Anda di halaman 1dari 8

OTONOMI DAERAH

DAN PENINGKATAN
KUALITAS
PELAYANAN PUBLIK
“Urgensi Pengalihan Sebagian
Kewenangan Instansi Teknis ke Kantor
Pelayanan Terpadu Kabupaten Takalar”
H. Dahyar Daraba, Jurnal Kabupaten Takalar
Edisi 1, Desember 2009
Kualitas Pelayanan Publik

POIN PENTING Pelayanan Terpadu

Transformasi Organisasi
LATAR BELAKANG
OTONOMI DAERAH DAN PELAYANAN PUBLIK
• UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah yakni untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.
• Pemerintah daerah sebagai penyedia layanan publik senantiasa dituntut kemampuannya meningkatkan kualitas
layanan, mampu menetapkan standar layanan yang berdimensi menjaga kualitas hidup, melindungi keselamatan
dan kesejahteraan rakyat.
KONSEP PELAYANAN TERPADU
• Membangun pelayanan prima harus dimulai dari ikhtiar peningkatan profesionalisme SDM untuk dapat memberi
pelayanan terbaik, mendekati atau bahkan melebihi standar pelayanan yang ada (Sedaryanti, 2004)
• Layanan Publik di Indonesia dicitrakan sebagai salah satu sumber korupsi.
• World Bank, dalam World Development Report 2004 memberikan stigma bahwa layanan publik di Indonesia sangat
buruk : sulit diakses oleh orang miskin, dan menjadi pemicu ekonomi biaya tinggi (high cost economy) yang pada
akhirnya membebani kinerja ekonomi makro, dimana masyarakat adalah komponen yang paling terbebani.
• Realitas ini memerlukan kepedulian dari kalangan aparatur sehingga dalam memberikan layanan kepada
masyarakat benar-benar prima.
• Untuk optimalisasi layanan public, dibutuhkan reform administrasi dan kelembagaan pelayanan terpadu satu
pintu dalam manajemen pemerintahan
• Terbit gagasan perlunya restrukturisasi organisasi dan manajemen pelayanan publik guna mengaktualkan
pelayanan prima secara efektif
IDENTIFIKASI MASALAH
• Bagi birokrasi, perubahan adalah sebuah keniscayaan; tidak mungkin mencapai tingkat kinerja yang optimal jika
menempatkan perubahan organisasi (organizational change)
• Dalam penyelenggaraan pelayanan publik dikenal adanya model :
1) Model Pelayanan pembagian : Pemberian layanan oleh masing-masing sektor/dinas sesuai kewenangannya
dimana masyarakat aktif mendatangi instansi berwenang. Model ini diawali dengan pembentukan Kantor
Pelayanan Satu Atap (SIMTAP). Kelebihan : mempermudah masyarakat dalam mengurus perijinan melalui
pelayanan terpadu satu atap dengan seluruh kelengkapannya sehingga perijinan mudah dan murah. Kekurangan :
penandatanganan perijinan dan non perijinan dilakukan masing-masing instansi teknis
2) Model Pelayanan Terpadu : SIMTAP dari hanya Unit Pelaksana Teknis Dinas dipimpin eselon IV a menjadi Kantor
Pelayanan Terpadu dan berdiri sebagai SKPD dipimpin eselon III a yang mengambil konsep Excellent Service karena
sudah terkomputerisasi, tersentralisasi, dan dokumnetasi digital. Penandatanganan ijin hanya oleh Kepala Kantor
Pelayanan Terpadu (pengalihan sebagian wewenang dan otoritas instnasi teknis ke PTSP)
• Upaya peningkatan kualitas layanan publik melalui pelayanan prima mengandung makna menutup kesenjangan
antar persepsi pemberi layanan dan harapan pengguna layanan akan proses dan hasil layanan.
• Pemerintah daerah berkewajiban memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat sesuai fungsi
utama institusi birokrasi sebagai pegawai negeri (public servant) dengan menyediakan layanan yang terjangkau :
dekat, tepat dan cepat
PEMBAHASAN
• Bagi birokrasi, perubahan adalah keniscayaan dan menjadi kebutuhan; tidak mungkin mencapai tingkat kinerja yang
optimal jika menempatkan perubahan organisasi (organizational change) sebagai agenda imperior
• Terdapat 3 indikator penting yang menunjukkan lambatnya proses perubahan dalam organisasi pemerintahan :
1) Hirarki organisasi pemerintahan belum mengalami perubahan signifikan; tumpang tindih kewenangan hampir
menjadi paradigma dominan di setiap struktur birokrasi
2) Relatif rendahnya profesionalitas aparat birokrasi lokal
3) Tingginya biaya administrasi yang disebabkan manajemen pelayan yang belum memiliki prosedur yang jelas

• Perubahan organisasai dikenal juga dengan transformasi organisasi; menggambarkan perubahan ke arah
penyesuaian antara karakter lingkungan kerja dengan unsur-unsur penentu kesuksesan organisasi. Dalam
pandangan Kossen (1995;266) dan Wheeler (1992;32) perubahan organisasi secara sistematis dan terencana
ditujukan untuk meningkatkan efektivitas budaya organisasi bermakna pula sebagai usaha untuk menghasilkan
prestasi keseluruhan individu, kelompok dan organisasi dengan mengubah struktur, perilaku, dan proses.
• Perubagan organisasi yang dilakukan secara tidak sistematis dan terencana dengan baik akan berdampak negative
terutama berkaitan dengan job insecurity atau tidakamanan dalam pekerjaan. Band & Tustin (1999), Barling, Dupre &
Hepbum (1998), Barling Zacharatos & Hepbum (1999), Kinnunen, Mauno, Natti & Happonen (2000)
• Konsep perubahan dalam organisasi di Indonesia merujuk pada Miftah Thoha (2003;37), menelaah change dalam 3
term ; 1)perubahan 2)pembaharuan 3)penyempurnaan
• Perubahan dalam organisasi memunculkan (incertainty) yaitu ketidakmampuan meprediksi pergerakan lingkungan
dengan tingginya kompleksitas lingkungan.
• Van de Ven & Huber menawarkan sebuah model perubahan organisasi yaitu teori “in”dalam 3 blok bangunan :
1) Inovasi : stimulasi inovasi berasal dari lingkungan eksternal maupun internal yang membutuhkan kemampuan adaptasi
2) Inersia : terjadi apabila organisasi secara kontinu mengeksploitasi kecenderungan masa lampau ketika menjumpai
perubahan organisasi; 2 sumber internal inersia yaitu (1) kapabilitas (2)kognisi berbagai tekanan eksternal membatasi
pula kemampuan organisasi untuk berubah; pada tingkat makro, sumber inersia adalah tekanan kelembagaan dan kondisi
persaingan
3) Ketegangan Organisasional : termanifestasi melalui ketidakserasian antara organisasi dan lingkungannya, pengaturan kerja
yang tidak tepat, ketidaksejajaran di antara elemen organisasi, konflik disfungsional, gangguan kognitif, emosi negatif, dan
kemerostoan psikologi.

• Perubahan struktur/restrukturisasi organisasi akibat dari adanya ketidakamanan kerja.


• Perubahan memunculkan implikasi persepsi job insecurity. Persepsi ini berakibat pada sejumlah dampak negatif secara
psikologis maupun non-psikologis.
KESIMPULAN
“Di era Otonomi Daerah dimana Pemerintah Daerah Otonom mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan undang-undang, maka
sewajibnya Pemerintah Daerah sebagai penyedia layanan publik memberikan pelayanan publik yang
berkualitas yaitu inklusif, efektif, dan efisien dengan sistem pelayanan terpadu kepada masyarakat.
Untuk mewujudkan pelayanan publik yang prima, sangat diperlukan manajemen sumber daya aparatur
dalam organisasi. Transformasi organisasi harus dijadikan sebagai agenda penting yang dilakukan
secara berkala melalui evaluasi yang objektif agar dengan cepat beradaptasi dengan kemajuan dan
perkembangan yang terjadi di masyarakat“
DISUSUN OLEH :

MP. REVANDY ELIAZER IMMANUEL


NPP 31.0901
KELAS B1
STUDI KEBIJAKAN PUBLIK
FAKULTAS POLITIK PEMERINTAHAN

UNTUK UJIAN AKHIR SEMESTER III (UAS III)


ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
PROF. DR. IR. H. DAHYAR DARABA, M.SI
GURU BESAR TETAP IPDN BIDANG
KEILMUAN ADMINISTRASI PUBLIK

Anda mungkin juga menyukai