Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budaya Indonesia merupakan kebudayaan yang dapat di artikan sebagai kesatuan
dari kebudayaan seluruh wilayah yang ada di Indonesia. Untuk menumbuhkan
rasa cinta Indonesia dalam rangka mengembalikan jati diri bangsa Indonesia,
perlu di galakkan kembali karena sekarang ini Indonesia sedang mengalami nilai-
nilai pergeseran dari kebudayaan local, yaitu kebudayaan asli Indonesia kepada
mulainya kecintaan terhadap budaya asing. Dengan majunya teknologi di mana
informasi apa saja bisa masuk dalam kehidupan masyarakat, kita turut pula
mempengaruhi tergesernya nilai-nilai budaya Indonesia ini. Oleh karena itu,
penulis akan mengangkat “Masalah Keluarga dan Budaya yang Ada Di
Indonesia” dimana budaya tersebut kita kenalkan kepada bangsa Indonesia dan
untuk menjaga dan melestarikannya.

B. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana budaya keluarga Betawi?
2.      Bagaimana budaya keluarga Sunda?
3.      Bagaimana budaya keluarga Jawa Tengah?
4.      Bagaimana budaya keluarga Jawa Timur?
5.      Bagaimana budaya keluarga Batak?
6.      Bagaimana budaya keluarga Lombok Timur?
7.      Apa masalah keluarga di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
1.3.1        Tujuan Umum
Untuk memberikan gambaran tentang budaya keluarga di Indonesia dan masalah
keluarga di indonesia.
1.3.2        Tujuan Khusus
1.    Untuk menjelaskan budaya keluarga Betawi .
2.    Untuk menjelaskan budaya keluarga Sunda .
3.    Untuk menjelaskan budaya keluarga Jawa Tengah.
4.    Untuk menjelaskan budaya keluarga Jawa Timur.
5.    Untuk menjelaskan budaya keluarga Batak.
6.    Untuk menjelaskan budaya keluarga Lombok Timur.
7.    Untuk menjelaskan masalah keluarga di Indonesia.

1.4  Manfaat Penulisan


1.4.1        Manfaat Teoritis
Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mahasiswa tentang.

1.4.2        Manfaat Praktis


1.    Menambah pengetahuan mahasiswa dan masyarakat tentang budaya keluarga
Betawi.
2.    Menambah pengetahuan mahasiswa dan masyarakat tentang budaya keluarga
Sunda.
3.    Menambah pengetahuan mahasiswa dan masyarakat tentang budaya keluarga
Jawa Tengah
4.    Menambah pengetahuan mahasiswa dan masyarakat tentang budaya keluarga
Jawa Timur
5.    Menambah pengetahuan mahasiswa dan masyarakat tentang budaya keluarga
Batak.
6.    Menambah pengetahuan mahasiswa dan masyarakat tentang budaya keluarga
Lombok Timur.
7.    Menambah pengetahuan mahasiswa dan masyarakat tentang masalah keluarga di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Budaya Betawi
Studi tentanag masyarakat Betawi yang dilakukan oleh beberapa pakar,
lebih berorientasi pada kawasan Kali Besar dan sekitarnya. Kawasan Kali Besar
dan sekitanya sejak abad ke-12 memiliki peran yang amat penting ketika
kekuasaan Sunda Pajajaran membangun Pelabuhan Sunda Kelapa. Di sana
pemukiman dan pasar berkembang dengan cepat meskipun kawasan tersebut
bukan pemukiman pertama di Sunda Kelapa. Pemukiman dan pasar muncul
sebagai unsure pendukung berfungsinya Pelabuhan Sunda Kelapa. Kantor-kantor
penguntip cukai dan tempat-tempat penimbangan barang didirikan oleh penguasa
Sunda Pajajaran. Dapatlah dipahami jika studi tentang masyarakat Betawi tempo
dulu dari segi geografis diidentikkan dengan kawasan Kali Besar. Oleh karena itu,
pakar yang menganut pendekatan ini disebut sebagai penganut mazhab Kali
Besar. Mazhab Kali Besar menganggap bahwa bahasa yang digunakan di kawasan
Kali Besar mencerminkan bahasa Betawi secara keseluruhan, seperti halnya
mereka menganggap bahwa populasi Kali Besar dan sekitarnya adalah sama
dengan populasi Betawi.
Pola pikir pakar mazhab Kali Besar bertitik tolak dari runtuhnya Keraton
Jayakarta yang diserbu pasukan Jan Pieterszon Coen pada tahun 1619. Keraton
Jayakarta yang didirikan di tepi Kali Besar itu dibakar dan seluruh penghununya,
baik kerabat keraton maupun rakyat biasa, diusir keluar dari kawasan Kali Besar.
Coen membangun kota baru. Untuk itu, Coen mendatangkan budak dari berbagai
penjuru Nusantara dan dari luar negeri, seperti Arakan (Burma), Andaman, dan
Malabar (India). Budak-budak inilah yang menurut pandangan Castle merupakan
leluhur orang Betawi. Muhadjir kemudian menyimpulkan bahwa bahasa kreol
yang dipakai para budak tersebut merupakan acuan bahasa Betawi.
Pada zaman Neolitikum, di kawasan Condet ditemukan kapak genggam
yang dapat digunakan sebagai petunjuk bahwa di daerah tersebut terdapat
komunitas purba yang pernah tinggal disana. Kemudian pada abad ke-5 M di
Simpang Tiga Keramat Tunggak, Tanjung Priok ditemukan batu bertulis dari
zaman Kerajaan Tarumanegara, prasasti tersebut menggunakan sandi dari
Portugis. Orang Betawi pada saat itu menyebut prasasti tersebut Tunggak dan
menganggapnya sebagai keramat sehingga nama kampong itu disebut Keramat
Tunggak.
Dalam prasasti itu dijelaskan tentang penggalian Sungai Chandrabagha
yang kemudian dikenal sebagai sungai Bekasi. Sungai Chandrabagha digali
sepanjang 12 km menuju ke Laut Jawa dalam waktu 21 hari oleh Raja
Purnawarman. Berdasarkan prasasti Tugu dapat diperkirakan rentang kendali
politik Tarumanegara meliputi aliran Sungai Citarum, Marunda, Ancol, Angke,
dan Kalimati.
Perkembangan keluarga Betawi dibayangi oleh warisan penelusuran
sejarah etnik Betawi. Warisan yang melekat pada keluarga Betawi adalah nilai-
nilai spiritual islam. Orang Betawi akan mendapat restu untuk menikah bila calon
pasangannya beragama islam. Keluarga sebagai unit terkecil ini berpusat pada
ayah, hubungan ayah dengan anak dan istri bersifat primer. Figure ayah amat
dominan dalam keluarga Betawi, tetapi hubungan orang tua-anak dan hubungan
suami-istri tidak mempunyai tata krama yang jelas. Hal ini dapat dilihat dari
kehidupan sehari-hari keluarga Betawi, seperti anak dapat memanggil ayah atau
ibunya hanya dengan nama saja dan istri dapat memanggil suami dengan
menyebut namanya langsung.
Keluarga Betawi yang berpusat pada ayah (Patrifocal-Family) berasal dari
implementasi nilai-nilai spriritual Islam ke dalam keluarga Betawi. Kuatnya nilai-
nilai spiritual Islam ke dalam keluarga dapat dilihat pada keluarga Betawi yang
lebih menganjurkan putra-putri mereka bersekolah di sekolah agama daripada di
sekolah umum. Anak lelaki keluarga Betawi mendapat perhatian yang lebih baik
daripada anak perempuan mereka. Anak lelaki lebih mendapat perhatian
pendidikan, asupan gizi, warisan, dan bila terjadi konflik antara anak yang
berlainan jenis. Pandangan keluarga Betawi dalam pendidikan anak dan
perbedaan memperlakukan anak menyebabkan anak laki-laki Betawi jarang yang
berpendidikan tinggi dan anak perempuan tetap tinggal dirumah.
Keluarga Betawi pada umumnya menghidupi keluarganya dengan
pekerjaan tidak tetap, berdagang, mengharapkan hasil kebun, dan kontrakan atau
menyewakan rumah. Untuk melangsungkan pesta perkawinan, khitanan, atau
keperluan lain yang lebih besar, keluarga Betawi pada umumnya menjual kebun
atau sebagian rumahnya. Hal ini menyebaban mereka terpinggirkan oleh kaum
pendatang yang lebih ulet, mempunyai pendidikan, dan memeiliki budaya
menabung.
Aspek Demografi
Jumlah etnik Betawi sampai saat ini elum diketahui pasti sebab sejak
sensus penduduk tahun 1960, kategori etnik ditiadakan. Jumlah orang-orang
Betawi dapat diperkirakan 980.863 jiwa yang terdiri dari 480.383 jiwa laki-laki
dan 500.476 jiwa perempan pada tahun 1930
Seiring dengan perkembangan Jakarta sebagai Ibukota negara Indonesia
etnik Betawi mengalam perkembangan yang pesat. Etnik Betawi yang telah
melakukan perkawinan antarsuku dan mengubah pandangan terhadap pendidikan
anak saat ini yang telah sanpai ke jenjang pendidikan tinggi berupaya memberi
pola asuh yang sama untuk laki-laki dan perempuan. Sosialisasi dengan berbagai
ragam budaya di metropolitan dan masuknya nilai-nilai global berdampak pada
modernitas keluarga Betawi. Orang Betawi telah ada yang bekerja di kantor,
menjadi pengusaha, elit politik, dan pejabat pemerintah. Kaum etnik Betawi asli
saat ini terdesak ke daerah pinggir Jakarta jika dibandingkan dengan Betawi
keturunannya dan kaum pendatang yang melahirkan di tanah Betawi.
Pada era otonomi daerah dan pengembangan sesuai dengan potensi
wilayah, pemerintah DKI Jakarta masih belum menyentuh kebutuhan esensial
keluarga Betawi, seperti pendidikan, sandang, pangan, dan lain-lain. Di sisi lain,
otonomi daerah oleh keluarga Betawi dipandang sebagai kesempatan untuk
meraih kembali hal-hal yang dulunya pernah mereka miliki dengan berbagai cara
sehingga menmbulkan konflik antara enik Betawi asli dan Betawi keturunan,
yaitu kaum pendatang yang telah bernak-pinak di Jakarta. Para Betawi keturunan
oleh kaum kampung asalnya telah dianggap sebagai keluarga Jakarta.
Pembangunan Betawi oleh kampung asalnya telah dianggap sebagai keluarga
Jakarta. Pembangunan Betawi oleh pemerintah DKI Jakarta, masih sebatas Betawi
sebagai cagar budaya dan nilai-nilai tradisionalnya. Pembangunan seharusnya
lebih mengembangkan potensi dan kearifan local yang dimilki oleh keluarga
Betawi.
Nilai-nilai yang dianut keluarga Betawi
Keluarga Betawi memiliki pandangan ‘banyak anak banyak rejeki’,
pendidikan agama harus nomor satu, menjadi kebanggaan bagi kaum laki-laki jika
memiliki istri lebih dari satu, dan anak laki-laki harus lebih pandai dari anak
perempuan. Keluarga Betawi umumnya memiliki anak lebih dari tiga.
Penduduk betawi beranggapan bahwa pendatang adalah penjajah yang
merebut rumah dan kebun mereka, padahal mereka menjual tanah dan kebun
untuk menghidupi keluarga mereka sendiri. Keluarga Betawi umumnya
berkelompok beberapa generasi dalam satu rumah, rumah besar disekat-sekat,
atau bersebelahan dengan saudara lain. Keluarga Betawi memiliki rasa gotong
royong yang tinggi, kompak dalam menghadapi persoalan anggota keluarganya,
tetepi dalam membela anggota keluarga tersebut acapkali tidak berdasarkan
pertimbangan logis, lebih pada pertimbangan perasaan dan kedekatan
kekerabatan.
Bentuk-bentuk keluarga dan system ikatan persaudaraan Betawi
Pada keluarga Betawi dijumpai bentuk keluarga inti, keluarga besar dan
orang tua tunggal yang dapat ditemukan pada keluarga dengan kepala keluarga
perempuan. Orang Betawi cenderung menikah diusia muda, dan anak mereka di
asuh oleh nenek. Ikatan persaudaraan tercermin saat hari raya lebaran, kematian,
sunatan dan melahirkan. Keluarga yang lebih muda dating dengan membawa buah
tangan walaupun keluarga yang lebih tua lebih kaya.dalam satu ahun hari raya
idul fitri wajib datang meskipun sering berkunjung di luar idul fitri, bila pada hari
raya tidak hadir, mereka dianggap menjauhi keluarga.
Nilai-nilai dan strategi koping
System nilai dan ideology dipengaruhi oleh budaya sebelum datangnya
Islam, yaitu unsure-unsur Hindu dan tradisional, Kristen Katolik dan Protestan,
tradisional Jawa dan Sunda, serta agama Islam. Figure suami dan ayah amat
dominan, bila ada konflik dalam keluarga, pengambil keputusan ayah. Peran
normative dan otoriterakan mempengaruhi aatumbuh kembanganak Betawi
menjadi mandiri,minder, ragu-ragu dan tidak memiliki inisiatif. Bila dilihat dari
bahsa sehari-hari yang dignakan, bahasa betawi tidak mengenal kromo inggil
seperti keluarga jawa dan sunda.
Strategi koping yang lazim digunakan yaitu:
1.      Memiliki komitmen yang kuat untuk salingmenolong anggota keluarga yang
lain yang lebih membutuhkan.
2.      Memiliki komitmen yang kuat untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan.
3.      Memiliki ikatan kekeluargaan yang kuat, terutama pada garis keurunan ayah dan
pola dukungan yang kuat sesame keluarga Betawi.
4.      Kurang fleksibeldalam menjalankan peran setiap anggota keluarga.
Fungsi Keperawatan Keluarga
Dari tinjauan sejarah sampai saat ini, praktik keperawatan keluarga
dipengaruhi oleh nilai-nilai ajaran pra-Islam, budaya Jawa, budaya Sunda, budaya
Cina, Nasrani dan Islam. Praktik menggunakan orang pintar masih
mendominasidalam menolong anggota keluarga yang mengalami gangguan
kesehatan. Bila beberapa kali dibawa ke dukun tidak sembuh, biasanya baru
dibawa ke petugas kesehatan. Sela ke dukun mereka juga pergi ke sinse atau kyai
yang dianggap mampu mengobati gangguan kesehatan.
Dukun beranak adalah sebutan untuk dukun yang diangga ahli dalam
menolong persalinan. Dukun anak adalah sebutanuntuk dukun yang ahli mengurut
anak. Keterampilan para dukun diturunkan kepada anak cucunya, namun ada yang
berguru atau mendapat ilham dalam mimpi yang disebut dukun tiban.
Intervensi keperawatan keluarga melalui pendekatan keperawatan
transkultural dilakukan dengan strategi sebagai berikut:
1.      Mempertahankan budaya Betawi yang mendukung kesehatan setiap anggota
keluarga, misalnya praktik nuju bulan dapat mengingatkan ibu yang sedang
mengandung bahwa persalinannya sudah dekat serta meningkatkan gizi ibu dan
anggota keluarga lain termasuk tetangga.
2.      Melakukan negosiasi untuk memilih budaya Betawi yang lebih menguntungkan
kondisi kesehatannya saat ini, misalnya perempuan Betawi yang sedang
mengandung pantang makan yang amis-amis seperti ika karena khawatir bila
nanti melahirkan air ketubannya amis. Ibu hamil memerlukan protein tinggi, maka
sumber protein yang amis tersebut dapat diganti dengan sumber protein yang
tidak amis, misalnya ayam, tahu, tempe atau daging sapi.
3.      Melakukan restrukturisasi budaya Betawi yang tidak merugikan kesehatannya.
Misalnya kaum pria Betawi dewasa umumnya merokok walaupun yang
bersangkutan menderita penyakit paru kronik seperti tb paru atau asma. Perawat
menganjurkan untuk berhenti merokok dan memantaunya secara periodic,
sehingga suatu saat klien memiliki budaya baru yaitu tidak merokok.
Panggilan kekerabatan
Kata ganti orng pertama tunggal gue, aye, kite dan ane, digunakan hanya
untuk teman sebaya. Kata abang digunakan utuk pria yang lebih tua atau kenalan
yang lebih tua, sedangkan utuk perempuan dipanggil mpok. Sebutan lu, ente, dan
situ merupakan kaa ganti orang ke dua tunggal, yang digunakan kepada anggota
keluarga atau kerabat yang sebaya atau lebih muda. Sebutan die, dapat menjadi
kata ganti orang ketiga tunggal untuk semua usia dan data juga menjadi kata
gangti orang kedua tunggal. Kata ganti ketiga jamak adlah die orang. Kata ganti
orang pertama jamak yaitu kite orang, sedangkan kata mereka atau marika hanya
digunakan dalam bahasa tertulis bukan percakapan. Anak memanggil ayah dengan
sebutan babe, sedangkan untuk ibu yaitu nyak, umi dan emak. Panggilan untuk
paman encang dan utuk bibi encing, untuk kakek engkong dan untuk nenek nyai.
Implikasi keperawatan keluarga pada etnik Betawi
Asuhan keperawatan keluarga dalam etnik Betawi sebaiknya dilakukan
dengan pendekatan budaya. Pendekatan budaya dilakukan karena dipandang lebih
sensitive. Pendekatan budaya bermakna bahwa asuhan keperawata keluarga
dimulai dengan keinginan keluarga, sesuai dengan kebiasaan keluarga, sesuai
dengan sumber daya keluarga, sesuai dengan kemampuan keluarga, dan sesuai
dengan struktur serta nlai-nilai yang dianut keluarga. Asuhan keperawatan
keluarga sebaiknya mengimplikasikan hal-hal berikut:
1.      Menghargai struktur dan system nilai keluarga Betawi
2.      Mengevaluasi pemahaman tentang batasan sehat-sakit keluarga dan melibatkan
jaringan keluarga besar
3.      Aktualisasi praktik kesehatan dalam keluarga Betawi
4.      Meningkatkan keterbatasan regimen terapeutik dalam keluarga

BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Budaya keluarga di Indonesia sangat beragam. Lebih dari 20 suku
terdapat di Indonesia dan lebih dari 100 kebudayaan ada di Indonesia. Masalah
keluarga di Indonesia juga beragam, dari masalah kurangnya kemampuan
berinteraksi antar pribadi dalam menanggulangi masalah, kurangnya komitmen
terhadap keluarga, peran yang kurang jelas dari anggota keluarga, kurangnya
kestabilan lingkungan, masalah keuangan, dan masalah perceraian.

3.2  Saran
1.   Penulis diharapkan dapat memperbaiki makalah ini
2.   Penulis diharapkan dapat melengkapi kekurangan dalam makalah ini.
3.   Pembaca sebaiknya tidak terlalu menerima kebudayaan luar yang masuk ke
Indonesia
4.   Pembaca sebaiknya tidak terlalu mengikuti perkembangan kebudayaan

DAFTAR PUSTAKA
Fiana. 2013. Budaya Mempengaruhi Masalah Keluarga di Indonesai.
file:///D:/fik%20unik/tugas/budaya%20yg%20mempengaruhi%20n%20masalah
%20keluarga%20di%20ind/NURSE%20kePERAWATAN%20--%20%20Fiana
%20Fei%20Fei%20%20faktor%20yang%20mempengaruhi%20perkembangan
%20nilai%20dan%20budaya.htm (diakses pada tanggal 18 April 2013)
Sudiharto. 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan
Transkultural. Jakarta: EGC
Wikipedia. 2013. Perceraian.
http://id.wikipedia.org/wiki/perceraian.(diakses pada tanggal 18 April 2013)

Sebagian besar Orang Betawi menganut agama Islam, tetapi yang


menganut agama Kristen Protestan dan Katolik juga ada namun hanya sedikit
sekali. Menurut H. Mahbub Djunaidi kebudayaan betawi sebagai suatu subkultur
hampir tidak bisa dipisahkan dengan agama Islam. Agama Islam sangat mengakar
dalam kebudayaan Betawi terlihat dalam berbagai kegiatan masyarakat betawi
dalam menjalani kehidupan.

Di antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan


bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan
bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja
Sunda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis
membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga terbentuk
komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Kejadian ini juga berdampak terjadinya
proses pertukaran agama melalui perkawinan campuran antara orang Portugis
dengan penduduk lokal. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap
di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.
Umumnya masyarakat Betawi ini memang beragama Islam, ini dapat
terlihat dari kegiatan keagamaan sehari-hari, misalnya pada seni tari, seni musik,
dan seni suara. Tapi pada suku Betawi juga terdapat upacara adat yang berkaitan
dengan religius. Upacara-
upacara tersebut antara lain:
a.       Kekeba/upacara nujuh bulan
Kekeba adalah upacara nujuh bulan yang diadakan pada saat hamil tujuh bulan,
dan biasanya dipimpin oleh seorang dukun atau paraji.
b.      Potong Rambut
Potong rambut adalah upacara pemotongan rambut bayi yang pertama kali setelah
bayi berumur 36 hari dan upacara ini sering disebut upacara selapanan.
c.       Upacara Kerik tangan
Upacara kerik tangan adalah upacara serah terima perawatan bayi kepada pihak
keluarga yang melahirkan. Selama berlangsungnya upacara ini harus diiringi
dengan pembacaan shalawat Nabi sebanyak 7 kali.
d.      Upacara Khitanan
Upacara khitanan adalah upacara peralihan dari masa kanak-kanak memasuki
masa remaja dengan maksud agar kesehatan alat kelamin mudah dibersihkan.
Upacara ini biasanya juga disebut dengan upacara sunatan/sunat.

Sebagian besar Orang Betawi menganut agama Islam, tetapi yang menganut agama
Kristen; Protestan dan Katolik juga ada namun hanya sedikit sekali. Di antara suku
Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan
campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada
awal abad ke-16, Surawisesa, raja Pajajaran mengadakan perjanjian dengan Portugis
yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda
Kalapa sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas Portugis ini
sekarang masih ada dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.
Kebiasaan Hidup Masyarakat Betawi: Gambaran beberapa kebiasaan hidup
berkaitan dengan berkeluarga dan rumah masyarakat Betawi, khususnya di
daerah Jakarta Timur/Tenggara dan lainnya. Khusus menyoroti berbagai etika
yang harus dilaksanakan dalam hubungan antara pria bujang dengan gadis
penghuni rumah. Awalnya laki-laki akan ngglancong bersama-sama kawannya,
berkunjung ke rumah calon istrinya untuk bercakap-cakap dan bergurau sampai
pagi. Hubungan tersebut tidak dilakukan secara langsung tetapi melalui jendela
bujang atau jendela Cina. Si laki-laki duduk atau tiduran di peluaran (ruang
depan) sedangkan si perempuan ada di dalam rumah mengintip dari balik jendela
bujang. Perempuan juga tidak boleh duduk di trampa (ambang pintu). Ada
kepereayaan "perawan dilamar urung, laki-laki dipandang orang", yang artinya
perempuan susah ketemu jodoh dan kalau laki-laki bisa disangka berbuat jahat.
Maksudnya, perempuan yang duduk di atas trampa dianggap memamerkan diri
dan dipandang tidak pantas. Sementara apabila laki-laki yang melanggar trampa
dapat dianggap sebagai orang yang yang bermaksud jahat.

Muncul juga istilah ngebruk, yaitu apabila laki-laki berani melangkahi


trampa rumah (terutama rumah yang ada anak gadisnya) maka perjaka itu
diharuskan mengawini gadis yang tinggal di rumah tersebut. Karena kalau tidak
dikawinkan akan mendapat nama yang tidak baik dalam masyarakat. Pengertian
ngebruk juga disebut "nyerah diri", dalam arti si laki-laki datang ke rumah
perempuan yang ingin dinikahinya dengan menyerahkan uang atau pakaian.
Hal ini dilakukan jika belum ada persetujuan terhadap hubungan itu atau karena
kondisi keuangan yang belum memenuhi syarat.

KEPERCAYAAN DAN PANTANGAN DALAM MENDIRIKAN RUMAH


BAGI ETNIS BETAWI

Bangsa Indonesia terdiri dari multi etnis dan juga banyaknya adat kebiasaan yang
ada di masyarakat.  Sehingga banyak kepercayaan-kepercayaan yang terbawa
hingga sekarang. Di dalam masyarakat Betawi ada salah satu kepercayaan dan
pantangan dalam mendirikan rumah. Pada prinsipnya larangan dan aturan tersebut
ditujukan kepada penghuni  yang akan menempati rumah  tersebut terhindar dari
musibah dalam hidupnya.

Ada beberapa pantangan dalam mendirikan rumah, yaitu

1. Melangkahi Kayu Nangka

Stuktur dan kekuatan kayu yang berasal dari kayu nangka hampir sebanding
dengan kayu jati. Sehingga kayu nangka kerap dijadikan pilihan lain sebagai 
material pembuatan rumah. Namun tidak semua bagian rumah boleh berbahan
baku kayu nangka. Orang Betawi sangat pantang menjadikan kayu nangka sebagai
stuktur drampol atau trampa yaitu bagian kusen pintu yang berada di bawah.

Mereka percaya bila melangkahi kayu nangka nanti akan terkena penyakit kuning.

2. Garam Bata Mengusir Roh Jahat

Pada saat meratakan tanah di lokasi rumah yang akan di bangun , biasanya
masyarakat Betawi meletakkan garam bata di empat pojok bangunan dan satu lagi
diletakkan di tengah-tengah bangunan. Berdasarkan kepercayaan masyarakat
Betawi bahwa  garam memiliki kekuatan untuk mengusir roh halus yang jahat. 
Dengan meletakkan garam tersebut di tengah  ke empat penjurunya maka rumah
kelak tidak akan di ganggu makhluk halus yang jahat.

3. Pohon Cempaka Membuat Rukun Dengan Tetangga

Pohon cempaka kayunya merupakan salah satu kayu yang berbau harum.
Biasanya kayu cempaka sering digunakan untuk membuat kusen pintu bagian
atas. Bau harum dari kayu cempaka berfungsi juga sebagai pengharum ruangan
secara alami. Kayu ini di percaya dapat membuat penghuni rumah selalu dalam
keadaan baik, sehat dan rukun dengan para tetangga.

4. Kayu Asem  Bisa Meruntuhkan Wibawa

Menurut kepercayaan masyarakat Betawi , kayu dari pohon asem tidak baik
digunakan sebagai bahan bangunan rumah. Jika digunakan kelak penghuni rumah
tersebut akan memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan para tetangganya
dan juga bisa meruntuhkan wibawa sang pemilik rumah.

5. Uang Logam Agar Rezeki Lancar

Biasanya ini lebih ditujukan ke rumah Betawi tipe rumah panggung, yang
biasanya menggunakan pondasi umpak. Ketika umpak selesai di tanam, diatasnya
diletakkan terlebih dahulu uang gobang, uang receh atau uang logam. Setelah itu
baru tiang soko guru di pasang tepat d atas uang logam tersebut. Tujuannya agar
penghuni rumah jika menempati rumah tersebut nanti dilancarkan rezekinya oleh
Tuhan.

6. Bubur Penangkal Makhluk Halus

Ada satu kepercayaan dalam masyarakat Betawi untuk membuat bubur merah dan
bubur putih. Bubur tersebut kemudian di bungkus dalam daun atau di-plengsong
untuk ditempatkan di atas tiang-tiang soko guru. Hal ini digunakan untuk
penangkal dari gangguan makhluk halus yang sering mengganggu penghuni
rumah.

7. Posisi Rumah Anak harus di Sebelah Kiri Orangtua


Jika salah satu dari anak yang sudah menikah ingin mendirikan rumah di halaman
orangtuanya . Umumnya orangtua melarang mendirikan bangunan di sebelahkan
rumah. Mereka berkeyakinan bahwa nanti keluarga si anak akan kesulitan dalam
rezeki, sakit-sakitan dan juga bisa membahayakan jiwanya. Sebaiknya posisi
rumah yang akan di bangun harus di sebelah kiri rumah orangtua.

8. Pohon Kelor Penolak Teluh

Masyarakat Betawi biasanya percaya jika menanam pohon kelor di lingkungan


rumah penghuninya dapat terhindar dari teluh dan santet yang bisa mencelakakan.

9. Selamatan

Sebagian besar dari suku-suku di Indonesia , termasuk masyarakat Betawi


melakukan ritual selamatan jika selesai membangun rumah. Dalam ritual tersebut
disediakan nasi kuning, nasi putih, aneka lauk pauk, kue dan buah-buahan. Para
tetangga, kerabat, handai taulan dan tokoh masyarakat diundang untuk mendoakan
agar rumah tersebut mendapatkan berkah dan membawa kebahagiaan bagi
penghuninya. Barulah selesai selamatan rumah tersebut layak untuk ditempati.

Umur Perkawinan
Pada setiap perkawinan secara adat, umur calon pengantin ti¬dak menjadi syarat
perkawinan yang harus dipenuhi. Adat perka¬winan tidak menetapkan ketentuan
umur berapa sebaiknya sese¬orang dapat melangsungkan perkawinan. Dalam
menentukan umur, seorang wanita sudah boleh menikah jika si gadis telah
mendapat haid. walaupun tingkah lakunya masih kanak-kanakan. Demikian juga
bagi seorang laki-laki, apabila perkembangan fisiknya telah menunjukkan tanda-
tanda bahwa ia adalah seorang laki-laki dewasa atau perjaka, maka pemuda
tersebut telah dianggap matang dan siap untuk kawin. Jadi, pada masyarakat
Betawi, perkawinan dalam usia demikian itu dianggap wajar dan baik.

Pada masa sekarang, anggapan-anggapan tentang umur perka¬winan seperti yang


telah dijelaskan di atas, umur perkawinan yang demikian dianggap sebagai
perkawinan muda dan dianggap kurang baik. Dan beberapa keterangan yang
diperoleh menyatakan bahwa perkawinan yang diharapkan pada seorang anak
perempuan adalah antara 17-20 tahun, dan untuk laki-laki sebaiknya berumur
antara 22-25 tahun,. Umur demikian dianggap sudah matang dan siap untuk
berumah tangga.

Orang Betawai juga mengenal tenaga pengobatan teradisional yang


sudah tidak asing lagi dengan sebutan dukun. Dukun atau orang pintar
masih mendapatkan peran dan fungsi yang penting dalam beberapa
spesifikasinya, seperti Dukun Bayi, Dukun Sembur, Dukun Urat dan lain
sebagainya. Dukun-dukun tersebut biasaya mendapatkan keahlian
biasanya tanpa melalui pendidikan pada umumnya. Mereka medapatkan
keahliannya disamping bakat lahir yang dominan bisa juga dari warisan
pendahulu mereka, atau mendapatkan keahlian itu secara tiba-tiba yang
sering disebut dengan sebuah karomah.

Keahlian itu kemudian ditamah dengan pola-pola ritual seperti puasa dan
berpantang. Contohnya pantang memakan suatu jenis makanan seperti
garam atau makanan yang berasal dari mahluk yang bernyawa. Dizaman
sekarang dokter dan bidan sudah banyak. Rumah sakit, Puskesmas,
klinik, dan pusat kesehatan lainya pun mudah dijangkau. Meskipun ilmu
kedokteran sudah canggih namun keahlian Dukun atau orang pintar masih
tetap dibutuhkan bagi masyarakat, terutama Dukun patah tulang.

Ada dua kategori penyakit,


Penyakit Luar
Penyakit luar adalah jenis penyakit yang ada di bagian luar tubuh
manusia. Misalnya panu/panau, kurap, kadas, kudis, jerawat, kutil, mata
ikan, bisul, bengkak, terbakar, terpotong dan tertusuk benda-benda tajam.
Panu dalam bahasa Betawi disebut pano. Biasanya penyakit panu
menular, dan panuan disebabkan oleh kurangnya menjaga kebersihan
badan, jarang ganti pakaen, setiap jamur panu tumbuhnya dikulit dan kulit
yang diserang akan menampakkan warna putih, dan apabila pani
menyerang seluruh kulit, maka kulit akan Nampak berwarna putih seperti
sisik.

Panu dapat dihilangkan dan di obati, cara pengobatan bisa dengan


ramuan. Ada tiga macam jenis ramuan yang dapat menghilangkan panu.
Pertama ramuan daun kaca piring, caranya daun kaca piring direbus
kemudian airnya diminum sesuai takaran dan juga dapat digunakan
langsung untuk mandi. Atau bisa pula dengan menumbuk sampai halus
daun kaca piring kemudian dioleskan pada panu setiap hari sampai hilang
dan sembuh.

Obat panu yang kedua adalah lengkuas atau laos. Caranya lengkuas
yang sudah dikupas digosok-gosokan pada kulit yang berpanu. Lalukan
setiap hari sampai sembuh total.
Kemudian penyakit luar yang berikutnya adalah Kudis. Kudis termasuk
penyakit menular. Orang yang kena penyakit kudis akan merasakan gatal
terutama pada malam hari. Kudis menyerang daerah lipatan tubuhh,
seperti lipatan jari tangan, suku, paha, pantan. Kudis dapat disembuhkan
juga dengan ramuan daun kaca piring. Pembuatan dan cara
pegobatannya sama dengan mengobati penyakit panu.

Penyakit luar berikutnya adalah jerawat, jerawat yang sudah kita kenal
biasanya tumbuh di wajah namun tak jarang pula dibagian tubuh lainya.
Jerawat dapat diobati. Orang betawi menganjurkan dengan membuat
ramuan. Ramuan biasanya diabuat dengan bahan daun cabe rawit,
kencur dan beras. Daun caber rawit, kencur dan beras di tambah air
ditumbuk sampai halus kemudian dibuat menjadi adonan.

Kemudian adonan dibentuk menjadi bulat-bulat sebesar kelereng lalu


dijemur sampai kering. Dan bila adonan yang sudah kering tersebut akan
digunakan, adonan tinggal dibasahi hingga menjadi bedak dingin bedak
dinigin ini digosokkan merata pada wajah. Biarkan sampai kering.
Lakukanlah cara tersebut setiap malam atau menjelang tidur dengan
sabar.

Jenis Penyakit Dalam

Penyakit dalam adalah jenis penyakit yang ada didalam tubuh manusia.
Yang termasuk penyakit dalam antara lain adalah: demam, sumeng,
puyeng, asma, tampek, uluhati, mimisan, batuk, diare, cacingan, indrak,
bengek, ayan, berahma, kondor DLL.

Demam atau bisa juga disebut meriang atau panas dingin. Penyakit ini
merupakan karena kelelahan, sering terkena angin malam atau kurang
istirahat. Demam atau meriang dapat disembuhkan dengan menggunakan
daun jarak. Daun jarak ditempelkan pada bagian tubuh yang panas.
Demam dapat disembuhkan pula dengan air rebusan daun nangka
landa(sirsak) dan daun belimbing wuluh. Dengan cara merebusnya
dengan dua gelas air dan air tersebut dijadikan satu gelas lalu air itu
diminum setiap hari sampai sembuh.

Tampek atau disebut juga dengan campak.  Gejala penyakit ini antara
lain: panas, lemas, batuk, selaput mata merah, bercak putih dimulut,
panas lalu tumbuh bercak merah dibadan. Campak bisa diobati dengan
ramuan daun jeruk, 7 helai daun jeruk dicampur dengan kunyit, lalu
bahan-bahan itu ditumbuk dampai menjadi adonan. Oleskan adonan
tersebut keseluruh badan setiap hari. Obat lain yang berupa ramuan
adalah daun dan buah asam. Daun dan buah asam diremas dalam air
matang lalu air remasan disaring dan sisa saringannya dibuat adonan. Air
saringan diminum. Dan adonannya dioleskan pada badan. Lakukan setiap
hari sampai sembuh.

Asma atau juga bisa dibilang bengek. Asma atau sesak nafas dan
penyakit asma juga dapat disembuhkan. Obatnya adalah campuran
ramuan kencur, bawang merah, dan daun sirih. Caranya, bawang dan
kencur dibungkus daun sirih lalu dikunyak dan ditelan. Ataudapat pula
disemburkan ke ubun-ubun atau keperut sebanyak 3x.

Mimisan atau hidung yang mengeluarkan dara, penyakit ini sering


menyerang anak-anak. Tanda-tandanya darah segar kerap keluar dari
lubang hidung, daarah yang keluar bisa sedikit dan bisa banyak. Mimisan
dapat diobati dengan daun sirih, caranya: gukung selembar daun sirih lalu
gulungan daun tersebut dimasikkan kedalam lubang hidung yang terkena
mimisan, diamkan gulungan daun sirih tersebut hingga mimisan sembuh.

Sakit lambung, atau sering kita sebut dengan sakit uluhati. Orang betawi
menyebutnya sakit tujuh angin atau sakit angin duduk. Gejala penyakit ini
perih pada lambung, mual, perut terasa panas dan kembung atau pusing.
Sakit ini dapat disembuhkan dengan campuran ramuan gula merah, lada
dan air the. Cara membuat ramuannya: lada 7 butir dan gula merah
digerus sampai halus, lalu gerusan lada dan gula merah diseduh dengan
the dalam air panas sebanyak satu gelas. Lalu diminumkan 3x sehari
sampai sembuh total.

Anda mungkin juga menyukai