BIDANG KEGIATAN
Disusun Oleh :
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Merujuk pemberitaan Surat Kabar Antara, tanggal 28 Agustus 2021, Danau
Tempe meluap, beberapa kecamatan di Sulawesi Selatan terdampak banjir. 1
Pemberitaan serupa juga dilaporkan melalui Tribun Sengkang, bahwa Banjir Wajo
mengakibatkan 8.862 jiwa terdampak banjir di 11 kelurahan di Kecamatan
Tempe.2 Dari dua pemberitaan surat kabar ini, pada dasaranya, banjir yang terjadi
di seputaran Danau Tempe, tidak hanya terjadi pada periode tersebut, akan tetapi,
banjir di danau tempe itu, merupakan bencana tahunan yang menjadi momok bagi
masyarakat yang tinggal di bantaran Danau Tempe. Oleh karena itu, persoalan
penting yang hingga hari ini dihadapi oleh masyarakat Wajo, khususnya yang
berada di seputaran Danau Tempe adalah bencana banjir tahunan. Bencana banjir
yang terjadi di daerah ini diakibatkan oleh meluapnya danau tempe, sebagai satu-
satunya lokasi akhir muara dari dua pertemuan sungai besar di Sulawesi selatan,
yakni Sungai Walannae dan Cendrana. Dua sungai besar inilah, yang menyuplai
air ke danau tempe yang menyebabkan danau tempe tidak mampu menampung
debit air kiriman, sehingga mengakibatkan terjadinya banjir hampir setiap tahun.
Daerah seputaran danau tempe merupakan sentra tanaman pangan dan
holtikultura. Daerah ini menjadi salah satu lokasi yang sangat penting bagi
distribusi tanaman pangan bagi masyarakat Wajo dan sekitarnya. 3 Persoalan
mendasar yang perlu dicermati adalah, bahwa kondisi daerah seputaran Danau
tempe yang menjadi sentra tanaman pangan dan holtikultura juga menjadi salah
satu daerah yang paling terdampak banjir di daerah ini. Merujuk data. Dari Dinsos
Wajo tahun 2013, bahwa tedapat beberapa daerah yang terdampak banjir, seperti
Wajo, Soppeng, dan Sidenreng Rappang. Dari tiga kabupaten ini, Wajo
merupakan daerah yang paling parah terdampak bencana banjir. Beberapa lokasi
yang terdampak banjir pada tahun tersebut adalah empat kecamatan seperti:
Tempe, Belawa, Tanasitolo, dan Sabbangparu. Lokasi yang terdampak banjir ini
adalah perumahan warga dan juga lahan pertanian. Dari sumber serupa, tercatat
bahwa jumlah rumah yang terendam banjir dari empat kecamatan tersebut adalah
15.587 rumah warga. Selain perumahan warga, lahan pertanian yang terendam
banjir adalah 3.048 ha.4 Secara keseluruhan, daerah seputaran danau tempe
merupakan daerah yang terdampak banjir parah diantara lokasi-lokasi lain di
kabupaten Wajo.
1
Surat Kabar Antara, 28 Agustus 2021.
2
Tribun Sengkang, 1 September 2021
3
Muhammad Sukirman.
4
Sumber: Dinsos Wajo, Badan Kesbanglinmas Soppeng, Kelurahan WetteE Kec.
Pancalautang Sidenreng Rappang 2013
Merujuk dari data Dinsos Wajo, bahwa bencana banjir akan terus berulang apabila
tidak diimbangi dengan upaya penanggulangan bencana secara baik. Dalam
sistem penanggulangan bencana seharusnya dilakukan mitigasi, kesiapasiagaan,
serta tanggap darurat dan pemulihan pasca bencana.5 Dari beberapa upaya
penelitian yang dilakukan terkait dengan terjadinya bencana banjir tahunan di
seputaran danau tempe, disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah,
tingguinya debit air, tingginya sedimentasi yang disebabkan oleh meluapnya
eceng gondok, kepadatan pemukiman di seputaran bantaran danau tempe yang
sekaliguas sebagai daerah sentra pertanian dan holtikultura. Oleh karena itu,
ketika debit air danau tempe meluap, maka rumah warga dan sekaligus lahan
pertanian mengalami kebanjiran atau terdampak serius terhadap banir yang
melanda.6 Implikasi besar dari bencamna banjir yang melanda lokasi seputaran
danau tempe yang sekaligus sebagai sentra penghasil pertanian dan holtikultura,
maka menyebabkan terjadinya penurunan tingkat ekonomi masyarakat akibat
banjir. Dengan kata lain, seringnya terjadi banjir di danau tempe, berdampak
serius terhadap meningkatnya jumlah kemiskinan pada masyarakat sekitar
bantarana danau tempe tersebut.7
5
Nurjannah dkk. 2007; Priambodo 2009
6
Erwin Musda. “Analisis Mitigasi Nonstruktural Bencana Banjir Luapan Danau
Tempe”, Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Kebiojakan Publik,
http://dx.doi.org/10.18196/ jgpp.2014.0021, hal. 660.
7
Lihat . Muhammad Sukirman.
Kondisi banjir yang terjadi setiap tahun di Kabupaten Wajo yang mengakibatkan
Kemiskinan. Karena masyarakat yang dulunya mengelola pinggir danau sebagai
sumber kehidupan ikut terdampak. Akhirnya masyarakat memilih tinggal di atas
air dengan konsep rumah apung. Rumah Apung pada awalnya merupakan tempat
bagi nelayan untuk beraktifitas akibat banjir tahunan. Pendirian rumah apung
sebagai bentuk efektifitas trasportasi ke darat saat musim kemarau dan ketengah
danau saat musim banjir untuk menangkap ikan. Jika musim kemarau masyarakat
mengelolah lahan dipinggir danau Tempe. Hal ini merupakan kondisi
menguntungkan bagi mereka sehingga tidak terdampak kondisi banjir tersebut.
Rumah apung terletak di Danau Tempe yang berada di Desa Salotengga Dan
Salopokko, Kecamatan Sabbangparu Kabupaten Wajo yang menjadi sumber mata
pencaharian oleh etnis bugis yang tinggal di Danau Tempe. Bedasakan Data Naig
Naidah jumlah rumah apung yang berada Danau Tempe adalah 115 buah yang di
huni sekitar 500 jiwa orang. Bagi masyarakat Nelayan di Danau Tempe, perairan
danau bukan semata-mata dunia materi yang bernilai ekonomi sebagai tempat
penangkapan ikan, tempat bermukim di atas air yang nyaman, tetapi danau juga
adalah sebuah misteri yang menyimpan nilai Histori .
Dewasa ini Floating House (Rumah Apung) merupakan hal yang menarik
sebagai wujud refleksi budaya tradisional masyarakat Bugis dengan struktur
rumah tanpa tiang dan dibagian bawah berbentuk rakit dari bambu yang
mengapung di atas air. Semangat dari rumah apung adalah Survive dari bencana
banjir setiap tahunnya, sehingga masyarakat danua Tempe memutuskan membuat
rumah apung. upaya survive ini merupakan sebuah proses histori. Nilai Survive
inilah yang kita artikan sebagai nilai histori masyarakat danau Tempe untuk
bertahan hidup dan proses mengaduh nasib inilah yang merupakan konsep awal
rumah apung di Danau Tempe.
Dalam konteks wisata Danau Tempe memiliki kekayaan yang luar biasa
bukan hanya sekedar kekayaan sumber daya hayati. Tetapi juga mempunyai objek
wisata yang cukup potensial salah satunya adalah pemanfaatan rumah apung
sebagai tempat wisata Danau Tempe. Perlu diketahui bahwa danau tempe
merupakan muara sungai Wallanae dan sungai Cendrana. Danau tempe
memberikan view yang sangat indah. Maka masyarakat Wajo memanfaatkan
potensi itu sebagai tempet bertahan hidup dari banjir yang berkepanjangan. Data
terakhir hari ini bahwa rumah apung dimanfaatkan sebagai hunian, homestay
wisatawan. Pada tahun 1980-1990 jumlah rumah apung diperkirakan mencapai
100 unit dan posisinya tersebar di sejumlah titik danau. Saat ini jumlah rumah
apung yang berpenghuni hanya sekitar 20 unit.
Danau Tempe selain menjadi potensi wisata juga memiliki nilai
kebudayaan yang masih di junjung tinggi oleh masyarakat sekitar. Salah satunya
tradisi maccerak tappareng sebagai persembahan yang di lakukan oleh masyarakat
dalam mengawali musim penangkapan, yang dimaknai sebagai upacara bersaji
untuk sedekah bumi atau tolak bala. Upacara maccerak tappareng sebagai bentuk
kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya yang masih dipertahankan hingga
saat ini Dengan berbagai keunikan dan keindahan alam yang disajikan, danau
tempe menjadi salah satu objek wisata yang sangat unik yang dimiliki bangsa
Indonesia.
C. Tujuan penelitian
D. Manfaat
1. Manfaat Akademis
Penelitian ini bemanfaat sebagai potensi ilmu pengetahuan,
terutama bidang ilmu narasi Sejarah mengenai nilai Histori dan tradisi
budaya masyarakat di danau tempe.
2. Manfaat Praktis
Manfaat lain ini secara praktis ialah sebagai Langkah awal dalam
upaya pengembangan potensi wisata danau tempe.
E. Keutamaan Penelitian
Sebagai wadah penginformasian akan pentingnya nilai sejarah,
budaya dan pengembangan potensi wisata yang ada di danau tempe
H. Luaran Penelitian
Artikel Ilmiah dan Poster bercetak dan Poster Online
2. Metode Wawancara
Metode wawancara. Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi
mendalam tentang bagaimana masyarakat yang terdampak banjir dapat bertahan
hidup dari bencan atersebut. Disisi yang lain, wawancara dapat digunakan untuk
menangjkap narasi mendalam tentang bagaimana upaya mereka dapat ebrtahan
dan keluar dari bencana banjir, kemiskinan, dan pada akhirnya mmeutuskan untuk
membuat rumah apung.
Metode sanagt penting , karen ammeadukan data tertulis dengan data lkisan yang
kediuanya saling melengkapi barsi historis terhadap pembentukan rumah apung,
baik dalam konteks awal pembentukannya, maupun orientasi kedepan tentang
pemanfaatan rumah apung bagi pariwisata Kabuopaten Wajo.
Metode wawancara dipakai untuk mewawancarai salah satu tokoh masyarakat,
dengan maksud tertentu yang terdiri dari pewawancara dan
narasumber. Melalui wawancara tersebut diharapkan dapat
menggali data dan Informasi.
B. Tahapan Penelitian yang akan di Terapkan
1. Perencanaan
- Mengidentifikasi Masalah
- Menformulasikan Masalah
2. Pelaksanaan
- Penghimpunan Data
- Analisi Data
C. Prosedur Penelitian
- Merumuskan masalah
- Mengumpulkan Data
- Menguji Hipotesa
- Menentukan kesimpulan