Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH SOSIOLOGI HUKUM

OLEH :
KELOMPOK E

1) ADI SETIAWAN
2) TRI OCTAVIA PUTRI
3) REDI IRAWAN
4) ANGGUN DINA FEBRI
5) MARTINA ARISE PRAYOGIE
6) IGO NOVIA SUGU
7) M KHAHFIE INDRIANTO
8) M.DESTRA KHARISMA P
9) JENIA LESTARI
10) REPIYANSYAH
11) RUDI IRAWAN
12) WAHYU EFSO
13) HERWANIZAR (KETUA)
14) THAURISCA PITRI PEDITHA SANTANA
15) CHANDRA ARDINA PUTRA
16) AFRIAN EKA PUTRA
17) WAHYU EFSO

ANGKATAN 52

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


PASCASARJANA
UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Penulis menghaturkan rasa syukur atas segala rahmat, taufik, serta hidayah Nya,

sehingga makalah ini bisa penulis selesaikan dengan lancar.

Dan juga penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat

banyak kekurangan. Baik dalam segi bahasa, penyusunan kalimat maupun isi

makalah ini. Oleh karena itu, harapan penulis semoga makalah ini membantu

menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga penulis

dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya bisa lebih

baik lagi.

Penulis sadari bahwa pada penulisan makalah ini masih banyak kekurangan karena

kekurangan penulis dalam pengetahuan, maka dari itu penulis berharap agar para

pembaca memberikan kritik dan sarannya agar kedepannya penulis bisa

memperbaikinya pada kesempatan yang lain.

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Sosiologi Hukum sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri,merupakan ilmu

sosial,yaitu ilmu pengetahuan yang memepelajari kehidupan bersama manusia

dengan sesamanya,yakni kehidupan sosial atau pergaulan hidup,singkatnya hukum

mempelajari masyarakat,khususnya gejala hukum dari masyarakat terebut.Pada

hakikatnya masyarakat dapat ditelaah dari dua sudut, yakni sudut struktural dan

sudut dinamikanya.

Sejak awal sejarah pembentukan umat manusia dalam konteks interaksi dalam

masyarakat persoalan kaidah atau norma merupakan jelmaan yang dibutuhkan

dalam upaya mencapai harmonisasi kehidupan. Secara empirik sosiologis kaidah

atau norma adalah tuntunan atau kunci dalam mencapai stabilisasi interaksi

sehingga pelanggaran akan kaidah atau norma akan dijatuhi bersifat hukuman atau

sanksi sosial.Kaidah agama maupun kaidah hukum yang bersumber pula dari

kaidah sosial merupakan payung kehidupan dalam masyarakat. Masyarakat yang

tidak beradab adalah masyarakat yang tidak mempunyai kaidah agama maupun

kaidah sosial, atau masyarakat yang mengingkari atau menyimpang dari kedua

kaidah tersebut. Dalam sejarah kehidupan manusia hal ini telah banyak dibuktikan.

Interaksi kehidupan manusia dalam masyarakat dalam sepanjang perjalanan hidup

tidak ada yang berjalan lurus, mulus dan aman-amam saja. Sepanjang kehidupan

manusia, yang namanya persengketaan, kejahatan, ketidakadilan, diskriminasi,


kesenjangan sosial, konflik SARA dan sebagainya adalah warna-warni dari realitas

yang dihadapi. Persoalan-persoalan tersebut semakin berkembang dalam

modifikasi lain akibat pengaruh teknologi globalisasi akan semakin canggih setua

usia bumi.Manusia pun menyadari bahwa ketenangan dan ketentraman hidup tidak

akan tercapai tanpa kesadaran pada diri untuk berubah, memperbaiki perilaku selain

dukungan masyarakat untuk memulihkannya. Secara kodrati, hal essensial ini akan

dicapai apabila masyarakat “menyediakan” perangkat kontrol, pengawasan sosial,

baik itu berupa peraturan tertulis maupun tidak tertulis, kelembagaan penerap

sanksi maupun bentuk-bentuk kesepakatan masyarakat yang menjalankan fungsi

tersebut. Secara realitas unsur-unsur pengawasan sosial ini akan mengalami

perubahan-perubahan, baik secara evolusi maupun revolusi sesuai dengan

perubahan yang terjadi dalam masyarakat.Interaksi perubahan sosial di satu sisi dan

perubahan hukum di sisi lain merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan seperti

dua sisi sekeping mata uang. Interaksi tersebut membawa konsekuensi ilmiah

karena akan dilihat dari sudut pandang yang berbeda.

Paradigma atau yang disebut model atau cara pandang yang bersifat ilmiah adalah

cara pandang yang tidak bersifat individual melainkan kolektif, peers group, teman

sejawat yang telah mengalami uji “laboratorium sosial”. Oleh sebab itu perjalanan

paradigma adalah perjalanan otodidak, tidak diciptakan dan diuji keabsahannya

oleh kaum ilmuwan dan masyarakat. Apa yang kita sebut sebagai paradigma telah

mengalami proses berfikir secara metodologis keilmuan yang akan dibuktikan

keterandalannya melewati ruang dan waktu. Sebagai bentuk pegangan dalam

menganalisis, paradigma bukan merupakan hasil akhir tetapi sebuah tawaran


akademik yang memberikan jalan berfikir pada pengamat untuk mengevaluasi

kembali pola pikir yang telah dianut orang banyak. Sejalan dengan hal ini maka

yang dihindari adalah penganutan paradigma secara “kultus individu”, yang

berpegang pada satu paradigma dan membelanya mati-matian, tanpa berfikir bahwa

persoalan hukum adalah persoalan sosial, maka kerap kali yang dihadapi adalah

memberikan penjelasan yang mudah dan dapat diterima semua pihak. paradigma

dalam proses berfikir merupakan sebuah tawaran saja bagi proses pembelajaran

suatu kaidah keilmuan, bukan tawaran akhir. Sepanjang perjalanan umat manusia

untuk terus berfikir, maka terbuka banyak sekali kemungkinan untuk timbul

paradigma-paradigma baru dengan setting social yang berbeda.Adapun paradigma

yang berkembang dalam memberikan format atas hubungan interaksi perubahan

sosial dan perubahan hukum adalah :

1. Hukum melayani kebutuhan masyarakat, agar supaya hukum itu tidak akan

menjadi ketinggalan oleh karena lajunya perkembangan masyarakat. Ciri-

ciri yang terdapat dalam paradigma pertama ini adalah :

a. Perubahan yang cenderung diikuti oleh sistem lain karena dalam

kondisi ketergantungan

b. Ketertinggalan hukum di belakang perubahan sosial.

c. Penyesuaian yang cepat dari hukum kepada keadaan baru.

d. Hukum sebagai fungsi pengabdian.

e. Hukum berkembang mengikuti kejadian berarti ditempatnya adalah

dibelakang peristiwa bukan mendahuluinya

Paradigma pertama ini kita sebut sebagai Paradigma Hukum Penyesuaian


Kebutuhan. Makna yang terkandung dalam hal ini adalah bahwa hukum akan
bergerak cepat untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi dalam
masyarakat. Kebutuhan akan peraturan perundang-undangan yang baru, misalnya
adalah yang nampak jelas dalam paradigma ini. Kita tidak bisa menghindari bahwa
kebutuhan masyarakat akan suatu pengaturan sedemikian besar tidak disertai oleh
pendampingan hukum yang maksimal. Lajunya perubahan sosial yang membawa
dampak pada perubahan hukum tidak serta merta diikuti dengan kebutuhan secara
langsung berupa peraturan perundang-undangan. Persoalan ini sudah masuk dalam
ranah mekanisme dalam lembaga perwakilan rakyat. Tetapi kebutuhan masyarakat
agar hukum mampu mengikuti sedemikian besar agar jaminan keadilan, kepastian
hukum dapat terus terpelihara.1

Sebagai contoh dalam paradigma ini adalah kejahatan teknologi canggih seperti

computer, internet (cyber crime), pengaturan pernikahan beda agama, cloning,

perbankan syari’ah, santet dan sejenisnya, pornografi, terorisme, status hukum

waria, legalitas pernikahan lesbian dan homo, bayi tabung, euthanasia, status pria

hamil. Sedemikian banyak sesungguhnya yang terjadi dalam masyarakat yang perlu

dibungkus dengan baju hukum tetapi tidak semua di atur oleh hukum. Ini ibarat

fenomena gunung es, yang secara realitas hal-hal yang penulis kemukakan adalah

permukaan saja yang senyatanya lebih banyak dari contoh di atas. Hal-hal yang

diatur oleh hukum dikemudian hari sudah merupakan pilihan kebijakan publik dari

pemerintah dengan beberapa pertimbangan. Kalaupun misalnya persoalan-

persoalan di atas masuk dalam perkara di pengadilan maka yang dijadikan dasar

adalah aturan yang bersifat umum, masih mencari-macari peraturan bahkan sudah

kadaluwarsa, tidak spesifik pada kasus tersebut.

Paradima pertama ini dalam interaksi perubahan sosial terhadap perubahan hukum

paling banyak terjadi. Hal ini membuktikan bahwa hukum mempunyai peranan

apabila masyarakat membutuhkan pengaturannya. Jadi sifatnya menunggu. Setelah

1
Muhammad Siddiq Tgk. Armia. 2008. Perkembangan Pemikiran Teori Ilmu Hukum.
Pradnya Paramita. Jakarta. Hlm. 9
suatu peristiwa menimbulkan sengketa, konflik, bahkan korban yang berjatuhan

maka kemudian difikirkan, apakah diperlukan pengaturannya secara formal dalam

peraturan perundang-undangan. Kondisi ini menampilkan posisi hukum sangat

tergantung sebagai variabel yang dependent terhadap perubahan sosial yang

terjadi.Hukum dapat menciptakan perubahan sosial dalam masyarakat atau setidak-

tidaknya dapat memacu perubahan-perubahan yang berlangsung dalam masyarakat.

Ciri-ciri yang terdapat dalam paradigma kedua ini adalah :

1. Law as a tool of social engineering

2. Law as a tool of direct social change.

3. Berorientasi ke masa depan (forward look-ing).

4. Ius Constituendum

5. Hukum berperan aktif.

6. Tidak hanya sekedar menciptakan ketertiban tetapi menciptakan dan

mendorong terjadinyaperubahan dan perkembangan tersebut.

Essensi dari paradigma ini adalah penciptaan hukum digunakan untuk menghadapi

persoalan hukum yang akan datang atau diperkirakan bakal muncul. Paradigma

kedua ini disebut sebagai Paradigma Hukum Antisipasi Masa Depan. Persoalan

hukum yang akan datang dihadapi dengan merencanakan atau mempersiapkan

secara matang misalnya dari segi perangkat perundang-undangan. Hal ini banyak

kita jumpai perundang-undangan yang telah diratifikasi di bidang hukum

internasional misalnya peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.


B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan-permasalahan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana aspek-aspek pengubah hukum ?

2. Bagaimana hukum dan modernisasi

3. Bagaimana hubungan hukum dengan gejala sosial ?

C. Tujuan Penulisan :

Adapun tujuan penulisan pada makalah ini ialah :

1. Untuk mengetahui pemahaman tentang aspek-aspek pengubah hukum .

2. Untuk mengetahui hukum dan modernisasi.

3. Untuk mengetahui hubungan hukum dengan gejala sosial


BAB II

PEMBAHASAN

1. Aspek-aspek Pengubah Hukum

Hukum (law, recht) merupakan salah satu sarana dan prasarana yang berfungsi

untuk mengatur kehidupan sosial, namun satu hal yang menarik untuk dikaji adalah

justru hukum tertinggal di belakang objek yang diaturnya. Dengan demikian selalu

terdapat gejala bahwa antara hukum dan perilaku sosial terdapat suatu jarak

perbedaan yang sangat mencolok. Apabila hal ini terjadi, maka timbul ketegangan

yang semestinya harus segera disesuaikan supaya tidak menimbulkan ketegangan

yang berkelanjutan, tetapi usaha ke arah ini selalu terlambat dilakukan bahkan

terkadang terasa jalan di tempat. Semestinya, pada waktu itulah dapat ditunjukkan

adanya hubungan yang nyata di antara perubahan sosial dan hukum yang

mengaturnya, sebab perubahan hukum baru akan terjadi apabila sudah bertemunya

dua unsur pada titik singgung yaitu adanya suatu keadaan baru dan adanya

kesadaran akan perlunya perubahan pada masyakaarat yang bersangkutan.

Di dalam hubungan antara manusia dengan manusia lain pada suatu kelompok,
yang paling penting adalah reaksi yang timbul sebagai akibat dari hubungan tadi.
Reaksi tersebut menyebabkan tindakan seseorang menjadi bertambah luas dan
dalam memberikan reaksi itu, manusia selalu mempunyai kecenderungan untuk
memberikan keserasian dengan tindakan-tindakan orang lain. Hal ini karena ada
kebutuhan manusia akan keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di
sekelilingnya dan keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam
sekelilingnya.2 Untuk dapat menyesuaikan diri dengan kedua hal ini, manusia
mempergunakan pikiran, perasaan dan kehendaknya sehingga menimbulkan
kelompok-kelompok sosial dalam kehidupan manusia. Kelompk-kelomok sosial ini
merupakan himpunan manusia yang hidup bersama dan dalam kehidupan ini
2
Abdul Manan. 2006. Aspek-aspek Pengubah Hukum. Kecana Prenada Media. Jakarta. Hlm.
72.
mempuyai kaitan timbal balik yang saling mempengaruhi dan kesadaran untuk
saling tolong-menolong.

Menurut Soerjono Soekanto3, hukum mempunyai tiga dimensi, yaitu sebagai nilai,
kaedah dan perikelakuan. Oleh karena itu maka hukum dapat dilihat dan dikaji dari
berbagai sudut. Hukum sebagai nilai, maka dikaji oleh filasafat hukum dan politik
hukum. Hukum sebagai kaedah dipelajari oleh ilmu hukum. Sedangkan hukum
sebagai perilaku dipelajari oleh Sosiologi Hukum, antropologi hukum dan psikologi
hukum. Lebih lanjut menurut Soerjono Soekanto,4 dengan metode sejarah,
ditelitilah perkembangan hukum dari awal sampai terjadinya himpunan kaidah-
kaidah hukum tertentu. Kemudian hukum tadi dibanding-bandingkan dengan
hukum yang berlaku di masyarakat-masyarakat lainnya, untuk mendapatkan
persamaan dan perbedaan. Itu semua, merupakan obyek penelitian dari sejarah
hukum dan ilmu perbandingan hukum. Ilmu hukum juga meneliti aspek-aspek yang
tetap dari suatu struktur hukum, aspek-aspek mana dapat dianggap sebagai inti atau
dasar dari hukum.

Pada hakekatnya hukum merupakan salah satu produk manusia dalam membangun
dunianya, yang bisa dicermati atau ditelaah melalui interaksi yang berlangsung di
masyarakat. Seperti kata Cicero, Ubi Societes Ibi Ius (di mana ada masyarakat, di
sana ada hukum). Soediman Kartohadiprodjo menyatakan bahwa “hukum” itu
sebenarnya adalah manusia. Dalam artian hukum itu dilahirkan oleh manusia dan
untuk menjamin kepentingan dan hak-hak manusia itu sendiri. Hukum adalah
cermin dari manusia yang hidup. Dan karena manusia yang hidup oleh Tuhan
senantiasa dilengkapi dengan Raga, Rasa, Rasio dan Rukun, keempat hal inilah
yang dipakai untuk membedakan antara individu yang satu dengan yang lain,
masyarakat yang satu dengan yang lain. Sehingga kelengkapan ini yang
mempengaruhi pemberian arti terhadap hukum dan peranannya dalam hidup
bermasyarakat.5

Ilmu yang mempelajari aspek-aspek pengubah hukum bertujuan memberikan dasar

atau landasan teoritik untuk mempelajari apakah hukum itu mengalami perubahan

atau perlu diubah.

Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan hukum :

1. Adanya pemikiran manusia, melalui akal dan budi yang diberikan oleh

Tuhan pada manusia akan selalu berkembang dari waktu ke waktu, kondisi

3
Soerjono Soekanto. 1986. Mengenal Sosiologi Hukum. Alumni. Bandung 1986. Hlm. 12.
4
Soerjono Soekanto. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Grafindo Persada. Jakarta. Hlm. 9-11.
5
Sudjono Dirjosisworo. 1983. Sosiologi Hukum. Rajawali. Jakarta. 1983. Hlm. 15.
ini menyebabkan manusia untuk senantiasa mempergunakan pemikirannya

dalam segala aspek kehidupan.

Teori hukum tidak dapat dilepaskan dari lingkungan zamannya dan teori

hukum tidak terlepas dari katagorisasi waktu pemunculannya. Hal ini

berkaitan dengan suatu kondisi bahwa hukum itu tumbuh dan berkembang

bersama dengan masyarakat itu sendiri.

2. Perubahan tersebut, dipengaruhi oleh adanya tuntutan atau kebutuhan

manusia. Disatu sisi manusia selalu menginginkan agar kebutuhannya

terpenuhi, sementara di sisi lainnya manusia tidak pernah akan terpuaskan.

Dengan berbagai usahanya, manusia akan selalu mengharapkan perubahan.

Untuk mengimbangi perkembangan masyarakat diperlukan kajian yang

serius tentang norma – norma yang dapat menjawab persoalan yang

dihadapi suatu masyarakat atau suatu bangsa, karena bisa saja norma –

norma yang sudah ada tidak cocok lagi dengan kondisi masyarakat tersebut.

3. Perubahan selalu ditentukan oleh cara hidup manusia, tekhnologi, serta

komunikasi yang selalu mengelilingi manusia.

Agar hukum dapat berlaku efektif di tengah masyarakat, maka harus diperhatikan

1. Perubahan hukum tidak dapat dilakukan secara parsial melainkan

perubahan-perubahan itu harus menyeluruh, terutama kepada doktrin dan

norma-norma yang tidak sesuai lagi dengan kondisi zaman.

2. Perubahan hukum harus mencakup dalam cara penerapanya. Pola pikir yang

statis dalam cara penerapan hukum hendaklah ditinggalkan, demikian dalam

cara-cara penafsiran hukum yang tidak melihat perkembangan zaman.


3. Perubahan hukum harus juga diadakan dalam kaidah (aturan) yang sesuai

dengan falasafah hidup bangsa indonesia. Agar kaidah (aturan) yang di

perbarui itu dapat dipatuhi oleh masyarakat, maka dalam kaidah (aturan)

harus memuat sanksi dan daya paksa dan perubahan itu harus dibuat oleh

instansi yang berwenang.

Menurut Roscoe Pound (1870-1964), yang berasal dari Amerika mengemukakan


bahwa hukum itu harus dilihat atau dipandang sebagai suatu lembaga
kemasyarakatan yang berfungsi dalam rangka memenuhi akan kebutuhan sosial,
serta tugas ilmu hukumlah untuk mengembangkan suatu kerangka kebutuhan-
kebutuhan sosial dapat terpenuhi secara maksimal. Pound juga membedakan dalam
mempelajari hukum, ada hukum sebagai suatu proses yang hidup dimasyarakat (law
in action) dan ada hukum yang tertulis (law in the books). Ajaran pound ini
bukanlah satu atau sebagian hukum saja tetapi semua bidang hukum baik subtantif
maupun ajektif. Sehingga hukum tersebut apakah sudah sesuai dengan yang
senyatanya. Malah Pound menambahkan kajian sosiologi hukum itu sampai kepada
putusan dan pelaksanaan pengadilan, serta antara isi suatu peraturan dengan efek-
efek nyatanya6.

Arnold M. Rose7 sebagaimana yang dikutip oleh Soerjono Soekanto


mengemukakan bahwa ada tiga teori umum perihal perubahan-perubahan sosial
yang berhubungan dengan hukum, yakni pertama: komunikasi yang progresif dari
penemuan-penemuan di bidang teknologi, kedua: kontak dan konflik antara
kebudayaan, ketiga: terjadinya gerakan sosial (sosial movement). Menurut ketiga
teori ini, hukum lebih merupakan akibat dari faktor-faktor penyebab terjadinya
perubahan sosial karena melajunya arus globalisasi dalam berbagai bidang
kehidupan yang pada akhirnya menghasilkan suatu kebudayaan baru sebagai suatu
hasil karya, rasa dan cipta suatu masyarakat.

Demikian juga dengan hukum yang terdapat dalam kehidupan masyarakat, betapa

pun sederhana dan kecilnya masyarakat itu norma hukum pasti ada dalam

masyarakat tersebut, karena hukum merupakan bagian dari kebudayaan

6
Sabian Usman. 2009. Dasar-Dasar Sosiologi Hukum. Pustaka Belajar. Yogyakarta. Hlm.
155
7
Sorjono Soekanto. 1999. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Raja Grafindo Persada Jakarta.
Hlm. 95
masyarakat. Hukum tidak dapat dipisahkan dari jiwa dan cara berpikir dari

masyarakat yang mendukung kebudayaan yang lahir dari kehidupan masyarakat itu.

Perubahan sosial dalam suatu masyarakat di dunia ini merupakan suatu hal yang
normal, yang tidak normal justru jika tidak ada perubahan. Demikian juga dengan
hukum, hukum yang dipergunakan dalam suatu bangsa merupakan pencerminan
dari kehidupan sosial suatu masyarakat yang bersangkutan. Dengan memperhatikan
karakter suatu hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat (bangsa) akan terlihat
pula karakter kehidupan sosial dalam masyarakat itu. Hukum sebagai tatanan
kehidupan yang mengatur lalu lintas pergaulan masyarakat, dengan segala peran
dan fungsinya akan ikut berubah mengikuti perubahan sosial yang melingkupinya.
Cepat atau lambatnya perubahan hukum dalam suatu masyarakat, sangat tergantung
dalam dinamika kehidupan masyarakat itu sendiri. Apabila masyarakat dalam
kehidupan sosialnya berubah dengan cepat, maka perubahan hukum akan berubah
dengan cepat pula, tetapi apabila perubahan itu terjadi sangat lambat, maka hukum
pun akan berubah secara lambat seiring dan mengikuti perubahan sosial dalam
masyarakat itu.8

2. Hukum dan Modernisasi

Pembentukan undang-undang harus benar-benar memperhatikan materi muatan

yang tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya dan harus

memperhitungkan efektifitas peraturan perundang-undangan di dalam masyarakat,

baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis.Pembentukan undang-undang

yang bentuk memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur

kehidupan bermasyarakat, berbangasa, dan bernegara.9

Syarat suatu undang-undang dikatakan efektif, bahwa dalam membentuk Peraturan

Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas-asas berikut :

a. Kejelasan tujuan. Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus

mempunyai tujuan yang jelasyang hendak dicapai.

8 Abdul Manan, Op.,Cit., hlm. 78


9
Asshiddiqie, Jimly, 2010. Perihal Undang-Undang,Jakarta : Rajawali Pers, hlm.202
b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepatSetiap jenis peraturan

perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat

pembentukperundang-undangan yang berwenang.

c. Kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatanPembentukan peraturan

perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang

tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya.

d. Dapat dilaksanakan. Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus

memperhitungkan efektifitas peraturan perundang-undangan di dalam

masyarakat baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan. Setiap pembentukan peraturan perundang-

undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat

dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa.dan bernegara.

f. Kejelasan rumusan. Setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus

memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan,

sistematika, pilihan kata, dan bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti

sehingga tidak menimbulkan interpretasi dalam pelaksanaannya.

g. Keterbukaan. Proses pembentukan perundang-undangan mulai dari

perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan seluruh lapisan

masyarakat perlu diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengetahui

dan memberikan masukan dalam proses pembuatan perundang-undangan agar

perundang-undangan terbentuk menjadi populis dan efektif.

Hukum dan modernisasi memiliki hubungan yang erat antara yang satu dengan

yang lain. Sebab hukum tanpa modernisasi tidak berarti, dan modernisasi tanpa
hukum akan sia-sia. Karena jika semakin modern suatu wilayah maka akan semakin

banyak permasalahan-permasalahan baru yang muncul, dan jika hukum tidak di

modernisasi maka kejahatan-kejahatan yang muncul tersebut tidak dapat di atasi

karena tidak ada hukum yang mengatur, dan hal ini akan menimbulkan dampak

yang tidak baik bagi suatu wilayah ataupun suatu negara.

Menurut Marc Galanter dalam buku sosiologi hukum, aturan-aturan hukum modern

antara lain:

1. Hukum modern terdiri dari peraturan-peraturan yang seragam dan

tidak bervariasi dalam penerapannya. Aturan ini lebih bersifat teritorial dari

pada individual. Maksudnya adalah peraturan yang sama dapat diterapkan

pada seluruh anggota, pada semua agama, suku, kelas, kasta dan daerah

maupun jenis kelamin. Perbedaan di antara orang-orang dalam hukum adalah

bukan perbedaan secara intrinsik atau kualitas, akan tetapi pemberdayaannya

ada pada fungsi, kondisi, dan penghargaan dalam pelaksanaan hal yang sulit.

2. Hukum modern bersifat transaksional. Hak-hak dan kewajiban merupakan

hasil transaksi-transaksi (sanksi, kriminal, dan seterusnya) antara pihak,

bukan sekelompok pihak yant tidak berubah dan memiliki ketergantungan

dengan para individu atau pihak luar melalui transaksi tertentu.

3. Norma-norma hukum modern bersifat universal. Penemuan aturan-aturan

untuk menyederhanakan standar yang sah dari penerapan umum, bukan untuk

menujukkan hal yang unik dan intuisi. Oleh karena itu penerapan hukum

dapat dijalankan.
Ciri hukum modern yang dikemukakan oleh Marc Galanter pada intinya ia

menekankan bahwa hukum modern selalu menekankan pada kesatuan atau

unifikasi, keseragaman dan universal.

Setelah hukum di modernisasi, maka akan menimbulkan dampak di dalam

masyarakat itu sendiri baik dalam bentuk positif maupun negatif.

Dampak positif dari modernisasi hukum, antara lain:

1. Perubahan nilai dan sikap masyarakat dari irasional menjadi rasional.

2. Semakin menguatnya supremasi hukum, demokratisasi, dan tuntutan

terhadap dilaksanakannya hak-hak asasi manusia.

3. Menguatnya regulasi hukum dan pembuatan peraturan perundang-undangan

yang memihak dan bermanfaat untuk kepentingan rakyat banyak.

4. Semakin menguatnya tuntutan terhadap tugas-tugas penegak hukum yang

lebih profesional, transparan, dan akuntabel.

5. Menguatnya supremasi sipil dengan menundukkan tentara dan polisi sebatas

penjaga keamanan, kedaulatan, dan ketertiban negara yang profesional.

Dampak negatif dari modernisasi hukum, antara lain:

1. Memudarnya kesadaran hukum dalam masyarakat.

2. Peran masyarakat dalam menjaga keamanan, kedaulatan, dan ketertiban

negara semakin berkurang karena hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab

pihak tentara dan polisi.

3. Perubahan dunia yang cepat, mampu mempengaruhi pola pikir masyarakat

secara global. Masyarakat sering kali mengajukan tuntutan kepada


pemerintah dan jika tidak dipenuhi masyarakat cenderung bertindak anarkis

sehingga dapat menggangu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan

persatuan dan kesatuan bangsa.

Pada dasarnya setiap permasalahan akan tetap ada dalam pertumbuhan dan

perkembangan masyarakat, dan masalah itu dari waktu ke waktu berbeda bahkan

menjadi lebih sulit untuk diselesaikan. Dan disaat itu terjadi, pemerintah akan

menggunakan cara yang baru dalam menyelesaikan masalah yang timbul.

3. Hubungan Hukum dengan Gejala Sosial

konflik merupakan suatu bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, paham,

dan kepentingan diantara dua pihak atau lebih, dimana pertentangan tersebut dapat

berbentuk fisik dan nonfisik. Kriteria konflik menurut Marck, Syinder, dan Gurr

yaitu :

a. Melibatkan dua pihak atau lebih.

b. Pihak-pihak tersebut saling tarik-menarik dalam aksi-aksi saling

memusuhi.

c. Cenderung menjalankan perilaku koersif.

d. Dapat dideskripsikan dengan mudah oleh para pengamat sosial yang tidak

terlibat dalam pertentangan.

Pokok pikiran yang terkandung menurut teori konflik yang dikemukakan oleh
Dahrendorf adalah :
1. Setiap masyarakat manusia tunduk pada proses perubahan; perubahan ada
dimana-mana
2. Disensus dan konflik terdapat dimana-mana
3. Setiap unsur masyarakat memberikan sumbangan pada disintegrasi dan
perubahan masyarakat
4. Setiap masyarakat didasarkan pada paksaan beberapa orang anggota terhadap
anggota lain 10

Suatu konflik memiliki paradigma konvensional dan paradigma kontemporer,


yaitu:11
Paradigma Konvensional :
1. Konflik tidak dapat dihindarkan
2. Konflik disebabkan oleh kesalahan menajemen atau penguasa
3. Konflik mengganggu organisasi dan menghalangi pelaksanaannya secara
optimal
4. Tugas manajemen atau pemimpin adalah menghilangkan konflik
5. Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan penghapusan
konflik
Paradigma Kontemporer :
1. Konflik dapat dihindarkan
2. Konflik disebabkan oleh banyak sebab termasuk karena struktur
organisasi, perbedaan tujuan, perbedaan persepsi, nilai-nilai pribadi, dsb.
3. Konflik dapat membantu atau menghambat pelaksanaan organisasi
(masyarakat) dalam berbagai derajat.
4. Tugas manajemen/ pemimpin adalah mengelola tingkat dari konflik dan
penyelesaiannya
5. Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan tingkat
konflik yang moderat

Hubungan gejala sosial dan hukum merupakan salah satu kajian penting dari

disiplin sosiologi hukum. Hubungan atau interaksi tersebut merupakan hubungan

interaksi atau timbal balik, dalam arti terdapat pengaruh perubahan sosial terhadap

perubahan hukum dan disisi lain juga akan mempengaruhi perubahan sosial.

Dengan demikian perubahan hukum dan gejala sosial ibara sisi mata uang yang sulit

untuk dipisahkan, keduanya berinteraksi satu sama lainya serta menimbulkan

dampak tertentu. Untuk menganalisa dampak yang ditimbulkan setidaknya ada dua

paradigma yaitu :

1. Hukum sebagai pelayan kebutuhan masyarakat, agar hukum tidak tertinggal

oleh laju perubahan masyarakat

10
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2004), hlm. 218.
11
Trubus Rahardiansah, Pengantar Sosiologi Hukum (Jakarta: Universitas Trisakti, 2005),
hlm. 175.
Ciri-ciri dari paradigma ini adalah :

a. Perubahan hukum atau perubahan sosial cenderung diikuti oleh sistem

lain karena dalam kondisi saling ketergantungan

b. Hukum selalu menyesuaikan diri pada perubahan sosial

c. Hukum berfungsi sebagai alat mengapdi pada perubahan sosial

2. Paradigma ini disebut juga paradigma hukum penyesuaian kebutuhan.

Makna yang terkandung dalam hal ini adalah bahwa hukum akan bergerak

cepat untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi.

Hukum dapat menciptakan perubahan dalam masyarakat atau setidaknya

dapat memacu perubahan – perubahan. Ciri-ciri dari paradigma ini adalah :

a. Hukum merupakan alat merekayasa masyarakat

b. Hukum merupakan alat merubah masyarakat secara langsung

c. Hukum berorientasi masa depan

Inti dari paradigma ini adalah hukum diciptakan untuk mengantisipasi atau

menghadapi persoalan hukum yang dimungkinkan akan muncul. Persoalan hukum

diprediksi akan datang dihadapi dengan merencanakan atau mempersiapkan secara

matang.

Ciri-ciri dari paradigma ini adalah :

a. Perubahan hukum atau perubahan sosial cenderung diikuti oleh sistem

lain karena dalam kondisi saling ketergantungan

b. Hukum selalu menyesuaikan diri pada perubahan sosial


BAB III

KESIMPULAN

Agar hukum dapat berlaku efektif di tengah masyarakat, maka harus diperhatikan
1. Perubahan hukum tidak dapat dilakukan secara parsial melainkan
perubahan-perubahan itu harus menyeluruh, terutama kepada doktrin dan
norma-norma yang tidak sesuai lagi dengan kondisi zaman.
2. Perubahan hukum harus mencakup dalam cara penerapanya. Pola pikir yang
statis dalam cara penerapan hukum hendaklah ditinggalkan, demikian dalam
cara-cara penafsiran hukum yang tidak melihat perkembangan zaman.
3. Perubahan hukum harus juga diadakan dalam kaidah (aturan) yang sesuai
dengan falasafah hidup bangsa indonesia. Agar kaidah (aturan) yang di
perbarui itu dapat dipatuhi oleh masyarakat, maka dalam kaidah (aturan)
harus memuat sanksi dan daya paksa dan perubahan itu harus dibuat oleh
instansi yang berwenang.

Hukum dan modernisasi memiliki hubungan yang erat antara yang satu dengan
yang lain. Sebab hukum tanpa modernisasi tidak berarti, dan modernisasi tanpa
hukum akan sia-sia. Karena jika semakin modern suatu wilayah maka akan semakin
banyak permasalahan-permasalahan baru yang muncul, dan jika hukum tidak di
modernisasi maka kejahatan-kejahatan yang muncul tersebut tidak dapat di atasi
karena tidak ada hukum yang mengatur, dan hal ini akan menimbulkan dampak
yang tidak baik bagi suatu wilayah ataupun suatu negara.

Hubungan gejala sosial dan hukum merupakan salah satu kajian penting dari
disiplin sosiologi hukum. Hubungan atau interaksi tersebut merupakan hubungan
interaksi atau timbal balik, dalam arti terdapat pengaruh perubahan sosial terhadap
perubahan hukum dan disisi lain juga akan mempengaruhi perubahan sosial.
Dengan demikian perubahan hukum dan gejala sosial ibarat sisi mata uang yang
sulit untuk dipisahkan, keduanya berinteraksi satu sama lainya serta menimbulkan
dampak tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Manan. 2006. Aspek-aspek Pengubah Hukum. Kecana Prenada Media.


Jakarta.

Asshiddiqie, Jimly. 2010. Perihal Undang-Undang,Jakarta : Rajawali Pers

Kamanto Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi (Jakarta: Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia).

Muhammad Siddiq Tgk. Armia. 2008. Perkembangan Pemikiran Teori Ilmu


Hukum. Pradnya Paramita. Jakarta.

Munir Fuadi. 2007. Sosiologi Hukum Kontemporer,interaksi hukum, kekuasaan


danmasyarakat. Bandung, Citra Aditya.

Sabian Usman. 2009. Dasar-Dasar Sosiologi Hukum. Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Saifulloh. 2007. Refleksi Sosiologi Hukum. Bandung, Refika Aditama.

Soerjono Soekanto. 2007. Pokok-pokok Sosiologi Hukum. Jakarta. PT Raja


grafindo persada.

Sudjono Dirjosisworo. 1983. Sosiologi Hukum. Rajawali. Jakarta.

Trubus Rahardiansah. 2005. Pengantar Sosiologi Hukum (Jakarta: Universitas


Trisakti).

Ufatun Ni’mah. 2012. Sosiologi Hukum Sebuah Pengantar. Yogyakarta. Teras.

Anda mungkin juga menyukai