(Korespodensi: baihaqial02@gmail.com )
ABSTRAK
Busyness in various activities such as school and work often make teenagers number two
basic needs, such as food. More business entities increasingly competing to produce instant
food. Teenage thinking patterns change as well. "If there is an easy, why choose a difficult
one?" In a day a teenager can consume some type of instant food from snacks until the staple
food is replaced in the form of instant. As a result of excessive consumption of instant foods
can make teenagers ignore a healthy diet
Awal tahun 2020, dunia diguncang oleh wabah yang melanda hampir setiap negara di
dunia. Pemerintah meminta semua orang untuk mematuhi protokol kesehatan yang
diwajibkan oleh undang-undang untuk menghentikan tingginya tingkat penyebaran virus
COVID-19 yang terus berkembang. Penyebaran virus Covid-19 telah memicu perubahan
kebiasaan dan gaya hidup yang mendadak dan mendasar. Jika perlu mengalihkan semua
aktivitas sehari-hari menjadi ke bekerja dari rumah, seperti belajar jauh dari rumah,sangat
disarankan untuk tetap di rumah kecuali ada waktu dimana sangat diperlukan untuk
keluar.Perubahan pola makan dan gaya hidup dapat membahayakan kesehatan. (World
Health Organization; 2020).
Pola dan gaya hidup masyarakat Indonesia, pola makan sendiri merupakan suatu cara
ataupun usaha untuk mengatur jumlah serta jenis makanan. khususnya kelompok muda saat
ini, sedang mengalami perubahan yang dramatis. Aktivitas sosial yang kini sedang
meningkat. Keinginan remaja untuk menjaga penampilan dan bersenang-senang sehingga
alasan remaja sering makan di jalan atau biasa disebut nongkrong tidak terkecuali dengan
menerapkan tren, disana mereka sering mengkonsumsi makanan cepat saji (fast food)
karena penyajiannya yang cepat , bisa menghemat waktu, higienis, porsi yang dapat
disajikan kapan saja, di mana saja dan harga terjangkau.
Masa remaja merupakan masa transisi individu dari masa kanak-kanak menuju masa
dewasa yang ditandai dengan perubahan kematangan fisik, biologis, mental dan emosional.
masa transisi terbuka terhadap segala bentuk perubahan kondisi yang terjadi di sekitarnya
Perubahan yang terjadi pada remaja cenderung menimbulkan berbagai perubahan perilaku
dalam kehidupan remaja. Salah satu bentuk dari perubahan perilaku pada masa remaja adalah
pola pengonsumsian makanan yang mengarah pada pola perilaku makanan yang sehat
ataupun makan yang tidak sehat . Yang dimaksud dengan perilaku makan yang tidak tepat
adalah kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak menyediakan semua zat gizi esensial
seperti karbohidrat, lemak dan protein yang diperlukan untuk metabolisme tubuh (Sarintohe
& Prawitasari, 2006).
Perilaku makan tidak sehat juga didefinisikan sebagai kebiasaan makan seseorang
yang dapat mengganggu metabolisme tubuh (Dewi, Ari Pristiana. 2012).Perilaku makan
tidak sehat sangat sering ditemukan pada remaja.Karena ada tren nongkrong,mengerjakan
tugas di café membuat anak remaja semakin membuat mereka terbiasa dengan makanan tidak
sehat.Nutrisi yang mereka terima pun tidak sesuai atau kurang memadai bagi tubuh mereka.
Remaja memiliki kebutuhan gizi yang khusus dibandingkan dengan kelompok usia
lainnya. Hal ini karena pertumbuhan yang cepat dan perubahan kematangan fisiologis yang
terkait dengan pubertas terjadi selama masa remaja. Kebutuhan gizi remaja harus
diperhatikan. Selain itu, perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan juga akan
mempengaruhi asupan gizi remaja.Kelompok usia remaja mengkhawatirkan banyak aktivitas
fisik. Oleh karena itu, perlu diperhatikan kebutuhan kalori, protein dan mikronutrien pada
masa remaja. Kebutuhan gizi remaja harus diperhatikan. Dikarenakan kebutuhan gizi remaja
meningkat karena pertumbuhan dan perkembangan yang meningkat. Perubahan gaya hidup
dan kebiasaan makan juga akan mempengaruhi asupan gizi remaja.Kelompok usia remaja
mengkhawatirkan banyak aktivitas fisik, sehingga remaja perlu mengetahui pengaruh
makanan instan terhadap pola makan dan kesehatannya. (Adriani, M. dan Wirjatmadi, B.
2012).
Mengonsumsi makanan instan (junk food) merupakan bagian atau budaya Amerika
dan sekarang kita menemukan remaja-remaja pada saat ini yang mengikuti budaya tersebut
yaitu memakan makanan seperti burger, kentang goreng, dan lain sebagainya dikarenakan
mereka merasakan kebosanan karena dirumah saja atau biasa disebut stay home. Makanan
instan juga sangat praktis dan menghemat waktu.Selain itu untuk cita rasa dari makanan
instan tidak diragukan lagi karena jelas enaknya.Makanan seperti ini biasanya tinggi kalori.
Secara literal junk food ialah “ makanan rongsokan, makanan sampah, atau makanan
yang tak berguna” Makanan ini tidak mempunyai nutrisi untuk tubuh. Mengonsumsi
makanan ini hanyalah hanyalah sia-sia, bahkan dapat merusak kesehatan. Junk food yang
dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, seperti
obesitas (kegemukan), diabetes (kencing manis), hipertensi (tekanan darah tinggi),
aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), penyakit jantung koroner, stroke, kanker dan
sejenisnya.
Karena kebosanan dirumah saja remaja biasanya memesan makanan di restoran cepat
saji melalui aplikasi online. Restoran cepat saji ini tidak hanya menyajikan ayam goreng saja,
tetapi setiap makanan atau jajanan yang mengandung lemak dimakan secara berlebihan. Di
dalam tubuh, lemak akan mengalami berbagai proses. Salah satunya adalah proses auto-
oksidasi yang dengan cepat akan meningkatkan kadar radikal bebas. di dalam tubuh Radikal
bebas ini aktif dengan menyerang berbagai senyawa dan jaringan di dalam tubuh menjadi
faktor pencetus penyakit degeneratif.Selain dikarenakan kebosanan mereka juga tidak punya
waktu untuk memasak dikarenakan tuntutan tugas yang terlalu dekat dengan deadline,jadi
para remaja biasanya memesan secara online makanan siap saji.Makanan siap saji juga
memberikan banyak promo diskon hingga 60% yang membuat mereka ketagihan untuk
membeli dan mengkonsumsi makanan cepat saji.
Konsumsi makakana instan pasti juga diiringi dengan minuman yang tidak sehat
seperti boba.Boba merupaka topping minuman yang sangat sulit diserap oleh tubuh,karena
teksturnya yang kenyal.Perasa buatan dalam minuman yang dikonsumsipun bisa mengganggu
system ginjal pada tubuh jika kita tidak mencukupi kebutuhan air putih sebanyak 1,5L dalam
sehari.Perasa buatan juga cukup membahayakan karena kita tidak tahu apakah rasa yang
digunakan dari buah asli atau bukan.Banyak perasa yang abal-abal dengan harga murah yang
dibeli oleh para penjual minuman demi meraup untung yang lebih banyak.Buah yang
digunakan untuk perasa minuman tersebut bisa saja terbuat dari buah yang sangat tidak layak
untuk dikonsumsi ataupun buah yang sudah busuk.
2.Apabila ingin menyantap junk food, sebaiknya ketahui dulu kandungan nutrisi jika
perlu cari tahudi situs produsen junkfood.
3.Jangan hanya menyantap burger, kentang goreng,atau ayam goreng akan tetapi
santap juga paketsalad tau sayur sup yang disediakan di restoran junk food.
PENUTUP
Terjadinya penyebaran virus Covid-19 telah memberikan perubahan yang mendadak dan
mendasar pada kebiasaan dan gaya hidup. Dimana semua aktivitas yang rutin seperti belajar
dilaksanakan di luar rumah terpaksa harus beralih dikerjakan dari rumah. Menambah
pengetahuan dan pemahaman remaja mengenai Junkfood yang merupakan istilah yang
mendeskripsikan makanan tidak sehat atau memiliki hanya sedikit kandungan nutrisi
atau makanan yang mempunyai kalori tinggi tetapi nilai gizinya sedikit atau sama sekali
tidak ada nilai gizinya. Ada berbagai makanan jenis junk food yang kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari mulai dari makanan gorengan, mi instan, makanan daging berlema
dan lain sebagainnya. Mengonsumsi makanan cepat saji berlebihan sangat beresiko bagi
kesehatan. Karena mengandung pewarna makanan, pengawet, perasa,pemanis berlemak,dan
lain-lain. Hindari makanan dengan cara mengkonsumsi makanan yang alami dan melakukn
kegiatan yang dapat memelihara kesehatan disaat pandemic seperti ini, agar tidak timbul
penyakit yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
WHO. Global data on visual impairments 2010.Geneva: World Health Organization; 2020.
Yuana Delvika., Kamil Mustofa., Prodikmas Hasil Pengabdian Kepada Masyarakat 2 (1),
2018