Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebab berkat rahmat karunia-
Nya dapat terselesaikan buku profil Desa Boto, Kecamatan Jatiroto, Kabupaten Wonogiri,
Jawa Tengah.
Buku ini merupakan salah satu bentuk upaya kami mempublikasikan keberadaan desa
Boto terhadap masyarakat yang lebih luas. Desa Boto memang ada dan terbaca dalam peta
Indonesia, khususnya Pulau Jawa, namun tidak banyak yang mengenalnya. Faktor lain adalah
dengan perkembangan teknologi yang pesat pada masa kini, banyak desa – desa yang mulai
maju dan memerkan kekayaan yang mereka miliki. Hal tersebut tidak membuat kami kecil hati
dan justru menjadi tantangan bagi kami semua untuk turut berlomba dalam menonjolkan
potensi yang kami miliki. Kami percaya dengan apa yang kami miliki di sini juga sama menarik
dan pentingnya dengan yang dimiliki desa lain, mungkin bahkan lebih dari semuanya.
Segala yang kami ketahui tentang desa Boto hampir seluruhnya terangkum dalam buku
ini. Dari sejarah awal, kondisi geografis, pemerintahan, penduduk, hingga potensi kami
tuliskan dalam buku ini. Namun, seperti pribahasa “tiada gading yang tak retak” kami pun
yakin bahwa ada kekurangan dan jauhnya buku ini dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami
berharap kebijaksanaan pembaca untuk dapat memberikan kritik dan saran yang membangun
agar menjadi lebih baik lagi.
Demikian perkenalan singkat dari kami, semoga buku ini dapat memberikan manfaat.
Selamat membaca!
Desa Boto merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan Jatiroto, Kab Wonogiri,
Jawa Tengah yang memiliki bentang alam berbukit dan dikelilingi oleh beberapa gunung antara
lain gunung pacar, gunung mas, gunung Pepe, gunung mijil, dan gunung lawu di sebelah
tenggara. Luas keseluruhan desa 259,8 ha dan menjadi rumah bagi 2.464 jiwa.
Tidak diketahui secara pasti kapan Desa Boto didirikan. Beberapa masyarakat setempat
percaya Desa Boto sudah ada sejak sebelum era Majapahit. Nama Desa Boto pada masa itu
adalah Keduang Ombo, kedua kata terpisah itu memiliki arti; Keduang adalah daerah aliran
sungai atau kali, Ombo yang berarti luas. Jika disatukan memiliki arti suatu daerah di aliran
sungai yang luas. Ini menandakan jika di Desa Boto dialiri oleh sebuah sungai yang luas.
Luasan wilayah Desa Boto pada masa itu pun menjadi satu wilayah dengan desa di sekitarnya,
belum dibagi menjadi lima desa seperti saat ini.
Perubahan nama menjadi Desa Boto juga tidak diketahui kapan. Terdapat dua versi
tentang munculnya nama Boto di Desa Boto. Pertama, diceritakan seseorang yang tak dikenal
asal-usulnya atau pujangga sebagai orang yang “waskitha” yang menjalani lelaku. Dalam
proses lelakunya, orang tersebut menemukan emas yang berbentuk batu bata atau boto,
sehingga dikenal dengan sebutan Boto. Cerita yang kedua masih berhubungan dengan sejarah
desa yang dipercaya dari sebelum era Majapahit. Dalam Bahasa Jawa, kata Boto atau biasa
dilafalkan juga dengan mBoto, yaitu gabungan dari dua kata yang disingkat. Kedua kata itu
adalah: ombo, yang berarti luas dan temoto, yang berarti tertata. Jika
B. Kondisi Geografis
Desa Boto adalah desa yang dikelilingi oleh membentang, serta berada di lereng
gunung Pacar, gunung Pepe, dan gunung Mas. Sebagian dari wilayah desa adalah berupa hutan
belantara yang masih tumbuh banyak pohon dan semak-semak liar. Sampai saat ini letaknya
berada di kaki gunung Lawu sebelah tenggara dan dilalui sebuah sungai besar yaitu sungai
Keduwang yang menuju ke waduk Gajah Mungkur Wonogiri.
Desa Boto terdiri dari lima dusun yang terbentang dari utara sampai dengan selatan.
Kelima dusun tersebut yaitu dusun Dungkul, dusun Mipitan, dusun Paro, dusun Boto, dan
dusun Mesu. Jika diperhatikan dengan seksama, maka dari nama-nama dusun tersebut tersirat
sebuah arti yang konon merupakan sejarah asal mula dusun dan menggambarkan sebuah
karakter dari penduduk yang bermukim di masing-masing dusun tersebut.
Desa Boto memiliki luas wilayah keseluruhan 259,8 ha. Dari luas wilayah tersebut
terbagi menjadi dua wilayah utama, yaitu perbukitan seluas 134,80 ha dan datar seluas 125 ha.
Sedangkan dari segi fungsi, tanah tersebut terbagi menjadi tanah pemukiman, tanah sawah, dan
hutan. Ketinggian dari permukaan air laut rata – rata desa adalah 600 m.
Selain diapit oleh pegunungan dan perbukitan, secara administratif Desa Boto
berbatasan dengan beberapa desa; di bagian utara terdapat Desa Semen dan Desa Watusumo,
di bagian timur terdapat Desa Padaringin dan hutan negara, di bagian barat terdapat Desa
Ngrompak, dan di bagian selatan terdapat Desa Brenggolo dan Desa Guno. Sesungguhnya
sebagian dari Hutan Negara tersebut masuk dalam wilayah Desa Boto, namun desa tidak dapat
melakukan apapun atasnya karena hutan tersebut masuk otoritas perhutani. Ketika ada warga
yang mengambil hasil dari hutan tersebut bahkan masuk ke dalam wilayahnya saja dianggap
melanggar hukum.
Terdapat lima dusun yang menyusun Desa Boto, antara lain: Dusun Mipitan, Dusun
Dungul, Dusun Paro, Dusun Boto, dan Dusun Mesu. Aksesbilitas desa terhadap fungsi – fungsi
krusial terutama kesehatan secara minimal cukup memadai. Hal ini terbukti dari jarak ke
puskesmas kecamatan Jatiroto hanya 9 km. Sayangnya, jika ada kedaruratan terkait kesehatan
untuk mendapatkan perawatan lebih tidak memungkian terpenuhi di puskesmas. RSUD
Wonogri menjadi solusi, namun jaraknya terlalu jauh untuk dijangkau, yaitu 50 km.
Sistem pengairan atau hidrologi yang digunakan oleh Desa Boto masih menggunakan
sistem manual terutama yang digunakan dalam irigasi pertanian. Sistem manual yang dimaksud
adalah dengan sistem gravitasi dari hulu sungai ke aliran pengairan. Ada sebanyak 5 sungai
yang ada di desa Boto merupakan DAS Hulu Keduwang. Desa Boto dilalui sungai Keduwang
menuju WGM. Curah hujan 2000 – 3000 mm per tahun.
C. Struktur Organisasi
Desa Boto merupakan desa yang terorganisir sejak lama dan sebelum masa
kemerdekaan. Hal ini terbukti dari pencatatan dari kepala desa sebelum – sebelumnya dari
tahun 1900an yang tidak ketahui. Pencatatan kepala desa paling jelas waktunya 1965, yaitu
masa kepemimpinan masa pak Wiryo dan Sumarjo 1966 – 1980, Sutarno 1980 - 1990, Sumadi
1990 - 2006, Giyono 2007 - 2013, Parmono 2013 s/d sekarang. Sedangkan dari jaman pak
Ronggo dan pak Tambi, kemungkinan saat Desa Boto belum terbentuk secara administratif
sehingga tidak tercatat.
Tidak diketahui secara rinci bagaimana susunan pemerintahan dalam Desa Boto
sebelumnya. Dari bukti pencatatan kepala desa yang ada sudah cukup menjadi bukti bahwa
mereka ingin mengingat pemimpin – pemimpin yang telah membentuk desa hingga saat ini.
Hal itu pun tidak terlepas dari orang – orang yang membantu kepala desa. Periode saat ini
memiliki struktur sebagai berikut:
(gambar struktur organisasi desa)
Berdasarkan struktur di atas, jabatan dan posisi yang ada perlu diketahui juga deskripsi
pekerjaan utama dari posisi tersebut. A bertugas untuk, B bertugas untuk, C bertugas untuk,
dan D bertugas untuk. Seluruh bidang tersebut saling bersinergi untuk menjadikan desa Boto
lebih maju dan makmur sesuai dengan visi yang mereka pegang.
D. Demografi Desa
1. Kependudukan
Jumlah usia produktif lebih banyak dibanding dengan usia anak-anak dan
lansia. Perbandingan usia anak-anak, produktif, dan lansia adalah sebagai berikut: 22%
: 61% : 17%. Dari 2464 jumlah penduduk yang berada pada kategori usia produktif
laki-laki dan perempuan jumlahnya hampir sama / seimbang. Jumlah penduduk
bertambah sementara usia produktif/pengangguran juga bertambah, walaupun bekerja
serabutan dan ada juga yang berwiraswasta mandiri. Sehingga perlu pemikiran peluang
usaha/kegiatan demi peningkatan pendapatan bagi usia produktif di desa.
2. Pendidikan
3. Mata Pencaharian
Mayoritas mata pencaharian penduduk adalah petani dan buruh tani dan swasta.
Hal ini disebabkan karena sudah turun temurun sejak dulu bahwa masyarakat adalah
petani dan juga minimnya tingkat pendidikan. Berdasarkan faktor di atas, menyebabkan
tidak banyak pilihan pekerjaan yang ditawarkan di desa, sehingga kebanyakan yang
memilih menjadi buruh tani dan buruh pabrik. Namun, demikian karena hasil pertanian
dan agribisnis yang tidak tentu, maka sebagai tambahan penghasilan untuk mencukupi
kebutuhan dasar hampir semua KK yang ada di desa mempunyai kegiatan berternak
ayam, kambing dan sebagian lagi berternak sapi, kuliner, perdagangan, online,
wiraswasta dan menjadi pengrajin batu mulia.
4. Aktivitas Kebudayaan
Masyarakat desa Boto umumnya masih menjalankan sebagian adat istiadat para
leluhur yang sudah turun-menurun. Karena ini merupakan budaya endemik dan asli desa,
maka perlu dilestarikan. Seiring perubahan jaman seperti sekarang ini, agar bisa berjalan
baik dan harmonis tentunya harus ada pendekatan-pendekatan agar tercipta suatu
keselarasan. Adat dan budaya yang masih terus dilaksanakan antara lain: kegiatan ritual
bersih dusun setiap tahun, acara ritual ‘’methil pari” panen padi, ritual pernikahan
(mantenan, ngundhuh manten), khitanan, sepasaran kelahiran, kegiatan genduri atau
selamatan setiap menjelang bulan ramadhan/puasa, malam-malam ganjil bulan
ramadhan, selamatan bulan syawal atau “ba’do riyadi”, bulan asyura atau “suro”, dan
lain-lain.
E. Potensi Wilayah
Potensi wilayah desa Boto terbagi menjadi dua aspek, yaitu sumber daya alam dan
sumber daya manusia. Kedua aspek ini merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi,
walaupun terpisah menjadi dua bagian. Pada bagian ini akan dibahas hasil yang paling dominan
dari kedua aspek tersebut.
Aspek sumber daya alam meliputi hasil perkebunan dan pertanian. Hasil alam
tertinggi terletak pada hasil empon – empon (jahe, kunyit, kencur, temulawak) dan
umbi porang.
Sebelum porang terkenal pada tahun 2020, ternyata desa ini telah membudidaya
porang sejak tahun 2017 dari Madiun. Seiring berjalannya waktu, kepala desa sadar
bahwa biaya operasional yang dikeluarkan untuk memproduksi porang besar dan tidak
mendapatkan banyak keuntungan, terutama saat bibit porang dimonopoli di Madiun.
Dengan keterbatasan tersebut, kepala desa memilih untuk babat alas di sekitar Jatiroto
dan kaki Gunung Lawu. Ternyata memang porang tumbuh liar di wilayah hutan Jatiroto
dan kaki Gunung Lawu dan masyarakat belum banyak yang tahu tentang porang,
bahkan dianggap sebagai tanaman hama. Oleh sebab itu, kegiatan yang dilakukan oleh
kepala desa Boto sekaligus menjadi edukasi dan menjalin kemitraan bersama
masyarakat setempat. Kini Desa Boto dapat menghasilkan 25 ton umbi porang per
tahun. Komoditas empon – empon selain porang di Desa Boto pun melimpah ruah.
Hampir setiap harinya dapat memanen setidaknya minimal setengah ton.
Selain sumber daya alam yang berbentuk hasil panen, luasnya lahan yang
menjadi hak dari Desa Boto dapat dimanfaatkan sebagai agrowisata. Rencana
agrowisata tersebut baru dicanangkan sekitar akhir tahun 2020 dan dapat langsung
terealisasikan. Jenis tanaman yang ingin menjadi komoditas dalam agrowisata antara
lain apel, jeruk, anggur, strawberry, dsb. dan dikombinasikan juga dengan komoditas
utama yaitu empon – empon. Rencana lahan yang ingin dijadikan agrowisata ±20 ha
dan saat ini sudah 8 ha yang siap dimanfaatkan. Sejak akhir Juni 2021, proses
pembangunan lahan parkir pun hampir selesai.
Beriringan dengan sumber daya alam, sumber daya manusia di Desa Boto juga
menjadi faktor penting dalam mengolah hasil sumber daya alam tersebut. Hasil panen
tidak semata – mata dijual seluruhnya secara mentah oleh para penduduk. Sebagian
hasil panen tersebut dijadikan bahan olahan lain yang siap konsumsi, hasil tersebut
menjadi beberapa bentuk antara lain kue, roti, tepung, dan beberapa menu instan. Hal
semacam itu membuktikan bahwa masyarakat telah memiliki kesadaran ekonomi untuk
meningkatkan nilai jual dari hasil panen di daerahnya.
Kesadaran ekonomi yang dibangun secara otomatis terbangun sebuah
keterampilan baru dari masyarakat sehingga dapat mengolah bahan mentah menjadi
bahan olahan. Salah satu produk olahan unggulan dari Desa Boto adalah menu instan
seperti jahe emprit instan, jahe merah instan, temulawak instan, wedang uwuh instan,
dan tepung porang. Produk – produk tersebut sudah teruji secara legal dan memiliki
PIRT. Pengolahan yang dilakukan cenderung masih manual dan dengan standar
operasional yang tinggi, sehingga kontrol dari kualitasnya pun selalu terjaga. Bahan
campuran yang digunakan tidak menggunakan pengawet bahan kimia sama sekali dan
hanya pengawet alami seperti gula. Namun sayangnya, pengolahan secara manual itu
pun juga memiliki kekurangan, yaitu tidak dapat memproduksi secara massal. Saat ini,
mereka hanya dapat memproduksi 16 – 20 kg menu olahan instan per hari nya.
1. Pemerintahan Desa
2. Pendidikan
3. Kesehatan
Fasilitas merupakan salah satu fasilitas krusial dan harus dimiliki di daerah
manapun terlebih desa Boto. Fasilitas penunjang kesehatan yang dimiliki di desa Boto
antara lain, Puskesmas Pembantu, Polindes, Posyandu Balita, Posyandu Lansia, dan
Pos Obat Desa.
Puskesmas pembantu saat ini sepertinya perlu diperbaharui status dan
fasilitasnya. Hal ini diiringi dengan penduduk desa yang semakin banyak, sehingga
perlu penanganan dan status puskesmas yang lebih tinggi, serta jarak rumah sakit yang
sangat jauh mengarah ke kota. Setidaknya segala fasilitas yang ada dapat menangani
penyakit dan sakit hingga tipe menengah dan menanggulangi sementara untuk yang tipe
darurat dan tinggi.
Dari beberapa fasilitas itu pun masih ada yang menjadi satu dalam sebuah
bangunan dan ada juga yang meminjam rumah warga. Dengan fakta di lapangan seperti
ini, setidaknya perlu penambahan dan pengembangan fasilitas kesehatan desa sehingga
dapat mandiri.
4. Keagamaan
Sarana rumah ibadah dan segala fasilitas penunjang keagamaan di Desa Boto
sudah lengkap. Setidaknya di lima dusun yang ada, sudah ada masjid yang mengisi di
tiap – tiap dusun. Hal ini juga mempertimbangkan dengan penduduk yg mayoritas
beragama Islam. Namun, untuk antisipasi penganut agama lain, dapat juga dipersiapkan
sebuah bangunan serba guna yang dapat memfasilitasinya.
5. Ekonomi
6. Olahraga
Kegiatan sehat bersama dan potensi – potensi yang ada di Desa Boto cukup
menjanjikan. Masyarakat ingin dapat menyalurkan hobinya di tempat yang dekat, tanpa
perlu pergi jauh – jauh ke kecamatan atau desa terdekat. Jenis olahraga yang sudah
tergali di Desa Boto adalah sepak bola, voli, bulu tangkis, tenis meja, dan futsal. Saat
ini terhitung ada tiga lapangan yang digunakan, namun keadaannya sudah tidak layak
dan perlu perbaikan. Setidaknya tidak perlu melakukan penambahan, namun dari
lapangan yang ada saat ini dapat menjadi maksimal dan menjadi lapangan serba guna
untuk olaharaga apapun dengan fasilitas yang lengkap.
Dalam aktivitas kesenian dan kebudayaan sudah dijelaskan bahwa ada kegiatan
tahunan yang rutin dilakukan bersama masyarakat desa. Beberapa diantaranya berupa
rangkaian panjang atau berupa pentas seni, sehingga tidak satu kesenian saja yang
ditampilkan. Ada wayangan, reog, karawitan, campur sari, dan yang agak modern
adalah band.
Saat ini fasilitas penunjang untuk melaksanakan kegiatan tersebut yang sudah
tersedia di Desa Boto adalah alat karawitan (gamelan pelog dan slendro) dan reog saja.
Tempat yang digunakan untuk berlatih pun masih di kantor desa. Sedangkan campur
sari dan band masih menggunakan fasilitas persewaan yang ada di dekat Desa Boto.
Oleh sebab itu, berdasarkan kapasitas potensi yang ada dalam bidang kesenian
dan budaya, tidak disia – sia kan dan perlu difasilitasi lebih maksimal.