Anda di halaman 1dari 22

PAPER

SOSIOLOGI HUKUM
Dosen :
Drs. I Wayan Lipur, M.si
Oleh :
I Made Putu Suwena
NIM : 12.0123.0.02.101
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa / Ida

Sanghyang Widhi Wasa, yang atas rahmat-Nya saya dapat menyelesaiakan

penyusunan paper yang berjudul “ Hubungan Perubahan-Perubahan Sosial

Dengan Hukum ”.

Dalam penulisan paper singkat ini saya masih banyak merasa terdapat

kekurangan-kekurangan terutama pada teknik penulisan dan pencarian bahan

materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu kritik dan saran dari

semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan pembuatan paper

singkat ini. Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran

bagi yang membutuhkan, khususnya bagi saya sebagai penulis sehingga tujuan

yang diharapkan bisa tercapai.

Amlapura, 13 Mei 2013

Penyusun

I Made Putu Suwena

I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101


ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I...............................................................................................................1

PENDAHULUAN.............................................................................................1

A. LATAR BELAKANG............................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH........................................................................5
C. TUJUAN...............................................................................................6
D. METODE..............................................................................................6

BAB II..............................................................................................................7

PEMBAHASAN...............................................................................................7

A. Perubahan Terhadap Hukum............................................................7


B. Perubahan-perubhan Sosial..............................................................9
C. Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Sosial...............................12
D. Hubungan Antara Perubahan-perubahan Sosial............................
Dengan Hukum...................................................................................14
E. Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Fungsi Hukum......................14

BAB III.............................................................................................................17

PENUTUP.......................................................................................................17

A. KESIMPULAN......................................................................................17
B. SARAN.................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................19

I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sejak awal sejarah pembentukan umat manusia dalam konteks interaksi


dalam masyarakat persoalan kaidah atau norma merupakan jelmaan yang
dibutuhkan dalam upaya mencapai harmonisasi kehidupan. Secara empirik
sosiologis kaidah atau norma adalah tuntunan atau kunci dalam mencapai
stabilisasi interaksi sehingga pelanggaran akan kaidah atau norma akan dijatuhi
bersifat hukuman atau sanksi sosial.
Kaidah agama maupun kaidah hukum yang bersumber pula dari kaidah
sosial merupakan payung kehidupan dalam masyarakat. Masyarakat yang tidak
beradab adalah masyarakat yang tidak mempunyai kaidah agama maupun
kaidah sosial, atau masyarakat yang mengingkari atau menyimpang dari kedua
kaidah tersebut. Dalam sejarah kehidupan manusia hal ini telah banyak
dibuktikan.
Interaksi kehidupan manusia dalam masyarakat dalam sepanjang
perjalanan hidup tidak ada yang berjalan lurus, mulus dan aman-amam saja.
Sepanjang kehidupan manusia, yang namanya persengketaan, kejahatan,
ketidakadilan, diskriminasi, kesenjangan sosial, konflik SARA dan sebagainya
adalah warna-warni  dari realitas yang dihadapi. Persoalan-persoalan tersebut
semakin berkembang dalam modifikasi lain akibat pengaruh teknologi globalisasi
akan semakin canggih setua usia bumi.
Manusia pun menyadari bahwa ketenangan dan ketentraman hidup tidak
akan tercapai tanpa kesadaran pada diri untuk berubah, memperbaiki perilaku
selain dukungan masyarakat untuk memulihkannya. Secara kodrati, hal
essensial ini akan dicapai apabila masyarakat “menyediakan” perangkat kontrol,
pengawasan sosial, baik itu berupa peraturan tertulis maupun tidak tertulis,
kelembagaan penerap sanksi maupun bentuk-bentuk kesepakatan masyarakat
yang menjalankan fungsi tersebut. Secara realitas unsur-unsur pengawasan

I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101


2

sosial ini akan mengalami perubahan-perubahan, baik secara evolusi maupun


revolusi sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

Interaksi perubahan sosial di satu sisi dan perubahan hukum di sisi lain
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan seperti dua sisi sekeping mata
uang. Interaksi tersebut membawa konsekuensi ilmiah karena akan dilihat dari
sudut pandang yang berbeda. Paradigma atau yang disebut model atau cara
pandang yang bersifat ilmiah adalah cara pandang yang tidak bersifat individual
melainkan kolektif, peers group, teman sejawat yang telah mengalami uji
“laboratorium sosial”. Oleh sebab itu perjalanan paradigma adalah perjalanan
otodidak, tidak diciptakan dan diuji keabsahannya oleh kaum ilmuwan dan
masyarakat.
Apa yang kita sebut sebagai paradigma telah mengalami proses berfikir
secara metodologis keilmuan yang akan dibuktikan keterandalannya melewati
ruang dan waktu. Sebagai bentuk pegangan dalam menganalisis, paradigma
bukan merupakan hasil akhir tetapi sebuah tawaran akademik yang memberikan
jalan berfikir pada pengamat untuk mengevaluasi kembali pola pikir yang telah
dianut orang banyak. Sejalan dengan hal ini maka yang dihindari adalah
penganutan paradigma secara “kultus individu”, yang berpegang pada satu
paradigma dan membelanya mati-matian, tanpa berfikir bahwa persoalan hukum
adalah persoalan sosial, maka kerap kali yang dihadapi adalah memberikan
penjelasan yang mudah dan dapat diterima semua pihak.

Paradigma dalam proses berfikir merupakan sebuah tawaran saja bagi


proses pembelajaran suatu kaidah keilmuan, bukan tawaran akhir. Sepanjang
perjalanan umat manusia untuk terus berfikir, maka terbuka banyak sekali
kemungkinan untuk timbul paradigma-paradigma baru dengan setting social
yang berbeda.
Adapun paradigma yang berkembang dalam memberikan format atas
hubungan interaksi perubahan sosial dan perubahan hukum adalah :
1. Hukum melayani kebutuhan masyarakat, agar supaya hukum itu tidak
akan menjadi ketinggalan oleh karena lajunya perkembangan masyarakat
Ciri-ciri yang terdapat dalam paradigma pertama ini adalah :

I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101


3

a) Perubahan yang cenderung diikuti oleh sistem lain karena dalam


kondisi ketergantungan
b) Ketertinggalan hukum di belakang perubahan sosial.
c) Penyesuaian yang cepat dari hukum kepada keadaan baru.
d) Hukum sebagai fungsi pengabdian.
e) Hukum berkembang mengikuti kejadian berarti ditempatnya adalah
dibelakang peristiwa bukan mendahuluinya.
Paradigma pertama ini kita sebut sebagai Paradigma Hukum
Penyesuaian Kebutuhan. Makna yang terkandung dalam hal ini adalah
bahwa hukum akan bergerak cepat untuk menyesuaikan diri dengan
perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Kebutuhan akan
peraturan perundang-undangan yang baru, misalnya adalah yang
nampak jelas dalam paradigma ini. Kita tidak bisa menghindari bahwa
kebutuhan masyarakat akan suatu pengaturan sedemikian besar tidak
disertai oleh pendampingan hukum yang maksimal.
Lajunya perubahan sosial yang membawa dampak pada
perubahan hukum tidak serta merta diikuti dengan kebutuhan secara
langsung berupa peraturan perundang-undangan. Persoalan ini sudah
masuk dalam ranah mekanisme dalam lembaga perwakilan rakyat. Tetapi
kebutuhan masyarakat agar hukum mampu mengikuti sedemikian besar
agar jaminan keadilan, kepastian hukum dapat terus terpelihara.
Sebagai contoh dalam paradigma ini adalah kejahatan teknologi
canggih seperti computer, internet (cyber crime), pengaturan pernikahan
beda agama, cloning, perbankan syari’ah, santet dan sejenisnya,
pornografi, terorisme, status hukum waria, legalitas pernikahan lesbian
dan homo, bayi tabung, euthanasia, status pria hamil. Sedemikian banyak
sesungguhnya yang terjadi dalam masyarakat yang perlu dibungkus
dengan baju hukum tetapi tidak semua di atur oleh hukum. Ini ibarat
fenomena gunung es, yang secara realitas hal-hal yang penulis
kemukakan adalah permukaan saja yang senyatanya lebih banyak  dari
contoh di atas. Hal-hal yang diatur oleh hukum dikemudian hari sudah
merupakan pilihan kebijakan publik dari pemerintah dengan  beberapa
pertimbangan. Kalaupun misalnya persoalan-persoalan di atas masuk
dalam perkara di pengadilan maka yang dijadikan dasar adalah aturan
I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101
4

yang bersifat umum, masih mencari-macari peraturan bahkan sudah


kadaluwarsa, tidak spesifik pada kasus tersebut.

Paradima pertama ini dalam interaksi perubahan sosial terhadap


perubahan hukum paling banyak terjadi. Hal ini membuktikan bahwa
hukum mempunyai peranan apabila masyarakat membutuhkan
pengaturannya. Jadi sifatnya menunggu. Setelah suatu peristiwa
menimbulkan sengketa, konflik, bahkan korban yang berjatuhan maka
kemudian difikirkan, apakah diperlukan pengaturannya secara formal
dalam peraturan perundang-undangan. Kondisi ini menampilkan posisi
hukum sangat tergantung sebagai variabel yang dependent terhadap
perubahan sosial yang terjadi.
2. Hukum dapat menciptakan perubahan sosial dalam masyarakat atau
setidak-tidaknya dapat memacu perubahan-perubahan yang berlangsung
dalam masyarakat.
Ciri-ciri yang terdapat dalam paradigma kedua ini adalah :
a) Law as a tool of social engineering.
b) Law as a tool of direct social change.
c) Berorientasi ke masa depan (forward look-ing).
d) Ius Constituendum
e) Hukum berperan aktif.
f) Tidak hanya sekedar menciptakan ketertiban tetapi menciptakan
dan mendorong terjadinya perubahan dan perkembangan tersebut.

Essensi dari paradigma ini adalah penciptaan hukum digunakan


untuk menghadapi persoalan hukum yang akan datang atau diperkirakan
bakal muncul. Paradigma kedua ini disebut sebagai Paradigma Hukum
Antisipasi Masa Depan. Persoalan hukum yang akan datang dihadapi
dengan merencanakan atau mempersiapkan secara matang misalnya
dari segi perangkat perundang-undangan. Hal ini banyak kita jumpai
perundang-undangan yang telah diratifikasi di bidang hukum internasional
misalnya peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.

I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101


5

Berkaitan dengan paradigma ini, terdapat juga peraturan


perundang-undangan yang digunakan untuk mengantisipasi perubahan
sosial tetapi menghadapi polemik yang kontroversial dalam masyarakat
oleh karena sanksi penjara dan denda yang sangat tinggi seperti
UULLAJR (Undang-undang Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya). Akibatnya
pemerintah menunda pemberlakuan UU ini. Kedua paradigma di atas
pada akhirnya akan berujung pada keinginan untuk membuat produk
hukum berupa peraturan perundang-undangan. Namun di sisi lain nilai
positif yang kita ambil adalah :
 Aspek pengkajian hukum  Didahului dengan observasi lapangan
dan dianalisis berdasarkan nilai kebutuhan riil masyarakat.  Hasil
riset dapat dijadikan parameter untuk menentukan produk hukum
yang dikeluarkan. Studi komparatif sangat dimungkinkan
mengingat produk hukum yang akan dibuat telah belajar di tempat
lain.
 Aspek pendidikan hukum. Kedua paradigma tersebut menjadi
wadah penting bagi proses  pembelajaran dalam pendidikan
hukum. Orientasi pendidikan hukum sangat berhubungan dengan
pola peningkatan intelektual hukum dengan menelaah kasus-kasus
yang terjadi dalam masyarakat yang nantinya dapat diambil
konsep-konsep dasar pengembangan pendidikan hukum.

B. RUMUSAN MASALAH

Pada rumusan masalah yang terjadi, norma –norma hukum yang terdapat
dari masing-masing kebudayaan yang saling berhadapan tentunya memiliki
fungsi untuk mempertahankan kebudayaan itu sendiri yang nantinya
berpengaruh kepada kondisi sosial masyarakat. Pengaruh yang didapatkan dari
fungsi yang berhadapan tersebut tidaklah selalu dapat diterima atau dapat
dikatakan terdapat suatu penyimpangan yang disebabkan adanya akulturasi
budaya. Adakalanya akulturasi memberikan dampak kepada pribadi-pribadi
untuk sejauh mana menaati fungsi hukum yang ada. 

I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101


6

Dari uraian singkat diatas timbulah beberapa permasalahan-


permasalahan sebagi berikut:
1. Bagaimana peran hukum bagi suatu kondisi  sosial masyarakat ?
2. Bagaimana hubungan perubahan-perubahan sosial dengan hukum ?

C. TUJUAN

Adapun tujuan penulisan pada makalah ini ialah :


1. Tujuan umum, untuk mengetahui  pemahaman tentang  hubungan
perubahan sosial dengan hukum .
2. Tujuan khusus,untuk mengetahui peran hukum didalam kondisi sosial
masyarakat.

D. METODE

Metode yang saya gunakan dalam penulisan paper singkat ini adalah
melalui searching internet / penelusuran-penelusuran lewat internet dan dari
buku-buku pustaka.

I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101


7

BAB II

PEMBAHASAN

A. Perubahan Terhadap Hukum

Dalam beberapa tahun belakangan ini telah banyak perubahan yang


terjadi terhadap dunia hukum di Indonesia. Perubahan itu dipengaruhi oleh
banyak faktor, salah satunya adalah dorongan reformasi  di segala bidang
termasuk bidang hukum. Reformasi bidang hukum sendiri ditandai oleh
perubahan dalam struktur ketatanegaraan Indonesia yang sedikit banyaknya
mengubah wajah sistem hukum Indonesia dan memperluaskan ruang lingkup
penegakan hukum baik dalam sektor privat maupun publik. Perluasan tersebut
semakin menunjukkan bahwa peranan dan fungsi hukum dalam menwujudkan
perubahan sangatlah penting.

Hukum telah menjangkau banyak aspek social  dan ilmu, tidak lagi hanya
dibatasi dalam lingkup hukum saja. Ruang publik semakin terbuka dengan
munculnya kebebasan mengemukakan pendapat dan hukum mempunyai
peranan yang cukup besar disana. Dalam ruang privat juga sama, akuntabilitas
dan transparansi harta kekayaan pejabat yang dulu merupakan hal tabu,
sekarang menjadi salah satu hal yang dapat dinilai bahkan perlu diketahui oleh
publik (masyarakat). Oleh karena itulah, reformasi dalam pembangunan dan
penegakan hukum menjadi salah satuagenda penting pemerintah. Pengaruh
peranan  hukum  tersebut  juga  perlu  diperkenalkan  kepada masyarakat.
Bahwa semua orang tanpa terkecuali perlu mengetahui tentang fungsi dan
peranan hukum. Secara filosofis hukum terlahir karena ada masyarkat, dan
hukum berfungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat. Sehingga
kehidupanmasyarakat sangat dibatasi oleh norma dan aturan dalam hukum
yang berlaku baik dalam ruang publik maupun privat. Oleh karena itu,
penegakan hukum secara benar merupakan hal yang sangat penting.Perluasan
ruang lingkup hukum sendiri sebenarnya telah menyebabkan munculnya
kompleksitas dalam penegakan hukum.

I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101


8

Hal itu bukan hanya berada dalam tataran penafsiran dan pelaksanaan


asas-asas hukum namun juga pada tataran perwujudan hukum formal
(bagaimana cara menegakkan hukum material secara benar). Selain itu, kita
dihadapkan pada semakin banyaknya jumlah peraturan perundang-undangan
yang berlaku ditambah menumpukknya rancangan peraturan perundang-
undangan baru yang sedang dibahas baik dalam lembagaeksekutif maupun
ruang legislasi. Apakah ini pertanda bahwa arah sistem hokum dan penegakan
hukum kita sedang berjalan kearah yang benar ?  Tidak ada jawaban yang pasti
mengenai hal tersebut. Sebab terlalu sederhana jika jawaban yang muncul
hanya ‘ya’ atau ‘tidak’.

Banyak faktor yang mempengaruhi pelaksanaan penegakan hukum yaitu


faktor ekonomi, sosial, politik, adat budaya, agama, dan sebagainya. Dalam
pelaksanaannya penegakan hukum sendiri dilakukan oleh orang-orang yang
berperan didalamnya mulai dari unsur pemerintah, yustisia, dunia usaha hingga
masyarakat umum. Hubungan tersebut tidak dapat dilihat secara terpisah.
Semua unsur tersebut berhubungan satu dengan yang lain. Namun dalam hal ini
sangat penting kiranya apabila kita melihatnya dari sisi penegak hukum, sebab
bisa  dikatakan  bahwa  merekalah  yang  bergelut  setiap  saat  dalam
pelaksanaan penegakan hukum kita. Artinya kesan dan pandangan yang
terbangun mengenai pelaksanaan penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh
sikap dan tingkah laku para penegak hukum tersebut.

Proses Perubahan-Perubahan Hukum


Suatu pertentangan antara mereka yang menganggap bahwa hukum
harus mengikuti perubahan-perubahan sosial lainnya dan mereka yang
berpendapat bahwa hukum merupakan alat untuk merubah masyarakat, telah
berlangsung sejak lama dan merupakan masalah yang penting dalam sejarah
perkembangan hukum. Kedua faham tersebut bolehlah dikatakan masing-
masing diwakili oleh Von Savigny dan Bentham. Bagi Von Savigny yang dengan
gigihnya membendung datangnya hukum Romawi, maka hukum tidaklah
dibentuk akan tetapi harus diketemukan. Apabila adat istiadat telah berlaku
secara mantap, maka barulah pejabat-pejabat hukum mensyahkannya sebagai
hukum. Sebaliknya, Bentham adalah seorang penganut dari faham yang

I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101


9

menyatakan bahwa mempergunakan hukum yang telah dikonstruksikan secara


rasionil, akan dapat diadakan perubahan-perubahan dalam masyarakat.
Suatu teori yang sejalan dengan pendapat Von Savigny, penah
dikembangkanoleh seorang yuris Austria yang bernama Eugen Ehrlich. Ehrlich
membedakan antara hukum yang hidup yang didasarkan pada perikelakuan
sosial, dengan hukum memaksa yang berasal dari negara. Dia menekankan
bahwa hukum yang hidup lebih penting daripada hukum negara yang ruang
lingkupnya terbatas pada tugas-tugas negara. Padahal hukum yang hidup
mempunyai ruang lingkup yang hampir mengatur semua aspek kehidupan
bersama dari masyarakat. Dari penjelasannnya di atas jelas terlihat bahwa
Ehrlich pun menganut faham bahwa perubahan-perubahan hukum selalu
mengikuti perubahan-perubahan sosial lainnya.

Di dalam suatu proses perubahan hukum, maka pada umumnya dikenal


adanya tiga badan yang dapat merubah hukum, yaitu badan-badan pembentuk
hukm, badan-badan penegak hukum dan badan-badan pelaksana hukum.
Adanya badan-badan pembentuk hukum yang khusus, adanya badan-badan
peradilan yang menegakkan hukum serta adanya badan-badan yang
menjalankan hukum, merupakan ciri-ciri yang terutama terdapat pada negara-
negara modern. Pada masyarakat sederhana mungkin hanya ada satu badan
yang melaksanakan ketiga fungsi tersebut. Akan tetapi baik pada masyarakat
modern ataupun sederhana, ketiga fungsi tersebut dijalankan dan merupakan
saluran-saluran melalui mana hukum mengalami perubahan-perubahan.

B. Perubahan-perubahan Sosial

Proses terjadinya perubahan-perubahan pada masyarakat di dunia pada


dewasa ini merupakan suatu gejala yang normal yang pengaruhnya menjalar
dengan cepat kebagian-bagian lain dari dunia, antara lain berkat adanya
komunikasi modern dengan taraf teknologi yang berkembang dengan pesatnya.
Penemuan-penemuan baru di bidang teknologi, terjadi suatu revolusi,
modernisasi pendidikan dan lain-lain kejadian yang di suatu tempat dengan
cepat dapat diketahui oleh masyarakat-masyarakat lain yang bertempat tinggal
jauh dari pusta terjadinya peristiwa tersebut di atas. Perubahan-perubahan

I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101


10

dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai, kaidah-kaidah, pola-pola perilaku,


organisasi, struktur lembaga-lembaga sosial, stratifikasi sosial, kekuasaan,
interaksi sosial dan lain sebagainya.

Oleh karena luasnya bidang di mana mungkin terjadi perubahan-


perubahan tersebut, maka peruabahan-perubahan tadi sebagai proses hanya
akan dapat diketemukan oleh seseorang yang sempat meneliti dari kehidupan
suatu masyarakat pada suatu waktu tertentu dan kemudian membandingkannya
dengan susunan serta kehidupan masyarakat tersebut pada waktu yang lampau.
Seseorang yang tidak sempat untuk menelaah susunan dan kehidupan
masyarakat desa di Indonesia, misalnya, akan berpendapat bahwa masyarakat
desa tersebut tidak maju dan bahkan tidak berubah sama sekali. Pernyataan
tersebut di atas biasanya didasarkan atas suatu pandangan sepintas lalu yang
kurang teliti serta kurang mendalam, oleh karena tidak ada suatu
masyarakatpun yang berhenti pada suatu titik tertentu di dalam
perkembangannya sepanjang masa. Sulit untuk menyatakan bahwa masih
banyak masyarakat-masyarakat desa di Indonesia yang masih terpencil.

Para sarjana sosiologi pernah mengadakan suatu klasifikasi antara


masyarakat yang statis dengan masyarakat yang dinamis. Masyarakat yang
statis dimaksudkan sebagai suatu masyarakat dimana terjadinya perubahan-
perubahan secara relatif sedikit sekali, sedangkan perubahan-perubahan tadi
berjalan dengan lambat. Masyarakat yang dinamis merupakan masyarakat yang
mengalami pelbagai perubahan-perubahan yang cepat. Memang, setiap
masyarakat pada suatu masa dapat dianggap sebagai masyarakat yang statis,
sedangkan pada masa lainnya dianggap sebagai masyarakat yang dinamis.
Perubahan-perubahan bukanlah semata-mata berarti suatu kemajuan belaka,
akan tetapi dapat pula berarti suatu kemunduran dari masyarakat yang
berangkutan yang menyangkut bidang-bidang tertentu.

Sebagai suatu pedoman menurut Selo Soemarjan (1962:379), bahwa


kiranya dapatlah dirumuskan bahwa perubahan-perubahan sosial adalah segala
perubahan-perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga sosial di dalam suatu
masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-
nilai, sikap-sikap dan pola-pola perikelakuan di antara kelompok-kelompok

I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101


11

dalam masyarakat. Dari perumusan tersebut kiranya menjadi jelas bahwa


tekanan diletakkan pada lembaga-lembaga sosial sebagai himpunan kaidah-
kaidah dari segala tingkatan yang berkisar pada kebutuhan-kebutuhan pokok
manusia, perubahan-perubahan mana kemudian mempengaruhi segi-segi
lainnya dari struktur masyarakat.

Proses Perubahan-Perubahan Sosial


Keseimbangan dalam masyarakat dapat merupakan suatu keadaan yang
diidam-idamkan oleh setiap warga masyarakat. Dengan keseimbangan di dalam
masyarakat dimaksudkan sebagai suatu keadaan di mana lembaga-lembaga
kemasyarakatan yang pokok berfungsi dalam masyarakat dan saling mengisi. Di
dalam keadaan demikian para warga masyarakat merasa akan adanya suatu
ketentraman, oleh karena tak adanya pertentangan pada kaedah-kaedah serta
nilai-nilai yang berlaku. Setiap kali terjadi gangguan terhadap keadaan
keseimbangan tersebut, maka masyarakat dapat menolaknya atau merubah
susunan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada dengan maksud untuk
menerima suatu unsur yang baru. Akan tetapi kadang-kadang suatu masyarakat
tidak dapat menolaknya, oleh karena unsur yang baru tersebut dipaksakan
masuknya oleh suatu kekuatan. Apabila masuknya unsur baru tersebut tidak
menimbulkan kegoncangan, maka pengaruhnya tetap ada, akan tetapi sifatnya
dangkal dan hanya terbatas pada bentuk luarnya, kaedah-kaedah dan nilai-nilai
dalam masyarakat tidak akan terpengaruhi olehnya.

Adakalanya unsur-unsur baru dan lama yang bertentangan, secara


bersamaan mempengaruhi kaedah-kaedah dan nilai-nilai, yang kemudian
berpengaruh pula terhadap para warga masyarakat. Hal ini dapat merupakan
gangguan yang kontinu terhadap keseimbangan dalam masyarakat. Keadaan
tersebut berarti bahwa ketegangan-ketegangan serta kekecewaan-kekecewaan
di antara para warga masyarakat tidak mempunyai saluran yang menuju kearah
suatu pemecahan. Apabila ketidak seimbangan tadi dapat dipulihkan kembali
melalui suatu perubahan, maka keadaan tersebut dinamakan penyesuaian
(adjustment); apabila terjadi keadaan yang sebaliknya, maka terjadi suatu
ketidak sesuaian (maladjustment).

I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101


12

Suatu perbedaan dapat diadakan antara penyesuaian diri lembaga-


lembaga kemasyarakatan, dan penyesuaian diri para warga masyarakat secara
individual. Yang pertama menunjuk pada suatu keadaan dimana masyarakat
berhasil menyesuaikan lembaga-lembaga kemasyarakatan pada kondisi yang
tengah mengalami perubahan-perubahan, sedangkan yang kedua menunjuk
pada orang-orang secara individual yang berusaha untuk menyesuaikan dirinya
pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang telah diubah atau diganti, agar
supaya yang bersangkutan terhindar disorganisasi kejiwaan.

Di dalam proses perubahan-perubahan sosial dikenal pula saluran-


salurannya yang merupakan jalan yang dilalui oleh suatu perubahan, yang pada
umumnya merupakan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pokok dalam
masyarakat. Lembaga-lembaga kemasyarakatan mana yang merupakan
lembaga terpokok, tergantung pada fokus sosial masyarakat dan pemuka-
pemukanya pada suatu masa tertentu. Lembaga-lembaga kemasyarakatan yang
pada suatu waktu mendapat penilaian tertinggi dari masyarakat, cenderung
untuk menjadi sumber atau saluran utama dari perubahan-perubahan sosial.
Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan tersebut akan
membawa akibat pada lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya, oleh karena
lembaga-lembaga tersebut merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang
merupakan suatu konstruksi dengan pola-pola tertentu serta keseimbangan
yang tertentu pula. Apabila hubungan antara lembaga-lembaga kemasyarakatan
tadi ditinjau dari sudut aktivitasnya, maka kita akan berurusan dengan fungsinya.
Sebenarnya fungsi tersebut lebih penting oleh karena hubungan antara unsur-
unsur masyarakat dan kebudayaan merupakan suatu hubungan fugsional.

C. Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Sosial

Apabila ditelaah dengan lebih mendalam perihal yang menjadi sebab


terjadinya suatu perubahan dalam masyarakat, maka pada umumnya dapatlah
dikatakan bahwa faktor yang dirubah mungkin secara sadar, mungkin pula tidak
~ merupakan faktor yang dianggap sudah tidak memuaskan lagi. Adapun
sebabnya masyarakat merasa tidak puas lagi terhadap suatu faktor tertentu
adalah mungkin karena ada faktor baru yang lebih memuaskan, sebagai

I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101


13

pengganti faktor yang lama. Mungkin juga bahwa perubahan diadakan oleh
karena terpaksa diadakan penyesuaian diri terhadap faktor-faktor lain yang telah
mengalami perubahan-perubahan terlebih dahulu.

Pada umumnya dapatlah dikatakan bahwa sebab-sebab terjadinya


perubahan-perubahan sosial dapat bersumber pada masyarakat-masyarakat itu
sendiri, dan ada yang letaknya di luar masyarakat tersebut, yaitu yang
datangnya sebagai pengaruh dari masyarakat lain, atau dari alam sekelilingnya.
Sebab-sebab yang bersumber dari pada masyarakat itu sendiri adalah antara
lain, bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru,
pertentangan dan terjadi revolusi. Suatu perubahan sosial dapat pula bersumber
pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat tersebut misalnya sebab-
sebab yang berasal dari lingkungan alam, peperangan, pengaruh kebudayaan
masyarakat lain, dan sebagainya.

Di samping faktor-faktor yang menjadi sebab terjadinya perubahan-


perubahan sosial tersebut di atas, kiranya perlu juga disinggung faktor-faktor
yang mempengaruhi jalannya proses perubahan sosial, yaitu faktor-faktor yang
mendorong serta yang menghambat. Diantara faktor-faktor yang mendorong
dapatlah disebutkan kontak dengan kebudayaan lain, sistem pendidikan yang
maju, toleransi terhadap pola-pola perikelakuan yang menyimpang, sistem
stratifikasi sosial yang terbuka, penduduk yang heterogin, dan ketidakpuasan
terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu. Daya pendorong tersebut dapat
berkurang karena adanya faktor-faktor yang mengahambat, seperti kurangnya
hubungan dengan masyarakat-masyarakat lain, perkembangan ilmu
pengetahuan yang terlambat, sikap masyarakat yang tradisionalistis, adanya
kepentingan-kepentingan yang telah tertanam kuat sekali, rasa takut akan
terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan, prasangka terhadap hal-hal
yang baru atau asing, hambatan-hambatan yang bersifat ideologis, dan mungkin
juga adat istiadat.

I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101


14

D. Hubungan Antara Perubahan-perubahan Sosial dengan Hukum

Masyarakat pada hakekatnya terdiri dari berbagai lembaga


kemasyarakatan yang saling pengaruh-mempengaruhi, dan susunan lembaga-
lembaga kemasyarakatan tadi didasarkan pada suatu pola tertentu. Suatu
perubahan sosial biasanya dimulai pada suatu lembaga kemasyarakatan
tertentu dan perubahan tersebut akan menjalar ke lembaga-lembaga
kemasyarakatan lainnya.
S.F. Kechekyan (1956) menguraikan suatu gambaran yang cukup
lengkap tentang fungsi hukum di Soviet Rusia, di satu fihak ia mengakui bahwa
hukum dibentuk oleh negara dimana hukum tersebut merupakan ekspressi
keinginan-keinginan elit politik dan ekonomi. Oleh karena itu hukum terikat oleh
kondisi-kondisi sistem ekonomi yang berlaku dalam masyarakat, sehingga
perubahan-perubahan dalam hukum banyak tergantung pada perkembangan-
perkembangan dalam produksi dan hubungan antar kelas dalam masyarakat,
akan tetapi di lain pihak dia pun mengakui beberapa peranan hukum yang
kreatif, namun sudah barang tentu tidak semua usaha-usaha penggunaan
hukum untuk sosial engineering berakhir dengan hasil-hasil yang diingini.
Berkenaan dengan di atas Arnold M. Rose berasumsi bahwa efektivitas
penggunaan hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat masih terbatas.

E. Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Fungsi Hukum

Melalui penormaan terhadap tingkah laku manusia ini hukum menelusuri


hampir semua bidang kehidupan manusia. Campur tangan hukum yang semakin
meluas ke dalam bidang kehidupan masyarakat menyebabkan masalah
efektifitas penerapan hukum menjadi semakin penting untuk diperhitungkan. Itu
artinya, hukum harus bisa menjadi istitusi yang bekerja secara efektif di dalam
msyarakat.

Bagi suatu masyarakat yang sedang membangun hukum selalu dikaitkan


dengan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat ke arah
yang lebih baik. Fungsi hukum tidak cukup hanya sebagai kontrol sosial,
melainkan lebih dari itu. Fungsi hukum yang diharapkan dewasa ini adalah
melakukan usaha untuk menggerakkan rakyat agar bertingkah laku sesuai

I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101


15

dengan cara-cara baru untuk mencapai suatu tujuan yang dicita-citakan.


Kesadaran hukum masyarakat itu, oleh Lawrence M Friedman, terkait erat
dengan masalah budaya hukum. Dimaksudkan dengan budaya hukum di sini
adalah berupa kategori nilai-nilai, pandangan-pandangan serta sikap-sikapyang
mempengaruhi bekerjanya hukum.

Dengan demikian, segala kebijaksanaan pemerintah dapat dirumuskan


dengan jelas dan terbuka melalui institusi yang namanya hukum itu. Di sini,
hukum menjadi sandaran bagi semua pihak, terutama instansi yang terlibat di
dalam proses pembangunan atau pelaksanaan keputusan-keputusan
pembangunan. Apa yang diputuskan melalui hukum itu tidak dapat dilaksanakan
dengan baik dalam masyarakat, karena tidak sejalan dengan nilai-nilai, sikap-
sikap serta pandangan-pandangan yang telah dihayati oleh anggota-anggota
masyarakat. Hukum Modern dan budaya hukum ternyata perkembangan struktur
sosial Indonesia tidak atau kurang sesuai dengan hukum modern yang
dikembangkan oleh elit penguasa. Dengan kata lain, struktur sosial bangsa
Indonesia belum seluruhnya diserap oleh hukum modern sebagai basis
sosialnya.

Namun demikian, sebaik apapun hukum yang dibuat, tapi pada akhirnya
sangat ditentukan oleh budaya hukum masyarakat yang bersangkutan.
Berbicara mengenai bagaimana sikap-sikap, pandangan-pandangan serta nilai-
nilai yang dimiliki oleh masyarakat. Semua komponen budaya hukum itulah yang
sangat menentukan berhasil tidaknya kebijaksanaan yang telah dituangkan
dalam   bentuk hukum itu. Saluran komunikasi yang tidak terorganisasi secara
baik dan rapi akan berdampak pada kekeliruan informasi mengenai isi peraturan
hukum yang ingin disampaikan kepada masyarakat.

Adapun budaya hukum diperinci ke dalam ”nilai-nilai hukum prosedural” dan


”nilai-nilai hukum substantif”. Nilai-nilai hukum prosedural mempersoalkan
tentang cara-cara pengaturan masyarakat dan manajemen konflik. Sedangkan,
komponen substantif dari budaya hukum itu terdiri dari asumsi-asumsi
fundamental mengenai distribusi maupun penggunaan sumber-sumber di dalam
masyarakat, terutama mengenai apa yang adil dan tidak menurut masyarakat,
dan sebagainya. Budaya hukum merupakan unsur penting untuk memahami

I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101


16

perbedaan-perbedaan yang terdapat di antara sistem hukum yang satu dengan


yang lain.

Dalam pemahaman yang lebih luas Lawrence M. Friedman memasukan


komponen budaya hukum sebagai bagian integral dari suatu sistem hukum.
Friedman membedakan unsur sistem itu ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu: (1)
struktur; (2) substansi; dan (3) kultur. Komponen ”struktur” adalah kelembagaan
yang diciptakan oleh sistem hukum dengan berbagai macam fungsinya dalam
mendukung bekerjanya sistem hukum. Komponen ”substansi” adalah luaran dari
sistem hukum, termasuk di dalamnya norma-norma yang antara lain berwujud
peraturan perundang-undangan.

I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101


17

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Para ahli filsafat, sejarah, ekonomi dan para sosiologi telah mencoba
untuk merumuskan prinsip-prinsip atau hukum-hukum perubahan-perubahan
sosial. Banyak yang berpendapat bahwa kecenderungan terjadinya perubahan
sosial merupakan gejala wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia.
Adapula yang berpendapat bahwa kecenderungan terjadinya perubahan sosial
manusia. Adapula yang berpendapat bahwa perubahan sosial terjadi karena
adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan
masyarakat seperti misalnya perubahan dalam bentuk unsur-unsur geografis,
biologis, ekonomis, atau kebudayaan. Kemudian adapula yang berpendapat
bahwa perubahan-perubahan sosial berupa pendidik-non pendidik.

Kita juga mengenal perubahan penduduk. Perubahan itu sendiri


merupakan suatu perubahan sosial. Disamping itu perubahan penduduk juga
merupakan faktor penyebab timbulnya perubahan sosial dan budaya. Bilamana
suatu daerah baru telah dipadati penduduk, maka kadar keramah tamahannya
pun akan menurun, kelompok sekunder akan bertambah jumlahnya, struktur
kebudayaan akan menjadi lebih rumit, dan masih banyak lagi perubahan yang
akan terjadi. Masyarakat yang keadaannya stabil, mungkin akan mampu
menolak perubahan, tetapi masyarakat yang jumlah penduduknya meningkat
cepat, akan dengan cepat terimbas perubahan walaupun secara cepat atau
lambat.

Teori-teori mengenai perubahan-perubahan masyarakat sering


mempersoalkan perbedaan antara perubahan-perubahan sosial dengan
perubahan kebudayaan. Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial
merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan sosial merupakan
bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan  dalam kebudayaan mencakup
semua bagiannya yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, bahkan
perubahan-perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial.

I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101


18

Perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu kedua-
duanya bersangkut paut dengan suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu
perbaikan dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.

Masyarakat yang terlintas dipersimpangan jalan lalu lintas dunia selalu


merupakan pusat perubahan. Karena kebanyakan masyarakat yang terdekat
hubungannya masuk melalui difusi, maka masyarakat yang terdekat
hubungannya dengan masyarakat lain cenderung melalui perubahan tercepat
pula. Sebaliknya, daerah yang terisolasi merupakan pusat kestabilan,
konservatisme dan penolakan terhadap perubahan. Hampir semua suku yang
sangat primitif juga merupakan suku-suku yang amat terisolasi.

B. SARAN

Dalam paper ini saya berkeinginan memberikan saran kepada pembaca


bahwa dalam pembuatan paper ini saya menyadari bahwa masih banyak
terdapat kekurangan – kekurangan baik dari bentuk maupun isinya. Semoga
dengan paper yang singkat ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu
pengetahuan

I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101


19

DAFTAR PUSTAKA

1. Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Cet.


II, Penerbit Gunung Agung, Jakarta, 2002.
2. Daniel S. Lev, Hukum Dan Politik di Indonesia, Kesinambungan dan Perubahan,
Cet I, LP3S, Jakarta, 1990.
3. Lili Rasyidi & Ira Rasyidi, Pengantar Filsafat dan Teori Hukum, Cet. ke VIII, PT
Citra Adtya Bakti, Bandung 2001.
4. Bushar Muhammad, Asas_Asas Hukum Adat, Suatu Pengantar, Cet. ke 4,
Pradnya Paramita, Jakarta, 1983.
5. Fletcher, George P, Basic Concepts of Legal Thougt, Oxford University Press,
New York, 1996.
6. Mieke Komar, at al., Mochtar Kusumaatmadja: Pendidik dan Negarawan,
Kumpulan Karya Tulis Menghormati 70 Tahun Prof. DR. Mochtar
Kusumaatmadja, SH, LLM, Alumni, Bandung, 1999.
7. Otje Salman, Teori Hukum, Mengingat Mengumpulkan dan Membuka Kembali,
PT Refika Aditama, Bandung, 2004.
8. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cet. ke 27, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2005.
9. Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Cet. I,
Konstitusi Press, 2005.
10. Lippman, Walter. Filsafat Publik, Terjemahan dari buku aslinya yang berjudul ”
The Publik Philosophy, oleh A. Rahman Zainuddin, Penerbit Yayasan Obor
Indonesia, 1999.

I Made Putu Suwena | N i m . 12.0123.0.02.101

Anda mungkin juga menyukai