Anda di halaman 1dari 2

Jalur rempah: alur budaya untuk pengembangan budaya bahari dan literasi maritim nusantara

Kalimantan Selatan dengan latar belakang komoditas utama “lada”

Potensi maritim kalimantan selatan sangat besar terutama yang berkaitan dengan sungai. Saya
menduga bahwa banyak generasi muda yang belum mengerti apa itu jalur rempah dan apa
kaitannnya dengan kalimantan selatan, dan apa pentinya kita memahami tentang ini.

Kesimpulannya kita percaya bahwa dalam konteks jalur rempah terdapat pertukaran budaya, agama,
peradaban, bahasa, dan sosial. “Indonesia jadi tuan rumah dari peradaban besar, terutama Asia
Timur, Tiongkok, India, dan Eropa atau dikenal dengan “melting pot”. Keseluruhannya saling
memengaruhi secara positif.

Pertanyaan siswa:

1. Jika Kalimantan Selatan manjadi jalur rempah adalah karena komoditi ladanya, lalu
mengapa sekarang kita tidak memanfaatkan euforia sejarah. Harusnya kita maju dengan
terbukanya perdagangan dan pesatnya media informasi dan pemasaran. Mengapa
sekarang rempah terutama lada tidak lagi menjadi komoditi andalan kalimantan yang
bisa berkontribusi untuk perekonomian negara saat ini? Apakah lada dan rempah
lainnya yang mengalami pengurangan nilai alias tidak seberharga dulu ataukah kita yang
tidak belajar sejarah dan tidan pandai mengelola potensi?
2. kita percaya bahwa dalam konteks jalur rempah terdapat pertukaran budaya, agama,
peradaban, bahasa, dan sosial.
Anita Noviana/SMKN 4 BANJARMASIN/Dalam sejarah Indonesia terutama dalam narasi
dan materi pendidikan kita, cukup pupuler dengan “silk road” atau jalur sutra, namun
istilah “jalur rempah” sedikit kurang familiar. Jika kita merunut pada sejarahnya istilah
jalur sutra dipopulerkan oleh geografer Jerman Ferdinand von Richthofen pada abad ke-
19 untuk menyebut jalur perdagangan melalui Asia yang menghubungkan antara Timur
dan Barat. Padahal kita tahu dalam jalur sutra itu sendiri komoditi yang dibawa tidak
hanya sutra melainkan bahwa “rempah”lah komoditi yang paling banyak. Saya kira
untuk bisa mempopulerkan jalur rempah nusantara perlu kerja keras terutama publikasi
di dunia internasional, sedangkan dalam negara kita sendiri diduga banyak generasi
muda yang belum mengerti apa itu jalur rempah dan apa kaitannnya dengan daerah-
daerah nusantara yang waktu itu masih berbentuk negara tradisional, dan apa pentinya
kita memahami tentang ini.
Inti pertanyaan saya adalah Bagaimana kita Kalimantan Selatan khususnya dan Indonesia
umumnya sebagai sebuah negara modern bisa menasionalisasikan “jalur rempah”
sebagai sebuah kekayaan sejarah? dan “Bagaimana Tindakan kita menyikapi potensi
besar maritim bahkan potensi ekonomi juga di Era revolusi industri? terutama
persaingan dengan China yang sudah jauh maju meninggalkan kita dengan mengusung
jalur sutra baru New Silk Road Economic Bel (daratan) dan Century Maritime Silk Road
(lautan) dan sekarang proyek One Belt One Road oleh China sudah berjalan.

3. Kita tahu bahwa dalam sejarahnya di awal abad ke 17 Nusantara masih dalam era
negara-negara tradisional.
Kemudian, yang tidak kalah penting adalah merevisi dan mereformasi sejarah nusantara
sendiri melalui jalur edukasi, mengaitkannya dengan kurikulum agar tujuan nasionalisme
melalui jalur rempah bisa tercapai.
4. Kita amati generasi muda Banjar sekarang banyak yang tidak mengerti Bahasa dan istilah
Banjar. Padahal Bahasa dan istilah Banjar syarat akan makna dan filosofi hidup, serta
identitas orang Banjar. Bahasa Banjar kalah pamor dengan Bahasa gaul yang tersebar di
media sosial hingga ke era budaya popular korea. Kemudian pada jalur edukasi, seperti
pelajaran mulok di sekolah-sekolah Bahasa Banjar juga tidak diwajibkan lagi. Bagaimana
kita menyikapi hal tersebut dan bagaimana upaya untuk melestarikan Bahasa Banjar
sebagai identitas kita.

Anda mungkin juga menyukai