Anda di halaman 1dari 9

1. Apakah sah akad jual beli najis?

Jawab:  
 Syarat sah jual beli, objek yang dijual adalah suci.
 Najis hanya diberikan pada orang yang membutuhkan secara cuma-cuma.
 Jika kita jadi pihak yang membutuhkan najis, dengan alasan yang dibenarkan syariat,
maka boleh dibeli dan dosa transaksi untuk pihak penjual.
 Ulama Hanafiyah masih membolehkannya. Sedangkan ulama Syafi’iyah mengatakan
tidak boleh diperjualbelikan dan ulama Hanafiyah yang masih membolehkan jual beli
kotoran hewan yang najis, tetap tidak membolehkan jual beli kotoran manusia kecuali
jika kotoran tersebut bercampur dengan tanah.
 Ulama Malikiyah masih membolehkan jual beli kotoran manusia.

2. Bagaimana hukumnya tanaman yang diberi pupuk tinja? atau ikan yang diberi pakan
tinja?
Jawab: 
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
‫ ع َْن َأ ْك ِل ْال َجالَّلَ ِة َوَأ ْلبَانِهَا‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫نَهَى َرسُو ُل هَّللا‬.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari mengkonsumsi hewan jalalah dan
susu yang dihasilkan darinya.” (HR. Abu Daud, no. 3785 dan Tirmidzi, no. 1824. Syaikh Al-
Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).
Ini disebut hewan jallalah.
Ulama madzhab Hanafi, Syafii berpendapat hewan jallalah itu halal karena hukum asal
setiap benda adalah halal, kecuali jika terdapat larangan.
Ikan yang diberi pakan tinja sudah mengalami perubahan wujud, maka dilihat dari wujud
barunya.
Larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah makruh. Daging serta air susu
hewan jallalah boleh dimakan dan diminum. Hanya saja afdalnya hewan tersebut dikarantina
dahulu sebelum dikonsumsi atau dijual. Waktu karantina adalah untuk membersihkan bau tidak
sedap pada hewan jallalah akibat tercemar najis. Apabila bau telah hilang, hewan tersebut telah
siap untuk dikonsumsi.

Kotoran hewan itu ada dua macam:


1- Kotoran hewan yang suci
Seperti kotoran hewan dari hewan yang halal dimakan. Contoh: kotoran dari sapi, unta,
dan kambing. Kotoran jenis pertama ini, sah untuk dilakukan jual beli.
2- Kotoran hewan yang najis
Seperti kotoran hewan dari hewan yang haram dimakan. Contoh: kotoran dari keledai.
Termasuk pula kotoran manusia karena kotoran itu najis. Kotoran jenis kedua ini, para ulama
berselisih pendapat apakah boleh dijualbelikan ataukah tidak.
Perlu diperhatikan bahwa pupuk ada dua bentuk:
1- Pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang najis yang sudah berubah bentuknya, jika
dipandang tidak nampak lagi bentuk yang awal. Pupuk semacam ini tidak mengapa
dimanfaatkan menurut pendapat yang lebih rajih (lebih kuat). Karena kotoran tersebut dihukumi
sebagai zat baru sehingga pupuk seperti ini sah untuk diperjualbelikan.
2- Pupuk yang masih nampak kotoran yang najis, namun tidak mengalami istihalah atau
perubahan menjadi wujud yang baru. Ada dua hal yang perlu dipahami hukumnya yaitu
mengenai hukum pemanfaatan dan hukum jualbelinya.
Pupuk semacam ini boleh digunakan atau dimanfaatkan walau terdapat unsur najisnya.
Sebagaimana dikatakan dalam Al Ghoror Al Bahiyyah Syarh Al Bahjah Al Wardiyyah,
‫ بأن يجعل فيها السماد للحاجة إليه‬،‫و ِحلُّ استعمال النجس العيني ثابت لتسميد األرض مع الكراهة‬
“Halal memanfaatkan benda najis untuk pupuk supaya menyuburkan tanah, namun hal ini
dihukumi makruh dan pemanfaatan kala itu karena ada suatu hajat (kebutuhan).”
Imam Nawawi juga berkata dalam Al Majmu’,
‫ام‬zz‫ال ام‬zz‫ة ق‬zz‫ع الكراه‬zz‫وز م‬zz‫حابنا يج‬zz‫يره من أص‬zz‫ه وغ‬zz‫وز بيع‬zz‫ا يج‬zz‫اب م‬zz‫نف في ب‬zz‫ال المص‬zz‫يجوز تسميد االرض بالزبل النجس ق‬
‫الحرمين ولم يمنع منه أحد وفى كالم الصيدالني ما يقتضي خالفا فيه والصواب القطع بجوازه مع الكراهة‬
“Boleh memberi pupuk pada tanah dengan pupuk yang najis. Demikian dikatakan oleh
penulis ketika menyebut dalam bab apa saja yang boleh diperjualbelikan. Hal ini disebutkan pula
oleh ulama Syafi’iyah boleh, namun makruh. Imam Al Haromain juga tidak melarangnya.
Namun ada pakar yang lain yang menyelisihi pendapat ini. Akan tetapi, yang tepat, boleh
pemanfaatan pupuk yang najis namun disertai makruh. ”

3. Bagaimana hukumnya hewan ternak yang disembeli; oleh orang islam tampa
mengucapkan bismillah, hewan yang mati tanpa putus urat saluran pernapasan dan urat
saluran makanan, disembelih oleh non muslim, penjagalan hewan dengan cara modern?
Jawab:
 Mayoritas para ulama yang terdiri dari ulama mazhab Hanafi, Maliki dan Hanbali
menghukumi haram bangkai, hewan yang disembelih oleh orang Islam yang sengaja
tidak mengucapkan lafaz bismillah saat penyembelihan
Berdasarkan firman Allah Ta'ala,
۟ ُ‫َواَل تَْأ ُكل‬
ٌ ‫وا ِم َّما لَ ْم ي ُْذ َك ِر ٱ ْس ُم ٱهَّلل ِ َعلَ ْي ِه وَِإنَّهۥُ لَفِ ْس‬
‫ق‬
"Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan," (Alquran
surat Al Anaam ayat 121).
Pendapat kedua, para ulama yang menganut mazhab Syafi'i menghukumi halal
daging hewan yang disembelih tanpa membaca bismillah. Mereka berpegang dengan hadis Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, "Hewan sembelihan orang Islam halal, baik ia menyebut nama
Allah ataupun tidak," (HR. Abu Daud).
 Pengertian daging bangkai adalah daging yang berasal dari hewan yang mati, bukan
karena disembelih. Jadi jelas bahwa hewan yang mati bukan karena disebabkan proses
penyembelihan adalah termasuk dalam kategori bangkai. Misalnya mati karena penyakit,
mati karena dicekik atau dipukul, Mati saat diangkut karena stress, terjepit, atau
kelelahan dan lain-lain.
Menurut islam bangkai ialah hewan atau makhluk hidup yang telah lama mati atau hewan
yang mati sebelum di sembelih dan dalam islam sudah jelaskan jika kita memakan bangkai maka
hukumnya haram.
Rasulullah saw pernah bersabda, "Telah dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah.
Dua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Dua darah itu adalah hati dan limpa." (HR. Ahmad
dan Baihaqi).
 Memakan sembelihan non muslim tidak dibolehkan dalam Islam kecuali sembelihan
yang dimaksud berasal dari Ahli Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani. Selain
sembelihan, yang juga tidak diperbolehkan adalah kuah dari sembelihan tersebut. Hal ini
didasarkan pada firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 5 yang artinya:
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang
yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka …” (QS. Al
Maidah: 5).
Merujuk ayat di atas, para ulama sepakat bahwa sembelihan para Ahli Kitab adalah halal
dan jika sembelihan dilakukan oleh seorang penyembah berhala atau orang yang murtad maka
sembelihannya tersebut tidak halal.
Jika hewan yang disembelih dipersembahkan kepada selain Allah maka hukumnya adalah
haram. Dalam artian, hewan yang disembelih diperuntukkan untuk selain Allah seperti berhala,
laut, penghuni kubur, dan lain sebagainya maka hukumnya adalah haram.
Dalam surat Al Baqarah ayat 173 Allah SWT berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan
binatang yang disembelih selain untuk Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang
dia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqarah: 173).
Allah SWT juga berfirman dalam surat Al An’am ayat 145 yang artinya:
“Katakanlah, “Tiadalah aku dapatkan di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu
yang diharamkan memakannya bagi orang yang ingin memakannya, kecuali bangkai, darah yang
mengalir, daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor, dan hewan yang disembelih atas
nama selain Allah.” (QS. Al An’am: 145).
Jika memakan hewan yang disembelih dengan nama selain Allah, maka hukumnya juga
haram. Allah SWT berfirman dalam surat Al An’am ayat 121 yang artinya:
“Dan janganlah kamu makan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.
Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu
dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang
musyrik. "(QS. Al-An’am: 121).
Dikutip dari Shahih Bukhari,
“Telah menceritakan kepada kami Mu’alla bin Asad berkata, telah menceritakan Abdul
Aziz yaitu Ibnul Mukhtar berkata, telah mengabarkan kepada kami Musa bin Uqbah ia berkata,
telah mengabarkan kepadaku Salim bahwasannya ia mendengar Abdullah menceritakan dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasannya beliau berjumpa dengan Zaid bin Amru
bin Nufail di bawah Baldah dan itu adalah ketika belum turun wahyu kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian menyodorkan
kepadanya nampan berisi daging, namun ia enggan untuk memakannya. Beliau pun bersabda,
‘Sesungguhnya aku tidak makan apa yang kalian sembah untuk sesembahan kalian, dan aku juga
tidak makan sesuatu yang tidak disebut nama Allah atasnya.” (HR. Bukhari).
 Stunning banyak dikenal dalam industri besar perdagingan. Secara umum, tujuan
stunning ini adalah menghilangkan kesadaran hewan yang disembelih, sehingga tidak
melakukan perlawanan. Kadang di rumah penyembelihan daging atau sentra-sentra
sembelihan lainnya, mengurusi “pemberontakan” hewan-hewan sebelum disembelih bisa
makan waktu sendiri, dan memperlambat proses. Apalagi hewan ini adalah hewan besar,
seperti kambing dan sapi.  

Metode stunning yang banyak dikenal luas saat ini adalah metode mekanik, listrik, dan
kimiawi. Metode mekanik, seperti melakukan pukulan tertentu pada lokasi yang menyebabkan
hewan melemah dan hilang kesadaran. Sedangkah metode listrik, semisal dengan menempatkan
elektroda dengan voltase tertentu, yang membuat hewan tak sadarkan diri. Lalu metode kimiawi,
misal dengan penggunaan kamar gas.
Bagaimana tindakan stunning ini dari sudut pandang fiqih? Metode pemingsanan atau
stunning ini termasuk dalam kategori penyembelihan modern. Syekh Wahbah az-Zuhaily dalam
al-Fiqhul Islam wa Adillatuhu menyebutkan bahwa tidak ada halangan untuk memperlemah
gerakan hewan tanpa penyiksaan.  
‫ يحل في اإلسالم استعمال طرق‬:‫ وبناء عليه‬،‫ دون تعذيب له‬،‫ال مانع من استخدام وسائل تضعف من مقاومة الحيوان‬
‫ قبل الذبح‬z‫التخدير المستحدثة غير المميتة‬
Artinya: “Tidak ada halangan untuk menggunakan alat yang memperlemah gerakan hewan,
dengan tanpa penyiksaan terhadapnya (untuk penyembelihan hewan). 
Untuk itu, Islam membolehkan menggunakan cara pemingsanan modern, yang tidak
menimbulkan kematian sebelum penyembelihan...” (Syekh Wahbah Az-Zuhaily. Al Fiqhul
Islami wa Adillatuhu. Dar al-Fikr. Juz 4 hal. 800).  
MUI (Majelis Ulama Indonesia) dalam fatwa nomor 12 tahun 2009 menyebutkan bahwa
stunning diperbolehkan dengan beberapa ketentuan. 
Pertama, stunning hanya menyebabkan hewan pingsan sementara dan lemah, tidak
menyebabkan kematian atau cedera permanen. 
Kedua, bertujuan mempermudah penyembelihan. Tindakan penyembelihan pada hewan
yang dipingsankan tetap menggunakan prinsip memotong khulqum (tenggorokan), mari’
(kerongkongan), serta pembuluh darah leher.   
Kemudian yang ketiga, pemingsanan tidak dengan bertujuan menyiksa – dengan segera
melakukan penyembelihan. Keempat, alat yang digunakan hendaknya tidak digunakan
bersamaan dengan hewan non-halal, semata demi menjaga kesucian. 
Terakhir, teknis perlakuannya mesti mendapat rekomendasi dan dipantau oleh ahli, sehingga
syarat di atas terpenuhi, alat yang digunakan aman bagi penyembelih, hewan tetap aman
dikonsumsi, serta dalam konteks industri, kualitasnya terjaga. 
Ketentuan di atas mesti tanpa mengabaikan hewan yang disembelih adalah hewan yang
halal, serta pelakunya terampil dan tahu tata cara penyembelihan yang sah sesuai fiqih.

4. Bagaimana hukum jual beli organ tubuh manusia; ginja, darah, mata dan lain-lain
sebagainya?
Jawab:
Perihal jual organ tubuh manusia ini, para ulama berbeda pendapat. Perbedaan pendapat
di kalangan ulama perihal kasus ini didasarkan pada cara pandang mereka melihat sejauh mana
tingkat maslahat dan mafsadat dari jual-beli organ tubuh manusia dan seberapa vital organ yang
diperjualbelikan. Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri secara jelas mengharamkan jual-beli
organ tubuh manusia. Menurutnya, menjual organ tubuh dapat merusak fisik manusia. Berikut
ini kutipannya.
‫ وإذا لم يحصل‬،‫ ال يجوز بيع العضو أو الجزء من اإلنسان قبل الموت أو بعده‬:‫حكم بيع أعضاء اإلنسان‬
‫ وُأعطي‬،‫ الموت ألي مضطر‬z‫ وإن وهب العضو أو الجزء بعد‬.‫ و َح ُرم على اآلخذ‬،‫عليه المضطر إال بثمن جاز الدفع للضرورة‬
‫ وال يجوز لإلنسان حال الحياة أن يبيع أو يهب عضواً من أعضائه لغيره؛ لما في ذلك من‬.‫مكافأة عليها قبل الموت جاز له أخذها‬
‫ وتصرفه في ملك الغير بغير إذنه‬،‫ وتعطيله عن القيام بما فرض هللا عليه‬،‫إفساد البدن‬.

Artinya, “Hukum menjual organ tubuh manusia: tidak boleh menjual organ atau salah
satu anggota tubuh manusia baik selagi hidup maupun setelah wafat. Bila tidak ada unsur
terpaksa kecuali dengan harga tertentu, ia boleh menyerahkannya dalam keadaan darurat. Tetapi
ia diharamkan menerima uangnya. Jika seseorang menghibahkan organ tubuhnya setelah ia wafat
karena suatu kepentingan mendesak, dan ia menerima sebuah imbalan atas hibahnya itu saat ia
hidup, ia boleh menerima imbalannya. Seseorang tidak boleh menjual atau menghibahkan organ
tubuhnya selagi ia hidup kepada orang lain. Karena praktik itu dapat merusak tubuhnya dan
dapat melalaikannya dari kewajiban-kewajiban agamanya. Seseorang tidak boleh
mendayagunakan (menjual, menghibah, dan akad lainnya) milik orang lain tanpa seizin
pemiliknya.” 
5. Bagaimana hukum jual beli makanan olahan yang tercampur dengan bangkai dan tidak
dapat dipisahkan?
Jawab:
Hukum nya ialah haram, karena Barang tersebut termasuk MUTANAJJIS (benda yang terkena
najis). 
6. Halalkah protein dari plasma darah?
Jawab:
Pada dasarnya darah adalah najis, karenanya haram dipergunakan sebagai bahan obat dan produk
lainnya. 

Plasma merupakan unsur darah, dan bagian tersendiri dari darah yang sifat- sifatnya; warna, bau
dan rasa berbeda dengan darah, hukumnya suci dengan ketentuan:
 Hanya untuk pengobatan dengan penggunaan seperlunya;
 Tidak berasal dari darah manusia;
 Berasal dari darah hewan halal (tidak dari darah hewan haram).
3. Keputusan pada nomor 2 di atas merupakan salah satu pendapat diantara dua pendapat,
sedangkan pendapat lainnya menyatakan bahwa hukumnya najis sama dengan darah.
7. Sahkah akad penjualan anjing?
Jawab:
Ketika Islam melarang seseorang memelihara anjing, maka sarana menuju pada perkara
yang haram juga haram. Para ulama mengatakan, “hukum terhadap sesuatu juga hukum atas
perkara yang mengarah pada sesuatu itu.” Di samping itu, Allah swt berfirman, “Dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya. (QS. 5:2). 
Bagaimana dengan anjing untuk buruan, anjing pelacak dan untuk menjaga pertanian?
Para ulama berbeda pendapat tentang hal ini. Sebagian ulama berpandangan bahwa hukum jual
beli untuk anjing pemburu, pelacak atau menjaga pertanian termasuk jual beli yang terlarang.
Pendapat mereka berlandaskan pada keumuman larangan menerima uang hasil jual beli anjing.
Pendapat ini adalah pendapat sebagian besar ulama. Pembolehan memelihara anjing untuk
berburu, melacak dan menjaga pertanian bukan berarti pembolehan menerima uang hasil jual
belinya.
8. Bagaimana hukum makanan atau obat-obatan yang tercampur gelatin babi  ?
Jawab:
Terdapat dua pandangan berbeda tentang penggunaan gelatin yang berasal dari babi.
Hasil Konferensi Fiqhi ke-3 yang diadakan di Makkah al- Mukaramah menyatakan bahwa
gelatin yang berasal dari jaringan dan kulit babi tidak diizinkan. Selaras dengan hal tersebut,
Keputusan komisi B2 masail fiqhiyah mu’ashirah (masalah fikih kontemporer) Ijtima’ Ulama
Komisi Fatwa Se-Indonesia V tahun 2015 tentang Istihalah menyatakan bahwa setiap bahan
yang terbuat dari babi atau turunanya haram dimanfaatkan untuk membuat makanan, minuman,
obat-obatan, kosmetika dan barang gunaan, baik digunakan sebagai bahan baku, bahan tambahan
maupun bahan penolong. 
Di sisi lain Akademi Fiqha Islam, India telah memutuskan bahwa semua jenis gelatin
diizinkan karena adanya proses transformasi atau istihalah (Hammad 2009; Akbar dan Khan
2016).  Beberapa ulama kontemporer, termasuk Dr. Yusuf Qaradhawi, (peraih Top 20
Intellectuals Worldwide dari Foreign Policy Magazine Amerika Serikat), menyatakan bahwa
penggunaan gelatin diperbolehkan karena produk tersebut sudah mengalami transformasi kimia
pada materi porcine (Bouzenita 2010).

9. Apakah hukum alkohol sama dengan khamer?


Jawab: 
Sebagian mengatakan alkohol adalah khamar, sehingga semua hukum khamar juga
berlaku pada alkohol. Namun kebanyakan ulama tidak menganggapnya sebagai khamar,
sehingga hukum alkohol berbeda dengan hukum khamar. Mereka yang mengatakan
bahwa alkohol adalah khamar menyandarkan pendapat mereka atas dasar bahwa minuman yang
asalnya halal, akan menjadi khamar begitu tercampur alkohol. 
Sebagian mengatakan alkohol adalah khamar, sehingga semua hukum khamar juga
berlaku pada alkohol. Namun kebanyakan ulama tidak menganggapnya sebagai khamar,
sehingga hukum alkohol berbeda dengan hukum khamar. Mereka yang mengatakan
bahwa alkohol adalah khamar menyandarkan pendapat mereka atas dasar bahwa minuman yang
asalnya halal, akan menjadi khamar begitu tercampur alkohol.

10. Baimana hukum makanan, minuman, obat-obatan dan parfum yang mengandung
alkohol?
Jawab:
Alkohol/etanol sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum yang diambil dari khamr
adalah najis. Sedangkan alkohol/etanol yang tidak berasal dari khamr adalah tidak najis.
Minuman beralkohol adalah najis jika alkohol/etanolnya berasal dari khamr, dan
minuman beralkohol adalah tidak najis jika alkohol/ethanolnya berasal dari bukan
khamr. Penggunaan alkohol/etanol hasil industri khamr untuk produk makanan, minuman,
kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya haram.
Penggunaan alkohol/etanol hasil industri non khamr (baik merupakan hasil sintesis kimiawi dari
petrokimia ataupun hasil industri fermentasi non khamr) untuk proses produksi produk makanan,
minuman, kosmetika, dan obat-obatan, hukumnya mubah, apabila secara medis tidak
membahayakan. Hukumnya haram apabila secara medis membahayakan.
11. Ghoror yang biasa terjadi dalam akad jual-beli, waktu pembayaran atau obyek jual beli!
Jawab: Sesuatu yang tidak jelas, contohnya adalah membeli anak sapi di alam perut, perjanjian
yang tidak jelas alam jual beli, dan menjual burung di angkasa.

12. Bagaimana hukum jual beli inah ?


Jawab:Haram, karena sebagai perentara menuju riba yaitu orang membeli barang dengan cara
ditangguhkan.
13. Bagamana hukum jual-beli tawarruq?
Jawab:Makruh, yaitu seseorang membeli barang dengan cara mencicil, kemudian menjual barang
tersebut secara cash kepada pihak ketiga (selain penjual pertama) dengan harga yang lebih murah
untuk mendapatkan uang tunai atau likuiditas.
14. Tawarruq terbagi 2 ada tawarruq kaqiqi dan tawarruq  muazzham jelaskan !
Jawab:
   Tawarruq Haqiqi : dimana jika seseorang membeli barang dari seorang penjual dengan harga
kredit lalu ia menjual barang tersebut secara kontan kepada pihak ketiga selain dari penjual
(tanpa diatur / diskenariokan terlebih dahulu ) sedangkan Yang di maksud dengan tawarruq
munazam adalah: seorang nasabah membeli komoditi dari bank, dengan prinsip murabahah, lalu
pembayaran nya di lakukan dengan harga tangguh, setelah komoditi tersebut pindah tangan,
nasabah menunjuk bank sebagai agen nya untuk menjual kembali komoditi tersebut kepada
nasabah yang lain dengan harga yang lebih rendah, dan di bayar tunai.

15. Bagaimana hukum jual beli murobahah lil aamir bisysyiraa ?


Jawab:
Ulama kontemporer berbeda pendapat tentang keabsahan jual-beli murabahah lil amir bis-syira’
ada yang memperbolehkan dan ada yang berpendapat, bahwa akad tersebut batal dan
diharamkan. Diantara yang mengakui keabsahnnya adalah Sami Hamoud, Yusuf Qaradhawi, Ali
Ahmad Salus, Shidiq Muhammad Amin, Ibrahim Fadil, dan sebagainnya. 
1. Hukum asal dalam muamalah adalah diperbolehkan (mubah). Hukum asal dalam muamalah
adalah diperbolehkan dan mubah, kecuali terdapat nash shahih dan sharih yang melarang dan
mengharamkannya. Berbeda dengan ibadah mahdah, Hukum asalnya adalah haram kecuali ada
nash yang memrintahkan untuk melakukakannya.
 2. Keumuman nash Al-Qur’an dan Hadits yang menunjukan kehalalan segala bentuk jual-beli,
kecuali terdapat dalil khusus yang melarangnya. Dr Qardhawi mengatakan, dalam suruh Al-
Baqarah ayat 275, Allah SWT. Menghalalkan segala bentuk jual-beli secara umum, baik jual-beli
muqayadlah (barter barang dengan barang sharf (jual-beli mata uang valas), jual-beli saham
ataupun jual-beli mutlak, serta jual-beli lainnya. Semua jenis jual-beli ini halal karena ia
termasuk dalam kategori jual-beli yang dihalalkan Allah, dan tidak ada jual-beli yang haram,
kecuali terdapat nash dari Allah dan Rasul-Nya yang mengharamkannya.
 3. Terdapat nash ulama fiqih yang mengakui keabsahan akad ini antaranya pernyataan Imam
Syafi’i. Imam Syafi’i r.a dalam kitab umm” beliau mengatakan : “dan ketika seorang
memperlihatkan sebuah barang tertentu kepada orang lain, dan berkata: “belikanlah aku barang
ini, dan engkau akan aku beri margin sekian”. Kemudian orang tersebut bersedia
membelikannya, maka jual-beli tersebut diperbolehkan. Namun demikian, orang yang meminta
untuk dibelikan tersebut memiliki hak khiyar. Jika barang tersebut sesuai dengan kriterianya,
maka bisa dilanjutkan dengan akad-jual beli dan akadnya sah dan sebaliknya, jika tidak sesuai,
maka ia berhak untuk membatalkannya.”Berdasarkan pernyataan ini, dapat dipahami bahwa
imam syafi’I memperbolehkan transaksi murabahah lil amir bis-syira’, dengan syarat
membeli/nasabah memiliki hak khiyar, yakni hak untuk meneruskan atau membatalkan akad.
Selain itu, penjual juga memiliki hak khiyari, dengan demikian tidak terdapat janji yang
mengikat kedua belah pihak. 
4. Transaksi muamalah dibangun atas dasar maslahat. Syara’ tidak akan melarang bentuk
transaksi, kecuali terdapat unsur kedzaliman di dalamnya, seperti riba, penimbunan (ihtikkar),
penipuan dan lain-lain. Atau diindikasikan transaksi tersebut dapat menimbulkan perselisihan
atau permusuhan di antara manusia, seperti adanya gharar atau bersifat spekulasi.
 5. Pendapat yang memperbolehkan bentuk murabahah ini dimaksudkan untuk memudahkan
persoalan hidup manusia. Syariah islam datang dan mempermudah urusan manusia dan
meringankan beban yang di tanggunnya. Banyak firman Allah yang menyatakan hal ini, dia
antaranya terdapat dalam QS. Al-Baqarah (2): 185, QS, Al-Hajj (22):78.

Anda mungkin juga menyukai