Anda di halaman 1dari 19

8.

Cornu aspersum
Domain: Eukaryota
    Kingdom: Metazoa
        Phylum: Mollusca
            Class: Gastropoda
                Subclass: Pulmonata
                    Order: Stylommatophora
                        Suborder: Sigmurethra
                            Unknown: Helicoidea
                                Family: Helicidae
                                    Genus: Cornu
                                        Species: Cornu aspersum
Deskripsi

C. aspersum adalah siput darat berukuran besar, dengan cangkang umumnya


berbentuk bulat tetapi kadang-kadang lebih kerucut (berujung lebih tinggi) dan agak tipis
dalam bentuk umum jika dibandingkan dengan Helicinae lainnya. Umbilikus biasanya
tertutup sempurna oleh bibir putih yang menebal yang mencerminkan peristom pada
siput dewasa. Cangkangnya dipahat dengan kerutan halus dan punggungan
pertumbuhan yang agak kasar dan teratur dan agak mengkilap karena periostrakum
yang halus. Peristom berbentuk bulat bulan sabit sampai ovate-lunate. Cangkang
dewasa (4½ sampai 5 lingkaran agak cembung) berukuran diameter 28-45 mm, tinggi
25-35 mm (Kerney dan Cameron, 1979). Warna dasar cangkang adalah dari kekuningan
sampai coklat pucat. Cangkang juga menunjukkan dari nol hingga lima pita spiral
berwarna coklat kemerahan sampai kehitaman yang ditumpangkan pada warna dasar
dan biasanya terputus sedemikian rupa sehingga warna dasar tampak sebagai bintik
kuning atau garis-garis yang memecah pita; pita kadang-kadang dipisahkan oleh garis
spiral putih median (fascia albata). Fusi dua atau lebih pita yang berdekatan dan difusi
pigmen pita pada seluruh permukaan cangkang sering diamati. Seringkali, bagian atas
cangkang lebih gelap karena pengaruh faktor dominan (Albuquerque de Matos, 1985).
Pola pitanya jauh lebih tidak jelas dan lebih putus daripada yang ditunjukkan oleh siput
polimorfik terkenal Cepaea nemoralis dan Cepaea hortensis.

Kepala dan kaki panjangnya 5-10 cm ketika dijulurkan, abu-abu kekuningan sampai
hitam kehijauan, seringkali dengan garis pucat di sepanjang punggung dari pangkal
tentakel hingga cangkang. Spesimen dengan bagian lunak yang seluruhnya gelap
kadang-kadang diamati.
Telur

Telur diletakkan dalam lubang hingga 7 cm di bawah permukaan tanah yang digali oleh
siput dan ditutup dengan tanah. Koloni bervariasi dalam jumlah telur dari sekitar 40
hingga 100 yang berkumpul bersama dan bergabung dengan lendir yang lengket dan
tidak berwarna. Telur berbentuk bulat-oval, panjang kira-kira 4,25 mm dengan lebar 4
mm. Telur terbungkus dalam kutikula membran terdiri dari beberapa lapisan konsentris
atau film dan keputihan, cangkang tipis.

Juvenile
Cangkang muda yang baru menetas, yang rapuh dan tembus cahaya, tidak memiliki
pola pita dan bintik cangkang. Namun, saat mereka tumbuh, cangkangnya dengan cepat
menjadi berwarna. Polimorfisme warna dan pola cangkang lebih baik diamati pada
individu muda karena periostrakum cenderung menjadi lebih gelap pada siput dewasa.
Individu tua mudah dikenali karena beberapa bagian periostracum menjadi aus,
memperlihatkan cangkang kalsifikasi di bawahnya. Pada populasi alami, pembentukan
bibir yang dipantulkan di sekitar bukaan cangkang menunjukkan kematangan seksual
dan akhir dari pertumbuhan somatik. Dua kelas juvenil dibedakan oleh pembudidaya
bekicot karena alasan praktis (Daguzan, 1982), berdasarkan diameter cangkang (D),
yaitu juvenil tahap pertama dengan D < 22 mm dan remaja tahap kedua dengan D > 22
mm.

Tanaman inang

Actinidia chinensis (kiwi, Chinese gooseberry), Allium cepa (bawang bombai, onion), Alcea
sp., Allium spp. (onion, garlic, leek, etc), Alnus sp. (alders), Alyssum sp.(alison), Avena
sativa (oat, oats), Beta vulgaris (bit, beetroot), Brassica sp., Brassica oleraceae var. capitata
(kubis, cabbage), Citrus, Capsicum, Calibrachoa sp., Consolida sp., Coriandrum sativum
(ketumbar, coriander), Dahlia sp., Delphinium sp. (larkspur), Dianthus sp. (anyelir,
carnation), Fragaria ananassa (stroberi, strawberry), Hedera helix (ivy), Helianthus annuus
(bunga matahari, sunflower), Hordeum vulgare (barli, barley), Humulus lupulus (hop), Iberis
sp. (candytuft), Laburnum anagyroides (common laburnum), Lactuca sativa (selada, lettuce),
Lathyrus odoratus (sweet pea), Lilium sp. (lily), Malus domestica (apel, apple), Medicago
lupulina (black medick), Nasturtium (watercress), Nasturtium officinale (selada air,
watercress), Opuntia ficusindica (pricky pear), Penstemon sp., Petunia sp., Pisum sativum
(pea), Persea americana (avokad, avocado), Phaseolus vulgaris (buncis, common bean),
Poaceae, Prunus armeniaca (aprikot, apricot), Pyrus communis (pir, pear), Primula sieboldii,
Ranunculus repens (creeping buttercarp), Raphanus sativus (lobak, radish), Ribes nigrum
(blackcurrant), Rosmarinus officinalis (rosemary), Rosa sp., Rubus fruticosus (blackberry),
Solanum lycopersicum (tomat, tomato), strawberry, Thymus vulgaris (thyme), Trifolium
alexandrium (egyptian clover), Triticum aestivum (gandum, wheat), Vitis vinifera (anggur,
grapevine), Yucca sp., Zea mays (jagung, corn, maize), Zinnia sp. (Permentan 25, 2020)

Daerah Sebar

Peta Sebaran C. aspersum (CABI, 2021)

Africa: Algeria, Canary Island, Egypt, Gambia, Lesotho, Libya, Mauritius, Morocco, Portugal,
Reunion, Saint Helena, Seychelles, South Africa, Tunisia, Zimbabwe
America: Argentina, Brazil, Canada, Chile, Colombia, Ecuador, French Guiana, Guyana,
Guadeloupe, Haiti, Martinique, Mexico, Peru, USA, Uruguay, Venezuela,
Asia: China, Israel, Lebanon, Philippines, Saudi Arabia, Syria, Turkey, Thailand, Uzbekistan
Europe: Albania, Andorra, Austria, Belarus, Belgium, Bosnia and Herzegovina, Bulgaria,
Croatia, Cyprus, Denmark, Estonia, France, Germany, Greece, Gibraltar, Hungary, Ireland,
Italy, Liechtenstein, Luxembourg, Malta, Moldova, Montenegro, Netherlands, North
Macedonia, Norway, Poland, Portugal, Russian Federation, Romania, Serbia, Slovakia,
Slovenia, Spain, Sweden, Switzerland, Ukraine, United Kingdom
Oceania: Fiji, French Polynesia, New Caledonia, Australia, New Zealand, Norfolk Island,
Pitcairn Island, Samoa (Permentan 25, 2020)
Tabel 4. Penilaian faktor yang menentukan kemungkinan masuk Cornu aspersum ke
Indonesia.

No Kriteria Penilaian Alasan Ilmiah


1. Kemungkinan OPT/OPTK terbawa oleh media pembawa (bobot 25%)
a. Terdapat laporan intersepsi OPT di v  C. aspersum sudah menyebar di daerah
Indonesia atau di negara lain tropis dan subtropis
b. Tersedia informasi prevalensi OPT V  C. aspersum tersebar luas di negara China
termasuk terjadinya outbreak pada dan negara-negara yang berbatasan langsung
pertanaman di negara asal atau dengan China (CABI, 2021)
berbatasan darat dengan negara asal
c. Media Pembawa masuk dalam V  2000 pcs Astrophytum spp (tinggi)
jumlah dan/atau volume tinggi
d. Satu atau lebih stadia/propagul v C. aspersum dapat terbawa oleh bagian tanaman
OPT/OPTK dapat berasosiasi (Permentan 25, 2020)
dengan Media Pembawa
Ket:
3: Poin (a) terpenuhi dan/atau poin (b) - 1: Poin (a) tidak terpenuhi dan salah satu dari poin
(d) terpenuhi; (b) – (d) terpenuhi
2: Poin (a) tidak terpenuhi dan dua dari 0: Poin (a) – (d) tidak terpenuhi
poin (b) – (d) terpenuhi
Nilai risiko: 3, bobot nilai = 3x 0,25 = 0.75
2. Kemungkinan OPT/OPTK bertahan selama perjalanan dan penyimpanan (Bobot 10%)
a. OPT/OPTK terbawa dalam bentuk V  Stadia dewasa C.aspersum dapat dorman
stadia/struktur bertahan atau dalam selama musim kering selama berbulan-bulan.
kondisi laten
b. Lama perjalanan memungkinkan V  Lama pengiriman 10-14 hari dengan air cargo
OPT/OPTK bertahan selama memungkinkan C. aspersum untuk bertahan.
perjalanan dan penyimpanan
c. Kondisi alat angkut memungkinkan V  Suhu penyimpanan (suhu ruang) pada saat
OPT/OPTK untuk bertahan pengangkutan sesuai untuk perkembangan C.
aspersum
d. 1) OPT/OPTK terlindung dalam V  MP tidak diberi perlakuan apapun sebelum
material inang; dimasukkan ke dalam alat angkut

2) Tidak mungkin keluar dari  C. aspersum mungkin keluar dari tanaman inang
inangnya; dan/atau
3) Tidak mati pada saat
penanganan, sebagai akibat
prosedur komersial (misal
penggunaan suhu dingin pada
kontainer)
Ket:
3: Poin (a) – (d) terpenuhi 1: Salah satu atau dua dari poin (a) – (d) terpenuhi
2: Tiga dari poin (a) – (d) terpenuhi 0: Poin (a) – (d) tidak terpenuhi
Nilai risiko: 3, bobot nilai = 3x 0.1 = 0.3
3. Kemungkinan OPT/OPTK bertahan terhadap upaya pengendalian di negara asal (Bobot 10%)
a. Tidak ada atau tidak diketahui - Belum ada informasi mengenai eradikasi yang
program pengendalian dan sistem efektif untuk C. aspersum di China
fitosanitari di negara asal
b. OPT/OPTK berpotensi bertahan v  C. aspersum bersifat polifag, stadia dewasa
selama proses budidaya dan dapat dorman selama musim kering
penanganan sampai pasca panen
c. OPT/OPTK berpotensi tidak -  C. aspersum berukuran besar, sangat
terdeteksi pada saat pemeriksaan mudah dideteksi secara kasat mata
karantina di negara asal
d. OPT/OPTK berpotensi tidak dapat -  C. aspersum berukuran besar sehingga
dibebaskan dengan cara perlakuan memungkinkan untuk dibebaskan secara mekanis
karantina di negara asal di daerah asal.
Ket:
3: Poin (a) terpenuhi dan/atau poin 1: Poin (a) tidak terpenuhi dan salah satu dari poin
(b) – (d) terpenuhi (b) – (d) terpenuhi
2: Poin (a) tidak terpenuhi dan dua 0: Poin (a) – (d)- tidak terpenuhi
dari poin (b) – (d) terpenuhi
Nilai risiko:1 , bobot nilai = 1x 0,1 = 0.1
4. Kemungkinan OPT/OPTK berpindah ke inang yang sesuai di sekitar tempat pemasukan (Bobot
10%)
a. OPT/OPTK dapat bergerak secara v  C. aspersum telah disebarluaskan ke
aktif dalam jarak tertentu dan/atau berbagai belahan dunia (i) sengaja sebagai sumber
terdispersi secara pasif (dengan makanan manusia (baik sebagai sumber protein
bantuan carrier, vektor, angin) murah untuk konsumsi lokal maupun untuk
perdagangan restoran gourmet), (ii) secara tidak
sengaja dikaitkan dengan pergerakan tanaman, (iii)
dan oleh penghobi yang mengoleksi bekicot/siput.
C. aspersum kadang-kadang dianggap sebagai
hewan peliharaan domestik. Belakangan ini keong
mas semakin populer sebagai bahan utama krim
dan gel nutrisi kulit (crema/gel de caracol) yang
digunakan untuk menghilangkan kerutan, bekas
luka, kulit kering dan jerawat.
b. Media pembawa berbentuk v  Pengemasan menggunakan karton box
curah/dikemas menggunakan dengan container tertutup di air cargo, namun
kemasan yang tidak kedap, mungkin saja keong berpindah ke tanaman lainnya
menggunakan alat angkut terbuka di perjalanan karena Astrophytum spp dikirim
bersamaan dengan tanaman kaktus lainnya
c. Tersedia tanaman inang di sekitar v  Benih Astrophytum spp dikirim bersamaan
tempat pemasukan selama dengan sukulen dari famili Cactaceae lainya
perjalanan dan tempat penyimpanan
Ket:
3: Poin (a) – (c) terpenuhi 1: Salah satu dari poin (a) – (c) terpenuhi
2: Dua dari poin (a) – (c) terpenuhi 0: Poin (a) – (c) tidak terpenuhi
Nilai risiko: 2, bobot nilai = 2x 0,1 = 0.2
5. Tingkat kesulitan mendeteksi dan mengidentifikasi OPT/OPTK di UPT- KP pemasukan (Bobot
20%)
a. Ketiadaan metode deteksi dan -  C. aspersum berukuran besar. Betina
identifikasi yang valid untuk meletakkan telur di tanah membentuk koloni
keperluan karantina hingga 100 butir telur (ukuran kurang lebih 4 mm),
juvenil berukuran kurang lebih 22 mm dan
Panjang dewasa berukuran 5-10 cm (CABI, 2021)
b. Tidak memadainya sumber daya - Sumber daya BBKP Soekarno Hatta
laboratorium UPT-KP memadai
c. Volume media pembawa tinggi dan V  2000 pcs benih Astrophytum (tinggi)
/atau bentuk Media Pembawa
menyebabkan pemeriksaan secara
visual tidak optimal
d. OPT/OPTK memiliki karakter biologi -  Deteksi bisa dilakukan secara langsung
yang tidak mudah untuk dideteksi secara morfologi

Ket:
3: Salah satu dari poin (a) atau (b) 1: Hanya poin (d) terpenuhi
terpenuhi
2: Poin (c) terpenuhi 0: Poin (a) – (d) tidak terpenuhi
Nilai risiko: 2 , bobot nilai = 2x 0,2 = 0.4
6. Tingkat kesulitan membebaskan media pembawa dari OPTK (Bobot 25%)
a. Berdasarkan referensi ilmiah belum V  Belum ada perlakuan karantina yang efektif
ada perlakuan karantina yang dapat untuk mengeradikasi C. aspersum
membebaskan media pembawa dari
OPT/OPTK
b. Fasilitas perlakuan untuk tindakan V  Belum memadai
karantina di tempat pemasukan
belum memadai
c. Metode pengemasan, jumlah dan V  Volume tinggi, sulit dilakukan perlakuan
volume media pembawa tinggi terhadap seluruh MP
sehingga sulit dilakukan perlakuan
terhadap seluruh media pembawa
d. Perlakuan karantina tidak dapat v  Metode dan fasilitas tidak tersedia
dilakukan di tempat pemasukan
Ket:
3: Poin (a) terpenuhi dan/atau poin (b) – 1: Poin (a) tidak terpenuhi, dan salah satu dari poin
(d) terpenuhi (b) – (d) terpenuhi
2: Poin (a) tidak terpenuhi, dan dua dari 0: Poin (a) – (d) terpenuhi
poin (b) – (d) terpenuhi
Nilai risiko: 3 , bobot nilai = 3x 0,25 = 0.75
Nilai total kemungkinan masuk = (0.75) + (0.3) + (0.1) +(0.2) + (0.4) + (0.75) = 2.5 tinggi

Berdasarkan perhitungan kemungkinan masuk C. aspersum ke Indonesia, sebagaimana


pada Tabel 4, maka risiko kemungkinan masuknya adalah tinggi

3.3 Penilaian kemungkinan OPT/OPTK Menetap di PRA Area

Tabel 5. Penilaian faktor yang menentukan kemungkinan menetap C. aspersum di


Indonesia

No Kriteria Penilaian Alasan Ilmiah


1. Ketersediaan tanaman inang di wilayah Indonesia (Bobot 25%)
a. Inang terdapat di seluruh atau v  C. aspersum memakan semua jenis
sebagian besar wilayah Indonesia tanaman mulai dari sayuran, buah, tanaman hias
(area dan topografi) dan/atau hingga gulma (EPPO, 2021)
tersedia sepanjang tahun
b. Terdapat spesies tanaman inang v  Seluruh famili dari kingdom Plantae
lebih dari satu famili dapat diserang oleh C. aspersum (EPPO, 2021)
c. Terdapat inang tanaman liar (non-  C. aspersum dapat memakan
budidaya) tanaman liar/gulma (CABI, 2021)
Ket:
3: Paling sedikit poin (a) terpenuhi 1: Poin (a) dan (b) tidak terpenuhi, dan (c)
terpenuhi
2: Poin (a) tidak terpenuhi dan poin (b), 0: Poin (a) – (c) tidak terpenuhi
(c) terpenuhi
Nilai risiko: 3 , bobot nilai = 3x 0,25 = 0.75
2. Kesesuaian lingkungan abiotik (Bobot 25%)
a. Iklim di Indonesia sesuai dengan V  C. aspersum telah menyebar dan dapat
perkembangan OPT bertahan di negara tropis dan subtropis
b. OPT mampu bertahan pada kondisi v  C. aspersum dapat bertahan/toleran di daerah
abiotik yang tidak sesuai subtropic
c. OPT mampu menetap pada V  Sebaran inang C. aspersum tersebar dari
ketinggian tertentu di Indonesia dataran rendah hingga dataran tinggi

Ket:
3: Paling sedikit poin (a) terpenuhi 1: Poin (a), (b) tidak terpenuhi, dan poin (c)
terpenuhi
2: Poin (a) tidak terpenuhi dan poin (b), 0: Poin (a) – (c) tidak terpenuhi
(c) terpenuhi
Nilai risiko: 3 bobot nilai = 3x 0,25 = 0.75
3. Metode reproduksi dan kemampuan bertahan OPT (Bobot 20%)
a. Memiliki banyak metode -  Reproduksi secara seksual, telur-juvenil 1-
reproduksi, baik secara seksual juvenil 2-dewasa
dan aseksual
b. Membentuk struktur/fase bertahan V  Stadia dewasa dapat dorman hingga beberapa
atau dapat bertahan ditanah, sisa- bulan selama musim kering
sisa tanaman, benih atau pada
vektor
c. Laju reproduksi tinggi v  Dewasa dapat kawin hingga 5 kali dalam
setahun. Betina dapat bertelur hingga 100 butir
dalam sekali peneluran.(CABI, 2021)
d. Jumlah generasi per satuan waktu v  Dewasa dapat hidup selama 2 tahun (CABI,
tinggi atau siklus hidup pendek 2021)
Ket:
3: Salah satu dari poin (a) atau (b) 1: Poin (a) dan (b) tidak terpenuhi dan salah satu
terpenuhi dari poin (c) atau (d) terpenuhi
2: Poin (a) dan (b) tidak terpenuhi dan 0: Poin (a) – (d)- tidak terpenuhi
poin (c) dan (d) terpenuhi
Nilai risiko: 3 , bobot nilai = 3x 0,20 = 0.6
4. Kemampuan adaptasi OPT (Bobot 10%)
a. Distribusi geografis OPT luas V  C. aspersum telah menyebar di negara-
(minimal 2 tipe iklim, misalnya negara tropis dan subtropic
tropis dan subtropis)
b. Memiliki banyak spesies tanaman V  C. aspersum dapat memakan semua
inang lebih dari satu famili jenis tanaman termasuk gulma
c. OPT bersifat polimorfik - 
d. Membentuk biotipe/ras/strain baru - 
pada inang yang spesifik atau
habitat baru
Ket:
3: Paling sedikit poin (a) dan (b) 1: Salah satu dari poin (c) atau (d) terpenuhi
terpenuhi
2: Salah satu dari poin (a) atau (b) 0: Poin (a) – (d) tidak terpenuhi
terpenuhi
Nilai risiko:3 , bobot nilai = 3x 0,10 = 0.3
5. Pengaruh sistem budidaya tanaman dan tindakan pengendalian (Bobot 20%)
a. Teknik/metode tidak tersedia untuk v  Telur C. aspersum berada di dalam tanah,
program eradikasi OPT Keong memiliki cangkang yang keras pda
stadia dewasa sulit untuk dieradikasi
 Aplikasi moluskisida adalah pendekatan
yang paling banyak diterapkan untuk
mengendalikan hama bekicot/siput/keong.
Namun, perlakuan tersebut tidak
sepenuhnya mengendalikan keong dan
harus digunakan dengan benar dan dalam
hubungannya dengan metode lain (fisik,
biologis) dalam pengelolaan terpadu (Flint,
2003).
b. Sumberdaya tidak tersedia untuk v  Tidak tersedia
mendukung program eradikasi
c. Sistem budidaya tanaman di PRA v  Tanaman budidaya dan tanaman liar tersedia
area dapar mendorong sepanjang tahun sehingga dapat mendorong
perkembangan OPT perkembangan keong

d. Tidak diketahui musuh alami untuk -  Musuh alami di Indonesia belum diketahui,
OPT di PRA area namun keong bersifat edible sehingga dapat
dijadikan pakan ternak unggas dan reptil,
makanan manusia atau bahan obat-obatan
(CABI, 2021)
Ket:
3: Poin (a) terpenuhi dan/atau poin (b) 1: Poin (a) tidak terpenuhi dan salah satu dari poin
– (d) terpenuhi (b) – (d) terpenuhi

2: Poin (a) tidak terpenuhi dan dua 0: Poin (a) – (d) tidak terpenuhi
dari poin (b) – (d) terpenuhi
Nilai risiko: 3 , bobot nilai = 3x 0,2 = 0.6
Nilai total kemungkinan menetap = (0.75) + (0.75) + (0.6) +(0.3) + (0.6) =3 tinggi
Berdasarkan perhitungan kemungkinan C. aspersum menetap di Indonesia sebagaimana
tabel 5 menunjukan resiko kemungkinan menetap C. aspersum di Indonesia tinggi.
Berdasarkan perpaduan nilai risiko elemen masuk dan menetap, menunjukan paduan nilai
risiko masuk dan menetap tinggi

3.4 Penilaian Kemungkinan OPT/OPTK Menyebar di PRA Area

Tabel 6. Penilaian faktor yang menentukan kemungkinan menyebar C. aspersum di


Indonesia.

No Kriteria Penilaian Alasan Ilmiah


1. Kesesuaian lingkungan untuk penyebaran OPT secara alami (Bobot 30%)
a. OPT mempunyai kemampuan v  Keong bergerak secara aktif (meskipun
yang tinggi untuk menyebar lambat) dan dapat terbawa oleh material
secara aktif dan pasif tanaman inang yang dilalulintaskan
b. Lingkungan inang budidaya dan v  Lingkungan inang mendukung penyebaran
lingkungan alami tersebar secara keong. Vegetasi gulma dan tanaman
kontinyu secara vertical dan/atau budidaya di Indonesia memungkinkan
horizontal penyebaran secara kontinyu

c. Jenis dan sebaran tanaman inang v  Seluruh jenis tanaman yang tersebar di
budidaya dan inang alami Indonesia berpotensi menjadi inang tau
ditemukan di sebagian besar pulau makanan keong.
di Indonesia
Ket:
3: Poin (a) – (c) terpenuhi 1: Poin (a) tidak terpenuhi dan salah satu dari poin
(b) atau (c) terpenuhi
2: Poin (a) terpenuhi, atau salah satu 0: Poin (a) – (c) tidak terpenuhi
dari poin (b) atau (c) terpenuhi

Nilai risiko: 3 , bobot nilai = 3x 0,3 = 0,9


2. Potensi penyebaran melalui aktivitas manusia (alat angkut, distribusi, media pembawa, alat
pertanian) (Bobot 30%)
a. OPT diketahui tersebar dari v  Lalulintas perdagangan MP berupa jagung,
wilayah satu ke wilayah lain bawang, cabai dan sayuran dapat membantu
penyebaran keong
b. Terdapat lalu lintas inang antar v  jagung, bawang, cabai dan sayuran merupakan
pulau di Indonesia komoditas yang biasa dilalulintaskan
antarpulau
c. OPT dapat terbawa bersama v  keong dapat terbawa melalui media tanam atau
manusia, atau alat angkut, atau bagian tanaman inang
terbawa bersama tanah atau
kemasan yang terbawa oleh alat
angkut
Ket:
3: Poin (a) – (c) terpenuhi 1: Salah satu dari poin (a) – (c) terpenuhi
2: Dua dari poin (a) – (c) terpenuhi 0: Poin (a) – (c) tidak terpenuhi

Nilai risiko: 3, bobot nilai = 3x 0,3 = 0.9


3. Pengaruh adanya penghambat alami (natural barrier) terhadap penyebaran OPT (Bobot 10%)
a. Tidak terdapat penghambat alami -  Penghambat alami di Indonesia berupa lautan
yang memisahkan pulau-pulau di Indonesia.
b. Karakter biologi OPT dapat v  Tidak memiliki karakter biologi yag mampu
melalui penghambat alami karena melewati penghambat alami, namun dapat
kemampuan berpindah secara terbawa oleh media tanam dan bagian tanaman
aktif/pasif sangat tinggi
c. Terdapat inang yang v  jagung, bawang, cabai dan sayuran
dilalulintaskan antar area merupakan komoditas yang biasa
dilalulintaskan antarpulau
Ket:
3: Poin (a) terpenuhi 1: Poin (a) – (b) tidak terpenuhi, dan poin (c)
terpenuhi
2: Poin (a) tidak terpenuhi, dan poin 0: Poin (a) – (c) tidak terpenuhi
(b) dan (c) terpenuhi
Nilai risiko: 2, bobot nilai =2 x 0.1 = 0.2
4. Potensi musuh alami di PRA area (Bobot 30%)
a. Musuh alami tidak terdapat di -  Sampai saat ini, tidak ada musuh alami
Indonesia atau tidak diketahui spesifik C. aspersum yang diketahui. Siput
keberadaan musuh alami di darat adalah sumber makanan bagi banyak
Indonesia hewan, termasuk mamalia (tikus, landak, tikus,
luak, babi hutan, mustelida), banyak spesies
burung (magpies, sariawan, blackbirds, bebek,
burung hantu), reptil (kadal, kura-kura, ular) ,
amfibi (katak, salamander, kadal air),
myriapoda, serangga (beberapa Diptera,
Carabidae, Staphylinidae, Lampyridae,
Silphidae), planaria, laba-laba (Porrhothele
antipodiana) dan keong darat predator
(misalnya Euglandina rosea, Rumina
decollata, digunakan untuk pengendalian
hayati (Barker, 2004). Di wilayah tertentu,
pemangsaan manusia untuk tujuan konsumsi
juga bisa menjadi penting karena C. aspersum
dapat dijadikan bahan makanan dan bahan
obat-obatan. (CABI, 2021)
 Beberapa parasitoid dan predator yang
berpotensi menjadi musuh alami C. aspersum
adalah Carabidae, Nemhelix bakeri,
Riccardoella limacum, Rumina decollate,
Staphylinus olens dan Trypetoptera
punctulate (CABI, 2021)
b. Karakter musuh alami tidak efektif -  Beberapa spesies ektoparasit juga telah
menekan pertumbuhan OPT dideskripsikan, seperti tungau hematofag
Riccardoella limacum, yang hidup di rongga
paru-paru gastropoda darat. Flechtmann dan
Baggio (1985) mempelajari efek R. limacum
pada C. aspersum dan melaporkan bahwa
ketika populasi tungau cukup tinggi, ada
kematian yang tinggi di antara siput. Itu juga
telah terbukti mempengaruhi sejarah
kehidupan (penurunan aktivitas, hasil
reproduksi dan kelangsungan hidup musim
dingin) pada spesies terkait (Schüpbach dan
Baur, 2008).

 Nematoda endoparasit (Alloionema


appendiculatum, Nemhelix bakeri,
Phasmarhabditis hermaphrodita, Rhabditis
maupasi, Angiostoma aspersae) juga dapat
mempengaruhi reproduksi atau menyebabkan
kematian, terutama di lahan pemeliharaan
(Morand et al., 2004).

 Penyakit epizootik, yang secara teratur


muncul selama musim kemarau di peternakan
C. aspersum, telah dikaitkan dengan strain
patogen bakteri Aeromonas hydrophila
(Kiebre-Toe et al., 2005) dan fluoresensi
kuning yang menyebabkan kematian dapat
disebabkan oleh pembentukan pigmen.
bakteri dari genus Pseudomonas (Raut,
2004).

 Telur C. aspersum dapat diserang oleh


mikroba, terutama jamur. Jamur yang paling
sering dideskripsikan adalah spesies Fusarium
yang memicu degradasi telur (Meynadier et al.,
1979).
c. Tidak terdapat potensi musuh -  Hewan seperti tikus, ular, dan burung local
alami lokal menjadi musuh alami berpotensi menjadi musuh alami C. aspersum
OPT
d. Praktek dan sistem budidaya tidak v  Penggunaan pestisida secara berlebihan tidak
mendukung keberadaan dan mendukung klimpahan musuh alami
kelimpahan musuh alami
Ket:
3: Poin (a) terpenuhi, dan/atau poin 1: Hanya poin (d) terpenuhi
(b) – (d) terpenuhi
2: Poin (a) tidak terpenuhi, dan salah 0: Poin (a) – (d) tidak terpenuhi
satu dari poin (b) – (c) terpenuhi
Nilai risiko:1, bobot nilai =1x 0,3 = 0.3
Nilai total kemungkinan menyebar = (0.9) + (0.9) + (0.2) +(0.3) = 2.3 sedang

Berdasarkan perhitungan kemungkinan C. aspersum menyebar di Indonesia sebagaimana


tabel 6 menunjukan bahwa resiko kemungkinan mennyebar C. aspersum di Indonesia
sedang. Bedasarkan perpaduan nilai risiko elemen masuk, menetap dan menyebar,
menunjukan paduan nilai risiko sedang

3.5 Penilaian Dampak Kerugian Secara Ekonomi

Tabel 7. Penilaian kemungkinan menimbulkan kerugian ekonomi C. aspersum di Indonesia

No Kriteria Penilaian Alasan lmiah


1. Pengaruh OPT terhadap kerusakan dan penurunan produksi tanaman inang (Bobot 25%)

a. Tanaman dibudidayakan secara v  Jagung dan bawang merah merupakan


nasional salah satu komoditas yang banyak dibudidayakan
di Indonesia dan termasuk produk unggulan pada
Renstra Kementan 2019-2024.
b. Menurunkan produksi secara v  C. aspersum dapat menyebabkan
signifikan kerugian serius pada berbagai tanaman
dan tanaman hias seperti kubis, selada,
tomat, jeruk, alpukat, anggur dan buah-
buahan dan sayuran lainnya. Ini terutama
bisa menjadi masalah setelah musim
dingin dan musim semi yang basah.

 Di kebun jeruk California, infestasi dapat


mencapai 1000 individu per pohon. Pada
tahun-tahun dengan curah hujan tinggi,
kehilangan buah sering kali berkisar 40-
50% dan terkadang mencapai 90-100%
(Sakovich, 2002).

 Di daerah pemeliharaan anggur Afrika


Selatan, C. aspersum menyebabkan
kerugian panen hingga 25%. Selain itu,
hewan aktif meninggalkan jejak lendir
pada anggur yang sedang berkembang,
mengurangi penampilan estetika mereka
dan membuat anggur meja tidak cocok
untuk pasar ekspor (Sanderson dan
Sirgel, 2002).

 Di Australia, peningkatan yang signifikan


dalam tingkat kontaminasi siput (C.
aspersum dan Theba pisana) dalam
anggur kering telah diamati sejak akhir
1980-an, yang menyebabkan hukuman
yang dikenakan pada petani yang
mengirimkan produk yang terkontaminasi.
Telah ditemukan infestasi 50-70 ekor C.
aspersum per pohon anggur (Sanderson
dan Sirgel, 2002).

 Di AS dan Selandia Baru, C. aspersum


menimbulkan masalah di ladang buah
Kiwi komersial. Buah-buahan dengan
kerusakan siput (hingga 35% dari buah
kiwi dipanen) sebelum panen memiliki
jamur Botrytis cinerea abu-abu secara
signifikan lebih banyak daripada buah-
buahan tanpa kerusakan (Michailides dan
Elmer, 2000). Selain itu, jejak lendir yang
menempel pada buah merangsang
perkecambahan B. cinerea.
c. Menurunkan kualitas v  Buah atau tanaman yang telah dimakan oleh
C.aspersum tidak dapat dijual/ nilai jualnya
menurun karena mengurangi estetika.
Ket:
3: Poin (a) dan (b) terpenuhi 1: Hanya poin (c) yang terpenuhi
2: Poin (a) atau (b) terpenuhi 0: Poin (a) – (c) tidak terpenuhi
Nilai risiko:3 , bobot nilai = 3x 0,25 = 0.75
2. Pengaruh negatif terhadap lingkungan dan manusia (Bobot 25%)
a. Memproduksi bahan tertentu yang -  Tidak. C. aspersum dapat menjadi bahan
berdampak negatif langsung makanan manusia dan hewan serta dapat
terhadap kesehatan manusia, dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan.
hewan, lingkungan
b. Tanaman inang merupakan v  Tanaman hias dan buah-buahan lokal Indonesia
tanaman berpotensi sebagai merupakan komoditas pariwisata.
komoditas utama sektor pariwisata.
c. Tanaman inang merupakan v  Keong dapat memakan tanaman budidaya dan
tanaman asli/liar sehingga stabilitas tanaman liar sehingga berpotensi mengganggu
lingkungan akan terganggu stabilitas lingkungan seperti halnya keong mas
yang sudah menetap dan menyebar di
Indonesia.
 Sedikit informasi yang tersedia mengenai
dampak C. aspersum terhadap keanekaragaman
hayati. Namun, ketika melimpah, C. aspersum
dapat memonopoli sumber makanan dan
kemunduran dormansi yang penting bagi
spesies moluska asli. Barker dan Watts (2002)
menekankan dampak potensial C. aspersum
pada spesies endemik lokal di Selandia Baru,
seperti Placostylus ambagiosus dan Succinea
archeyi.
 Ada beberapa penelitian tentang dampak
C. aspersum di habitat aslinya, karena
pada dasarnya adalah hama di habitat
yang terganggu manusia. Namun, di
Selandia Baru (Barker dan Watts, 2002), ia
sangat melimpah di ekosistem asli dan
berpotensi menjadi ancaman melalui:
 1) pemberian makan selektif, yang dapat
mengubah struktur komunitas tumbuhan;
 2) deposit besar lendir dan bahan feses,
yang mengarah ke peningkatan biomassa
bakteri dan jamur, dan karenanya
meningkatkan tingkat dekomposisi
(Theenhaus dan Scheu, 1996);
 3) masuknya parasit baru yang berasosiasi
dengan siput, seperti tungau Riccardoella
limacum, yang dapat menginfeksi spesies
asli;
 4) berperan sebagai sumber makanan baru
bagi predator mamalia dan burung.

 Juga telah dikemukakan bahwa gastropoda


terestrial dapat mempengaruhi fluks logam
melalui ekosistem tanah, hanya dengan
pemilihan preferensi jenis makanan
tertentu (Dallinger et al., 2001). Secara
umum, gastropoda terestrial penting dalam
siklus nutrisi dan dekomposisi serasah
tanaman (Meyer et al., 2011, 2013).
d. Dampak lingkungan atau v  Dengan adanya laporan penggunaan
kesehatan manusia akibat moluskisida hingga 70 kali lipat pada tahun 70an
intensitas penggunaan pestisida membuktikan bahwa pengendalian dengan
untuk pengendalian OPT moluskisida dapat berpotensi mengganggu
Kesehatan manusia dan menimbulkan dampak
buruk bagi lingkungan
Ket:
3: Poin (a) terpenuhi dan/atau dua 1: Hanya poin (d) yang terpenuhi
dari poin (b) – (d) terpenuhi
2: Poin (a) tidak terpenuhi, dan salah 0: Poin (a) – (d) tidak terpenuhi
satu poin (b) – (d) terpenuhi
Nilai risiko: 2 , bobot nilai =1x 0,25 = 0.5
3. Peranan sebagai vektor/carrier OPT/OPTK lain (Bobot 10%)
a. Sebagai vektor/carrier OPTK - 
kategori A2
b. Sebagai vektor OPT kosmopolit - 
sehingga menimbulkan kerugian
ekonomi
c. Sebagai vektor OPTK kategori A1 - 
atau OPT yang belum dilaporkan
keberadaannya di Indonesia
Ket:
3: Poin (a) terpenuhi 1: Poin (c) terpenuhi
2: Poin (b) terpenuhi 0: Poin (a) – (c) tidak terpenuhi
Nilai risiko: 0 , bobot nilai = 0x 0,1 = 0
4. Biaya pengendalian dan/atau eradikasi (Bobot 20%)
a. Biaya pengendalian atau eradikasi v  penggunaan moluskisida telah meningkat 70
tinggi akibat OPT sulit kali lipat sejak awal 1970-an. Di Inggris, 4800
dikendalikan ton (250 ton bahan aktif) diterapkan setiap
tahun dengan biaya hampir £10 juta, dan
petani Spanyol menghabiskan £5 juta setiap
tahun untuk moluskisida (Garthwaite dan
Thomas, 1996).
b. OPT mempunyai kisaran inang v  keong bersifat polifag (highly polyphagus)
yang luas
c. Tanaman inang tersedia v  Jagung, bawang dan sayuran tersedia
sepanjang tahun sepanjang tahun di Indonesia
d. Metode eradikasi secara mekanis v  Sulit jika keong sudah menyebar luas
sulit diterapkan
Ket:
3: Poin (a) terpenuhi, dan salah satu 1: Poin (d) terpenuhi
dari poin (b) – (d) terpenuhi
2: Dua dari poin (b) – (d) terpenuhi 0: Poin (a) – (d) tidak terpenuhi

Nilai risiko: 3, bobot nilai =3.x 0,2 = 0.6


5. Pengaruh OPT terhadap perdagangan domestik dan/atau internasional dan potensi
menimbulkan masalah sosial ekonomi (Bobot 20%)
a. Menimbulkan masalah sosial dan v  Di tempat-tempat tertentu, C. aspersum
ekonomi secara nasional dapat melimpah di kebun pribadi dan umum
dan merusak tanaman hias dan bunga, yang
memerlukan aplikasi moluskisida.
b. Merupakan OPTK, OPTP v  Merupakan IAS, C. aspersum, siput kebun
dan/atau IAS negara yang umum, diwakili oleh beberapa bentuk
lain/Organisasi Regional yang sangat terdiferensiasi secara genetik.
Hanya yang berasal dari negara barat yang
dianggap invasif di wilayah yang baru saja
diperkenalkan (sejak abad keenam belas) baik
secara tidak sengaja atau sengaja (misalnya
Amerika Utara dan Selatan, Afrika Selatan,
Oseania). Di California, AS, di mana ia
diperkenalkan pada tahun 1850-an, ia pertama
kali diperlakukan (1931) sebagai hama yang
diatur. Keberhasilannya dalam menjajah
daerah baru setelah pengenalan dan
pembentukan mungkin disebabkan oleh: (i)
variasi fenotipik yang besar dalam kombinasi
sifat-sifat sejarah kehidupan, terutama yang
mencerminkan tingkat plastisitas yang tinggi
(misalnya trade-off berat telur/jumlah telur),
dan (ii) resistensi yang besar terhadap musuh
alami. Juga, data genetik menunjukkan bahwa
C. aspersum mampu berkembang bahkan
setelah hambatan genetik yang parah.
c. Inang berpotensi sebagai v  Jagung dan tanaman hias berpotensi sebagai
komoditas ekspor komoditas ekspor. Tercatat Gorontalo pernah
mengekspor jagung ke Filipina senilai 4 triliun
rupiah sepanjang 2017. Sementara ekspor
keseluruhan dari sektor tanaman hias
mencapai 10,77 juta USD selama 2021
(Kemenkeu, 2021)
d. Inang terbatas 

Ket:
3: Poin (a) dan/atau (b) terpenuhi 1: Hanya poin (d) terpenuhi
2: Poin (c) terpenuhi 0: Poin (a) – (d) tidak terpenuhi
Nilai risiko:3, bobot nilai = 3x 0,2 = 0.6
Nilai total kemungkinan menimbulkan dampak ekonomi = (0.75) + (0.5) + (0) +(0.6) + (0.6) = 2.45
sedang

Berdasarkan perhitungan kemungkinan C. aspersum berdampak ekonomi di Indonesia


sebagaimana tabel 7 kemungkinan menimbulkan dampak ekonomi C. aspersum di
Indonesia Sedang

3.6 Penentuan Nilai Resiko Keseluruhan


Bedasarkan perpaduan nilai risiko elemen masuk, menetap, menyebar, dan menimbulkan
dampak ekonomi menunjukan paduan nilai risiko Sedang

REFERENSI

LPEI.Kementerian Keuangan RI. 2021. Ekspor Tanaman Hias Indonesia Naik 69,7% selama
pandemic. Tersedia pada https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ekspor-tanaman-hias-
indonesia-naik-69-7-selama-pandemi/#:~:text=Jakarta%2C
%2029%2F12%2F2021,mencapai%20nilai%20USD10%2C77%20juta. (diakses pada 4
Februari 2022)

CABI.2021. Cornu aspersum. https://www.cabi.org/isc/datasheet/26821.

Anda mungkin juga menyukai