Anda di halaman 1dari 7

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SAMARINDA


FAKULTAS SYARIAH
Jalan H. A. M. Rifadin, Loa Janan Ilir, Samarinda 75131
Telepon (0541) 7270222 Faksimili (0541) 7268933
Website : http://www.fasya.iain-samarinda.ac.id E-mail : fasyaiainsmd@gmail.com

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL TAHUN


AKADEMIK 2021/2022

MATA KULIAH : Pancasila


DOSEN : Ratih Oktaviani, M.Pd.
FAKULTAS/PRODI : Syariah/ HK 1
SEMESTER :1
HARI/TANGGAL : Selasa/ 26-10-2021
WAKTU : 10.51-12.30

Nama : Muhammad Ihsan Hamdani Addin


Nim : 2121508012
Lokal kelas : HK 1

Petunjuk Ujian : Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan jelas dan tepat!

1. Mengapa Pancasila dijadikan sebagai Ideologi Negara?

Pancasila diangkat dari nilai adat istiadat, nilai kebudayaan, dan nilai religius yang terdapat
dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara.
Rakyatnya (Prof. W. Howard Wriggins). Dari pernyataan tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa ideologi adalah identitas dari suatu bangsa.
Sama seperti identitas yang dimiliki oleh setiap orang sebagai tanda pengenal, ideologi dapat
dikatakan sebagai tanda pengenal dari suatu bangsa.Selain menjadi identitas,ideologi juga
memiliki fungsi lain yaitu fungsi kognitif dan orientasi dasar. Fungsi kognitif memiliki artian
bahwa ideologi dapat menjadi suatu landasan bagi suatu bangsa dalam memandang dunia,
sedangakan fungsi orientasi dasar berarti ideologi tersebut memberikan wawasan dan makna
bagi rakyat dan juga memberikan tujuan bagi rakyatnya.
Ideologi memiliki posisi yang sangat penting bagi setiap bangsa. Posisi penting ini
dikarenakan ideologi peranan sebagai arah atau pedoman bagi bangsa untuk mencapai
tujuannya masing-masing. Selain itu, peran lain yang dimiliki oleh ideologi adalah sebagai
alat untuk mencegah terjadinya konflik sosial dalam masyarakat agar setiap masyarakat dapat
hidup dalam ketentraman dan juga memiliki rasa solidaritas yang tinggi. Peranan lain dari
ideologi adalah sebagai alat pemersatu suatu bangsa. Setiap bangsa tentu saja memiliki
keberagaman baik dalam suku,bahasa,adat-istiadat,kebudayaan, dan lain sebagainya.Ideologi
memiliki peran dalam mempersatukan keberagaman yang ada dalam masyarakat supaya
dapat terbentuknya kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik.Dari paparan tersebut,
maka dapat terlihat betapa pentingnya ideologi bagi setiap bangsa.Identitas bangsa Indonesia
sendiri tertuang kedalam ideologi yang dianut oleh bangsa Indonesia, yaitu Ideologi
Pancasila.
Ideologi Pancasila sendiri dirumuskan oleh Panitia Sembilan dan berdasar atas pidato Ir.
Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945. Ideologi Pancasila menjadi sangat penting bagi bangsa
Indonesia karena Pancasila memiliki beberapa kedudukan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia.Kedudukan itu seperti Pancasila sebagai jiwa bangsa
Indonesia,Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia, Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa Indonesia, Pancasila menjadi dasar negara,Pancasila sebagai sumber dari segala
hukum yang ada di Indonesia,Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia ketika
mendirikan negara, dan Pancasila sebagai cita-cita bangsa. Kedudukan inilah yang
menjadikan Pancasila menjadi sangat penting bagi bangsa Indonesia. Kedudukan ini juga
dapat diartikan bahwasannya Pancasila merupakan suatu landasan bagi bangsa Indonesia
dalam melaksanakan segala aspek yang menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegera.
Selain itu, Pancasila juga berfungsi sebagai penunjuk arah dalam kehidupan bernegara
Indonesia. Sama seperti kapal tanpa kompas, yang tidak tahu akan kemana arah arus
membawanya, Republik ini juga akan sama seperti itu apabila tidak adanya penunjuk
arah,yaitu Pancasila.Pancasila juga mengandung nilai-nilai sejarah di dalamnya karena
Pancasila merupakan suatu perjanjian yang dibuat oleh para pendiri bangsa ini ketika
mendirikan Republik Indonesia ini. Hal-hal inilah yang membuat Pancasila memiliki fungsi
dan juga kedudukan yang sangat penting bagi Bangsa Indonesia.
Dengan fungsi dan juga kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, Pancasila haruslah dapat dilestarikan oleh setiap komponen bangsa
Indonesia.Pelestarian nilai nilai Pancasila dapat dilakukan dengan meimplementasikan nilai
nilai yang terkandung di dalam Pancasila dalam kehidupan sehari hari. Nilai-nilai Pancasila
sendiri tercermin dalam setiap sila yang ada di dalamnya. Nilai-nilai itu adalah nilai
ketuhanan, nilai kemanusiaan,nilai persatuan, nilai kerakyatan dan juga nilai keadilan.Nilai
ketuhanan dapat diimplementasikan dengan menghargai setiap umat beragama di Indonesia.
Setiap rakyat di Indonesia memiliki agama yang berbeda-beda, sehingga setiap rakyat
haruslah menghargai perbedaan yang ada sebagai bentuk dari implementasi nilai ketuhanan.
Nilai kemanusiaan dapat dipraktekan dengan tindakan tidak melakukan diskriminasi terhadap
suku lain yang terdapat di Indonesia.Nilai persatuan dapat dipraktikkan dengan menunjukkan
sikap cinta terhadap tanah air Indonesia.
Nilai kerakyatan dapat dipraktikkan dengan tindakan menghargai pendapat orang lain ketika
mengemukakan pendapat. Nilai keadilan dapat dipraktikan dengan menjaga hak dan
kewajiban dari setiap rakyat. Uraian tersebut hanyalah sebagian kecil dari praktik nilai
Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan masih ada banyak hal yang dapat dilakukan dalam
usaha melestarikan nilai nilai Pancasila di Ibu Pertiwi ini.Ideologi Pancasila haruslah tetap
dilestarikan karena ideologi ini merupakan ideologi yang mencerminkan kepribadian bangsa
ini.

2. Menurut pendapat anda apakah nilai-nilai Pancasila sudah diterapkan dengan baik
dalam kehidupan bermasyarkat?
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia mempunyai nilai nilai yang
wajib diterapkan dalam kehidupan sehari – hari.Kandungan dari sila – sila Pancasila secara
garis besar terbagi atas beberapa tingkatan yang pertama adalah nilai dasar , instrumental dan
praktis . Pancasila juga mengandung nilai moral dan norma yang harus diterima oleh seluruh
warga negara karena hal tersebut menjadi landasan bagi kehidupan bersama di
Indonesia.Meskipun Pancasila terdiri dari lima sila berbeda tetapi semua saling melengkapi
dan menjadikan Pancasila sebagai kesatuan yang utuh untuk jadi pedoman kehidupan
Bersama di Indonesia.
Setiap negara pasti ingin tetap kokoh dan tidak mudah terjadi perselisihan diantara
warganya , hal tersebut membuat pentingnya kita memiliki dasar negara dan ideologi yang
kuat dan disusun dengan seksama. Pancasila tidak mengadopsi ideologi dari manapun
sehingga nilai – nilai Pancasila kita lebih unggul dan juga lebih cocok karena berdasarkan
kebiasaan dan sifat warga negara Indonesia sendiri. Alasan Pancasila sangat dibutuhkan
karena kita memiliki banyak sekali suku , budaya , agama dan juga secara demografis kondisi
wilayah Indonesia sangat besar dan terdiri dari pulau – pulau yang dipisahkan oleh laut yang
sangat luas , ini bisa membuat Indonesia sangat cepat berkembang tetapi juga dapat membuat
kehidupan di Indonesia menjadi banyak pandangan sehingga dapat menimbulkan
perpecahan.
Oleh karena itu norma – norma yang terkandung dalam Pancasila dapat kita gunakan dalam
dasar kehidupan bangsa agar tidak mudah timbuil perpecahan . DIantara lain norma – norma
yang terkandung didalam Pancasila yakni :
Norma Agama
Norma agama disebut juga norma kepercayaan ini ditunjukkan kepada semua rakyat
Indonesia untuk dapat beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa . Dengan adanya norma ini
diharapkan setiap rakyat Indonesia dapat berpegang teguh kepada agama nya masing –
masing dan saling menghargai.
Norma Moral atau Norma Kesusilaan
Norma Moral adalah norma yang paling dasar dalam mengatur budi pekerti kita atau etika
kita.Norma moral ini menentukan bagaimana cara kita dapat menilai lingkungan masyarakat
maupun di dalam rumah . Norma ini berasal dari diri sendiri bagaimana kita menyikapi
lingkungan agar kita dapat diterima dan mudah untuk bersosialisasi.
Norma kesopanan
Norma ini juga disebut norma sopan santun , tata krama maupun kadang juga disebut norma
adat . Norma ini didasarkan kebiasaan rakyat Indonesia dalam berlaku dimasyarakat , pada
suatu daerah dengan daerah lain berbeda dasar – dasar norma kesopanannya . Sanksi dari
norma ini biasanya berasal dari masyarakat setempat.
Norma Hukum
Norma hokum berasal dari luar rakyat, biasanya norma hukum dibuat oleh negara atau pihak
setempat yang mendapatkan kekuasaan penuh dalam mengatur dan juga memaksa setiap
rakyat . Contohnya adalah negara membuat sebuah peraturan perundang – undangan tentang
lalu lintas untuk mengatur rakyatnya agar lalu lintas jadi lebih teratur. Sanksi yang didapat
dari norma ini biasanya didapatkan pada persidangan resmi yang dipimpin hakim.
Di era modern ini juga ditandai dengan kemajuan teknologi yang menimbulkan beberapa
perubahan dalam kebiasaan masyaratakat, salah satu contoh dampak akibat dari era modern
ini masyarakat yang mengikuti trend dari negara lain dan transformasi budaya .Dalam
kondisi ini masyarakat sudah tidak memperdulikan nilai – nilai Pancasila sebagai ideologi
dan pedoman hidup bagi rakyat Indonesia dalam perkembangan zaman tersebut. Sehingga
banyaknya kasus – kasus yang membuat kehidupan Bersama di Indonesia menjadi tidak
teratur . Dengan adanya pengaruh dunia luar , rakyat Indonesia sudah mulai merubah dasar
dalam kehidupan Bersama mereka seperti :
Mulai hidup secara individualisme
Tidak menghargai orang – orang disekitar
Berpakaian seperti orang barat
Melakukan kegiatan – kegiatan dan kebiasaan orang luar
Dengan adanya perkembangan zaman tersebut , penerapan Pancasila sebagai dasar kehidupan
Bersama di Indonesia wajib untuk diupdate dan diupgrade agar penyuluhan dan juga
penerapan Pancasila di lingkungan masyarakat menjadi lebih fleksibel dan juga sesuai
dengan adanya perkembangan zaman.Dalam hal ini biasanya para pemuda harus tetap
menerapkan berbagai hal – hal positif yang terkandung dalam Pancasila agar Pancasila tidak
hilang dan tetap menjadi bagian dari perkembangan zaman meskipun pada masa sekarang
banyak sekali anak – anak muda yang selalu mengikuti perkembangan budaya barat dan juga
lebih konsumtif daripada orang pada zaman dahulu.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam era modern yang tidak sesuai dengan kehidupan
rakyat Indonesia sehari – harinya :
Budaya berpakaian orang luar
Budaya berpakaian yang selalu terupdate dengan style luar bahkan dengan harga yang sangat
tinggi juga dapat membuat kehidupan Bersama di Indonesia menjadi terganggu, dengan
update update hal tersebut biasanya menyebabkan kesenjangan dengan orang- orang disekitar
sehingga norma norma yang berlaku dilingkungan masyarakat tersebut diabaikan.
Kebiasaan – kebiasaan orang luar
Orang – orang luar yang biasanya melakukan hal – hal yang diperlukan pada lingkungannya
seperti minum – minuman keras untuk menghangatkan tubuh , tetapi beberapa orang di
Indoneseia menyalahi dan meminum minuman keras tersebut tanpa alasan yang jelas
sehingga membuatnya mabuk dan dapat membuat perilakunya di lingkungan masyarakat
tidak terkontrol.
Cara berbicaraOrang luar berbicara tanpa adanya adat dan istiadat sehingga mereka biasanya
berbicara dengan hal yang sama terhadap orang tua bahkan teman tanpa adanya perbedaan
bahasa yang digunakan.

3. Mengapa nilai religius merupakan nilai pertama pada Pancasila?


Ir.Sukarno sebagai Presiden Pertama Indonesia, dan juga seorang yang memprakasai lahirnya
Pancasila selalu menyatakan bahwa Pancasila adalah jalan hidup, rel-rel dalam bernorma dan
bertingkah bagi seluruh bangsa Indonesia, dari suku maupun agama manapun itu. Sempat
beliau menyatakan dalam salah satu Kongres PBB pada 30 September 1960, bahwa Pancasila
merupakan darah daging bangsa Indonesia.
Dalam sila pertama misalnya, Ketuhanan Yang Maha Esa, Sukarno menegaskan bahwa
Setiap individu bebas menentukan pillihannya dalam Agama, dan juga bebas untuk
menyembah Tuhannya masing-masing, sehingga dengan itu terciptalah masyarakat yang
Agamis dan menjadikan masyarakat tersebut bermoral, karena faktanya, setiap agama selalu
mengajarkan kepada kebenaran. Kemudian Sukarno pun juga menambahkan bahwa semua
sila dalam Pancasila sangatlah memiliki keterkaitan yang erat, dan tidak dapat dipisahkan
satu sama lain.
Semisal pada Sila pertama, dan Kedua, sangatlah erat hubungannya. Bagaimana seorang
Manusia bisa dikatakan beradab, ketika dia tidak mempercayai akan Tuhan dan Agama. Dalam
pidatonya itu pun Sukarno juga mengutip salah satu ayat dari Al-Qur’an, Surat Al-Hujurat ayat
ke -13, dimana Allah telah menciptakan manusia menjadi golongan-golongan dan kelompok-
kelompok, dengan tujuan agar mereka saling mengenal dan bermuamalah satu sama lain. Dari
sini dapat kita ambil pelajaran bahwa Soekarno, sebagai presiden pertama Indonesia, sangatlah
mengerti bahwa banyak nilai-nilai religius dalam pancasila yang terkoneksi satu sama lain.
Tokoh selanjutnya yaitu, Habib Riziq Shihab. Seorang ulama sekaliber Pimpinan FPI dan
dianggap sebagai Imam besar Jutaan Muslim Indonesia ini tentu sudah familiar di telinga kita.
Tetapi, tak banyak dari kita tahu bahwa beliau merupakan sosok yang sangat nasionalis, hal ini
terbukti dari Hasil Tesis S2 beliau yang mengangkat tema, “Pancasila dan Syariah Islam.” Dalam
beberapa konferensi, yang terakhir beliau berbicara di forum FPI dalam memperingati HUT RI
ke -74, mengatakan bahwa Pancasila ini adalah sebagai dasar negara, yang mana sangatlah
identik sekali dalam penerapan syariat-syariat Islam. Salah satu dari penjelasan beliau yaitu,
seharusnya tidak ada keterbatasan masyarakat dalam beribadah dan menyembah Tuhan, karena
itu sudah tertampund pada UUD 1945 pasal 29 Ayat 1. Begitu pun dalam polemik keadilan,
beliau mengatakan, setiap kepala masing masing lembaga haruslah jujur, dan memegang prinsip
sila ke lima, yang didasari oleh rasa takut kepada Tuhan jika tidak menjalankan dengan baik.
Ketuhanan Yang Maha Esa, bahwa fungsi dari adanya sila ini, maka seluruh elemen bangsa
haruslah mengakui adanya Tuhan dan beribadah sesuai kepercayaannya masing-masing. Dengan
adanya sila ini, otomatis bangsa ini menolak segala paham paham yang menyimpang semisal
marksisme, liberalisme, komunisme, dan lain sebagainya.

Kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai yang terkandung dalam sila ini jelas bahwa setiap
kepala dari masyarakat haruslah menghormati satu sama lain, sesuai dengan norma moral yang
ada dalam setiap kelompok, terutama mengenai toleransi dan menjauhi segala macam tindakan
provokatif yang menyebabkan jatuhnya adab maupun moral tersebut. Seperti yang telah dibahas,
bahwa sila yang kedua ini sangatlah bersangkutan dalam menjalankan sila yang pertama.

Persatuan Indonesia, mengutip pernyataan dari Habib Riziq, dan sesuai dengan Bhineka Tunggal
Ika, bahwa masyarakat Indonesia harus mengedepankan persatuan untuk mewujudkan Indonesia
yang lebih maju, dan dengan adanya sila ketiga ini, kita haruslah memahami keadaan beragama,
sehingga setiap agama memiliki persatuan yang membangun. Dalam Islam, Allah telah
memerintahkan umat Islam agar bersatu padu dan tidak terpecah belah, pun tentunya demikian
yang diajarkan oleh agama-agama lainnya tentang persatuan.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, sila
keempat ini mengajarkan kita makna kepemimpinan yang adil dan bijaksana, dan dengan adanya
sila ini rakyat dituntut untuk menjadikan atau memilih seorang pemimpin yang berkualitas untuk
memjukan bangsa, dengan catatan bahwa rakyat yang memilih pun haruslah menjadi sumber
daya sumber daya manusia yang berkualitas.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
keadilan merupakan poin yang penting dalam membangun suatu bangsa. Bahkan dalam Islam
sendiri Allah memerintahkan kepada semua umat manusia untuk berbuat seadil mungkin dalam
segala aspek kehidupan. Maka, sila kelima ini merupakan dasar negara dan sekaligus sebuah
penutup pamungkas, demi terciptanya masyarakat yang agamis, harmonis, dan selalu hidup
dalam kerukunan.
Sebagai rakyat Indonesia yang taat, dan memiliki tendensi dalam membangun bangsa dan
negara, sudah seharusnya setiap individu paham betul hakikat dan nilai- nilai religius yang
terdapat di dalam pancasila. Dalam membangun dan memajukan negara pun juga demikian,
setiap elemen kembali ke pancasila, dan menghayatinya. Seharunya ketika ada suatu konflik
negara maupun dalam masyarakat, sudah sepatutnya masing-masing pihak bercermin tentang
sejauh mana implementasi nilai-nilai khususnya nilai religius pancasila di kehidupan sehari hari.
Karena pada hakikatnya pancasila bukanlah ajang untuk lomba hafalan, tapi bagaimana setiap
individu mampu menela’ah dan menyertakan segala aspek kehidupan bernegara mereka agar
sesuai dan tidak menyimpang dari rel-rel yang religius, normatif, yang terkandung dalam
pancasila.

4. Jelaskan mengapa ketika Pancasila disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI
terdapat perubahan dari kalimat “KeTuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
islam bagi pemeluk-pemeluknya” diubah menjadi “KeTuhanan yang Maha Esa”!
Pada masa Orde Baru, Pancasila ditanamkan dengan dogmatis dan juga difungsikan untuk
membungkam pihak-pihak yang mengkritik pemerintah saat itu, meskipun para pengkritik
tersebut tidak ada hubungannya dengan paham anti-Pancasila. Semenjak jatuhnya Orde Baru,
penggunaan Pancasila sebagai tameng rejim sudah tidak terjadi lagi. Masyarakat Indonesia
menikmati kebebasan dalam berpendapat termasuk kebebasan untuk mengkritik pemerintah
yang pada masa Orde Baru mengkritik biasanya akan berakhir dengan kurungan penjara atau
kekerasan.
Seriring dengan era kebebasan, pengajaran dogma Pancasila melalui Penataran P4 juga
dihentikan yang secara relatif menimbulkan “kekosongan ideologi” pada generasi muda oleh
karena pengajaran Pancasila yang sebelumnya dogmatis tersebut tidak digantikan oleh
metode lain yang lebih komunikatif dan substantif. Pada saat yang bersamaan Indonesia
menghadapi derasnya arus informasi dari seluruh dunia melalui internet. Berbagai jenis
paham (termasuk paham radikal keagamaan) berseliweran dan berinteraksi dengan kalangan
muda yang mengalami kekosongan ideologi. Meminjam istilah Melluci, mereka adalah
pengembara-pengembara identitas yang mencari jati dirinya dalam pilihan-pilihan identitas
yang dibawa oleh internet terutama melalui media sosial. Pembentukan identitas kelomopok
radikal itu akan semakin kuat jika mereka bertemu dengan orang-orang yang memiliki
pandangan yang serupa.
Kelompok-kelompok radikal keagamaan tersebut menganut apa yang disebut oleh Melluci
sebagai monisme totaliter yang memandang bahwa paham mereka adalah satu-satu paham
yang akan membawa kebaikan. Orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka dianggap
sebagai manusia yang derajatlah lebih rendah. Kelompok-kelompok radikal ini ikut
menunggangi kontestasi Pilkada DKI Jakarta di tahun 2017 yang diwarnai oleh penggunaan
isu SARA secara masif pada level akar rumput untuk menjatuhkan kandidat tertentu. Ujaran-
ujaran kebencian diutarakan untuk merendahkan kandidat yang memiliki latar belakang
agama dan etnis tertentu. Fenomena tersebut mengajak kita untuk mengingat kembali
kesepakatan-kesepakatan dasar dari para pendiri bangsa ketika mereka sepakat untuk
mendirikan NKRI.
Memandang rendah derajat orang lain yang memiliki suku, agama, dan ras yang berbeda
tentu saja pengingkaran yang serius terhadap dasar dari yang paling dasar kesepakatan
pendirian republik yaitu kesetaraan dan kebersamaan. Menurut Bung Karno, lima sila dari
Pancasila jika diperas menjadi satu maka ia menjadi Eka Sila yaitu Gotong-Royong.
Menurut Bung Karno, “Gotong Royong adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-
keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua,
keringat semua buat kebahagiaan semua. Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama.
Itulah gotong-royong!” Kekosongan ideologis akibat lemahnya pembumian Pancasila oleh
apparatus sosial juga memunculkan kelompok-kelompok yang memunculkan kembali
gagasan dasar negara dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 yang sila pertamanya
berbunyi: Ketuhanan, dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya. Rumusan sila pertama itu kemudian diubah melalui sidang BPUPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945 menjadi rumusan Pancasila yang seperti yang tercantum dalam
UUD 1945 yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Meskipun demikian, masih terdapat kelompok-
kelompok yang dengan lantang dan terbuka ingin kembali pada gagasan Piagam Jakarta.
Kelompok-kelompok ini mengambil sebagian potongan dalam sejarah dan kemudian
memaknai sendiri dengan bias kepentingan dan monisme totaliternya sehingga makna sejarah
yang sesungguhnya tidak mereka indahkan, bahkan mungkin tak terlihat oleh mereka.
Memang benar bahwa Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945 telah ditandatangan oleh
BPUPKI yang dipimpin oleh Soekarno. Pada saat itu sila “Ketuhanan, dengan kewajiban
melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” tidak dianggap sebagai diskriminasi
oleh karena hanya mengikat bagi pemeluk agama Islam. Bahkan anggota BPUPKI yang
beragama Kristen yaitu A.A. Maramis tidak berkeberatan dengan sila tersebut. Namun yang
dipikirkan oleh anggota BPUPKI tersebut tidak sama dengan yang pikirkan oleh kalangan
masyarakat yang bergama lain. Adalah seorang perwira utusan Angkatan Laut Jepang yang
bertemu Bung Hatta pada sore hari tanggal 17 Agustus 1945.
Perwira itu menyampaikan bahwa wakil-wakil umat Protestan dan Katolik yang berada
dalam wilayah kekuasaan Angkatan Laut Jepang sangat berkeberatan dengan bagian kalimat
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar, yang berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Mereka sadar bahwa bagian kalimat
itu tidak mengikat mereka, namun dengan mencantumkan ketetapan seperti itu dalam
pembukaan dan dasar berdirinya suatu negara merupakan “diskriminasi” terhadap mereka
golongan minoritas. Dalam buku autobiografi Bung Hatta disebutkan bahwa jika
“diskriminasi” itu ditetapkan juga, mereka lebih suka berdiri di luar Republik Indonesia.
Bung Hatta adalah negarawan yang memiliki keterampilan memahami yang sangat baik.
Horizonnya terhadap sila dalam Piagam Jakarta tersebut berdialog dengan horizon yang
dimiliki oleh wakil-wakil dari umat Protestan dan Katolik dan kemudian menghasilkan yang
disebut oleh ahli hermeneutik Gadamer, sebagai fusi horizon. Horizon dari Bung Hatta
bersifat terbuka sehingga ia membuka diri terhadap berbagai kemungkinan makna yang
muncul dan berbagai kemungkinan akibat yang muncul di kemudian hari. Keterbukaan
horizonnya itu membuatnya melihat makna yang sebelumnya tidak terlihat. Dalam
autobiografinya, Hatta menyatakan bahwa kalau Indonesia tidak bisa bersatu, maka bisa
dipastikan daerah-daerah di luar Jawa dan Sumatera (tempat domisili penduduk non-Muslim)
akan kembali dikuasai oleh Belanda.
Tak lama waktu yang diperlukan oleh Hatta untuk memahami kekhawatiran dari
kelompok-kelompok minoritas tersebut. Ia memutuskan untuk membahas masalah tersebus
pada sidang PPKI keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945. Sebelum sidang dimulai,
Hatta mengadakan pertemuan pendahuluan dengan 5 anggota PPKI lainya yaitu Ki Bagus
Hadikoesoemo, Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Mr. Teuku Hasan.
Pertemuan itu menyepakati untuk mengganti kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban
melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan kalimat “Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Rapat pendahuluan atas inisiatif Hatta itu menyetujui bahwa peraturan dalam
kerangka syariat Islam, yang hanya mengenai orang Islam, dapat diajukan sebagai rancangan
undang-undang ke DPR, yang jika diterima oleh DPR maka mengikat umat Islam Indonesia.
Rapat itu juga menyepakati bahwa hukum nasional berlaku untuk semua warga negara.
Perbedaan hukum antara penduduk yang beragama Islam atau beragama Kristen akan
terdapat terutama dalam bidang hukum keluarga.
Dalam bidang hukum perdata lainnya seperti hukum perniagaan dan hukum dagang, berlaku
hukum yang setara untuk semua penduduk. Ketika memasuki sidang pleno PPKI, usulah
perubahan yang telah disetujui oleh 5 orang tadi dalam rapat pendahuluan sebelum sidang
resmi, kemudian disetujui oleh sidang lengkap dengan suara bulat. Inisiatif dari Bung
Hatta itu dapat dikatakan menjaga semangat inti sari dari Pancasila yaitu Gotong Royong
seperti yang diutarakan oleh Sukarno. Dalam semangat kesetaraan dan kebersamaan, Hatta
berjasa dalam memahami kehendak dari berbagai golongan masyarakat dan sehingga
akhirnya dapat menghadirkan hukum publik yang bersifat nasional yang berlaku untuk
seluruh penduduk. Kesetaraan hukum nasional itu tidak memandang mayoritas dan
minoritas. Semangat dari pada pendiri bangsa dalam menyepakati nilai-nilai kesetaraan dan
kebersamaan kini mendapat ancaman dari kelompok-kelompok yang memandang kelompok
masyarakat lain sebagai warga yang statusnya lebih rendah sehingga harus dicaci maki jika
warga dari kelompok ini ikut dalam pemilihan pejabat publik. Agar semangat gotong royong
dalam Pancasila itu tetap terjaga ia harus dipertahankan dengan aktif. Sudah saat mayoritas
yang diam masuk ke ruang publik untuk menjadi Bung Hatta yang baru yang menjawab
tantangan kekininian sama seperti halnya Bung Hatta yang juga telah menunaikan tanggung
jawab sejarahnya.
Alasan Perubahan Sila Kesatu Rumusan Dasar Negara
Alasan perubahan sila kesatu rumusan dasar negara dalam Piagam Jakarta dilandasi oleh
beberapa hal. Sila tentang ketuhanan dipindahkan dari sila terakhir menjadi sila pertama
ditambah dengan anak kalimat, “dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-
pemeluknya” (kemudian dikenal dengan istilah “tujuh kata”).
Bagi golongan Islam, penambahan “tujuh kata” itu dianggap penting sebagai bentuk politik
pengakuan. Seperti dinyatakan oleh Prawoto Mangkoesasmito, golongan Islam sepakat
dengan semua sila Pancasila, namun menuntut penambahan “tujuh kata” dari sila Ketuhanan
demi sebuah penegasan. Poinnya, Islam yang selama zaman kolonial terus dipinggirkan akan
mendapat tempat yang layak dalam negara Indonesia yang merdeka
Mengutip buku Negara Paripurna: Historitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila oleh
Yudi Latif, hasil rumusan Piagam Jakarta itu mendapat respons yang tajam dari Latuharhary.
Dalam tanggapannya pada 11 Juli, dia menyatakan keberatan atas pencantuman “tujuh kata”
itu.

“Akibatnya akan sangat besar sekali, umpamanya terhadap pada agama lain. Maka dari itu,
saya harap supaya dalam hukurn dasar, meskipun ini berlaku buat sementara waktu, dalam
hal ini tidak boleh diadakan benih-benih atau kemungkinan yang dapat diartikan dalam rupa-
rupa macam. Saya usulkan supaya dalam hukum dasar diadakan pasal 1 yang terang supaya
tidak tidak senang pada golongan yang bersangkutan.”
Tanggapan Latuharhary memicu perdebatan pro-kontra menyangkut “tujuh-kata” beserta pasal-
pasal turunannya, seperti “agama negara” dan syarat agama seorang Presiden, yang nyaris
membawa sidang ke jalan buntu. Berkat kewibawaan Soekarno, kebuntuan tersebut bisa diatasi
untuk sementara waktu.Mengutip buku Pancasila Ideologi Dunia oleh R. Saddam Al-Jihad,
meskipun sempat mengalami pro-kontra yang cukup pelik, hasil rumusan Piagam Jakarta dengan
pencantuman ‘tujuh kata’ itu bertahan hingga akhir persidangan pada 17 Juli 1945. Hingga
kemudian pada fase pengesahan rumusan dasar negara, perselisihan kembali terjadi. Bagi
anggota-anggota dari golongan kebangsaan, pencantuman "tujuh kata" dalam Piagam Jakarta
yang mengandung perlakuan khusus bagi umat Islam dirasa tidak cocok dalam suatu hukum
dasar yang menyangkut warga negara secara keseluruhan.Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI
menyetujui naskah Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD 1945, kecuali "tujuh kata" di
belakang sila Ketuhanan. Tujuh kata itu dicoret dan diganti dengan kata "Yang Maha Esa".
Kalimatnya pun berubah menjadi"Ketuhanan Yang Maha Esa".

5. Sebutkan perilaku-perilaku yang mencerminkan masing-masing sila


dari Pancasila!

A. Contoh sikap sila ke-1


Sila Pancasila pertama berbunyi Ketuhanan yang Maha Esa. Makna sila pertama
Pancasila yaitu setiap warga negara bersikap berdasar sifat ketuhanan.

Contoh pengamalan sila ke-1 di rumah dan di sekolah yaitu:

1. Saling menghormati antar manusia


2. Tidak memaksakan suatu agama pada orang lain
3. Bekerjasama dan saling bantu di bidang sosial, ekonomi, dan keamanan lingkungan
tanpa pandang latar belakang agama
4. Mengembangkan toleransi agama sejak dini
5. Membina kerukunan hidup antar manusia

B. Contoh pengamalan Pancasila sila ke-2

Sila Pancasila kedua berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Makna sila kedua
Pancasila yaitu mengakui bahwa kedudukan setiap warga negara adalah sama.

Contoh sikap sila ke-2 yaitu:

1. Tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan suku, agama, warna kulit, tingkat


ekonomi, maupun tingkat pendidikan
2. Menjaga hal dan kewajiban diri sendiri dan orang sekitar
3. Menyadari bahwa setiap manusia adalah ciptaan Sang Pencipta.
4. Tidak melakukan diskriminasi dengan orang-orang yang dijumpai baik di sekolah,
rumah, dan tempat lainnya
5. Tidak melecehkan seseorang karena apapun
6. Membela kebenaran dan keadilan

C. Contoh pengamalan Pancasila sila ke-3

Sila ketiga Pancasila berbunyi Persatuan Indonesia. Makna sila ketiga Pancasila yaitu
menyatunya bangsa Indonesia dari berbagai sendi kehidupan, yaitu politik, sosial,
budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan. Tujuan persatuan Indonesia adalah
menumbuhkan rasa bersatu warga negara yang memiliki beragam adat dan budaya.

Contoh sikap sila ke-3 yaitu:

1. Cinta tanah air dan bangsa dengan membeli produk dalam negeri
2. Cinta tanah air dan bangsa dengan mengharumkan nama bangsa lewat prestasi di
berbagai bidang akademik dan non akademik
3. Tidak merendahkan suku adat dan budaya lain
4. Mengutamakan kerukunan bangsa Indonesia dibandingkan dengan kepentingan
kelompok, pribadi, dan golongan
5. Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan serta membantu warga yang
berkesusahan

D. Contoh Sikap Sila ke-4

Sila keempat Pancasila berbunyi Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan Perwakilan. Makna sila ke-4 Pancasila yaitu bangsa Indonesia
memiliki prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat.

Contoh sikap sila ke-4 yaitu:

1. Mengedepankan musyawarah, diskusi, atau bertukar pendapat untuk mencapai mufakat


atau kesepakatan dalam menyelesaikan masalah
2. Tidak memaksakan kehendak pada orang lain
3. Mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara, daripada kepentingan
pribadi
4. Ikut serta dalam pemilihan umum
5. Melaksanakan hasil keputusan yang berdasar musyawarah dengan niatan dan
perbuatan baik dan dengan rasa tanggung jawab..

A. Contoh Sikap Sila ke-5

Sila kelima Pancasila berbunyi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Sila ke-5
Pancasila berhubungan dengan sikap adil dan menghormati hak asasi manusia.

Contoh sikap sila ke-5 yaitu:

1. Berbuat adil pada siapapun tanpa pilih kasih


2. Menghargai hasil karya orang lain
3. Tidak membedakan seseorang karena status dan kondisi ekonominya
4. Bersikap kekeluargaan
5. Tidak mengintimidasi orang dengan hak milik kita
6. Menghormati hak asasi orang lain beserta kewajibannya
7. Tidak menyusahkan orang lain untuk sama-sama hidup dengan layak

Anda mungkin juga menyukai