Anda di halaman 1dari 55

MICROLEARNING MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA

PERTEMUAN KE 1
A. Pengantar

Assalamualaikum wr wb.
Salam sejahtera.
Salam Pancasila!!!!
Saudara mahasiswa yang saya banggakan, Puji Syukur Kepada Allah Tuhan Yang Maha
Esa pada saat ini kita masuk pada Pembelajaran Online Pendidikan Pancasila
pertemuan pertama. Semoga kita senantiasa dalam kondisi sehat, sehingga mampu
menuntaskan pertemuan sesi kesatu ini. Anda telah berada di awal perkuliahan. Untuk
itu pastikan saudara mempersiapkan segala hal tentang perkuliahan MKU Pendidikan
Pancasila dengan baik dengan membaca materi serta menyelesaikan tagihan tugas,
diskusi, dan kuis. Pada pertemuan sesi awal ini saudara akan mempelajari tentang
Kedudukan Pancasila, diantara kegiatannya:
a. Kontrak Perkuliahan
b. Kedudukan Pancasila
Setelah mengikuti pertemuan sesie ini mahasiswa diharapkan dapat menganalisa
Kedudukan Panccasila
B. Materi

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN PANCASILA


Kedudukan Pancasila
Kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara Dasar, menurut Soekarno dalam
pidato tanggal 1 Juni 1945 adalah Philosofische Grondslag yang artinya “pundamen,
filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di
atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi (Pranarka, 1985: 31).
Dari penjelasan Soekarno tersebut, jelas bahwa dasar adalah sebagai fundamen,
yang di atasnya berdiri sebuah bangunan Negara yang kekal, langgeng, dan abadi.
Secara logis, ada hubungan sebab–akibat antara fundamen dan bangunan di atasnya.
Jika fundamennya kuat, kokoh, maka bangunan di atasnya juga ikut kokoh, kuat.
Sebaliknya, jika fundamenya tidak kuat, tidak kokoh, maka bangunan di atasnya juga
tidak kuat, tidak kokoh, dan bisa dengan mudah roboh. Analog dengan dengan hal
tersebut adalah hubungan antara Pancasila dan NKRI. Pancasila sebagai fundamennya,
sedangkan NKRI sebagai bangunan yang didirikan. Jika Pancasila dicintai,
dilaksanakan, diamalkan, dilestarikan, diamankan, secara konsisten oleh segenap
bangsa Indonesia, maka NKRI sebagai bangunannya juga kuat dan kokoh. Sebaliknya,
jika Pancasila tidak dicintai, tidak dilaksanakan, tidak diamalkan, tidak dilestarikan,
tidak diamankan, maka akan berdampak negative terhadap NKRI, akan goyahlah
eksistensi NKRI yang menjadi rumah bangsa Indonesia. Untuk itu, bagi semua Warga
Negara Indonesia, semua warga bangsa Indonesia, berkewajiban untuk mencintai,
melaksanakan, mengamalkan, melestarikan, dan mengamankan Pancasila secara
konsisten dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, danbernegara.
Ditetapkannya Pancasila sebagai Dasar Negara NKRI, ditandai bersamaan
dengan ditetapkannya atau disyahkannya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945
oleh PPKI, selang sehari setelah Indonesia Merdeka tanggal 17 Agustus 1945. Rumusan
Pancasila dalam UUD 1945, tercantum pada Pembukaan UUD 1945 aline IV, secara
legal formal, tersurat, termuat adanya lima sila, lima dasar bagi kehidupan bernegara
Indonesia, yaitu Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adi ldan
beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kelima sila Pancasila itu berkedudukan sebagai Dasar Negara dan Ideologi Negara. Di
samping itu, lima sila dari Pancasila tersebut bermuatan nilai Pandangan Hidup Bangsa
(Way of Life), atau Falsafah Bangsa Indonesia, yang dimaknai Pancasila sebagai
Pandangan Hidup Bangsa (Way of Life) atau Pancasila sebagai Falsafah Bangsa
Indonesia. Pancasila sebagai Pandangan Hidup (Way of Life) atau Falsafah Bangsa, oleh
Notonagoro, keberadaan nilainilainya secara filsafati sudah ada sebelum Indonesia
merdeka, melekat dalam adat-istiadat, budaya, dan religi bangsa Indonesia yang
berbhinneka. Jadi secara hierarkhi, Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, yang
secara legal formal sah menurut hukum, hal ini menurut Notonagoro, dilandasi oleh
Pancasila sebagai Pandangan Hidup (Way of Life) atau Pancasila sebagai Falsafah
Bangsa. Alasan logis ilmiah filsafati inilah, yang menjadikan Pancasila keberadaannya
tidak bisa diubah oleh siapapun, karena merubah eksistensi Pancasila sama saja dengan
membubarkan NKRI, dan hal tersebut harus dihindari. Secara sistemik menurut
Notonagoro, Pancasila sebagai Sumber dari Segala Sumber Hukum (SDSSH), sedangkan
UUD 1945 sebagai Sumber Tertib Hukum( STB). Dalam UU NO. 12 Tahun 2011
ditegaskan kedudukan Pancasila adalah sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum
Negara.

C. Kuis
1. Latar belakang Pendidikan Pancasila meliputi latarbelakang yuridis, latar belakang
historis, latar belakang filosofis serta latarbelakang kultural. Secara kultural, unsur-
unsur dan nilai Pancasila lahir mulai…
a. 18 Agustus 1945
b. sejak bangsa Indonesia ada
c. 17 Agustus 1945
d. 19 Agustus 1945
e. 16 Agustus 1945
2. Nilai-nilai Pancasila memiliki latarbelakang kultural yang sangat melekat pada
kehidupan bangsa Indonesia, secara cultural unsur-unsur Pancasila tersebut
terdapat…
a. Adat-istiadat, slogan dan kesenian
b. Undang-Undang ,bahasa dan adat-istiadat
c. agama, UUD 1945, dan kebudayaan
d. pembukaan UUD 1945, slogan dan adat istiadat
e. agama, tutur danperaturan
3. Secara yuridis formal Pancasila berlaku sebagai dasar Negara Republik Indonesia
Merdeka ….
a. 18 Agustus 1945
b. 1 Juni 1945
c. 17 Agustus 1945
d. 29 Mei 1945
e. 16 Agustus 1945
4. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tersebut, khususnya pasal2
ditegaskan bahwa Pancasila berkedudukan sebagai…
a. Pandangan hidup bangsa
b. Sumber dari segala sumber hokum negara
c. Sumber hukum tertinggi
d. Sumber dari segala sumber hukum
e. Sumber hukum mutlak
5. Berikut ini yang mejadi Tujuan Pendidikan Pancasila jangka pendek adalah ….
a. Untuk melestarikan nilai-nilai pancasila
b. Untuk mengetahui nilai-nilai Pancasila secara benar.
c. Untuk mengetahui kharakteristik nilai-nilai Pancasila
d. Untuk mengenal nilai-nilai Pancasila
e. Untuk mengetahui nilai-nilai Pancasila secara komprehensif

D. Topik diskusi
Menurut saudara seberapa pentingkah mata kuliah Pendidikan Pancasila
PERTEMUAN KE 2
A. Pengantar
Assalamu alaikum wr wb.
Salam sejahtera.
Salam Pancasila!!!!
Saudara mahasiswa yang saya banggakan, saat ini kita sudah menginjak pada
pertemuan sesie kedua. Semoga kita senantiasa dalam kondisi sehat, sehingga mampu
menuntaskan pertemuan sesi kedua ini. Setelah mengikuti tutorial ini mahasiswa
diharapkan dapat menganalisa Latar belakang Pendidikan Pancasila

B. Materi

LATAR BELAKANG PENDIDIKAN PANCASILA


1. Latar Belakang Historis Pendidikan Pancasila
Dilihat dari segi historis Pancasila dirumuskan dengan maksud untuk dijadikan
sebagai Dasar Negara Indonesia Merdeka. Disadari oleh tokoh-tokoh bangsa Indonesia
pada waktu itu bahwa apa yang sangat penting untuk dipikirkan terlebih dahulu
sebelum mendirikan sebuah negara adalah di atas landasan apa negara itu hendak
didirikan. Karena itulah sidang BPUPK yang pertama tanggal 29 Mei sampai 1 Juni
1945 agenda pokoknya adalah perumusan rancangan dasar negara. Hal tersebut sejalan
dengan harapan Ketua Sidang BPUPK saat itu agar pertama-tama anggota sidang
memusatkan perhatiannya pada apa yang disebut sebagai philosophische grondslag
atau dasar falsafah negara. Pancasila yang dimaksudkan sebagai dasar negara itu, isinya
digali dan/atau berasal dari nilai-nilai pandangan hidup masyarakat Indonesia.
Pandangan hidup masyarakat tersebut, kemudian dilembagakan menjadi pandangan
hidup bangsa, dan kemudian menjadi Pandangan Hidup Negara atau Dasar Negara.
2. Latar Belakang Kultural Pendidikan Pancasila
Pancasila dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia adalah salah
satu hasil budaya bangsa yang sangat penting. Oleh karena itu, Pancasila-pun harus
diwariskan kepada generasi muda bangsa Indonesia berikutnya melalui pendidikan.
Tanpa usaha mewariskan Pancasila kepada generasi muda melalui pendidikan, negara
dan bangsa akan kehilangan hasil budaya atau kultural yang amat penting itu. Setiap
bangsa memiliki kepedulian kepada pewarisan budaya luhur bangsanya. Oleh karena
itu, perlu ada upaya pewarisan budaya penting tersebut melalui pendidikan Pancasila..
Secara kultural unsur-unsur Pancasila terdapat pada adat istiadat, tulisan, bahasa,
slogan, kesenian, kepercayaan, agama, dan kebudayaan pada umumnya (Sunoto,
1982:1).
3. Latar Belakang Yuridis Pendidikan Pancasila
Dituangkannya rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945, mengandung
konsekuensi bahwa Pancasila secara yuridis konstitusional telah secara formal menjadi
Dasar Negara Republik Indonesia. Sebagai dasar negara, Pancasila mempunyai
kekuatan mengikat secara yuridis. Seluruh tatanan hidup bernegara yang bertentangan
dengan Pancasila sebagai kaidah yuridis-konstitusional pada dasarnya tidak berlaku
dan harus dicabut. Dengan demikian penetapan Pancasila sebagai dasar falsafah negara
berarti bahwa moral bangsa telah menjadi moral negara (Dipoyudo, 1984). Hal itu
berarti bahwa moral Pancasila telah menjadi sumber tertib negara dan sumber tertib
hukumnya, serta jiwa seluruh kegiatan negara dalam segala bidang kehidupan.Dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tersebut, khususnya Pasal 2 ditegaskan bahwa
Pancasila berkedudukan sebagai Sumber Segala Sumber Hukum Negara. Penempatan
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan
Pembukaan UUD 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara
serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila.
4.Latar Belakang Filosofi Pendidikan Pancasila
Secara intrinsik nilai-nilai Pancasila berwujud dan bersifat filosofis dan secara
praktis nilai-nilai tersebut berupa pandangan hidup (filsafat hidup) bangsa Indonesia.
Nilai-nilai (tata nilai) itu tidak lain adalah merupakan kebulatan ajaran tentang berbagai
segi/bidang kehidupan suatu masyarakat/bangsa, dalam hal ini bangsa Indonesia.
Nilai Pancasila dianggap nilai dasar dan puncak budaya bangsa sebagai hasil
perenungan/pemikiran yang sangat mendalam. Oleh karenanya nilai tersebut diyakini
sebagai jiwa dan kepribadian bangsa. Sedemikian mendasarnya nilai itu dalam
menjiwai dan memberikan watak (kepribadian, identitas) bangsa sehingga pengakuan
atas kedudukan Pancasila sebagai filsafat adalah wajar.Pemikiran berikutnya adalah
bagaimana membudayakan, melestarikan hasil puncak perenungan dan pemikiran
mendalam itu agar lestari di bumi Indonesia!

TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA


a. Tujuan Jangka Pendek
Mempelajari Pancasila pertama-tama bertujuan untuk mengetahui Pancasila
secara benar. Hal ini dapat dicapai dengan mempelajari Pancasila secara ilmiah, sebab
pengetahuan ilmiah mempunyai tingkatan yang lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan pengetahuan biasa. Pengetahuan ilmiah memberikan pengetahuan yang
obyektif, sistematis dan rasional, serta terlepas dari pendapat pribadi. Kecuali
mendapatkan pengetahuan tentang Pancasila secara ilmiah, dengan mempelajari
Pancasila diharapkan juga mempunyai kesadaran tentang Dasar Filsafat Negara yang
menuju ke kesadaran bernegara. Kesadaran bernegara dapat menumbuhkan pengertian
tentang hak wajib seseorang sebagai warga negara.
b. Tujuan Jangka Panjang
Tujuan jangka pendek mempelajari Pancasila adalah untuk mendapatkan
pengertian ilmiah tentang Pancasila serta dapat mengetahui kebenaran Pancasila.
Dengan demikian, diharapkan akan menumbuhkan kesadaran bernegara. Tujuan
jangka pendek tersebut, kaitannya dengan tujuan jangka panjang sangat berguna sekali.
Sebab dengan apa yang telah dimiliki dan disadari akan kebenaran dan kegunaan
Pancasila, maka seseorang akan mengerjakan perbuatan itu sesuai dengan Pancasila.
Seseorang akan mengamalkan Pancasila karena apa yang telah dihayati itu akan
merupakan suatu perintah yang datang dari dirinya sendiri, suatu “imperatif
kategorisch”. Selanjutnya, dengan penghayatan dan pengamalan Pancasila seperti itu
akan menjadi suatu kebiasaan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
sehari-hari. Apabila seseorang sudah insaf akan guna sesuatu, karena benar dan baik
maka dengan sendirinya orang tersebut akan mempertahankannya. Begitu juga dengan
Pancasila, apabila seseorang sudah tahu guna, kebaikan dan kebenaran Pancasila, maka
ia tentu akan mempertahankan Pancasila itu.
Pelaksanaan Pancasila secara nyata dalam sikap dan perilaku seseorang dapat
dibedakan sebagai berikut.
1).Pelaksanaan Pancasila secara Subjektif.
Pelaksanaan Pancasila secara subjektif yaitu pelaksanaan Pancasila dalam pribadi
perseorangan, baik sebagai warga negara (masyarakat), para penguasa negara maupun
pemimpin rakyat. Pancasila sebagai dasar filsafat negara mengandung nilai intrinsik
yaitu nilai kebenaran, nilai kebaikan dan nilai keindahan. Hal ini mengandung
konsekuensi bahwa Pancasila itu diyakini dan harus merupakan pedoman dan jalan
hidup bagi bangsa dan negara. Selanjutnya, dalam memaknai pelaksanaan Pancasila
secara subjektif ini, pengertian Pancasila sudah menjadi konkrit singulir, sehingga
menjadi sangat konkrit dan sangat lengkap, tetapi ruang lingkup berlakunya hanya
terbatas pada subjek yang bersangkutan. Berhubung dengan hal itu maka sering terjadi
kesalahpahaman. Kesalahpahaman terjadi disebabkan karena kurang dipahaminya
pengertian-pengertian Pancasila secara kefilsafatan yang mengandung pengertian
umum yang abstrak universal yang setelah ditransformasikan menjadi pengertian yang
singulir.
2).Pelaksanaan Pancasila secara Objektif
Pelaksanaan pancasila secara objektif yaitu pelaksanan Pancasila dalam lapangan
kehidupan bernegara dan penyelenggraan negara yang meliputi seluruh sifat dan
keadaan negara. Di dalam pasal 27 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa “Segala warga
negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Konsekuensinya, dengan UUD 1945 dan Pancasila sebagai sumber Hukum Dasar
Nasional negara Republik Indonesia maka melaksanakan Pancasila merupakan suatu
ketaatan hukum bagi semua subjek yang bersangkutan dengan negara Republik
Indonesia. Selain ketaatan hukum di dalam melaksanakan Pancasila juga harus ada
ketaatan religius, seperti yang dinyatakan oleh pasal 29 UUD 1945 yaitu bahwa “Negara
berdasar atas ke Tuhanan Yang Maha Esa”. Ketaatan etis atau susila yang tercermin
dalam sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab, dan ketatatan mutlak atau
ketaatan kodrat yang tersimpul dalam Pembukaan UUD 1945. Dengan demikian,
seluruh hidup kenegaraan dan hukum di Indonesia harus didasarkan atau ditujukan
kepada dan diliputi oleh Pancasila, yaitu seperti yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945.

C. Topik diskusi
Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan mampu menerapkan
pemikiran logis, kritis, atau implementasi pengetahuan pendidikan Pancasila dan dapat
menjelaskan latar belakang dan tujuan pelaksanaan Pendidikan Pancasila. Berikan
pendapat saudara tentang pernyataan bahwa “Mengganti Pancasila sama halnya
dengan menghancurkan NKRI” Selamat berdiskusi dan tetap semangat!
PERTEMUAN KE 3
A. Pengantar
Assalamu alaikum wr wb.
Salam sejahtera.
Salam Pancasila!!!!
Saudara mahasiswa yang saya banggakan, saat ini kita sudah memasuki pada
Pembelajaran Online pertemuan sesi ke tiga. Semoga kita senantiasa dalam kondisi
sehat, sehingga mampu menuntaskan pertemuan sesi ini. Untuk itu pastikan saudara
sudah menyelesaikan tagihan tugas dan diskusi. Pada sesi akhir ini saudara akan
mempelajari tentang Pancasila dalam Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa. Setelah
mengikuti sesi ini mahasiswa diharapkan dapat menganalisa Pancasila dalam Perspektif
Sejarah Perjuangan Bangsa

B. Materi

PANCASILA DALAM PRESPEKTIF SEJARAH PERJUANGAN BANGSA


INDONESIA

Masa Kejayaan Nasional


Sekitar abad V berdirilah kerajaan-kerajaan di Indonesia seperti Kerajaan Kutai
(Kalimantan Timur) dan Kerajaan Tarumanegara (Jawa Barat). Berdasarkan bukti
sejarah, agama dan kebudayaan Hindu sangat berpengaruh pada masa itu. Penerimaan
pengaruh Hindu ini menurut para ahli juga diduga disesuaikan dengan kepribadian
sendiri. Penyesuaian ini juga dibuktikan ketika menerima masuknya kebudayaan-
kebudayaan lain yang masuk ke Indonesia pada periode berikutnya.Pada abad ke-7
muncul kerajaan yang nantinya memegang peranan besar dalam percaturan politik di
Asia Tenggara. Kerajaan tersebut adalah Kerajaan Sriwijaya yang terletak di Sumatera.
Empat abad berikutnya digantikan oleh Majapahit yang terletak di sekitar
Mojokerto (Jawa Timur) sekarang.Kerajaan Majapahit (1293) bertahan dalam jangka
waktu yang panjang (1520). Kerajaan ini mencapai puncak kemegahannya di bawah raja
Hayam Wuruk, dengan Mahapatih Gajah Mada. Gajah Mada,. Wilayah kekuasaannya
bukan hanya meliputi Indonesia sekarang, tetapi juga sampai di daerah Malaka, seperti
Pahang, Langkasuka, Trenggano, dan Tuimasik.
Pada waktu itu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan secara damai.
Empu Prapanca menulis: Nagarakertagama (1365), Empu Tantular mengarang:
Sutasoma. Di dalam buku Sutasoma inilah kita jumpai kalimat yang kemudian menjadi
semboyan negara Indonesia, yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”. Sebenarnya kalimat ini
lengkapnya berbunyi: “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa”, artinya
“Walaupun berbeda, satu jua adanya sebab tidak ada agama yang mempunyai tujuan
yang berbeda”. Ini menggambarkan realitas kepercayaan dan keyakinan agama yang
hidup pada waktu itu, yaitu Agama Hindu dan Agama Budha, bahkan salah satu
daerah kekuasaan seperti Pasai telah memeluk agama Islam. Toleransi umat beragama
dijunjung tinggi Majapahit sebagai negara nasional. Namun demikian, disebabkan
faktor kelemahan di dalam negeri sendiri (seperti adanya Perang Saudara pada
permulaan abad XV), maka mulailah kerajaan ini mundur dan akhirnya runtuh pada
permulaan abad XVI (1520).
Kerjaan Islam pertama di Indonesia ialah Samudra Pasai (abad XIII). Dilihat dari bukti-
bukti yang ada Sultan Malik Al Saleh adalah raja Islam yang pertama di Indonesia.
Setelah Samudra Pasai ditaklukkan oleh Portugis (1522) dan runtuhnya Malaka (1511)
maka Aceh menjadi penting kedudukannya. Aceh muncul sebagai kerajaan Islam pada
abad XIV, Sultan Muda Iskandar Muda (1607-1636) merupakan sultan terkenal dalam
sejarah Aceh. (Marwati Djoened Poesponegoro (III), 1981/1982; Nyoman Dekker, 1978:
151; Sartono Kartodirdjo (I), 1992:66).
Demak merupakan salah satu daerah strategis bagi pelayaran laut Jawa. Raden
Patah adalah bupati yang berkuasa di Demak (Bintoro). Mula-mula masih di bawah
kekuasaan Majapahit, tetapi kemudian melepaskan dirinya dari kerajaan Majapahit
(1500). Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor (1518-1821) adalah pangeran yang pernah
menyerang Portugis di Malaka. Demak mencapai puncak kejayaannya pada masa
pemerintahan Trenggono (1521-1546). Fatahillah terkenal sebagai penglima yang cakap
dan menguasai Jawa Barat (Banten dan Jayakarta).
Banten yang strategis tempatnya di Selat Sunda oleh Fatahillah diserahkan
kepada puteranya yaitu Hasanuddin. Benten kemudian berkembang menjadi kerajaan
Islam yang cukup berwibawa. Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1681) adalah Sultan yang
terkenal dengan haluan politiknya yang tegas-tegas anti Belanda.
Di Maluku sudah lama berkembang agama Islam, kira-kira sejak sekitar abad XVI. Di
kepulauan ini terkenal empat kerajaan: Jailolo, Ternate, Tidore dan Bacan. Sultan Hairun
(1570) dan Baab Ullah adalah sultan-sultan terkenal di Ternate.
Pada abad ke XVII raja Goa telah memeluk agama Islam. Raja Islam pertama di
Goa ialah Alaudin (1591-1638), yang kemudian diganti oleh Sultan Hasanuddin (1654-
1660). Pada saat ini, kerajaan Goa beribukota di Makasar. Sultan ini mempunyai haluan
politik yang sangat keras terhadap penjajahan Belanda. Ia terkenal sebagai “Ayam
Jantan dari Timur”.
Setelah Demak runtuh, Pajang sebagai penerusnya, dengan Ki Joko Tingkir atau
Hadiwijaya sebagai Sultan-nya, tetapi usia kerajaan ini sangat pendek (1556-1586).
Kemudian kekuasaan beralih ke Mataram di bawah Sutowijoyo atau Senopati. Kerajaan
ini berkembang mencapai puncaknya di bawah kekuasaan Sultan Agung (1613-1645).
Sama halnya Sultan Hasanuddin, Sultan Agung berhaluan politik keras menentang
Belanda. Tahun 1628 Batavia diserangnya dan kemudian diulangi lagi pada tahun 1629.
Namun akibat politik ”devide et impera” Belanda, Mataram berhasil diperlemah
kekuasaannya, bahkan kemudian Mataram dipecah menjadi dua kekuasaan ialah
Wilayah Susuhunan (Surakarta) dan wilayah Kasultanan (Yogyakarta).
Berdasarkan uraian di atas, terdapat suatu persamaan di antara kerajaan-
kerajaan Islam di Indonesia ialah hampir seluruhnya berhaluan politik anti penjajahan,
baik penjajahan Spanyol, Portugis, maupun Belanda. Perlawanan-perlawanan yang
dilakukan merupakan bukti bahwa sejak semula bangsa Indonesia mencita-citakan
kemerdekaan.

Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajahan


Bersamaan dengan berkembangnya kerajan-kerajaan Islam di Indonesia seperti
kerajaan Demak, mulailah berdatangan orang-orang Eropa di negeri ini. Mereka adalah
orang-orang Portugis yang kemudian diikuti oleh orang-orang Spanyol yang ingin
mencari pusat tanaman rempah-rempah, yang memberikan keuntungan dan kekayaan.
Akibatnya persaingan di antara mereka sendiri tidak dapat dihindarkan.Portugis selain
dapat menduduki Goa di India segera pula menancapkan kekuasaannya di Malaka
(1511). Percobaan Portugis menguasai Jawa Barat, Sunda Kelapa (pelabuhan kerajaan
Pajajaran) dapat digagalkan oleh Fatahillah, kemudian di sana didirikannya Jayakarta,
(Mawardi Djoened Poesponegoro (IV), 1982/1983; Nyoman Dekker, 1978:151; AT
Soegito, 1983:16).
Belanda pada akhir abad XVI datang pula ke Indonesia dengan menempuh jalan
yang penuh kesulitan. Untuk menghindari persaingan di antara mereka sendiri
(Belanda), kemudian didirikanlah perkumpulan dagang yang bernama: Vereenig de
Oost Indische Compagnie (VOC) tahun 1602 atau Kompeni.Pada abad XVIII Belanda
melaksanakan politik kekuasaan terhadap kerajaan-kerajaan di Indonesia. Walaupun
demikian, tidaklah berarti bahwa ia dengan mudah menguasai Indonesia.
Pada permulaan abad ke XIX, VOC dibubarkan, dan sejak itu diganti dengan
pemerintah Hindia Belanda yang berkuasa di Indonesia.Pada abad ini, Belanda dengan
keras mengintensifkan kekuasaannya di seluruh Indonesia. Namun lahirlah reaksi dari
bangsa Indonesia dan meledaklah perang yang berkepanjangan, antara lain perang yang
dipimpin oleh Pattimura di Maluku (1817), Badarudin di Palembang (1819), Imam
Bonjol di Minangkabau (1821-1837), Diponegoro di Jawa Tengah (1825-1830), Jelantik di
Bali (1850), Pangeran Antasari di Banjarmasin (1860), Panglima Polim, Teuku Cik Di
Tiro, Teuku Umar dalam perang Aceh (1871-1904), Anak Agung Made dalam perang
Lombok (1894-1895), Sisingamangaraja di Tanah Batak (1900). Dorongan cinta tanah air
melahirkan peperangan yang penuh keberanian terhadap penjajahan, yang semakin hari
makin menanamkan kekuasaannya dan penghisapannya, ketika Belanda melakukan
sistem ekonomi monopoli melalui sistem tanam paksa (1830-1870). (Mawarti Djoened
Poesponegoro (IV), 1982/1983; AT Soegito, dkk., 1989:18; Sartono Kartodirdjo (I)
1992:375).
Sejak permulaan abad XX, bergeraklah golongan intelektual Indonesia,Dengan
munculnya tokoh-tokoh nasional, maka manifestasi penderitaan rakyat, yang pada
masa-masa sebelumnya diekspresikan melalui gerakan rakyat yang bersifat kedaerahan
sekarang dikembangkan ke dalam gerakan yang bersifat nasional.
Pada permulaan abad XX dunia timur yang berabad-abad kelihatan tidur,
bangkit menunjukkan kekuatannya. Republik Philipina (1898) dengan dipelopori Jose
Rizal, kemenangan Jepang atas Rusia di Tsusima (1905), Partai Kongres di India dengan
Tilak dan Gandhi (1908), dan Budi Utomo dengan Wahidin Sudirohusodo.
Budi Utomo didirikan pada tanggal 20 Mei 1908 sebagai angin segar yang dijiwai oleh
cita-cita Wahidin Sudirohusodo, digerakkan oleh para pemuda pelajar sekolah
Kedokteran Jawa di Batavia (Jakarta). Walaupun perkumpulan ini mula-mula bertujuan
dalam bidang pendidikan dan budaya, ternyata kemudian aktif berpartisipasi dalam
lapangan politik, demi tercapainya kemerdekaan bangsa.

Perjuangan Masa Pendudukan Jepang


Seperti halnya Belanda, Jepang datang ke Indonesia pada bulan Maret 1942.
bermaksud menguasai Indonesia untuk kepentingan politiknya. Untuk itu, suatu
kampanye propaganda yang intensif dimulai untuk meyakinkan rakyat Indonesia
bahwa mereka dan bangsa Jepang adalah saudara seperjuangan dalam perang yang
luhur melawan Barat. Namun upaya propaganda ini sering mengalami kegagalan
dengan adanya kenyataan-kenyataan akibat pendudukan Jepang itu sendiri seperti
kekacauan ekonomi, teror polisi militer (Kenpeitei), kerja paksa romusha, penyerahan
wajib beras, kesombongan dan kekejaman orang Jepang, pemukulan-pemukulan, serta
kewajiban memberi hormat kepada setiap orang Jepang. Semua tindakan dan perlakuan
tersebut telah menimbulkan pendertiaan rakyat Indonesia yang hampir-hampir tak
tertahankan lagi.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945)


Proklamasi kemerdekaan Indonesia bukanlah suatu peristiwa yang terjadi secara
tiba-tiba, melainkan merupakan suatu bagian dari rangkaian peristiwa yang panjang
dari usaha perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, untuk dapat
memahami apa yang tersirat di dalamnya harus dilihat peristiwa-peristiwa yang
melatarbelakanginya, berupa perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia jauh
sebelumnya. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 terjadi pada saat yang tepat
sekali, yakni dua hari setelah Jepang menyerah, sedangkan Sekutu belum mendarat di
Indonesia. Saat semacam itu adalah merupakan saat tertjadi kekosongan kekuasan
(vacum of power) pemerintahan kolonial, atau saat terputusnya mata rantai penjajahan
di Indonesia. Maka momentum yang sangat tepat itu oleh para pemimpin dan tokoh
pemuda dipergunakan sebaik-baiknya, guna memproklamasikan kemerdekaan bangsa
Indonesia.

Mempertahankan dan Mengisi Kemerdekaan


Setelah bangsa Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaan- nya pada
tanggal 17 Agustus 1945 dan disahkannya UUD 1945 (18 Agustus 1945) sebagai
konstitusi negara serta Pancasila sebagai dasar negara, perjuangan pada masa pasca
proklamasi adalah mempertahakan dan mengisi kemerdekaan, melaksanakan konstitusi
negara dan dasar negara Pancasila yang telah disepakati bersama (Mawarti Djoened
Poesponegoro (VI), 1982/1983; AT Soegito dkk., 1995:69).Dalam mempertahankan dan
mengisi kemerdekaan serta pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar Negara
setelah kemerdekaan, bangsa Indonesia mengalami berbagai dinamika perjuangan
dalam menghadapi berbagai penyimpangan terhadap Pancasila, gerakan sparatisme,
agresi militer Belanda, pembenrontakan seperti Pemberontakan G 30 S/PKI serta
berbagai tantangan dan permasalahan sampai datangnya reformasi tahun 1998.
C. Topik diskusi
Menurut saudara, nilai-nilai apa saja yang bisa diambil dari mempelajari Pancasila
dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia?
D. Penugasan
Buatlah Time Line berupa bagan peristiwa sejarah berdirinya bangsa Indonesia,, Time
line dapat berupa JPG atau PDF. Terimakasih
PERTEMUAN KE 4
A. Pengantar
Assalamualaikum wr wb.
Salam sejahtera.
Salam Pancasila!!!!
Saudara mahasiswa yang saya banggakan, saat ini kita sudah memasuki pada
Pembelajaran Online pertemuan sesi keempat. Semoga kita senantiasa dalam kondisi
sehat, sehingga mampu menuntaskan pertemuan sesi ini. Anda telah berada pertemuan
sesi keempat. Untuk itu pastikan saudara sudah menyelesaikan tagihan tugas dan
diskusi pertemuan-pertemuan sebelumnya. Pada sesi akhir ini saudara akan
mempelajari tentang Proses Perumusan dan Pengesahan Pancasila Dasar Negara
Republik Indonesia. Setelah mengikuti sesie ini mahasiswa diharapkan dapat
menganalisa Proses Perumusan dan Pengesahan Pancasila Dasar Negara Republik
Indonesia

B. Materi

PROSES PERUMUSAN DAN PENGESAHAN PANCASILA DASAR NEGARA


REPUBLIK INDONESIA

Sejak awal kelahirannya (1 Juni 1945), Pancasila dimaksudkan sebagai dasar


falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia, atau lebih dikenal sebagai Dasar Negara.
(Philosofische grondslag). Proses perumusan dan pengesahan Pancasila Dasar Negara
tidak dapat dipisahkan dengan proses perumusan dan pengesahan Pembukaan UUD
1945, sebab disamping diciptakan untuk menyongsong lahirnya negara Indonesia yang
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila
merupakan satu kesatuan yang fundamental. Oleh karena itu kedua-duanya
mempunyai hubungan asasi.
Sebagai realisasi janji politik, pada tanggal 29 April 1945 oleh Gunseikan (Kepala
Pemerintah Balatentara Jepang di Jawa) dibentuk suatu badan yang diberi nama
Dokuritsu Zyunbi Coosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPK). Badan ini bertugas untuk menyelidiki segala sesuatu mengenai
persiapan kemerdekaan Indonesia dan beranggotakan pemuka-pemuka bangsa
Indonesia yang berjumlah 60 orang.
Tanggal 29 Mei s.d. 01 Juni 1945,BPUPK mengadakan dua masa sidang, yaitu:
a. Masa Sidang I : tanggal 29 Mei s.d. 01 Juni 1945
b. Masa Sidang II : tanggal 10 s.d. 16 Juli 1945
Dalam sidang I BPUPK membicarakan atau mempersiapkan “Rancangan Dasar negara
Indonesia Merdeka”. Pada kesempatan ini telah tampil/berpidato tokoh-tokoh bangsa
Indonesia untuk mengajukan konsep dasar negara seperti:

a. Tanggal 29 Mei 1945,


Prof. Mr. Moh. Yamin mengajukan prasaran/usul yang disiapkan secara tertulis,
berjudul: “Azas Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia”. Lima azas dan dasar
itu sebagai berikut:
- Peri Kebangsaan
- Peri Kemanusiaan
- Peri Ketuhanan
- Peri Kerakyatan
- Kesejahteraan Rakyat

b. Tanggal 31 Mei 1945:


1. Prof. Dr. Mr. R. Soepomo di gedung Chuoo In berpidato dan menguraikan teori
negara secara yuridis, berdirinya negara, bentuk negara dan pemerintahan serta
hubungan antara negara dengan agama.
2. Prof. Mr. Moh. Yamin berpidato dan menguraikan tentang daerah Negara
Kebangsaan Indonesia, ditinjau dari segi yuridis, historis, politis, sosiologis dan
geografis serta secara konstitusional meliputi seluruh Nusantara Raya.
3. Pada kesempatan ini, berpidato juga P.F. Dahlan yang menguraikan masalah
golongan bangsa Indonesia peranakan Tionghoa, India, Arab, dan Eropa yang telah
turun-menurun tinggal di Indonesia.
4. Di samping itu, Drs. Moh. Hatta menguraikan masalah bentuk negara persekutuan,
bentuk negara serikat dan bentuk negara persatuan. Pada kesempatan yang sama
diuraikan juga masalah hubungan antara negara dengan agama serta negara
Republik atau Monarchi.
c. Tanggal 1 Juni 1945
Ir. Soekarno berpidato dan mengajukan usul tentang Konsepsi Dasar Filsafat Negara
Indonesia Merdeka, yang diberi nama Pancasila dengan urutan sebagai berikut.
- Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
- Internasionalisme atau Perikemanusiaan
- Mufakat atau Demokrasi
- Kesejahteraan Sosial
- Ketuhanan yang berkebudayaan
Pada tanggal 1 Juni 1945, sidang BPUPK I diakhiri dan dibentuk Panitia Kecil yang
terdiri dari delapan orang anggota (Panitia Delapan), yang diketuai oleh Ir. Soekarno.
Pada TANGGA; 22 Juni 1945 juga diadakan pertemuan Panitia Sembilan di Pegangsaan
Timur 56 Jakarta, tepatnya jam 10.00. Dalam pertemuan itu disetujui agar para anggota
segera menyusun suatu Konsep Racangan Mukadimah Hukum Dasar yang akan
diajukan ke sidang BPUPK yang kedua. Konsep Rancangan Preambule Hukum dasar
inilah yang kemudian terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta, suatu nama yang
diusulkan oleh Prof. Mr. Moh. Yamin. Pada tanggal 10 s.d. 16 Juli 1945 diadakan sidang
BPUPK yang kedua dengan acara untuk “mempersiapkan Rancangan Hukum dasar”, di
Jl. Pejambon Jakarta.
Tanggal 16 Juli 1945 sidang dimulai dengan melanjutkan acara hari sebelumnya.
Sidang menyetujui dan menerima Rancangan Hukum Dasar yang diajukan oleh Panitia
Perancang Hukum dasar.Setelah sidang BPUPK yang kedua ini ditutup, maka tugas
BPUPK dianggap selesai dan kemudian dibubarkan. Hasil-hasil yang dicapai oleh
BPUPK seharusnya segera dilaporkan kepada Pemerintah Jepang di Tokyo, tetapi
karena keadaan dan posisi Jepang semakin memburuk sehingga tidak mungkin
dilakukan. Kemudian untuk melanjutkan tugas-tugas BPUPK dibentuklah suatu badan
yang diberi nama Dokoritzuu Zyunbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) pada tanggal 9 Agustus 1945.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI engadakan sidang I, pertama dengan hasil :
1.Mengesahkan UUD Negara Republik Indonesia dengan jalan:
a.Menetapkan Piagam Jakarta dengan beberapa perubahan menjadi Pembukaan UUD
Negara Republik Indonesia.
b.Menetapkan Rancangan Hukum Dasar dengan beberapa perubahan menjadi UUD
Negara Republik Indonesia, yang kemudian dikenal sebagai UUD 1945.
2.Memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
3. Membentuk Komite Nasional Indonesia, yang kemudian dikenal sebagai Badan
Musyawarah Darurat.
Pengesahan UUD Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945
didahului dengan pengesahan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia yang
dipimpin langsung oleh Ketua PPKI.Piagam Jakarta dengan beberapa perubahan
ditetapkan menjadi Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia.

C. Topik diskusi
Dalam mempelajari proses perumusan Pancasila, menurut saudara nilai-nilai apa saja
yang dapat dijadikan teladan bagi generasi muda Bangsa Indonesia saat ini?
PERTEMUAN KE 5
A. Pengantar
Assalamu alaikum wr wb.
Salam sejahtera.
Salam Pancasila!!!!
Saudara mahasiswa yang saya banggakan, saat ini kita sudah menginjak pada
Pembelajaran Online pertemuan sesi kelima. Semoga kita senantiasa dalam kondisi
sehat, sehingga mampu menuntaskan pertemuan sesi ini. Anda telah berada pada
pertemuan sesi kelima. Untuk itu pastikan saudara sudah menyelesaikan tagihan tugas
dan diskusi
Pada sesi kelima ini saudara akan mempelajari tentang
Pancasila sebagai Nilai Dasar Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara
a. Pengertian Nilai, Moral, dan Norma
b. Pancasila Sebagai Nilai Dasar Dan Makna Yang Terkandung Di Dalamnya
Setelah mengikuti sesie ini mahasiswa diharapkan dapat menganalisa Nilai Dasar
Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara

B. Materi

PANCASILA SEBAGAI NILAI DASAR KEHIDUPAN BANGSA DAN NEGARA


REPUBLIK INDONESIA
A. Pengertian Nilai, Moral dan Norma
Dalam kamus Purwodarminto, nilai diartikan sebagai berikut : (1)harga dalam arti
takaran, misalnya nilai intan; (2)harga sesuatu, misalnya uang; (3)angka kepandaian;
(4)kadar, mutu; (5)sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.
Menurut Notonagoro, nilai merupakan suatu kualitas yang melekat pada suatu hal
(objek) sehingga halnya mengandung harga, manfaat atau guna. Sebagai contoh, nilai
material yang berupa “meja”, sehingga meja itu mengandung nilai, mengandung
kualitas yang berupa manfaat. Dalam arti meja itu mengandung nilai manfaat atau
berguna untuk menulis, untuk tempat menaruh makanan, dan lain sebagainya.
Lebih lanjut, Notonagoro membagi nilai menjadi 3 (tiga) macam yaitu:
a. nilai material,
b. nilai vital,
c. nilai kerokhanian.
Sementara, nilai kerokhanian dibedakan menjadi 4 (empat) macam, yaitu:
1)nilai kebenaran,
2)keindahan,
3)spiritual, dan
4)nilai etis-moral.
Nilai memiliki tingkatan tertentu, dan sesuai dengan tingkatan itu ada yang
disebut sebagai nilai dasar (nilai fundamental), nilai instrumental, dan nilai praksis.
Nilai dasar adalah nilai yang mendasari nilai instrumental. Di samping itu nilai dasar ini
mendasari semua aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai
dasar dalam konteks kehidupan bangsa Indonesia tercermin di dalam Pancasila yang
secara eksplisit tertuang dalam UUD 1945.
Nilai instrumental merupakan manivestasi dari nilai dasar, dan ini berupa
pasal-pasal UUD 1945, perundang-undangan, ketetapan-ketetapan, dan peraturan-
peraturan lainnya yang berfungsi menjadi pedoman, kaidah, petunjuk kepada
masyarakat untuk mentaatinya.
Sedangkan nilai praksis merupakan penjabaran dari instrumental dan nilai praksis ini
berkaitan langsung dengan kehidupan nyata yaitu suatu kehidupan yang penuh
diwarnai oleh pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Moral Secara etimologis kata moral berasal dari kata mos. Yang berarti cara, adat
istiadat atau kebiasaan, sedangkan jamaknya adalah mores. Kata moral ini mempunyai
arti yang sama dengan kata etos (Yunani) yang menurunkan kata etika. Dalam bahasa
Arab, moral yang berarti budi pekerti sama dengan pengertian akhlak, sedangkan
dalam konsep Indonesia moral berarti kesusilaan.
Menurut Driyarkara, moral atau kesusilaan adalah nilai yang sebenarnya bagi
manusia. Dengan kata lain moral atau kesusilaan adalah kesempurnaan sebagai
manusia atau kesusilaan adalah tuntutan kodrat manusia.(Driyarkara, 1966: 25) Dengan
demikian moral atau kesusilaan adalah keseluruhan norma yang mengatur tingkah laku
manusia di masyarakat untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan yang baik dan benar.
Norma secara normatif mengandung arti aturan, kaidah, petunjuk, pedoman
yang harus dipatuhi oleh manusia agar perilakunya tidak menyimpang dan tidak
merugikan pihak lain. Sedangkan bagi pelanggarnya akan mendapat sanksi sesuai
dengan aturan yang disepakati bersama.
Di dalam kehidupan masyarakat, dijumpai beberapa macam norma diantaranya
adalah:
-Norma adat sopan santun : ialah aturan-aturan, kaidah- kaidah yang telah disepakati
sekelompok masyarakat dan pelanggarnya mendapat sanksi adat, karena melanggar
kesopanan adat atau aturan-aturan adat.
-Norma hukum : adalah suatu kaidah, suatu aturan yang pelaksanaannya dapat
dipaksakan dan pelanggarnya dapat ditindak dengan pasti oleh penguasa yang sah
dalam masyarakat. Norma hukum biasanya (tetapi tidak selalu) biasanya berlaku
berdasarkan suatu perundang-undangan, peraturan pemerintah, kepres, dsb.
-Norma moral atau disebut juga norma sosial : ialah aturan-aturan, kaidah-kaidah untuk
berperilaku baik dan benar yang berlaku universal. Artinya kaidah tersebut dapat
diterima oleh manusia di seluruh dunia. Yang mendasari norma moral adalah hati
nurani/hati kecil manusia. Sedangkan pelanggarnya mendapat sanksi moral yaitu
merasa bersalah, dan hal ini bisa berdampak pada pengucilan terhadap si pelanggar.
Misal: dicaci-maki seseorang, perbuatan ini oleh semua manusia di dunia dianggap
melanggar norma moral, dan pelakunya mendapat sanksi moral.
-Norma agama : ialah kaidah, aturan, petunjuk yang bersumber dari wahyu Tuhan
lewat nabi/Rasul. Kaidah ini berisi petunjuk kepada manusia untuk mentaati dan
menghindari larangan-Nya.

B. Pancasila Sebagai Nilai Dasar dan Makna yang Terkandung di Dalamnya


Diterimanya Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara, membawa
konsekuensi logis bahwa nilai-nilai Pancasila harus selalu dijadikan landasan pokok,
landasan fundamental bagi pengaturan serta penyelenggaraan negara. Hal ini telah
diusahakan yaitu dengan menjabarkan nilai-nilai Pancasila tersebut ke dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sedang pengakuan Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa mengharuskan kita sebagai bangsa untuk mentransformasikan nilai-nilai
Pancasila itu ke dalam sikap dan perilaku nyata baik dalam perilaku hidup
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tanpa adanya transformasi nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan nyata, maka Pancasila hanya tinggal nama tanpa makna.
Pancasila hanya sebagai hiasan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
1. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti keyakinan dan pengakuan
yang diekspresikan dalam bentuk perbuatan terhadap Zat Yang maha Tunggal tiada
duanya. Yang sempurna sebagai Penyebab Pertama (Kausa Prima). Ekspresi dari nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa, menuntut manusia Indonesia untuk bersikap hidup,
berpandangan hidup “taat” dan “taklim” kepada Tuhan dengan dibimbing oleh ajaran-
ajaran-Nya. Taat mengandung makna setia, menurut apa yang diperintahkan dan
hormat/cinta kepada Tuhan. Sedangkan Taklim mengandung makna memuliakan
Tuhan, memandang Tuhan teragung, memandang Tuhan tertinggi, memandang Tuhan
terluhur.
2. Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Nilai kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, mengandung makna: kesadaran
sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai moral dalam hidup bersama atas dasar
tuntutan mutlak hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana
mestinya.
Yang perlu diperhatikan dan merupakan dasar hubungan semua umat manusia dalam
mewujudkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab adalah, pengakuan hak asasi
manusia. Manusia harus diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang sama derajatnya, yang sama
hak dan kewajiban asasinya. Untuk itu perlu dikembangkan juga sikap saling mencintai
sesama manusia, sikap tenggang rasa atau tepo seliro. Oleh karena itu sikap dan
perilaku semena-mena terhadap orang lain merupakan perbuatan yang tidak sejalan
dengan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Nilai Persatuan Indonesia
Nilai Persatuan Indonesia mengandung arti usaha ke arah bersatu dalam kebulatan
rakyat untuk membina Nasionalisme dalam negara.
Nilai Persatuan Indonesia yang demikian ini merupakan suatu proses untuk menuju
terwujudnya Nasionalisme. Dengan modal dasar nilai persatuan, semua warga negara
Indonesia baik yang asli maupun keturunan asing dan dari macam-macam suku bangsa
dapat menjalin kerjasama yang erat dalam wujud gotongroyong, kebersamaan.
4. Nilai Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Nilai sila keempat mengandung makna : suatu pemerintahan rakyat dengan cara
melalui badan-badan tertentu yang dalam menetapkan sesuatu peraturan ditempuh
dengan jalan musyawarah untuk mufakat atas dasar kebenaran dari Tuhan dan putusan
akal sesuai dengan rasa kemanusiaan yang memperhatikan dan mempertimbangkan
kehendak rakyat untuk mencapai kebaikan hidup bersama.
Di dalam pengambilan keputusan lewat musyawarah mufakat ini yang menjadi
prioritas utama adalah: “kualitas” itu sendiri, yaitu isi, bobot dari usulan yang diajukan.
Sebagai paham kekeluargaan, Demokrasi Pancasila mengandung muatan delapan
prinsip dasar mekanisme demokrasi, diantaranya ialah: (1) berpaham negara hukum; (2)
berpaham konstitusionalisme; (3) supremasi di tangan rakyat; (4) pemerintahan yang
bertanggungjawab; (5) pemerintah berdasarkan perwakilan; (6) sistem pemerintah
bersifat presidensial; (7) tidak mengenal mayoritas dan minoritas.
5. Nilai Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Makna yang terkandung di dalam nilai-nilai sila kelima ini adalah sebagai berikut. suatu
tata masyarakat adil dan makmur sejahtera lahiriah batiniah, yang setiap warga negara
mendapat segala sesuatu yang telah menjadi haknya sesuai dengan essensi adil dan
beradab. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam wujud
pelaksanaannya adalah bahwa setiap warga harus mengembangkan sikap adil terhadap
sesama, menjaga keseimbangan, keserasian, keselarasan, antara hak dan kewajiban serta
menghormati hak-hak orang lain.
Menurut Aristoteles, hakekat keadilan dibedakan menjadi tiga bagian diantaranya
ialah: (1) Keadilan distributif, yaitu negara wajib membagi-bagikan /memberikan
kepada warganya apa yang telah menjadi haknya. Disini negara wajib memperlakukan
manusia pribadi yang sama martabatnya; (2) Keadilan komutatif, yaitu manusia pribadi
wajib memperlakukan sesama manusia sebagai pribadi yang sama martabatnya dan
wajib memberikan kepada sesama warga masyarakat segala sesuatu yang telah menjadi
hak masing-masing, yang wajib diberikan dan diterima sebagai haknya, dan keadilan
komutatif ini sifatnya timbal balik; (3) Keadilan legal/keadilan untuk bertaat.

C. Topik Diskusi
Menurut saudara pelaksanaan Pancasila sebagai nilai dasar di Indonesia apakah sudah
diaplikasikan dengan maksimal? Berilah contoh nyatanya.

D. Kuis
1. Nilai ada 3 yaitu material, vital, dan kerokhanian adalah menurut pendapat ….
a. suryometaraman
b. driyarkara
c. purwodarminto
d. notonagoro
e. max scheler
2. Nilai yang mendasari semua aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara adalah ….
a. Keadilan
b. Praksis
c. instrumental
d. dasar
e. Kesopanan
3. Nilai yang diwujudkan dalam pasal-pasal UUD 1945, perundang-undangan,
ketetapan-ketetapan, dan peraturan-peraturan lainnya disebut nilai ….
a. Dasar
b. Instrumental
c. Praksis
d. Sosial
e. Keadilan
PERTEMUAN KE 6
A. Pengantar
Assalamu alaikum wr wb.
Salam sejahtera.
Salam Pancasila!!!!
Saudara mahasiswa yang saya banggakan, saat ini kita sudah menginjak pada
pertemuan sesie keenam. Semoga kita senantiasa dalam kondisi sehat, sehingga mampu
menuntaskan pertemuan sesi keenam ini. Setelah mengikuti tutorial ini mahasiswa
diharapkan dapat menganalisa Pancasila sebagai Sistem Filsafat
Wassalamu alaikum Wr.Wb.

B. Materi
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
“Sistem” dapat didefinisikan sebagai satu keseluruhan yang terdiri dari aneka
bagian yang bersama-sama membentuk satu kesatuan yang utuh. Tiap-tiap bagian
merupakan tata rakit yang teratur, dan tata rakit itu sesuai selaras dengan tata rakit
keseluruhan. Tiap-tiap bagian mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda dengan
bagian yang lain, namun demikian tugas dan fungsi itu demi kemajuan, memperkuat
keseluruhan tersebut.
Suatu sistem harus memenuhi lima persyaratan seperti berikut ini:
a. Merupakan satu kesatuan utuh dari unsur-unsurnya.
b. Bersifat konsisten dan koheren, tidak mengandung kontradiktif
c. Ada hubungan antara bagian satu dengan bagian yang lain.
d. Ada keseimbangan dalam kerja sama.
e. Semuanya mengabdi pada tujuan yang satu yaitu tujuan bersama.
(Sri Soeprapto Wirodiningrat, 1980: 94)
Sedangkan “filsafat” berasal dari bahasa Yunani philosophia. Philein berarti
cinta, sedangkan sophia berarti kebijaksanaan. Dengan demikian secara etimologis
filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan. Berangkat dari pengertian sistem dan
pengertian filsafat sebagaimana dikemukakan di atas, Pancasila sebagai sistem filsafat
berarti bahwa Pancasila merupakan kesatuan pemikiran yang mendasar yang
membawakan kebenaran yang substansial atau hakiki.
Meskipun Pancasila terdiri dari lima sila, tetapi kelima nya merupakan satu
kesatuan yang bulat dan utuh. Masing-masing sila tidak dapat berdiri sendiri,
maksudnya sila satu tidak terlepas dari sila yang lain. Kelima sila itu bersama-sama
menyusun pengertian yang satu, bulat dan utuh. Sebagai sistem filsafat, Pancasila telah
memenuhi persyaratan diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Sebagai satu kesatuan yang utuh, berarti kelima sila dari sila 1 s/d sila V merupakan
satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Memisahkan satu sila berarti
menghilangkan arti Pancasila.
b. Bersifat konsisten dan koheren, berarti lima sila Pancasila itu urut-urutan sila 1 s/d
V bersifat runtut tidak kontradiktif. Nilai yang lebih essensial didahulukan. Essensi
pokok sila 1 s/d V: Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat, Adil. Tuhan menciptakan
manusia, manusia butuh interaksi dengan manusia lain (persatuan), setelah bersatu
mencapai tujuan bersama (keadilan) perlu musyawarah lebih dahulu.
c. Ada hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain, berarti sila I s/d V
ada hubungan keterkaitan dan ketergantungan yang menjadi lima sila itu bulat
utuh.
d. Ada kerjasama, dalam arti bahwa antara satu sila dengan sila lainnya saling
mendukung, saling menguatkan, dan saling memberi makna.
e. Semua mengabdi pada satu tujuan bersama, yaitu tujuan nasional bangsa Indonesia
sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
Konsekuensi dari sistem tersebut, maka Pancasila mempunyai susunan
hierarkhis dan bentuk piramidal.Konsekuensi logis dari hierarkhis piramidal sila-sila
Pancasila tersebut, maka sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi puncak sila
dibawahnya, yaitu: Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Adapun hubungan antara sila-sila Pancasila itu adalah sebagai berikut (Notonagoro,
1975: 44) .
-Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai sila-sila II, III, IV, V.
-Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, diliputi dan dijiwai oleh sila I dan meliputi
serta menjiwai sila-sila III, IV, dan V.
-Sila Persatuan Indonesia, diliputi dan dijiwai oleh sila I, II, dan meliputi serta menjiwai
sila IV, dan V.
-Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, diliputi dan dijiwai oleh sila I, II, III, serta meliputi dan
menjiwai sila V.
-Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dijiwai dan diliputi oleh sila I,II,III,
IV.

C. Topik diskusi
Menurut saudara, apakah masih relevan jika dikatakan bahwa Pancasila merupakan
sistem filsafat? Berilah alas an saudara.
PERTEMUAN KE 7
A. Pengantar
Assalamualaikum wr wb.
Salam sejahtera.
Salam Pancasila!!!!
Saudara mahasiswa yang saya banggakan, saat ini kita sudah menginjak pada
Pembelajaran Online pertemuan sesi ketujuh. Semoga kita senantiasa dalam kondisi
sehat, sehingga mampu menuntaskan pertemuan sesi ini. Anda telah berada di
pertemuan sesi ketujuh. Untuk itu pastikan saudara sudah menyelesaikan tagihan tugas
dan diskusi
Pada sesi akhir ini saudara akan mempelajari tentang
a. Pancasila Sebagai Sistem Etika
b. Etika Kehidupan Berbangsa
Setelah mengikuti sesie ini mahasiswa diharapkan dapat menganalisa Pancasila Sistem
Etika
Wassalamualaikum wr. Wb

B. Materi
PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

Etika berasal dari kata Yunani etos, yang artinya sepadan dengan arti kata susila.
Etika adalah sebuah ilmu, yaitu sebagai salah satu cabang ilmu filsafat yang
mengajarkan bagaimana hidup secara arif atau bijaksana, sehingga filsafat etika juga
dikenal sebagai filsafat moral. Moralitas adalah sebuah “pranata” seperti halnya agama,
politik, bahasa dan sebagainya yang sudah ada sejak dahulu kala dan diwariskan secara
turun temurun. Sebaliknya, etika adalah sikap kritis setiap pribadi dan kelompok
masyarakat dalam merealisasikan moralitas itu.
Etika adalah ilmu yang mempertanyakan tanggungjawab dan kewajiban
manusia. Etika yang mempertanyakan prinsip-prinsip dasar yang berlaku bagi segenap
tindakan manusia disebut etika umum. Kaitan dengan Pancasila, maka etika politik
dengan rasa etik tidak lain adalah Etika Pancasila. Pancasila sebagai etika politik bagi
bangsa dan negara Indonesia adalah etika yang dijiwai oleh falsafah negara Pancasila
yang meliputi:
1. Etika yang berjiwa Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung makna percaya akan
adanya Tuhan Yang Maha Esa, patuh pada perintah Tuhan dan menjauhi larangan-
Nya.
2. Etika yang berperikemanusiaan, mengandung makna menilai harkat kemanusiaan
tetap lebih tinggi dari nilai kebendaan, tidak membenarkan adanya rasialisme, dan
sikap membeda-bedakan manusia.
3. Etika yang dijiwai oleh rasa Kesatuan Nasional, mengandung makna sifat bangsa
Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika dan bangsa yang cinta persatuan.
4. Etika yang berjiwa demokrasi, mengandung makna lambang persaudaraan
manusia, sama-sama berhak akan kemerdekaan dan memperoleh kebebasan.
5. Etika yang berjiwa keadilan sosial, mengandung makna manifestasi dari
kehidupan masyarakat yang dilandasi oleh jiwa kemanusiaan, jiwa yang cinta kepada
persatuan, jiwa yang bersifat demokrasi, dan semangat mau bekerja keras.
Pancasila bagi bangsa Indonesia adalah seperangkat nilai yang harus dijunjung tinggi
baik dalam bermasyarakat maupun bernegara. Dengan kata lain, Pancasila adalah etika
bagi bangsa Indonesia dalam bermasyarakat dan bernegara. Adapun nilai-nilai etika
yang terkandung dalam Pancasila tertuang dalam berbagai tatanan berikut ini.
1. Tatanan bermasyarakat, nilai-nilai dasarnya seperti tidak boleh ada eksploitasi
sesama-manusia, berperikemanusiaan dan berkeadilan sosial.
2. Tatanan bernegara, dengan nilai dasar merdeka, berdaulat, bersatu, adil dan
makmur.
3. Tatanan kerjasama antar negara atau tatanan luar negeri, dengan nilai tertib dunia,
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
4. Tatanan pemerintah daerah, dengan nilai permusyawaratan dan mengakui asal-usul
keistimewaan daerah.
5. Tatanan hidup beragama, dengan nilai dasar dijamin oleh negara kebebasannya
serta beribadat sesuia dengan agamanya masing-masing.
6. Tatanan bela negara, dengan nilai dasarnya hak dan kewajiban warga negara untuk
membela negara.
7. Tatanan pendidikan, dengan nilai dasarnya mencerdaskan kehidupan bangsa.
8. Tatanan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat.
9. Tatanan hukum dan keikutsertaan dalam pemerintahan dengan nilai-nilai dasar
kesamaan bagi setiap warga negara dan kewajiban menjunjung pemerintahan tanpa
kecuali.
10. Tatanan kesejahteraan sosial dengan nilai dasar kemakmuran masyarakat yang
diutamakan dan bukan kemakmuran orang-seorang.
Etika dalam kehidupan kenegaraan dan hukum tidak lepas dari analisis fungsi-
fungsi kenegaraan, sistem pemerintahan, hak dan kewajiban warga negara dan
penduduk yang kesemuanya diatur dalam etika kenegaraan dan etika tata hukum
sebuah negara. Oleh karena itu, analisis kenegaraan tidak dapat dipisahkan dari analisis
tata hukum. Aliran yuridis murni beranggapan bahwa negara adalah tidak lain dari
pada personifikasi dari hukum, suatu himpunan tata hukum berdasar suatu sistem
tertentu.
Kaitan dengan penerapan etika dalam kehidupan kenegaraan, kajiannya tidak
lepas dari sedikitnya empat kelompok masalah kenegaraan, yaitu tata organisasi, tata
jabatan, tata hukum, dan tata nilai yang dicita-citakan dari suatu negara.
Tata organisasi suatu negara dapat dilihat dari bentuk negara dan bentuk
pemerintahan. Bentuk negara merupakan penjelmaan dari pada organisasi negara
secara nyata di masyarakat. Tata organisasi ini mencerminkan suatu pola tertentu atau
dengan orientasi sistemik, merupakan suatu sistem berorganisasi (puncak)-nya manusia
dalam kehidupan berkelompok, seperti republik, morarki, aristokrasi; kesatuan dan
federal. Bentuk pemerintahan ialah pola yang menentukan hubungan antara lembaga-
lembaga negara dalam menentukan gerak kenegaraan. Bentuk pemerintahan dapat
berupa sistem parlementer atau presidensial atau variasi dari penyelenggaraan fungsi
kenegaraan yang berpangkal pada trias politica.

Arah kebijakan untuk membangun etika kehidupan berbangsa diimplementasikan


sebagai berikut.
1. Mengaktualisasikan nilai-nilai agama dan kebudayaan luhur bangsa dalam
kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pendidikan
formal, informal, dan non formal dan pemberian contoh keteladanan.
2. Mengarahkan orientasi pendidikan yang mengutamakan aspek pengenalan menjadi
pendidikan yang bersifat terpadu dengan menekankan ajaran etika yang bersumber
dari ajaran agama dan budaya luhur bangsa serta pendidikan watak dan budi
pekerti yang menekankan keseimbangan antara kecerdasan, intelektual, kematangan
emosional dan spiritual, serta amal kebajikan.
3. Mengupayakan agar setiap program pembangunan dan keseluruhan aktivitas
kehidupan berbangsa dijiwai oleh nilai-nilai etika dan akhlak mulia.

C. Topik diskusi
Menurut saudara bagaimana cara yang paling tepat agar Pancasila dapat diaplikasikan
dengan baik dalam pelaksanaan perpolitikan di Indonesia?
PERTEMUAN KE 8
UTS (disesuaikan dengan dosen pengampu masing-masing)
PERTEMUAN KE 9
A. Pengantar
Assalamualaikum wr wb.
Salam sejahtera.
Salam Pancasila!!!
Saudara mahasiswa yang saya banggakan, saat ini kita sudah menginjak pada
pembelajaran online ke 9. Semoga kita senantiasa dalam kondisi sehat, sehingga mampu
menuntaskan pertemuan sesi ini. Setelah mengikuti pembelajaran online ke 9 ini,
diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menganalisis tentang Pancasila Sebagai
Ideologi Nasional
Wassalamu alaikum Wr. Wb.

B. Materi

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI

Istilah ideologi berasal dari kata idea dan logos. Idea berarti gagasan, konsep,
pengertian dasar, ide-ide dasar, cita-cita. Kata idea berasal dari bahasa Yunani, eidos
yang berarti bentuk atau idein yang berarti melihat. Idea dapat diartikan sebagai cita-
cita, yaitu cita-cita yang bersifat tetap dan akan dicapai dalam kehidupan nyata. Dengan
demikian, cita-cita ini pada hakikatnya merupakan dasar, pandangan, atau faham yang
diyakini kebenarannya. Sedangkan logos berarti ilmu. Secara harfiah, ideologi berarti
ilmu pengetahuan tentang ide-ide (the science of ideas), atau ajaran tentang pengertian-
pengertian dasar.
Pokok-pokok pikiran yang perlu dikemukakan mengenai ideologi adalah sebagai
berikut.
1. Bahwa ideologi merupakan sistem pemikiran yang erat kaitannya dengan perilaku
manusia. Kecuali itu, ideologi merupakan serangkaian pemikiran yang berkaitan
dengan tertib sosial dan politik yang ada dan berupaya untuk merubah atau
mempertahankan tertib sosial dan politik yang bersangkutan.
2. Bahwa ideologi, di samping mengemukakan program juga menyertakan strategi
guna merealisasikannya.
3. Bahwa ideologi dapat dipandang sebagai serangkaian pemikiran yang dapat
mempersatukan manusia, kelompok, atau masyarakat, yang selanjutnya diarahkan
pada terwujudnya partisipasi secara efektif dalam kehidupan sosial politik.
4. Bahwa yang bisa merubah suatu pemikiran menjadi ideologi adalah fungsi
pemikiran itu dalam berbagai lembaga politik dan kemasya-rakatan.
Makna suatu ideologi dapat ditemukan dari karakteristiknya. Beberapa karakteristik
suatu ideologi, antara lain:
1. Ideologi seringkali muncul dan berkembang dalam situasi krisis
Situasi krisis, di mana cara pandang, cara berpikir dan cara bertindak yang sebelumnya
dianggap umum dan wajar dalam suatu masyarakat telah dianggap sebagai suatu yang
sudah tidak dapat diterima lagi. Keadaan semacam biasanya akan mendorong
munculnya suatu ideologi.
2. Ideologi merupakan pola pemikiran yang sistematis
Ideologi pada dasarnya merupakan ide atau gagasan yang dilemparkan atau
ditawarkan ke tengah-tengah arena perpolitikan. Oleh karena itu, ideologi harus
disusun secara sistematis agar dapat diterima oleh warga masyarakat secara rasional.
3. Ideologi mempunyai ruang lingkup jangkauan yang luas, namun beragam
Dilihat dari dimensi horisontal, ideologi mempunyai ruang lingkup yang sangat luas,
mulai dari penjelasan-penjelasan yang parsial sifatnya sampai kepada gagasan-gagasan
atau pandangan-pandangan yang komprehensif (misalnya: weltanschauung).
4. Ideologi mencakup beberapa strata pemikiran dan panutan
Dilihat dari dimensi vertikal, ideologi mencakup beberapa strata pemikiran dan
panutan, mulai dari konsep yang kompleks dan sophisticated sampai dengan slogan-
slogan atau simbol-simbol sederhana yang mengekspresikan gagasan-gagasan tertentu
sesuai dengan tingkat pemahaman dan perkembangan masyarakatnya.
Ideologi juga memiliki fungsi yang khusus sifatnya, seperti:
1. Ideologi berfungsi melengkapi struktur kognitif manusia
Sebagai sistem panutan, ideologi pada dasarnya merupakan formulasi ide atau gagasan
melalui mana manusia dapat menerima, memahami, dan sekaligus menginterpretasikan
hakikat kehidupan ini.
2. Ideologi berfungsi sebagai panduan
Sebagai suatu panduan, ideologi mencanangkan seperangkat patokan tentang
bagaimana manusia seharusnya bertingkah laku, di samping tujuan dan cara mencapai
tujuan itu.
3. Ideologi berfungsi sebagai lensa, melalui mana seseorang dapat melihat dunianya;
sebagai cermin, melalui mana seseorang dapat melihat dirinya; dan sebagai jendela,
melalui mana orang lain bisa melihat diri kita.
Ideologi merupakan salah satu alat bagi seseorang atau bangsa untuk mengenal dan
melihat dirinya sendiri, dan mengharapkan orang lain untuk bisa melihat dan
menginterpretasikan tindakannya yang didasarkan atas ideologinya
4. Ideologi berfungsi sebagai kekuatan pengendali konflik, sekaligus fungsi integratif
Dalam level personal, ideologi dapat membantu setiap individu dalam mengatasi
konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri ataupun dalam hubungannya dengan orang
lain. Di sisi lain, ideologi dapat mengingkat kebersamaan dengan cara mengintegrasikan
berbagai aspek kehidupan individu. Dalam kehidupan masyarakat, ideologi juga dapat
berfungsi membatasi terjadinya konflik.

D. Perbandingan Ideologi
Kajian tentang ideologi terasa kurang lengkap tanpa mengkaji ideologi-ideologi besar
yang berpengaruh di dunia. Oleh karena itu maka pada bagian ini akan disajikan
uraian singkat tentang beberapa ideologi tersebut.
1. Agama sebagai Ideologi
Dalam batas-batas tertentu, agama dapat dijadikan sebagai ideologi. Penempatan agama
sebagai ideologi pernah mengalami masa kejayaan, terutama pada abad pertengahan di
Eropa. Pada waktu itu hampir semua hidup dan kehidupan masyarakat diabdikan
untuk kepentingan agama.
2. Liberalisme
Dalam rangka mempertajam persepsi terhadap beberapa aliran filsafat politik yang
revolusioner, ada baiknya dikemukakan dua teori pokok gerakan revolusioner di
Amerika Serikat. Pertama, teori yang dikembangkan oleh The Founding of America
yang didasarkan atas hak-hak rakyat untuk membebaskan diri dari pemerintahan yang
depotisme. Teori revolusioner ini tergolong tradisional dengan tujuan yang sederhana
yaitu ingin mengakhiri praktik-praktik tirani dan memberikan kebebasan kepada rakyat
secara penuh sesuai dengan peraturan yang berlaku.

3. Marxisme dan Leninisme


Teori komunisme sebagai suatu sistem sosial muncul ke permukaan menjelang abad ke
18. Di saat bentuk kapitalisme mulai memperlihatkan dirinya, Sir Thomas More menulis
sebuah essay yang berjudul Utopia (1516). Dalam essay tersebut, More mengungkapkan
prinsip hak milik umum sebagai landasan yang harus digunakan dalam sistem produksi
dan distribusinya. Di samping itu, More mengungkap-kan bahwa penguasa tertinggi
dalam dinasti Tudor menolak mentah-mentah segala hak milik yang bersifat
perseorangan atau pribadi. Sebagai gantinya mereka mengintrodusir satu sistem di
mana negara diakui mempunyai hak untuk mengawasi segala bentuk dan hasil
produksi.
Tiga hal yang merupakan komponen dasar dari Marxisme adalah: (1) filsafat dialectical
and historical materialism, (2) penyikapan terhadap masyarakat kapitalis yang
bertumpu kepada teori nilai tenaga kerja David Ricardo dan Adam Smith, serta (3)
menyangkut teori negara dan teori revolusi yang dikembangkan atas dasar konsep
perjuangan kelas. Konsep ini dipandang akan mampu membawa masyarakat yang ada
ke arah masyarakat komunis tanpa kelas.
Teori yang dikembangkan oleh Marx memang didasarkan pada metode dialektika dari
Hegel. Menurut metode tersebut, perubahan-perubahan dalam pemikiran, sifat dan
bahkan perubahan masyarakat itu sendiri berlangsung melalui tiga tahap, yaitu: tes
(affirnation), kemudian antites (negation), dan pada akhirnya sintes (unification). Dalam
hubungan ini, Marx cenderung mendasarkan pemikirannya kepada argumentasi Hegel
yang menandaskan, bahwa kontradiksi dan konflik dari berbagai hal yang saling
berlawanan satu sama lain sebenarnya bisa membawa pergeseran kehidupan sosial
politik dari tingkat sebelumnya ke tingkat yang lebih tinggi. Selain dari itu, suatu
tingkat kemajuan akan bisa dicapai dengan jalan menghancurkan hal-hal yang lama dan
sekaligus memunculkan hal-hal yang baru.
4. Komunisme
Menurut teori aslinya, yaitu teori Marx, sosialisme dan komunisme tidak akan mungkin
bisa muncul di negara-negara yang tingkat perkembangan ekonominya belum begitu
maju. Selain itu, Marx juga mengatakan bahwa sistem feodal harus digantikan oleh
sistem kapitalis yang ditimbulkan oleh industrialisasi. Dalam pandangan Marx, sistem
kapitalis tersebut bisa mempersiapkan kerangka landasan untuk datangnya sosialisme
dengan melalui dua cara: (1) kapitalisme memberikan kemungkinan meningkatnya
produksi melalui industrialisasi, dan (2) kapitalisme dapat melahirkan kelas baru, yaitu
kelas proletar atau buruh.
.Salah satu pendapat yang sering diutarakan tentang berkembangnya gerakan komunis
di negara-negara baru adalah bahwa komunisme merupakan akibat kemiskinan. Kalau
rakyat hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan, maka hal ini merupakan keadaan
yang subur bagi komunisme. Secara logis atau a priori pendapat ini masuk akal.
Semestinya yang paling miskin menjadi yang paling kurang puas sehingga tidak
mungkin mengikuti gerakan komunis yang ingin merombak masyarakat secara
keseluruhan
5. Fasisme
Istilah Fasisme dikembangkan dari istilah Latin “fasces” yang merupakan simbol
kekuasaan pada jaman Romawi Kuno. Di Italia dikenal pula istilah “fascio” dengan arti
dan konotasi yang sama. Fasisme sebagai gerakan politik muncul di Italia setelah
Perang Dunia I dan sempat menguasai negara itu dari tahun 1922 sampai dengan tahun
1943. Fasisme sebagai gerakan politik lebih eksklusif sifatnya setelah dikaitkan dengan
gerakan-gerakan yang diorganisir oleh Benito Mussolini pada tahun 1919.Fasisme
menolak dengan tegas gerakan Pasifisme, akan tetapi lebih menyukai bentuk-bentuk
kekerasan. Mereka juga menolak demokrasi dan liberalisme dengan segala macam
pranata pendukungnya. Sebaliknya, Fasisme lebih cenderung mendekati nasionalisme
dan imperialisme, serta lebih tertarik kepada tradisi-tradisi jaman Romawi.
Negara, dalam pandangan Fasis diangap terlepas dan ada di atas setiap perintah moral.
Negara berdiri di atas semua individu dan mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding
individu. Kebebasan individu dibatasi untuk memberikan perhatian sepenuhnya
kepada negara. Negara adalah di atas segala-galanya. Negara mempunyai peranan
sangat penting dalam membentuk individu-individu yang tercakup di dalamnya. Untuk
itu, negara harus melakukan pengawasan mutlak kepada setiap aspek kehidupan
individu, yang meliputi pendidikan, kehidupan ekonomi, dan memaksakan tercapainya
keselarasan antara kerja dan modal. Dari segi inilah nampak bahwa Fasisme menolah
Sosialisme-Marxist maupun Kapitalisme. Di bawah Fasisme hak milik perseorangan
dipertahankan sepanjang pemakaiannya diletakkan di bawah kekuasaan negara.

6. Ideologi Pancasila
Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup sekaligus juga merupakan
ideologi negara. Sebagai ideologi negara berarti bahwa Pancasila merupakan gagasan
dasar yang berkenaan dengan kehidupan negara. Sebagaimana setiap ideologi memiliki
konsep mengenai wujud masyarakat yang dicita-citakan, begitu juga dengan ideologi
Pancasila. Masyarakat yang dicita-citakan dalam ideologi Pancasila adalah masyarakat
yang dijiwai dan mencerminkan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila,
yaitu masyarakat yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta bertoleransi,
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, masyarakat yang bersatu dalam suasana
perbedaan, berkedaulatan rakyat dengan mengutamakan musyawarah, serta
masyarakat yang berkeadilan sosial. Hal itu berarti bahwa Pancasila bukan hanya
sesuatu yang bersifat statis melandasi berdirinya negara Indonesia, akan tetapi
Pancasila juga membawakan gambaran mengenai wujud masyarakat tertentu yang
diinginkan serta prinsip-prinsip dasar yang harus diperjuangkan untuk
mewujudkannya.
Pancasila sebagai ideologi negara membawakan nilai-nilai tertentu yang digali dari
realitas sodio budaya bangsa Indonesia. Oleh karena itu maka ideologi Pancasila
membawakan kekhasan tertentu yang membedakannya dengan ideologi lain. Kekhasan
itu adalah keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa, yang membawa
konsekuensi keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kemudian
juga penghargaan akan harkat dan martabat kemanusiaan, yang diwujudkan dengan
penghargaan terhadap hak azasi manusia dengan memperhatikan prinsip
keseimbangan antara hak dan kewajiban. Kakhususan yang lain adalah bahwa ideologi
Pancasila menjunjung tinggi persatuan bangsa dengan menempatkan terwujudnya
persatuan bangsa itu di atas kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan. Berikutnya
adalah kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang didasarkan pada prinsip
demokrasi dengan penentuan keputusan bersama yang diupayakan sejauh mungkin
melalui musyawarah untuk mencapai kata mufakat. Satu hal lagi yaitu keinginan untuk
mewujudkan keadilan dalam kehidupan bersama seluruh masyarakat Indonesia.

C. Topik diskusi
Sebagai Ideologi negara, Pancasila haruslah dapat diamalkan oleh masyarakat
Indonesia. Menurut saudara, bagaimana cara untuk membumikan Pancasila agar dapat
diaplikasikan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari?
PERTEMUAN KE 10
A. Pengantar
Assalamualaikum wr wb.
Salam sejahtera.
Salam Pancasila!!!!
Saudara mahasiswa yang saya banggakan, saat ini kita sudah menginjak pada
Pembelajaran Online kesepuluh. Semoga kita senantiasa dalam kondisi sehat, sehingga
mampu menuntaskan pertemuan sesi sepuluh ini. Anda telah berada di pertemuan
sepuluh ini. Untuk itu pastikan saudara sudah menyelesaikan tagihan tugas, diskusi,
dan kuis pada pertemuan-pertemuan sebelumnya. Pada sesi ke 10 saudara akan
mempelajari tentang Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka. Setelah mengikuti sesie ini
mahasiswa diharapkan dapat menganalisa Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka

B. Materi
Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Bangsa Indonesia telah menetapkan Pancasila sebagai ideologi terbuka.Menurut Alfian,
suatu ideologi yang baik harus mengandung tiga dimensi agar supaya dapat
memelihara relevansinya yang tinggi/kuat terhadap perkembangan aspirasi
masyarakat dan tuntutan perubahan zaman. Kehadiran ketiga dimensi yang saling
berkaitan, saling mengisi, dan saling memperkuat itu menjadikan suatu ideologi yang
kenyal dan tahan uji dari masa ke masa. Ketiga dimensi yang harus dimiliki oleh setiap
ideologi yang terbuka adalah:
1. Dimensi realitas
Ideologi merupakan nilai-nilai dasar yang bersumber dari nilai-nilai yang hidup di
dalam masyarakatnya, terutama pada waktu ideologi itu lahir. Dengan demikian,
masyarakat pendukung ideologi itu dapat merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai
dasar itu adalah milik mereka bersama. Dengan kata lain, nilai-nilai dasar yang
terkristalisasi sebagai ideologi benar-benar tertanam dan berakar dalam kehidupan
masyarakatnya.
2. imensi idealitas
Ideologi harus mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan demikian, bangsa yang
memiliki ideologi adalah bangsa yang telah mengetahui ke arah mana mereka akan
membangun bangsa dan negaranya.
3. Dimensi fleksibilitas
Indiologi harus memberikan ruang yang memungkinkan berkembangnya pemikiran-
pemikiran baru tentang ideologi tersebut, tanpa menghilangkan hakikat yang
terkandung dalamnya. Dimensi fleksibilitas atau dimensi pengembangan hanya
mungkin dimiliki secara wajar dan sehat oleh suatu ideologi yang terbuka atau ideologi
yang demokratis.

Ideologi terbuka adalah ideologi yang dapat berinteraksi dengan per-kembangan


zaman, dan adanya dinamika internal. Dinamika internal tersebut memberi peluang
kepada penganutnya untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran baru yang relevan
dan seseuai dengan perkembangan dari masa ke masa. Dengan demikian, ideologi
tersebut tetap aktual, selalu berkembang dan dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan masyarakat.
Pengertian terbuka adalah terbuka untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar pada
tatanan nilai instrumental. Tentu saja perlu digariskan batas-batas keterbukaan tersebut.
Sekurang-kurangnya ada dua pembatasan keterbukaan itu:
1. Kepentingan stabilitas nasional
Walaupun pada dasarnya semua gagasan untuk menjabarkan nilai dasar dapat
diajukan, namun jika sejak awal sudah dapat diperkirakan gagasan itu akan
menimbulkan keresahan yang meluas, selayaknya dicarikan momentum, bentuk, serta
metode yang tepat untuk menyampaikannya.
2. Larangan terhadap ideologi Marxisme-Leninisme/Komunisme
Walaupun secara faktual bangsa Indonesia dapat melihat proses kebangkrutan ideologi
Marxisme-Leninisme/Komunisme, namun Marxisme-Leninisme/Komunisme tidak
dapat diabaikan begitu saja (Soeprapto, 1992: 48). Keterbukaan ideologi Pancasila pada
tataran nilai instrumental dan nilai praksisnya bukan berarti bangsa Indonesia
membuka diri bagi faham komunisme. Sebaliknya, bangsa Indonesia tetap waspada
terhadap kerawanan-kerawanan yang mungkin ditimbulkan oleh paham tersebut.
Marxisme-Leninisme-Komunisme memiliki wawasan yang negatif terhadap konflik
karena tidak mengenal perdamaian. Dalam pandangannya konflik hanya dapat diakhiri,
manakala salah satu pihak yang bertentangan mengalami kehancuran. Prinsip
menghalalkan segala cara dalam mencapai cita-citanya dipandang sebagai konsep yang
bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.

C. Topik diskusi
Salam Pancasila!!
Pada pertemuan 10 ini terdapat bahan diskusi yang dapat saudara analisis bersama.
Silahkan tanggapi permasalahan berikut ini berdasarkan pemikiran saudara. Silahkan
mahasiswa berdiskusi tentang permasalahan berikut ini dan berilah komentar dalam
diskusi ini!!

Pancasila berisi nilai-nilai dan cita-cita yang digali dari bumi Indonesia sendiri, artinya
digali dan diambil dari kekayaan, rohani, moral dan budaya masyarakat dan bangsa
Indonesia. Di sini Pancasila dikenal sebagai Ideologi terbuka dalam arti bahwa Pancasila
sebagai Ideologi yang mampu mengikuti perkembangan jaman serta dinamis,
merupakan sistem pemikiran terbuka dan merupakan hasil konsensus masyarakat itu
sendiri, oleh karena itulah Pancasila juga merupakan dasar negara yang sudah barang
tentu harus terwujud dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pancasila merupakan konsensus politik yang sangat menakjubkan, para pendiri negara
mampu menampung semua kepentingan yang ada kedalam ideologi Pancasila, dan
yang luar biasa adalah mengambil jalan tengah antara dua pilihan ekstrim yakni negara
sekuler dan negara agama. Dasar negara yang telah ditetapkan itu merupakan pilihan
yang sesuai dengan karakter bangsa, asli, yang akhirnya menjadi negara yang
berkarakter religius.

Betapa hebatnya para pendiri republik ini, betapa tidak, mereka telah memberi landasan
yang kokoh bagi suatu bangsa besar yang multiethnik, multi agama, ribuan pulau, dan
kaya sumberdaya alam (yang menjadi daya tarik asing untuk campur tangan). Pancasila
adalah titik pertemuan yang lahir dari suatu kesadaran bersama pada saat krisis.
Kesadaran tersebut muncul dari kesediaan untuk berkorban demi kepentingan yang
lebih besar membentuk bangsa yang besar. Pancasila adalah suatu konsensus dasar
yang menjadi syarat utama terwujudnya bangsa yang demokratis (As’ad Said Ali: 2009).

Berdasarkan paparan di atas berikan komentar dan pendapat saudara mengapa


Indonesia yang memiliki ideologi Pancasila yang mampu mengikuti perkembangan
jaman dan bersifat terbuka, akhir-akhir ini masih banyak yang mengaanggap tidak
relevan sehingga muncul berbagai gerakan berbagai organisasi dan kelompok
masyarakat yang ingin memisahkan diri dari NKRI, dan menghujat serta inggin
menggantikan Pancasila?

Sumber referensi:
Agus, A. A. (2017). Relevansi Pancasila sebagai ideologi terbuka di era reformasi. Jurnal
Office, 2(2), 229-238.
PERTEMUAN KE 11
A. Pengantar
Assalamu alaikum wr wb.
Salam sejahtera.
Salam Pancasila!!!!
Saudara mahasiswa yang saya hormati, saat ini kita sudah menginjak pada sesie
kesebelas. Semoga kita senantiasa dalam kondisi sehat, sehingga mampu menuntaskan
pertemuan sesi kesebelas ini. Setelah mengikuti tutorial ini mahasiswa diharapkan
dapat menganalisa Pancasila Dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia.
Wassalamu alaikum Wr.Wb.

B. Materi
PANCASILA DALAM KONTEKS KETATANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan berkaitan dengan keberadaan Pancasila
sebagai dasar negara. Pancasila sebagai dasar negara menjadi landasan dalam
pengaturan kehidupan bernegara, yang berarti bahwa segala macam peraturan
perundang-undangan dan kebijakan yang diambil oleh para penyelenggara negara
tidak boleh ada yang bertentangan dengan Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara itu
dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945. Oleh karenanya bicara Pancasila dalam
konteks ketatanegaraan tidak lain adalah bicara tentang ketentuan-ketentuan yang
tertuang dalam pasal-pasal UUD 1945. Dalam ketatanegaraan selain istilah Undang-
undang Dasar sering digunakan pula istilah konstitusi dalam pengertian yang berbeda
atau untuk saling menggantikan. Konstitusi (UUD) dalam dirinya berisi pembatasan
kekuasaan dalam negara. Pembatasan kekuasaan tersebut terlihat dengan adanya tiga
hal dalam setiap konstitusi, yaitu: (1) Menjamin hak asasi manusia atau warga negara;
(2) Memuat suatu ketatanegaraan suatu negara yang bersifat mendasar; (3) Mengatur
tugas serta wewenang dalam negara yang juga bersifat mendasar.
Naskah UUD 1945 sebelum mengalami amandemen terdiri dari Pembukaan,
Batang Tubuh, dan Penjelasan. Naskah tersebut secara resmi dimuat dalam Berita
Republik Indonesia Tahun II No. 7 yang terbit tanggal 15 Februari 1946. UUD 1945
ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus
1945. Antara Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasannya merupakan satu kebulatan
yang utuh, di mana antara satu bagian dengan bagian yang lain tidak dapat dipisah-
pisahkan. Namun sesuai amandemen keempat (ST MPR RI Agustus 2002), yang
dimaksud UUD 1945 adalah naskah yang terdiri dari Pembukaan dan Pasal-pasal. Hal
itu sesuai dengan rumusan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, bahwa: Dengan
ditetapkannya Perubahan Undang-Undnag Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara RI
Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.
Ada 4 (empat) pokok pikiran yang sifat dan maknanya sangat dalam, yaitu:
a. Pokok pikiran pertama: “Negara” -begitu bunyinya- “melindungi segenap Bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan
dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam
pembukaan ini diterima aliran pengertian Negara Persatuan, Negara yang
melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala
paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara, menurut
pengertian “Pembukaan” itu menghendaki persatuan meliputi segenap bangsa
Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan”.
Rumusan ini menunjukkan pokok pikiran Persatuan, dengan pengertian yang lazim,
negara, penyelenggara negara dan setiap warga Negara wajib mengutamakan
kepentingan negara di atas kepentingan golongan atau pun perorangan.
b. Pokok pikiran kedua: “Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat”.
Ini merupakan pokok pikiran Keadilan Sosial, yang didasarkan pada kesadaran
bahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk
menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat.
c. Pokok pikiran ketiga: yang terkandung dalam “Pembukaan” ialah Negara yang
berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.
Oleh karena iti sistem Negara yang terbentuk dalam Udang-Undang Dasar harus
berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan.
Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia. Ini adalah pokok
pikiranKedaulatan rakyat, yang menyatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan
rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
d. Pokok pikiran keempat: yang terkandung dalam “Pembukaan” ialah Negara
berdasar atas Kehtuahan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang
mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara Negara untuk memelihara
budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral Rakyat
yang luhur. Ini menegaskan pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa dan
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
Apabila kita perhatikan keempat pokok pikiran itu, maka tampaklah bahwa Pokok-
Pokok Pikiran itu tidak lain adalah pancaran dari dasar falsafah Negara Pancasila.

Hubungan antara Pembukaan dengan Pasal-pasal UUD 1945


Dengan kedudukannya sebagai Pokok Kaidah Fundamental Negara Republik
Indonesia, maka Pembukaan UUD 1945 bersifat tetap, artinya tidak dapat diubah,
apalagi diganti oleh siapa pun, termasuk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil
pemilihan umum. Dalam Hukum, Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan yang
kuat, tetap dan tidak berubah, terlekat pada kelangsungan hidup negara Republik
Indonesia. Hal ini berarti jika Pembukaan UUD 1945 itu diubah, apalagi diganti berarti
membubarkan Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Ditinjau dari Pokok-Pokok Pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945
Mengenai pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan UUD
1945 disebutkan sebagai berikut:
1) “Negara” begitu bunyinya “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dalam Pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan, negara yang
melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala
paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan, negara menurut
pengertian “Pembukaan” itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa
Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.
2) Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
3) Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan
permusyawaratan/ perwakilan.
4) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
Ditinjau dari hakikat dan kedudukan Pembukaan UUD 1945.
Seperti dikemukakan di atas, bahwa Pembukan mempunyai kedudukan sebagai
Pokok Kaidah Fundamental daripada negara Republik Indonesia. Dengan demikian
Pembukaan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari Pasal-pasal UUD 1945. Atau
dengan kata lain:
1) Pembukaan merupakan tertib hukum tertinggi dan terpisah dari Pasal-pasal UUD
1945.
2) Pembukaan merupakan Pokok Kaidah Fundamental yang menentukan adanya UUD
itu.
3) Terbawa oleh kedudukannya sebagai Pokok Kaidah Fundamental, Pembukaan
mengandung pokok-pokok pikiran yang oleh UUD harus diciptakan/dituangkan
dalam pasal-pasalnya.
Apabila kita kaji secara mendalam, maka alinea pertama, kedua, dan ketiga dengan
alinea keempat dipisahkan dengan adanya perkataan: “Kemudian daripada itu ....” pada
bagian awal alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa sifat hubungan antara masing-masing bagian Pembukaan dengan
Pasal-pasal UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1) Alinea pertama, kedua, dan ketiga Pembukaan UUD 1945 merupakan pernyataan
yang tidak mempunyai hubungan organis dengan pasal-pasal UUD 1945.
2) Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 mempunyai hubungan causal dan organis
dengan Pasal-pasal UUD 1945, yang mencakup beberapa aspek:
(1) UUD itu ditentukan akan ada.
(2) Apa yang diatur dalam UUD adalah tentang pembentukan pemerintah negara
yang memenuhi berbagai persyaratan.
(3) Negara Indonesia berbentuk Republik yang berkedaulatan rakyat.
(4) Ditetapkannya dasar kerokhanian (Filsafat Negara Pancasila)

Hubungan antara Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945


apabila kita mengkaji nilai-nilai yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila dan nilai-
nilai yang terkandung di dalam pokok-pokok pikiran Pembukaan, maka akan diperoleh
Pengertian yang sama. Lebih jelas hubungan tersebut tergambar sebagai berikut.

Sila-sila Pancasila Pokok-Pokok Pikiran dalam


Pembukaan UUD 1945

1 I (sila ke 3)

2 II (sila ke 5)

3 III (sila ke 4)

4 IV (sila ke 1 dan 2)

5
Dari skema tersebut di atas, tampak sekali akan hubungan antara Pancasila dengan
Pembukaan UUD 1945.
Sedangkan Pembukaan UUD 1945, terutama dalam alinea ketiga memuat pernyataan
kemerdekaan dan alinea keempat memuat tindakan yang harus dilaksanakan setelah
adanya negara.
Dengan demikian dapatlah ditentukan letak dan sifat hubungan antara Pembukaan
UUD 1945 dengan Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagai berikut.
a. Keduanya merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
b. Ditetapkannya Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia merupakan realisasi dari alinea/bagian kedua
Proklamasi 17 Agustus 1945.
c. Pembukaan UUD 1945 pada hakekatnya merupakan pernyataan kemerdekaan
secara terperinci dengan memuat pokok-pokok pikiran daripada adanya cita-cita
luhur yang menjadi semangat pendorong ditegakkannya kemerdekaan dalam
bentuk Negara Indonesia Merdeka berdaulat, bersatu, adil dan makmur
berdasarkan Pancasila.

C. Topik diskusi
Pembukan UUD 1945 mempunyai kedudukan sebagai Pokok Kaidah Fundamental.
Dengan demikian Pembukaan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari Pasal-pasal
UUD 1945. Menurut saudara, apa yang dimaksud dengan kaidah fundamental itu?
Berilah contoh nyatanya.

D. Penugasan
Buatlah analisis singkat terkait kedudukan pembukaan UUD 1945 dalam pembuatan
peraturan yang berlaku di negara Indonesia.
PERTEMUAN KE 12
A. Pengantar
Assalamu alaikum wr wb.
Salam sejahtera.
Salam Pancasila!!!!
Saudara mahasiswa yang saya hormati, saat ini kita sudah menginjak pada sesie
keduabelas. Semoga kita senantiasa dalam kondisi sehat, sehingga mampu
menuntaskan pertemuan sesi keduabelas. Setelah mengikuti tutorial ini mahasiswa
diharapkan dapat menganalisa Pokok-Pokok Pikiran Dalam Pembukaan UUD NRI
1945.
Wassalamu alaikum Wr.Wb.

B. Materi
POKOK-POKOK PIKIRAN DALAM PEMBUKAAN UUD 1945
Selain apa yang diuraikan di muka, sesuai dengan Penjelasan Undang-Undang dasar
1945, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai fungsi atau hubungan
langsung dengan Undang-Undang Dasar 1945 itu sendiri, ialah bahwa Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 itu mengandung pokok-pokok pikiran yang diciptakan
dan dijelmakan dalam Undang-Undang dasar, yaitu dalam pasal-pasalnya. Ada 4
(empat) pokok pikiran yang sifat dan maknanya sangat dalam, yaitu:
a. Pokok pikiran pertama: “Negara” -begitu bunyinya- “melindungi segenap Bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan
dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam
pembukaan ini diterima aliran pengertian Negara Persatuan, Negara yang
melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala
paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara, menurut
pengertian “Pembukaan” itu menghendaki persatuan meliputi segenap bangsa
Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan”.
Rumusan ini menunjukkan pokok pikiran Persatuan, dengan pengertian yang
lazim, negara, penyelenggara negara dan setiap warga Negara wajib
mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan golongan atau pun
perorangan.
b. Pokok pikiran kedua: “Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat”. Ini merupakan pokok pikiran Keadilan Sosial, yang didasarkan pada
kesadaran bahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama
untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat.
c. Pokok pikiran ketiga: yang terkandung dalam “Pembukaan” ialah Negara yang
berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.
Oleh karena iti sistem Negara yang terbentuk dalam Udang-Undang Dasar harus
berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan.
Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia. Ini adalah pokok
pikiran Kedaulatan rakyat, yang menyatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan
rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
d. Pokok pikiran keempat: yang terkandung dalam “Pembukaan” ialah Negara
berdasar atas Kehtuahan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang
mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara Negara untuk memelihara
budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral Rakyat
yang luhur. Ini menegaskan pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa dan
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Apabila kita perhatikan keempat pokok
pikiran itu, maka tampaklah bahwa Pokok-Pokok Pikiran itu tidak lain adalah
pancaran dari dasar falsafah Negara Pancasila.
HUBUNGAN ANTARA PEMBUKAAN DENGAN PASAL-PASAL UUD 1945
Isi UUD 1945 dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Bagian pertama, adalah Pembukaan UUD 1945 yang terdiri dari empat alinea, di
mana alinea terakhir memuat Dasar negara Pancasila.
b. Bagian kedua terdiri dari: Pasal-pasal UUD 1945 yang terdiri dari 20 bab, 73 pasal, 3
pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. Dilihat dari tertib hukum, kedua
bagian itu mempunyai kedudukan yang berbeda. Bagian pertama (Pembukaan)
memiliki kedudukan lebih tinggi daripada bagian kedua. Hal ini disebabkan
Pembukaan memenuhi persyaratan untuk disebut sebagai Pokok Kaidah Fundamental
Negara Republik Indonesia.
Adapun syarat-syarat itu adalah:
a. Dilihat dari sejarah terjadinya, Pembukaan ditentukan oleh Pembentuk Negara
(PPKI).
b. Dilihat dari isinya, Pembukaan memuat asas falsafah negara (Pancasila), asas politik
negara (Republik yang berkedaulatan rakyat), tujuan negara (melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial).
c. Pembukaan menetapkan adanya suatu UUD Negara Indonesia. Dengan
kedudukannya sebagai Pokok Kaidah Fundamental Negara Republik Indonesia, maka
Pembukaan UUD 1945 bersifat tetap, artinya tidak dapat diubah, apalagi diganti oleh
siapa pun, termasuk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil pemilihan umum.
Dalam Hukum, Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan yang kuat, tetap dan
tidak berubah, terlekat pada kelangsungan hidup negara Republik Indonesia. Hal ini
berarti jika Pembukaan UUD 1945 itu diubah, apalagi diganti berarti membubarkan
Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan
lebih tinggi daripada Pasal-pasal UUD 1945. Hal ini berarti bahwa keduanya
mempunyai kedudukan yang berbeda, dan masingmasing memiliki eksistensi sendiri.
Meskipun demikian Pembukaan UUD 1945 mempunyai hubungan erat dengan Pasal-
pasal UUD 1945. Hubungan itu dapat dilihat dari beberapa aspek sebagai berikut:
a. Ditinjau dari isi pengertian yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945
1) Merupakan rangkaian peristiwa dan keadaan yang mendahului terbentuknya
negara yang merupakan rumusan dasar-dasar pemikiran dan motif yang
mendorong bagi tersusunnya kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam wujud
terbentuknya negara Indonesia. Hal ini tertuang dalam alinea pertama, kedua dan
ketiga Pembukaan UUD 1945.
2) Merupakan pernyataan yang akan dilaksanakan setelah negara Indonesia terwujud.
Hal ini tersurat dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Apabila kita kaji
secara mendalam, maka alinea pertama, kedua, dan ketiga dengan alinea keempat
dipisahkan dengan adanya perkataan: “Kemudian daripada itu ....” pada bagian
awal alinea keempat Pembukaan UUD 1945.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa sifat hubungan antara masing-
masing bagian Pembukaan dengan Pasal-pasal UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1) Alinea pertama, kedua, dan ketiga Pembukaan UUD 1945 merupakan pernyataan
yang tidak mempunyai hubungan organis dengan pasal-pasal UUD 1945.
2) Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 mempunyai hubungan causal dan organis
dengan Pasal-pasal UUD 1945, yang mencakup beberapa aspek:
(1) UUD itu ditentukan akan ada.
3) Apa yang diatur dalam UUD adalah tentang pembentukan pemerintah negara yang
memenuhi berbagai persyaratan.
4) Negara Indonesia berbentuk Republik yang berkedaulatan rakyat.
5) Ditetapkannya dasar kerokhanian (Filsafat Negara Pancasila)

Ditinjau dari Pokok-Pokok Pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945
Mengenai pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945
disebutkan sebagai berikut:
1) “Negara” begitu bunyinya “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam Pembukaan ini diterima
aliran pengertian negara persatuan, negara yang melindungi dan meliputi segenap
bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala
paham perseorangan, negara menurut pengertian “Pembukaan” itu menghendaki
persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar negara
yang tidak boleh dilupakan.
2) Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
3) Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan
permusyawaratan/ perwakilan.
4) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
Pokok-pokok pikiran itu meliputi suasana kebatinan dari UUD Negara Indonesia.
Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsideo) yang menguasai
Hukum dasar Negara, baik hukum yang tertulis (UUD) maupun hukum yang tidak
tertulis. UUD menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya. Begitulah,
hubungan antara Pembukaan dengan Pasal-pasal UUD tampak jelas sekali,
hubungannya causal-organis.
Ditinjau dari hakikat dan kedudukan Pembukaan UUD 1945.
Seperti dikemukakan di atas, bahwa Pembukan mempunyai kedudukan sebagai Pokok
Kaidah Fundamental daripada negara Republik Indonesia. Dengan demikian
Pembukaan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari Pasal-pasal UUD 1945. Atau
dengan kata lain:
1) Pembukaan merupakan tertib hukum tertinggi dan terpisah dari Pasal-pasal UUD
1945.
2) Pembukaan merupakan Pokok Kaidah Fundamental yang menentukan adanya UUD
itu.
3) Terbawa oleh kedudukannya sebagai Pokok Kaidah Fundamental, Pembukaan
mengandung pokok-pokok pikiran yang oleh UUD harus diciptakan/dituangkan dalam
pasal-pasalnya.

Dengan kedudukannya sebagai Pokok Kaidah Fundamental Negara Republik


Indonesia, maka Pembukaan UUD 1945 bersifat tetap, artinya tidak dapat diubah,
apalagi diganti oleh siapa pun, termasuk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil
pemilihan umum. Dalam Hukum, Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan yang
kuat, tetap dan tidak berubah, terlekat pada kelangsungan hidup negara Republik
Indonesia. Hal ini berarti jika Pembukaan UUD 1945 itu diubah, apalagi diganti berarti
membubarkan Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Ditinjau dari Pokok-Pokok Pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945
Mengenai pokok-pokok pikiran yang terkandung di dalam Pembukaan UUD
1945 disebutkan sebagai berikut:
1) “Negara” begitu bunyinya “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Dalam Pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan, negara yang
melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi negara mengatasi segala
paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan, negara menurut pengertian
“Pembukaan” itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa Indonesia
seluruhnya. Inilah suatu dasar negara yang tidak boleh dilupakan.
2) Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
3) Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan
permusyawaratan/ perwakilan.
4) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
Ditinjau dari hakikat dan kedudukan Pembukaan UUD 1945.
Seperti dikemukakan di atas, bahwa Pembukan mempunyai kedudukan sebagai
Pokok Kaidah Fundamental daripada negara Republik Indonesia. Dengan demikian
Pembukaan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari Pasal-pasal UUD 1945. Atau
dengan kata lain:
1) Pembukaan merupakan tertib hukum tertinggi dan terpisah dari Pasal-pasal UUD
1945.
2) Pembukaan merupakan Pokok Kaidah Fundamental yang menentukan adanya UUD
itu.
3) Terbawa oleh kedudukannya sebagai Pokok Kaidah Fundamental, Pembukaan
mengandung pokok-pokok pikiran yang oleh UUD harus diciptakan/dituangkan dalam
pasal-pasalnya.
Apabila kita kaji secara mendalam, maka alinea pertama, kedua, dan ketiga dengan
alinea keempat dipisahkan dengan adanya perkataan: “Kemudian daripada itu ....” pada
bagian awal alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa sifat hubungan antara masing-masing bagian Pembukaan dengan
Pasal-pasal UUD 1945 adalah sebagai berikut:
1) Alinea pertama, kedua, dan ketiga Pembukaan UUD 1945 merupakan pernyataan
yang tidak mempunyai hubungan organis dengan pasal-pasal UUD 1945.
2) Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 mempunyai hubungan causal dan organis
dengan Pasal-pasal UUD 1945, yang mencakup beberapa aspek:
(1) UUD itu ditentukan akan ada.
(2) Apa yang diatur dalam UUD adalah tentang pembentukan pemerintah negara yang
memenuhi berbagai persyaratan.
(3) Negara Indonesia berbentuk Republik yang berkedaulatan rakyat.
(4) Ditetapkannya dasar kerokhanian (Filsafat Negara Pancasila)

Hubungan antara Pancasila dengan Pembukaan UUD 1945


apabila kita mengkaji nilai-nilai yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila dan nilai-
nilai yang terkandung di dalam pokok-pokok pikiran Pembukaan, maka akan diperoleh
Pengertian yang sama. Lebih jelas hubungan tersebut tergambar sebagai berikut.

Sila-sila Pancasila Pokok-Pokok Pikiran dalam


Pembukaan UUD 1945

1 I (sila ke 3)

2 II (sila ke 5)

3 III (sila ke 4)

4 IV (sila ke 1 dan 2)

Dari skema tersebut di atas, tampak sekali akan hubungan antara Pancasila dengan
Pembukaan UUD 1945.
Sedangkan Pembukaan UUD 1945, terutama dalam alinea ketiga memuat pernyataan
kemerdekaan dan alinea keempat memuat tindakan yang harus dilaksanakan setelah
adanya negara.
Dengan demikian dapatlah ditentukan letak dan sifat hubungan antara Pembukaan
UUD 1945 dengan Proklamasi 17 Agustus 1945 sebagai berikut.
a. Keduanya merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
b. Ditetapkannya Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia merupakan realisasi dari alinea/bagian kedua
Proklamasi 17 Agustus 1945.
c. Pembukaan UUD 1945 pada hakekatnya merupakan pernyataan kemerdekaan
secara terperinci dengan memuat pokok-pokok pikiran daripada adanya cita-cita
luhur yang menjadi semangat pendorong ditegakkannya kemerdekaan dalam
bentuk Negara Indonesia Merdeka berdaulat, bersatu, adil dan makmur
berdasarkan Pancasila.

C. Topik diskusi
Menurut saudara, seperti apakah relevansi pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila?
PERTEMUAN KE 13
A. Pengantar
Assalamu alaikum wr wb.
Salam sejahtera.
Salam Pancasila!!!!
Saudara mahasiswa yang saya hormati, saat ini kita sudah menginjak pada sesie
ketigabelas. Semoga kita senantiasa dalam kondisi sehat, sehingga mampu
menuntaskan pertemuan sesi ketigabelas.
Setelah mengikuti tutorial ini mahasiswa diharapkan dapat menganalisa Pancasila
Dalam Kelembagaan Negara Menurut UUD NRI 1945
Wassalamu alaikum Wr.Wb.

B. Materi
Sistem Pemerintahan Negara menurut UUD 1945.
Sistem pemerintahan negara menurut UUD 1945 yang telah diamandemen sangat
berbeda dengan sistem yang dianut oleh UUD 1945 sebelum diamandemen. Meskipun
nama-nama kelembagaan negara yang ada masih dipertahankan dan dengan ditambah
lembaga-lembaga baru, tetapi tugas dan kewenangannya sudah sangat berbeda.
Demikian pula dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang dianutnya, yang
mencerminkan sistem pemerintahan negara yang ada, secara formal masih banyak
persamaannya. Hal tersebut terjadi karena beberapa prinsip yang semula termaktub
dalam Penjelasan, setelah amandemen isi materinya dimasukkan ke dalam pasal dan
ayat UUD.
Secara garis besar gambaran tentang sistem pemerintahan negara yang dianut oleh
UUD 1945 yang telah diamandemen adalah sebagai berikut.
1. Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD (pasal 1 ayat 2).
Menurut UUD 1945, MPR yang keanggotaannya terdiri dari anggota DPR dan
anggota DPD bukan lagi sebagai lembaga pelaksana kedaulatan rakyat (pasal 1 ayat
2). Dalam UUD 1945 yang diamandemen tidak lagi menyebut lembaga apa yang
menjadi pemegang kedaulatan rakyat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kedaulatan rakyat terbagi di antara lembaga-lembaga negara dengan bidang
kekuasaannya masing-masing. MPR tidak mempunyai kewenangan untuk memilih
Presiden dan Wakil Presiden, tetapi hanya sebatas melantik (pasal 3 ayat 3 dan pasal
8 ayat 3). Demikian halnya dengan GBHN, UUD 1945 tidak lagi mengenal istilah
GBHN sebagai produk MPR. MPR mempunyai kewenangan memberhentikan
presiden dan atau wakil presiden menurut UUD setelah pendapat DPR tentang
dugaan pelanggaran terhadap UUD yang dilakukan oleh Presiden dan atau Wakil
Presiden mendapat keputusan Mahkamah Konstitusi, sehingga kewenangan MPR
dalam hal ini juga sebatas mengesahkan saja (pasal 3 ayat 3, pasal 7A, 7B, dan pasal
24C ayat I dan 2). Kewenangan terbesar MPR adalah menetapkan dan mengubah
UUD (pasal 3 ayat 1) selain mengenai Pembukaan UUD (konsensus nasional) dan
bentuk Negara Kesatuan Repubglik Indonesia (pasal 37 ayat 5).
2. Sistem Konstitusional:
Sistem konstitusional dalam UUD 1945 tercermin dalam ketentuan-ketentuan
sebagai berikut.
a. Kedaulatan ditangan rakyat dan dilaksanakan menurutu UUD (pasal 1 ayat 2).
b. MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam
masa jabatannya menurut UUD (pasal 3 ayat 3).
c. Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
UUD (pasla 4 ayat 1).
d. Presiden dan atau Wakil Presiden sebelum memangku jabatannya bersumpah
atau berjanji memegang teguh UUD (pasal 9 ayat 1).
e. Hak-hak DPR ditentukan oleh UUD (pasal 20A).
f. Setiap UU yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan UUD (pasal 24C ayat
1).
g. Kewenangan lembaga negara (tinggi/tingkat pusat) ditentukan oleh UUD (pasal
24C ayat 1).
h. Putusan dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau Wakil Presiden oleh
Mahkamah Konstitusi menurut UUD (pasal 24C ayat 2).
3. Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3).
Keberadaan negara Indonesia sebagai negara hukum ditegaskan pada pasal 1 ayat 3
UUD 1945. Sebagai negara hukum, segala tindakan yang dilakukan baik oleh
pemerintah maupun warga negara diatur oleh aturan hukum dengan konsekuensi
adanya sanksi bagi siapapun yang melakukan pelanggaran hukum. Faham negara
hukum yang dianut di Indonesia adalah faham negara hukum dalam arti luas, di
mana negara dengan peraturan hukumnya tidak hanya dimaksudkan untuk
melindungi kepentingan setiap individu warga negara, akan tetapi juga
dimaksudkan untuk menciptakan kesejahteraan umum.
4. Presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD (pasal 4 ayat 1).
Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden
(pasal 4 ayat 2). Kedudukan Presiden tidak lagi mutlak bertunduk kepada MPR atau
menjadi mandataris MPR, sebab Presiden dipilih langsung oleh rakyat melalui
Pemilu, dan MPR hanyalah melantik. Demikian halnya apabila Presiden diduga
melanggar UUD, maka MPR baru dapat memberhentikannya setelah ada keputusan
Mahkamah Konstitusi tentang hal tersebut.
5. Presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi (pasal ayat 1).
Presiden memegang tanggung jawab atas jalannya pemerintahan menurut UUD, dan
kepada Presiden diberikan kewenangan untuk membentuk suatu dewan
pertimbangan yang bertugas memberikan nasehat dan pertimbangan kepada
Presiden. Kedudukan Dewan Penasehat Presiden adalah dibawah Presiden, Presiden
tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi Presiden wajib bekerja sama dengan
DPR. Dalam pembuatan undang-undang Presiden harus mendapat persetujuan DPR,
demikian pula dalam pelaksanaan kewenangan Presiden harus mendengar betul
pertimbangan atau suara DPR, termasuk untuk hak-hak Presiden yang bersifat
prerogatif. Bahkan dalam hubungannya dengan Presiden, kedudukan DPR sangat
kuat. Presiden tidak dapat membubarkan DPR (pasal 7C), bahkan DPR dapat
mengajukan usul kepada MPR.
6. Menteri Negara ialah pembantu Presiden (pasal 17 ayat 1). Menteri negara adalah
pembantu Presiden, oleh karena itu kedudukan menteri sangat tergantung pada
Presiden (pasal 17 ayat 2). Menteri-menteri tidak bertanggung jawab kepada DPR.
7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Presiden selaku kepala negara
mempunyai kekuasaan yang snagat luas, meskipun tidak bersifat mutlak. Kekuasaan
Presiden selain dibidang eksekutif, juga memiliki kekuasaan menyusun undang-
undang (bidang legislatif) dan di bidang yudikatif. Namun demikian, kewenangan
Presiden menurut UUD 1945 yang telah diamandemen ini mengalami perubahan
yang sangat mendasar, dimana kontrol DPR atas berbagai kewenangan Presiden
sangatlah dominan, yaitu dengan format harus dengan “persetujuan” atau dengan
“meminta pertimbangan” DPR. Kewenangan lain dari DPR atas Presiden adalah
apabila diduga Presiden melakukan pelanggaran berat dan atau pelanggaran atas
UUD, maka DPR mempunyai kewenangan untuk mengusulkan kepada MPR
memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya. Presiden juga harus berpegang
teguh pada UUD/sistem konstitusional dan hukum yang berlaku.
8. Indonesia ialah negara Kesatuan yang berbentuk Republik (Pasal 1 ayat 1 dan pasal
18 ayat 1). Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah
provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintahan daerah
provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur, Bupati, dan
Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten,
dan kota dipilih secara demokratis. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan
sebagai urusan Pemerintahan Pusat. Pemerintahan daerah berhak menentukan
peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan
tugas pembantuan.

Kelembagaan Negara menurut UUD 1945


Lembaga-lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan menurut Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen adalah sebagai berikut:

UUD 1945

BPK PRESIDEN DPR MPR DPD MA MK

KPU BANK Kementerian KY


CENTRAL
Wantim

TNI/POL

Memegang Kekuasaan Memegang Kekuasaan Memegang Kekuasaan


Pemerintahan Ps 4 (1) Membentuk UU Ps 20 (1) Kehakiman Ps 24 (1)

(Setjen MPR RI, 2007: 5)


Di samping 7 (tujuh) Lembaga Tinggi Negara tersebut di atas, UUD 1945 menetapkan
lembaga-lembaga sebagai berikut; KPU, Bank Sentral, Komisi Yudisial,Kementerian
Negara
Dewan Pertimbangan, TNI/POLRI
Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia , sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung
(Pasal 30 ayat 2). Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan
Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi,
dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara (Pasal 30 ayat 3). Kepolisian Negara
RI sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas
melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakan hukum (Pasal 30 ayat
4). Susunan, kedudukan, hubungan kewenangan TNI-POLRI dan syarat-syarat
keikutsertaan bela negara diatur dengan UU (Pasal 30 ayat 5).
Hak Asasi Manusia (HAM)
Memahami amanat yang termaktub dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, maka
sangat jelas bahwa negara Indonesia yang dicita-citakan dan hendak dibangun adalah
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat atau negara demokrasi. HAM
adalah salah satu tiang yang sangat penting untuk menopang terbangun tegaknya
sebuah negara demokrasi.
Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 merupakan
piagam HAM pertama Indonesia, yang lahir lebih dulu dibanding Pernyataan HAM se
Jagad oleh PBB (10 Desember 1948). Komitmen kuat tentang HAM sebagaimana
tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 kemudian dijabarkan ke dalam pasal-pasal
(batang tubuh ) UUD 1945.
Namun dengan adanya berbagai pelanggaran HAM yang begitu banyak, maka
dipandang belum cukup apabila tentang HAM hanya sebagai mana tercantum dalam
Piagam HAM yang ada selama ini. Untuk itu perlu adanya ketetapan MPR yang khusus
memuat tentang HAM. Tap MPR yang dimaksudkan sebagai Piagam HAM terbaru itu
adalah ketetapan No. XVII/MPR/1998 tentang HAM. Berikut ini dijelaskan tentang
pandangan dan sikap bangsa Indonesia tentang HAM sebagai dimuat dalam lampiran
Tap Tersebut.
Selaras dengan Ketatapan MPR No. XVII tentang HAM dan tuntutan reformasi yang
mengharapkan semakin dihormati dan ditegakkannya HAM, maka hasil amandemen
terhadap UUD 1945 semakin menampakkan akan komitmen kuat bangsa Indonesia
tentang penghormatan dan penegakan HAM. UUD 1945 pada Bab XA memuat secara
khusus dalam satu bab tersendiri tentang HAM yang diuraikan menjadi terinci dalam
10 pasal, yaitu pasal28A sampai dengan pasal 28J.
Pertahanan dan Keamanan Negara
Pasal 30 UUD 1945 menegaskan:
Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahaan dan
keamanan negara.
Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara
keutuhan dan kedaulatan negara.
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta
menegakkan hukum.
Perubahan UUD
Ketentuan tentang perubahan UUD tertuang pasal 37 UUD 1945. Mengingat UUD
mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat mendasar bagi suatu negara maka
perubahan terhadap UUD sebaiknya tidak dapat dilakukan dengan cara yang
sedemikian mudah. Sebab perubahan terhadap UUD dari suatu negara jelas akan
membawa konsekuensi yang sangat luas dan mendasar bagi tatanan kehidupan
bernegara bagi suatu bangsa. Suatu bangsa yang berubah-ubah UUD dasarnya biasanya
begitu besar dan mahal resiko yang mesti diterimanya. Namun tidak dimungkinkannya
perubahan terhadap UUD juga berdampak kurang baik, sebab UUD yang kaku akan
menyulitkan bagi suatu bangsa untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan
perkembangan jamannya.
Sejauh ini UUD 1945 telah mengalami perubahan (amandemen) oleh MPR RI sebanyak
empat kali, yaitu:
1. Amandemen pertama terjadi dalam ST MPR RI Tahun 1999 meliputi Pasal-Pasal: 5,
7, 9, 13, 14, 15, 17, 20, dan Pasal 21.
2. Amandemen kedua dilakukan dalam ST MPR RI Tahun 2000 meliputi Pasal-Pasal:
18, 19, 20, 22, 25, 26, 27, 28, 30, dan Pasal 36.
3. Amandemen ketiga terjadi dalam ST MPR RI Tahun 2001 meliputi Pasal-Pasal: 1, 3,
6, 7, 11, 17, 22, 23, dan Pasal 24.
4. Amandemen keempat terjadi dalam ST MPR RI Tahun 2002 meliputi Pasal-Pasal: 3,
6, 8, 11, 16, 23, 24, 25, 31, 32, 33, 34, 37, Aturan Peralihan Pasal I, II, III, IV, dan
Aturan Tambahan Pasal I dan II.
Sesuai dengan amandemen yang telah dilakukan terhadap pasal 37 UUD 1945,
kewenangan melakukan perubahan terhadap UUD 1945 sebagaimana dimaksudkan
oleh pasal 37 tidak berlaku menyangkut bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di samping itu MPR juga sepakat untuk tidak melakukan perubahan terhadap
Pembukaan UUD 1945. Dengan demikian perubahan yang dimaksud hanya terhadap
pasal-pasalnya. Usul perubahan UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR apabila
diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR. Setiap usul
perubahan UUD diajukan secara tertulis dan harus ditunjukkan dengan jelas bagian
yang diusulkan untuk diubah dan disertai dasar alasannya secara jelas.Untuk
mengubah UUD, sidang MPR harus memenuhi kuorum yaitu dihadiri oleh minimal 2/3
dari jumlah anggota MPR. Putusan hanya dapat diambil apabila disetujui oleh lima
puluh persen ditambah satu dari jumlah seluruh anggota MPR.
Dalam perkembangannya MPR telah melakukan amandemen terhadap UUD 1945
sebanyak empat kali dengan sistem adendum, yaitu dalam SU MPR tahun 1999, ST MPR
tahun 2000, ST MPR tahun 2001, dan ST MPR tahun 2002.
Pelaksanaan UUD 1945 Masa Reformasi
Dalam perkembangannya UUD 1945 telah mengalami perubahan menyesuaikan
dengan perkembangan jaman dan tuntutan aspirasi masyarakat. Selain itu juga telah
dilakukan berbagai reposisi kelembagaan negara dengan melakukan peninjauan
kembali berbagai produk perundangan yang ada serta diterbitkannya instrumen hukum
sesuai dengan paradigma reformasi. Reposisi dimaksud dimulai dari melengkapi dan
mempertegas ketentuan pasal-pasal UUD 1945 yang dimungkinkan menimbulkan
dualisme penafsiran, maupun yang dirasakan tidak tegas.
Penataan peraturan perundangan yang ada di antaranya dilakukan melalui Tap MPR
RI No. III/MPR/2000 jo. UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang menegaskan dalam Pasal 7 bahwa tata urutan peraturan
perundang-undangan di Indonesia yang berlaku adalah:
1) UUD 1945
2) Ketetapan MPR RI
3) UU/Peraturan Pemerintah Pengganti UU
4) Peraturan Pemerintah
5) Peraturan Presiden
6) Peraturan Daerah Provinsi
7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Berbagai upaya penegakan hukum juga dilakukan terutama dalam rangka
pemberantasan KKN. MPR dalam rangka lebih meluruskan upaya pelaksanaan UUD
1945 agar sesuai dengan jiwa, semangat dan tekstualnya telah pula menghasilkan:
* Tap. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa
* Tap. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa depan dan ketetapan-ketetapan lain
yang diharapkan mampu mendorong dilaksanakannya UUD 1945 secara baik. Karena
kita yakin hanya dengan melaksanakannya yang demikian, tujuan nasional akan dapat
diwujudkan.

C. Topik diskusi
Menurut saudara, bagaimana agar sistem pemerintahan yang ada di Indonesia dapat
berjalan sesuai dengan yang diamanahkan dalam Undang-Undang dan juga sesuai
dengan Pancasila

D. Penugasan
Buatlah perbandingan terkait perbedaan antara system pemerintahan presidensil
dengan system pemerintahan parlementer dalam sebuah table perbedaan!
PERTEMUAN KE 14
A. Pengantar
Assalamu alaikum wr wb.
Salam sejahtera.
Salam Pancasila!!!!
Saudara mahasiswa yang saya hormati, saat ini kita sudah menginjak pada pertemuan
keempatbelas. Semoga kita senantiasa dalam kondisi sehat, sehingga mampu
menuntaskan pertemuan pertemuan keempatbelas.
Setelah mengikuti tutorial ini mahasiswa diharapkan dapat menganalisa Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan.
Wassalamu alaikum Wr.Wb.

B. Materi
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN NASIONAL
Pancasila dapat dipergunakan sebagai tolok ukur atau paradigma pembangunan
nasional di berbagai bidang seperti politik dan hukum, ekonomi, hankam, sosial
budaya, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kehidupan agama;
1. Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang politik dan hukum
Pembangunan politik memiliki dimensi yang strategis karena hampir semua kebijakan
publik tidak dapat dipisahkan dari keberhasilannya. Tidak jarang kebijakan publik yang
dikeluarkan pemerintah mengecewakan sebagian besar masyarakat. Beberapa penyebab
kekecewaan masyarakat, antara lain: (1) kebijakan hanya dibangun atas dasar
kepentingan politik tertentu, (2) kepentingan masyarakat kurang mendapat perhatian,
(3) pemerintah dan elite politik kurang berpihak kepada masyarakat, (4) adanya tujuan
tertentu untuk melanggengkan kekuasaan elite politik.
2. Pancasila sebagai paradigma pembangunan ekonomi
Sesuai dengan paradigam Pancasila dan hak-hak asasi rakyat, para pendiri negara telah
menetapkan bahwa pengelolaan ekonomi Indonesia diserahkan kepada 3 (tiga) bentuk
badan usaha, yaitu:
a. Koperasi sebagai soko guru ekonomi Indonesia merupakan badan usaha non profit
yang berpihak pada kepentingan rakyat kecil.
b. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Daerah (BUMD) sebagai badan usaha yang
berwewenang mengelola sektor-sektor ekonomi yang menguasai hayat hidup orang
banyak.
c. Badan Usaha Swasta sebagai badan usaha profit milik perseorangan atau kelompok
yang mengelola sektor ekonomi yang belum mampu ditangani oleh koperasi dan
atau BUMN/BUMD.
3. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan HANKAM
Atas dasar pemikiran tersebut, pemerintah menyusun dan memperkenalkan sistem
“pertahanan dan keamanan rakyat semesta” (hankamrata). Sistem ini pada dasarnya
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, di mana pemerintah dan rakyat (baik perseorangan
maupun kelompok) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam usaha bela negara.
Di samping itu, Pancasila menganjurkan agar bangsa Indonesia dapat hidup
berdampingan secara damai: saling membantu, menolong, menjaga perasaan orang atau
kelompok lain, mengembangkan sikap saling menghargai dan menghormati sehingga
terbentuk kebersamaan dalam kesatuan dan persatuan.
4. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pembangunan bidang sosial budaya harus dilaksanakan atas dasar kepentingan
nasional yaitu terwujudnya kehidupan masyarakat yang demokratis, aman, tentram,
dan damai. Pertimbangan ini menjadi sangat strategis manakala kita dihadapkan pada
kenyataan bahwa masyarakat Indonesia memiliki kepentingan yang beragam sesuai
dengan kemajemukan etnis, agama, ras, dan sistem nilai yang tercakup dalam
kebudayaannya.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka tidak berlebihan apabila Pancasila merupakan
satu-satunya paradigma pembangunan bidang sosial budaya. Hal ini merupakan
konsekuensi logis dari sepakatan bangsa Indonesia bahwa Pancasila merupakan
kristalisasi nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia. Baik buruknya perencanaan,
proses, dan hasil pembangunan bidang sosial budaya harus diukur dengan Pancasila.
Meskipun demikian, kita harus menyadari bahwa penggunaan Pancasila sebagai
paradigma pembangunan bidang sosial budaya bukan satu-satunya jaminan akan
tercapainya keberhasilan secara optimal. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
keberhasilannya, seperti keyakinan bangsa Indonesia terhadap kebenaran nilai-nilai
Pancasila, konsekuen tidaknya bangsa Indonesia melaksanakan Pancasila, pengaruh
nilai-nilai asing yang terus masuk seiring dengan proses globalisasi.
5. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ipteks
Pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks)
merupakan salah satu prasyarat menuju terwujudnya kehidupan masyarakat bangsa
yang maju dan modern. Pengembangan dan penguasaan ipteks menjadi semakin
penting, manakala dikaitkan dengan kehidupan global yang ditandai dengan
persaingan. Namun demikian, pengembangan ipteks bukan semata-mata untuk
mengejar kemajuan material, melainkan harus memperhatikan aspek-aspek spiritual.
Artinya, pengembangan ipteks harus diarahkan untuk mencapai kebahagiaan lahir dan
batin.
6. Pancasila sebagai paradigma pengembangan kehidupan ber-agama
Agama merupakan masalah yang paling asasi dan peka sehingga tidak ada seorangpun
yang dapat memaksakan agamanya kepada orang lain. Setiap orang bebas memilih dan
memeluk agama atau kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kita semua
sependapat bahwa semua agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang paling luhur bagi umat manusia, baik dalam
hubungan secara vertikal maupun horisantal. Oleh karena itu, membicarkan dan
mengembangkan kehidupan beragama harus dilakukan secara cermat dan penuh
pertimbangan. Artinya, pengembangan kehidupan beragama harus dilaksanakan atas
dasar nilai-nilai keagamaan, terutama yang mengatur hubungan antar manusia. Hal ini
menjadi semakin penting artinya karena tujuan pengembangan kehidupan beragama
adalah terciptanya kehidupan sosial yang aman dan tentram, serta saling menghormati
dan menghargai satu sama lain.
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi
Gerakan yang dipelopori oleh para mahasiswa ini telah melahirkan berbagai implikasi
dalam berbagai bidang kehidupan. Kenyataan ini tidak perlu disesali karena merupakan
konsekuensi logis dari setiap peristiwa atau aktivitas manusia. Tidak ada suatu
peristiwa yang steril dari sebab dan akibat. Kita menyadari bahwa pada awalnya
gerakan reformasi bertujuan untuk memperbaiki kehidupan sosial politik yang
dianggap telah menyimpang dari nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila.
Namun dalam perkembangannya, perubahan-perubahan yang terjadi selama era
reformasi sudah memasuki substansi yang sangat mendasar sifatnya. Amandemen
UUD 1945 yang telah dilakukan oleh MPR perlu dicermati agar hak-hak rakyat tidak
sekedar menjadi alat bagi kepentingan elite politik. Amandemen itu merupakan
implikasi dari gerakan reformasi. Namun perlu disadari bahwa dalam amandemen
tersebut ada 4 (empat) persolan yang perlu dicermati agar tidak mengalami perubahan,
yaitu:
1. Pembukaan UUD 1945,
2. Negara Kesatuan Republik Indonesia,
3. Kedaulatan ada di tangan rakyat, dan
4. Pasal 29 UUD 1945.

C. Topik diskusi
Pancasila sebagai paradigma pembangunan diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan
dalam pelaksanaan pembangunan yang ada di Indonesia. Menurut saudara apakah hal
tersebut sudah berjalan dengan baik? Beri alas an dari pendapat saudara.
PERTEMUAN KE 15
A. Pengantar
Assalamualaikum wr wb.
Salam sejahtera.
Salam Pancasila!!!!
Saudara mahasiswa yang saya banggakan, saat ini kita sudah menginjak pada
Pembelajaran Online kelimabelas. Semoga kita senantiasa dalam kondisi sehat,
sehingga mampu menuntaskan pertemuan sesi kelimabelas ini. Anda telah berada akhir
perkuliahan. Untuk itu pastikan saudara sudah menyelesaikan tagihan tugas, diskusi,
dan kuis.
Pada pertemuan sesi akhir ini saudara akan mempelajari tentang Pancasila Sebagai
Paradigma Kehidupan Bangsa Indonesia di Lingkungan Kampus.
a. Aktualisasi Pancasila Dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi
b. Aktualisasi Pancasila Dalam Bidang Studi Masing-Masing
c. Kampus Sebagai Penumbuhan Karakter Berwawasan Pancasila
d. Kampus Sebagai Pencetak Kader-Kader Pancasila
Setelah mengikuti sesi ini mahasiswa diharapkan dapat menganalisa Pancasila Sebagai
Paradigma Kehidupan Bangsa Indonesia di Lingkungan Kampus.

B. Materi
AKTUALISASI PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA KEHIDUPAN BANGSA
INDONESIA DI LINGKUNGAN KAMPUS
A. Tri Darma Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi diselenggarakan dengan tujuan untuk:
1. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan
akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan
dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian;
2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau
kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.
Penyelenggaraan kegiatan untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud berpedoman
pada:
1. Tujuan pendidikan nasional;
2. Kaidah, moral, dan etika ilmu pengetahuan;
3. Kepentingan masyarakat, serta
4. Memperhatikan minat, kemampuan dan prakarsa pribadi.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut perguruan tinggi menyelenggarakan kegiatan
yang disebut dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni kegiatan yang terdiri dari:
1. Pendidikan, merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan manusia terdidik yang
memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan dan/atau menciptakan IPTEK, dan seni.
2. Penelitian, merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan pengetahuan empirik,
teori, konsep, metodologi, model, atau informasi baru guna memperkaya IPTEK dan
seni.
3. Pengabdian kepada masyarakat, merupakan kegiatan yang memanfaatkan IPTEK
dalam upaya memberikan sumbangan demi kemajuan masyarakat.
B. Penumbuhan Moral Etika Pancasila
Akhir-akhir ini di berbagai tempat sering timbul kerusuhan massa yang cenderung
brutal karena dipicu oleh kekecewaan yang sangat dalam kesenjangan antara daerah
dan pusat akibat tidak diberikannya otonomi daerah maupun APBD menimbulkan
gejolak berupa gerakan-gerakan pengacau keamanan bahkan tuntutan untuk
melepaskan diri misalnya Aceh dan Irian Barat. Gejala ini apabila tidak segera diatasi
bisa menimbulkan bahaya disintegrasi bangsa. Disini pula karena hubungan sosial
lainnya, kebebasan berkumpul sangat dibatasi, kesadaran pemeliharaan lingkungan
sangat kurang, kerjasama antar agama kurang dipupuk, penyadaran sosial juga kurang,
sentimen selalu ditutup-tutupi dengan isu SARA. Sekarang justru akibatnya meledak
dalam berbagai kerusuhan-kerusuhan di beberapa tempat, maka revitalisasi nilai-nilai
Pancasila serta moral etika Pancasila terus-menerus harus ditumbuh kembangkan. Kita
harus sadar, bahwa kerusakan dan keterpurukan bangsa kita dalam berbagai bidang
kehidupan sekarang ini bukannya karena jelek atau salahnya ideologi dan dasar negara
Pancasila, melainkan orang- orangnya, para pemimpin bangsa yang kurang atau tidak
melaksanakan secara konsekuen nilai-nilai moral dan etika sila-sila Pancasila.
C. Tradisi Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik,
dan Otonomi
1. Tradisi Kebebasan Akademik
Dari apa yang telah dicapai oleh para pemikir (ilmuwan dan filosof) pada abad
pertengahan dapat diamati suatu fenomena (gejala) empirik tentang kebebasan untuk
mencapai kebenaran berikut ini.
a. Bahwa masyarakat ilmiah (situasi ilmiah = atmosphere academic) perlu
dikembangkan dalam lingkungan perguruan tinggi (kampus).
b. Sikap averroisme (kelompok ilmuwan nasionalis yang berusaha melepaskan diri
dari gereja) semakin jelas dikalangan perguruan tinggi, mereka semakin otonom
dalam mencapai kebenaran.
c. Otonomi perguruan tinggi berhubungan dengan pengembangan ilmu pengetahuan.
Kondisi itu bersifat conditio sinequanon bagi kemajuan peradaban ilmu. Dalam hal
ini segala pengertian tentang kebebasan kampus dan kebebasan akademis adalah
pngertian yang setara bagi kemajuan.
Kebebasan akademik dalam hal ini lebih berciri aktivitas wahana pengembangan ilmu
pengetahuan yang dapat diikuti oleh sivitas akademika (dosen + mahasiswa). Dosen
dan mahasiswa dalam menjalankan kebebasan akademik akan menempuh jalur norma-
norma akademik. Jalur ini mencakupi serangkaian langkah metodologis; yaitu
penemuan masalah, tujuan, manfaat, cara mencapai kebenaran, analisis, dan simpulan.
2. Kebebasan Mimbar Akademik
Perkembangan ilmu di perguruan tinggi di Indonesia memang tidak dapat lepas dari
tradisi Barat. Perguruan tinggi tetap memiliki otonomi yang menghendaki adanya
kebebasan akademik (academic freedom) yaitu serangkaian kegiatan akademik untuk
mencari kebenaran ilmiah. Dalam perkembangan dan dalam penyelenggaraan otonomi
kampus bagi perkembangan ilmu pengetahuan timbul istilah kebebasan mimbar
akademik. Istilah itu mengandung pengertian proses pengembangan ilmu lewat
kegiatan perkuliahan (mimbar akademik).Kebebasan mimbar akademik dalam proses
pendidikan lebih ditekankan pada pengembangan kognitif (pemahaman), apresiasi
(afektif), dan keterampilan (psikomotorik) yang dilakukan dalam laboratorium dan
perpustakaan. Media untuk pengembangan mimbar akademik lebih ditekankan pada
diskusi, seminar, dan simposium.
3. Otonomi Keilmuan
Ilmu yang berkembang tidak saja merupakan kerangka pemikiran logis tetapi juga telah
teruji. Dengan ilmu orang akan bisa menjelaskan gejala alam dan sosial secara rinci dan
kemudian dapat meramalkannya. Pada hakekatnya ilmu memiliki objek kajian
(ontologis), dan memiliki metode untuk mencapai kebenaran (epistemologis), dan
memiliki kemampuan terkait dengan masyarakatnya (aksiologis). Ilmu yang dapat
berkembang pada prinsipnya karena kaidah moral, pertimbangan etis, dan norma kerja
profesinya.
Ilmu pengetahuan memang dapat memperoleh otonomi dalam melakukan kegiatannya
untuk mempelajari alam semesta, tetapi masalah moral akan timbul manakala berkaitan
dengan penggunaan pengetahuan ilmiah itu. Sejauh ini ilmu pengetahuan memiliki sisi
kajian internal dan eksternal. Sisi kajian internal digunakan manakala ilmu hanya
menggunakan metode spesifik yang dimiliki untuk dipraktekkan ilmuwan secara
otonomi (Salim, 1994:15). Sedang pada sisi kajian eksternalistik, ilmu akan berkaitan
dengan bidang IPOLEKSOSBUDROHANKAM (ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya, rohani, pertahanan dan keamanan). Pada hakikatnya ilmu pengetahuan tidak
bisa berkembang hanya pada satu sisi saja (misalnya internal), kesan yang diperoleh
menjadi perbuatan terpotong (truncated setion) dan hal ini jelas akan memisahkan ilmu
pada aplikasinya (Beerling, Kwee Mooij dan Van Peursen, 1986:125-128). Dengan kata
lain tidak ada ilmu yang bebas nilai atau ilmu akan berkembang melalui nilai normatif
(universitas bukan menara gading) atau sebenarnya yang tidak ada ilmuwan yang
otonom.
4. Peran Mahasiswa di Masyarakat
Perkembangan ilmu pengetahuan di masyarakat akan bergantung kepada kemampuan
ilmuwan untuk mengkomunikasikan hasil inovasi yang telah dicapai. Masyarakat
ilmiah yang lahir dari perguruan tinggi adalah pelopor dari pola-pola pikir
pembaharuan. Pelopor cara berpikir lain yang bersifat sistematis, rasional, logis-analitis
yang semua bermuara pada kemajuan peradaban manusia. Mahasiswa dalam tatanan
pengembangan sivitas akademika adalah kelompok masyarakat yang sedang berproses
“untuk menjadi” (Ilmuwan). Mahasiswa butuh waktu mematangkan diri dalam proses
tersebut dengan meningkatkan penguasaan metodologi dan substansi keilmuannya.
Dalam pada itu mahasiswa masih terus mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari
dosen (guru besar) yang memiliki kewenangan akademis.
D. Memposisikan Kebebasan Akademik dan Kebebasan Mimbar Akademik Secara
Proporsional
Di waktu akhir-akhir ini timbul perbincangan berkenaan dengan istilah kebebasan
akademik dan kebebasan mimbar akademik. Disamping kedua istilah itu dimunculkan
juga beberapa sebutan yang tidak ada asal mulanya dalam sejarah dan tradisi akademik,
seperti misalnya “kebebasan kampus” dan “otonomi kampus”
Guna menghindari terjadinya salah faham dan salah tafsir yang berkepanjangan-
dengan akibat distorsi arti suatu peristilahan yang berkaitan dengan sejarah dan tradisi
akademik-maka kita perlu berpegang pada makna dan maksud peristilahan itu supaya
tidak terjadi kekacauan semantik, khususnya dikalangan akademik. Sebab kalau di
kalangan civitas academica sendiri sudah terjadi kekaburan pengertian, maka tidak
ganjil kalau persepsi masyarakat luas mengalami distorsi berlarut-larut dengan akibat
yang niscaya merugikan kaum akademisi sendiri.
E. Kampus sebagai Kekuatan Moral Pengembangan Hukum dan HAM
Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi adalah tiga serangkai yang selalu
hangat dibicarakan orang. Pembicaraan ketiganya bukan hanya karena dipersoalkan
oleh dunia internasional, melainkan karena ketiganya adalah milik yang diwarisi
manusia sejak lahir dari kodrat IllahiNya. Namun, ketiganya sulit dilaksanakan karena
sering diinjak-injak bahkan dikebiri orang atau karena kita tidak mau dan tidak mampu
melaksanakan dan menegakkanya. Ketidakmampuan melaksanakan hukum, HAM, dan
demokrasi, sampai-sampai dunia internasional menyetop bantuannya, Perserikatan
Bangsa-Bangsa menyorotnya, negara- negara berpaling dan membenci negara dan
bangsa kita. Hal ini disebabkan oleh ketidaktahuan, kurang penghormatan, dan kurang
memberi jaminan kepada tegaknya hukum, HAM, dan demokrasi di negara ini. Oleh
karena itu, semua lembaga harus secara bersama-sama berupaya melaksanakan dan
menegakkan hukum, HAM, demokrasi, lebih-lebih kampus diharapkan menjadi
kekuatan moral (moral force) dalam mengembangkannya.

C. Topik diskusi
Menurut saudara peran nyata seperti apa yang dapat dilakukan para mahasiswa dalam
mengaplikasikan tri dharma perguruan tinggi?
PERTEMUAN KE 16
UJIAN AKHIR SEMESTER

Anda mungkin juga menyukai