dan peningkatan koordinasi dengan pemangku
kepentingan terkait. Pelatihan rutin yang telah berjalan saat ini perlu diperkuat dengan
meningkatkan koordinasi dengan Badan PPSDM Kesehatan dalam penyelenggaraan pelatihan SDM
SIK baik di tingkat Pusat dan Daerah. Pengembangan program kursus singkat ―Pemantapan Tenaga
SIK‖ akan dilakukan melalui kerjasama dengan Perguruan Tinggi yang akan menjadi ―center of
excelent‖ SIK. Hal ini bertujuan untuk menyediakan materi atau kurikulum standar bagi petugas
kesehatan yang bekerja pada bidang SIK.
Selain itu akan dilakukan pula kajian terhadap pemanfaatan jaringan SIK yang ada di
Kabupaten/kota, untuk mengetahui kendala-kendala dalam pemanfaatannya. Sehingga dapat
dilakukan optimalisasi pemanfaatan jaringan SIK di Kabupaten/kota yang telah tersambung dan
demikian pula di Kabupaten/kota yang baru tersambung. Advokasi kepada pemangku kepentingan
terkait dilakukan untuk meningkatkan infrastuktur melalui perluasan dan pemeliharaan sambungan
jaringan ke seluruh Dinas Kesehatan Kabupaten/kota dan Unit Pelayanan Kesehatan (antara lain RS

161
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

dan Puskesmas). Diharapkan perluasan sambungan jaringan dapat bekerja sama dengan
Kementerian
Komunikasi dan Informatika sehingga dapat memanfaatkan jaringan backbone komunikasi nasional.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Mengupayakan penyediaan insentif kinerja bagi pelaksana pengelolaan SIK di
kabupaten/kota,dan provinsi.
2. Memperkuat SDM SIK di semua tingkat melalui :
a. Perencanaan kebutuhan tenaga SDM SIK melalui kajian
b. Pengadaan tenaga SDM SIK melalui pelatihan formal SIK
c. Perluasan perguruan tinggi center of excellent yang melaksanakan program pemantapan
informasi kesehatan bagi petugas SIK.
3. Melakukan kajian tentang optimalisasi pemanfaatan jaringan SIK di Kabupaten/kota.
4. Mengupayakan penyediaan Peralatan TIK untuk Kabupaten/kota dan puskesmas di daerah
terpencil, tertinggal dan kepulauan.
5. Memperluas dan memelihara sambungan jaringan dengan :
a. Memperluas dan memelihara sambungan jaringan ke seluruh Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota.
b. Memperluas dan memelihara sambungan jaringan ke seluruh puskesmas.
c. Memperluas dan memelihara sambungan jaringan ke seluruh RS Pemerintah.
d. Memperluas dan memelihara sambungan jaringan ke seluruh unit kesehatan vertikal
lainnya (UPT).
e. Melakukan kerjasama dengan instansi terkait antara lain Kementerian Komunikasi dan
Informasi
6. Membangun Disaster Recovery Center (DRC) untuk memback up data center
7. Memperkuat pertukaran data melalui penyediaan infrastuktur pertukaran data.
8. Memenuhi standar kompetensi individu pengelola SIK, serta layanan mutu dan manajemen
keamanan informasi infrastruktur.

162
FKM - UNSRAT

Mendorong tersedia dan terlaksananya prosedur yang menjamin kualitas data


Kualitas data masih merupakan masalah di bidang kesehatan. Data yang ada masih belum
akurat, belum lengkap dan belum up to date. Karena data belum mempunyai kualitas yang baik
sehingga data ini pun belum layak untuk dipergunakan sebagai bahan pembuat keputusan oleh
pimpinan.

Meningkatkan kualitas data dapat dicapai dengan mendorong tersedianya dan terlaksananya
prosedur yang menjamin kualitas data dengan cara mengembangkan SPO pengelolaan data dari
semua jenjang administrasi. Prinsip jaminan kualitas dan sistem pengendaliannya harus
tergambarkan dalam aktivitas pencatatan data dalam SPO pelayanan kesehatan. Selanjutnya akan
disusun pedoman evaluasi kualitas data, dan dilakukan pelatihan evaluasi kualitas data, serta
dilakukan evaluasi terhadap kualitas data secara rutin.
Data yang berkualitas salah satunya dapat dicapai dengan menerapkan jaminan kualitas
decision-making and improved service outcomes. Untuk menjamin kualitas data akan dikembangkan
suatu sistem evaluasi kualitas data atau ―Data Quality Selfassessment (DQS)‖. DQS akan dilakukan
secara rutin terhadap data yang dikumpulkan dan diumpanbalikkan ke Dinas Kesehatan dan
sumber/pengirim data lainnya untuk memperbaiki kualitas data secara terus-menerus. Selain itu
akan dilakukan pelatihan tentang kualitas data yang memasukkan unsur penggunaan ICD dan
klasifikasi standar, sistem registrasi vital dan International Health Regulation.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Mengembangkan SPO pengelolaan data dari semua jenjang administrasi dan memasukkan
prinsip jaminan kualitas data dan sistem pengendaliannya dalam semua SPO pelayanan
kesehatan.
2. Menyusun pedoman evaluasi kualitas data.
3. Melakukan pelatihan evaluasi kualitas data.
4. Melakukan evaluasi kualitas data rutin dan diumpanbalikkan ke Dinas Kesehatan dan
sumber/pengirim data lainnya.
5. Melakukan pelatihan kualitas data termasuk penggunaan ICD dan klasifikasi standar, sistem
registrasi vital dan International Health Regulation.

Mendorong budaya dan melembagakan penggunaan informasi dalam manajemen


kesehatan.

163
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Kesadaran tentang pentingnya menggunakan data / informasi dalam proses bekerja perlu
ditumbuhkan dan dikembangkan, terutama pada Pimpinan/Manajer dari sistem kesehatan dan sektor
terkait. Apabila pimpinan/manajer telah menyadari kebutuhan data/ informasi yang akurat secara
cepat, petugas kesehatan yang melayani para manajer ini secara alami akan mementingkan
pengumpulan, penyimpanan, dan penyebarluasan informasi yang akurat.
Untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang penggunaan data dan informasi
ditingkat para Manajer dapat dilakukan dengan cara mengadakan lokakarya dan atau pelatihan
tentang pemanfaatan data dan informasi. Dalam hal ini, Pusdatin akan bekerjasama dengan
Pusdiklat Aparatur dan Pusdiklat Tenaga Kesehatan untuk memperkuat kurikulum pendidikan dan
pelatihan penjenjangan struktural agar semua Manajer kesehatan mendapatkan pengetahuan
tentang pemanfaatan data yang terkini. Selain itu, Pusdatin bersama Pusdiklat Aparatur dan
Pusdiklat Tenaga Kesehatan akan menyusun materi lokakarya untuk memperluas budaya
pemanfaatan data dalam pengambilan keputusan. Diharapkan semua orang baik para pemangku
kepentingan maupun para staf mendapatkan pengetahuan tentang manfaat pengambilan keputusan
dan perencanaan kegiatan dengan menggunakan data berbasis bukti.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Mengembangkan dan atau mengadopsi tools analisis data sebagai alat penunjang pemanfaatan
data dalam pembuatan keputusan.
2. Mengembangkan dan menyelenggarakan lokakarya Pemanfaatan data untuk melakukan
advokasi.
3. Melakukan penyusunan materi pemanfaatan data dan informasi bagi aparatur dan tenaga
kesehatan untuk memperkuat kurikulum pendidikan, pelatihan dan penjenjangan.
4. Menyusun dan melakukan regular diseminasi informasi terhadap laporan yang meliputi indikator
utama kesehatan termasuk MDG.

Mendorong budaya penggunaan informasi di masyarakat luas.


Dalam rangka mewujudkan sistem kepemerintahan yang baik, penggunaan data dan
informasi dalam pengambilan keputusan, penentuan kebijakan, dan perencanaan, menjadi hal yang
penting. Informasi merupakan hasil dari pengolahan data yang dapat memberikan gambaran

164
FKM - UNSRAT
tentang sesuatu hal. Data dapat pula menjadi knowledge dan wisdom. Sehingga pertukaran
informasi menjadi hal yang penting dalam mengembangkan wawasan. Untuk itu, perlu dibentuk
suatu wadah atau forum- forum Informatika Kesehatan di Indonesia yang diselenggarakan secara
rutin. Pusdatin berperan memfasilitasi penyelenggaraan forum–forum informatika tersebut, yang
bertujuan untuk menyatukan semua pemangku kepentingan dalam upaya membuat jejaring dan
pertukaran pengetahuan.
Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Mendukung dibentuknya wadah atau forum informatika kesehatan untuk memajukan
kesadaran/pengembangan TIK dalam penggunaan informasi.

Model Sistem Informasi Kesehatan Nasional


SIK Nasional yang diharapkan adalah SIK Terintegrasi yaitu sistem informasi yang
menyediakan mekanisme saling hubung antar sub sistem informasi dengan berbagai cara yang
sesuai dengan yang dibutuhkan, sehingga data dari satu sistem secara rutin dapat melintas, menuju
atau diambil oleh satu atau lebih sistem yang lain. Hal ini melingkupi sistem secara teknis (sistem
yang bisa berkomunikasi antar satu sama lain) dan konten (data set yang sama). Aliran informasi
antar sistem sangat bermanfaat bila data dalam file suatu sistem diperlukan juga oleh sistem yang
lainnya, atau output suatu sistem menjadi input bagi sistem lainnya. Bentuk fisik dari SIK
Terintegrasi adalah sebuah aplikasi sistem informasi yang dihubungkan dengan aplikasi lain (aplikasi
sistem informasi puskesmas, sistem informasi rumah sakit, dan aplikasi lainnya) sehingga secara
interoperable terjadi pertukaran data antar aplikasi. Dengan SIK Terintegrasi, data entri hanya perlu
dilakukan satu kali sehingga data yang sama akan disimpan secara elektronik dan bisa dikirim dan
diolah. SIK Terintegrasi yang berbasis elektronik adalah strategi pengembangan yang akan diadopsi
untuk meringankan beban pencatatan dan pelaporan petugas kesehatan di lapangan. Dalam rangka
mewujudkan SIK Terintegrasi, dikembangkan model SIK Nasional yang menggantikan sistem yang
saat ini masih diterapkan di Indonesia. Model ini memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi tetapi tetap dapat menampung SIK Manual untuk fasilitas kesehatan yang masih
mempunyai keterbatasan infrastruktur (seperti pasokan listrik dan peralatan komputer serta jaringan
internet). Kedepan semua pemangku kepentingan SIK bisa bergerak menuju ke arah SIK
Komputerisasi dimana proses pencatatan, penyimpanan dan diseminasi informasi bisa lebih efisien
dan efektif serta keakuratan data dapat ditingkatkan.

165
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Bila digambarkan model SIK yang terintegrasi adalah seperti pada gambar 8.2.
Pada model ini terdapat 7 komponen yang saling terhubung dan saling terkait, yaitu :
1. Sumber Data Manual
2. Sumber Data Komputerisasi
3. Sistem Informasi Dinas Kesehatan
4. Sistem Informasi Pemangku Kepentingan
5. Bank Data Kesehatan Nasional

Gambar 9.2. Model Sistem Informasi Kesehatan Nasional


Fasilitas pelayanan kesehatan baik milik pemerintah maupun swasta wajib menyampaikan
laporan sesuai standar dataset minimal dan jadwal yang telah ditentukan.
Fasilitas pelayanan kesehatan yang masih memakai sistem manual akan melakukan
pencatatan, penyimpanan dan pelaporan berbasis kertas. Laporan dikirimkan dalam bentuk hardcopy

166
FKM - UNSRAT
(kertas) berupa data rekapan/agregat ke dinas kesehatan kabupaten/kota. Fasilitas pelayanan
kesehatan dengan komputerisasi offline, laporan dikirim dalam bentuk softcopy berupa data
individual ke dinas kesehatan kabupaten/kota. Fasilitas pelayanan kesehatan dengan komputerisasi
online, data individual langsung dikirim ke Bank Data Kesehatan Nasional dalam format yang telah
ditentukan. Petugas kesehatan di lapangan (bidan desa, perawat desa/perawat perkesmas,
posyandu, polindes) melapor kepada puskesmas yang membinanya, berupa data rekapan/agregat
sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Selanjutnya akan dikembangkan program mobile health (mHealth) dengan teknologi
informasi dan komunikasi sehingga data individual dapat langsung masuk ke Bank Data Kesehatan
Nasional. Di dinas kesehatan kabupaten/kota, laporan hardcopy dari semua fasilitas pelayanan
kesehatan (kecuali milik pemerintah provinsi dan pemerintah pusat) akan dientri ke dalam aplikasi
SIKDA generik. Laporan softcopy yang diterima, akan diimpor ke dalam aplikasi SIKDA Generik
selanjutnya semua bentuk laporan diunggah ke Bank Data Kesehatan Nasional. Dinas kesehatan
provinsi melakukan hal yang sama dengan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk laporan dari unit
pelayanan kesehatan milik Provinsi. Informasi yang bersumber dari luar fasilitas kesehatan (misalnya
kependudukan) akan diambil dari sumber yang terkait (contohnya BPS) dan dimasukkan ke dalam
Bank Data Kesehatan Nasional. Semua pemangku kepentingan yang membutuhkan informasi
kesehatan dapat mengakses informasi yang diperlukan dari bank Data Kesehatan Nasional melalui
website Kemenkes.

Implementasi Model Sistem Informasi Kesehatan Nasional

Implementasi model SIK Nasional akan dilakukan secara bertahap :


1. Tahap 1 – Pengembangan fasilitas Bank Data Kesehatan Nasional dan platform
(dashboard) diseminasi informasi. Bank Data Kesehatan Nasional menyimpan data kesehatan
individu (data disaggregat), data survei, sensus, penelitian dan data lintas sektor. Platform
desiminasi informasi akan berperan sebagai pintu utama akses data kesehatan dimana semua
pemangku kepentingan dan pemakai data kesehatan bisa mengakses secara online dari mana saja
dan melakukan ‖data mining‖ atau pembuatan laporan secara fleksibel dan terkomputerisasi.
Pelaksana tahap ini adalah Pusdatin Kemenkes.
2. Tahap 2 – Implementasi SIK komputerisasi di semua komponen sistem kesehatan (puskesmas,
RS, dinkes kabupaten/kota/provinsi). Pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengalokasikan
dana dan melaksanakan implementasi ini secara bertahap.

167
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

3. Tahap 3 – Pengembangan dan Implementasi mHealth untuk petugas kesehatan di lapangan.


Melihat kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dan memiliki banyak lokasi
terpencil, mHealth perlu dikembangkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan,
pelaporan, dan pembelajaran.
4. Tahap 4 - Pengembangan dan Implementasi e-Health lainnya, termasuk telemedicine, distance
learning, dll.

SIKDA Generik

Sistem Kesehatan Daerah (SIKDA) Generik ini adalah upaya dari Kemenkes dalam
menerapkan standarisasi Sistem Informasi Kesehatan, sehingga dapat tersedia data dan informasi
kesehatan yang akurat, tepat dan cepat, dengan mendayagunakan teknologi informasi dan
komunikasi dalam pengambilan keputusan/kebijakan dalam bidang kesehatan di Kabupaten/Kota,
Provinsi dan Kementerian Kesehatan. SIKDA Generik merupakan aplikasi elektronik yang dirancang
untuk mampu menjembatani komunikasi data antar komponen dalam sistem kesehatan nasional
yang meliputi puskesmas, rumah sakit, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi,
dan Kementerian Kesehatan. SIKDA Generik terdiri dari 3 aplikasi sistem informasi elektronik yaitu
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas, Sistem Informasi Manajemen Dinas Kesehatan, dan Sistem
Informasi Manajemen Rumah Sakit. SIKDA Generik ini akan didistribusikan kepada seluruh fasilitas
kesehatan dalam rangka pengembangan SIK komputerisasi.

Pengorganisasian

Tanggung Jawab Pemerintah dalam Menentukan Kebijakan Sistem Informasi Kesehatan


Pemerintah mempunyai tanggungjawab untuk menetapkan strategi pengembangan dan
pengelolaan SIK. Semua pemangku kepentingan SIK mempunyai kewajiban untuk mengikuti
penetapan dan kebijakan yang ditentukan serta mempunyai peran untuk memperkuat SIK di
Indonesia. Koordinasi lintas sektor merupakan hal yang penting karena SIK bukan hanya tanggung
jawab bidang kesehatan tetapi juga bidang lain yang terkait di setiap jenjang. Di tingkat
provinsi/kabupaten/kota, pelaksanaan SIK juga harus didukung oleh suatu kebijakan yang

168
FKM - UNSRAT
memperkuatnya sebagai pijakan pelaksanaan bagi pengelola SIK di daerah. Setiap daerah (provinsi
dan kabupaten/kota) membuat peraturan daerah mengenai SIK yang sejalan dengan SIK Nasional.
Selain itu Kepala fasilitas pelayanan kesehatan juga dapat mengeluarkan keputusan terkait SIK
sesuai wilayah kerjanya, untuk memastikan pelaksanaan operasional.
Tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan dan
pengembangan SIK merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pem-bagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, sebagai berikut:
5. Pemerintah mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus pengelolaan dan
pengembangan SIK skala nasional dan fasilitasi pengembangan SIK daerah.
6. Pemerintah Daerah Provinsi mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus
pengelolaan SIK skala Provinsi.
7. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan
mengurus pengelolaan SIK skala Kabupaten/Kota.
Pemerintah daerah dapat melakukan pengembangan SIK dalam skala terbatas dan mengikuti
standar yang ditetapkan pemerintah.

Organisasi
Pengelolaan SIK merupakan suatu hal yang penting dan tidak mudah sehingga memerlukan
unit khusus yang fokus dan kompeten. Pengelolaan SIK diselenggarakan oleh semua tingkatkan
manajemen kesehatan di pusat maupun daerah dan melibatkan semua pemangku kepentingan
(bidang kesehatan dan selain bidang kesehatan). Berikut ini diuraikan organisasi penyelenggara di
tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan pelayanan kesehatan.

Penyelenggara Tingkat Pusat


Penyelenggara SIK di pusat dikoordinasikan dan difasilitasi oleh Pusat Data dan Informasi
(Pusdatin) Kementerian Kesehatan sebagai pusat jaringan SIK Nasional. Dalam rangka memperkuat
koordinasi SIK Nasional dibentuk Dewan SIK Nasional. Dewan SIK Nasional terdiri atas semua
pemangku kepentingan dan terdiri dari komite ahli, tim perumus, dan kelompok kerja. Tugas dan
mekanisme kerja Dewan SIK Nasional akan ditentukan kemudian.

169
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Penyelenggara Tingkat Provinsi


Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No 267/Menkes/SK/III/2008 tentang petunjuk teknis
pengorganisasian dinas kesehatan daerah, organisasi yang menangani data dan informasi di dinas
kesehatan provinsi seyogyanya dibentuk UPT Dinas (UPTD). Dalam rangka penyelenggaraan SIK di
tingkat Provinsi perlu dibentuk Tim SIKDA. Tim SIKDA terdiri dari:
 Penanggung jawab: Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
 Koordinator: Pejabat Eselon III yang bertanggung jawab terhadap data dan informasi
 Sekretaris: Pejabat Eselon IV yang bertanggung jawab terhadap data dan informasi  Anggota:
Semua pemangku kepentingan di tingkat provinsi

Penyelenggara Tingkat Kabupaten/Kota


Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No 267/Menkes/SK/III/2008 tentang petunjuk teknis
pengorganisasian dinas kesehatan daerah, organisasi yang menangani data dan informasi di dinas
kesehatan kabupaten/kota seyogyanya dibentuk UPT Dinas (UPTD). Dalam rangka penyelenggaraan
SIK di tingkat Kabupaten/Kota perlu juga dibentuk Tim SIKDA. Tim SIKDA terdiri dari:
 Penanggung jawab: Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
 Koordinator: Pejabat Eselon III yang bertanggung jawab terhadap data dan informasi
 Sekretaris: Pejabat Eselon IV yang bertanggung jawab terhadap data dan informasi  Anggota:
Semua pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota

Penyelenggara Tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan


Penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat dasar, rujukan dan jaringannya baik milik
pemerintah dan swasta, harus memiliki unit/tim yang menangani SIK. Untuk di pelayanan kesehatan
tingkat dasar dibentuk tim pengelola SIK/data yang terdiri dari staf dengan kompetensi pengelolaan
SIK dan TIK. Di rumah sakit di bentuk unit yang menangani sistem informasi dan komunikasi seperti
yang diamanatkan dalam UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

170
FKM - UNSRAT

Sistem Informasi Rumah Sakit


B A B 10
R melakukan upaya kesehatan dasar atau kesehatan rujukan dan atau upaya umah sakit
merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk
kesehatan penunjang, yang dapat juga digunakan untuk kepentingan pendidikan
dan pelatihan serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan.
Undang-undang Tentang Kesehatan juga mengharuskan bahwa pelayanan kesehatan
yang diberikan di rumah sakit harus dapat dipertanggungjawabkan dari segi mutu dan
perkembangan ilmu kedokteran terkini. Dalam mencapai itu peran manajemen sangat penting
disamping sumber daya pendukung.
Dengan pelayanan yang semakin kompleks diharapkan rumah sakit menyediakan
informasi yang adekuat dalam mendukung terciptanya manajemen pelayanan dan administrasi
yang bermutu untuk meningkatkan kinerja rumah sakit. Disinilah peran Sistem Informasi Rumah
Sakit (SIRS) dikatakan penting, sebagai tulang punggung manajemen rumah sakit.

Konsep Dasar Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)


Pengertian Sistem Informasi Rumah Sakit

Sistem informasi rumah sakit adalah suatu tatanan yang berurusan dengan pengumpulan
data, pengolahan data, penyajian informasi, analisa dan penyimpulan informasi serta
penyampaian informasi yang dibutuhkan untuk kegiatan rumah sakit.
Sistem informasi rumah sakit bertugas menyiapkan informasi untuk kepentingan pelayanan
rumah sakit. Subsistemnya antara lain : subsistem pengembangan dan subsistem operasional.

Menurut Wandaningsih (1995), ada beberapa aspek penting dari sistem informasi rumah
sakit yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Aspek kualitas
Kualitas suatu aspek informasi tergantung pada tiga (3) hal, seperti keakuratan, ketepatan waktu,
dan manfaat informasi bagi rumah sakit.

171
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

2. Aspek dimensi
Terdapat 6 (enam) dimensi informasi yang menunjukkan besar kecilnya suatu informasi, yaitu :
sistem informasi, jenis informasi, metode pengukuran yang dipakai, waktu kebutuhan informasi,
tempat pengambilan keputusan yang membutuhkan informasi, penggunaan informasi oleh
pengambil keputusan

Jenis Sistem Informasi Rumah Sakit

Menurut Austin (1983), secara umum sistem informasi rumah sakit dapat digolongkan
menjadi :
a. Sistem informasi klinik atau medik
Sistem ini dirancang untuk membantu proses audit medis yang dapat menjamin agar standar
mutu pelayanan selalu dipenuhi.
b. Sistem informasi administrasi
Sistem ini dirancang untuk membantu memantau kegiatan pendayagunaan sumbersumber untuk
pelayanan medis, seperti sistem informasi akuntansi, sistem informasi logistik dan sistem
informasi ketenagaan.
c. Sistem informasi manajemen perencanaan dan pengawasan
Sistem informasi ini ditujukan untuk perencanaan evaluasi penampilan rumah sakit dan juga
untuk menilai dampak pelayanan di masyarakat.

Tujuan Sistem Informasi Rumah Sakit

Menurut Siregar (1986), administrasi rumah sakit, anggota dewan rumah sakit dan staf medis
menggunakan sistem informasi untuk mendukung hal-hal berikut :
a. Jaminan oleh kualitas pelayanan
Informasi klinik dari catatan medis penderita bagi proses kesehatan untuk menilai pelaksanaan
diagnostik dan pengobatan di rumah sakit. Sistem Informasi rumah sakit yang menggunakan
komputer dapat menelusuri data seperti ini untuk penilaian tindakan perbaikan.
b. Perbaikan biaya dan peningkatan produksi

172
FKM - UNSRAT
Sistem informasi dengan komputer sangat baik untuk melakukan analisa biaya dan laporan
produksi yang dapat digunakan untuk administrasi rumah sakit untuk memperbaiki efektifitas
kegiatan. Sistem ini dapat mengintegrasi informasi klinik dan keuangan.
c. Analisa penggunaan dan penaksiran permintaan
Sistem informasi rumah sakit yang lengkap dapat menyajikan penggunaan pelayanan rumah
sakit baik sekarang maupun masa lalu. Informasi ini berguna untuk analisa efektifitas
penggunaan sumber daya dan merupakan dasar bagi peramalan permintaan masyarakat.
d. Perencanaan program dan evaluasi
Informasi yang digunakan untuk ketiga tujuan diatas merupakan masukan utama untuk menilai
pelayanan saat ini. Bila digabung dengan proyeksi tentang perubahan penduduk yang dilayani
maka sistem ini membantu peramalan program mana yang akan datang.
e. Penyederhanaan laporan internal dan eksternal
Setiap rumah sakit memerlukan pencatatan yang akurat mengenai informasi medis dan
keuangan.
f. Penelitian klinis
Terutama bagi rumah sakit yang beraliansi dengan institusi pendidikan. Dengan sistem informasi
yang baik maka ini dapat menyajikan informasi bagi kebutuhan studi longitudinal dan
perbandingan.
g. Pendidikan
Sistem informasi yang baik dapat membantu dalam penalaran atau latihan kedokteran atau
profesi kesehatan lain dengan menyajikan data medis masa lalu dan sekarang untuk kepentingan
pendidikan.

Rekam Medik
Pengertian Rekam Medik

Rekam Medis merupakan catatan yang berisikan semua informasi tentang identitas dan
riwayat seorang pasien selama menerima pelayanan medik di sebuah organisasi kesehatan, dan
disajikan secara kronologis sesuai dengan kejadiannya sampai dengan pemeriksaan, tindakan dan
pengobatan serta diagnosa akhir.

173
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Tujuan dan Kegunaan Rekam Medis

Tujuan Rekam Medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka
upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa didukung suatu sistem pengelolaan
rekam medis yang baik dan benar, mustahil tertib administrasi rumah sakit akan berhasil
sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan tertib administrasi merupakan salah satu faktor yang
menentukan di dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tujuan rekam medis secara rinci
akan terlihat dan analog dengan kegunaan rekam medis itu sendiri.
Kegunaan Rekam Medis dapat dilihat dari beberapa aspek :
a) Aspek Administrasi (Administration)
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi karena isinya menyangkut tindakan
berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan paramedis dalam
mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
b) Aspek Medis
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medis karena rekam medis dipakai sebagai dasar
untuk merencanakan pengobatan terhadap seorang pasien.
c) Aspek Hukum (Legal)
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum karena isinya mengandung jaminan hukum
atas dasar keadilan dalam rangka usaha menegakkan hukum dan penyediaan tanda bukti
untuk penegak keadilan.
d) Aspek Keuangan (Financial)
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai keuangan karena dapat dijadikan penetapan
berapa biaya yang harus dibayar saat menerima pelayanan.
e) Aspek Penelitian (Research)
Suatu berkas rekam medis dapat dijadikan bahan penelitian karena didalamnya berisikan
informasi data medis untuk pengembangan ilmu kesehatan.
f) Aspek Pendidikan (Education)
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan karena isinya disajikan secara
kronologis sesuai dengan kejadiannya mulai dari pemeriksaan, tindakan, pengobatan dan
diagnosa akhir, sehingga dapat dijadikan bahan referensi pendidikan di bidang profesinya.

174
FKM - UNSRAT

g) Aspek Dokumentasi (Documentation)


Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi karena isinya menjadi sumber ingatan
yang harus disimpan sebagai bahan pertanggungjawaban laporan rumah sakit.
Dari beberapa aspek kegunaan rekam medis di atas, terlihat bahwa rekam medis tidak hanya
menyangkut pasien dan pemberi pelayanan saja melainkan mempunyai kepentingan dan kegunaan
yang luas yang secara umum dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga ahli lainnya yang ikut ambil bagian dalam
memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan kepada pasien.
2. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/ perawatan yang harus diberikan kepada
seorang pasien.
3. Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan
selama pasien berkunjung/ dirawat di rumah sakit.
4. Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan
yang diberikan kepada pasien.
5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan
lainnya.
6. Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan.
7. Sebagai dasar didalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik terhadap pasien.
8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan serta sebagai bahan pertanggungjawaban
dan laporan.

Perkembangan Rekam Medis di Indonesia

Rekam Medis di Indonesia telah dikenal semenjak masa pra kemerdekaan, hanya saja masih
belum dilaksanakan dengan baik, penataan atau mengikuti sistem informasi yang benar tetapi
dibuat/ dilaksanakan sesuai selera pimpinana rumah sakit tersebut. Dengan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1960, kepada semua petugas kesehatan diwajibkan untuk
menyimpan rahasia kedokteran, termasuk berkas rekam medis. Kemudian pada tahun 1972 dengan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 034/Birhup/1972, ada kejelasan bagi rumah sakit
menyangkut kewajiban untuk menyelenggarakan medical record. Bab I pasal 3 menyatakan bahwa
guna menunjang terselenggaranya rencana induk ( master plan) yang baik, maka setiap rumah
sakit :

175
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

a. Mempunyai dan merawat statistik yang up to date


b. Membuat medical record yang berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan
Maksud dan tujuan dari peraturan-peraturan tersebut adalah agar di institusi pelayanan
kesehatan termasuk rumah sakit, penyelenggaraan rekam medis dapat berjalan dengan baik.
Diharapkan dengan diberlakukannya Permenkes No. 749a tahun 1989 tentang Rekam Medis/
Medical Record yang merupakan landasan hukum, semua tenaga medis dan paramedis di rumah
sakit yang terlibat dalam penyelenggaraan rekam medis dapat melaksanakannya. Dalam pasal 22
disebutkan bahwa hal-hal teknis yang belum diatur dan petunjuk pelaksanaan peraturan akan
ditetapkan oleh Direktur Jenderal sesuai dengan bidang tugas masing-masing.

Sistem Informasi Perumahsakitan di Indonesia


Sistem Informasi Perumahsakitan di Indonesia sudah dikembangkan sejak tahun 1972,
dengan ditetapkannya Sistem Pelaporan Rumah Sakit melalui Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No.
651/XI-AU/PK/72 tanggal 27 Nopember 1972.
Sistem pelaporan Rumah Sakit tersebut telah beberapa kali mengalami revisi, dan revisi yang
terakhir dilakukan adalah revisi ketiga dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan R.I. No.
691A/Menkes/SK/XII/84, disertai beberapa perubahan dengan adanya SKB Direktur Jenderal
Pelayanan Medik dan Direktur Jenderal PPM & PLP No. 68)/Yanmed/lnfo/SK/IV/1987 dan No.
280-I/EI/01.01.01 sebagai tindak lanjut rapat konsultasi survailans nasional yang diadakan di Ball
bulan Maret 1987, dimana telah dicapai suatu konsensus untuk mengadakan integrasi pengumpulan
data survailans epidemiologi dari rumah sakit dalam rangka efisiensi sistem informasi.
Melalui keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik No.HK.00.05. 1.4.5482
tanggal 2 Januari 1997, dilakukan penyempurnaan dari isi (substansi) laporan. Pembakuan dari
Sistem Pelaporan Rumah Sakit merupakan landasan di dalam upaya memantapkan sistem informasi
perumahsakitan, karena salah satu modal utama untuk menunjang kelancaran informasi adalah
tersedianya data dasar yang didapatkan dari unit pelapor. Disamping itu tidak kalah pentingnya
adalah proses tindak lanjut berupa pengolahan serta penyajian dan analisa.

176
FKM - UNSRAT
Proses Penyusunan Informasi Perumahsakitan

Penyusunan informasi perumah sakitan melalui tahapan-tahapan proses, yang meliputi:


1. Pengumpulan Data
2. Pengolahan Data
3. Penyajian dan Analisa

Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan secara langsung dengan mendapatkan data primer dari rumah
sakit berdasarkan Sistem Pelaporan Rumah Sakit yang berlaku.
1. Jenis data yang dikumpulkan meliputi :
- Data kegiatan rumah sakit
- Data keadaan morbiditas pasien
- Data inventarisasi (data dasar) rumah sakit
- Data ketenagaan rumah sakit
- Data peralatan rumah sakit
a. Data Kegiatan Rumah Sakit
Dilaporkan dengan menggunakan formulir RL.1, merupakan formulir rekapitulasi yang
mencakup berbagai kegiatan rumah sakit, yaitu :
- Pelayanan rawat inap
- Pengunjung rumah sakit
- Kunjungan rawat jalan
- Pelayanan rawat darurat
- Kesehatan jiwa
- Kegiatan kebidanan dan perinatologi
- Kegiatan pembedahan (menurut gol. & Spes)
- Kegiatan radiology
- Kegiatan pelayanan khusus
- Kegiatan pemeriksaan laboratorium
- Kegiatan farmasi rumah sakit
- Kegiatan rehabilitasi medik

177
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

- Kegiatan keluarga berencana


- Kegiatan penyuluhan kesehatan
- Kegiatan kesehatan gigi dan mulut
- Kegiatan transfusi darah
- Kegiatan pelatihan/kursus/penataran
- Cara pembayaran
- Kegiatan rujukan
b. Data Keadaan Morbiditas Rumah Sakit
Data keadaan morbiditas rumah sakit terdiri dari:
1) Keadaan morbiditas individual pasien rawat inap meliputi:
- Morbiditas untuk pasien umum (formulir RL 2.1.) yang isinya mencakup : jati diri
pasien, tanggal masuk dan tanggal keluar, diagnosis, penyebab luar cedera dan
keracunan, operasi/tindakan, keadaan keluar rumah sakit dsb.
- Morbiditas khusus untuk pasien kebidanan dan penyakit kandungan (formulir
RL.2.2.) yang isinya mencakup jati diri pasien, tanggal masuk dan tanggal
keluar, cara melahirkan, diagnosis utama, masa gestasi, operasi/tindakan,
keadaan keluar rumah sakit, tanggal melahirkan, paritas, jumlah kelahiran
hidup/mati dsb.
2) Rekapitulasi data keadaan morbiditas rawat inap di rumah sakit (formulir RL 2a, dan RL
2.a.1 untuk laporan survailans terpadu), memuat data kompilasi penyakit/morbiditas pasien
rawat inap yang dikelompokkan menurut daftar tabulasi dasar KIP. Untuk masing-masing
kelompok penyakit dilaporkan Mengenai jumlah pasien keluar menurut golongan umur dan
menurut seks, serta jumlah pasien keluar mati.
3) RL 2.c. Data Status Imunisasi ( sebagai lampiran RL 2.a.1.), memuat informasi tentang
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
4) Rekapitulasi data keadaan morbiditas pasien rawat jalan di rumah sakit (formulir RL 2.b dan
RL 2.b.1 untuk laporan survailans terpadu), memuat data kompilasi
penyakit/morbiditas pasien rawat jalan yang dikelompokkan menurut Daftar Tabulasi Dasar

178
FKM - UNSRAT
KIP. Untuk masing-masing kelompok penyakit dilaporkan mengenai jumlah kasus baru
menurut golongan umur dan menurut seks serta jumlah kunjungan.

c. Data Inventarisasi (Data Dasar) Rumah Sakit


Data keadaan morbiditas rumah sakit terdiri dari: identitas rumah sakit, surat izin,
penyelenggara, direktur rumah sakit, fasilitas kesehatan gigi, fasilitas tempat tidur, fasilitas
unit rawat jalan.

d. Data Ketenagaan Rumah Sakit


Data keadaan morbiditas rumah sakit terdiri dari:
1) RL4, memuat rekapitulasi data jumlah tenaga yang bekerja di rumah sakit menurut
kualifikasi pendidikan dan status kepegawaian.
2) RL4.a. merupakan data individual ketenagaan rumah sakit, memuat data pribadi, data
pekerjaan, pendidikan lanjutan, pengalaman kerja, latihan jabatan dan status
kepegawaian.

e. Data Peralatan Rumah Sakit


Dilaporkan dengan menggunakan formulir:
1) RL5, memuat rekapitulasi data jumlah peralatan medik yang ada di rumah sakit
menurut sumber pengadaan dan keadannya.
2) RL5.a. merupakan data individual peralatan medik di rumah sakit, memuat nama/jenis
alat, tipe/model, kapasitas dan sebagainya.

2. Periode Pelaporan
Periode pelaporan disesuaikan dengan jenis data yang dikumpulkan, yaitu:
a. Data Kegiatan Rumah Sakit (RL1)
Formulir RL1 dibuat setiap triwulan oleh masing-masing rumah sakit berdasarkan
pencatatan harian yang dikompilasi setiap bulan. Data yang dilaporkan mencakup keadaan
mulai tanggal 1 bulan pertama sampai dengan tanggal 30/31 bulan ketiga padas etiap
triwulan yang bersangkutan.

179
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

b. Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Nginap RL2a dikumpulkan setahun sekali, sedangkan
RL2a1 dan RL2c dikumpulkan tiap bulan mencakup semua pasien yang keluar rumah sakit
(hidup+mati) dari semua pelayanan rawat nginap.
c. Data Keadaan Morbiditas Pasien rawat Jalan RL2b di kumpulkan setahun sekali, sedangkan
RL2b1 dikumpulkan tiap bulan mencakup semua kunjungan yang datang berobat jalan
pada semua unit rawat jalan/poliklinik.
d. Data Inventarisasi ( RL3 )
Formulir RL3 diisi satu kali dalam setahun. Data yang dilaporkan sesuai dengan keadaan
pada tanggal 31 Desember setiap tahunnya.
e. Data Keadaan Ketenagaan Rumah Sakit ( RL4 )
Formulir RL4 dibuat dua kali setahun. Data yang di laporkan sesuai dengan keadaan pada
tanggal 30 Juni dan 31 Desember.
f. Data Keadaan Peralatan Rumah Sakit ( RL5)
Formulir RL5 dibuat sekali setahun.Data yang di laporkan sesuai dengan keadaan pada
tanggal 31 Desember.
g. Khusus untuk data yang hanya dikirimkan ke Depkes
Seperti formulir data individual mengenai penyakit pasien rawat nginap (RL2.1, RL2.2, &
RL2.3), dibuat bagi setiap pasien yang keluar Rumah Sakit ( hidup & meninggal) pada
tangga! 1-10 bulan Februari, Mei, Agustus dan November. Sedangkan data individual
ketenagaan Rumah sakit (RL4a) dibuat untuk setiap tenaga sesuai dengan keadaan per 31
Desember dan diperbaharui pada tahun selanjutnya jika ada perubahan.

3. Jadwal Pengiriman Laporan


Pengiriman laporan mmah sakit menurut masing-masing formulir standar dilaksanakan paling
lambat 15 hari sesudah jangka waktu periode pelaporan yang ditetapkan.

4. Saluran Pengiriman Laporan


Laporan dibuat rangkap (kecuali untuk laporan yang bersifat individual cukup dibuat
rangkap 2. Rangkap pertama dikirimkan langsung ke Bagian Informasi Pelayanan Medik. Rangkap
kedua dan berikutnya dikirimkan ke:

180
FKM - UNSRAT
- Kepala Dinas Kesehatan Daerah Tk. I
- Kepala Dinas Kesehatan Daerah Tk. II
- Bagi Rumah Sakit yang tidak diselenggarakan oleh Depkes, Pemda satu exemplar laporan
dikirimkan kepada pemilik/penyelenggara Rumah Sakit yang bersangkutan.
- Arsip Rumah Sakit
Khusus formulir individual pasien rawat nginap, ketenagaan dan Peralatan (RL2.1. RL2.2,
RL2.3, RL4a dan RL5a) dibuat rangkap dua. Lembaran pertama dikirimkan ke Bagian Informasi
Pelayanan Medik, sedangkan lembaran kedua untuk arsip RS.

Proses Pengolahan Data


Pengolahan data dilakukan melalui tahapan pra-komputer (manual) dan tahapan komputer
(EDP).
1. Tahapan manual meliputi:
- Registrasi Laporan Masuk - Koreksi Dokumen dan Koding
a. Registrasi Laporan Masuk
Setiap laporan Rumah Sakit yang diterima di Bagian Informasi Pelayanan Medik di registrasi,
yaitu dicatat tanggal dan bulan laporan tersebut diterima. Pada saat registrasi tersebut,
komputer mengecek nomor kode RS yang bersangkutan.
b. Koreksi Dokumen dan Koding
Koreksi dokumen ataupun Koding dilakukan sesuai dengan jenis laporan, yaitu:
- Data kegiatan ( RL1 )
Koreksi yang dilakukan meliputi kelengkapan jumlah lembar maupun pengisianpada tiap-
tiap paragraf, khususnya beberapa paragraf yang dalam bentuk tabel, dimana kolom-
kolom dalam tabel ada korelasi nya.
- Data individual morbiditas pasien rawat nginap (RL2.1, RL2.2, RL2.3) Pengisian kode
diagnosis penyakit oleh RS tidak selalu benar dan justru ada yang kosong, maka sebelum
data tersebut diproses lebih lanjut perlu dilakukan koreksi.
- Data morbiditas rawat nginap dan rawat jalan (RL2a, RL2a1, RL2c, RL2B RL2b1,).
Dilakukan koreksi khususnya menyangkut kelayakan golongan umur serta jenis kelamin
pasien pada golongan penyakit tertentu.
- Data inventarisasi RS ( RL3).

181
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Kelengkapan data inventarisasi RS perlu diperbandingkan dengan data tahun


sebelumnya. Untuk itu dilakukan pengecekan manual sebelum data tersebut di entry ke
komputer, dengan demikian seandainya ada data yang meragukan perlu
dikonfirmasikan lebih dahulu ke rumah sakit yang bersangkutan.
- Data Ketenagaan RS (RL4 & RL4a)
Data ketenagaan yang sifatnya rekapitulasi (RL4) dilakukan pengecekan total
tenaga dengan keadaan tenaga tahun sebelumnya. Apabila terjadi perbedaan yang
menyolok, maka dikonfirmasikan dengan rumah sakit yang bersangkutan. Untuk data
individual ketenagaan (RL4a) dilakukan koding pada beberapa jenis yang sudah ada
pembakuannya seperti kode jenis tenaga, kode jabatan, dll.
- Data Peralatan RS (RL5 & RL5a)
Data peralatan yang sifatnya rekapitulasi dilakukan pengecekan jumlah menurut sumber
maupun jumlah menurut keadaan/kondisinya.
2. Tahapan komputer meliputi:
- Entry Data
- Validasi dan Balancing
- Update/Insert - Print (output)

a. Entry data

Entry data merupakan kegiatan yang paling banyak membutuhkan waktu dan tenaga
dalam hal pengolahan data, karena memindahkan laporan satu per satu kedalam
komputer.Walaupun beberapa aspek komputer mampu mengidentifikasi kesalahan
operator, tetapi akhirnya faktor manusia pula yang menentukan.

b. Validasi dan Balancing

Untuk membersihkan data yang salah, dibuatkan list koreksi, yang pada prinsipnya untuk
hal-hal yang berkaitan dengan file yang sudah baku, maka data tersebut diperbandingkan
(match) sehingga dapat diketahui cocok atau tidak. Apabila tidak sama maka keluarlah list
validasi.

182
FKM - UNSRAT
Untuk list balancing akan dikeluarkan pada data-data yang dapat dikontrol jumlahnya, baik
sesuai kolom maupun barisnya. Apabila total perincian tersebut tidak sesuai dengan jumlah
yang ada maka keluarlah list balancing.
Sesuai dengan jenis formulirnya, maka data-data yang dikeluarkan dalam list tersebut
berisi kode RS, kode medical record dan sebagainya, dimana selanjut nya diikuti dengan
variabel-variabel yang salah.
Petugas koreksi mengecek kebenaran data tersebut dengan dokumen aslinya. Apabila
temyata data dari komputer yang salah (kesalahan operator yang mengentry) maka list
diperbaiki, tetapi apabila dalam dokumen yang salah dan kesalahannya dapat ditolerir, maka
dokumen dan list diperbaiki. Tetapi untuk halhal tertentu yang tidak dapat diatasi seperti
umpama adanya "Penyakit Cacar" maka perlu konfirmasi dari rumah sakit yang
bersangkutan.

c. Update/Insert

Untuk list yang telah selesai dikoreksi di updatekan dan apabila ada data yang ketinggalan di
insertkan, sebagaimana proses entry data.
Untuk beberapa jenis laporan tertentu dilakukan validasi/balancing lebih dari satu kali, hal ini
untuk menjaga kualitas data.

d. Print (output)

Setelah diyakini data-data sudah bersih maka dibuatkan tabel-tabel sesuai dengan bentuk-
bentuk program komputer yang telah disiapkan.
Dalam bagan dapat digambarkan arus pengolahan data ( lihat lampiran 3). Kelancaran arus
pengolahan data sering terganggu dengan adanya laporan yang datangnya diluarjadwal
pengiriman data.

Penyajian dan Analisa


Penyajian data menurut sifatnya dapat berupa :
1. Data Deskriptif
2. Data Analitis
Kedua bentuk tersebut dapat bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data deskriptif masih
menggambarkan keadaan apa adanya, belum memberikan gambaran makna dari pada keadaan tsb.

183
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Deskriptif kuantitatif menggambarkan satu keadaan dalam bentuk angka mutlak sedangkan
deskriptif kualitatif menggambarkan keadaan dalam bentuk ratio, rate, prosentase. Kedua-duanya
belum dapat memberikan gambaran kurang atau lebih maupun baik dan kurang baik.
Data analitis sudah dapat memberikan makna dari pada keadaan sesuatu, jadi sudah bisa
memberikan suatu informasi yang dapat dipakai sebagai bahan tindak lanjut oleh decision maker.
Penyajian secara analitis kuantitatif sudah diikuti suatu pernyataan bahwa nilai tersebut
mengandung makna kurang, cukup atau lebih. Sedangkan penyajian secara analitis kualitatif sudah
ada satu pernyataan yang memberikan gambaran mutu, kecenderungan (baik atau kurang).
Untuk menyajikan data yang bersifat analitis, mutlak perlu adanya suatu nilai parameter
dari berbagai indikator penilaian, karena pada dasarnya analisa dimaksudkan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan dengan membandingkan antara keadaan yang sebenarnya
dengan keadaan yang diharapkan, sehingga dapat dilakukan upaya tindak lanjut. Contoh: BOR
suatu rumah sakit 60 %. Untuk memberikan pernyataan apakah nilai 60% tersebut baik atau tidak
harus ada suatu nilai parameter dari BOR yang seharusnya diharapkan. Disamping itu juga harus
dikaitkan dengan indikator-indikator lain yang dipakai untuk menilai tingkat efisiensi penggunaan
tempat tidur RS yaitu LOS, TOI, BTO, karena nilai yang sama dari satu rumah sakit dengan rumah
sakit lain belum tentu memberikan gambaran tingkat efisiensi yang sama.
Penyajian data rumah sakit yang telah dilaksanakan saat ini sebagian besar masih bersifat
deskriptif, meskipun ada juga yang telah disajikan secara analitis kuantitatif. Hal itu tidak terlepas
dari berbagai faktor, diantaranya :
- Belum adanya indikator-indikator berikut nilai parameternya yang sudah dibakukan. Kalaupun
ada lebih banyak masih mengacu pada keadaan di luar negeri.
- Khusus menyangkut data ketenagaan, standard ketenagaan yang berlaku dewasa ini
(Permenkes 262) dirasakan sudah tidak sesuai dengan perkembangan pelayanan kesehatan
masa kini sehingga tidak valid lagi apabila digunakan untuk merencanakan kebutuhan tenaga,
sementara standard-standard lain yang ada masih berupa rancangan yang belum dibakukan.

Penyebaran Informasi Rumah Sakit

Direktorat Jenderal Pelayanan Medik setiap tahunnya menerbitkan buku berbagai

184
FKM - UNSRAT
data rumah sakit yang meliputi:
- Daftar Rumah Sakit di Indonesia
- Kegiatan Pelayanan di Rumah Sakit (Seri 1)
- Ketenagaan Rumah Sakit (Seri 2)
- Morbiditas/Mortalitas Rumah Sakit (Seri 3)
Dari tahun ketahun, penyajian buku tersebut diupayakan untuk dapat lebih sempurna. Buku
berbagai data rumah sakit tersebut didistribusikan kepada rumah sakit pemerintah, Kantor Wilayah
Depkes Rl, Dinas Kesehatan Propinsi, Unit-Unit kerja di Departemen Kesehatan khususnya Ditjen
Pelayanan Medik serta unit-unit lain baik di lingkungan Depkes maupun diluar Depkes yang
memintanya.
Disamping itu Bagian Informasi Ditjen Pelayanan Medik juga memberikan tayanan khusus
untuk data-data lain yang belum ada di dalam publikasi berbagai data, sepanjang data tersebut ada
didalam laporan rumah sakit. Adapun data-data rumah sakit yang dapat disajikan baik dalam bentuk
tabel maupun grafik menurut jenis datanya, yaitu :

Data Kegiatan Rumah Sakit


Data yang disajikan dapat berupa resume pelayanan yang berisi angka-angka mutlak (angka
penjumlahan) maupun data yang berupa indikator-indikator (angka rata-rata atau angka
perbandingan), diantaranya :
o Jumlah penderita dirawat o Jumlah penderita keluar hidup

o Jumlah penderita keluar mati, baik mati < 48 jam maupun


mati > 48 jam o Jumlah lamanya dirawat untuk pasien yang
sudah keluar rumah sakit o Jumlah hari perawatan rumah sakit
o Jumlah kunjungan baru rumah sakit o Jumlah seluruh
kunjungan rumah sakit
o Jumlah kegiatan kesehatan jiwa (Psikotes, Konsultasi,
Terapi medikamentosa,
Play Therapy) o Jumlah pasien rujukan dan pasien dirujuk o
Tingkat Pemanfaatan Rumah Sakit (Cara Pembayaran) o Bed
Occupancy rate (BOR)

185
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

o Length of Stay (LOS) o Bed Turn Over (BTO) o Turn Over


Interval (TOI) o Nett Death Rate (NDR) o Gross Death rate
(GDR) o % mati kurang dari 48 jam o Rata-rata kunjungan
baru/hari o Rata-rata kunjungan/hari, dsb

Data Morbiditas
Data yang dapat disajikan diantaranya : o Pola
penyakit
o Jumlah pasien menurut jenis penyakit, kelompok umur, jenis kelamin o Nosokomial Infection
rate
o "Average Post Operative Length of Stay" untuk setiap jenis penyakit dengan operasi. o
"Average Pre Operative Length of Stay" untuk setiap jenis penyakit dengan operasi.
o "Average Length of Stay" untuk masing-masing jenis penyakit pasien rawat nginap

o "Case Fatality Rate", setiap jenis penyakit rawat nginap.

o "Proportional Morbidity Rate", dsb.

Data Inventarisasi Rumah Sakit


Data yang dapat disajikan diantaranya :
o Daftar rumah sakit diperinci menurut propinsi o Daftar rumah
sakit diperinci menurut jenis o Daftar rumah sakit diperinci menurut
pengelola o Daftar rumah sakit diperinci menurut kelas o Daftar nama
Direktur rumah sakit o Daftar perizinan rumah sakit

o Distribusi RS dan tempat tidur menurut jenis dan pengelola RS o


Perincian tempat tidur menurut jenis pelayanan o Perincian tempat
tidur menurut kelas perawatan o Ratio tempat tidur RS dengan
penduduk o Kecenderungan peningkatan tempat tidur rumah sakit,
dsb.

186
FKM - UNSRAT
Data Ketenagaan Rumah Sakit
Data yang dapat disajikan diantaranya :
o Jumlah tenaga medis menurut kualifikasi pendidikan (jenis keahlian) o Jumlah
tenaga asisten ahli menurut keahlian dan status o Jumlah tenaga medis menurut
status kepegawaian
o Jumlah tenaga paramedis perawatan menurut kualifikasi pendidikan o Jumlah
tenaga paramedis perawatan menurut status kepegawaian o Jumlah tenaga
paramedis non perawatan menurut kualifikasi pendidikan o Jumlah tenaga
paramedis non perawatan menurut status kepegawaian o Jumlah tenaga non medis
menurut kualifikasi pendidikan o Jumlah tenaga non medis menurut status
kepegawaian o Jumlah tenaga menurut jenis dan golongan gaji o Ratio tenaga
menurut jenis dengan tempat tidur o Ratio tenaga menurut jenis dengan kunjungan o
Kebutuhan tenaga minimal menurut jenis tenaga, dsb.

Data Peralatan Rumah Sakit o Jumlah alat menurut jenis dan


sumber pengadaannya o Jumlah alat menurut jenis dan kondisinya

Penggunaan Indikator Program Rumah Sakit

Tujuan dan sasaran suatu program dapat berbeda tergantung dari eselon atau tingkat
perencanaan atau pelaksana yang harus melakukan monitoring atau evaluasi.
Di tingkat operasional rumah sakit, monitoring terhadap indikator program dilakukan dengan tujuan
untuk:
- Mengetahui tingkat mutu dan efisiensi pelayanan.
- Membuat perbandingan mutu dan efisiensi diantara unit-unit (bagian) di dalam rumah sakit.
Dengan kata lain, indikator dapat dipakai untuk menilai peningkatan kemampuan manajemen
dan efisiensi serta mutu pelayanan.

Meningkatkan Kemampuan Manajemen dan Efisiensi.


Sebenamya indikator untuk sasaran ini tidak lain sama dengan indikator efisiensi di rumah
sakit. Kemampuan manajemen rumah sakit dapat diandalkan jika manajemen dilakukan dengan
efisien. Pengertian efisiensi selalu dikaitkan dengan pengertian perbandingan antara input sumber

187
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

daya (tenaga, dana, alat, metoda) dan output yang dihasilkan dalam satuan. Secara tradisional
output pelayanan di rumah sakit selalu dinyatakan dalam bentuk Jumlah Hari Rawat, Jumlah Pasien
yang Masuk Dirawat, atau Jumlah Pasien yang Keluar.
Efisiensi Penampilan Rumah Sakit dinyatakan dalam bentuk Biaya Per Satu Hari Rawat,
Persentase Okupasi, Rata-rata Lama Hari Rawat, Bed Turnover Internal,Turnover Rate. Apakah
betul demikian ? Marilah kita lihat dua buah rumah sakit A dan B. Rumah Sakit A adalah rumah sakit
khusus merawat pasien kronis (Jiwa atau TB Paru) mempunyai B0R 90 % dengan AvLOS 20 hari.
Rumah Sakit B adalah rumah sakit umum Kelas B dengan pelayanan spesialisasi dan sub-spesialisasi
mempunyai BOR 70 % dengan AvLOS 9 hari. Jika dua rumah sakit tersebut diperbandingkan maka
jelas rumah sakit A kurang efisien dibandingkan dengan rumah sakit B. Contoh ekstrim ini
menunjukkan bahwa memperbandingkan dua buah atau lebih rumah sakit yang berbeda dalam hal
fasilitas pelayanan yang disediakan, penggunaan teknologi pelayanan , dan sumber daya yang
tersedia akan dapat menyesatkan. Di rumah sakit B juga dirawat banyak pasien kronis (jiwa
misalnya) yang menunjukkan BOR tinggi dan AvLOS panjang untuk ruangan pasien kronis ini,
walaupun angka BOR untuk seluruh rumah sakit tercatat ± 60 %. Perbedaan sifat pasien,
perbedaan dalam hal tindakan medik dan teknologi intervensi ini disebut dengan "Case Mix". Karena
adanya "Case Mix" inilah maka harus dicari indikator lain yang lebih sesuai untuk
memperbandingkan tingkat efesiensi dari dua atau lebih rumah sakit, atau untuk
memperbandingkan dan menggambarkan tingkat efisiensi unit (bagian) didalam rumah sakit sendiri.
Indikator yang selama ini dipakai untuk menilai tingkat efisiensi di rumah sakit adalah
gambaran Grafik Barber- Johnson. Grafik ini digambarkan dari 4 jenis variabel, yaitu BOR, AvLOS,
Turnover Interval dan Bed Turnover Ratio. Kelemahan disini adalah karena variabel diperoleh dari
angka rata-rata, di dalam angka rata-rata ini mengandung variasi angka yang tidak mungkin kita
dapat abaikan begitu saja. Namun walaupun begitu Grafik ini pasti sangat bermanfaat, terutama
untuk memonitor kecenderungan dari tingkat efisiensi di dalam rumah sakit itu sendiri.
Di Amerika dikembangkan indikator yang lebih tajam lagi untuk menilai tingkat efisiensi
rumah sakit dengan cara memperkecil pengaruh "Case Mix". Indikator yang banyak digunakan
adalah:
- AvLOS pasien pre-operative.
- AvLOS penyakit tertentu yang disebut dengan Tracer Conditions.

188
FKM - UNSRAT
Pasien yang harus mengalami operasi biasanya diharuskan terlebih dahulu menjalani
pemeriksaan diagnostik lengkap Radiologi dan Laboratorium atau harus masuk rumah sakit untuk
observasi terhadap keadaan tertentu. Jadi pasien sudah menggunakan sumber daya rumah sakit
tidak sedikit sebelum dia di operasi. Lebih lama pasien dirawat, atau lebih banyak dia harus
menjalani tes diagnostik sebelum saatnya dioperasi lebih banyak pasien tersebut akan
menghabiskan sumber daya rumah sakit. Disini ada unsur pemborosan yang harus diperhitungkan
atau dengan kata lain ada unsur in-efisiensi. Lebih singkat Av LOS pre-operasi, lebih hemat dan
lebih efisien pelayanan yang diberikan.
Indikator yang lebih tajam lagi untuk menilai efisiensi rumah sakit adalah dengan cara
menghitung Av LOS dari beberapa jenis penyakit tertentu (Tracer Conditions) yang dicatat di rumah
sakit. Perkembangan paling akhir terjadi di Amerika untuk mencari indikator efisiensi rumah sakit
paling andal yang sekaligus digunakan untuk menilai tingkat mutu pelayanan. Pencarian ini dirintis
lewat riset intensif menggunakan teknologi komputer canggih. Hasilnya adalah penyusunan
sekelompok diagnose penyakit yang dinamakan sebagai Diagnosis Related Group (DRG). Di dalam
DRG ini dikumpulkan 83 kelompok besar penyakit dan kemudian masih dibagi menjadi sub-
kelompok sehingga akhirnya tersusun 383 jenis penyakit. Tiap jenis penyakit dapat dikatakan
mempunyai Av LOS yang tidak berbeda panjangnya, tidak berbeda cara penanganan mediknya, dan
menghabiskan sumber daya yang kurang lebih sama besamya.
DRG disusun dari kumpulan diagnosis penyakit dari ICD ke IX WHO. Pada saat ini DRG sudah
dipergunakan oleh hampir setiap rumah sakit di Amerika untuk menghitung unit cost penyakit,
menyusun tarif, menyusun anggaran belanja, dan untuk memperbandingkan mutu pelayanan
diantara rumah sakit.

Mutu Pelayanan
Konsep dan pengertian tentang mutu pelayanan di rumah sakit agak sulit untuk dijelaskan
karena adanya persepsi sebagian orang bersifat subyektif. Terdapat banyak sekali variabel bebas
yang mempengaruhi pelayanan ini. Negara yang paling banyak mempersoalkan penilaian mutu
dan kemudian melakukan banyak sekali riset tentang mutu pelayanan rumah sakit adalah negara
Amerika. Riset ini dilakukan untuk mencari jalan keluar dan berusaha untuk memberikan pengertian
operasional tentang mutu, mencari pendekatan untuk menilai mutu dan mencari cara yang tepat dan
obyektif sebagaimana mutu rumah sakit dilakukan. Salah satu hasil dari riset tersebut adalah DRG
yang telah dijelaskan di atas.

189
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Pada umumnya para ahli sekarang sudah sepakat bahwa indikator untuk membuat analisa
tentang mutu pelayanan rumah sakit (bukan mengukur mutu) adalah sebagai berikut:
a. AvLOS DRG
b. AvLOS Postoperative.
c. AvLOS Tracer Conditions.
d. Net Death Rate Hospital.
e. Infection Rate Postoperative.
f. Postoperative Death Rate.

Pemerataan Pelayanan.
Pemerataan pelayanan rumah sakit mempunyai arti orang dapat diberikan pelayanan yang
lebih banyak, cakupan pelayanan rumah sakit keluar lebih luas, atau lebih banyak jenis pelayanan
kesehatan yang dapat diberikan oleh rumah sakit.

Pengertian pemerataan mengandung unsur wilayah kerja, jumlah penduduk, dan


kesempatan penduduk menggunakan sarana yang tersedia di rumah sakit (tempat tidur, poliklinik,
kamar operasi, unit darurat dan lain sebagainya).Pengertian pemerataan ini mengharuskan rumah
sakit mengetahui luas cakupan pelayanan yang biasanya disebut dengan "Service Area" atau
"Catchment Area" rumah sakit.
Untuk mengetahui luas service area ini ada beberapa cara. Yang paling sederhana, akan
tetapi memakan waktu lama dan rumit, adalah mencatat alamat dari semua pasien yang pernah
datang berobat di rumah sakit. Cara lain adalah menghitung kelahiran bayi di rumah sakit
dibandingkan dengan angka kelahiran bayi di masyarakat.
Rumusannya adalah sebagai berikut:
X
Service area population  xZ
Y
X = Jumlah kelahiran di rumah sakit.
Y = Jumlah kelahiran di daerah diluar mmah sakit.
Z = Jumlah penduduk di daerah.

190
FKM - UNSRAT
Perhitungan ini dibuat sederhana karena adanya anggapan bahwa kelahiran terjadi secara
merata di kalangan penduduk di satu daerah.
Cara lain untuk mengetahui luas cakupan dan indikasi pemerataan, adalah perbandingan
dari jumlah pasien yang masuk dirawat nginap di rumah sakit dan jumlah penduduk di satu daerah
tertentu, yang disebut dengan : Admission Use Rate.

Permasalahan dan Upaya Pemecahannya

Pada pelaksanaan Sistem Informasi Rumah Sakit, dijumpai masalah, baik yang dikarenakan
faktor dari luar maupun faktor dari dalam. Permasalahan yang perlu segera mendapatkan
pemecahan dapat di identifikasikan sbb:

Faktor Dari Luar (Unit Pelapor)


1. Keterlambatan laporan yang menyebabkan data tidak bisa diproses secara serentak,
sehingga dampak dari pada keterlambatan tersebut adalah terjadinya keterlambatan didalam
penyajiannya. Untuk mengatasi masalah ini perlu adanya sanksi batas waktu akhir
penyampaian laporan. Apabila sampai batas waktu yang ditentukan data tidak masuk,
dimasukkan data periode sebelumnya, dan apabila data periode sebelumnya juga tidak
masuk diambil angka perkiraan
(ekstrapolasi).
2. Kecermatan pengisian laporan seringkali kurang diperhatikan sehingga menyebabkan
bertambahnya waktu yang di pergunakan untuk proses pengolahan (dikarenakan
menunggu datangnya perbaikan). Untuk itu perlu dilakukan pengawasan kecermatan
pelaporan di rumah sakit secara berjenjang sesuai dengan hierarkhi kewenangannya, serta
melatih tenaga-tenaga pelaksana.

Faktor Dari Dalam


1. Informasi yang ada belum dimanfaatkan secara maksimal di dalam proses manajemen
2. Tidak tersedia dana (kalaupun ada jumlahnya sangat sedikit) untuk keperluan bimbingan
teknis langsung ke rumah sakit.
3. Adanya kecenderungan meningkatnya jumlah laporan yang dimintakan ke rumah sakit
(penambahan secara lebih rinci, untuk keperluan program) yang menyebabkan
bertambahnya beban kerja rumah sakit dalam hal pelaporan.

191
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Untuk mengatasi masalah tersebut perlu adanya pembatasan yang jelas informasi-informasi
mana yang dapat diperoleh melalui bentuk pelaporan rutin, serta informasi-informasi mana yang
hanya dapat diperoleh melalui survei atau pengumpulan data yang bersifat insidentil.

Sistem Informasi Manajemen Puskesmas


B A B 11
(SIMPUS)
D memberikan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat yang dikenal sebagai alam
Sistem Kesehatan Nasional puskesmas adalah sebagai ujung tombak dalam
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) strata pertama di setiap kecamatan. Puskesmas bertanggung
jawab atas masalah kesehatan di wilayah kerjanya.

Di dalam sistem kesehatan daerah puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas pada
dinas kesehatan kota/kabupaten, dan merupakan unit struktural pemerintah daerah
kota/kabupaten.

GBHN tahun 1993 telah mengamanatkan antara lain tentang perlunya dibangun suatu
sistem informasi yang terpadu dalam rangka meningkatkan daya guna manajemen
pembangunan. Dengan demikian, sistem informasi perlu dikembangkan dalam rangka
mendukung kelancaran proses manajemen institusi kesehatan pemerintah di berbagai jenjang
administrasi, termasuk di tingkat Puskesmas.
Pengembangan sistem informasi manajemen Puskesmas pada hakekatnya bertolak dari
pemahaman bahwa pelaksanaan SP2TP perlu ditingkatkan sehingga tidak hanya berorientasi
pada pencatatan dan pelaporan saja, namun informasi yang dihasilkan oleh SP2TP itu diharapkan
dapat menjadi masukan bagi peningkatan proses manajemen Puskesmas, perbaikan pelaksanaan
kegiatan bulanan maupun rencana operasional tahunan Puskesmas, dan sebagai dasar
penggerakan pelaksanaan staf Puskesmas melalui lokakarya mininya.

Bagi manajemen Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, informasi yang dipasok oleh

192
FKM - UNSRAT
sistem ini perlu dikonfirmasikan dan dipadukan dengan berbagai informasi yang dihasilkan oleh
sistem lain, dalam upaya mengetahui gambaran keadaan dan masalah kesehatan di wilayahnya.
Dengan mengetahui keadaan dan masalah kesehatan secara benar, diharapkan dapat diambil
langkah-langkah pemecahan atau penanggulangannya secara memadai.

Konsep Dasar SIMPUS


Pengertian

Pusat kesehatan masyarakat atau yang lebih dikenal dengan Puskesmas adalah institusi
pemerintah paling depan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat diwilayah
kerjanya. Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 128/MENKES/SK/II/2004, dijelaskan
tentang pengertian puskesmas sebagai berikut: ‖Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja‖.
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat
pengembangan kesehatan masyarakat dan turut membina peran serta masyarakat dan memberikan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam
bentuk beberapa kegiatan pokok kesehatan.
Hingga kini belum ada kesepakatan terhadap batasan istilah Sistem Informasi Manajemen
Puskesmas (SIMPUS). Definisi yang cukup memadai sebagai berikut : "Sistem Informasi
Manajemen Puskesmas (SIMPUS) adalah suatu tatanan manusia/peralatan yang menyediakan
informasi untuk membantu proses manajemen Puskesmas mencapai sasaran kegiatannya ".
Sumber informasi utamanya adalah SP2TP, sedangkan informasi lain yang ada, berperan sebagai
pelengkap.

Tujuan SIMPUS

Tujuan umum SIMPUS adalah meningkatnya kualitas manajemen Puskesmas secara lebih
berhasil-guna dan berdaya-guna, melalui pemanfaatan secara optimal data SP2TP dan informasi lain
yang menunjang.

Sedangkan tujuan khusus SIMPUS adalah sebagai berikut:


1. Sebagai dasar penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP)
2. Sebagai dasar penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan pokok Puskesmas (Lokakarya Mini)

193
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

3. Sebagai dasar pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pokok Puskesmas (PWS dan
Stratifikasi Puskesmas)
4. Untuk mengatasi berbagai hambatan pelaksanaan kegiatan pokok Puskesmas.

Penyelengaraan SIMPUS

Sumber Informasi
Sebagaimana diketahui, SP2TP terdiri dari komppnen pencatatan dan komponen pelaporan.
Yang terutama dibutuhkan untuk menunjang kegiatan manajemen Puskesmas adalah komponen
pencatatannya, oleh karena informasi yang dapat dihasilkan dari komponen ini lebih lengkap
daripada komponen pelaporannya. Pencatatan-pencatatan yang utama, antara lain adalah:
1. Kartu individu, seperti Kartu Rawat Jalan, Kartu Ibu, Kartu TB, Kartu Rumah dan sebagainya,
2. Register, seperti Register Kunjungan, Register KIA, Register Filariasis, Register Posyandu, dan
sebagainya;
3. Laporan Kejadian Luar Biasa dan Laporan Bulanan Sentinel;
4. Rekam Kesehatan Keluarga (RKK atau Family Folder), yang diberikan khusus untuk keluarga
berisiko antara lain :
- salah seorang anggotanya menderita TB Paru;
- salah seorang anggotanya menderita Kusta;
- salah seorang anggotanya mempunyai risiko tinggi seperti: ibu hamil, neonatus risiko
tinggi (BBLR) dan balita kurang energi kronis (KEK) - salah satu anggotanya menderita
gangguan jiwa.
Di samping SP2TP juga diperlukan informasi dari instansi di luar sektor kesehatan ataupun
sumber-sumber lainnya, seperti informasi kependudukan, hasil kegiatan sektor lain yang terkait,
seperti BKKBN, Pertanian, Bangdes, Depdikbud, PU, dan lain-lain. Hasil pengolahan data SP2TP dan
informasi lainnya dimanfaatkan untuk meningkatkan manajemen Puskesmas.

Mekanisme
Mekanisme kerja SIMPUS adalah sebagai berikut:

194
FKM - UNSRAT
1. Data SP2TP dan data lainnya diolah, disajikan dan diinterpretasikan sesuai dengan Petunjuk
Pengolahan dan Pemanfaatan Data SP2TP serta Petunjuk dari masingmasing program yang ada
(seperti program ISPA, Malaria, Imunisasi, Kesehatan Lingkungan, KIA, Gizi, Perkesmas dan
sebagainya).
2. Pengolahan, analisis, interpretasi dan penyajian dilakukan oleh para penanggungjawab masing-
masing kegiatan di Puskesmas dan pengelola program di semua jenjang adminstrasi.
3. Informasi yang diperoleh dari pengolahan dan interpretasi data SP2TP dan sumber lainnya,
dapat bersifat kualitatif (seperti meningkat, menurun dan tidak ada perubahan) dan bersifat
kuantitatif dalam bentuk angka seperti jumlah, persentase dan sebagainya. Informasi tersebut
dapat berupa laporan tahunan Puskesmas.

Pemanfaatan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan SIMPUS:
1. Informasi yang diperoleh dari SP2TP dan informasi lainnya dimanfaatkan untuk menunjang
proses manajemen di tingkat Puskesmas, sebagai bahan untuk penyusunan rencana tahunan
Puskesmas, penyusunan rencana kerja operasional Puskesmas, bahan pemantauan evaluasi dan
pembinaan.
2. Informasi dari SP2TP dan sumber lainnya akan membantu Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten
dalam penyusunan perencanaan tahunan, penilaian kinerja Puskesmas berdasarkan beban kerja
dan pencapaian hasil kegiatan Puskesmas, sebagai bahan untuk pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan kegiatan program di wilayahnya, untuk menentukan prioritas masalah dan upaya
pemecahan dan tindak lanjutnya.
3. Informasi dari SP2TP akan membantu kelancaran perencanaan (P1), penggerakan pelaksanaan
(P2) dan pengawasan, pengendalian dan penilaian (P3) programprogram, sebagai masukan
untuk diskusi UDKP.

Peranan Kota/Kabupaten dalam Pembinaan SIMPUS

Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten bertugas membina Puskesmas sehingga Simpus dapat


terselenggara di setiap Puskesmas. Dalam melaksanakan tugas tersebut Kepala Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten membentuk Tim yang terdiri dari para pengelola program serta menyediakan
sarana termasuk peningkatan kemampuan dan penyediaan sumber daya manusia.

195
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Dalam pemanfaatan Simpus Kota/Kabupaten perlu menyadari bahwa sistem informasi


manajemen Puskesmas pada hakekatnya merupakan suatu subsistem informasi dalam sistem
informasi manajemen kesehatan Kota/Kabupaten. Sehingga masukan yang diperoleh dari subsistem
ini perlu dikonfirmasi atau dipadukan dengan subsistem informasi lainnya sebagai dasar pemikiran
untuk pengambilan keputusan di Kota/Kabupaten.
Tugas Tim Kota/Kabupaten dalam pembinaan SIMPUS adalah :
1. Melakukan pembinaan Simpus. Dalam pembinaan ini memperhatikan pada ketepatan waktu
laporan, kualitas data, pengolahan dan pemanfaatan data oleh Puskesmas dan oleh tingkat
Kota/Kabupaten.
2. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan sistem informasi manajemen
Puskesmas.
3. Mengorganisir pertemuan berkala sesuai dengan jadwal yang disepakati di Kota/Kabupaten,
untuk membahas SIMPUS di wilayahnya.
4. Memberikan umpan-balik hasil pengawasan dan pengendalian pelaksanaan sistem informasi
manajemen Puskesmas kepada Puskesmas.
5. Mengorganisir supervisi berkala ke Puskesmas dalam rangka pembinaan pelaksanaan SIMPUS.

Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas


Pengertian SP2TP

Beberapa definisi komponen-komponen SP2TP:


- ―Sistem‖ adalah satu kesatuan yang terdiri dari komponen yang saling berkaitan, berintegrasi
dan mempunyai tujuan tertentu.
- "Terpadu" diartikan sebagai gabungan berbagai macam kegiatan upaya pelayanan kesehatan
Puskesmas yang tidak tumpang tindih, sehingga dapat dihindarkan pencatatan dan pelaporan
lain, yang akan memperberat beban kerja petugas Puskesmas.
- Puskesmas di sini sudah mencakup Puskesmas, Puskesmas dengan tempat tidur, Puskesmas
Pembantu, Puskesmas Keliling dan Bidan di desa.

196
FKM - UNSRAT
Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa SP2TP adalah sistem pencatatan dan
pelaporan gabungan berbagai macam kegiatan upaya pelayanan kesehatan Puskesmas dan
jajarannya dalam menunjang manajemen program Puskesmas.
Ruang Lingkup SP2TP

Pelaksanaan SP2TP menganut konsep wilayah kerja Puskesmas. Oleh karena itu mencakup
semua kegiatan yang dilakukan oleh Puskesmas (Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling,
termasuk Bidan di desa).
Jenis data yang dikumpuikan dan dicatat da!am SP2TP adalah seluruh kegiatan di Puskesmas
yang meliputi data :
1. Umum dan demografi di wilayah kerja Puskesmas.
2. Ketenagaan di Puskesmas.
3. Sarana yang dimiliki Puskesmas.
4. Kegiatan pokok Puskesmas yasig dilakukan di dalam dan di luar gedung Puskesmas
Variabel atau indikator yang dilaporkan adalah data/informasi yang sensitif, mudah diperoleh,
spesifik dan sederhana, serta bermanfaat untuk pemantauan dan evaluasi, yang dapat
menggambarkan aksesibilitas, masalah, manajemen dan dampak program. Diharapkan pencatatan
di Puskesmas dan laporan yang diterima di Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, Dinas Kesehatan
Propinsi, serta Pusat, diolah dan dimanfaatkan oleh pengambil keputusan dan penanggung jawab
program guna meningkatkan pelaksanaan programnya.
Laporan SP2TP mempergunakan sistem tahun kalender. Periode laporan dari Puskesmas ke
Kota/Kabupaten adalah bulanan dan tahunan. Periode laporan dari Kota/Kabupaten ke Propinsi dan
Pusat adalah triwulan.

Pengorganisasian

Dalam peiaksanaan SP2TP pengorganisasian di berbagai jenjang administrasi adalah sebagai


berikut:

Tingkat Puskesmas
1. Pengorganisasian.
a. Penanggung jawab : Kepala Puskesmas
b. Koordinator : Petugas yang ditunjuk Kepala Puskesmas
c. Anggota : Pelaksana Kegiatan di Puskesmas

197
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

2. Tugas Penanggung Jawab SP2TP.


a. Kepala Puskesmas bertanggung jawab atas pelaksanaan Sistem Pencatatan dan
Pelapoian Terpadu di Puskesmas.
b. Memberikan bimbingan kepada koordinator SP2TP dan para pelaksana kegiatan di
Puskesmas.
3. Tugas Koordinator SP2TP.
a. Mengumpulkan laporan dari masing-masing pelaksana kegiatan
b. Bersama dengan para pelaksana kegiatan membuat laporan bulanan SP2TP dan
mengirimkan laporan tersebut ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten paling lambat tanggal
10 bulan berikutnya.
c. Bersama dengan para pelaksana kegiatan membuat laporan tahunan SP2TP dan
mengirimkan laporan tersebut ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten paling lambat tanggal
31 Januari tahun berikutnya.
d. Menyimpan arsip laporan SP2TP dari masing-masing pelaksana kegiatan.
e. Bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan SP2TP kepada Kepala Puskesmas
f. Mempersiapkan pertemuan berkala setiap 3 bulan yang dipimpin oleh Kepala
Puskesmas dengan pelaksana kegiatan untuk menilai pelaksanaan kegiatan SP2TP.
4. Tugas Pelaksana Kegiatan.
a. Mencatat setiap kegiatan pada kartu individu dan register yang ada.
b. Mengadakan bimbingan terhadap Puskesmas Pembantu dan Bidan di Desa
c. Melakukan rekapitulasi data dari hasil pencatatan dan laporan Puskesmas
Pembantu serta Bidan di desa menjadi laporan kegiatan yang menjadi tanggung
jawabnya. Hasil dari rekapitulasi ini merupakan bahan untuk mengisi/membuat laporan
SP2TP.
d. Setiap tanggal 5 mengisi/rnembuat laporan SP2TP dari hasil kegiatan masingmasing
dalam 2 rangkap dan disampaikan kepada Koordinator P2TP Puskestnas. Dengan rincian
satu rangkap untuk arsip Koordinator SP2TP Puskesmas dan satu rangkap oleh
Koordinator SP2TP Puskesmas disampaikan ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten.

198
FKM - UNSRAT
e. Mengolah dan memanfaatkan data hasil rekapitulasi untuk tindak lanjut yang diperlukan
dalam rangka meningkatkan kinerja kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya
f. Bertanggungjawab atas kebenaran isi laporan kegiatannya.
Tingkat Kota/Kabupaten
Di Kota/Kabupaten dibentuk Tim SP2TP dengan susunan personalia sebagai berikut:
1. Pengorganisasian
a. Penanggung jawab : Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten
b. Koordinator : Kepala Sub Bagian Tata Usaha
c. Pelaksana : Urusan Rencana dan Informasi
d. Anggota : Pengelola Program
Pengorganisasian di atas didasarkan pada struktur organisasi Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten Pola Maksimal sesuai Keputusan Menteri Dalam Negeri No.21/94 tentang Pedoman
Organisasi dan Tata Kerja, Dinas Kesehatan.
Dalam hal Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten menganut Pola Minimal,
maka Koordinator Tim SP2TP Kota/Kabupaten adalah Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan dan sebagai
pelaksananya adalah Kepala Sub Sie Puskesmas.
2. Tugas Penanggung Jawab SP2TP.
a. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan SP2TP.
b. Memberikan bimbingan kepada koordinator, pelaksana dan anggota tim SP2TP
c. Mengadakan pertemuan berkala setiap 3 bulan sekali untuk menilai hasil pelaksanaan SP2TP.
d. Memanfaatkan data laporan SP2TP dalam penyusunan laporan tahunan, profil dan
perencanaan kesehatan Kota/Kabupaten.
3. Tugas Koordinator SP2TP.
a. Mengkoordinasikan laporan SP2TP yang diterima dari Puskesmas.
b. Mengkoordinir pelaksanaan entri data/pengolahan data laporan SP2TP.
c. Menyampaikan hasil olahan/rekapitulasi/hasil entri data laporan SP2TP kepada pengelola
program di Kota/Kabupaten.
d. Setiap tanggal 20 dari triwulan dimaksud mengirimkan hasil entri data/ rekapitulasi data
SP2TP kepada Dinas Kesehatan Propinsi, dan Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan
Masyarakat Departemen Kesehatan.

199
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

e. etiap akhir bulan Februari tahun berikutnya mengirimkan hasil entri data/ rekapitulasi laporan
tahunan kepada Dinas Kesehatan Propinsi dan Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan
Masyarakat.
4. Tugas Pelaksana SP2TP.
a. Menerima laporan SP2TP dari koordinator SP2TP Kota/Kabupaten.
b. Melakukan entri data/rekapitulasi data laporan SP2TP.
c. Menyerahkan hasil entri data/rekapitulasi data laporan SP2TP kepada koordinator SP2TP
Kota/Kabupaten.
d. Mengarsipkan laporan SP2TP Puskesmas yang telah di rekap/di entri.
e. Menyimpan arsip hasil entri data/rekapitulasi data laporan SP2TP.
5. Tugas Anggota ( Pengelola Program ).
a. Menerima hasil entri/rekapitulasi data laporan SP2TP dari koordinator SP2TP.
b. Melakukan koreksi data hasil entri/rekapitulasi dan menyampaikan hasilnya kepada
pelaksana SP2TP.
c. Mengolah dan memanfaatkan hasil entri/rekapitulasi laporan SP2TP sebagai bahan untuk
umpan balik dan bimbingan teknis ke Puskesmas serta tindak lanjut yang diperlukan dalam
rangka meningkatkan kinerja program yang menjadi tanggungjawabnya.
6. Tim SP2TP Kota/Kabupaten juga bertanggung jawab dalam pembinaan pelaksanaan SP2TP
di tingkat Puskesmas.

Tingkat Propinsi
Di Propinsi dibentuk Tim SP2TP dengan susunan personalia sebagai berikut:
1. Pengorganisasian.
Pengorganisasian di tingkat propinsi terdiri dari:
a. Pembina : Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
b. Penanggungjawab : Kepala Sub Dinas Bina Program
c. Koordinator : Kepala Sub Dinas Bina Pelayanan Kesehatan
d. Pelaksana/Sekretaris I : Kepala Sie Puskesmas
II : Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Informasi

200
FKM - UNSRAT
Kesehatan
e. Anggota : Pengelola Program
2. Tugas Penanggung Jawab SP2TP.
a. Bertanggung jawab terhadap pelaksana SP2TP tingkat Propinsi.
b. Memberikan bimbingan kepada koordinator, pelaksana dan anggota tim SP2TP tingkat
propinsi, Kota/Kabupaten dan Puskesmas.
c. Mengadakan pertemuan evaluasi berkala setiap 6 bulan sekali dengan koordinator,
pelaksana dan anggota tim SP2TP tingkat propinsi.
3. Tugas Koordinator SP2TP.
a. Mengkoordinir laporan SP2TP yang diterima dari Kota/Kabupaten.
b. Mengirimkan laporan hasil entri/rekapitulasi data SP2TP ke pengelola program untuk
dianalisis.
c. Mengirimkan umpan balik hasil olahan/analisis program setiap triwulan ke
Kota/Kabupaten, paling lambat tanggal 20 dua bulan berikutnya dari triwulan yang
bersangkutan.

d. Mengirimkan hasil entri/rekapitulasi data SP2TP ke Kantor Wilayah Departemen


Kesehatan.
4. Tugas Pelaksana/Sekretaris I dan Sekretaris II SP2TP .
a. Mengolah laporan/entri data SP2TP yang diterima oleh koordinator SP2TP
Propinsi
b. Menyampaikan hasil olahan/entri data ke koordinator SP2TP Propinsi.
c. Mengarsipkan laporan SP2TP dari Kota/Kabupaten yang telah diolah/dientri.
d. Menyampaikan hasil olahan Propinsi ke Depkes.
5. Tugas Anggota SP2TP ( Pengelola Program ).
a. Menerima laporan hasil entri/olahan data SP2TP dari koordinator
SP2TP Propinsi,
b. Mengolah dan menganalisis laporan yang diterima dan melaksanakan tindak
lanjutnya.
6. Tim SP2TP juga bertanggung jawab dalam pembinaan pelaksanaan SP2TP di tingkat
Kota/Kabupaten.

201
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Pengelolaan SP2TP

Pelaksanaan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) terdiri dari
pencatatan, pelaporan dan pengolahan serta pemanfaatan data.

Pencatatan
Kegiatan pokok Puskesmas baik yang dilakukan di dalam gedung maupun di luar gedung
Puskesmas, Puskesmas Tempat Tidur dan Puskesmas Pembantu serta Bidan di desa, harus dicatat.
Dengan demikian perlu adanya mekanisme pencatatan yang baik, formulir yang cukup serta cara
pengisian yang benar dan teliti.
1. Formulir pencatatan.
Formulir pencatatan SP2TP terdiri dari :
a. Rekam Kesehatan Keluarga (RKK) atau yang disebut "Family Folder".
Yang dimaksud RKK adalah himpunan kartu-kartu individu suatu keluarga yang memperoleh
pelayanan kesehatan di Puskesmas. Adapun kegunaan RKK adalah:
• untuk mengikuti keadaan kesehatan di suatu keluarga.
• untuk mengetahui gambaran penyakit di suatu keluarga.
Penggunaan RKK diutamakan pada keluarga yang anggotanya mengidap salah satu
penyakit/kondisi, antara lain:
• salah seorang anggota keluarga adalah penderita TB Paru.
• salah seorang anggota keluarga adalah penderita Kusta.
• keluarga risiko tinggi yaitu ibu hamil risiko tinggi, neonatus risiko tinggi (BBLR), balita kurang
energi kronis (KEK).
• salah seorang anggota keluarga adalah penderita gangguan jiwa.
Keluarga yang menggunakan RKK diberi kartu tanda pengenal keluarga (KTPK) yang merupakan
alat bantu untuk memudahkan pencarian berkas/tile keluarga yang telah
terdaftar/mendapatkan pelayanan pada saat meminta pelayanan ulang di Puskesmas.
KTPK dibuat 2 rangkap, 1 dibawa oleh keluarga pengunjung Puskesmas, dan 1 disimpan di
Puskesmas.
b. Kartu Tanda Pengenal (KTP).

202
FKM - UNSRAT
KTP diberikan kepada individu yang berkunjung/berobat ke Puskesmas dan merupakan alat
bantu untuk memudahkan pencarian berkas/file bagi individu yang telah terdaftar/mendapat
pelayanan pada saat meminta pelayanan ulang di Puskesmas.
Khusus untuk akseptor KB, penyakit kusta dan TB paru mempergunakan KTP khusus yaitu
kartu KB, kartu penderita kusta dan kartu penderita TB Paru, atas namanya sendiri. Maksud
pemberian kartu ini adalah apabila yang bersangkutan pindah, maka kartu dan rekam
kesehatan/berkasnya dibawa pindah (untuk memudahkan/mengetahui pelayanan yang telah
diberikan/ didapatkan oleh yang bersangkutan).
c. Kartu Rawat Jalan atau kartu rekam medik pasien adalah alat untuk mencatat identitas dan
status pasien yang berkunjung ke Puskesmas untuk memperoleh pelayanan rawat jalan.
d. Kartu Rawat Tinggal atau kartu rekam medik pasien adalah alat untuk mencatat identitas dan
status pasien yang di rawat di Puskesmas yang mempunyai ruang rawat inap.
e. Kartu Penderita Kusta.
Kartu ini khusus untuk penderita kusta, yang berisi identitas penderita kusta yang dilayani di
gedung Puskesmas.
f. Kartu Indeks Penyakit Khusus Kusta, merupakan alat untuk mengetahui riwayat dan
perkembangan penyakit kusta.
g. Kartu Penderita TB Paru.
Kartu ini khusus untuk penderita TB Paru, yang berisi identitas penderita TB Paru yang dilayani di
gedung Puskesmas
h. Kartu Indeks Penyakit Khusus TB Paru adalah alat untuk mengetahui keadaan dan
perkembangan penyakit TB Paru pasien yang dilayani di gedung Puskesmas.
i. Kartu Ibu adalah alat untuk mengetahui identitas dan status kesehatan serta riwayat kehamilan
ibu sampai kelahiran bayinya.
j. Kartu Anak adalah alat untuk mengetahui identitas, status kesehatan dan pelayanan baik
pelayanan preventif-promotif maupun pengobatan dan rehabilitatif yang telah diberikan kepada
balita dan anak prasekolah.
k. KMS balita adalah alat untuk mengetahui identitas dan mencatat pertumbuhan balita dan
pelayanan yang telah diperoleh oleh balita tersebut.
l. KMS anak sekolah adalah alat untuk mengetahui identitas dan mencatat pertumbuhan dan
pelayanan yang telah didapat oleh anak sekolah.

203
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

m. KMS ibu hamil adalah alat untuk mengetahui identitas dan mencatat perkembangan kesehatan
ibu hamil dan pelayanan kesehatan yang telah diterima yang bersangkutan.
n. KMS Usila adalah alat untuk mencatat kesehatan usia lanjut secara pribadi baik fisik maupun
psiko-sosialnya, sehingga dapat digunakan untuk memantau kesehatannya, menemukan
penyakit pada usia lanjut secara dini dan menilai kemajuan kesehatan usia lanjut.
o. Kartu Tumbuh Kembang Balita adalah alat untuk mencatat tumbuh kembang balita, sehingga
apabila terdapat kelainan dapat dideteksi sedini mungkin
p. Kartu Rumah adalah alat untuk mengetahui dan mengikuti keadaan sanitasi lingkungan
perumahan.
q. Register.
Adalah formulir untuk mencatat/merekap data kegiatan di dalam dan di luar gedung Puskesmas,
yang telah dicatat di kartu-kartu dan catatan lainnya.
Jenis-jenis register dimaksud adalah :
1) Register Nomor Indeks Pengunjung Puskesmas
2) Register Kunjungan
3) Register Rawat Jalan
4) Register Rawat Inap
5) Register KIA
6) Register Kohort Ibu
7) Register Kohort Balita
8) Register Deteksi Tumbuh Kembang
9) Register Gizi
10) Register Kapsul Minyak Beryodium
11) Register Pengamatan Penyakit Menular
12) RegisterKusta
13) Register Pemeriksaan Kontak Penderita Kusta
14) Register Pemeriksaan Anak Sekolah (untuk Peny. Kusta)
15) Register Malaria

204
FKM - UNSRAT
16) Register Pes
17) Register Antrak 18) Register Rabies
19) Register Kohort TB Paru
20) Register Kasus DBD
21) Register Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD
22) Register Acute Flaccid Paralysis (AFP)
23) Register Tetanus Neonatorum
24) Register Frambusia
25) Register Filaria
26) Buku Inventarisasi Peralatan Puskesmas
27) Register Perawatan Gawat Darurat Puskesmas
28) Register Kohort Pembinaan Keluarga
29) Register Rawat Jalan Gigi
30) Register Laboratorium
31) Register PKM 32) Register PSM
33) Register Data Dasar Kesehatan Lingkungan
34) Register Kegiatan Kesehatan Lingkungan
35) Rekapitulasi Kegiatan Penjaringan
36) Register Kegiatan UKS
37) Register Data Dasar Sekolah
38) Register Kegiatan Posyandu
39) Register Pelayanan Kesehatan Olah Raga
40) Register Pembinaan Kelompok / Klub Olah Raga.
41) Register Perawatan Kesehatan Masyarakat untuk Keluarga dan Individu (Reg. A).
42) Register Perawatan Kesehatan Masyarakat untuk Kelompok/Masyarakat (Reg. B).
Untuk kegiatan Keluarga Berencana (KB), pencatatan kegiatannya menggunakan register
KB sesuai dengan pedoman dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

2. Mekanisme Pencatatan.
Pada prinsipnya seorang pasien yang berkunjung pertama kali atau kunjungan ulang ke
Puskesmas harus melalui loket untuk mendapatkan Kartu Tanda Pengenal atau mengambil

205
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

berkasnya dari petugas loket. Pasien tersebut disalurkan pada unit pelayanan yang dituju. Apabila
pasien mendapat pelayanan kesehatan di luar gedung Puskesmas, maka pasien tersebut akan
dicatat dalam register yang sesuai dengan pelayanan yang diterima.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut:

Pelaporan
Pelaporan terpadu Puskesmas menggunakan tahun kalender yaitu dari bulan Januari sampai
dengan Desember dalam tahun yang sama.
Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat
No.590/BM/DJ/Info/V/96 diberlakukan formulir laporan yang baru. Sedangkan untuk kebutuhan Dari
II dan Propinsi diberikan kesempatan mengembangkan variabel laporan sesuai dengan kebutuhan,
dengan memperhatikan kemampuan/beban kerja petugas di Puskesmas.
1. Formulir Laporan :
a. Laporan dari Puskesmas ke Kota/Kabupaten.
i) Laporan Bulanan.
i. Data Kesakitan(LB.1)
ii. Data Obat-obatan (LB.2)

206
FKM - UNSRAT
iii. Gizi, KIA, Imunisasi dan Pengamatan Penyakit Menular (LB.3) iv. Data
Kegiatan Puskesmas (LB.4)
Kegiatan Puskesmas meliputi : Kunjungan Puskesmas, Rawat Tinggal,
Perawatan Kesehatan Masyarakat, Pelayanan Medik Dasar Kesehatan Gigi,
Pelayanan JPKM, Kesehatan Sekolah, Kesehatan Olah Raga, PKM,
Kesehatan Lingkungan dan Laboratorium ii) Laporan
Sentinel.
Bentuk dari laporan sentinel adalah :
i. Laporan bulanan Sentinel (LB 1 S)
Laporan ini memuat data penderita penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I), penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan diare,
menurut umur dan status imunisasi. Puskesmas yang membuat LB1S adalah
Puskesmas yang ditunjuk (1 Puskesmas dari tiap Kota/Kabupaten) dengan periode
laporan bulanan serta dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, Dinas
Kesehatan Propinsi dan Pusat (Ditjen. PPM & PLP). ii. Laporan bulanan Sentinel
(LB2S)
Laporan ini memuat data KIA, Gizi, Tetanus Neonatorum dan penyakit akibat
kerja. Hanya Puskesmas dengan ruang rawat inap (Puskesmas RRI) yang
membuat LB2S dan periode laporan bulanan serta dilaporkan ke Dinas Kesehatan
Dati 11, Dinas Kesehatan Propinsi dan Pusat (Ditjen Binkesmas).
iii) Laporan Tahunan ;
Laporan ini mencakup :
i. Data Dasar Puskesmas (LT-1)
ii. Data Kepegawaian (LT-2)
iii. Data Peralatan (LT-3)
b. Laporan dari Kota/Kabupaten ke Propinsi dan Pusat.
Laporan dari Kota/Kabupaten dikirimkan ke Dinas Kesehatan Propinsi dan Pusat (Ditjen
Pembinaan Kesehatan Masyarakat) dalam disket/rekapitulasi dari laporan SP2TP.
Laporan ini terdiri dari:
i) Laporan Triwulan.
i. Hasil entri data/rekapitulasi laporan LB1

207
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

ii. Hasil entri data/rekapitulasi laporan LB2 iii. Hasil entri


data/rekapitulasi laporan LB3 iv. Hasil entri data/rekapitulasi laporan
LB4
ii) Laporan tahunan :
i. Hasil entri data/rekapitulasi laporan LT-1 ii. Hasil entri
data/rekapitulasi laporan LT-2 iii. Hasil entri
data/rekapitulasi laporan LT-3

c. Laporan kejadian luar biasa (KLB) dan wabah.


Laporan ini mengacu pada Petunjuk Laporan KLB dan wabah serta Keputusan Direktur
Jenderal PPM & PLP No.451-I/PD.03.04.IS/1991 tentang Pedoman Penyelidikan dan
Penanggulangan KLB.

2. Frekuensi Pelaporan.
a. Laporan dari Puskesmas ke Kota/Kabupaten.
Laporan ini menggunakan formulir standard yang terdiri dari:
1) Laporan bulanan LB1, LB2, LB3 dan LB4, dilakukan setiap bulan dan paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya dikirim ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten
Khusus laporan LB2, 1 kopi laporan dikirimkan pula ke Gudang Farmasi PropinsiT
(GFK).
2) Laporan bulanan sentinel LB1S dan LB2S setiap tanggal 10 bulan berikutnya
dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, Propinsi dan Pusat (untuk LB1S ke
Ditjen PPM & PLP dan LB2S ke Ditjen Binkesmas).
3) Laporan tahunan (LT-1, LT-2, dan LT-3) dikirimkan selambat-lambatnya tanggal 31
Januari tahun berikutnya.
Khusus untuk laporan LT-2 (data kepegawaian) hanya diisi bagi pegawai yang
baru/belum pernah mengisi formulir Data Kepegawaian
b. Laporan dari Kota/Kabupaten ke Propinsi dan Pusat.
Laporan ini dalam disket hasil entri data/rekapitulasi dari laporan SP2TP.

208
FKM - UNSRAT
Frekuensi laporan adalah :
1) Laporan triwulanan :
Laporan ini dikirimkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya dari triwulan yang
dimaksud kepada :
a) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
b) Kepala Kantor Wilayah Depkes Propinsi
c) Depkes RI Cq. Ditjen Binkesmas 2) Laporan tahunan :
Laporan ini dikirimkan paling lambat akhir bulan Februari dari tahun berikutnya,
kepada:
a) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
b) Kepala Kantor Wilayah Depkes Propinsi
c) Depkes RI Cq. Ditjen Binkesmas.

3. Mekanisme Pelaporan.
a. Tingkat Puskesmas.
1) Laporan dari Puskesmas Pembantu dan laporan dari Bidan di desa disampaikan ke
pelaksana kegiatan di Puskesmas.
2) Pelaksana kegiatan merekapitulasi data yang dicatat baik di dalam gedung maupun di
luar gedung serta laporan yang diterima dari Puskesmas Pembantu dan Bidan di desa.
3) Hasil rekapitulasi oleh pelaksana kegiatan dimasukkan ke formulir laporan dalam 2
rangkap, untuk disampaikan kepada koordinator SP2TP Puskesmas.
4) Hasil rekapitulasi oleh pelaksana kegiatan diolah dan dimanfaatkan untuk tindak lanjut
yang diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja kegiatan yang menjadi
tanggungjawabnya.
b. Tingkat Kota/Kabupaten
1) Pengolahan data SP2TP di Kota/Kabupaten menggunakan piranti lunak yang
ditetapkan oleh Departemen Kesehatan.
2) Laporan SP2TP dari Puskesmas yang diterima oleh Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten
(Koordinator SP2TP Kota/Kabupaten), disampaikan kepada Pelaksana SP2TP untuk
direkapitulasi/di entri data.

209
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

3) Hasil rekapitulasi/entri data, setiap tanggal 15 disampaikan ke pengelola program di


Kota/Kabupaten,
4) Hasil rekapitulasi/entri data, dikoreksi, diolah dan dimanfaatkan sebagai bahan untuk
umpan balik, bimbingan teknis ke Puskesmas dan tindak lanjut yang diperlukan dalam
rangka meningkatkan kinerja program.
5) Hasil rekapitulasi/entri data setiap 3 bulan di buat dalam 3 disket untuk dikirimkan ke
Dinas Kesehatan Propinsi, dan Departemen Kesehatan cq.
Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat.
c. Tingkat Propinsi
1) Pengolahan dan pemanfaatan Data SP2TP di Propinsi mempergunakan piranti lunak
yang sama dengan Kota/Kabupaten.
2) Laporan dari Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, diterima oleh Dinas Kesehatan
Propinsi (Koordinator Tim SP2TP) dalam bentuk disket diteruskan kepada Pelaksana
SP2TP, untuk dikompilasi/direkapitulasi.
3) Hasil kompilasi disampaikan kepada pengelola program Propinsi untuk diolah dan
dimanfaatkan dalam rangka tindak lanjut , bimbingan dan pengendalian yang
diperlukan.
4) Hasil kompilasi yang telah di olah tersebut di umpan balikkan ke Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten.
d. Tingkat Pusat.
Hasil olahan yang dilaksanakan oleh Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat paling lambat
dua bulan setelah berakhimya triwulan tersebut disampaikan kepada pengelola program
terkait dan Pusat Data Kesehatan untuk dianalisis dan dimanfaatkan serta dikirimkan ke
Pusat sebagai umpan balik.

210
FKM - UNSRAT

211
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Pengolahan, Penyajian dan Interpretasi Data SP2TP

Indikator
Berdasarkan sumber data yang ada, selanjutnya dilakukan pengolahan dengan menggunakan
formula dan tabel tertentu akan dihasilkan indikator, yang meliputi:
1. Indikator yang menggambarkan upaya kesehatan.
Indikator yang digunakan untuk menggambarkan upaya kesehatan telah ditetapkan oleh
masing-masing program/kegiatan, seperti: cakupan vaksinasi campak, cakupan kunjungan
neonatal, cakupan pengobatan TB, cakupan antenatal K1, cakupan TT WUS, cakupan kasus
pneumonia, D/S, dan sebagainya.
2. Indikator yang menggambarkan keadaan umum/lingkungan.
Indikator keadaan umum/lingkungan yang telah ditetapkan oleh masing-masing
program/kegiatan antara lain : % pemeriksaan air bersih, % sekolah yang melaksanakan
kegiatan UKS, % rumah yang memenuhi sanitasi dasar dan sebagainya.
3. Indikator yang menggambarkan derajat kesehatan.
Indikator yang digunakan antara lain : Pola 10 besar penyakit. Diperoleh dari pengolahan LB1.

Ukuran Statistik dan Tendensi Sentral


Dalam penyajian dan interpretasi data dapat dipergunakan ukuran-ukuran Statistik maupun
ukuran-ukuran Tendensi Sentral, sehingga data termaksud memiliki fonnat tertentu dan mempunyai
suatu makna sebagai informasi yang berguna untuk menarik suatu kesimpulan.
Ukuran statistik dan tendensi sentral yang umum dipergunakan adalah sebagai berikut:

1. Ukuran - ukuran Statistik


a. Rasio.
- Rasio adalah suatu ukuran frekuensi relatif terjadinya suatu peristiwa/ kejadian
dibandingkan dengan frekuensi peristiwa/kejadian yang lain (perbandingan antara suatu
nilai dengan nilai yang lain).

- Rasio dapat juga menunjukkan tingkat hubungan atau keterkaitan antara suatu variabel
dengan variabel lainnya dan menunjukkan suatu arti tertentu.

212
FKM - UNSRAT
- Rumus:
X
Rasio: xK
Y

X = Jumlah kejadian, orang, dan lain-lain yang memiliki satu atau lebih ciri-ciri tertentu.
Y = Jumlah kejadian, orang yang memiliki satu atau lebih ciri-ciri tertentu, namun ciri
tersebut berbeda dengan ciri-ciri pada kelompok X. K = 1 Contoh:
i. Rasio tambal-cabut gigi (penambalan gigi tetap dan pencabutan gigi tetap). Jumlah
penambalan gigi tetap adalah 100 gigi dan jumlah pencabutan gigi tetap adalah 150
gigi, berarti rasio tambal-cabut gigi di Puskesmas tersebut adalah :
100 gigi: 200 gigi = 1/2 atau setiap penambalan 1 gigi tetap ada pencabutan 2 gigi
tetap. ii. Seks rasio.
Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Kecamatan A adalah 875 orang dan 961
orang, berarti seks rasio di Kecamatan A adalah :
961 : 875 = 1,1 atau setiap 10 orang laki-laki ada 11 orang perempuan. b. Rate.
- Rate adalah suatu ukuran frekuensi suatu peristiwa/kejadian pada suatu populasi
tertentu, baik pada suatu saat maupun selama periode waktu tertentu.
- Rumus:
X Rate = xK
Y
X = Jumlah orang di dalam suatu kelompok masyarakat tertentu (berdasarkan
waktu, tempat dan orang) yang mengalami suatu kejadian (kasus) selama periode waktu
tertentu.
Y = Jumlah orang dalam suatu kelompok masyarakat tertentu selama jangka waktu
yang sama dengan munculnya kasus. Biasanya populasi ini diambil dari jumlah
populasi pada pertengahan jangka waktu tertentu.
K = Suatu angka konstanta yang biasanya dibuat sehingga rate yang terkecil yang dapat
dipakai dalam perhitungan paling kurang satu desimal (4,2/100 bukan 0,42/1000).
- Dalam epidemiologi, rate dipakai sebagai "incidence rate, prevalensi rate dan attack rate".
Contoh :

213
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Jumlah penderita campak umur < 15 tahun yang berobat ke Puskesmas A tahun 1996 adalah
20 penderita. Jumlah penduduk berumur < 15 tahun pada wilayah Puskesmas A adalah 1200
orang. Maka incidence rate di wilayah Puskesmas A pada tahun 1996 adalah :
20 penderita campak berobat umur < 15 tahun x 1000
1200 penduduk berumur < 15 tahun
= 17 penderita per 1000 penduduk < 15 tahun

c. Proporsi
- Disebut pula sebagai distribusi proporsional yaitu persentase (proporsi) di antara
jurnlah keseluruhan peristiwa/kejadian dari suatu seri data yang muncul dalam suatu
kategori dari seri data termaksud.
- Rumus :
X
Proporsi = xK
Y
X = Jumlah kejadian atau penderita dan lain-lain, yang timbul dalam suatu katagori atau
subgrup tertentu dari suatu kelompok yang lebih besar. Y = Jumlah keseluruhan dari
kejadian, atau penduduk dan lain-lain muncul pada semua kategori dari suatu seri data
tertentu.
K = Selalu sama dengan 100
Contoh :
i. Jumlah Posyandu di Puskesmas B adalah 16, dan 6 diantaranya adalah Posyandu
Pratama. Berarti proporsi Posyandu Pratama pada Puskesmas B adalah :

x100%=37,5%
ii. Jumlah sarana air bersih di Puskesmas M adalah 100, dengan rincian Sumur Gali (SG)
40; Penampungan Mata Air (PMA) 50; dan Sumur Pompa Tangan (SPT) 10. Dengan
demikian proporsi dari masing-masing (jenis) SAB adalah 40 % SG; 50 % PMA dan
10% SPT.

214
FKM - UNSRAT
2. Ukuran - ukuran Tendensi Sentral a. Mean (angka rata-rata)
- Mean adalah nilai rata-rata dari nilai seperangkat data.
- Pada dasarnya semua data yang berskala rasio atau interval dapat dibuat rata-rata.
Contohnya antara lain berat badan, tinggi badan dan jumlah kunjungan. Dengan
demikian tidak semua data dibuat rata-rata.
- Namun tidak semua data dapat bermanfaat sebagai informasi dengan dihitung angka
rata-ratanya.
- Angka rata-rata (mean) hanya dapat memberikan manfaat dan dapat dipercaya untuk
data yang distribusinya normal, dalam arti tidak ada nilai ekstrim di dalam seperangkat
data termaksud.
- Rata-rata dapat menggambarkan suatu kecenderungan (trend) kejadian yang diamati
dari waktu ke waktu di dalam suatu wilayah tertentu.
- Cara perhitungannya adalah :
Dengan membagi hasil penjumlahan nilai-nilai individu dalam seperangkat data tertentu
dengan banyaknya individu dalam perangkat data tersebut.
- Rumus:

X 
Xi

N
X = Aritmetik mean (angka rata-rata).
Xi = Nilai masing-masing individu dalam seperangkat data.
N = Banyaknya individu dalam seperangkat data.
Contoh :
Sederetan angka jumlah kunjungan Puskesmas di Puskesmas Z (JanuariDesember1995):1025,
750, 800, 925, 850, 825. 875, 775, 1050, 800, 1000,925.
Rata-rata kunjungan Puskesmas per bulan adalah:
1025+750+800+925+850+825+875+775+1050+800+1000+925 =
n
10600 = 883
12
Apabila dalam satu bulan diperhitungkan 25 hari kerja, maka rata-rata kunjungan perhari adalah
883 : 25 = 35 orang.

215
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

b. Median (nilai tengah).


- Median adalah sebagai angka yang membagi suatu distribusi data menjadi 2 bagian sama
besamya, setelah datanya diurutkan dari yang paling kecil ke yang paling besar.
- Median dapat diartikan pula sebagai nilai yang dimiliki oleh peristiwa/ kejadian atau individu
yang letaknya tertengah, setelah nilai-nilai individu dalam suatu seri data diurutkan dari yang
paling kecil sampai yang paling besar.
- Cara untuk memperoleh nilai median dari data yang tidak berkelompok adalah sebagai
berikut:
i. Buat rangking atau urutan nilai individu dari kecil ke besar atau dari besar ke kecil. ii.
Tentukan titik tengah dari urutan tersebut.
- Jika banyak individu adalah ganjil, maka individu yang berada di tengah urutan
nilai-nilai individu, merupakan titik tengah.
- Jika banyak individu adalah genap, maka titik tengah dari dua nilai yang terdapat di
tengah urutan nilai individu tersebut adalah titik tengah dari seperangkat data
tersebut.
iii. Ambil nilai individu yang berada di titik tengah sebagai nilai median dalam seperangkat
data tersebut.
- Rumus :
o ganjil:
Titik Tengah = banyaknya individu dim seperangkat data + 1
2
o genap:
Titik tengah = banyaknya individu dim seperangkat data
2 Contoh :
Sederetan data yang banyaknya individu adalah genap.
- Kunjungan penderita diare di Puskesmas X (Januari-Desember 1995) adalah 58, 30, 46,
68, 84, 81, 15, 156, 79, 92, 88,96
- Buat urutan kunjungan penderita tersebut dari kecil ke besar atau besar ke kecil.

216
FKM - UNSRAT
30, 46, 58, 68, 79, 81, 84, 88, 92, 96, 156
- Titik tengah : 12 : 2 = 6
- Kunjungan penderita diare dengan urutan ke 6 dan ke 7 adalah 79 dan 80, maka median
adalah :
79+81
——— = 80
2
Median biasanya dipergunakan untuk seperangkat data, dimana terdapat nilai individu yang
ekstrim.

c. Mode (nilai terbanyak).


- Mode merupakan nilai yang paling sering muncul dalam seperangkat data.
- Mode adalah kelas interval yang mempunyai frekwensi kejadian terbesar.
- Mode tidak dapat digunakan dalam perhitunganstatistik yang lebih teliti dan tepat.
Contoh :
Penimbangan anak balita di Posyandu Z bulan Januari 1996 ada 12 orang dengan
berat adalah 6 kg; 8 kg; 10 kg; 9 kg; 7 kg; 10 kg, 6 kg; 7 kg; 8 kg; 9 kg; 7 kg; 7 kg; maka
Mode berat anak balita adalah 7 kg (karena berat anak balita 7 kg ada 4 kali atau yang
terbanyak).

Pengolahan Data
Tujuan pengolahan data adalah untuk mengubah data yang telah dikumpulkan menjadi
informasi yang dibutuhkan untuk tujuan tertentu.
Sebelum melakukan pengolahan data terlebih dahulu dilakukan :
a. Koreksi data (data editing).
Setiap data yang dikumpulkan atau diterima, diteliti/dicek kebenaran datanya. Contoh : ada
penderita Tetanus Neonatorum pada umur kelompok 1-4 tahun, jelas hal ini salah.
Karenanya perlu dikoreksi atau diperbaiki.
b. Tabulasi data.
Dari data yang telah dikumpulkan/diterima dibuat "Master table" (tabel utama) yang
merupakan kumpulan data dalam kelompok besar sebelum disajikan dalam grafik atau tabel.

217
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Dari "Master tabel" data kemudian disajikan dalam bentuk tabel sederhana (yang hanya 1-2
variabel) atau grafik sehingga mudah dipahami.
Pengolahan data dapat dilakukan secara "Manual" (tangan) dan dengan komputer.
Pengolahan data secara "manual" biasanya menggunakan tabel. Sedangkan pengolahan data
dengan komputer perlu beberapa persyaratan antara lain adanya "coding data", program
pengolahan (untuk entri data) sudah tersedia.

Penyajian Data
Penyajian data dapat dilakukan secara sederhana antara lain dengan cara visualisasi dalam
bentuk tabel, grafik batang, garis, dan pie (lingkaran), pemetaan dan sebagainya.
Tujuan penyajian data dalam bentuk grafik antara lain adalah agar pembaca dapat melihat
secara cepat informasi yang ingin disampaikan tanpa harus melihat tabel, agar menarik dan
mengurangi kejenuhan dalam penyajian data/informasi serta agar pengambilan keputusan dapat
dilakukan secara cepat dan tepat.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat penyajian grafik adalah:
- arah dan tujuan analisis data
- ketersediaan data
- ketersediaan alat bantu pembuatan grafik
- ketepatan dalam memilih salah satu grafik yang akan disajikan, karena masingmasing grafik
mempunyai karakteristik informasi tersendiri.
Bentuk penyajian grafik, antara lain :
i. Grafik batang / balok ( bar chart).
Tujuan dari grafik ini adalah :
- melihat kecenderungan data / pengamatan menurut waktu (dimana sumbu X berisi data waktu
dan sumbu Y menunjukkan frekuensi nilai dari variabel data).
- Membandingkan beberapa pengamatan data menurut tempat dan jenis atau kategori tertentu.
ii. Grafik lingkaran ( pie chart).
Bentuk penyajian ini adalah penyajian data yang menggambarkan distribusi dari suatu
data. Biasanya grafik lingkaran penyajiannya berbentuk persentase. Satu lingkaran

218
FKM - UNSRAT
menggambarkan proporsi 100%, yang terbagi menjadi komponen-komponennya iii. Grafik
garis.
Bentuk penyajian ini untuk melihat kecenderungan dari waktu ke waktu dalam suatu
pengamatan. Pada sumbu Y dapat berupa angka mutlak, persentase, rasio dan rate.
Sedangkan pada sumbu X berisi data waktu (tahun, bulan dan minggu atau hari tergantung
kepentingan dan tujuan analisisnya).
iv. Grafik Gambar (Pictogram)
Bentuk penyajian ini digunakan untuk menggambarkan suatu visualisasi data bagi
masyarakat yang tidak biasa membaca data. Biasanya gambar yang digunakan adalah
simbol-simbol atau gambar-gambar tertentu, yang masingmasing simbol menggambarkan
jumlah tertentu,
v. Grafik Peta (Cartogram)
Bentuk dari penyajian ini untuk menggambarkan suatu data (absolut) berdasarkan letak geografis
(peta). Untuk menggambarkan jumlah kejadian digunakan gambar sebagai simbol.
vi. Grafik Pencar (Scatter diagram)
Grafik ini dipakai untuk menyajikan hubungan (korelasi) antara dua varibel yang saling
berkaitan.
Dalam penyajian data dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) variabel, yaitu sebagai berikut:
1. Penyajian menurut variabel tempat.
Penyajian ini dapat di buat menurut Desa, Kecamatan, Puskesmas, Posyandu dan lain-lain.
2. Penyajian menurut variabel waktu .
Penyajian data/informasi dibuat menurut waktu yang dapat disajikan dalam mingguan, bulanan
dan tahunan.
3. Penyajian menurut variabel orang.
Dalam penyajian data menurut variabel orang dapat dikelompokkan lagi menjadi kelompok
umur, jenis kelamin maupun pekerjaannya.
Data yang dimasukkan dalam tabulasi atau visualisasi dapat berupa:
a. Angka absolut
Sebagai contoh :
- Jumlah penderita DHF/DBD per bulan di puskesmas (A) Kabupaten (X),
Tahun 1993 - 1995
Tabel: JUMLAH PENDERTTA DHF/DBD PER BULAN

219
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

DI PUSKESMAS (A) KABUPATEN (X) TAHUN 1993 -1995

Sumber:LB1(SP2TP)

Data absolut tersebut disajikan dalam bentuk tabel. Di samping itu, data tersebut dapat
disajikan dalam bentuk grafik garis sebagai contoh berikut ini:
Grafik
JUMLAH PENDERTTA DHF/DBD PER BULAN
DI PUSKESMAS (A) KABUPATEN (X) TAHUN 1993 -1995

b. Persentase
Sebagai contoh:
- Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan termasuk yang didampingi tenaga kesehatan
per desa selama 2 tahun dalam bentuk tabel yang kemudian dibuat grafik batang,
sehingga pola persamaan di desa dapat dilihat kecenderungannya.

220
FKM - UNSRAT
Tabel: Cakupan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan Termasuk
didampingi tenaga kesehatan
Di Puskesmas (B), Kodya (S) Tahun 1994 dan 1995

Sumber : Register KIA (SP2TP)

Grafik
Cakupan Pertolongan Persalinan oleh tenaga kesehatan termasuk di dampingi tenaga
kesehatan
di Puskesmas (B) Tahun 1994-1995

Hubungan jumlah kasus Poliomyelitis dan cakupan polio 4, dalam tabel dan grafik.
Tabel: Jumlah Kasus Poliomyelitis dan Cakupan Polio 4 di Kabupaten (X), Tahun
1991-1995

Sumber data : Hasil pelacakan (FP1), dan LB3 (SP2TP)

Grafik: Poliomyelitis Dan Cakupan Polio 4 di Kabupaten (X), Tahun


1991-1995

221
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Dari LB 1 khususnya penyakit Rongga Mulut dapat disajikan dalam bentuk tabel dan grafik sebagai
berikut:
Tabel: Persentase Penyakit Rongga Mulut Penderita Rawat Jalan di Puskesmas di Kabupaten
(A), Tahun 1994

Sumber: LB1 (SP2TP)

Grafik: Persentase Penyakit Rongga Mulut di Kabupaten (A), Tahun 1994

222
FKM - UNSRAT

Dari laporan LB3 khususnya Gizi, dapat dibuat tabel dan grafik sebagai berikut:

Tabel: Cakupan Vit. A pada Anak Balita di Kodya (A),


Tahun 1994 dan 1995

Sumber: LB3 (SP2TP)

Grafik: Cakupan Vit. A pada anak balita di Kodya (A)


Tahun 1994 dan 1995

223
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

c. Rasio.
Misal: Rasio bidan di desa terhadap jumlah penduduk sasaran.
Data Rasio bidan di desa per penduduk sasaran (ibu hamil), didapat dari jumlah bidan di
desa dibagi jumlah penduduk sasaran (ibu hamil) di desa tersebut. Sebagai contoh sebagai
berikut:

Tabel: Rasio Bidan di desa per penduduk sasaran (Ibu hamil)


Puskesmas (S) Kabupaten (A) Tahun 1994

Sumber : Ketenagaan Puskesmas (SP2TP)

224
FKM - UNSRAT
Dari tabel di atas, terlihat bahwa rata-rata di Puskesmas (S) 1 (satu) bidan di desa
melayani sekitar 40 ibu hamil.

Pemanfaatan Data
Semua data dasar, data sumber daya dan kegiatan dicatat di Puskesmas, sedangkan
pelaporannya (LB1, LB2, LB3, LB4, LT1, LT2 dan LT3) yang dikirim ke Kota/Kabupaten disesuaikan
dengan kebutuhan informasi di tingkat Kota/Kabupaten, Propinsi dan Pusat.
Dengan demikian hasil pencatatan kegiatan yang relatif lengkap tersebut dapat digunakan
sebagai data sekunder bagi Facility Based Survey.
Pemanfaatan data SP2TP harus dikaitkan dengan prioritas nasional, kesepakatan global,
keterpaduan lintas program dan sektor terkait, masalah penyakit yang berpotensi KLB/Wabah serta
efektivitas pelayanan.

A. Umum.
Informasi yang diperoleh dari pengolahan data SP2TP dapat dipergunakan atau dimanfaatkan
untuk:
1. Pemantauan.
Pemantauan diperlukan untuk mengambil tindakan perbaikan segera dan yang paling penting
untuk dilakukan di tingkat Puskesmas.
Gambaran kesenjangan pelayanan kesehatan dapat diketahui dengan cara membandingkan
cakupan hasil pelayanan dengan target/norma yang telah ditetapkan, misalnya:
- Cakupan imunisasi DPT3 tahun 1995 (Januari s/d Desember 1995) di Puskesmas A mencapai
65 %. Target DPT3 di Puskesmas A 80 %. Dari data tersebut terlihat adanya kesenjangan
antara cakupan yang seharusnya dicapai dengan kenyataan.
- Adanya kesenjangan antara jenis pelayanan juga menggambarkan adanya "missed
opportunity", misalnya kunjungan K4 mencapai 75% sedangkan cakupan TT2 bumil hanya
60%.
- Dalam melihat kesenjangan pelayanan kesehatan dapat pula dibandingkan dengan
norma atau target untuk tingkat Kota/Kabupaten, Propinsi bahkan Nasional.
2. Penilaian atau evaluasi
Apabila pemantauan dilakukan pada saat kegiatan dalam fase pelaksanaan dan biasa dilakukan
secara periodik, maka penilaian dilakukan setelah kegiatan selesai dilaksanakan.

225
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Dalam pemantauan diamati masukan, proses dan kefuaran dari suatu kegiatan. Sedangkan
penilaian melihat dampak dari kegiatan termaksud. Hasil penilaian tidak dapat digunakan untuk
segera mengambil tindakan perbaikan, tetapi harus melalui perencanaan kembali.
Misalnya dalam kegiatan pemberantasan malaria.
Pemantauan mengamati:
a. Masukan, yaitu tenaga penyemprot, insektisida, spraycan dan lain sebagainya.
b. Proses, bagaimana penyemprotan rumah dilakukan.
c. Keluarannya adalah jumlah rumah yang disemprot.
Penilaian akan melihat Annual Parasite Incidene (API) atau Parasite Rate (PR).
3. Mendeteksi Kemungkinan terjadinya wabah / kejadian luar biasa.
Penyakit yang harus diwaspadai kemungkinannya menjadi wabah adalah diare, demam berdarah
dengue (DBD ), campak dan malaria.
Dalam mendeteksi kemungkinan terjadinya wabah perlu dilakukan pemantauan harian atau
mingguan. Data yang dicatat dalam Register kunjungan, Register Rawat Inap dan beberapa
register penyakit menular dapat dimanfaatkan sebagai sumber data/informasi.
Pemanfaatan data dalam Manajemen Kesehatan di Puskesmas adalah :
1. Pemanfaatan data untuk PI (Perencanaan) Tingkat Puskesmas.
a. Perencanaan di tingkat Puskesmas meliputi:
- Perencanaan awal berupa usulan kegiatan Puskesmas, kebutuhan obatobatan, dan
kebutuhan sumber daya (sarana, tenaga dan dana) sesuai dengan masalah dan kondisi
setempat yang akan dilaksanakan untuk tahun anggaran berikut. Dalam menyusun
perencanaan ini data SP2TP dan informasi lain yang diperlukan antara lain:
i. Data dasar seperti: vital statistik, sasaran kegiatan pokok puskesmas, sarana, dan
informasi umum lainnya yang mendukung upaya kesehatan.
ii. Data pola penyakit dan distribusi penyakit menurut tempat, waktu dan orang (umur,
jenis kelamin, pekerjaan, dan sebagainya) dari kartu individu, register dan laporan
LB1.
iii. Data permintaan dan pemakaian obat-obatan dari laporan LB2.

226
FKM - UNSRAT
iv. Data cakupan kegiatan yang dihitung dari hasil kegiatan pokok Puskesmas bersumber
dari Laporan LB3 dan LB4,
- Perencanaan pelaksanaan kegiatan (POA), dibuat setelah alokasi dana diterima oleh
Puskesmas. Penyusunan POA disesuaikan dengan hasil kegiatan pokok Puskesmas dan
kondisi tenaga serta wilayah kerjanya.
- Perencanaan kegiatan bulanan, dibuat setelah pembuatan POA dengan maksud,
pembagian kerja/tugas dari setiap staf pada bulan dimaksud yang didasari oleh hasil
kegiatan bulan lalu.
2. Pemanfaatan data untuk penggerakan pelaksanaan (P2).
Lokakarya Mini bulanan yang dihadiri seluruh staf Puskesmas, membahas hasil kegiatan bulan
lalu, baik yang merupakan keberhasilan maupun yang merupakan masalah/hambatan dengan
maksud mencari penyebab hambatan dan rencana tindakan yang akan dilakukan. Sedangkan
Lokakarya Mini tribulan melibatkan lintas sektor tingkat kecamatan, berdasar hasil kegiatan
tribulan dan informasi lainnya disajikan untuk dibahas termasuk untuk ditindaklanjuti oleh yang
berkepentingan.
3. Pemanfaatan data untuk pengawasan, pengendalian dan penilaian (P3).
Untuk Stratifikasi, digunakan data hasil kegiatan tahunan dan hasil olahan SP2TP termasuk pula
informasi lainnya yang diperlukan. Stratifikasi adalah merupakan alat evaluasi Puskesmas,
dimana dalam Stratifikasi hasil kegiatan pokok Puskesmas selama 1 (satu) tahun kalender
dihitung dan dibandingkan dengan indikator yang ada, sehingga diketahui tingkat/strata
Puskesmas tersebut.
Data dari LB-3 dan LB-4 juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk penyusunan laporan
Triwulanan Proyek, khususnya Bagian Proyek PPKM di Kota/Kabupaten ( form B. 1 .a). Data
termaksud misalnya jumlah bumil risti yang ditangani, jumlah persalinan oleh tenaga
kesehatan, jumlah keluarga berisiko yang dibina.

B. Khusus
Pemanfaatan data SP2TP sebagaimana pada ruang lingkup yaitu kartu individu, register, laporan
bulanan dan tahunan adalah sebagai berikut:
1. Data yang terdapat pada kartu individu dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan informasi
mengenai:
- Kelengkapan pelayanan kepada klien.

227
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

- Rencana follow-up kasus dan penderita.


- Sebagai dasar untuk merujuk pasien.
- Sumber informasi bagi program dan sektor terkait lain.
- Alat untuk sistim isyarat dini adanya KLB/Wabah dan intervensi penyakit/keadaan
tertentu.
2. Data yang tercantum dalam Kartu Indeks Penyakit dapat dimanfaatkan untuk:
- Alat untuk sistim isyarat dini adanya KLB/Wabah dan intervensi penyakit/keadaan
tertentu.
- Sebagai alat memantau kejadian penyakit di suatu lokasi.
3. Data yang tercantum dalam register dapat dimanfaatkan untuk melihat:
- Jumlah kunjungan kasus: meningkat, menurun atau tetap.
- Menilai kelengkapan pelayanan kepada klien.
- Rencana follow-up kasus.
- Sumber informasi bagi program dan sektor terkait lain.
- Mengetahui hasil pelayanan di masing-masing wilayah/desa 4. Data yang tercantum
dalam register kohort dapat dimanfaatkan untuk:
- Menilai kelengkapan pelayanan. - Menilai keterpaduan pelayanan.
- Memantau kesinambungan pelayanan yang diterima klien.

- Rencana follow-up kasus.


- Sumber informasi bagi program dan sektor terkait lain.
5. Data yang tercantum dalam LB1 dapat dimanfaatkan untuk:
- Gambaran pola penyakit di tingkat pelayanan kesehatan - Gambaran mengenai
distribusi penyakit menumt kelompok umur.
- Gambaran pola musiman penyakit.
- Gambaran pola minimal dan maksimal kesakitan suatu penyakit 5 tahunan.
- Kecenderungan penyakit tertentu.
- Sebagai sumber informasi untuk perencanaan, intervensi dan tindak lanjut kasus.
- Perencanaan obat.

228
FKM - UNSRAT
6. Data yang tercantum dalam LB2 dapat dimanfaatkan untuk:
- Mengendalikan tingkat stok obat.
- Perencanaan distribusi obat.
- Gambaran 10 jenis obat yang paling sering digunakan sebagai bahan evaluasi
penggunaan obat secara rasional dikaitkan dengan pola 10 penyakit terbesar.
- Merencanakan kebutuhan obat dalam setahun
7. Data yang tercantum dalam LB3 dapat dimanfaatkan untuk:
- Penghitungan cakupan program Gizi, KIA, Imunisasi dan pengamatan penyakit
menular.
- Rencana tindak lanjut program terhadap kematian maternal, kematian neonatal.
BBLR, BGM, LILA WUS < 23,5 cm, AFP, tetanus neonatorum, demam berdarah
dengue.

- Kesenjangan cakupan terhadap target.

- Melihat dropout dan missed opportunity baik program yang bersangkutan maupun
keterkaitannya dengan program lain.
8. Data yang tercantum dalam LB4 dapat dimanfaatkan untuk:
- Mengetahui jangkauan program Perkesmas, UKS, penyuluhan kesehatan
masyarakat, kesehatan olah raga, kesehatan gigi dan kesehatan lingkungan.
- Rencana tindak lanjut program terhadap risiko pencemaran air bersih, keluarga
dengan penderita TB, kusta, tetanus neonatorum, BBLR.
- Mengetahui jangkauan pelayanan dan pemanfaatan Puskesmas, Puskesmas
dengan rawat inap, sarana laboratorium.
9. Data yang tercantum dalam LT1 dapat dimanfaatkan untuk:
- Sebagai denominator / penyebut dalam penghitungan dan pengolahan data
seperti: jumlah penduduk, jumlah keluarga, jumlah desa, jumlah rumah, jumlah
sekolah, dan sebagainya.
- Gambaran mengenai ketersediaan sarana dan fasilitas pelayanan.
- Gambaran mengenai peran serta masyarakat seperti: jumlah posyandu, polindes,
pos kesehatan pesantren, pos UKK, dukun bayi, kader, dan sebagainya.
10. Data Kepegawaian (LT2) dimanfaatkan di Kota/Kabupaten untuk pengelolaan ketenagaan
Puskesmas.

229
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

11. Data laporan Ketersediaan dan Permintaan peralatan puskesmas (LT3) dimanfaatkan untuk:
- Mengetahui jumlah total alat Puskesmas yang dirinci menurut fasilitas pelayanan di
Puskesmas/Puskesmas rawat inap, Puskesmas Pembantu dan bidan di desa.
- Untuk mengetahui kebutuhan dasar alat yang diperlukan di Puskesmas dan jumlah
permintaan alat yang diajukan ke Kota/Kabupaten.
- Untuk mengetahui penerimaan alat di Puskesmas.

Alternatif Tindak Lanjut


Dari hasil interpretasi dan pemanfaatan seperti diuraikan data di atas, dapat diperoleh
berbagai informasi penting bagi program yang sangat bermanfaat untuk menentukan alternatif
pemecahan masalah dan tindak lanjut, seperti:
1. Perbaikan input.
a. Pengerahan atau realokasi sumber daya seperti tenaga pelaksana pelayanan, sarana
pelayanan (obat-obatan, vaksin), dan biaya operasional puskesmas.
b. Perbaikan manajemen upaya kesehatan di tingkat pelayanan kesehatan dasar dan tingkat
Kota/Kabupaten seperti peningkatan kemampuan petugas, dukungan politis, dukungan
peraturan/perundang-undangan, dan sebagainya.
2. Perbaikan proses pelaksanaan kegiatan.
a. Perbaikan manajemen yang meliputi metodologi seperti pendekatan risiko, keterpaduan
pelaksanaan.
b. Peningkatan pembinaan dan supervisi.
c. Perbaikan pencatatan dan pelaporan kegiatan.
Contoh:
Hasil Interpretasi Imunisasi DPT-1

230
FKM - UNSRAT

Catatan:
- K = kurang
- B = baik
- J = jelek
Setelah dilakukan interpretasi maka terlihat status dan masing-masing desa dan untuk masing-
masing desa. Berdasarkan hasil interpretasi tersebut maka ditentukan alternatif tindakan sebagai
berikut:
1. Bagi desa yang mempunyai status baik atau cukup, pola penyelenggaraan perlu diteruskan,
mungkin diperlukan beberapa penyesnaian atau peningkatan tertentu.
2. Bagi desa yang mempunyai status kurang atau terutama yang jelek diperlukan analisa penyebab
masalah, sehingga altematif tindak lanjut dapat terfokus untuk menghilangkan penyebab
masalah tersebut.
Setiap keputusan untuk tindak lanjut hams dijabarkan dalam bentuk rencana operasional jangka
pendek (1-3 bulan) sesuai dengan keadaan masalah dan keadaan daerah (area spesifik)
rencana operasional tersebut meliputi :
a. Intervensi dan kegiatan teknis termasuk penyediaan logistik yang perlu dibicarakan
dalam Lokakarya Mini Puskesmas.
b. Intervensi dan kegiatan non teknis yang perlu konsultasi dengan camat, Tim Penggerak
PKK Kecamatan dan pertemuan koordinasi tingkat Kecamatan.

231
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Sistem Informasi Geografis dan


B A B 12
Penerapannya
P an. Peningkatan pemakaian sistem ini terjadi di kalangan pemerintah, militer, enggunaan
Sistem Informasi Geografi (SIG) meningkat tajam sejak tahun 1980-
akademis, atau bisnis terutama di negara-negara maju. Perkembangan teknologi digital sangat
besar peranannya dalam perkembangan penggunaan SIG dalam berbagai bidang. Hal ini
dikarenakan teknologi SIG banyak mendasarkan pada teknologi digital ini sebagai alat analisis.
Sebelum membahas permasalahan teknis Sistem Informasi Geografi (SIG) lebih dalam, ada
baiknya bila terlebih dahulu memahami makna, manfaat, dan peran SIG dalam penyelesaian
permasalahan. Siapakah sebenamya yang dapat terbantu oleh adanya teknologi SIG ini? Apa
kelebihan-kelebihan yang diperoleh dengan menguasai teknologi SIG? Bagaimana operasionalisasi
dari teknologi tersebut agar mendapatkan hasil yang efektif dan efisien? Pertanyaan-pertanyaan
tersebut kiranya dapat menjadi dasar pemahaman dalam usaha penguasaan teknologi SIG ini.

Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis (SIG)


Pengertian

Seperti tergambar dari namanya, SIG merupakan sebuah sistem yang saling berangkaian
satu dengan yang lain. BAKOSURTANAL menjabarkan SIG sebagai kumpulan yang terorganisir dari
perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi, dan personel yang didesain untuk
memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua
bentuk informasi yang berreferensi geografi. Dengan demikian, basis analisis dan SIG adalah data
spasial dalam bentuk digital yang diperoleh melalui data satelit atau data lain terdigitasi. Analisis SIG
memerlukan tenaga ahli sebagai interpreter, perangkat keras komputer, dan software pendukung.

232
FKM - UNSRAT

Gambar 12.1 Pola Keterkaitan GIS


Pranoto mengartikan Sistem informasi geografis (SIG) sebagai suatu komponen yang terdiri
dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumber daya manusia yang bekerja
bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola,
memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi
berbasis geografis (Pranoto, 2001).
Secara definisi SIG adalah suatu perangkat untuk mengumpulkan, menyimpan, menampilkan
dan mengkorelasikan data spasial dari fenomena geografis untuk dianalisis dan hasilnya
dikomunikasikan kepada pemakai data bagi keperluan pengambilan keputusan.

Manfaat SIG

Dalam SIG terdapat berbagai peran dari berbagai unsur, baik manusia sebagai ahli dan
sekaligus operator, perangkat alat (lunak /keras) maupun objek permasalahan. SIG adalah sebuah
rangkaian sistem yang memanfaatkan teknologi digital untuk melakukan analisis spasial. Sistem ini
memanfaatkan perangkat keras dan lunak komputer untuk melakukan pengolahan data seperti:
1. Perolehan dan verifikasi
2. Kompilasi
3. Penyimpanan
4. Pembaruan dan perubahan
5. Manajemen dan pertukaran
6. Manipulasi
7. Penyajian
8. Analisis
Pemanfaatan SIG secara terpadu dalam sistem pengolahan citra digital adalah untuk
memperbaiki hasil klasifikasi. Dengan demikian, peranan teknologi SIG dapat diterapkan pada

233
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

operasionalisasi penginderaan jauh satelit. Pengembangan teknologi penginderaan jauh satelit


dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Gambar 12.2 GIS dalam sistem digital satelit

Mengingat sumber data sebagian besar berasal dari data penginderaan jauh baik satelit
maupun terrestrial terdigitasi, maka teknologi sistem informasi geografi (SIG) erat kaitannya dengan
teknologi penginderaan jauh. Namun demikian, penginderaan jauh bukanlah satu-satunya ilmu
pendukung bagi sistem ini.
Sumber data lain berasal dari hasil survei terrestrial (uji lapangan) dan data-data sekunder
lain seperti sensus, catatan, dan laporan yang terpercaya. Secara diagram hal tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 12.3 Sistem kerja SIG

234
FKM - UNSRAT
Data spasial dari penginderaan jauh dan survei terestrial tersimpan dalam basis data yang
memanfaatkan teknologi komputer digital untuk pengelolaan dan pengambilan keputusannya.
Secara teknis SIG mengorganisasikan dan memanfaatkan data dari peta digital yang
tersimpan dalam basis data. Dalam SIG, dunia nyata dijabarkan dalam data peta digital yang
menggambarkan posisi dari ruang (space) dan klasifikasi, atribut data, dan hubungan antar item
data. Kerincian data dalam SIG ditentukan oleh besamya satuan pemetaan terkecil yang dihimpun
dalam basis data. Dalam bahasa pemetaan kerincian itu tergantung dari skala peta dan dasar acuan
geografis yang disebut sebagai peta dasar.

Memperoleh Data SIG

Data Sistem Informasi Geografi berupa data digital yang berformat raster dan vektor. Vektor
menyimpan data digital dalam bentuk rangkaian koordinat (x,y). Titik disimpan sebagai sepasang
angka koordinat dan poligon sebagai rangkaian koordinat yang membentuk garis tertutup. Raster
menyatakan data grafis dalam bentuk rangkaian bujursangkar yang disimpan sebagai pasangan
angka menyatakan baris dan kolom dalam suatu matriks.
Sumber data digital dapat berupa citra satelit atau data foto udara digital serta foto udara
yang terdigitasi (scanning). Data lain dapat berupa peta dasar terdigitasi. Masing-masing sumber
data tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan, terutama pada keincian dan keluasan data yang
dapat diperoleh. Dengan demikian, pemanfaatan kedua jenis data tersebut secara saling melengkapi
sangatlah menguntungkan.

Metode digitasi dapat dilakukan secara manual dengan alat digitizer atau menggunakan
perangkat lunak dengan teknik digitasi on screen. Perangkat lunak yang dapat digunakan untuk
digitasi ini misalnya AutaCAD, R2V dan lain-lain.
Perangkat keras lain sebagai alat bantu digitasi adalah scanner. Scanner akan mengubah
gambar analog (gambar pada selembar kertas) menjadi data digital elektronik yang dapat direkam
pada media magnetik seperti disk, CD dan lain-lain.
Ada sedikitnya lima metode perolehan data digital yang dikenal saat ini yaitu:
1. Digitasi peta-peta yang ada dengan menggunakan digitizer
2. Scanning peta
3. Produksi peta foto digital
4. Masukan manual dari koordinat terkomputasi dan perhitungan

235
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

5. Transfer dari sumber data digital

Pengolahan Data SIG

SIG dengan kemampuan mempunyai karakteristik sebagai perangkat pengelola basis data
(database management system-DBMS) seperti yang telah diuraikan di atas, juga sebagai perangkat
analisis keruangan (spatial analysis) serta merupakan proses komunikasi untuk pengambilan
keputusan. Adapun dalam hal kemampuan fungsi analisis spasial terdiri (Prahasta, 2002):
a. Klasifikasi (reclassify)
Fungsi analisis untuk mengklasifikasikan atau mengklasifikasikan kembali suatu data spasial atau
atribut menjadi data spasial yang baru dengan menggunakan kriteria tertentu. Misalnya data
ketinggian suatu wilayah, kepadatan penduduk yang dapat digolongkan dalam interval tertentu..
b. Jaringan (Network)
Yaitu fungsi analisis yang merujuk data spasial titik-titik ( point) atau garis-garis (lines) sebagai
suatu jaringan yang tidak terpisahkan, fungsi ini dapat menghitung jarak antara satu titik dengan
titik lainnya. Biasanya digunakan dalam bidang transportasi, saluran pipa air minum, saluran
pembuangan.
c. Overlay
Yaitu suatu fungsi analisis yang menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data spasial
yang menjadi masukannya. Misalnya hubungan distribusi jumlah penderita kusta dengan tingkat
kepadatan penduduk.
d. Buffering
Yaitu suatu fungsi analisis yang menghasilkan data spasial baru yang berbentuk poligon atau
zone dengan jarak tertentu dari data spasial yang menjadi masukannya. Data spasial titik
menghasilkan data spasial baru yang berupa lingkaran-lingkaran yang mengelilingi titik-titik
pusatnya, misalnya seperti untuk mengetahui jarak jangkauan pelayanan dari sarana pelayanan
kesehatan.
SIG dengan pendekatan analisis keruangan ( spatial analysis) akan dapat mengetahui
pemencaran, penjalaran atau penyebaran suatu penyakit yang dikemukakan dalam teori difusi
(Bintarto, 1991), yaitu:

236
FKM - UNSRAT

a. Difusi Ekspansi (expansion diffusion)


Yaitu suatu proses dimana informasi, material dan sebagainya menjalar melalui suatu populasi
dari suatu daerah ke daerah yang lain. Difusi ekspansi ada dua jenis, yaitu 1) difusi menjalar
(contagious diffusion) dimana proses menjalarnya terjadi dengan kontak yang langsung antar
manusia atau antar daerah, misalnya menjalarnya penyakit melalui kontak antar manusia, 2)
difusi kaskade (cascade diffusion) adalah proses penjalaran atau penyebaran fenomena melalui
beberapa tingkat atau hirarki.
b. Difusi Penampungan (relocation diffusion)
Yaitu merupakan proses informasi, material dan sebagainya yang didifusikan meninggalkan
daerah yang lama dan berpindah atau ditampung didaerah yang baru. Misalnya seperti
perpindahan epidemi dari suatu populasi ke populasi yang lain.
Unsur-unsur dalam proses difusi adalah 1) daerah atau area atau lingkungan dimana proses
difusi terjadi, 2) waktu (time) dimana difusi dapat terjadi terus menerus atau dalam waktu yang
terpisah-pisah, dan 3) item yang dapat berbentuk material seperti penduduk dan non material
seperti penyakit (Bintarto, 1991)

Penggunaan SIG dalam Kesehatan Masyarakat


Aplikasi SIG di bidang kesehatan merupakan penyediaan data atribut dan spasial yang
menggambarkan distribusi atau pola spasial penyebaran penderita suatu penyakit, pola atau model
penyebaran penyakit, distribusi unit-unit pelayanan kesehatan maupun jumlah tenaga medis berikut
fasilitas-fasilitas pendukungnya (Prahasta, 2002). Sebagian besar data pada sistem informasi
kesehatan merupakan data spasial dimana data tersebut melekat pada area spesifik, seperti cakupan
area puskesmas atau dinas kesehatan atau pada titik geografis seperti letak rumah sakit, desa dan
apotik, yang diistilahkan sebagai georeferens.
Dalam bidang kesehatan masyarakat SIG berperan penting dalam hal:
a. Komunikasi data, yaitu SIG merupakan salah satu bentuk penyajian yang efektif dan efisien
dalam menjelaskan suatu masalah kesehatan kepada praktisi kesehatan, pengambilan keputusan
dan instansi terkait.
b. Analisis data, yaitu sebagian besar data kesehatan berupa data spasial sehingga dapat dianalisis
dengan menggunakan SIG.
c. Pengambilan keputusan, yaitu dari komunikasi data dan analisis data dapat dikatakan SIG sangat
baik dalam proses pengambilan keputusan.

237
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

d. Kerjasama lintas sektor, yaitu data SIG merupakan platform yang baku dalam menyajikan
informasi dari seluruh sektor, seperti : pendidikan, ekonomi, infrastruktur, pertanian sehingga
memberi peluang untuk membagi data antara sektor dan kerjasama antar sektor.
Informasi lain yang penting bagi program kesehatan masyarakat, seperti fasilitas
kesehatan, sekolah, tempat perindukan nyamuk serta data epidemiologis dapat pula
ditambahkan. Sumber daya kesehatan, penyakit tertentu dan kejadian kesehatan lain dapat
dipetakan menurut lingkungan sekeliling dan infrastrukturnya. Informasi semacam ini ketika
dipetakan sekaligus akan menjadi suatu alat yang amat berguna untuk memetakan risiko
penyakit, identifikasi pola distribusi penyakit, memantau surveilans dan kegiatan
penanggulangan penyakit, mengevaluasi aksesibilitas ke fasilitas kesehatan dan
memprakirakan perjangkitan wabah penyakit (Depkes, Ditjen P2M & PL, tanpa tahun).

SIG menggunakan ArcView GIS


Arc View merupakan sebuah software pengolah data spasial. Software ini memiliki berbagai
keunggulan yang dapat dimanfaatkan oleh kalangan pengolah data spasial. Arc View memiliki
kemampuan dalam pengolahan atau editing, menerima atau konversi dari data digital lain seperd
CAD, atau dihubungkan dengan data image seperti format .JPG, .TIFF, atau image gerak.

Memulai ArcView

Untuk memulai penggunaan software Arc View, panggil program ini dari start menu.
• Klik Start
• Pilih Program
• Pilih ESRI
• Pilih ArcView GIS
Cara lain adalah dengan klik ganda pada shortcut Arc View di desktop. Selanjutnya Arc
View akan menanyakan membuat proyek baru atau memanggil yang sudah ada.
Pembuatan proyek baru dilakukan dengan
memilih opsi With a New View. Jika telah terdapat proyek yang akan diolah lebih lanjut pilih Open an
Existing Project. Hasil pengolahan data spasial dalam Arc View disimpan dalam sebuah proyek
dengan ekstensi APR.

238
FKM - UNSRAT

Gambar 12.4 Jendela pembuka Arc View


Pemilihan pembuatan proyek baru akan membuka Arc View dengan isi proyek kosong. Isi proyek
terdiri dari View, Tabel, Grafik, Layout, dan Script.

Gambar 12.5 Desktop Arc View


Seluruh isi dan proyek tersebut saling terkait. Namun, masing-masing isi memiliki fungsi dan
peran yang berbeda. Berikut disajikan fungsi isi dari masing-masing isi proyek: 1. View (view)
View berfungsi untuk mempersiapkan data spasial dari peta yang akan dibuat atau diolah.
Dari view ini dapat dilakukan input data dengan digitasi atau pengolahan (editing) data spasial. View
dapat menerima image dari format .jpg, CAD, Arc Info, atau software pengolah data spasial lain.
View juga dapat menerima data atau citra satelit.

239
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Gambar 12.6 View data spasial

2. Tabel (table)
Tabel merupakan data atribut dari data spasial. Data atribut ini digunakan sebagai dasar
analisis dari data spasial tersebut. ArcView dapat membentuk jaringan basis data dengan
menggunakan fasilitas tabel ini. Arc View dapat menerima tabel dari basis data lain seperti dBase III,
dBase IV, atau INFO.
Hubungan relasional dapat dilakukan sehingga memudahkan analisis spasialnya. Hubungan yang
terbentuk ini memungkinkan pengguna data untuk mengambil dari berbagai sumber data yang
berupa tabel, teks, peta, atau gambar.

Gambar 12.7 Tabel atribut data spasial

240
FKM - UNSRAT

3. Grafik (chart)
Grafik merupakan alat penyaji data yang efektif. Dengan menggunakan grafik ini, ArcView
dapat digunakan sebagai alat analisis yang baik terhadap sebuah fenomena. Arc View memiliki
variasi grafik yang beraneka ragam. Masing-masing grafik tersebut memiliki sifat atau karakteristik
terhadap tipe data yang disajikan. Grafik terhubung dengan data atribut tabel yang berupa data
numerik.

Gambar 12.8 Grafik

4. Layout (layout)
Layout merupakan tempat mengatur tata letak dan rancangan dari peta akhir.
Penambahan berbagai simbol, label dan atribut peta lain dapat dilakukan pada Layout.

241
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Gambar 12.9 Layout akhirpeta

5. Script (script)
Script adalah makro dalam Arc View. Dengan makro ini kemampuan Arc View dapat diperluas
dengan membuat sebuah program aplikasi yang nantinya dapat di Add
Ins pada Arc View. Program aplikasi yang dapat dibuat dengan script ini, misalnya otomasi analisis
data spasial dan lain-lain.

Arc View dapat menerima berbagai macam sumber data yang selanjutnya akan diolah.
Secara langsung ArcView dapat menerima data vektor yang berasal dari software Arc Info. Data
vektor olahan ini dapat lebih jauh diolah atau langsung disajikan dalam layout.
Sumber-sumber data lain adalah data yang berasal dari:
- Citra satelit dengan format BSQ, BIL, BIP
- Data raster dengan format BMP, JPG, TIFF
- Data ERDAS
- Data tabular dari Arc Info, dBase

Digitasi Data Spasial

Input data spasial sering disebut dengan digitasi. ArcView memiliki kemampuan untuk
melakukan digitasi. Data hasil digitasi yang berasal dari proses input data disimpan dalam sebuah
Theme yang selanjutnya dapat diolah atau ditransfer ke software lain untuk pengolahan lebih lanjut.

Mempersiapkan View
Untuk melakukan input data, view harus terlebih dahulu dipersiapkan dengan cara:
• Pilih View pada jendela Project seperti di bawah ini, kemudian klik New.

242
FKM - UNSRAT

Gambar 12.10 Project Window


• ArcView akan menampilkan sebuah jendela View baru yang kosong.
View

Gambar 12.11 Jendela Project dengan sebuah View baru


Jendela view, seperti ditunjukkan pada sebelah kanan, merupakan area untuk membuat
sebuah proyek. Data spasial seperti peta atau image akan ditampilkan pada jendela tersebut.
Beberapa bagian dari view dapat dilihat pada gambar di atas.

Memperluas Format Sumber Data


Arc View dapat menerima data digitasi dari perangkat digitizer yang terinstal. Di samping itu,
Arc View dapat menerima sumber data dari berbagai data digital dengan berbagai sistem kompresi
seperti JPEG dan TIFF.
Sumber data dapat berasal dari berbagai software GIS lain seperti Arc Info, atau software
rancang bangun seperti Auto CAD. Berikut ini contoh langkah untuk memperluas ekstensi ArcView
dalam menerima sumber data lain.

• Dari menu pilih File  Pilih Extension ...


• Arc View akan memunculkan window berikut:

243
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Gambar 12.12 Extension dalam sub menu File untuk memperluas format sumber
data

Gambar 12.13 Jendela pilihan format Extension


• Turunkan scrollbar untuk mencari format JPEG, beri tanda cek dengan cara mengklik pada
pilihan format JPEG tersebut.
• Klik OK
Setelah proses tersebut selesai. ArcView dapat menerima data berformat JPEG sebagai
sumber data baru.

Memasukkan Sumber Data


Sumber data yang akan dimasukkan ke dalam sebuah proyek ArcView akan dianggap sebagai
sebuah Theme baru. Theme merupakan serangkaian kenampakan geografi dalam sebuah view.
Sebuah theme sebaiknya hanya berisi satu macam tema data. Misalnya, sebuah theme berisi data
tentang peta dasar, jaringan jalan, jaringan sungai, bentuk lahan, penutup lahan, dan lain-lain.
Setiap theme yang dibuat dapat diaktifkan atau tidak diaktifkan dari view, sehingga isi dari theme
tersebut akan tampak pada view atau tidak tampak. Theme aktif akan tampak pada view dengan

244
FKM - UNSRAT
urutan susunan yang sesuai dengan urutan menurun theme pada daftar isi (table of content).
Theme aktif ditandai dengan kesan menonjol pada theme tersebut.
Sebuah view dapat menampung beberapa buah theme. Susunan theme dapat diatur atau
dipindahkan dengan menarik theme tersebut ke atas atau ke bawah. View akan menampilkan
beberapa buah theme yang bertipe point dan arc secara bersamasama dengan sebuah theme
bertipe poligon. Namun jika terdapat beberapa theme yang bertipe poligon, view hanya
menampilkan theme yang susunannya paling atas. Dengan demikian, ada baiknya jika akan
menampilkan beberapa theme sekaligus, munculkan theme yang bertipe poligon pada urutan yang
paling bawah atau pertama kali dibuka.
Untuk membuat sebuah theme baru, lakukan dengan cara sebagai berikut:
• Dari menu utama pilih View, kemudian akan muncul sub menu berikut:

Gambar 12.14 Sub Menu View


• Pilih Add Theme
• Selanjutnya akan muncul jendela seperti berikut:

Gambar 12.15 Window Add Theme


• Carilah sumber data yang akan dimasukkan sebagai theme baru
• Setelah memilih sebuah sumber data, Klik OK
• ArcView akan menampilkan sebuah theme baru pada view.

245
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Gambar 12.16 View dengan sebuah sumber data asal Auto CAD
• Aktifkan theme tersebut dengan mengklik kotak kecil di depan nama theme
• Gambar akan dimunculkan pada view sebelah kanan

Digitasi
Untuk memulai digitasi harus dibuat sebuah theme baru, disamping theme yang sudah ada
yang berisi data peta dasar. Theme baru ini akan diisi dengan data digitasi yang didasarkan pada
peta dasar pada theme yang lain. Hasil digitasi ini tidak akan rancu atau bercampur pada peta dasar.
Ingat, hasil digitasi ini berada pada sebuah theme yang lain. Kita dapat bayangkan, theme tempat
digitasi adalah sebuah plastik transparansi di atas peta dasar.
Masing-masing theme hendaklah diisi dengan jenis coverage yang sejenis. Misalnya, theme
yang akan berisi jaringan jalan jangan dicampur dengan mendigitasi coverage jaringan sungai.
Kesalahan lokasi penyimpanan hasil digitasi akan menyebabkan kerancuan dalam pengolahan data
selanjutnya.
Tentukan terlebih dahulu tipe feature yang sesuai dengan coverage yang akan didigitasi.
Misalkan untuk mendigitasi sebuah coverage jalan, dipilih tipe feature line; untuk coverage area,
dipilih tipe feature polygon; sedangkan untuk coverage titik seperti kota, gunung, dan tain-lain,
dipilih tipe feature point.
1. Menentukan Tipe Feature Digitasi
Langkah memulai digitasi dilakukan dengan menentukan tipe feature digitasi sebagai berikut:
• Pilih View dari menu utama

246
FKM - UNSRAT
• Pilih New Theme dari submenu view

Gambar 12.17 Jendela Tipe Feature


• Dari jendela New Theme pilihlah jenis feature yang dibutuhkan. Sebagai contoh, untuk membuat
garis pantai dipilih tipe Line.
• Klik OK
• Akan muncul jendela seperti di bawah ini:

Gambar 12.18 Jendela Lokasi Penyimpanan Thema Baru


• Beri nama pada File Name karena masing-masing theme ini akan disimpan sebagai sebuah file
baru dengan ekstensi .shp. Letakkan data digitasi Anda pada lokasi yang benar.
Perhatikan, pada daftar isi terdapat sebuah theme baru bertanda cek. Pada button theme terdapat
sebuah kotak kecil terputus-putus. Hal ini berarti theme tersebut aktif dan siap dilakukan editing
baik berupa penambahan, perubahan, pengurangan, dan lain-lain.

Gambar 12.19 Table Of Content Project

247
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

2. Digitasi Coverage Garis

Pada baris icon terdapat button draw line yang berfungsi untuk menggambarkan
sebuah line baru pada view yang dibuat. Saat button draw line aktif, pointer pada view berubah
menjadi tanda +. Klik sekali pada ujung garis yang akan dibuat. Klik sekali pada tiap vertek
(titik) yang merupakan sebuah belokan atau lengkungan. Klik ganda untuk mengakhiri garis
yang dibuat.

Button line lain yang dapat digunakan adalah draw line to split feature Dengan ikon
ini, setiap garis melewati garis lain yang melintang akan dianggap sebagai objek baru. Objek garis
baru yang terbentuk dapat diedit secara terpisah dari objek garis sebelumnya.
Objek garis yang tergambar terakhir pada view dianggap sebagai sebuah objek baru
yang terpisah dengan objek-objek lain. Masing-masing objek ditandai oleh 8 titik di sekeliling
objek tersebut.
Berlatihlah melakukan digitasi dengan menggambarkan sebuah coverage.
Misalnya, garis pantai ataujalan.
Berikut adalah beberapa icon yang dapat digunakan untuk membantu digitasi: Pointer : penunjuk
objek aktif. Objek yang akan diedit harus aktif.

Zoom in : untuk membesar gambar tampilan pada view. Perbesaran


Dapat dilakukan dengan mengklik pada posisi gambar yang

akan diperbesar. Perbesaran juga dapat dilakukan dengan memilih lokasi


atau membuat rectangle pada lokasi yang akan diperbesar.

Zoom out : untuk memperkecil gambar tampilan pada view. Cara yang
sama dapat dilakukan seperti pada perbesaran gambar

Pan : untuk menggeser tampilan gambar pada view. Pergeseran


dilakukan dengan menekan tombol kiri mouse dan geser ke

arah yang diinginkan (drag).

248
FKM - UNSRAT

Gambar 12.20 Digitasi dengan menggunakan Draw Line


Hasil digitasi dianggap sebagai sebuah objek dengan dicirikan oleh munculnya titik di sekitar
objek tersebut. Seluruh garis pada gambar tersebut merupakan satu kesatuan yang terdiri dari
beberapa vertek.

3. Digitasi Coverage Area


Digitasi coverage area memiliki sedikit perbedaan dengan coverage yang berbentuk
garis/line. Area disebut dengan poligon. Dalam hal ini, theme baru yang dibuat harus pula bertipe
feature poligon. Secara otomatis, daerah yang didigitasi akan membentuk area dengan simbol warna
tertentu.
Digitasi area diawali dengan pembuatan theme baru dengan tipe feature poligon sebagai
berikut:

Gambar 12.21 Tipe Feature Poligon


Penentuan tipe feature dilakukan seperti langkah penentuan tipe feature garis.
Penentuan tipe feature ini dilakukan dengan cara:
• Klik View
• Pilih New Theme
Setelah theme ditentukan, simpanlah theme tersebut pada lokasi yang (folder) yang sama
dengan theme-theme lain dalam satu proyek. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pencarian
saat dilakukan editing.

249
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Gambar 12.22 Tentukan Lokasi Penyimpanan Theme Poligon


Gambar di atas menunjukkan lokasi penyimpanan theme pada folder c:\eko_files\area.
ArcView secara otomatis akan memberikan ekstensi .shp di belakang nama theme tersebut.

Gambar 12.23 Simbol Theme Poligon


Perhatikan, bentuk feature yang terbentuk saat ini berbeda dengan feature pada tipe Line.
Pada tipe poligon ini, feature digambarkan dengan sebuah simbol kotak
(rectangle) dengan warna tertentu.
Warna pada simbol feature ini belum memiliki makna tertentu.
dan dapat diganti dengan warna lain. Berikut ini ikon untuk digitasi
area:
Draw Rectangle

Draw Circle

Draw Polygon

Draw Line to Append Draw Line to Split Polygon


Polygon

Gambar 12.24 Ikon Digitasi Poligon

Draw Rectangle : Digitasi area berbentuk rectangle/kotak

250
FKM - UNSRAT

Draw Circle : Digitasi area berbentuk lingkaran


Draw Polygon : Digitasi area dengan bentuk bebas
Draw Line to Split Poligon : Membentuk poligon baru dalam sebuah polygon
Draw Line to Append Poligon : Membentuk poligon baru diluar garis tepi sebuah polygon

3.1 Membuat Objek


Untuk latihan, buatlah sebuah area kotak pada view baru dengan menggunakan draw
rectangle.
• Buat sebuah Theme baru dengan tipe poligon

• Klik draw rectangle dan buat sebuah kotak baru.


• Pada jendela view terbentuk sebuah kotak dengan tanda titik objek di sekelilingnya.

Gambar 12.25 ObjekArea Rectangle


• Buatlah sebuah rectangle baru dengan ukuran yang berbeda pada jendela view tersebut

Gambar 12.26 Penambahan Objek baru dengan draw rectangle


• Tampak sebuah objek rectangle barn dengan tanda titik objek. Kedua objek tersebut adalah
objek yang berbeda.

3.2 Memecah Objek


Objek area pada view dapat dipotong atau dipecah menjadi beberapa objek lain dengan cara
"dipotong". Pemotongan ini dilakukan dengan membuat sebuah garis pemisah di dalam objek area
tersebut. Objek dapat dipotong menjadi beberapa bagian yang berdiri sendiri.

251
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Pemecahan dilakukan dengan cara sebagai berikut:

• Pilih draw line to split polygon


• Buat sebuah garis di dalam salah satu kotak tersebut dari sisi ke sisi yang lain. Gunakan mode
snap agar vertek baru menempel pada sisi kotak tersebut dengan pasti. Snap diaktifkan dengan
menggunakan klik kanan tombol mouse
• Akan terbentuk sebuah objek poligon baru di dalam poligon yang lama. Poligon baru tersebut
ditandai dengan munculnya titik-titik objek di sekeliling objek-objek tersebut.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan pada gambar berikut:

Gambar 12.27
Penambahan objek dengan menggunakan draw line
to split polygon

Objek baru yang berupa area segitiga merupakan sebuah objek baru yang dapat dipisahkan
dengan objek induknya. Cobalah drag dan tarik keluar objek tersebut dengan cara:

• Klik ikon pointer untuk memilih objek.


• Klik objek
• Drag objek tersebut dan tarik keluar.
• Area tersebut akan terpisah dengan objek rectangle

252
FKM - UNSRAT

Gambar 12.28 Pemisahan objek hasil pemotongan

3.3 Menambah Objek


Objek dapat ditambah dengan menarik garis yang membentuk area. Objek yang
ditambahkan merupakan "perluasan" dari sebuah objek yang sudah ada. Salah satu sisi objek harus
berasal dari objek lain yang sudah ada.
Penambahan objek dilakukan dengan cara sebagai berikut:

• Klik Draw Line To Append Poligon


• Pointer akan berubah menjadi tanda +
• Klik kanan tombol mouse untuk mengaktifkan mode snap
• Pilih snap to vertek atau snap to boundary
• Klik pada sebuah vertek atau garis batas
• Tarik garis menjadi sebuah area seperti pada gambar 12.29.

Gambar 12.29 Penambahan area dengan draw line to append polygon


Tampak pada contoh, terbentuk sebuah area baru yang seakan menjadi perluasan dari objek
yang sudah ada. Objek baru tersebut merupakan objek tersendiri dan dapat dipisahkan dari objek
induknya.
Cobalah objek baru tersebut dipisahkan dengan cara sebagai berikut:

• Klik ikon pointer untuk memilih objek.


• Klik objek

253
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

• Drag objek tersebut dan tarik ke tempat lain.


• Area tersebut akan terpisah seperti tampak pada contoh dan objek baru tersebut berdiri sebagai
sebuah objek baru.

Gambar 12.30 Pemisahan objek baru hasil perluasan

Menyimpan
Hasil digitasi hendaknya disimpan pada sebuah file agar dapat dilakukan editing di kemudian
hari. Proses penyimpanan merupakan penyimpanan terhadap keseluruhan proyek tersebut. Hasil
penyimpanan tidak hanya menyimpan view, namun ArcView juga akan menyimpan data tabel,
grafik, layout, dan script jika ada. Dengan demikian, dalam satu proyek sebenarnya terdiri dari view,
tabel, grafik, layout, dan script.

Lakukan penyimpanan dengan menekan ikon save atau melalui menu utama Arc View:
• Klik File dari menu utama
• Klik Save Project

Gambar 12.31 Sub menu File  Pilih


lokasi folder yang diinginkan.

254
FKM - UNSRAT
• Beri nama file
• Klik OK
Pemberian nama file dilakukan setelah Anda menempatkan terlebih dahulu folder yang
diinginkan. Pemberian nama file sebelum penempatan posisi folder mengakibatkan nama file
dimaksud tidak masuk pada folder.

Tabel

Tabel merupakan salah satu data atribut dalam data spasial. Beberapa data dari bagian data
spasial tersebut tersimpan dalam tabel. ArcView menyediakan sarana penyimpan dan pengubah data
tabel tersebut. Di samping itu, Arc View dapat menerima data tabel yang berasal dari dBase dan Arc
Info.
Seperti pada sistem basis data lainnya, tabel pada ArcView mengenal konsep Field dan
Record. Field dapat disamakan dengan pengertian kolom pada tabel. Sedangkan Record dapat
diartikan sebagai baris dari tabel tersebut. Suatu tabel dapat dikaitkan dengan tabel-tabel lain yang
menyimpan berbagai data. Dengan demikian, tabel pada ArcView dapat dibentuk suatu relasional
yang memungkinkan pembentukan basis data.
ArcView hanya akan mengingat lokasi dari tabel yang direlasikan tanpa mengubah bentuk fisik tabel.
Dengan demikian, pengubahan tabel hasil relasional tidak mempengaruhi tabel aslinya.
Tabel berkaitan dengan file penyimpan data spasialnya. Perubahan pada data spasial akan
mengubah data pada tabel tersebut.

Menampilkan Tabel Theme


Untuk menampilkan tabel dilakukan dengan terlebih dahulu mengaktifkan ikon

Open Theme Table . Langkah berikut adalah cara untuk membuka tabel dari sebuah Theme:
• Dari Daftar Isi (Table of Content) view pilih theme yang akan dibuat tabelnya. Pemilihan theme
ini membuat theme yang dipilih tersebut aktif.

• Klik ikon Open Theme Table . Masing-masing feature akan menampilkan sebuah record atau
baris. Pada awalnya tabel hanya memunculkan field shape dan ID, yang mana semua shape
tergantung dari bentuk objek yang dibuat dan field ID berisi angka nol.
• Dari menu Tabel pilih Start Editing untuk melakukan editing terhadap tabel tersebut. Pemilihan
sub menu ini mengakibatkan tabel siap diedit. (Perhatikan bentuk huruf judul field yang menjadi
tebal). Record yang siap diedit adalah record yang terblok atau terpilih.

255
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Gambar 12.32 Sub menu Table

Mengedit Tabel
Saat feature pada sebuah theme dibentuk ArcView secara otomatis membentuk
sebuah tabel. Tabel tersebut berisi keterangan bentuk dan ID. Bentuk (shape) tergantung pada jenis
feature yang dibuat saat digitasi. Sedangkan ID biasanya belum terisi atau masih dalam nilai nol.
Editing terhadap sebuah tabel mengharuskan tabel tersebut dalam keadaan siap edit. Jika
tabel belum aktif, maka aktifkan terlebih dahulu.
• Pilih Start Editing dari menu Table.

• Klik ikon Edit dari toolbar


• Pilih record yang akan diedit
• Isikan nilai record tersebut
Untuk membentuk suatu basis data yang lengkap tabel perlu ditambahkan keterangan-
keterangan lain dengan cara menambahkan kolom (field) atau direlasikan dengan tabel lain.

Gambar 12.33 Table theme aktif

256
FKM - UNSRAT
Penambahan field akan membentuk sebuah kolom baru yang kosong dari tabel tersebut.
Penambahan field dilakukan dengan cara sebagai berikut:
• Pilih menu Add Field dari menu Edit.
• ArcView memunculkan jendela berikut:

Gambar 12.34 Penambahan field


• Isikan nama field yang diinginkan pada baris Name.
• Tentukan tipe data yang bersangkutan. Type digunakan untuk menentukan jenis data atau tipe
data. Tipe data yang disediakan oleh ArcView adalah String untuk jenis data huruf
(alphanumeric), Number untuk jenis data angka (numeric). Boolean untuk jenis data logika, dan
Date untuk jenis data tanggal.
• Width berfungsi untuk menentukan lebar field atau jumlah digit yang yang boleh diterima.
• Klik OK

Gambar 12.35 Tabel dengan penambahan field desa

Mengurutkan Data
Pengurutan data dilakukan atas data acak dalam tabel. Data dapat diurutkan secara menaik
(Ascending) atau menurun (Descending). Pengurutan menaik dilakukan sebagai berikut:
• Aktifkan tabel
• Klik field yang dijadikan kunci pengurutan

• Klik ikon sort ascending


• Tabel terurutkan menaik

257
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Gambar 12.36 Tabel terurutkan menaik berdasarkan field ID


Pengurutan menurun adalah kebalikan dari proses pengurutan menaik. Klik ikon sort

Descending dengan field ID masih terpilih.

Gambar 12.37 Tabel terurutkan menurun berdasarkan field ID

Mengganti Nama Field


Suatu saat nama dari field perlu diubah. Pengubahan dapat dilakukan terhadap beberapa
field sekaligus. Penggantian nama field dilakukan melalui menu Properties dalam menu Table.
Langkah mengganti nama field dari tabel adalah sebagai berikut:
• Pilih Tables
• Pilih Properties
• Arc View memunculkan window Table Properties berikut:

258
FKM - UNSRAT

Gambar 12.38 Tabel Properties untuk mengubah nama field


• Isilah nama field baru pada kolom Alias. Misal Shape diganti menjadi Bentuk, ID diganti menjadi
Kode, dan Penduduk diganti menjadi Jml Penduduk.
• Klik OK. Arc View segera mengganti nama-nama field tadi dengan nama baru yang dimasukkan
pada Alias.
Hasil dari penggantian tersebut dapat dilihat pada Gambar berikut:

Gambar 12.39 Tabel hasil perubahan nama field

Mengubah Ukuran Field


Untuk mengubah ukuran field lakukan langkah berikut:
• Arahkan mouse pada garis di sisi kanan dan nama field yang akan diubah ukurannya
• Drag garis tersebut ke kiri atau ke kanan

Menggeser Posisi Field


Posisi field mungkin perlu diurutkan sesuai dengan keperluan tertentu.
Penggeseran field dilakukan dengan cara berikut:
• Klik nama field yang akan digeser
• Drag ke kiri atau ke kanan

Menghapus Field
Field yang tidak diperlukan dapat dihapus untuk menyederhanakan tabel.

259
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Langkah penghapusan field adalah sebagai berikut:


• Klik nama field yang akan dihapus
• Pilih Edit dari baris menu
• Pilih Delete Field
• Pilih Yes saat ada pertanyaan "Are you sure to delete field...?"

Menghapus Record
Menghapus record dilakukan dengan cara berikut:
• Klik record yang akan dihapus
• Pilih Edit dari baris menu
• Pilih Delete Record
LAYOUT PETA
Peta yang telah selesai diedit harus melalui sebuah proses layout untuk siap cetak. Layout
adalah sebuah proses menata dan merancang letak-letak properti peta, seperti judul peta, legenda,
orientasi, label, dan lain-lain. Peta yang dilayout dimaksudkan untuk memperjelas dan memberikan
keterangan yang benar kepada pengguna peta tersebut.
Peta yang telah dilayout dengan baik akan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam
suatu terapan tertentu. Layout membantu pengguna peta memperoleh informasi yang akurat.

Menyiapkan Peta
Peta yang akan dilayout harus disiapkan dengan baik. Siapkan peta-peta yang terkandung
dalam theme ke dalam sebuah view. Satu buah view akan memberikan satu buah tampilan. Aktifkan
semua theme yang diperlukan untuk sebuah tampilan layout peta. Berikut langkah-langkah
mempersiapkan layout peta tersebut:
• Pilih View dari jendela proyek
• Klik New untuk membentuk sebuah view baru
• Klik ikon Add Theme untuk menambah sebuah theme ke dalam view tersebut Misalnya,
mengaktifkan theme jalan dan sebuah peta administratif.
• Aktifkan theme-theme tersebut dengan klik pada kotak cek di depan nama theme.
• Objek-objek yang terkandung dalam kedua theme tersebut akan ditampilkan pada jendela view.

260
FKM - UNSRAT
• Jika terdapat tipe feature pada theme-theme yang berupa area, maka sebaiknya theme yang
mengandung feature poligon diletakkan paling bawah. Feature yang bertipe poligon akan
menutup feature-feature lain yang berada di bawahnya.

Gambar 12.40 Persiapan Layout Peta.


• Langkah selanjutnya adalah dengan memilih Layout dari menu View seperti dalam gambar
berikut:

Gambar 12.41 Sub menu View


• Pilih salah satu template layout peta. Template ini merupakan rancangan bentuk akhir peta yang
akan dibuat.

261
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Gambar 12.42 Jendela Template


• Arc View akan memberikan sebuah jendela layout yang akan mengatur berbagai atribut peta.

Gambar 12.43 Jendela Layout Peta

Perhatikan sebuah kerangka dasar (template) layout sebuah peta. Pada template tersebut
tersedia objek judul, peta, legenda, inset, orientasi, skala, dan garis tepi. Masing-masing objek
tersebut dapat diedit atau diubah sesuai dengan fungsi dan keterangannya.
Beberapa objek merupakan objek yang berkaitan dengan objek-objek lain. Misalnya objek
legenda berhubungan dengan objek peta, di mana jika atribut peta pada jendela view diubah, objek
legenda tersebut akan berubah pula. Hubungan masingmasing objek tersebut dapat diputuskan jika

262
FKM - UNSRAT

dilakukan langkah simplify terhadap objek tersebut. Namun sekali hubungan tersebut diputuskan,
maka objek tersebut tidak dapat dihubungkan lagi. Karena itu pertimbangkan baik-baik jika akan
memutus suatu objek. Ada baiknya jika editing objek yang membutuhkan pemutusan hubungan ini
dilakukan setelah semua objek benar-benar telah terlayout dengan baik.

Gambar 12.44 Kerangka layout peta


Agar peta tersebut dapat tercetak sesuai dengan ukuran kertas yang ada, atur setup
pencetakannya. Pengaturan ukuran pencetakan ini dilakukan melalui menu Print Setup dan menu
File.

Gambar 12.45 Sub menu File

Dari jendela Print Setup, pilih ukuran kertas pada Paper Size. Klik drop down Size untuk
memilih ukuran kertas yang ada. Misalnya, ukuran kertas A4 untuk kertas Kuarto. Orientation
menentukan layout peta dalam posisi berdiri (portrait) atau memanjang (Landscape).

263
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Gambar 12.46 Jendela print setup

Mengedit Judul
Judul ditempatkan pada objek judul yang terdapat di atas jendela layout. Objek judul kosong
atau belum teredit ditandai dengan nama view yang dilayout.
Klik satu kali pada objek judul tersebut. Objek judul akan terpilih dengan menampilkan titik-
titik objek di sekitamya. Untuk mengubah nama objek judul tersebut klik ganda pada objek tersebut.

Gambar 12.47 Objek judul belum teredit


Jendela text properties muncul setelah objek judul diklik ganda. Pada jendela text properties
ini editing judul tersebut dilakukan. Blok tulisan View1, dan tulis judul yang diinginkan.

Gambar 12.48 Jendela text properties

264
FKM - UNSRAT
Pada objek judul tersebut dapat diatur posisi teks dari objek. Berikut tiga buah ikon pengatur
posisi teks pada objek.

: Teks rata kiri pada objek

: Teks rata tengah / center pada objek

: Teks rata kanan pada objekSp si pada objek diatur melalui pemi lihan jarak dari
vertical spacing.
Jarak baris yang disediakan adalah 1, 1.5, dan 2. Rotation Angle berfungsi untuk menentukan
kemiringan teks judul pada objek.
Ubahlah judul tersebut dengan nama peta yang diinginkan. Sebagai contoh pada peta berikut
adalah: Peta Administrasi Kecamatan Butuh Kabupaten Purworejo.

Gambar 12.49 Layout Kecamatan Butuh

Resolusi Grid
Objek yang ada pada layout belum tentu terletak pada tempat yang sesuai. Kadang-kadang
perlu dilakukan penyesuaian letak atau posisi objek tersebut dalam layout. Untuk menyesuaikan dan
menata letak objek tersebut, objek perlu digeser atau diubah ukurannya sesuai dengan posisi atau
ukuran yang semestinya.
Penyesuaian tata letak objek tersebut dapat dilakukan secara manual atau terpandu dari
sistem ArcView. Jika pengaturan tata letak tersebut dilakukan dengan manual, maka objek perlu
digeser atau diubah ukurannya dengan cara menggerakkan mouse secara interaktif terhadap objek.
Saat penggeseran atau pengubahan ukuran ini, sering dirasakan adanya kesulitan yang

265
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

dikarenakan oleh resolusi grid yang kasar. Dalam hal ini penggeseran akan mengikuti grid yang
kasar tersebut.
Agar mempermudah penggeseran dan perbaikan ukuran objek maka ukuran resolusi grid
tersebut perlu diperhalus. Ukuran grid yang halus akan memudahkan penggeseran dan pengubahan
ukuran tersebut.
Ukuran grid secara default dalam jendela layout adalah 0.25, baik grid vertikal atau grid
horizontal. Ukuran ini perlu diubah dengan memperkecil nilai grid tersebut. Ubahlah nilai tersebut
menjadi 0.0025 atau 0.00025 atau nilai-nilai lain yang lebih kecil dari nilai default.
Untuk mengubah resolusi grid tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut:
• Pilih menu Layout
• Pilih Properties
• Di layar akan muncul jendela layout properties
• Ganti nilai default grid spacing horizontal dan vertikal 0.25 dengan nilai lain yang lebih kecil.
• Klik OK
Perhatikan perubahan yang terjadi pada jendela layout. Titik-titik grid yang ada pada layout
tidak tampak, dan jika dilakukan penggeseran objek terasa lebih halus.

Gambar 12.50 Jendela layout properties

Menggeser Objek
Dalam menggeser objek dapat dilakukan dengan cara manual atau terpandu.
Penggeseran secara manual dilakukan dengan cara sebagai berikut:
• Klik objek yang akan digeser
• Tunjuk objek tersebut dan drag ke suatu lokasi tertentu yang diinginkan
• Objek tersebut akan tergeser sesuai dengan pergeseran tersebut

266
FKM - UNSRAT
Penggeseran secara terpandu dilakukan dengan menggunakan menu Graphics.
• Klik objek yang akan digeser
• Pilih menu Graphics
• Pilih Size and Position
• Ubahlah nilai-nilai batas pada kolom-kolom isian. Pengubahan atas suatu kolom akan mengubah
nilai kolom yang lain secara otomatis. Nilai pada kolom tersebut merupakan batas posisi objek
dari garis tepi layout.

Gambar 12.51 Jendela Size and Position

Mengedit Skala
Skala merupakan faktor yang penting dalam sebuah skala. Skala menentukan besaran jarak
yang tersimbolkan oleh sebuah garis atau jarak pada peta. Satu bagian jarak tertentu pada peta
menggambarkan suatu jarak tertentu di lapangan dengan satuan panjang yang lebih besar. Skala 1 :
100.000 menggambarkan suatu satuan jarak di peta satu bagian berbanding dengan jarak di
lapangan 100.000 bagian dengan satuan yang sama.
Perbandingan peta sering menggunakan satuan panjang centimeter. Dengan perbandingan
skala yang demikian, jarak satu sentimeter di peta berarti sama dengan 100.000 centimeter di
lapangan atau 1 kilometer.
ArcView dapat menyajikan peta yang dibuat dengan skala yang ditentukan oleh operator.
Pengaturan skala dilakukan dengan cara berikut:
• Tunjukkan pomter pada gambar peta
• Klik ganda pada posisi peta tersebut
• ArcView akan memunculkan jendela berikut:

267
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Gambar 12.52 Mengubah skala peta


Skala dapat ditampilkan dalam bentuk diagram batang atau dalam bentuk angka. Skala
dalam bentuk angka, misalnya; 1:100.000, 1 : 50.000, dan lain-lain. Sedangkan skala dalam bentuk
diagram dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 12.53 Diagram batang skala


Gambar di atas menunjukkan sebuah skala dalam bentuk diagram batang. Skala tersebut
menggambarkan peta dalam satuan miles. Pada sebelah kiri angka 0 setiap unit skala dibagi menjadi
dua bagian. Bagian sebelah kiri 0, bentuk batang skala, unit skala, dan satuan skala dapat diubah.
Pengubahan bentuk skala adalah sebagai berikut:
• Klik ganda pada skala
• ArcView menampilkan jendela berikut:

Gambar 12.54 Pengubahan bentuk diagram skala

268
FKM - UNSRAT
Mengedit Orientasi
Orientasi peta merupakan penunjuk arah peta. Simbol orientasi menjadi pedoman bagi
penentuan arah tertentu. Informasi arah sangat penting artinya bagi pengguna peta, sehingga
penempatan posisi simbol orientasi dan bentuk simbol sebaiknya pada posisi yang mudah dilihat dan
menarik.
Orientasi pada peta secara default ditampilkan dalam bentuk seperti berikut ini:

Gambar 12.55 Simbol orientasi arah peta

Arc View menyediakan beberapa bentuk simbol orientasi. Bentuk simbol orientasi dapat
diganti dengan cara klik ganda pada simbol orientasi tersebut. Lakukan langkah berikut untuk
mengganti bentuk simbol orientasi arah peta.

• Klik ganda simbol orientasi arah yang ada  ArcView menampilkan jendela berikut:

Gambar 12.56 Bentuk simbol orientasi arah  Pilih


salah satu bentuk orientasi yang diinginkan.
• Klik OK
• ArcView telah mengganti bentuk simbol orientasi arah peta yang ada.
Bentuk simbol orientasi dapat diedit lebih jauh yang berhubungan dengan simbol singkatan
arah. Pada bentuk default orientasi arah disimbolkan dengan huruf N untuk utara, S untuk selatan W
untuk barat, dan E untuk timur.
Penggunaan simbol tersebut dapat diganti dengan simbol yang lama atau dihilangkan sama
sekali.
Lakukan simplify terhadap objek simbol arah tersebut untuk melakukan editing.
Lebih jelasnya lakukan langkah berikut untuk mengedit bentuk simbol orientasi:
• Klik pada simbol orientasi

269
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

• Klik kanan pada simbol tersebut


• Pilih simplify

Gambar 12.57 Simplifikasi


• Bentuk simbol orientasi terpecah menjadi banyak satuan objek
• Klik di tempat kosong untuk menghilangkan titik-titik objek tersebut
• Pilih objek arah utara (N)
• Klik ganda pada simbol tersebut
• ArcView memunculkan jendela View Properties
• Ganti simbol N dengan U atau Utara
• Klik OK
Gambar berikut mempakan hasil simplifikasi dan pengeditan simbol arah.

Gambar 12.58 Simplifikasi simbol orientasi arah


Letakkan simbol orientasi pada lokasi yang mudah dilihat atau ditemukan. Drag simbol
orientasi tersebut dan geser pada tempat yang diinginkan. Gambar berikut memberikan contoh
pemindahan lokasi simbol orientasi.

270
FKM - UNSRAT

Gambar 12.59 Pengaturan letak simbol orientasi

Mengedit Legenda
Legenda adalah pedoman informasi simbol-simbol dalam peta. Simbol yang ada dalam peta
dapat berupa simbol bentuk atau simbol warna spasial. Pada ArcView legenda berkaitan dengan
theme yang aktif pada View. Legenda merupakan objek yang juga dapat dilakukan simplifikasi.
Masing-masing objek yang terpisah hasil simplifikasi dapat diedit sesuai dengan kebutuhan. Namun
perlu diingat bahwa objek yang telah tersimplifikasi berarti telah putus hubungan dengan sumber
theme pada view, sehingga jika terjadi perubahan pada bentuk atau warna pada simbol legenda
tidak akan diikuti oleh perubahan pada peta.

Gambar 12.60 Legenda Peta teredit


Simbol garis pada legenda berupa sebuah garis zig-zag dengan warna tertentu sesuai dengan
warna pada theme dari view yang bersangkutan. Secara umum, simbol garis pada legenda view

271
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

berupa garis lurus, sehingga simbol garis pada legenda perlu diedit atau diluruskan. Pengubahan
simbol dari bentuk garis dapat dilakukan setelah objek legenda disimplifikasi.
• Klik ganda pada objek yang akan diedit.

• Gunakan ikon edit vertek untuk memindah titik vertek garis.


• Tunjuk vertek yang akan dipindahkan
• Drag vertek tersebut dan tank ke posisi yang sejajar dengan vertek lainnya.
Gambar berikut menunjukkan contoh pelurusan simbol garis legenda dengan pemindahan
vertek. Gambar a menunjukkan bentuk garis asli, gambar b menunjukan pemindahan titik vertek
untuk pelurusan garis. Sedangkan Gambar c, menunjukkan garis yang telah terluruskan.

Gambar 12.61 Pengubahan bentuk garis

Memberi Label
Untuk melengkapi informasi pada peta perlu diberikan berbagai macam keterangan-
keterangan. Tambahan informasi tersebut berupa atribut peta yang belum tersedia pada template
seperti nama pembuat, tahun pembuatan, nama-nama tempat pada dan di sekitar lokasi peta, dan
lain-lain.
Pemberian label berupa teks dilakukan dengan cara berikut:

• Klik ikon text


• Klik posisi atau letak tertentu yang akan diberi label
• ArcView akan menampilkan jendela text properties yang dapat digunakan untuk mengisikan label
tersebut. Misalnya, KAB. KEBUMEN.
• Klik OK pada jendela properties tersebut. Peta akan menampilkan sebuah label baru.

272
FKM - UNSRAT
Memberi Grid (Graticule)
Grid adalah serangkaian garis dan label yang menunjukkan lokasi dari garis bujur dan garis
lintang. Grid memberikan keterangan mengenai lokasi dari peta yang dibuat.
Pada tepi garis tersebut dapat diberi keterangan teks, atau tanda-tanda lainnya. Ukuran grid
tergantung dan proyeksi yang digunakan, dan dapat diatur kerapatannya antara masing-masing
grid tersebut. Berikut langkah pemberian grid:
• Aktifkan Layout yang akan diberi grid
• Pilih File dari menu utama
• Pilih Extensions
• ArcView akan memunculkan jendela berikut:

Gambar 12.62 Jendela perluasan ekstensi


• Pilih opsi Graticules and Measured Grids dengan mengklik kotak di depan opsi tersebut.
• KlikOK
• Setelah ekstensi tersebut ditambahkan, ArcView akan menambah sebuah ikon baru

Graticules and Grid

• Klik ikon Graticules and Grid


• ArcView menampilkan jendela panduan seperti berikut:

273
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Gambar 12.63 Jendela panduan grid


• Klik tombol Next, Arc View menampilkan jendela panduan kedua

Gambar 12.64 Mengatur bentuk dan ukuran grid


• Atur interval grid pada baris Enter a grid interval
• Pilih Line pada Display Grid as
• Selanjutnya atur ketebalan garis dan pilih jenis hurufnya
• Untuk melihat hasil sementara klik Preview, untuk menghilangkan kembali klik Remove
• Klik tombol Next
• ArcView menampilkan jendela panduan ketiga

274
FKM - UNSRAT

Gambar 12.65 Mengatur garis tepi (frame)


• Klik tombol Preview
• Klik tombol Finish
Arc View akan memberikan grid pada lembar peta. Kerapatan grid tergantung pada interval
grid yang ditetapkan. Angka grid merupakan angka koordinat posisi tersebut yang tergantung pada
posisi transformasi. Pada bagian dari garis tepi dapat ditambahkan keterangan label atau lainnya.

Gambar 12.66 Lembar peta dengan grid

275
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

Gambar 12.67 Interval Grid pada lembar peta dengan grid

Menyimpan Layout
Agar peta dapat digunakan di lain waktu, maka perlu dilakukan penyimpanan. Penyimpanan
layout peta sama dengan penyimpanan proyek seperti telah dijelaskan di muka. Layout akan
disimpan dalam bentuk file dengan ekstensi .apr. ArcView secara otomatis akan memberikan
ekstensi tersebut ke belakang nama file yang dibuat.
Perlu diingat bahwa untuk menyimpan file harus terlebih dahulu diarahkan pada folder yang
diinginkan terlebih dahulu. Pengalihan nama folder setelah pemberian nama file akan mengakibatkan
nama file tersebut hilang dan berubah ke nama file default ArcView.
Penyimpanan dapat dilakukan dengan menekan ikon save atau melalui menu File - Save
Project.

Gambar 12.68 Jendela penyimpanan

Mencetak Layout
Peta akhir dapat dicetak melalui perangkat cetak seperti printer. Layout harus berada pada
posisi yang sesuai dengan ukuran kertas cetaknya. Dengan demikian, saat layout peta akhir hendak
dicetak, pastikan ukuran setup printer telah diatur. Jika ukuran setup printer belum diatur, aturlah
terlebih dahulu melalui Print Setup dari menu File.

276
FKM - UNSRAT
Selanjutnya untuk mencetak Layout dilakukan dengan cara berikut:
• Aktifkan Layout yang akan dicetak, dan hidupkan printer
• Pilih File
• Pilih Print
• ArcView memunculkan jendela berikut:

Gambar 11.69 Jendela dialog cetak layout


• Klik OK
• Layout akan tercetak pada printer

Kepustakaan

1. Jogiyanto H. Analisis dan Desain Sistem Informasi. Yogyakarta: Andi, 1999.

2. Lippeveld T and Sauerborn R. A Framework For Designing Health Information Systems in


Design and Implementation of Health Information Systems. Geneva: WHO, 2000.

3. Levey and Loomba. Health Care Administration; a managerial perspective. Philadelphia : JB


Lippincolt Co., 1976.

4. Kendall KE. & Kendal JE. Analsis dan Perancangan Sistem, alih bahasa Thamin Abdul HA.
Jakarta : Pearson Education Asia Pte Ltd, 2003.

277
MODUL KULIAH SISTEM INFORMASI KESEHATAN

5. Hicks, JO, Jr. Management Information Systems: a user perspective, Third Edition. USA : West
Publishing Company, 1993.

6. Davis GB. Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen, terjemahan dari Conceptional
Fondation Structure and Development, IPPM-PT Pustaka Binamawas Prasindo.Jakarta :
PT.Gramedia, 1992

7. Scott GM. Prinsip-Prinsip Sistem Informasi Manajemen. Edisi Indonesia, Cetakan ke-7, atas izin
McGraw Hill Inc. Jakarta : PT Rajawali Grafindo, 2002.

8. Hartono B. Pengembangan SIK Daerah dalam : Pusdatin (eds). Materi Fasilitasi


Pengembangan SIK Daerah. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2002.

9. Sauerborn R and Lippeveld T. Introduction in : Lippeveld T. (ed). Design and


Implementation of Health Information Systems. Geneva : WHO, 2000.

10. Hartono B., Wandaningsih. Konsep Dasar Sistem Informasi Kesehatan dalam : Medika No. 11
Tahun 17, November 1991. Jakarta : 1991.

11. Kenney N., Macfarlene A. Identifying problems with data collection at a local level:
survey of NHS maternity units in England. BMJ, 1999: 319: 816-22.

12. Depkes RI. Sistem Kesehatan Nasional 2004. Jakarta: Depkes RI, 2004.

13. Depkes RI. Strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS). Jakarta:
Depkes RI, 2002.

14. Depkes RI. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS), Buku 1: Konsep Dasar
SIMPUS. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 1997.
15. Depkes RI. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS), Buku 3: Pengolahan dan
Pemanfaatan Data SP2TP. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 1997.

16. Budiyanto E. Sistem Informasi Geografis Menggunakan Arc View GIS. Yogyakarta: Andi Offset,
2002.

17. Depkes RI. Sistem Informasi Geografis (SIG). Jakarta: Departemen Kesehatan RI Ditjen P2M &
PL, Tanpa tahun.

18. WHO. Developing health management information systems: a practical guide for developing
countries. Geneva: WHO, 2004.

278
Lampiran-Lampiran

Contoh-Contoh Tabel

Contoh Tabel Induk (Master Table)

Data Distribusi Penduduk di Kecamatan A Tahun 2005


Jumlah Jumlah Jumlah
Jumlah
Desa/Kelurahan Penduduk Jumlah KK Bayi Balita
Ibu Hamil

iii
Jumlah

Contoh Tabel Teks (Text Table)

Cakupan Imunisasi Lengkap terhadap Anak Balita di Kecamatan A Tahun 2005


IMUNISASI
Desa/Kelurahan
DPT POLIO CAMPAK BCG

Jumlah

Contoh Tabel Distribusi Frekuensi

Jumlah Pasien Puskesmas X menurut Golongan Umur Tahun 2005


Jumlah Pasien
Golongan Umur
Laki-laki Perempuan Total

iv
0- < 1
1- < 5
5 - < 10
10 - < 15
15 - < 20
20 - < 25
25 - < 30
30 - < 35
35 - < 40
40 - < 45
45 - < 50
50 +

Jumlah

v
Contoh-Contoh Penyajian

vi
vii
viii
Petunjuk Diskusi

PETUNJUK DISKUSI KELOMPOK


MENGIDENTIFIKASI KEBUTUHAN INFORMASI
ix
DAN INDIKATOR

1. Mahasiswa dibagi dalam tiga kelompok, yaitu Kelompok Puskesmas, Kelompok


Rumah Sakit, dan Kelompok Dinas Kesehatan.
2. Kelompok Puskesmas diberi tugas mendiskusikan dan merumuskan kebutuhan
informasi dan indikator untuk mendukung Manajemen Pasien/Klien dan
Manajemen Unit di Pusat Kesehatan Masyarakat.
3. Kelompok Rumah Sakit diberi tugas mendiskusikan dan merumuskan kebutuhan
informasi dan indikator untuk mendukung Manajemen Pasien/Klien dan
Manajemen Unit di Rumah Sakit.
4. Kelompok Dinas Kesehatan diberi tugas mendiskusikan dan merumuskan
kebutuhan informasi dan indikator untuk mendukung Manajemen Klien,
Manajemen Unit, dan Manajemen Sistem Kesehatan di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
5. Kelompok dapat diberi "Formulir Kebutuhan Informasi dan Indikator"
sebagaimana tercantum di bawah ini, untuk membantu diskusi mereka.
Fungsi-Fungsi Informasi yang
Indikator
Manajemen dibutuhkan

6. Waktu untuk berdiskusi hendaknya dibatasi yaitu 30 menit. Selesai diskusi


kelompok, masing-masing kelompok diminta menyajikan hasil diskusinya dan
ditanggapi secara pleno (diskusi pleno).

PETUNJUK DISKUSI KELOMPOK


MENGIDENTIFIKASI KEBUTUHAN DATA
DAN CARA MENGUMPULKANNYA

x
1. Mahasiswa tetap berada dalam tiga kelompok, yaitu Kelompok Puskesmas,
Kelompok Rumah Sakit, dan Kelompok Dinas Kesehatan.
2. Kelompok Puskesmas diberi tugas mendiskusikan dan merumuskan kebutuhan
data untuk indikator-indikator yang diperlukan di Pusat Kesehatan Masyarakat
(hasil kerja kelompok yang lalu).
3. Kelompok Rumah Sakit diberi tugas mendiskusikan dan merumuskan kebutuhan
data untuk indikator-indikator yang dibutuhkan di Rumah Sakit (hasil kerja
kelompok yang lalu).
4. Kelompok Dinas Kesehatan diberi tugas mendiskusikan dan merumuskan
kebutuhan data untuk indikator-indikator yang dibutuhkan di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota (hasil kerja kelompok yang lalu).
5. Kelompok dapat diberi " Formulir Kebutuhan Data dan Cara Mengumpulkannya "
sebagaimana tercantum di bawah ini, untuk membantu diskusi mereka.
Data yang Cara
Indikator Sumber Data
dibutuhkan Mengumpulkan

* Sumber Data: Unit Kesehatan/Masyarakat/Registrasi Penduduk


** Cara Mengumpulkan: Secara Rutin/Sewaktu-waktu

6. Waktu untuk berdiskusi hendaknya dibatasi yaitu 30 menit. Selesai diskusi


kelompok, masing-masing kelompok diminta menyajikan hasil diskusinya dan
ditanggapi secara pleno (diskusi pleno).

PETUNJUK DISKUSI KELOMPOK


MENETAPKAN JENIS ANALISIS DAN
BENTUK SAJIAN INFORMASI

xi
1. Mahasiswa tetap berada dalam tiga kelompok. Kelompok I disebut Kelompok
Direktur Rumah Sakit, Kelompok II disebut Kelompok Bupati atau Walikota, dan
Kelompok III disebut Kelompok Ketua Bappeda/DPRD..
2. Kelompok Direktur Rumah Sakit diberi tugas mendiskusikan dan merumuskan
jenis analisis dan bentuk sajian informasi yang sesuai dengan pengambilan
keputusan yang sering dilakukan oleh Direktur Rumah Sakit (dengan memilih butir
informasi yang dihasilkan dari kerja kelompok yang lalu).
3. Kelompok Bupati atau Walikota diberi tugas mendiskusikan dan merumuskan jenis
analisis dan bentuk sajian informasi yang sesuai dengan pengambilan keputusan
yang sering dilakukan oleh Bupati atau Walikota dalam rangka Pembangunan
Kesehatan dengan memilih butir informasi yang dihasilkan dari kerja kelompok
yang lalu).
4. Kelompok Ketua Bappeda/DPRD diberi tugas mendiskusikan dan merumuskan
jenis analisis dan bentuk sajian informasi yang sesuai dengan pengambilan
keputusan yang sering dilakukan oleh Ketua Bappeda/DPRD dalam rangka
Pembangunan Kesehatan (dengan memilih butir informasi yang dihasilkan dari
kerja kelompok yang lalu).
5. Kelompok dapat diberi Formulir " Jenis Analisis dan Sajian Informasi Untuk
Pengambilan Keputusan " sebagaimana tercantum di bawah ini, untuk membantu
diskusi mereka.
Informasi yg Keputusan yg Jenis analisis yg Bentuk sajian
dibutuhkan akan diambil sesuai* informasi yg sesuai**

* Jenis Analisis: Deskriptif/Komparatif/Kecenderungan/Hubungan


** Sajian Informasi: Tabel/Histogram/Poligon/Line Diagram/PieDiagram/
Scatter Diagram/Bars/Pictogram/Peta

6. Waktu untuk berdiskusi hendaknya dibatasi yaitu 30 menit. Selesai diskusi


kelompok, masing-masing kelompok diminta menyajikan hasil diskusinya dan
ditanggapi secara pleno (diskusi pleno).

Tugas Akhir

ANALISIS SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

xii
PROGRAM KESEHATAN DI PUSKESMAS

SISTEMATIKA:
BAB I: PENDAHULUAN (Pembangunan Kesehatan hubungannya dengan Program)
BAB II: GAMBARAN UMUM LOKASI
A. GEOGRAFIS DAN DEMOGRAFI
B. SOSIAL EKONOMI
C. STATUS KESEHATAN DAN SARANA KESEHATAN
BAB III: ANALISIS SITUASI PROGRAM
A. PELAKSANAAN PROGRAM
B. SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PROGRAM
BAB IV: PEMBAHASAN
A. ANALISIS MASALAH
1. Pelaksanaan Program (Cakupan/Kinerja dan Sumber Daya dll),
divisualisasi dalam bentuk analisis geografis (peta tematik)
2. Sistem Informasi (Indikator, Proses Informasi, Sumber Daya)
B. ANALISIS PEMECAHAN DAN TINDAK LANJUT
1. Pelaksanaan Program
2. Sistem Informasi Manajemen Program
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Pembagian Kelompok:
1. Program Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak
2. Program Perbaikan Gizi
3. Program Imunisasi
4. Program Pemberantasan Penyakit TB Paru
5. Program Pemberantasan Penyakit ISPA/Malaria
6. Program Pemberantasan DBD
7. Program Kesehatan Lingkungan
8. Program Promosi Kesehatan

xiii

Anda mungkin juga menyukai