Anda di halaman 1dari 6

SEJARAH DANAU RANAU

Guru Pembimbing : Astri Astuti, S.Pd


Disusun Oleh:
Yogi Bakhtiar

MADRASAH ALIYAH AL-ISTIQOMAH


DESA SUMBER HARJO
KECAMATAN BUAY MADANG TIMUR
KABUAPTEN OKU TIMUR
TAHUN AJARAN 2023 / 2024
SEJARAH DANAU RANAU

AWALNYA adalah letusan yang dahsyat dari sebuah gunung berapi. Letusan itu
mengakibatkan tanah terbelah menjadi semacam jurang yang memanjang. Sungai besar yang
sebelumnya mengalir di kaki gunung berapi itu kemudian menjadi sumber air utama yang
mengisi belahan akibat letusan itu.
Air terus-menerus mengalir ke dalam belahan yang menyerupai lubang besar. Dan lama-
kelamaan lubang besar penuh dengan air. Lalu, di sekeliling danau baru itu mulai ditumbuhi
berbagai tanaman, di antaranya tumbuhan semak yang oleh warga setempat disebut ranau. Maka
danau itu pun dinamakanlah Danau Ranau.<>
Itulah legenda terjadinya Danau Ranau. Sisa gunung api itu kini menjadi Gunung
Seminung yang berdiri kokoh di tepi danau berair jernih tersebut.
Dari masa ke masa, Danau Ranau menjadi saksi kisah dan legenda masyarakat Banding
Agung. Salah satu kisahnya adalah legenda Si Pahit Lidah dan Si Mata Empat. Mereka berdua
adalah dua jawara yang amat disegani oleh lawan-lawannya.
Karena masing-masing jawara itu penasaran dengan kekuatan lawan, suatu kali mereka
bertemu untuk mengadu kesaktian. Pertarungan itu bukan pertarungan kemampuan bela diri,
tetapi menguji kesaktian. Pemenang ditentukan dengan cara masing-masing kesatria itu
bergantian tidur menelungkup di bawah rumpun bunga aren. Siapa yang mampu menghindari
terjangan bunga aren yang dipotong, menjadi pemenang.
Disepakati Si Mata Empat yang terlebih dulu tidur menelungkup di bawah bunga aren
itu. Ketika bunga aren dipotong oleh Si Pahit Lidah dan deras menghujam ke tanah, ternyata
dengan gesit Si Mata Empat mampu menghindar. Itu karena Si Mata Empat memiliki dua mata
di belakang kepalanya hingga dengan mudah menghindar ketika bunga aren yang lebat dan berat
itu meluncur ke bawah.
Giliran Si Pahit Lidah tidur menelungkup di bawah gugusan bunga aren itu. Si Mata
Empat kemudian memanjat pohon dan memotong bunga aren. Gugusan bunga yang berat itu
segera menghujam tubuh Si Pahit Lidah. Ia tewas karena tidak mampu menghindar dari
terjangan gugusan bunga aren.
Si Mata Empat menang, namun ia penasaran. Sebuah pertanyaan mengganggu dalam
hatinya, “Benarkah lidahnya pahit seperti julukannya?” tanya Si Mata Empat dalam hati.
Dengan penasaran ia kemudian mencucukkan jarinya ke mulut Si Pahit Lidah yang tewas. Lalu
perlahan-lahan jari yang telah mengenai liur Si Pahit Lidah itu diisap oleh Si Mata Empat.
Ternyata air liurnya mengadung racun sehingga Si Mata Empat pun mati.
Mereka kemudian dimakamkan di tepi danau tersebut. Mereka menjadi bagian makam
leluhur warga Ranau yang disemayamkan di sekitar danau tersebut. Karena itu, setiap kali warga
Ranau berziarah ke makam mereka sebelum mengadakan hajatan besar, semisal Festival Danau
Ranau, Juli lalu.
Warga Banding Agung mengatakan, kedekatan dengan para leluhur itu merupakan
bagian dari hidup warga setempat. Mereka memiliki penghormatan pada tradisi itu. Warga
menjaga dengan sungguh-sungguh warisan alam itu dengan baik. Oleh karena itu, keaslian
Danau Ranau tetap terjaga, dan tak ada yang memungkiri keelokan danau tersebut.
DANAU Ranau memang memiliki pesona. Bagamaina tidak? Bekas letusan gunung
berapi tersebut seolah membentuk panggung alam yang elok. Gunung Seminung yang
menjulang 1.880 meter di atas permukaan laut menjadi latar belakang yang penuh dengan
nuansa magis. Tebing dan barisan perbukitan menjadi pagar pembatas panggung megah itu.
Hamparan sawah yang hijau berpadu dengan air Danau Ranau yang biru seolah menjadi
pelataran tempat berbagai jenis ikan berenang, menari. Butir-butir kopi yang merah seakan-akan
menjadi pemanis keindahan itu. Keelokan itu menjadi lengkap dengan bingkai indah pantai
berpasir dan kerikil putih yang ada di sepanjang tepi danau itu.
Pada pandangan pertama, kesemarakan alam itu memikat mata. Penat karena harus
duduk melipat kaki di mobil perlahan hilang, berganti kesejukan ketika merendam kaki telanjang
ke dalam air danau yang dingin. Air terjun yang indah dan pemandian air panas membuat segala
kejenuhan lenyap. Tubuh pun segar kembali.
Namun sayang, kekayaan itu tak tergarap apik. Tebaran pesona Danau Ranau yang
memikat terasa kurang mengikat dan membekaskan niat untuk kembali lagi, lantaran sebagai
kawasan wisata Danau Ranau yang luasnya lebih dari 44 kilometer persegi itu belum memiliki
daya dukung yang memadai.
Setidaknya hanya terdapat dua losmen dan satu hotel kecil di Banding Agung, sebuah
kecamatan yang berada di tepi danau tersebut. Kalaupun ada wisma yang lebih bagus itu adalah
sebuah peristirahatan yang dikelola oleh PT Pusri. Selebihnya adalah home stay yang dikelola
warga. Tiap kamar di rumah penduduk yang disewakan sebagai home stay itu dihargai Rp
30.000.
SAYANG memang, kawasan yang masih asli itu belum digarap dengan sungguh-
sungguh. Promosi pariwisata yang digalang Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ogan Komering
Ulu, Sumatera Selatan, lewat Festival Danau Ranau belum juga memancing minat investor.
Promosi yang digalakkan oleh Pemerintah Kabupaten Lampung Barat lewat Festival Teluk
Setabas pun hingga kini belum juga mendatangkan investasi.
Pengelolaan kawasan yang berada di dua kabupaten dan dua provinsi itu tampaknya
membutuhkan angin segar atau napas baru agar keelokan Danau Ranau terus berdetak dan
menggetarkan minat pelancong untuk datang kembali.
Memang ada baiknya jika kedua pemerintah daerah itu melakukan share untuk
mengelola kawasan itu sehingga mampu mendatangkan kemakmuran bagi warga di sana.
Sayang jika setelah kelelahan akibat perjalanan selama enam jam dari Bandar Lampung, Danau
Ranau kurang membangkitkan minat untuk kembali lagi.
Mungkin perlu disiasati dengan membangun tempat wisata yang meskipun kecil tetapi
membuat pelancong tidak jenuh. Pemerintah Kabupaten Lampung Barat sudah mencoba
membuat gardu pandang di sebuah bukit antara Liwa dan Bukit Kemuning. Sayangnya, gardu
pandang itu juga kurang dirawat dengan baik. Selain itu, pemandangan di kaki bukit masih
didominasi perkebunan kopi yang masih baru.
Danau Ranau memang belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Danau Toba di
Sumatera Utara. Kawasan yang terletak di kaki Puncak Pusubuhit itu memiliki sarana perhotelan
dan jaringan jalan yang bagus.
Meskipun terus terancam pembabatan hutan, pada bagian tertentu hutan pinus di kawasan
itu tetap dijaga. Selain itu, adat kebiasaan setempat serta potensi lokal dipelihara sehingga
mengundang turis-baik dalam maupun luar negeri-selalu ingin kembali lagi ke sana.
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kawasan kedua danau tersebut tidak jauh
berbeda. Dari Medan dibutuhkan waktu sekitar esmpat jam untuk mencapai Parapat, kecamatan
yang berada di tepi Danau Toba. Sementara itu juga dibutuhkan waktu lima jam hingga enam
jam dari Bandar Lampung untuk mencapai Danau Ranau.
Waktu yang panjang setidaknya dapat disiasati dengan pariwisata yang mengetengahkan
perkampungan adat, sejarah perkebunan lada, atau pariwisata perkebunan.
Itu perlu dilakukan karena jalur menuju Danau Ranau juga melewati Kotabumi,
Kabupaten Lampung Utara, yang menyimpan sejarah kejayaan perkebunan lada masa silam.
Selain itu, di sepanjang jalan menuju Danau Ranau banyak terdapat rumah tradisional Lampung.
Jika kawasan itu dikelola dengan baik, tidak tertutup kemungkinan perkampungan tradisional itu
pun berkembang menjadi kawasan wisata.
Fasilitas Wisata Danau Ranau Terus Ditambah

danau ranau di kabupaten OKU Selatan/RMOLSumsel-masnadi

RMOL.Revitalisasi Pariwisata Kabupaten OKU Selatan, khususnya Danau Ranau, tak


cukup hanya direhab secara fisik. Ada persoalan yang mestinya jadi fokus yakni persoalan
sampah di 3 danau yaitu Kecamatan Banding Agung, Kecamatan Warkuk Ranau Selatan, dan
Kecamatan BPRRT.
"Sampah merupakan persoalan besar karena merusak keindahan, di samping ekosistem di
dalamnya terancam punah," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar)
Kabupaten OKU Selatan Bahdozen Hanan, kepada Rakyat Merdeka Online Sumsel kemarin.
Menurut pria yang memiliki koleksi ribuan kaset lagu lawas ini, salah satu agenda rutin adalah
Jumat bersih. Ini bentuk kecintaan warga di sekitar kawasan wisata.
"Kedepan akan ditambah satu unit mobil pengangkut sampah untuk Kecamatan Warkuk
Ranau Selatan," kata Bahdozen.
Bupati OKU Selatan, lanjut Bahdozen, dalam revitalisasi objek wisata Danau Ranau
harus didukung oleh semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Semuanya harus bersinergi.
Tahun ini dilakukan pembangunan Objek Wisata Air Panas yang berlokasi di kaki Gunung
Seminung.
“Beberapa waktu lalu, Bupati mengoreksi pembangunan Objek Wisata Air Panas
tersebut. Bupati menginginkan saat mandi air panas wisatawawan tetap merasakan kesejukan,
tidak terkena langsung sinar matahari. Jadi harus ditambah desain atap tanpa menutupi panorama
Danau Ranau,” imbuh Bahdozen.
Bupati, lanjutnya, akan merehab Mess Pemerintah Daerah di Banding Agung dengan
melengkapi semua fasilitas penunjang. Demikian juga dengan Mess Air Terjun Subik. Rehab
akan dilakukan tahun ini. Kemudian sarana penunjang untuk olahraga Jet Ski dan Banana Boat
akan ditambah secara bertahap.
“Bupati menginginkan Danau Ranau ini menjadi obyek wisata yang mampu bersaing di
tingkat nasional maupun internasional," tutup Bahdozen.[masnadi]

Anda mungkin juga menyukai