Anda di halaman 1dari 224

PENGEMBANGAN KONSEP PEMUKIMAN BERKELANJUTAN

(STUDI KASUS DI PEMUKIMAN KUMUH KECAMATAN


BANDA SAKTI KOTA LHOKSEUMAWE)

TESIS

Oleh

RISNA DEWI
097024062/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara


PENGEMBANGAN KONSEP PEMUKIMAN BERKELANJUTAN
(STUDI KASUS DI PEMUKIMAN KUMUH KECAMATAN BANDA SAKTI
KOTA LHOKSEUMAWE)

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP)
dalam Program Studi Pembangunan pada
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

RISNA DEWI
097024062/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara


Judul Tesis : PENGEMBANGAN KONSEP PEMUKIMAN
BERKELANJUTAN (STUDI KASUS DI
PEMUKIMAN KUMUH KECAMATAN BANDA
SAKTI KOTA LHOKSEUMAWE)
Nama Mahasiswa : Risna Dewi
Nomor Pokok : 097024062
Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui
Komisi Pembimbing

(Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si (Husni Thamrin, S.Sos., MSP)


Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)

Tanggal Lulus : 17 Oktober 2011

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji pada
Tanggal 17 Oktober 2011

PANITIA PENGUJI TESIS


Ketua : Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si
Anggota : 1. Husni Thamrin, S. Sos,.MSP
2. Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si
3. Nurman Achmad, S. Sos, M. Soc,Sc
4 . Prof.Dr. M. Arif Nasution, MA

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

PENGEMBANGAN KONSEP PEMUKIMAN BERKELANJUTAN


(STUDI KASUS DI PEMUKIMAN KUMUH KECAMATAN BANDA SAKTI
KOTA LHOKSEUMAWE)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan
untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang
lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2011

Penulis,

Risna Dewi

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Kota Lhokseumawe sebagian besar dimanfaatkan untuk kebutuhan


pemukiman. Kebutuhan perumahan dan sarana prasarana pemukiman semakin
meningkat dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah. Permukiman kumuh
cenderung dengan permasalahan status kependudukan dan masalah permukiman
sebagai tempat tinggal yang mempunyai kualitas di bawah standar minimal dalam
lingkungan yang kurang sehat dan tidak didukung oleh jasa pelayanan kota seperti
air minum, sanitasi, drainase (gorong-gorong), jalur pejalan kaki dan jalan akses
darurat. Untuk saat ini pemukiman kumuh menjadi perhatian utama pemerintah kota
Lhokseumawe.
Penelitian ini merumuskan masalah bagaimana profil kondisi sosial, ekonomi
dan lingkungan pemukiman kumuh di Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti
Kota Lhokseumawe dan bagaimana pengembangan konsep pemukiman berkelanjutan
di pemukiman kumuh Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota
Lhokseumawe. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
deskriptif. Tehnik pengumpulan data melalui observasi langsung, wawancara
mendalam, kuesioner, fokus group diskusi, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa profil kondisi sosial, ekonomi,
lingkungan pemukiman kumuh di Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti belum
menuju kepada pembangunan berkelanjutan. Total semua indikator baik dari aspek
sosial, ekonomi dan lingkungan mempunyai kecenderungan rendah. Pengembangan
konsep pemukiman yang baik menurut penulis adalah pemanfaatan potensi laut yang
berkelanjutan berbasis masyarakat dengan mengembangkan konsep minapolitan.
Disarankan kepada pemerintah kota Lhokseumawe agar lebih berkomitmen dan
serius untuk penanganan pemukiman kumuh di Gampong Pusong. Untuk penduduk
pendatang dilakukan pengurangan laju pertumbuhan penduduk dikawasan Pusong.
Hal ini dapat dilakukan dengan pembatasan jumlah penduduk yang masuk dan
tinggal di kawasan tersebut. Perlu dilakukan peningkatan penertiban perpetakan lahan
di Gampong Pusong melalui konsolidasi tanah. Perlu adanya keinginan pemerintah
mulai Gampong, Kecamatan sampai tingkat Kota untuk bekerja sama dengan
masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan melalui bina lingkungan
berkelanjutan.

Kata Kunci : Pemukiman Berkelanjutan, Pemukiman Kumuh

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

The city of Lhokseumawe partially used for residential needs. Needs housing
and residential infrastructure is increasing with the growing population. Slums tend
to issue residence status and problems of settlements as a place to live that have
quality below the minimum standard in an unhealthy environment and is not
supported by city services such as drinking water, sanitation, drainage (culverts),
pedestrian paths and roads emergency access. For now a major concern of the
shanty town of Lhokseumawe city government.
This study formulated the problem of how to profile the social, economic and
environmental slums in the Village District Pusong Lhokseumawe Banda Sakti and
how sustainable development concepts in slum settlements Gampong Pusong District
Lhokseumawe Banda Sakti. This study used a qualitative approach with descriptive
methods. Techniques of collecting data through direct observation, in-depth
interviews, questionnaires, focus group discussions, and documentation.
The results showed that the profile of social, economic, environmental slums
in Gampong Pusong Banda Sakti subdistrict yet toward sustainable development.
Total all good indicators of social, economic and environment has a low inclination.
Development of the concept of good settlement by authors is the utilization of
sustainable marine-based society by developing the concept of Minapolitan.It is
recommended to the city of Lhokseumawe to be more committed and serious for the
handling of slums in Gampong Pusong. For the settlers carried out the reduction rate
of population growth Pusong region. This can be done by limiting the number of
people who enter and stay in the region. Necessary to improve policing in Gampong
Pusong plot land through land consolidation. Need for the government's desire began
to Village, District until the City to work with communities in improving the quality of
the environment through environmentally sustainable community development.

Key words: Sustainable Settlements, Settlement Slums

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Salawat dan

salam kepada nabi besar Muhammad SAW beserta sahabatnya yang telah membawa

umat manusia kealam yang berilmupengetahuan dan keberadaban.

Tugas akhir perkuliahan pada Program Studi Pembangunan Universitas

Sumatera Utara (USU), untuk melengkapi syarat-syarat kesarjanaan Strata II (S2)

maka penulis berkewajiban menyusun sebuah tesis yang berjudul “Pengembangan

Konsep Pemukiman Berkelanjutan (Studi Kasus di Pemukiman Kumuh Kecamatan

Banda Sakti Kota Lhokseumawe)”.

Alhamdulillah selesai sudah penulis menyusun tesis ini, keberhasilan ini tidak

terlepas dari dukungan berbagai pihak. Terutama pihak keluarga, oleh karenanya

penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang teristimewa kepada suami

tercinta yang selalu mendampingi penulis baik suka maupun duka dan terima kasih

atas pengorbanan anak-anak tersayang Jihan dan Naila yang selalu memberi doa dan

motivasi untuk penulis, dan kedua orang tua, M. Yacob Ahmad dan Nurhasanah yang

selalu memberikan doa restu dan kasih sayang sehingga penulis dapat menjejakkan

kaki ke dunia ini dan membekali ilmu yang setinggi-tingginya.

Universitas Sumatera Utara


Proses penulisan ini juga tidak terlepas dari dukungan, bimbingan dan

bantuan dari beberapa pihak. Selanjutnya dalam kesempatan ini izinkanlah penulis

menyampaikan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM &
H, M. Sc (CTM), Sp. A(k).

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin M, Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA, selaku Ketua Program Studi
Pembangunan SPs. Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi


Pembangunan SPs Universitas Sumatera Utara, sekaligus sebagai Ketua
Komisi Pembimbing dan Ketua Penguji yang telah banyak mengorbankan
waktu dan pikiran guna mengarahkan dan membimbing penulis.

5. Bapak Husni Thamrin, S. Sos., MSP, selaku Pembimbing dan Penguji yang
telah banyak memberikan arahan dan bimbingan guna kesempurnaan tesis ini.

6. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si, selaku Pembanding dan


Penguji.

7. Bapak Nurman Achmad, S. Sos, M. Soc, Sc selaku Pembanding dan Penguji.

8. Bapak dan Ibu Dosen/Staf pengajar di Program Studi Pembangunan SPs


Universitas Sumatera Utara.

9. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pembangunan SPs USU,


Helminawaty Harahap, Ahmadan Harahap, Lamtagon, Falmer dkk, serta staf
administrasi Program Studi Pembangunan SPs USU.

Universitas Sumatera Utara


10. Pegawai Bapedda Kota Lhokseumawe Bapak Impiansyah, Bapak Masrizal,
Bapak Salahuddin dan pegawai lainnya, Akademisi dari UNIMAL dan
instansi terkait lainnya yang telah memberikan bantuan informasi dalam
penelitian ini.

11. Perangkat aparatur Gampong Pusong Baru dan Pusong Lama yang telah

memberikan data dan informasi guna mendukung penelitian penulis.

12. Sahabatku Badiuzzaman dan Ibu Maryam yang senantiasa selalu memberikan

kontribusi pemikiran dan dukungan untuk penulis.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada segenap keluarga yang

telah memberikan doa dan motivasi, baik selama perkuliahan sehingga penyelesaian

tesis ini.

Penulis berharap agar tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan

menjadi tambahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, 10 Oktober 2011

RISNA DEWI

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS
Nama : Risna Dewi
NIM : 097024062
Tempat/Tgl. Lahir : Loskala/ 7 Februari 1982
Alamat : Jl. Medan-B.Aceh Lrg Puskesmas Muara Dua
Kota
Lhokseumawe
Agama : Islam
Pekerjaan : Tenaga Pengajar (Dosen)
Status Perkawinan : Kawin
Nama Suami : Tibrani
Nama Orang Tua :
Bapak : M. Yakob Ahmad
Ibu : Nurhasanah

PENDIDIKAN FORMAL
1. SD Negeri No 2 Cunda : 1994
2. SLTP Negeri 7 Lhokseumawe : 1997
3. SMU Negeri 3 Lhokseumawe : 2000
4. Strata Satu (S1) IAN FISIP Unimal : 2006
5. Strata Dua (S2) MSP USU : 2011

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT ................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………. iii
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………….. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… xii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….. xiii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 8
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………. ..................................... 10


2.1 Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development) 10
2.2 Prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan................................ 19
2.3 Strategi Pembangunan Berkelanjutan.......................................... 21
2.4 Indikator Pembangunan Berkelanjutan ...................................... 24
2.5 Pembangunan Berkelanjutan; Masa Depan Pembangunan
Perumahan dan Permukiman Indonesia.......................................... 30
2.6 Pembangunan Pemukiman Berkelanjutan....................................... 33
2.7 Pemukiman Kumuh....................................................................... 35

2.8 Ciri-ciri Pemukiman Kumuh ......................................................... 39


2.9 Faktor Penyebab Pertumbuhan Kawasan Permukiman Kumuh...... 42
2.10 Rumah yang Sehat dan Ekologis................................................... 45

Universitas Sumatera Utara


2.11 Pengelolaan Lingkungan Hidup..................................................... 46
2.12 Penyebab Kemiskinan.................................................................... 52
2.13 Solusi yang Berkelanjutan untuk Mengatasi Kemiskinan dan
Daerah Kumuh Di Perkotaan....................................................... 54
2.14 Isu Sosial Budaya dalam Perencanaan dan Pembangunan............ 56
2.15 Kemiskinan..................................................................................... 58
2.16 Strategi Pengentasan Kemiskinan.................................................. 62
2.17 Tridaya: Melawan Keterbatasan Mewujudkan Keterjangkauan
dalam Pembangunan Perumahan dan Pemukiman........................... 64
2.18 Syarat Instrumen Desa/Gampong...................................................... 74

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 78


3.1 Jenis Penelitian ............................................................................. 78
3.2 Lokasi Penelitian .......................................................................... 78
3.3 Definisi Konsep ............................................................................ 79
3.4 Definisi Operasional ...........................…………………………. 80
3.5 Informan ..................................................................... ................. 81
3.6 Populasi dan sampel ..................................................................... 83
3.7 Tehnik Pengumpulan Data ..................…………………………. 82
3.8 Tehnik Analis Data....................................................................... 87
3.9 Jadwal Penelitian............................................................................ 89

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................... 90


4.1 Hasil Penelitian........................................................................................ 90
4.1.1 Gambaran Umum Kota Lhokseumawe............................................ 90
4.1.2 Kondisi Demografi .......................................................................... 93
4.1.3 Kondisi Topografi............................................................................ 95
4.1.4 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat.............................................. 98
4.1.5 Kesehatan.................................................................................... 101

Universitas Sumatera Utara


4.2 Gambaran Umum Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota
Lhokseumawe.................................................................................... 102
4.3 Profil Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Pemukiman
Kumuh di Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota
Lhokseumawe...................................................................................... 110
4.3.1 Aspek Sosial................................................................................ 122
4.3.2 Aspek Ekonomi........................................................................... 135
4.3.3 Aspek Ekologi............................................................................. 141
4.4 Pengembangan Konsep Pemukiman Berkelanjutan di Pemukiman
Kumuh Gampong Pusong kecamatan Banda Sakti Kota
Lhokseumawe.................................................................................... 158

BAB V PENUTUP ..................................................................................... 177


5.1 Kesimpulan......................................................................................... 177
5.2 Saran................................................................................................... 182

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 184

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan Kota Lhokseumawe………… 93

2 Tingkat kepadatan penduduk di Kota Lhokseumawe Tahun


2008……………………………………………………………….. 94

3 Proporsi Penduduk Lhokseumawe Menurut Jenis Pekerjaan


Tahun 2008……………………………………………………… 100

4 Monografi Gampong Pusong Baru Tahun 2011………………… 105

5 Profil Gampong pusong Lama…………………………………… 107

6 Monografi Gampong Pusong Lama Tahun 2011………………… 108

7 Kajian Mikro Kawasan Prioritas………………………………… 119

8 Jawaban Responden Pusong Baru terhadap Kesediaan


Direlokasikan Tempat Lain Selama Perbaikan……………… 121

9 Jawaban Responden Pusong Lama terhadap Kesediaan


Direlokasikan tempat Lain Selama 122
Perbaikan……………………

10 Jenjang pendidikan masyarakat Gampong Pusong Baru……… 123

11 Jenjang pendidikan masyarakat Gampong Pusong Lama……… 124

12 Jawaban Responden terhadap Tingkat Pendidikan Gampong


Pusong Baru……………………………………………………… 125

13 Jawaban Responden terhadap Tingkat Pendidikan Gampong


Pusong Lama…………………………………………………… 126

14 Jawaban Responden terhadap Akses Pelayanan Kesehatan


Gampong Pusong Baru…………………………………………… 128

Universitas Sumatera Utara


15 Jawaban Responden terhadap Akses Pelayanan Kesehatan
Gampong Pusong Lama…………………………………………… 129

16 Jawaban Responden terhadap Status Lahan yang Dihuni


(kepemilikan) Lahan yang Dihuni………………………………… 131

17 Jawaban Responden terhadap status lahan yang dihuni


(kepemilikan)……………………………………………………….. 132

18 Jawaban Responden terhadap Penghasilan/pendapatan…… 138

19 Jawaban Responden terhadap Penghasilan/pendapatan……… 139

20 Jawaban Responden terhadap Ketersediaan Saluran Drainase 144

21 Jawaban Responden terhadap Ketersediaan Saluran Drainase 145

22 Jawaban Responden terhadap Ketersediaan Tempat


Pembuangan Sampah Sementara………………………………… 148

23 Jawaban Responden terhadap Ketersediaan Tempat


Pembuangan Sampah Sementara………………………………… 149

24 Jawaban Responden terhadap Akses Pelayanan Air Bersih


PDAM………………………………………………………….. 151

25 Jawaban Responden terhadap Akses Pelayanan Air Bersih


PDAM…………………………………………………………….. 152

26 Jawaban Responden terhadap Ketersediaan Jamban di Rumah 155

27 Jawaban Responden terhadap Ketersediaan Jamban di Rumah 156

28 Rekapitulasi Tanggapan Responden secara Keseluruhan


terhadap Profil Kondisi Sosial, Ekonomi dan Ekologi di
Pemukiman Kumuh Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti
Kota Lhokseumawe…………………………………………….. 157

Universitas Sumatera Utara


29 Forum Group Discution (FGD) antara: Pemerintah, Akademisi
dan Tokoh Masyarakat………………………………………… 158

30 Pemanfaatan Potensi Laut yang Berkelanjutan Berbasis


Masyarakat dengan Mengembangkan Konsep Minapolitan…… 174

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


1 Interaksi Terus Menerus antara Dimensi Ekonomi, Sosial, dan Ekologis. 18
2 Luas Wilayah Lhokseumawe menurut Kecamatan…………………….. 93
3 Kondisi topografi Kota Lhokseumawe…………………………………. 96
4 Ancaman bencana di Kota Lhokseumawe……………………………… 97
5 Karakteristik Kawasan………………………………………………….. 164

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Panduan Wawancara…………………………………………… 190


2. Daftar Pertanyaan/Kuesioner Penelitian........................................ 196
3. Identifikasi Masalah dalam FGD................................................... 200
4. Struktur Ruang Kota Lhokseumawe.............................................. 201
5. Profil Kondisi Pemukiman kumuh Gampong Pusong................... 202
6. Kegiatan FGD................................................................................ 203
7. Keputusan Walikota Lhokseumawe............................................. 204
8. Surat Keterangan Bappeda Lhokseumawe................................... 205
9. Surat Keterangan Gampong Pusong Lama................................... 206

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Kota Lhokseumawe sebagian besar dimanfaatkan untuk kebutuhan


pemukiman. Kebutuhan perumahan dan sarana prasarana pemukiman semakin
meningkat dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah. Permukiman kumuh
cenderung dengan permasalahan status kependudukan dan masalah permukiman
sebagai tempat tinggal yang mempunyai kualitas di bawah standar minimal dalam
lingkungan yang kurang sehat dan tidak didukung oleh jasa pelayanan kota seperti
air minum, sanitasi, drainase (gorong-gorong), jalur pejalan kaki dan jalan akses
darurat. Untuk saat ini pemukiman kumuh menjadi perhatian utama pemerintah kota
Lhokseumawe.
Penelitian ini merumuskan masalah bagaimana profil kondisi sosial, ekonomi
dan lingkungan pemukiman kumuh di Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti
Kota Lhokseumawe dan bagaimana pengembangan konsep pemukiman berkelanjutan
di pemukiman kumuh Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota
Lhokseumawe. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
deskriptif. Tehnik pengumpulan data melalui observasi langsung, wawancara
mendalam, kuesioner, fokus group diskusi, dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa profil kondisi sosial, ekonomi,
lingkungan pemukiman kumuh di Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti belum
menuju kepada pembangunan berkelanjutan. Total semua indikator baik dari aspek
sosial, ekonomi dan lingkungan mempunyai kecenderungan rendah. Pengembangan
konsep pemukiman yang baik menurut penulis adalah pemanfaatan potensi laut yang
berkelanjutan berbasis masyarakat dengan mengembangkan konsep minapolitan.
Disarankan kepada pemerintah kota Lhokseumawe agar lebih berkomitmen dan
serius untuk penanganan pemukiman kumuh di Gampong Pusong. Untuk penduduk
pendatang dilakukan pengurangan laju pertumbuhan penduduk dikawasan Pusong.
Hal ini dapat dilakukan dengan pembatasan jumlah penduduk yang masuk dan
tinggal di kawasan tersebut. Perlu dilakukan peningkatan penertiban perpetakan lahan
di Gampong Pusong melalui konsolidasi tanah. Perlu adanya keinginan pemerintah
mulai Gampong, Kecamatan sampai tingkat Kota untuk bekerja sama dengan
masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan melalui bina lingkungan
berkelanjutan.

Kata Kunci : Pemukiman Berkelanjutan, Pemukiman Kumuh

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

The city of Lhokseumawe partially used for residential needs. Needs housing
and residential infrastructure is increasing with the growing population. Slums tend
to issue residence status and problems of settlements as a place to live that have
quality below the minimum standard in an unhealthy environment and is not
supported by city services such as drinking water, sanitation, drainage (culverts),
pedestrian paths and roads emergency access. For now a major concern of the
shanty town of Lhokseumawe city government.
This study formulated the problem of how to profile the social, economic and
environmental slums in the Village District Pusong Lhokseumawe Banda Sakti and
how sustainable development concepts in slum settlements Gampong Pusong District
Lhokseumawe Banda Sakti. This study used a qualitative approach with descriptive
methods. Techniques of collecting data through direct observation, in-depth
interviews, questionnaires, focus group discussions, and documentation.
The results showed that the profile of social, economic, environmental slums
in Gampong Pusong Banda Sakti subdistrict yet toward sustainable development.
Total all good indicators of social, economic and environment has a low inclination.
Development of the concept of good settlement by authors is the utilization of
sustainable marine-based society by developing the concept of Minapolitan.It is
recommended to the city of Lhokseumawe to be more committed and serious for the
handling of slums in Gampong Pusong. For the settlers carried out the reduction rate
of population growth Pusong region. This can be done by limiting the number of
people who enter and stay in the region. Necessary to improve policing in Gampong
Pusong plot land through land consolidation. Need for the government's desire began
to Village, District until the City to work with communities in improving the quality of
the environment through environmentally sustainable community development.

Key words: Sustainable Settlements, Settlement Slums

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Munculnya kawasan kumuh dengan tingkat kepadatan populasi tinggi ditemui

di berbagai kota besar di dunia. Kawasan kumuh umumnya dihubung-hubungkan

dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran tinggi. Kawasan kumuh dapat pula

menjadi sumber masalah sosial seperti kejahatan, obat-obatan terlarang dan minuman

keras. Di berbagai negara miskin, kawasan kumuh juga menjadi pusat masalah

kesehatan karena kondisinya yang tidak higienis.

Peningkatan kawasan kumuh juga berkembang seiring dengan meningkatnya

populasi penduduk, khususnya di dunia ketiga. Pemerintah-pemerintah di dunia

sekarang ini mencoba menangani masalah kawasan kumuh ini dengan memindahkan

kawasan perumahan tersebut dengan perumahan modern yang memiliki sanitasi yang

baik (umumnya berupa rumah bertingkat). Beberapa indikator yang dapat dipakai

untuk mengetahui apakah sebuah kawasan tergolong kumuh atau tidak adalah

diantaranya dengan melihat : tingkat kepadatan kawasan, kepemilikan lahan dan

bangunan serta kualitas sarana dan prasarana yang ada dalam kawasan tersebut.

Namun demikian kondisi kumuh tidak dapat digeneralisasi antara satu kawasan

dengan kawasan lain karena kumuh bersifat spesifik dan sangat bergantung pada

penyebab terjadinya kekumuhan.

Universitas Sumatera Utara


Pemukiman kumuh merupakan pemukiman yang tidak layak huni karena

tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis.

Suatu pemukiman kumuh dapat dikatakan sebagai pengejawatahan dari kemiskinan,

karena pada umumnya di pemukiman kumuhlah masyarakat miskin tinggal dan

banyak di jumpai di kawasan perkotaan. Kemiskinan merupakan salah satu penyebab

timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan. Namun tidak selamanya miskin

itu adalah kumuh. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya

pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan

dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok

miskin dan pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan

pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi,

penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada

umumnya.

Terjadinya krisis-krisis lingkungan tersebut telah mencetuskan pemikiran atau

paradigma baru yang disebut pembangunan berkelanjutan (Sustainable

Development). Paradigma pembangunan berkelanjutan menekankan pentingnya

pemahaman terhadap makna hubungan timbal balik antara tiga dimensi utama

kehidupan yang saling berinteraksi secara terus menerus, yaitu dimensi sosial,

ekonomi dan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses yang

bertujuan mencapai masyarakat sejahtera (masyarakat berkelanjutan) dalam

lingkungan hidup yang berkelanjutan. Dengan demikian jelas bahwa kemiskinan serta

kerusakan lingkungan hidup merupakan ancaman utama bagi proses pembangunan

Universitas Sumatera Utara


berkelanjutan. Proses pembangunan berkelanjutan itu dapat dicapai melalui berbagai

cara yang berbeda-beda, tidak universal, melainkan tergantung kepada kondisi sosial-

budaya dan ekonomi masyarakat serta lingkungan hidup masyarakat itu sendiri.

Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan perlu perencanaan dan

perancangan yang bersifat ekologis dengan melakukan evaluasi terhadap kondisi

kawasan-kawasan di kota tersebut, proses-proses yang terjadi didalam masyarakat

dan lingkungannya. Hal tersebut dapat dilakukan berdasarkan pemikiran-pemikiran

diatas dan dengan pemahaman bahwa kemiskinan dan kerusakan lingkungan adalah

ancaman utama pembangunan berkelanjutan.

Tiga kriteria pembangunan berkelanjutan di perkotaan: Pertama, pro keadilan

sosial, artinya keadilan dan kesetaraan akses terhadap sumber daya alam dan

pelayanan publik, menghargai diversitas budaya dan kesetaraan gender. Kedua, pro

ekonomi kesejahteraan, artinya pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk kesejahteraan

semua anggota masyarakat, dapat dicapai melalui teknologi inovatif yang berdampak

minimum terhadap lingkungan. Ketiga, pro lingkungan berkelanjutan, artinya etika

lingkungan non-antroposentris menjadi pedoman hidup masyarakat, sehingga mereka

selalu mengupayakan kelestarian dan keseimbangan lingkungan, konservasi

sumberdaya alam vital, dan mengutamakan peningkatan kualitas hidup non-material

(Gondokusuma dalam Budhy 2005 : 407).

Peningkatan jumlah penduduk dunia diiringi dengan peningkatan jumlah

penduduk kota dan peningkatan jumlah penduduk miskin di perkotaan telah membuat

beban lingkungan perkotaan bertambah berat permasalah pokok perkotaan di negara

Universitas Sumatera Utara


sedang berkembang terdapat subsistem besar yang komponen-komponennya saling

berinteraksi secara terus menerus yaitu : Pertama, subsistem ekonomi : rendahnya

tingkat pendapatan dan lemahnya tingkat pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kedua,

subsistem sosial : masyarakat yang menderita kemiskinan (seperti pengangguran,

kriminalitas, pelayanan kesehatan dan pendidikan yang tidak memadai. Ketiga,

subsistem lingkungan yang menderita kerusakan (seperti pencemaran air, udara dan

tanah, kelangkaan air bersih dan pemukiman yang kumuh). (Gondokusumo dalam

Budhy 2005 : 408).

Sejarah perkembangan Kota Lhokseumawe dimulai sejak dasawarsa kedua

abad XX. Saat itu Lhokseumawe diisi oleh bangunan-bangunan pemerintah umum,

militer dan perhubungan kereta api milik Pemerintah Belanda. Pada tahun 1956

dibentuklah Kebupaten Daerah Tingkat (DATI) II Aceh Utara yang beribukota

Lhokseumawe. Selanjutnya pada tahun 2001 Lhokseumawe resmi menjadi

kotamadya yang memiliki wilayah administrasi pemerintahan sendiri (Bappeda

Lhokseumawe, Sejarah Kota Lhokseumawe).

Seiring ditemukannya sumber gas alam cair di Arun Kabupaten Aceh Utara

pada tahun 1973, maka kawasan pemukiman di Lhokseumawe tumbuh dan

berkembang sangat pesat pada tahun 1973-1979. Pembangunan pabrik pengolahan

gas alam cair PT. ARUN Liquefied Natural Gas (LNG) di Kecamatan Muara Dua

Kota Lhokseumawe juga menyebabkan terjadinya lonjakan pertumbuhan penduduk

rata-rata nasional pada saat itu (Bappeda Kabupaten Aceh Utara dalam Rencana

Umum Tata Ruang Kabupaten Aceh Utara, 1997).

Universitas Sumatera Utara


Hal tersebut tentu saja menyebabkan kebutuhan lahan dan perumahan di

Lhokseumawe menjadi meningkat pula, tanpa mampu diimbangi oleh penataan

kawasan secara baik dan ideal dari pemerintahan Aceh Utara pada saat itu, sehingga

penduduk baru di Kota Lhokseumawe yang disebabkan oleh migrasi, mengisi ruang-

ruang yang ada secara tidak teratur. Sebagian daripadanya membentuk komunitas

pemukiman padat terutama oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah seperti

halnya yang terjadi di Gampong Pusong Baru dan Pusong Lama yang dominan mata

pencahariannya tergantung pada hasil nelayan.

Pemukiman di Kecamatan Banda Sakti yang memiliki 9 Gampong dengan

4.673 rumah tangga sehingga menyebabkan pemukiman yang padat. Muncul berbagai

permasalahan seperti keterbatasan air bersih, pengelolaan sampah, ketersediaan

jamban keluarga serta rendahnya pendapatan masyarakat yang merupakan faktor

penyebab ketidakmampuan dalam meningkatkan dan memelihara lingkungan

pemukiman tempat tinggal yang baik dan sehat. Melihat kenyataan tersebut,

berdasarkan Keputusan Walikota Lhokseumawe Nomor : 225 Tahun 2010 tentang

penetapan kawasan kumuh dalam wilayah kota Lhokseumawe menetapkan bahwa

Gampong Pusong Lama dan Gampong Pusong Baru dikategorikan sebagai kawasan

kumuh dan tujuh Gampong lainnya (Keude Aceh, Teumpok Teungoh, Mon Geudong,

Jawa Lama, Hagu Selatan, Ujong Blang, Ulee Jalan) ditetapkan sebahagian kumuh di

Kecamatan Banda Sakti (Hasil observasi awal, data dari Bappeda Kota

Lhokseumawe, 22 Maret 2011).

Universitas Sumatera Utara


Fenomenal yang terjadi selama ini di Gampong Pusong Kecamatan Banda

Sakti Kota Lhokseumawe kondisi masyarakatnya masih tinggal di pemukiman

kumuh dan dengan kemiskinan. Padahal dengan melihat letak geografis Pusong Baru

itu sendiri merupakan bagian strategis dari wilayah pusat Kota Lhokseumawe.

Informasi dari Geuchik Gampong Pusong Baru Kecamatan Banda Sakti Kota

Lhokseumawe bahwa program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kota

pada saat ini lebih memprioritaskan infrastruktur, namun untuk diketahui, sedikit pun

belum menyentuh bagian dari luas 20 Ha Gampong Pusong Baru. Jumlah warga

6.000 jiwa, “40 persen warga kumuh dan penduduk miskin mencapai 60 persen.

Serta seluas 6 Ha dari 20 Ha desa acap terendam air laut dikala pasang purnama.

Kendati bagian strategis dari pusat Kota Lhokseumawe dan meski berganti-ganti

walikota, namun Gampong ini tak pernah tersentuh pembangunan, bahkan terabaikan.

Berdasarkan data terkini yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota

Lhokseumawe, 39 persen warga masuk dalam kategori rumah tangga miskin secara

nasional. Kategori-kategori yang dinyatakan miskin secara nasional. Ada 14 item

yang dinilai, yakni kondisi rumah yang dihuni, pendidikan anak-anak, penghasilan

per bulan di bawah Rp 600 ribu, frekuensi makan per hari, tidak punya sepeda motor,

frekuensi beli baju per tahunnya, susu bagi anak, dan sejumlah kategori lainnya.

“Dari 14 item itu, jika ada yang mengalami sembilan saja, maka sudah bisa dikatakan

keluarga miskin.

Data yang dibawa petugas lapangan selanjutnya dikirim ke BPS Pusat. Hasil

pendataan dari 33.995 rumah tangga di Kota Lhokseumawe, 13.269 (39 persen)

Universitas Sumatera Utara


dinyatakan dalam kategori miskin. Dirincikan, Kecamatan Blang Mangat 2.491

rumah tangga, Muara Dua 3.336, Muara Satu 2.769, dan Banda Sakti 4.673 rumah

tangga. Dengan kondisi ini tentunya perlu terobosan-terobosan yang cepat dari

pemerintah Kota Lhokseumawe untuk terus mengurangi jumlah rumah tangga

miskin.

Sudah fenomena alamiah, warga kumuh dan miskin selalu kurang beruntung.

Demikian yang dialami masyarakat Pusong Baru dan Pusong Lama. Kondisi mereka

dari tahun ke tahun hidup di rumah tidak layak huni yang kelihatan sangat kontras,

dibanding warga menengah ke atas penghuni kota Lhokseumawe. “50 Warga

Gampong Pusong Baru, berprofesi tukang jemur ikan teri dengan produksi per bulan

tidak kurang dari 50 ton. 80 persen dari 1000 KK penduduk berprofesi nelayan

tradisionil, penopang kebutuhan ikan seluruh warga kota Lhokseumawe strata

menengah ke atas,” (T. Zulkifli Ilyas, Geuchik Gampong Pusong Baru dalam

Waspada: Kamis, 28 Januari 2010). Wajarkah warga miskin ini dikonotasikan dengan

borok kota. Wajarkah mereka ini dimarginalkan. Masyarakat Pusong yang berada di

lingkungan tidak sehat sampai dengan sekarang ini, dengan tumpukan sampah di

sekitar rumah warga, ketika bau menyebar, warga mengaku sulit bernafas. Selain itu

banyak warga mengalami gatal-gatal. Warga mengharapkan supaya dinas terkait

memperhatikan nasib keadaan lingkungan Pusong.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti lebih

lanjut dengan judul Pengembangan Konsep Pemukiman Berkelanjutan (Studi

Kasus di Pemukiman Kumuh Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe).

Universitas Sumatera Utara


1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan diatas, maka

perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana profil kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan pemukiman kumuh di

Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe ?

2. Bagaimana pengembangan konsep pemukiman berkelanjutan di pemukiman

kumuh Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe ?

1.3 Tujuan Kajian

1. Mengacu pada latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan profil kondisi sosial, ekonomi,

dan lingkungan pemukiman kumuh serta mendeskripsikan dan menganalisis

pengembangan konsep pemukiman berkelanjutan di pemukiman kumuh

Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. (Pengembangan

konsep ini mengarah bukan hanya kepada fisiknya saja yaitu membangun

prasarana mendukung seperti jalan, air minum, sanitasi, tetapi juga

memberdayakan masyarakat pemukiman kumuh baik sosial, ekonomi dan

ekologi).

Universitas Sumatera Utara


1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini ada dua yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis :

1. Secara Teoritis, penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan dalam

pengembangan konsep pemukiman berkelanjutan.

2. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada

pemerintah kota Lhokseumawe dalam pengembangan pemukiman berkelanjutan

dan memberikan kontribusi kepada masyarakat untuk turut berpartisipasi

menciptakan kualitas lingkungan pemukiman yang sehat.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)

Pembangunan yang sekarang sedang marak adalah pembangunan yang hanya

bersifat sementara. Dengan tuntutan globalisasi, Indonesia mengikuti perkembangan

jaman tanpa melihat prospek kedepan. Perkembangan masyarakat yang serba instan

dan asal jadi, budaya konsumtif telah mendarah daging pada sebagian besar

masyarakat Indonesia. Sedang sebenarnya, hakikat pembangunan adalah

pembangunan yang berkelanjutan yang tidak parsial, instan dan pembangunan kulit.

Maka, dengan adanya konsep Sustainable Development yang kemudian disebut SD

akan berusaha memberikan wacana baru mengenai pentingnya melestarikan

lingkungan alam demi masa depan, generasi yang akan datang. “Pembangunan yang

memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengkompromikan kemampuan generasi

mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.”

Pengertian Sustainable Development

Wikipedia : Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan,

kota, bisnis, masyarakat, dan sebagainya) yang berprinsip “memenuhi kebutuhan

sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan”

Menurut Brundtland Report dari PBB, 1987 Pembangunan berkelanjutan adalah

terjemahan dari Bahasa Inggris sustainabel development. Salah satu faktor yang harus

dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana

Universitas Sumatera Utara


memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan

ekonomi dan keadilan sosial.

Laporan dari KTT Dunia 2005, yang menjabarkan pembangunan berkelanjutan

sebagai terdiri dari tiga tiang utama (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang saling

bergantung dan memperkuat.

Deklarasi Universal Keberagaman Budaya (UNESCO, 2001) lebih jauh menggali

konsep pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa “keragaman budaya

penting bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam”. Dengan

demikian “pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi,

namun juga sebagai alat untuk mencapai kepuasan intelektual, emosional, moral, dan

spiritual”. Dalam pandangan ini, keragaman “pertumbuhan ekonomi” itu sendiri

bermasalah, karena sumberdaya bumi itu sendiri terbatas.

(http://id.wikipedia.org/wiki/pemb.berkelanjutan diakses tanggal 26/11/2010).

Budimanta (2005) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah


suatu cara pandang mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan
terencana dalam kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan
lingkungan umat manusia tanpa mengurangi akses dan kesempatan kepada
generasi yang akan datang untuk menikmati dan memanfaatkannya.

Dalam proses pembangunan berkelanjutan terdapat proses perubahan yang

terencana, yang didalamnya terdapat eksploitasi sumberdaya, arah investasi orientasi

pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan yang kesemuanya ini dalam

keadaan yang selaras, serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk

memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Salim : 2003, pembangunan berkelanjutan harus diarahkan pada
pemberantasan kemiskinan (sasaran ekonomi), perimbangan: ekuitisosial yang
adil (sasaran sosial) dan kualitas tinggi, kehidupan lingkungan hidup (sasaran
lingkungan). Untuk ini secara sadar diusahakan investasi dalam modal:
ekonomi (finansial, modal mesin, dll), modal sosial (investasi pendidikan,
kesehatan dan keakraban sosial) dan modal lingkungan (investasi-sumber
daya alam diperbaharui dan daur-ulang serta substitusi sumber daya alam
yang tak terbaharui).

Menurut Marlina : 2009 mengatakan pembangunan berkelanjutan tidak saja


berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu, pembangunan
berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi,
pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan (selanjutnya disebut 3 Pilar
Pembangunan berkelanjutan).

Aspek sosial, maksudnya pembangunan yang berdimensi pada manusia dalam

hal interaksi, interrelasi dan interdependesi. Yang erat kaitannya juga dengan aspek

budaya. Tidak hanya pada permasalahan ekonomi, pembangunan berkelanjutan untuk

menjaga keberlangsungan budaya dari sebuah masyarakat supaya sebuah amsyarakat

tetap bisa eksis untuk menjalani kehidupan serta mempunyai sampai masa

mendatang. Faktor lingkungan (ekologi) yang diperlukan untuk mendukung

pembangunan yang berkelanjutan ialah a) terpeliharanya proses ekologi yang

esensial, b) tersedianya sumberdaya yang cukup, dan c) lingkungan sosial- budaya

dan ekonomi yang sesuai (Otto, 2004 : 161).

Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang


memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan
kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan mengandung
makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan
ekosistem untuk mendukungnya. Dengan demikian pengertian pembangunan
berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka (Sudarmadji : 2008).

Universitas Sumatera Utara


Tujuan akhir setiap usaha pembangunan ialah memperlakukan manusia, laki-

laki, perempuan, anak-anak sebagai tujuan, untuk memperbaiki kondisi manusia dan

memperbesar pilihan manusia. Salah satu yang menjadi bagian dari pembangunan

berkelanjutan adalah dimensi manusia atau bisa juga disebut dengan ‘pembangunan

manusia’. Ada empat komponen utama dalam paradigma pembangunan manusia,

yaitu pemerataan atau kesetaraan (equity), berkelanjutan, produktivitas dan

pemberdayaan. (Firdaus : 1998).

Meningkatkan kesejahteraan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan

alam, masyarakat dan ekonomi untuk menaikan kesejahteraan generasi masa depan.

Jadi, jika generasi saat ini bisa maju, maka generasi anak-anak kitapun minimal bisa

mencapai kesejahteraan yang setingkat, demikian pula dengan cucu-cucu kita.

Sehingga kemudian terdapat alur ekonomi yang berjalan terus menerus, tanpa

mengurangi tingkat kesejahteraan dari generasi ke generasi. Itulah yang dimaksud

dengan keberlanjutan ekonomi. Keberlanjutan ekonomi saja ternyata tidak cukup.

Ekonomi berlangsung di dalam masyarakat, dan di dalam masyarakat terjadi juga

pertumbuhan yang memerlukan keberlanjutan. Keberlanjutan masyarakat

mensyaratkan adanya keutuhan, kondisi dan hubungan jaringan antar masyarakat

yang terpelihara terus menerus, sehingga dijaga agar jangan sampai terjadi bahwa

masyarakat yang sekarang lahir 5 tahun kemudian berantakan dan bubar. Masyarakat

yang sustainable, masyarakat yang berlanjut, tidak mengenal konflik sosial, dan juga

tidak mengenal disintegrasi sosial.

Universitas Sumatera Utara


Hal ketiga adalah sustainabilitas lingkungan. Alam menyediakan udara

dimana kita menghirup udara bersih. Alam memberikan kita air dimana kita minum

air bersih. Alam memberikan tanah sehingga kita bisa menanam. Alam, air, tanah,

udara, dan iklim mampu menghidupi manusia. Persoalan sekarang adalah bisakah

kita membangun dimana fungsi-fungsi alam itu, yang menumbuhkan kehidupan

manusia, bisa terus menerus memungkinkan kehidupan manusia tersebut. Jadi

Pembangunan Berkelanjutan itu mempunyai 3 kaki, kaki keberlanjutan ekonomi,

keberlanjutan sosial dan keberlanjutan lingkungan. Keberlanjutan ekonomi tidak bisa

jalan kalau keberlanjutan sosial berantakan. Keberlanjutan ekonomi dan sosial tidak

bisa jalan juga kalau lingkungan berantakan, pertama adalah dengan menempatkan

modal alam sebagai faktor utama. Jika cara berpikir sebelumnya adalah ekonomi

menguasai, sosial penting nomor 2 dan lingkungan penting nomor 3, maka sekarang

harus dibalik. Sekarang yang nomor 1 adalah modal alam, sebab alam sudah berada

dalam keadaan yang berbahaya, (Prof. Dr. Emil Salim, 2003, dalam orasi ilmiah

diakses tanggal 11/12/2010).

Awal munculnya konsep pembangunan berkelanjutan adalah karena perhatian

kepada lingkungan. Terutama sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui sedang

ekspoitasi terhadapnya dilakukan terus menerus. Pengertian dari tidak mengurangi

dan mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang adalah pembangunan yang

dilakukan dimasa sekarang itu jangan sampai merusak lingkungan, boros terhadap

SDA dan juga memperhatikan generasi yang akan datang. Generasi yang akan datang

juga jangan terlalu dimanjakan dengan tersedianya semua fasilitas. Tetapi mereka

Universitas Sumatera Utara


juga harus di beri kesempatan untuk berekspresi menuangkan ide kreatifnya untuk

mengolah dan mengembangkan alam dan pembangunan.

Sutamihardja (2004), menyatakan sasaran pembangunan berkelanjutan


mencakup pada upaya untuk mewujudkan terjadinya :

a. Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi (intergenaration


equity) yang berarti bahwa pemanfaatan sumberdaya alam untuk kepentingan
pertumbuhan perlu memperhatikan batas-batas yang wajar dalam kendali
ekosistem atau sistem lingkungan serta diarahkan pada sumberdaya alam yang
replaceable dan menekankan serendah mungkin eksploitasi sumber daya alam
yang unreplaceable.
b. Safeguarding atau pengamanan terhadap kelestarian sumber daya alam dan
lingkungan hidup yang ada dan pencegahan terjadi gangguan ekosistem dalam
rangka menjamin kualitas kehidupan yang tetap baik bagi generasi yang akan
datang.
c. Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam semata untuk kepentingan
mengejar pertumbuhan ekonomi demi kepentingan pemerataan pemanfaatan
sumberdaya alam yang berkelanjutan antar generasi.
d. Mempertahankan kesejahteraan rakyat (masyarakat) yang berkelanjutan baik
masa kini maupun masa yang mendatang (inter temporal).
e. Mempertahankan manfaat pembangunan ataupun pengelolaan sumberdaya alam
dan lingkungan yang mempunyai dampak manfaat jangka panjang ataupun lestari
antar generasi.
f. Menjaga mutu ataupun kualitas kehidupan manusia antar generasi sesuai dengan
habitatnya.

Universitas Sumatera Utara


Pemikiran-pemikiran tentang syarat-syarat tercapainya proses
pembangunan berkelanjutan :

DIMENSI Brundtland, G.H ICPQL. 1996 Becker, F.et al.


1997
1987

Sosial Pemenuhan kebutuhan Keadilan sosial, Penekanan pada proses


dasar bagi semua kesetaraan gender, rasa pertumbuhan sosial
aman, menghargai yang dinamis, keadilan
diversitas budaya sosial dan pemerataan

Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Ekonomi kesejahteraan Ekonomi kesejahteraan


untuk pemenuhan
kebutuhan dasar

Lingkungan Lingkungan untuk Keseimbangan Lingkungan adalah


generasi sekarang dan lingkunagan yang sehat dimensi sentral dalam
yang akan datang proses sosial

Gondokusumo 2005 dalam Budhy 2005 : 407

Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan perlu perencanaan dan

perancangan yang bersifat ekologis dengan melakukan evaluasi terhadap kondisi

kawasan-kawasan di kota tersebut, proses-proses yang terjadi didalam masyarakat

dan lingkungannya. Hal tersebut dapat dilakukan berdasarkan pemikiran-pemikiran

diatas dan dengan pemahaman bahwa kemiskinan dan kerusakan lingkungan adalah

ancaman utama pembangunan.

Ada tiga kriteria pembangunan berkelanjutan di perkotaan disebut 3 PRO :


1. Pro keadilan sosial, artinya keadilan dan kesetaraan akses terhadap sumber daya
alam dan pelayanan publik, menghargai diversitas budaya dan kesetaraan gender.

Universitas Sumatera Utara


2. Pro ekonomi kesejahteraan, artinya pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk
kesejahteraan semua anggota masyarakat, dapat dicapai melalui tehnologi
inovatif yang berdampak minimum terhadap lingkungan.
3. Pro lingkungan berkelanjutan, artinya etika lingkungan non-antroposentris
menjadi pedoman hidup masyarakat, sehingga mereka selalu mengupayakan
kelestarian dan keseimbangan lingkungan, konservasi sumberdaya alam vital,
dan mengutamakan peningkatan kualitas hidup non-material.

Peningkatan jumlah penduduk dunia diiringi dengan peningkatan jumlah

penduduk kota dan peningkatan jumlah penduduk miskin di perkotaan telah membuat

beban lingkungan perkotaan bertambah berat. Permasalah pokok perkotaan di negara

sedang berkembang terdapat subsistem besar yang komponen-komponennya saling

berinteraksi secara terus menerus yaitu :

a. Subsistem ekonomi : rendahnya tingkat pendapatan dan lemahnya tingkat


pemberdayaan ekonomi masyarakat.
b. Subsistem sosial : masyarakat yang menderita kemiskinan (seperti
pengangguran, kriminalitas, pelayanan kesehatan dan pendidikan yang tidak
memadai.
c. Subsistem lingkungan yang menderita kerusakan (seperti pencemaran air,
udara dan tanah, pengelolaan limbah, kelangkaan air bersih dan pemukiman
yang kumuh).

Universitas Sumatera Utara


EKONOMI :

BURUK

- Pekerjaan

- Penghasilan

- Lingkungan

- Pelayanan
publik

SOSIAL: EKOLOGIS :

BURUK BURUK

- Hak atas tanah - Air

- Pendidikan - Udara

- Kesehatan - Lahan

- Informasi

Sumber: Gondokusumo 2005 dalam Budhy 2005 : 410

Gambar 1. Interaksi Terus Menerus antara Dimensi Ekonomi, Sosial, dan


Ekologis

Kemiskinan merupakan salah satu contoh ketidakadilan yang dialami suatu

kelompok masyarakat miskin, dan terdapat dimana-mana, baik di negara maju

maupun negara sedang berkembang. ketidakadilan struktur sosial (faktor eksternal

kemiskinan) itu terlihat dari tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan untuk bertahan

hidup dalam kesehatan yang baik, sulitnya mendapat akses ke pelayanan publik

(sanitasi sehat, air bersih, pengelolaan sampah), rumah sehat, dan pelayanan

pendidikan. Ketidakadilan juga terlihat dari tidak adanya kepemilikan hak atas tanah

Universitas Sumatera Utara


yang mereka huni. Sebagai akibat itu semua, sulit bagi mereka untuk mendapat akses

ke pekerjaan yang baik dan stabil.

Kerusakan lingkungan, yang merupakan faktor ekologis sebuah kota dapat

dilihat dari kondisi air, tanah dan udara yang telah tercemar. Pencemaran itu

disebabkan dari berbagai sumber dari dalam kota akibatnya tidak berfungsinya

pengelolaan sampah dan limbah cair serta adanya tumpukan sampah. Air kotor yang

tidak mengalir didalam saluran air kotor karena tersumbat sampah. Akibatnya bau

menyengat tidak dapat dihindarkan. Kondisi lingkungan pemukiman buruk atau

kumuh akan menghambat dan menjadi ancaman dalam proses pembangunan

berkelanjutan.

2.2 Prinsip-prinsip Pembangunan Berkelanjutan

Memang diakui bahwa konsep keberlanjutan merupakan konsep yang

sederhana namun kompleks, sehingga pengertian keberlajutanpun sangat

multidimensi dan multi-interpretasi. Menurut Heal dalam (Fauzi, 2004) Konsep

keberlanjutan ini paling tidak mengandung dua dimensi : Pertama adalah dimensi

waktu karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi dimasa yang

akan datang. Kedua adalah dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem

sumber daya alam dan lingkungan.

Pezzey (1992) dalam Fauzi, 2004 melihat aspek keberlajutan dari sisi yang

berbeda. Keberlanjutan dari sisi statik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya

alam terbarukan dengan laju teknologi yang konstan, sementara keberlanjutan dari

Universitas Sumatera Utara


sisi dinamik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terbarukan

dengan tingkat teknologi yang terus berubah. Karena adanya multidimensi dan multi-

interpretasi ini, maka para ahli sepakat untuk sementara mengadopsi pengertian yang

telah disepakati oleh komisi Brundtland yang menyatakan bahwa “pembangunan

berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa

mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.”

Perman (1997) dalam Fauzi 2004 mencoba mengelaborasikan lebih lanjut

konsep keberlanjutan ini dengan mengajukan lima alternatif pengertian: (1). Suatu

kondisi dikatakan berkelanjutan (sustainable) jika utilitas yang diperoleh masyarakat

tidak berkurang sepanjang waktu dan konsumsi tidak menurun sepanjang waktu (non-

declining consumption), (2) keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam

dikelola sedemikian rupa untuk memelihara kesempatan produksi dimasa mendatang,

(3) keberlanjutan adalah kondisi dimana sumber daya alam (natural capital stock)

tidak berkurang sepanjang waktu (non- declining), (4) keberlanjutan adalah kondisi

dimana sumber daya alam dikelola untuk mempertahankan produksi jasa sumber

daya alam, dan (5) keberlanjutan adalah adanya kondisi keseimbangan dan daya

tahan (resilience) ekosistem terpenuhi.

Haris (2000) dalam Fauzi 2004, melihat bahwa konsep keberlajutan dapat

diperinci menjadi tiga aspek pemahaman, (1) keberlajutan ekonomi yang diartikan

sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu

untuk memelihara keberlajutan pemerintahan dan menghindari terjadinya

ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri. (2)

Universitas Sumatera Utara


Keberlajutan lingkungan : Sistem keberlanjutan secara lingkungan harus mampu

memelihara sumber daya yang stabil, menghindari eksploitasi sumber daya alam dan

fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan

keanekaraman hayati, stabilitas ruang udara, dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak

termasuk kategori sumber-sumber ekonomi. (3). Keberlajutan sosial, keberlanjutan

secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, penyediaan

layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender, dan akuntabilitas politik.

2.3 Strategi Pembangunan Berkelanjutan


Dari berbagai konsep yang ada maka dapat dirumuskan prinsip dasar dari

setiap elemen pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini ada empat komponen yang

perlu diperhatikan yaitu pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi, dan

perspektif jangka panjang (Askar Jaya : 2004) :

a. Pembangunan yang Menjamin Pemerataan dan Keadilan Sosial

Pembangunan yang berorientasi pemerataan dan keadilan sosial harus

dilandasi hal-hal seperti ; meratanya distribusi sumber lahan dan faktor produksi,

meratanya peran dan kesempatan perempuan, meratanya ekonomi yang dicapai

dengan keseimbangan distribusi kesejahteraan, Namun pemerataan bukanlah hal yang

secara langsung dapat dicapai. Pemerataan adalah konsep yang relatif dan tidak

secara langsung dapat diukur. Dimensi etika pembangunan berkelanjutan adalah hal

yang menyeluruh, kesenjangan pendapatan negara kaya dan miskin semakin melebar,

walaupun pemerataan dibanyak negara sudah meningkat. Aspek etika lainnya yang

Universitas Sumatera Utara


perlu menjadi perhatian pembangunan berkelanjutan adalah prospek generasi masa

datang yang tidak dapat dikompromikan dengan aktivitas generasi masa kini. Ini

berarti pembangunan generasi masa kini perlu mempertimbangkan generasi masa

datang dalam memenuhi kebutuhannya.

b. Pembangunan yang Menghargai Keanekaragaman

Pemeliharaan keanekaragaman hayati adalah prasyarat untuk memastikan

bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan

masa datang. Keanekaragaman hayati juga merupakan dasar bagi keseimbangan

ekosistem. Pemeliharaan keanekaragaman budaya akan mendorong perlakuan yang

merata terhadap setiap orang dan membuat pengetahuan terhadap tradisi berbagai

masyarakat dapat lebih dimengerti.

c. Pembangunan yang Menggunakan Pendekatan Integratif

Pembangunan berkelanjutan mengutamakan keterkaitan antara manusia

dengan alam. Manusia mempengaruhi alam dengan cara yang bermanfaat atau

merusak. Hanya dengan memanfaatkan pengertian tentang konpleknya keterkaitan

antara sistem alam dan sistem sosial. Dengan menggunakan pengertian ini maka

pelaksanaan pembangunan yang lebih integratif merupakan konsep pelaksanaan

pembangunan yang dapat dimungkinkan. Hal ini merupakan tantangan utama dalam

kelembagaan.

d. Pembangunan yang Meminta Perspektif Jangka Panjang

Masyarakat cenderung menilai masa kini lebih dari masa depan, implikasi

pembangunan berkelanjutan merupakan tantangan yang melandasi penilaian ini.

Universitas Sumatera Utara


Pembangunan berkelanjutan mensyaratkan dilaksanakan penilaian yang berbeda

dengan asumsi normal dalam prosedur discounting. Persepsi jangka panjang adalah

perspektif pembangunan yang berkelanjutan. Hingga saat ini kerangka jangka pendek

mendominasi pemikiran para pengambil keputusan ekonomi, oleh karena itu perlu

dipertimbangkan.

Budimanta (2005) menyatakan, untuk suatu proses pembangunan


berkelanjutan, maka perlu diperhatikan hal sebagai berikut:

1. Cara berpikir yang integratif.

Dalam konteks ini, pembangunan haruslah melihat keterkaitan fungsional dari


kompleksitas antara sistem alam, sistem sosial dan manusia di dalam
merencanakan, mengorganisasikan maupun melaksanakan pembangunan
tersebut.

2. Pembangunan berkelanjutan harus dilihat dalam perspektif jangka panjang.

Hingga saat ini yang banyak mendominasi pemikiran para pengambil keputusan
dalam pembangunan adalah kerangkapikir jangka pendek, yang ingin cepat
mendapatkan hasil dari proses pembangunan yang dilaksanakan. Kondisi ini
sering kali membuat keputusan yang tidak memperhitungkan akibat dan
implikasi pada jangka panjang, seperti misalnya potensi kerusakan hutan yang
telah mencapai 3,5 juta Ha/tahun, banjiryang semakin sering melanda dan
dampaknya yangsemakin luas, krisis energi (karena saat ini kita telah menjadi
nett importir minyak tanpa pernah melakukan langkah diversifi kasi yang
maksimal ketika masih dalam kondisi surplus energi), moda transportasi yang
tidak berkembang, kemiskinan yang sulit untuk diturunkan,dan seterusnya.

Universitas Sumatera Utara


3. Mempertimbangkan keanekaragaman hayati,

Untuk memastikan bahwa sumberdaya alam selalu tersedia secara berkelanjutan


untuk masa kini dan masa mendatang. Yang tak kalah pentingnya adalah juga
pengakuan dan perawatan keanekaragaman budaya yang akan mendorong
perlakukan yang merata terhadap berbagai tradisi masyarakat sehingga dapat
lebih dimengerti oleh masyarakat.

4. Distribusi keadilan sosial ekonomi.

Dalam konteks ini dapat dikatakan pembangunan berkelanjutan menjamin


adanya pemerataan dan keadilan sosial yang ditandai dengan meratanya sumber
daya lahan dan faktor produksi yang lain, lebih meratanya akses peran dan
kesempatan kepada setiap warga masyarakat, serta lebih adilnya distribusi
kesejahteraan melalui pemerataan ekonomi.

2.4 Indikator Pembangunan Berkelanjutan


Surna T. Djajadiningrat (2005:123) menyatakan bahwa pembangunan

berkelanjutan memerlukan perspektif jangka panjang. Lebih lanjut secara ideal

keberlanjutan pembangunan membutuhkan pencapaian keberlanjutan dalam hal (1)

ekologis, (2) ekonomi, (3) sosial budaya, (4) politik, dan (5) keberlanjutan pertahanan

dan keamanan. Keberlanjutan ekologis merupakan prasyarat pembangunan demi

keberlanjutan kehidupan karena akan menjamin keberlanjutan eksistensi bumi.

Dikaitkan dengan kearifan budaya, masing-masing suku di Indonesia memiliki

konsep yang secara tradisional dapat menjamin keberlangsungan ekologis, misalnya

Universitas Sumatera Utara


sistem Subak di Bali atau pemaknaan hutan bagi suku Dayak di pedalaman

Kalimantan dan beberapa suku lain yang memiliki filosofi harmonisasi dengan alam.

Keberlanjutan ekonomi yang terdiri atas keberlanjutan ekonomi makro dan

keberlanjutan ekonomi sektoral merupakan salah satu aspek keberlanjutan ekonomi

dalam perspektif pembangunan. Dalam keberlanjutan ekonomi makro tiga elemen

yang diperlukan adalah efisiensi ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang

berkesinambungan dan peningkatan pemerataan dan distribusi kemakmuran. Hal ini

akan dapat tercapai melalui kebijaksaaan ekonomi makro yang tepat guna dalam

proses struktural yang menyertakan disiplin fiskal dan moneter. Sementara itu

keberlanjutan ekonomi sektoral yang merupakan keberlanjutan ekonomi makro akan

diwujudkan dalam bentuk kebijaksanaan sektoral yang spesifik. Kegiatan ekonomi

sektoral ini dalam bentuknya yang spesifik akan mendasarkan pada perhatian

terhadap sumber daya alam yang bernilai ekonomis sebagai kapital. Selain itu koreksi

terhadap harga barang dan jasa, dan pemanfaatan sumber daya lingkungan yang

merupakan biosfer keseluruhan sumber daya.

Dalam hal keberlanjutan sosial dan budaya, secara menyeluruh keberlanjutan

sosial dinyatakan dalam keadilan sosial. Hal-hal yang merupakan perhatian utama

adalah stabilitas penduduk, pemenuhan kebutuhan dasar manusia, pertahanan

keanekaragaman budaya dan partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan

keputusan.

Universitas Sumatera Utara


Di bidang keberlanjutan politik terdapat pokok pikiran seperti perhatian

terhadap HAM, kebebasan individu, hak-hak sosial, politik dan ekonomi,

demokratisasi serta kepastian ekologis.

Sedangkan keberlanjutan di bidang pertahanan dan keamanan adalah

keberlanjutan kemampuan dalam menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman dan

gangguan. Persoalan berikutnya adalah harmonisasi antar struktur (suprastruktur dan

infrastruktur) dalam menghadapi atau melaksanakan idealisasi pembangunan yang

berkelanjutan. Apabila selama ini terjadi ketimpangan, maka yang terjadi adalah

disharmonisasi yang berdampak pada hal yang lebih luas yaitu yang menyangkut

nasionalisme, rasa kebangsaan dan “pudarnya negara bangsa”.

Secara ideal keberlanjutan pembangunan membutuhkan pendekatan

pencapaian terhadap keberlanjutan ataupun kesinambungan berbagai aspek kehidupan

yang mencakup; keberlanjutan ekologis, ekonomi, sosial budaya, politik dan

pertahanan keamanan :

a. Keberlanjutan Ekologis

Keberlanjutan ekologis adalah prasyarat untuk pembangunan dan

keberlanjutan kehidupan. Keberlanjutan ekologis akan menjamin keberlanjutan

ekosistem bumi. Untuk menjamin keberlanjutan ekologis harus diupayakan hal-hal

sebagai berikut:

a. Memelihara integritas tatanan lingkungan agar sistem penunjang kehidupan

dibumi tetap terjamin dan sistem produktivitas, adaptabilitas, dan pemulihan

tanah, air, udara dan seluruh kehidupan berkelanjutan.

Universitas Sumatera Utara


b. Tiga aspek yang harus diperhatikan untuk memelihara integritas tatanan

lingkungan yaitu ; daya dukung, daya asimilatif dan keberlanjutan pemanfaatan

sumberdaya terpulihkan. ketiga untuk melaksanakan kegiatan yang tidak

mengalir; menggunakan prinsip pengelolaan yang berkelanjutan, sedangkan

sumber yang tidak terpulihkan mempunyai jumlah absulut dan berkurang bila

dimanfaatkan.

Oleh karena itu pada kondisi seperti ini konsep sustainable tidak boleh

diterapkan. Pembangunan berkelanjutan dalam konteks sumberdaya yang tidak dapat

dipulihkan berarti: pemanfaatan secara efisien sehingga dapat dimanfaatkan oleh

generasi masa mendatang dan diupayakan agar dapat dikembangkan substitusi

dengan sumberdaya terpulihkan; membatasi dampak lingkungan pemanfaatannya

sekecil mungkin, karena sumberdaya lingkungan adalah biosfer, secara menyeluruh

sumberdaya ini tidak menciut akan tetapi bervariasi sesuai dengan kualitasnya.

b. Keberlanjutan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan dasar, ekonomi makro

merupakan landasan bagi terselenggaranya berbagai kebijakan pemenuhan hak-hak

dasar. Kebijakan ekonomi makro diarahkan pada terwujudnya lingkungan yang

kondusif bagi pengembangan usaha, dan terbukanya kesempatan yang luas bagi

peningkatan kapabilitas masyarakat miskin.

Dalam rangka pemenuhan hak-hak dasar, kebijakan ekonomi makro perlu

memperhitungkan empat tujuan yang saling berkaitan, yaitu menjaga stabilitas

ekonomi, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, dan

Universitas Sumatera Utara


mengurangi kesenjangan antar wilayah. Tiga elemen utama untuk keberlanjutan

ekonomi makro yaitu efisiensi ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang

berkesinambungan, dan meningkatkan pemerataan dan distribusi kemakmuran. Hal

tersebut diatas dapat dicapai melalui kebijaksanaan makro ekonomi mencakup

reformasi fiskal, meningkatkan efisiensi sektor publik, mobilisasi tabungan domestik,

pengelolaan nilai tukar, reformasi kelembagaan, kekuatan pasar yang tepat guna,

ukuran sosial untuk pengembangan sumberdaya manusia dan peningkatan distribusi

pendapatan dan aset.

c. Keberlanjutan Sosial Budaya

Secara menyeluruh keberlanjutan sosial dan budaya dinyatakan dalam

keadilan sosial, harga diri manusia dan peningkatan kualitas hidup seluruh manusia.

Keberlanjutan sosial dan budaya mempunyai empat sasaran yaitu:

a. Stabilitas penduduk yang pelaksanaannya mensyaratkan komitmen politik yang

kuat, kesadaran dan partisipasi masyarakat, memperkuat peranan dan status

wanita, meningkatkan kualitas, efektivitas dan lingkungan keluarga.

b. Memenuhi kebutuhan dasar manusia, dengan memerangi kemiskinan dan

mengurangi kemiskinan absolut. Keberlanjutan pembangunan tidak mungkin

tercapai bila terjadi kesenjangan pada distribusi kemakmuran atau adanya kelas

sosial. Halangan terhadap keberlajutan sosial harus dihilangkan dengan

pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Kelas sosial yang dihilangkan

dimungkinkannya untuk mendapat akses pendidikan yang merata, pemerataan

pemulihan lahan dan peningkatan peran wanita.

Universitas Sumatera Utara


c. Mempertahankan keanekaragaman budaya, dengan mengakui dan menghargai

sistem sosial dan kebudayaan seluruh bangsa, dan dengan memahami dan

menggunakan pengetahuan tradisional demi manfaat masyarakat dan

pembangunan ekonomi.

d. Mendorong pertisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan.

Beberapa persyaratan dibawah ini penting untuk keberlanjutan sosial yaitu:

prioritas harus diberikan pada pengeluaran sosial dan program diarahkan untuk

manfaat bersama, investasi pada perkembangan sumberdaya misalnya meningkatkan

status wanita, akses pendidikan dan kesehatan, kemajuan ekonomi harus

berkelanjutan melalui investasi dan perubahan teknologi dan harus selaras dengan

distribusi aset produksi yang adil dan efektif, kesenjangan antar regional dan desa,

kota, perlu dihindari melalui keputusan lokal tentang prioritas dan alokasi sumber

daya.

d. Keberlanjutan Politik

Keberlanjutan politik diarahkasn pada respek pada human right, kebebasan

individu dan sosial untuk berpartisipasi dibidang ekonomi, sosial dan politik,

demokrasi yang dilaksanakan perlu memperhatikan proses demokrasi yang transparan

dan bertanggungjawab, kepastian kesedian pangan, air, dan pemukiman.

e. Keberlanjutan Pertahanan Keamanan

Keberlanjutan keamanan seperti menghadapi dan mengatasi tantangan,

ancaman dan gangguan baik dari dalam dan luar yang langsung dan tidak langsung

Universitas Sumatera Utara


yang dapat membahayakan integritas, identitas, kelangsungan negara dan bangsa

perlu diperhatikan. (Askar Jaya : 2004).

2.5 Pembangunan Berkelanjutan; Masa Depan Pembangunan Perumahan

dan Permukiman Indonesia

Kondisi masa depan pembangunan dan permukiman di Indonesia harus

diarahkan kepada pola pembangunan berkelanjutan. Hal ini penting guna

keberlangsungan pembangunan dan dampaknya terhadap kondisi lingkungan. Dalam

pengertian lain, pembangunan berkelanjutan dapat diartikan dalam arti sempit dan arti

luas. Dalam arti luas pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai pembangunan

yang tidak menurunkan kapasitas genarasi yang akan datang untuk melaksanakan

pembangunan. Meskipun terdapat penyusutan cadangan sumber daya alam dan

memburuknya lingkungan. Tetapi keadaan tersebut dapat digantikan sumber daya

lain baik oleh sumber daya manusia maupun sumber daya kapital. Sedangkan dalam

arti sempit pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai pembangnan yang tidak

mengurangi kemampuan genarasi yang akan datang untuk melakukan pembangunan.

Tetapi dengan menjaga agar fungsi sumber daya alam dan lingkungan yang ada tidak

menurun, tanpa digantikan oleh sumber daya lainnya.

Pola pembangunan berkelanjutan terdiri dari keseimbangan pendayagunaan

lingkungan alam, pelaku pembangunan dan partisipasi masyarakat sebagai pelaku

sosial. Ketiga unsur pokok tersebut idealnya berjalan sinergis, tetapi seringkali

Universitas Sumatera Utara


pembangunan hanya menekankan pada kepentingan bisnis semata tanpa

mempedulikan masalah lingkungan dan sosial.

Keseimbangan pembangunan dan perumahan yang ideal terjadi apabila

tingkat kesejahteraan masyarakat sudah merata. Sehingga penyerapan perumahan dan

penataan perumahan bisa dilakukan dengan kondisi yang memungkinkan. Masyarakat

yang sejahtera akan mudah menerima arahan dan aturan untuk mematuhi rencana tata

ruang atau menjalankan semua aturan yang berlaku terkait pengembangan perumahan

dan permukiman. Penataan perumahan dan permukiman di Indonesia merupakan

pekerjaan yang tidak mudah. Jumlah penduduk yang sudah mencapai 220 Juta Jiwa

serta tingkat pendapatan masyarakat yang masih banyak dibawah standar, telah

menyebabkan pemenuhan kebutuhan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah

selalu sulit memenuhi target.

Pembangunan selain berpengaruh terhadap lingkungan alam, juga

mempengaruhi kualitas hidup masyarakat. Pembangunan berkelanjutan dalam

konteks perumahan dan permukiman diharapkan mampu menjadi guiden semua

pihak. Agar penyediaaan kebutuhan perumahan rakyat di masa-masa mendatang tidak

semata-mata bersifat fisik semata. Melainkan mempertimbangkan keterpaduan antara

aspek alam, sosial aspek ekonomi.

Keseimbangan aspek alam terkait dengan semakin tingginya intensitas

pembangunan di perkotaan. Menyebabkan kondisi tanah, air dan udara menjadi rusak.

Bidang perumahan dan permukiman yang membutuhkan lahan yang sesuai, tidak

dapat dipenuhi karena banyak lahan yang sudah dikuasai oleh pihak lain. Harga tanah

Universitas Sumatera Utara


juga seringkali berubah-ubah. Misi pembangunan perumahan dan permukiman yang

berdimensi sosial menjadi sulit terealisasi karena biaya tinggi dalam proses

pembangunannya.

Tantangan ini akan terus terjadi apabila pemerintah tidak segera menyiapkan

strategi pembangunan perumahan dan permukiman yang memiliki dimensi

berkelanjutan. Salah satu cara dalam menyelesaikan masalah pertanahan tersebut,

diperlukan sebuah Lembaga Bank Tanah (land banking) yang bertugas khusus

menangani pengelolaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi

masyarakat.

Ketersediaan lahan merupakan faktor utama untuk pembagunan perumahan

dan permukiman. Jika tidak ada lahan proses pembangunan akan terkendala. Selain

itu juga perencanaan kawasan yang terpadu dari mulai pemerintah pusat hingga

daerah untuk pembangunan perumahan dan permukiman perlu diperhatikan. Agar

pembangunan perumahan dan permukiman tidak melanggar aturan tata ruang.

Sedangkan keseimbangan dari aspek ekonominya, pembangunan perumahan dan

pengembangan permukiman kedepan harus difasilitasi oleh Pemerintah Pusat maupun

Pemerintah Daerah dengan mempermudah proses perijinan dan menghapuskan

pungutan-pungutan yang memberatkan dunia usaha dan para pelaku pembangunan

perumahan.

Tujuan dari proses pembangunan perumahan dan permukiman pada akhirnya

harus memiliki dampak sosial. Aspek sosial ini terkait dengan komitmen pemerintah

dan dunia usaha untuk membantu penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan

Universitas Sumatera Utara


rendah. Kontribusi tersebut bisa berupa bantuan subsidi kredit perumahan yang

terjangkau, bebas biaya uang muka atau penyediaan hunian massal yang bersifat

sosial.

Dimensi pembangunan berkelanjutan ini dalam konteks pembangunan bidang

perumahan dan pengembangan permukiman di era desentralisasi harus dapat

dikembangkan di daerah. Melibatkan setiap pemangku kepentingan dari unsur

masyarakat. Juga para pelaku pembangunan perumahan. Selanjutnya perlu ada upaya

pembinaan dan pemberdayaan komunitas masyarakat perumahan dan permukiman

agar arah perkembangannya selaras dengan prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan, (Ilham M. Wijaya, 2009).

2.6 Pembangunan Permukiman Berkelanjutan

Banyak kegiatan pembangunan telah mengakibatkan kemiskinan,

kemerosotan serta kerusakan lingkungan (Mitchell, Setiawan & Rahmi 2003). Isu

lingkungan hidup dan pembangunan menjadi agenda penting masyarakat

internasional di forum regional dan multilateral sejak tahun 1972 setelah pelaksanaan

konferensi internasional mengenai "Human Environment" di Stockholm, Swedia dan

khususnya setelah Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro, Brazil tahun

1992. Konferensi Tingkat Tinggi Bumi 1992 menghasilkan Deklarasi Rio de Janeiro,

Agenda 21, Forests Principles, serta Konvensi Perubahan Iklim dan Keanekaragaman

Hayati. Konferensi Tingkat Tinggi Bumi juga menghasilkan Konsep Pembangunan

Berkelanjutan yang mengandung tiga pilar utama yang saling terkait dan saling

Universitas Sumatera Utara


menunjang yakni pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan pelestarian

lingkungan hidup (Mitchell, B., B. Setiawan dan D.H. Rahmi, 2003).

Pembangunan berkelanjutan di sektor permukiman diartikan sebagai

pembangunan permukiman, termasuk di dalamnya pembangunan kota, secara

berkelanjutan sebagai upaya yang berkelanjutan untuk memperbaiki kondisi sosial,

ekonomi dan kualitas lingkungan sebagai tempat hidup dan bekerja semua orang. Inti

pembangunan permukiman yang berkelanjutan merupakan upaya untuk

meningkatkan kualitas hidup secara berkelanjutan (Kirmanto 2002).

Menurut Kirmanto (2002), pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu

pendekatan yang dapat dilakukan dalam penyelenggaraan perumahan dan

permukiman. Pembangunan perumahan dan permukiman merupakan kegiatan yang

menerus atau berkelanjutan sehingga memerlukan dukungan sumber daya

pendukung, baik ruang dan lingkungan, alam, kelembagaan dan finansial maupun

sumber daya lainnya secara memadai. Untuk itu pembangunan yang dilakukan perlu

mempertimbangkan kelestarian dan keserasian lingkungan dan keseimbangan

pemanfaatan sumberdaya yang ada maupun daya dukungnya sejak tahap

perencanaan, pengelolaan dan pengembangan. Hal ini dimaksudkan agar arah

perkembangannya tumbuh selaras dan serasi sesuai prinsip-prinsip pembangunan

yang berkelanjutan baik secara ekonomi, lingkungan, maupun sosial dan budaya.

Oleh karena itu, perlu pengalihan orientasi dari membangun rumah ke membangun

permukiman.

Universitas Sumatera Utara


2.7 Pemukiman Kumuh

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung,

baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai

lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang

mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU No. 4 tahun 1992, tentang

Perumahan dan Permukiman).

Permukiman adalah kawasan yang didominasi oleh lingkungan yang


dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan dan tempat kerja yang
memberikan pelayanan dan kesempatan kerja yang terbatas untuk mendukung
perikehidupan dan penghidupan, sehingga fungsinya dapat berdaya guna dan
berhasil guna. Permukiman ini dapat berupa permukiman perkotaan maupun
permukiman perdesaan (Kamus Tata Ruang Tahun 1997).

Permukiman adalah tempat atau daerah untuk bertempat tinggal dan menetap

(Kamus Tata Ruang 1997) Permukiman di dalam kamus tata ruang terdiri dari tiga

pengertian yaitu :

a. Bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan
perkotaan maupun kawasan perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan.
b. Kawasan yang didomisili oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai
tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana, sarana lingkungan dan tempat
kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja terbatas untuk
mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga fungsi permukiman
tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna.
c. Tempat atau daerah untuk bertempat tinggal atau tempat untuk menetap.
Permukiman adalah suatau lingkungan hidup yang meliputi masalah lapangan
kerja, struktur perekonomian dan masalah kependudukan yang bukan saja
mencakup mengenai pemerataan dan penyebaran penduduk melainkan juga
menyangkut kualitas manusia yang diharapkan pada generasi mendatang
(Hardriyanto. D, 1986: 17 dalam Laode Masrun diakses tanggal 16/02/2011).

Universitas Sumatera Utara


Perumahan dan pemukiman adalah dua hal yang tidak dapat pisahkan dan

berkaitan erat dengan aktivitas ekonomi, industrialisasi dan pembangunan.

Pemukiman dapat diartikan sebagai perumahan atau kumpulan rumah dengan segala

unsur serta kegiatan yang berkaitan dan yang ada di dalam pemukiman. Pemukiman

dapat terhindar dari kondisi kumuh dan tidak layak huni jika pembangunan

perumahan sesuai dengan standar yang berlaku, salah satunya dengan menerapkan

persyaratan rumah sehat.

Kumuh dapat ditempatkan sebagai sebab dan dapat pula ditempatkan sebagai

akibat. Ditempatkan dimanapun juga, kata kumuh tetap menjurus pada sesuatu hal

yang bersifat negative, pemahaman kumuh dapat ditinjau dari :

1. Sebab Kumuh (Kumuh adalah kemunduran atau kerusakan lingkungan hidup)


dilihat dari:

a. Segi fisik, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alam seperti air
dan udara,
b. Segi masyarakat / sosial, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh manusia
sendiri seperti kepadatan lalulintas, sampah.

2. Akibat Kumuh (Kumuh adalah akibat perkembangan dari gejala-gejala) antara


lain:

a. Kondisi perumahan yang buruk,


b. Penduduk yang terlalu padat,
c. Fasilitas lingkungan yang kurang memadai,
d. Tingkah laku menyimpang,
e. Budaya kumuh,
f. Apati dan isolasi. (Azmi : 2009 http://footballfun.azmi.blogspot.com diakses
tanggal 24/05/2011).

Universitas Sumatera Utara


Pengertian Kumuh prasarana yang ada tidak sesuai, Kumuh adalah kesan atau

gambaran standar yang berlaku, baik standar secara umum tentang sikap dan tingkah

laku yang rendah dilihat dari standar hidup persyaratan rumah sehat, kepadatan

bangunan, kebutuhan sarana dan penghasilan kelas menengah. Dengan air bersih,

sanitasi maupun persyaratan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai kelengkapan

prasarana jalan, ruang tanda atau cap yang diberikan golongan terbuka, serta

kelengkapan fasilitas sosial atas yang sudah mapan kepada golongan bawah yang

belum mapan, (Sri Kurniasih, diakses tanggal 10/10/2010).

Wilayah kawasan kumuh menurut Bank Dunia (1999) merupakan bagian


yang terabaikan dalam pembangunan perkotaan. Hal ini ditunjukkan dengan
kondisi sosial demografis di kawasan kumuh seperti kepadatan penduduk
yang tinggi, kondisi lingkungan yang tidak layak huni dan tidak memenuhi
syarat serta minimnya fasilitas pendidikan, kesehatan dan sarana prasarana
sosial budaya. Tumbuhnya kawasan kumuh terjadi karena tidak
terbendungnya arus urbanisasi.

Kawasan kumuh menurut ILO 2008 dalam Edi Suharto 2009 : 69 adalah

tempat tinggal yang kumuh, pendapatan yang rendah dan tidak menentu, serta

lingkungan yang tidak sehat dan bahkan membahayakan dan hidup penuh resiko dan

senantiasa dalam ancaman penyakit dan kematian.

Kawasan kumuh (Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas)


adalah sebuah kawasan dengan tingkat kepadatan populasi tinggi di sebuah
kota yang umumnya dihuni oleh masyarakat miskin (www.wikipedia.org,
diakses 03/02/2011)

Kawasan kumuh dapat ditemui di berbagai kota besar di dunia. Kawasan

kumuh umumnya dihubung-hubungkan dengan tingkat kemiskinan dan

pengangguran tinggi. Kawasan kumuh dapat pula menjadi sumber masalah sosial

Universitas Sumatera Utara


seperti kejahatan, obat-obatan terlarang dan minuman keras. Di berbagai negara

miskin, kawasan kumuh juga menjadi pusat masalah kesehatan karena kondisinya

yang tidak higienis. Di berbagai kawasan kumuh, khususnya di negara-negara miskin,

penduduk tinggal di kawasan yang sangat berdekatan sehingga sangat sulit untuk

dilewati kendaraan seperti ambulans dan pemadam kebakaran. Kurangnya pelayanan

pembuangan sampah juga mengakibatkan sampah yang bertumpuk-tumpuk.

Pemukiman kumuh adalah pemukiman yang tidak layak huni karena tidak

memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis. Suatu

pemukiman kumuh dapat dikatakann sebagai pengejawantahan dari kemiskinan,

karena pada umumnya di pemukiman kumuhlah masyarakat miskin tinggal dan

banyak kita jumpai di kawasan perkotaan. Kemiskinan merupakan salah satu

penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan. Pada dasarnya

kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi

dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan kelompok miskin

serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan institusi

penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan

dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan perumahan

dan lingkungan pemukiman pada umumnya.

Rumah kumuh dipandang sebagai suatu masalah terutama dilihat dari sisi
penampilan fisiknya. Rumah kumuh selalu menjadi kambing hitam bagi
kumalnya wajah kota dan menyiratkan terlalu vulgar tentang kegagalan
pembangunan, sesuatu yang haram bagi kebanyakan pemimpin. Lingkungan
yang kotor, becek, sanitasi yang buruk, bangunan yang semrawut, penampilan
yang jorok, sumur yang tercemar, kepadatan bangunan dan hunian yang
tinggi, penggunaan bahan bangunan bekas dan murahan, dan sebagainya,

Universitas Sumatera Utara


merupakan gambaran umum yang dikaitkan dengan eksistensi rumah kumuh,
(Ngakan Putu Sueca : 2004).

Mengingatkan rumah layak huni adalah isu hak asasi manusia. Karena itu,

semua pemimpin dunia berpandangan perlu mengatasi masalah perumahan ini

terutama dengan pembangunan perumahan yang terjangkau (low cost housing).

Dalam pengertian yang luas, rumah tinggal bukan hanya sebuah bangunan

(struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat

kehidupan yang layak, dipandang dari berbagai segi kehidupan. Rumah dapat

dimengerti sebagai tempat perlindungan untuk menikmati kehidupan, beristirahat dan

bersuka ria bersama keluarga. Di dalam rumah, Secara garis besar, rumah memiliki

empat fungsi pokok sebagai tempat tinggal yang layak dan sehat bagi setiap manusia,

yaitu:

a. Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok jasmani manusia.


b. Rumah harus memenuhi kebutuhan pokok rohani manusi.
c. Rumah harus melindungi manusia dari penularan penyakit.
d. Rumah harus melindungi manusia dari gangguan luar.
(http://id.wikipedia.org/wiki/kawasan-kumuh, diakses tanggal 03/02/2011).

2.8 Ciri-ciri Pemukiman Kumuh

Ciri-ciri pemukiman kumuh seperti yang diungkapkan oleh (Parsudi Suparlan :

1984) adalah :

1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.


2. Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruang-ruanganya
mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.

Universitas Sumatera Utara


3. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam penggunaan
ruang-ruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga mencerminkan adanya
kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.
4. Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara
tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas, yaitu terwujud
sebagai :
a. Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat
digolongkan sebagai hunian liar.
b. Satuan komuniti tunggal yangmerupakan bagian dari sebuah RT atau sebuah
RW.
c. Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW
atau bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan hunian liar.
5. Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen,
warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang
beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat pemukiman
kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan
ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.
6. Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di
sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informil.

Menurut Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah (Depkimpraswil)

(www.ciptakarya.pu.go.id, diakses 10/10/2010), permukiman kumuh (slum) dapat

diklasifikasikan ke dalam dua klasifikasi yaitu :

1. Fisik :
a. Berpenghuni padat > 500 orang/Ha
b. Tata letak bangunan kondisinya buruk dan tidak memadai
c. Konstruksi bangunan kondisinya buruk dan tidak memadai
d. Ventilasi tidak ada, kalau ada kondisinya buruk dan tidak memadai
e. Kepadatan bangunan kondisinya buruk dan tidak memadai
f. Keadaan jalan kondisinya buruk dan tidak memadai
g. Drainase tidak ada dan kalau ada kondisinya buruk dan tidak memadai
h. Persediaan air bersih tidak tersedia, kalau tersedia kualitasnya kurang baik
dan terbatas, tidak/kurang lancar.
i. Pembuangan limbah manusia dan sampah tidak tersedia, kalau tersedia
kondisinya buruk atau tidak memadai.
2. Non Fisik :
a. Tingkat kehidupan Sosial ekonomi rendah
b. Pendidikan didominasi SLTP ke bawah
c. Mata pencaharian bertumpu pada sektor informal
d. Disiplin warga rendah

Universitas Sumatera Utara


e. Dll.

Karakteristik Permukiman kumuh Berdasarkan penelitian para ahli

permukiman kumuh memiliki karakteristik atau ciri khas sebagai berikut;

1. Dihuni oleh penduduk dengan penghasilan rendah dengan porsi pengeluaran


untuk makan dan minum yang relative besar.
2. Pendidikan kepala keluarga pada umumnya rendah.
3. Pemakaian air bersih juga masih relatife sedikit.
4. Pembuangan sampah tidak tertata rapi, dan cenderung ada kesan berserakan.
5. Cara penduduk pembuangan membuang tinja dan kotoran lain tidak sehat.
6. Drainase kurang berfungsi dengan baik sehingga terjadi genangan air, berbau
busuk dan kotor.
1. Bangunan berhimpitan dan seadanya karena pada umumnya tidak berstatus
penempatan atau pemilihan lahan yang jelas. (Adi Prasetyo : 2009 diakses
tanggal 23/01/2011).

Disamping itu terdapat pula pendapat lain yang menyebutkan karakteristik

yang merupakan ciri-ciri dari permukiman kumuh yaitu :

2. Permukiman kumuh tersebut dihuni oleh penduduk yang padat dan berjubel,
karena adanya pertambahan penduduk yang alamiah maupun migrasi yang tinggi
dari desa.
3. Permukiman kumuh tersebut dihuni oleh warga yang berpenghasilan rendah atau
berproduksi subsistem, yang hidup di bawah garis kemiskinan.
4. Perumahan di permukiman tersebut berkualitas rendah atau masuk substandard
housing condition), yaitu dalam kategori rumah darurat ( bangunan rumah yang
terbuat dari bahan-bahan tradisional, seperti : bambu, kayu, ilalang, dan bahan-
bahan cepat hancur lainnya.
5. Kondisi kebersihan dan sanitasi rendah.
6. Langkanya pelayanan kota (urban service), seperti : air bersih, fasilitas MCK,
sistem pembuangan kotoran dan sampah serta perlindungan dari kebakaran.
7. Pertumbuhan tidak terencana sehingga penampilan fisiknya pun tidak teratur dan
terurus.
8. Secara sosial terisolir dari permukiman lapisan masyarakat lainya.
9. Permukiman tersebut pada umumnya berlokasi disekitar pusat kota dan
seringkali tak jelas pula status hukum tanah yang di tempati (Adi Prasetyo : 2009
diakses tanggal 23/01/2011).

Universitas Sumatera Utara


Kondisi rumah beserta lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak

untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial menurut (Parsudi

Suparlan : 1984). dengan kriteria antara lain7 :

1. Luas lantai perkapita, di kota kurang dari 4 m2 sedangkan di desa kurang


dari 10 m2.
2. Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya.
3. Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang belum diproses.
4. Jenis lantai tanahTidak mempunyai fasilitas tempat untuk Mandi, Cuci, Kakus
(MCK).

2. 9 Faktor Penyebab Pertumbuhan Kawasan Permukiman Kumuh

Dalam perkembangannya perumahan permukiman di pusat kota ini dapat

disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Constantinos A. Doxiadis disebutkan

bahwa perkembangan perumahan permukiman (development of human settlement)

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Growth of density (Pertambahan jumlah penduduk) : Dengan adanya pertambahan

jumlah penduduk yaitu dari kelahiran dan adanya pertambahan jumlah keluarga,

maka akan membawa masalah baru. Secara manusiawi mereka ingin menempati

rumah milik mereka sendiri. Dengan demikian semakin bertambahlah jumlah

hunian yang ada di kawasan permukiman tersebut yang menyebabkan

pertumbuhan perumahan permukiman.

2. Urbanization (Urbanisasi) : Dengan adanya daya tarik pusat kota maka akan

menyebabkan arus migrasi desa ke kota maupun dari luar kota ke pusat kota.

Kaum urbanis yang bekerja di pusat kota ataupun masyarakat yang membuka

usaha di pusat kota, tentu saja memilih untuk tinggal di permukiman di sekitar

Universitas Sumatera Utara


kawasan pusat kota (down town). Hal ini juga akan menyebabkan pertumbuhan

perumahan permukiman di kawasan pusat kota.

Menurut Danisworo dalam Khomarudin (1997: 83-112) bahwa kita harus akui

pula bahwa tumbuhnya permukiman-permukiman spontan dan permukiman kumuh

adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses urbanisasi.

Akibat dari adanya urbanisasi, muncul berbagai masalah sosial seperti

timbulnya permukiman kumuh, menurunnya pendapatan daerah, kurang terjaganya

aspek lingkungan, pendidikan yang rendah, serta timbulnya konflik sosial antar

masyarakat. Permukiman kumuh yang terjadi memberikan pengaruh negatif baik bagi

penghuninya maupun lingkungan sekitar.

Pengaruh negatif tersebut antara lain ketidaktenangan bagi penghuninya

karena tidak memiliki izin resmi mendirikan bangunan. Sedangkan bagi masyarakat

tetap, permukiman kumuh menyebabkan lingkungan kotor dan terganggunya aktifitas

kota. Selain itu, terdapat beberapa dampak lain yaitu karakteristik penduduk

tergolong ekonomi lemah terbelakang, dengan pendidikan yang relative terbatas

sehingga pengetahuan akan perumahan sehat cenderung masih kurang.

Dampak dari kondisi diatas terjadi kecenderungan akan berbagai kebiasaan

tidak sadar lingkungan seperti sifat mengotori dan mencemari sumber-sumber air,

mencemari lingkungan yang berpengaruh terhadap air permukaan, dan

memungkinkan penyebaran penyakit melalui pembuangan air limbah, Terbatasnya

teknologi terapan untuk penanganan masalah-masalah di atas seperti system

pembuanagan air limbah, sampah pengelolaan air bersih.

Universitas Sumatera Utara


Masalah permukiman kota yang lain adalah kurangnya perhatian Pemerintah

mengenai standarisasi perumahan. Standarisasi tersebut antara lain adanya MCK,

ketersediaan air bersih, ketersediaan ventilasi udara, serta standar minimum ruangan

untuk tiap individu. Penyediaan perumahan untuk masyarakat yang dilakukan oleh

pemerintah kurang memenuhi syarat ideal perumahan dan kurangnya pemenuhan

jumlah pemukiman bagi masyarakat. Akibat kurangnya standarisasi perumahan oleh

pemerintah adalah penyediaan perumahan untuk masyarakat dilakukan sendiri oleh

masyarakat tersebut secara individual maupun kelompok.

Penyebab adanya kawasan kumuh atau peningkatan jumlah kawasan kumuh

yang ada di kota adalah:

1. Faktor ekonomi seperti kemiskinan dan krisis ekonomi.


Faktor ekonomi atau kemiskinan mendorong bagi pendatang untuk mendapatkan
kehidupan yang lebih baik di kota-kota. Dengan keterbatasan pengetahuan,
ketrampilan, dan modal, maupun adanya persaingan yang sangat ketat diantara
sesama pendatang maka pendatang- pendatang tersebut hanya dapat tinggal dan
membangun rumah dengan kondisi yang sangat minim di kota-kota. Di sisi lain
pertambahan jumlah pendatang yang sangat banyak mengakibatkan pemerintah
tidak mampu menyediakan hunian yang layak.
2. Faktor bencana.
Faktor bencana dapat pula menjadi salah satu pendorong perluasan kawasan
kumuh. Adanya bencana, baik bencana alam seperti misalnya banjir, gempa,
gunung meletus, longsor maupun bencana akibat perang atau pertikaian antar
suku juga menjadi penyebab jumlah rumah kumuh meningkat dengan cepat.
(Review Artikel Mengenai Masalah Permukiman Kota, diakses tanggal
23/01/2011).

Universitas Sumatera Utara


2.10 Rumah yang Sehat dan Ekologis

Secara umum yang dimaksud dengan rumah sehat adalah sebuah rumah yang

dekat dengan air bersih, berjarak lebih dari 100 meter dari tempat pembuangan

sampah, dekat dengan sarana pembersihan, serta berada ditempat dimana air hujan

dan air kotor tidak mengenang. Pada dasarnya rumah yang baik dan pantas untuk

dihuni harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : bebas dari kelembapan; mudah

diadakan perbaikan; mempunyai cukup akomodasi dan fasilitas untuk mencuci,

mandi dan buang kotoran; serta mempunyai fasilitas yang cukup untuk menyimpan,

meracik dan memasak makanan.

Pada tahun 1947 di Inggris ada sebuah Sub Committee on standards of Fitness

for habitation yang membuat rekomendasi terhadap rumah yang akan dihuni ( Wahid

dan Nurul 2008 : 289 - 290), antara lain sebagai berikut :

1. Dalam segala hal harus kering


2. Dalam keadaan rumah diperbaiki
3. Tiap kamar mempunyai lampu dan lubang ventilasi
4. Mempunyai persediaan air bersih yang cukup untuk segala keperluan rumah
tangga
5. Mempunyai kamar mandi
6. Mempunyai tempat/kamar cuci, dengan pembuangan air limbah yang baik
7. Mempunyai sistem drainase yang baik
8. Mempunyai jamban yang mempunyai syarat kesehatan (didalam atau diluar)
9. Cukup fasilitas untuk menyimpan, meracik, dan memasak makanan
10. Tempat menyimpan makanan harus mempunyai ventilasi yang baik
11. Jalan masuk ke rumah yang baik
12. Setiap kamar mempunyai titik lampu yang cukup

Patokan yang dapat digunakan dalam membangun rumah yang ekologis

(Wahid dan Nurul 2008 : 289 - 290) adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


1. Menciptakan kawasan penghijauan di antara kawasan pembangunan sebagai
paru-paru hijau.
2. Memilih tapak bangunan yang sebebas mungkin dari gangguan/radiasi
geobiologis dan meminimalkan medan elektromagnetik buatan.
3. Mempertimbangkan rantai bahan dan menggunakan bahan bangunan alamiah.
4. Menggunakan ventilasi alam untuk menyejukkan udara dalam bangunan.
5. Menghindari kelembapan tanah naik ke dalam konstruksi bangunan dan
memajukan sistem bangunan kering.
6. Memilih lapisan permukaan dinding dan langit-langit ruang yang mampu
mengalirkan uap air.
7. Menjamin kesinambungan pada struktur sebagai hubungan antara masa pakai
bahan bangunan dan struktur bangunan.
8. Mempertimbangkan bentuk/proporsi ruang berdasarkan aturan harmonikal.
9. Menjamin bahwa bangunan yang direncanakan tidak menimbulkan masalah
lingkungan dan membutuhkan energi sedikit mungkin (mengutamakan energi
terbarukan).
10. Menciptakan bangunan bebas hambatan sehingga gedung dapat dimanfaatkan
oleh semua penghuni (termasuk anak-anak, orang tua, maupun orang cacat
tubuh).

2.11 Pengelolaan Lingkungan Hidup

Menurut Amos (2007 : 25) lingkungan adalah berasal dari kata lingkung yaitu

sekeliling, sekitar. Lingkungan adalah bulatan yang melingkungi atau melingkari,

sekalian yang terlingkung di suatu daerah sekitarnya. Lingkungan hidup

dideskripsikan dalam 3 (tiga) dimensi menurut Soeryani, 1992 dan Soertaryono, 2000

dalam Adreas (2008 : 18) adalah :

a. Lingkungan hidup alam : dapat dideskripsikan seperti ekosistem pegunungan,


laut, pantai, hutan dan lain-lain.
b. Lingkungan hidup binaan/buatan : dapat dideskripsikan, seperti jembatan,
perumahan, jaringan listrik, sawah, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara


c. Lingkungan hidup sosial : dapat dideskripsikan, seperti penduduk, kelompok
masyarakat, lapisan sosial dan lain-lain.

Lingkungan strategis internal adalah faktor-faktor internal yang dimiliki

berupa kekuatan (strongs) atau potensi dan modal dasar dalam pembangunan

sehingga perlu dipahami apa saja yang mempegaruhi lingkungan dengan dalam

sebuah pemerintahan. Adapun faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :

a. Pengaruh dimensi spiritual dalam pengembangan tata pemerintahan sangat


berpengaruh dimana proses interaksi kehidupan bermasyarakat tidak lepas dari
peranan structural kehidupan beragama dan budaya dalam membentuk tata
pemerintahan sebuah daerah dimana melihat landasan perkembangan sesuai
mekanisme dan adaptasi harus sesuai penerapan kebijakan yang akan diterapkan
b. Setiap daerah mempunyai letak yang berbeda beda berupa lingkungan yang
beraneka ragam sebagai factor penunjang dalam pelaksanaan sebuah
pemerintahan didaerah,sebuah daerah yang berkembang akan berupaya
memperhatikan lingkungan agar dapat digunakan sebagai salah satu penunjang
c. Pemerintah dalam melihat perkembangan perekonomian khususnya disektor
ekonomi harus menyesuaikan kemampuan daerahnya dalam menerapkan sebuah
ketentuan, lingkungan yang menunjang berupa keadaan alam berupa tersedia
sumber daya alam (SDA) yang dibutukan sebagai pendorong dalam pendanaan
sumber pembangunan disebuah daerah.
d. Kondisi keamanan daerah yang kondusif : salah satu syarat mutlak bagi
berlangsungnya pembangunan daerah adalah terciptanya kondisi keamanan yang
kondusif, tanpa sebuah jaminan keamanan disebuah daerah akan berdampak
negatif terhadapa perkembangan pembangunan sebuah tata pemerintahan.
e. Tersedianya Sarana dan Prasarana : sarana dan prasarana dasar yang memadai
menjadi slah satu modal dasar dalam pembangunan. Tersedianya sarana dan
prasarana perhubungan berupa jalan dan transportasi, listrik, air bersih, telepon,
bank, sarana pendidikan, rumah ibadah dan rumah sakit, merupakan salah satu
bentuk “insentif”, yang memberikan kemudahan bagi pelaku ekonomi untuk
berinvestasi. dan prasarana lebih lengkap.
f. Dukungan partisipasi masyarakat yang tinggi dalam pembangunan : salah satu
kunci sukses pembangunan adalah partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Masyarakat merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dan mempunyai kaitan
yang sangat penting dalam perkembangan pemerintahan yang baik, oleh karena
itu perlu interaksi hubungan pemerintah atau birokrasi terhadap lingkunganya
dengan menjadikan masyarakat sebagai obyek yang perlu diperhatikan dengan

Universitas Sumatera Utara


sistem transparansi agar masyarakat mengetahui kinerja pemerintah, (Marfai,
2005).

Sejak awal dalam perkembagan budayanya manusia telah berusaha untuk

mengelola dampak kegiatannya terhadap lingkungan hidup. Makin berkembang

kegiatan ekonomi dan tehnologi, makin besar dirasakan perlunya untuk mengelola

dampak kegiatan pada lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup diartikan

sebagai usaha sadar dan berencana untuk mengurangi dampak kegiatan terhadap

lingkungan hidup sampai pada tingkat yang minimum dan untuk mendapatkan

manfaat yang optimum dari lingkungan hidup untuk mencapai kesejahteraan yang

berkelanjutan (Otto, 2001 : 85).

Pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya terpadu untuk melestarikan

fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,

pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan

hidup serta managemen lingkungan hidup. Dasar dan prinsip pengelolaan lingkungan

hidup adalah untuk mencapai kelestarian hubungan manusia dengan lingkungan

hidup sehingga dapat membangun manusia seutuhnya dan mewujudkan manusia

sebagai bagian lingkungan hidup dan tidak akan dapat dipisahkan. (Baiquni, M dan

Susilawardani : 2002).

Pengelolaan lingkungan hidup sering didefinisikan sebagai upaya terpadu

untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan,

pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan

pengendalian lingkungan hidup. Pelaksanaannya dilakukan oleh instansi pemerintah

Universitas Sumatera Utara


sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing, masyarakat, serta

pelaku pembangunan lainnya dengan memperhatikan keterpaduan perencanaan dan

kebijakan nasional pengelolaan lingkungan hidup.

(http://www.scribd.com/doc.pengelolaan-lingkungan-hidup diakses tanggal

21/1/2011).

Menurut Moh. Soerjani dkk (1987 : 150) menyatakan pengelolaan lingkungan

hidup adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan,

pengawasan, pengendalian, pemulihan dan pengembangan lingkungan hidup.

Sikap dan kelakuan manusia terhadap lingkungan sangat didominasi oleh

pertimbangan ekonomi, baik ekonomi perorangan maupun ekonomi negara. Tujuan

ekonomi bahkan berlebihan sehingga mendorong terjadinya eksploitasi lebih tanpa

diikuti oleh tindakan perlindungan yang memadai. Sikap dan kelakuan itu juga

dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan atau lebih tepat kurangnya penhargaan

masyarakat tentang fungsi ekologi lingkungan hidup yang memberikan layanan pada

manusia. Akibatnya adalah terjadi kerusakan lingkungan hidup yang parah yang

mengancam keberlanjutan kehidupan. Untuk mengatasi hal ini sikap dan kelakuan

masyarakat, termasuk para birokrat, haruslah diubah menjadi ramah lingkungan.

Menurut Otto (2001 : 92-94) ada tiga cara untuk mengubah sikap dan kelakuan yaitu :

1. Instrumen pengaturan dan pengawasan. Tujuannya untuk mengurangi pilihan


pelaku dalam usaha pemanfaatan lingkungan hidup. Misalnya dengan zonasi dan
pelarangan kegiatan yang merusak lingkungan hidup.
2. Instrumen ekonomi. Tujuannya ialah untuk mengubah nilai untung relatif
terhadap rugi bagi pelaku dengan menberikan insentif-disinsentif ekonomi.
Instrumen insentif-disinsentif itu menghasilkan untung rugi berupa uang bersifat
pertimbangan Tangible merupakan dororngan yang kuat untuk kelakuan pro-

Universitas Sumatera Utara


lingkungan hidup dan hambatan untuk kelakuan anti lingkungan hidup. Misalnya
pengurangan pajak untuk produksi dan penggunaan alat hemat energi dan denda
untuk pelanggaran peraturan.
3. Instrumen suasif. Mendorong masyarakat secara persuasif bukan paksaan.
Tujuannya ialah untuk mengubah persepsi hubungan manusia dengan lingkungan
hidup kearah membesarkan untung relatif terhadap rugi. Instrumen terdiri atas
pendidikan, pelatihan, dan penyebaran informasi bertujuan untuk
membangkitkan rasa kewajiban moral.
Pembangunan yang berwawasan lingkungan pada prinsipnya mengupayakan

terselengaranya pembangunan secara berkelanjutan. Oleh karena itu, perlindungan

sumberdaya alam dan ekosistem, sebagai penunjang utama keberlangsungan tersebut

mutlak diperlukan. Dengan kata lain, pembangunan harus senantiasa memperhatikan

kelestarian sumberdaya alam dan ekosistem secara umum untuk menjamin

pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan (Amien, 2005 : 151).

Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004

dengan PP No. 25 Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup titik tekannya ada di

Daerah, maka kebijakan nasional dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit

PROPENAS merumuskan program yang disebut sebagai pembangunan sumberdaya

alam dan lingkungan hidup. Program itu mencakup :

1. Program Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam


dan Lingkungan Hidup.
Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang
lengkap mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya alam dan lingkungan
hidup melalui inventarisasi dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi.
Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini adalah tersedia dan teraksesnya
informasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup, baik berupa infrastruktur data
spasial, nilai dan neraca sumberdaya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat
luas di setiap daerah.

2. Program Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi


Sumber Daya Alam.

Universitas Sumatera Utara


Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan
pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan
mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam program ini adalah termanfaatkannya,
sumber daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku industri secara
efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di program adalah terlindunginya
kawasan-kawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya
alam yang tidak terkendali dan eksploitatif

3. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan


Hidup.

Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya
mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas
lingkungan yang rusak akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan,
serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya
kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya kualitas
lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan
yang ditetapkan.

4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber


Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan Hidup.

Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem


hukum, perangkat hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk
mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian lingkungan hidup
yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah tersedianya
kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan
didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksannya upaya
penegakan hukum secara adil dan konsisten.

5. Progam Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam


dan Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup.

Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian
pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan
pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sasaran program ini adalah tersediaanya
sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian
fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan
keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan. Diakses tanggal
17/02/2011.

Universitas Sumatera Utara


Pelestarian lingkungan hidup ialah bahwa “tanah air milik suatu masyarakat

bangsa bukannya merupakanwarisan dari nenek moyang melainkan dipinjam dari

generasi-generasi yang masih akan lahir kemudian”. Maknanya yang hakiki ialah

bahwa generasi yang hidup sekarang ini berkewajiban mutlak untuk memelihara dan

memanfaatkan kekayaan alam sedemikian rupa sehingga lingkungan hidup yang

aman, nyaman, sehat, terpelihara, dan tidak rusak diwariskan kepada generasi-

generasi yang akan datang. Tidak ada yang salah apabila generasi yang hidup

sekarang memanfaatkan kekayaan alam dan lingkungan hidup demi peningkatan

kesejahteraan masyarakat, karena pembangunan memang menuntut pemanfaatan

tersebut, para pakar menyebutnya sebagai pembangunan berkelanjutan yang

berwawasan lingkungan.

Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda

lagi dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara

saja, melainkan tanggung jawab setiap insan di bumi, dari balita sampai manula.

Setiap orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup di

sekitar kita sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sekecil apa pun usaha yang

kita lakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni bagi

generasi anak cucu kita kelak. (Sondang, 1999 : 28).

2.12 Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial di Indonesia yang tidak

mudah untuk diatasi. Beragam upaya dan program dilakukan untuk mengatasinya

tetapi masih banyak di temui permukiman masyarakat miskin hampir setiap sudut

Universitas Sumatera Utara


kota. Keluhan yang paling sering disampaikan mengenai permukiman masyarakat

miskin tersebut adalah rendahnya kualitas lingkungan yang dianggap sebagai bagian

kota yang mesti disingkirkan. Penyebab kemiskinan di kota-kota besar hampir sama

disetiap Negara. Berikut salah satu penyebab kemiskinan :

1. Kurangnya lapangan pekerjaan yang tersediakan : Jumlah lapangan pekerjaan

tidak seimbang dengan jumlah penduduk yang ada dimana lapangan pekerjaan

lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduknya.

2. Daerah Kumuh : Dampak dari kemiskinan yang ada di kota besar, kini muncul

daerah-daerah kumuh hampir dapat di temui di pinggiran kota maupun di setiap

sudut kota. Dengan bangunan dan lahan seadanya, mereka membangun tempat

tinggal di bantaran kali, pinggiran rel kereta api dan kolong jembatan.

Daerah slum adalah daerah yang sifatnya kumuh tidak beraturan yang terdapat

di kota atau perkotaan. Daerah slum umumnya dihuni oleh orang-orang yang

memiliki penghasilan sangat rendah, terbelakang, pendidikan rendah, jorok, dan lain

sebagainya. Banyak terdapat daerah slum baik di tengah maupun pinggiran kota.

Berikut ini adalah ciri-ciri daerah slum :

1. Banyak dihuni oleh pengangguran


2. Tingkat kejahatan / kriminalitas tinggi
3. Demoralisasi tinggi
4. Emosi warga tidak stabil
5. Miskin dan berpenghasilan rendah
6. Daya beli rendah
7. Kotor, jorok, tidak sehat dan tidak beraturan
8. Warganya adalah migran urbanisasi yang migrasi dari desa ke kota
9. Fasilitas publik sangat tidak memadai
10. Warga slum yang bekerja kebanyakan adalah pekerja kasar dan serabutan

Universitas Sumatera Utara


11. Bangunan rumah kebanyakan gubuk / gubug dan rumah semi permanen.
(http://webcache.googleuserconten.comJakartabutuhrevolusibudaya.com/2008
/04/14 kemiskinan dan perkumuhan diakses pada tanggal 3/02/2011)

2.13 Solusi yang Berkelanjutan untuk Mengatasi Kemiskinan dan Daerah

Kumuh Di perkotaan

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi masalah kemiskinan

dan daerah-daerah kumuh di perkotaan. Antara lain:

1. Membuka Balai Latihan Kerja : salah satu faktor kemiskinan adalah tidak

mendapatkan pekerjaan sebagai sumber mata pencaharian. Hal ini dapat

dikarenakan terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia, pendidikan yang

rendah atau tidak mempunyai keterampilan kerja yang diharapkan oleh

perusahaan. Sehingga mereka yang tidak memenuhi kriteria para pencari kerja

akan tersingkir oleh orang-orang yang memiliki keterampilan kerja. Akhirnya

mereka kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan. Hal tersebut dapat

diatasi dengan membuka balai latihan kerja yang memberikan pelatihan-

pelatihan/keterampilan sesuai dengan kriteria para pencari kerja sehingga mereka

menjadi tenaga-tenaga siap kerja yang dibutuhkan para pencari kerja.

2. Aktivitas Hijau Di Lingkungan Kumuh : daerah yang semestinya menjadi daerah

hijau atau daerah resapan banyak yang sudah berubah fungsi menjadi daerah

kumuh. Jika digusur bukannya menghilang malah semakin bertambah dan

bertambah seperti jamur di musim hujan. Yang perlu dilakukan adalah

masyarakat kumuh diberikan penyuluhan dan pembinaan yaitu dengan aktifitas

Universitas Sumatera Utara


hijau seperti melakukan daur ulang sampah menjadi pupuk atau memilah sampah

untuk didaur ulang sehingga dapat memberikan penghasilan untuk dapat

menunjang hidup.

3. Membangun Perumahan Murah : membangun perumahan di bantaran kali,

kolong jembatan, ataupun di pinggiran rel kereta api memang tidak dibenarkan.

Biaya perumahan yang sangat tinggi itulah yang menjadi alasan mereka untuk

membangun tempat tinggal seadanya di daerah –daerah yang tidak semestinya.

Untuk itulah peran pemerintah diperlukan untuk membantu menyediakan

perumahan/tempat tinggal murah bagi penduduk yang ekonomi-nya masih di

bawah standar. (http://webcache:masyarakat11.wordpress.com/2011/01/27

kemiskinan dan perkumuhan kumuh diakses tanggal 3/02/2011).

Langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan untuk penataan lingkungan

permukiman kumuh adalah :

1. Lebih mengefektifkan penertiban administrasi kependudukan bekerja sama

dengan perangkat desa yang mewilayahi permukiman kumuh.

2. Penataan kembali lingkungan dengan penyediaan kamar mandi dan jamban

umum, program sanimas dan pengelolaan sampah swadaya di permukiman

kumuh.

3. Peningkatan perilaku hidup sehat masyarakat

4. Sosialisasi kebijakan pemerintah kota terkait dengan program penataan kembali

permukiman kumuh perlu lebih digalakkan dengan melibatkan kelompok

masyarakat di permukiman kumuh.

Universitas Sumatera Utara


Dalam mewujudkan lingkungan sehat berakar pada upaya perbaikan kualitas

lingkungan sosial budaya masyarakat bertumpu pada dua aspek utama yakni :

a. Partisipasi masyarakat untuk mengendalikan nilai-nilai luhur dalam proses

kehidupan sosialnya. Dalam bentuk operasional perbaikan lingkungan sosial

budaya dengan mengikutsertakan partisipasi masyarakat dalam upaya

peningkatan kesadaran masyarakat untuk berprilaku sehat dalam aspek mikro

seperti kebersihan rumah tangga, dan lain-lain.

b. Kebijakan pemerintah : melakukan intervensi langsung dalam proses dinamika

sosial. (Fuad 1996 : 136).

2.14 Isu Sosial Budaya dalam Perencanaan dan Pembangunan Kota

Masalah-masalah yang terjadi diper-kotaan, utamanya kota-kota di dunia

ketiga, terutama disebabkan oleh masalah-masalah sosial budaya, yaitu segala sesuatu

yang menyangkut kehidupan manusia. Masalah sosial budaya yang kerap muncul di

Indonesia antara lain:

1. Pengangguran : migrasi tenaga kerja tidak terdidik keper-kotaan lebih besar

jumlahnya ketimbang tenaga kerja terdidik. Golongan tenaga kerja seperti ini

tidak mampu bersaing pada sektor-sektor ekonomi formal. Di pihak lain, krisis

ekonomi dan instabilitas politik menyebabkan lesunya iklim investasi.

Akibatnya, bahkan tenaga kerja terdidik pun tidak dapat terserap oleh minimnya

lapangan kerja yang tersedia.

2. Kemiskinan : tidak seimbangnya jumlah tenaga kerja dan lapangan kerja yang

tersedia, mengakibatkan rendahnya kesempatan kerja. Pendapatan yang diperoleh

Universitas Sumatera Utara


sebagian warga kota yang mengandalkan sektor informal sebagian besar tidak

mampu mengangkat derajat ekonomi yang layak untuk mereka memenuhi

kebutuhan dasar: sandang-pangan-perumahan-pendidikan. Akibatnya,

kemiskinan adalah salah satu masalah besar yang dihadapi oleh banyak kota di

Indonesia yang mengakibatkan pula berbagai masalah sosial lainnya.

3. Kriminalitas dan rawan konflik : merupakan salah satu efek dari tingginya

angka pengangguran, rendahnya pendapatan, serta kesenjangan ekonomi yang

tinggi di perkotaan adalah tingginya juga kriminalitas, yang sering

dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi. Di samping itu, kota di Indonesia juga

rawan konflik oleh kesenjangan, perebutan lahan pendapatan, sampai

kecemburuan etnis.

4. Kesenjangan ekonomi dan aksesibilitas pelayanan publik : yang paling

menonjol adalah kesenjangan ekonomi, di mana terdapat perbedaan ekstrim kelas

sosial ekonomi di perkotaan. Kesenjangan ekonomi ini menyebabkan pula

kesenjangan dalam aksesiblitas pelayanan publik. Sarana pelayanan umum yang

tersedia di perkotaan-listrik, air, pelayanan sampah-hampir tidak ada yang gratis

di perkotaan. Hal inilah salah satu penyebab mengapa kaum miskin kota lebih

banyak tinggal di tepi sungai, terutama untuk kebutuhan air dan sarana MCK

yang dapat diperoleh secara cuma-cuma dari air sungai.

5. Perumahan : buruknya kualitas perumahan merupakan akibat lain dari

rendahnya pendapatan. Masalahnya selain kuantitas menyangkut juga sanitasi

yang buruk, sehingga akan berpengaruh pula terhadap kualitas kesehatan warga.

Universitas Sumatera Utara


Perkampungan kumuh yang umum terjadi di kota besar merupakan salah satu

upaya warga miskin kota untuk survive di perkotaan, yang secara fisik-

lingkungan-kesehatan jauh dari standar hdup layak.

6. Good governance dan partisipasi publik : masa orde baru di Indonesia ditandai

oleh pemerintahan desentralisasi yang rawan penyimpangan, terutama korupsi dan

rendahnya kualitas pelayanan. Akibatnya, keputusan-keputusan yang menyangkut

kepentingan publik diputuskan tanpa partisipasi publik, sehingga kepentingan publik

tidak terakomodasi secara baik dan adil dalam pembangunan dan rencana kota. Dalam

(Wahyuni Zahrah (USU) : 2009).

2.15 Kemiskinan

Kemiskinan memiliki banyak definisi. Sebagian orang memahami istilah

kemiskinan dari perspektif subyektik dan komparatif, sementara yang lainnya

melihatnya dari segi moral dan evaluatif. Meskipun sebagian besar konsepsi

mengenai kemiskinan sering dikaitkan dengan aspek ekonomi, kemiskinan sejatinya

menyangkut pula dimensi material, sosial, kultur, institusional dan struktural. Piven

dan Cloward (1993) dan Swanso (2001) dalam Edi Suharto, 2009 : 15 - 16 yaitu :

1. Kemiskinan menggambarkan adanya kelangkaan materi atau barang-barang yang

diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti makanan, pakaian dan

perumahan.

Universitas Sumatera Utara


2. Kesulitan memenuhi kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial,

ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.

Seperti pendidikan, kesehatan dan informasi.

Berdasarkan studi SMERU, Suharto (2006 : 132) dalam Edi Suharto 2009 : 16

menunjukkan kriteria yang menandai kemiskinan :

1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang dan


papan)
2. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik dan mental
3. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak telantar, wanita korban
tindak kekerasan rumag tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil
4. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang memadai
dan berkesinambungan.
5. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan,
sanitasi, air bersih dan transportasi.

Secara konseptual, kemiskinan bisa diakibatkan oleh empat faktor yaitu :

1. Faktor individual. Terkait dengan aspek patologis, termasuk kondisi fisik dan
psikologis si miskin. Orang miskin disebabkan oleh perilaku, pilihan atau
kemampuan dari si miskin itu sendiri dalam mengahadapi hidupnya.
2. Faktor sosial. Kondisi-kondisi lingkungan sosial yang menjebak seseorang
menjadi miskin. Misalnya, diskriminasi berdasarkan usia, gender, etnis yang
menyebabkan seseorang menjadi miskin. Termasuk dalam faktor ini adalah
kondisi sosial dan ekonomi keluarga si miskin yang biasanya menyebabkan
kemiskinan antar generasi.
3. Faktor kultural. Kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan kemiskinan.
Faktor ini secara khusus sering menunjukkan pada konsep kemiskinan kultural
atau “budaya kemiskinan” yang menghubungkan kemiskinan dengan kebiasaan
hidup atau mentalitas. Sikap-sikap negatif seperti malas, fatalisme atau menyerah
pada nasib, tidak memiliki jiwa wirausaha dan kurang menghargai etos kerja.
4. Faktor struktural. Menunjukkan pada struktur atau sistem yang tidak adil, tidak
sensitif dan tidak accessible sehingga menyebabkan seseorang atau sekelompok
orang menjadi miskin. Sebagai contoh, sistem ekonomi neoliberalisme yang
diterapkan di Indonesia telah menyebabkan para petani, nelayan, dan pekerja
sektor informal terjerat oleh, dan sulit keluar dari, kemiskinan. Sebaliknya,
stimulus ekonomi, pajak dan iklim investasi lebih menguntungkan orang kaya dan
pemodal asing untuk terus menumpuk kekayaan. Edi Suharto (2009 : 18).

Universitas Sumatera Utara


Dengan menggunakan perspektif yang lebih luas lagi, David Cox (2004 : 1-6)
dalam Edi Suharto (2009 : 18-19) membagi kemiskinan dalam beberapa dimensi
yaitu :

1. Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi melahirkan negara


pemenang dan negara kalah. Pemenang umumnya adalah negara-negara maju.
Sedangkan negara-negara berkembang seringkali semakin terpinggirkan oleh
persaingan dan pasar bebas yang merupakan prasyarat globalisasi.
2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan subsistem
(kemiskinan akibat rendahnya pembangunan), kemiskinan perdesaan (kemiskinan
akibat peminggiran perdesaan dalam proses pembangunan), kemiskinan
perkotaan (kemiskinan yang disebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan
perkotaan).
3. Kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak, dan
kelompok minoritas akibat kondisi sosial yang tidak menguntungkan mereka,
seperti bias gender, diskriminasi atau eksploitasi ekonomi.
4. Kemiskinan konsekuensial. Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain
atau faktor-faktor eksternal di luar si miskin, seperti konflik, bencana alam,
kerusakan lingkungan, dan tingginya jumlah penduduk.

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi

kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan

kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan

dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan

merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif

dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan

yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.

Dinas Sosial mendefinisikan orang miskin adalah mereka yang sama sekali

tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mampu memenuhi kebutuhan

dasar mereka yang layak bagi kemanusiaan dan mereka yang sudah mempunyai mata

Universitas Sumatera Utara


pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi

kemanusiaan.

Penyebab kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi dua (2) golongan :

1. Kemiskinan yang ditimbulkan oleh faktor alamiah, yaitu kondisi lingkungan

yang miskin, ilmu pengetahuan yang tidak memadai, adanya bencana alam dan

lain-lain. Dengan kata lain kemiskinan yang disebabkan mereka memang miskin.

2. Kemiskinan yang disebabkan faktor non alamiah, yaitu adanya kesalahan

kebijakan ekonomi, korupsi, kondisi politik yang tidak stabil, kesalahan

pengelolaan sumber daya alam.

Namba A. (2003) menyatakan bahwa kemiskinan yang disebabkan kesalahan

pengelolaan sumberdaya alam sehingga menimbulkan kerusakan ekosistem lebih sulit

diatasi dibandingkan penyebab kemiskinan yang lain. Karena kemiskinan yang

disebabkan kerusakan ekosistem permasalahnya sangat komplek dan rumit.

Profil kemiskinan dapat dilihat dari karakteristik ekonominya seperti sumber

pendapatan, pola konsumsi/pengeluaran, tingkat beban tanggungan dan lain-lain. Juga

perlu diperhatikan profil kemiskinan dari karakteristik sosial-budaya dan karakteristik

demografinya seperti tingkat pendidikan, cara memperoleh fasilitas kesehatan, jumlah

anggota keluarga, cara memperoleh air bersih dan sebagainya.

2.16 Strategi Pengentasan Kemiskinan

Penanganan masalah kemiskinan harus dilakukan secara menyeluruh dan

kontekstutal, menyeluruh berarti menyangkut seluruh penyebab kemiskinan,

Universitas Sumatera Utara


sedangkan kontekstual mencakup faktor lingkungan si miskin. Untuk dapat

merumuskan kebijakan yang tepat dalam menangani kemiskinan perlu pengkajian

yang mendalam tentang profil kemiskinan itu sendiri. Sehingga aktivitas ekonomi

yang dilakukan masyarakat sesuai dengan karakteristik masayarakat tersebut dan

dapat berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan (sustainable).

Beberapa kebijakan yang disarankan untuk tetap ditindaklanjuti dan

disempurnakan implementasinya adalah :

1. Perluasan Akses Kredit Masyarakat

Penyediaan fasilitas kredit merupakan salah satu alternatif yang dapat

dikembangkan untuk mengurangi kemiskinan, terutama pada tataran

implementasinya. Namba (2003) bahwa instrumen kebijakan pembangunan lebih

efektif mereduksi kemiskinan secara tajam dibanding dengan mengandalkan

masyarakat hidup dari sumber-daya alam yang kaya-raya tanpa ditunjang dengan

kebijakan yang memihak pada masyarakat miskin. Artinya jika masyarakat yang

tinggal di lingkungan kaya akan sumberdaya alam dan mendapat kebijakan yang

menyentuh mereka, maka mereka akan lebih bijak dan peduli dalam mengolah

sumberdayanya.

(Baden: 1993) Yunus dalam Mubyarto (2003) mengenalkan model kredit

mikro yang telah berhasil diterapkan di Bangladesh yang terkenal dengan nama

Grameen Bank. Sekitar 10 kelompok perempuan miskin, masing-masing beranggota

5 orang, ketika kita mendekati tempat pertemuan mereka, mengucapkan sumpah/janji

berupa “16 keputusan” (sixteen decisions) antara lain melaksanakan KB, mendidik

Universitas Sumatera Utara


anak, hanya minum air putih yang dimasak atau air sumur yang sehat, dan menahan

diri dari membayar atau memakai “mahar” dalam perkawinan anak-anaknya. Semua

sumpah/janji ini dapat diringkas dalam 4 asas hidup Grameen Bank, yaitu disiplin,

bersatu, berani, dan bekerja keras. Grameen Bank yang mulai beroperasi tahun 1976,

lima (5) tahun setelah kemerdekaan Bangladesh, telah terbukti dapat mengurangi

angka kemiskinan di negara tersebut.

2. Peningkatan Tingkat Pendidikan Masyarakat

Kualitas sumberdaya manusia sangat terkait dengan pendidikan masyarakat.

Kebijakan Wajib belajar sembilan tahun kiranya patut ditinjau ulang untuk

ditingkatkan menjadi dua belas tahun, sehingga tuntutan minimal masyarakat

berpendidikan SMA. Kebijakan ini perlu diiringi dengan kebijakan lain yang dapat

menampung dan mengatasi anak putus sekolah yang cenderung menjadi anak jalanan.

Dengan meningkatnya pendidikan masyarakat kualitas sumberdaya manusia menjadi

lebih baik sehingga kesadaran masayarakat akan masa depan menjadi lebih baik.

Kondisi ini akan mendorong masyarakat untuk lebih berkreasi dalam meningkatkan

taraf hidupnya.

3. Menciptakan Lapangan Kerja

Untuk mengimbangi meningkatnya pendidikan masyarakat pemerintah perlu

menciptakan lapangan kerja. Menciptakan lapangan kerja dapat dilakukan dengan

meningkatkan saving (S) dan investasi (I), baik investasi domestik maupun foreign

direct invesment (FDI).

4. Membudayakan Entrepreneurship

Universitas Sumatera Utara


Dengan membudayanya sikap Entrepreneurship pada masyarakat diharapakan

masyarakat dapat berpartisipasi dalam mengurangi angka pengangguran, sebab

mereka dapat menciptakan lapangan kerja untuk diri sendiri dan orang lain. Dengan

kata lain peran entrepeneur sangat besar, yaitu: (1) menambah produksi nasional(2)

menciptakan kesempatan kerja (3) membantu pemerintah mengurangi pengangguran

(4) membantu pemerintah dalam pemerataan pembangunan (5) menambah sumber

devisa bagi pemerintah (6) menambah sumber pendapatan negara dengan membayar

pajak.

2.17 Tridaya: Melawan Keterbatasan Mewujudkan Keterjangkauan dalam

Pembangunan Perumahan dan Pemukiman

Hakekat pembangunan perumahan dan permukiman menyangkut kepentingan

hajat hidup orang banyak yang penyelenggaraannya melibatkan banyak unsur.

Rumah yang layak di lingkungan permukiman yang sehat merupakan tempat

berlindung dan membina keluarga. Tersedianya berbagai kemudahan, berupa air

bersih, sanitasi, fasilitas persampahan, saluran pembuangan air hujan, dan sebaginya

memberi rasa aman dan nyaman kepada keluarga untuk hidup, berusaha dan bekerja.

Lingkungan permukiman yang sehat disertai dengan perilaku hidup sehat akan

mendorong produktivitas kerja, pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan

ekonomi keluarga.

Pembangunan perumahan dan permukiman pada dasarnya juga berperan

dalam peningkatan kesejahteraan rakyat melalui penciptaan lapangan kerja dan

Universitas Sumatera Utara


kesempatan usaha. Pembangunan perumahan, baik dari sisi pelaksanaannya maupun

pemanfaatannya, dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor ekonomi lainnya,

seperti penyerapan tenaga kerja konstruksi, penggunaan bahan-bahan bangunan,

pembelian berbagai macam perabotan rumah tangga, pemanfataan rumah sebagai

tempat usaha dan sosial. Maka, pembangunan perumahan dan permukiman dapat

bersifat konsumtif maupun produktif.

Berdasarkan kondisi psiko-sosial-ekonomi, permasalahan perumahan dan

permukiman yang dihadapi cukup beragam, diantaranya arus urbanisasi yang pesat,

langkanya lahan murah, tingkat disiplin kebersihan penduduk kota yang masih

rendah, lemahnya pengendalian tata ruang, kebutuhan perumahan yang cukup tinggi,

kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah, rendahnya pemahaman masyarakat

terhadap rumah dan lingkungan sehat, serta kebiasan-kebiasaan dan tradisi yang tidak

mendukung perilaku hidup sehat. Semua ini dapat menyebabkan kuantitas dan

kualitas perumahan dan permukiman jauh dari harapan ideal, yakni setiap keluarga

menempati rumah yang layak di lingkungan permukiman yang sehat.

Pendekatan yang dilakukan untuk penyelenggaraan perumahan dan

permukiman adalah :

Pertama : Berdasarkan azas Tridaya yang bertujuan mendayagunakan

komponen masyarakat, usaha, ekonomi dan prasarana dan sarana lingkungannya.

Dalam pendekatan ini kegiatan penyiapan masyarakat, pemberdayaan kegaiatan

usaha ekonomi komunitas, dan pendayagunaan sarana dan prasarana lingkungan

sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Universitas Sumatera Utara


Kedua : Pembangunan yang berkelanjutan, pembangunan perumahan dan

permukiman merupakan kegiatan yang berkelanjutan. Pembangunan perlu

mempertimbangkan kelestarian dan keseraian lingkungan dan keseimbangan

sumberdaya yang ada dan daya dukungnya sejak tahap perencanaan, pengelolaan dan

pengembangannya. Sehingga tumbuh selaras dengan prinsip pembangunan

berkelanjutan baik secara ekonomi, lingkungan , sosial dan budaya.

Ketiga : Pembangunan berwawasan kesehatan. Kesehatan lingkungan

perumahan dan permukiman sangat mempengaruhi kualitas kesehatan masyarakat

yang menghuninya. Selain itu juga sangat mendukung upaya penanganan

permukiman kumuh dan upaya pencegahan terjadinya permukiman yang tidak sehat

(kahficenter.wordpress.com/tridaya_melawan_keterbatasan_mewujudkan

ketergantungan diakses 08/09/2011).

Penanganan perbaikan permukiman kumuh tidak semata-mata melalui

kegiatan yang sifatnya fisik, tetapi yang lebih penting juga bukan fisik yaitu

memberdayakan masyarakat.

a. Pemberdayaan

Dengan keterbatasan keuangan negara dan rendahnya kemampuan masyarakat

untuk membangun perumahan dan permukiman sehat, maka pembangunan

perumahan dan permukiman tidak dapat mengandalkan pada peran pemerintah

belaka. Oleh karenanya, penanganan masalah dan kebutuhan akan perumahan perlu

Universitas Sumatera Utara


didekati melalui berbagai strategi sesuai dengan kondisi dan potensi yang ada di

masyarakat.

Ada tiga pendekatan atau strategi yang dapat ditempuh untuk pembangunan

perumahan dan permukiman yang melibatkan peran serta masyarakat. Pertama adalah

pendekatan kesejahteraan (welfare strategy) dimana peran birokrasi atau pemerintah

sangat dominan. Dalam pendekatan kesejahteraan ini pemerintah memberi bantuan

penuh kepada masyarakat yang membutuhkan rumah. Masyarakat yang dibantu

tergolong dalam kelompok yang rentan atau sangat miskin, seperti kelompok

masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, pengungsi akibat konflik sosial

dan etnis, yang memerlukan uluran tangan dari pemerintah atau pihak luar agar dapat

hidup layak.

Kedua adalah strategi responsif atau responsive strategy dimana peran

birokrasi masih dominan. Dalam strategi ini masyarakat yang dibantu adalah mereka

yang berpenghasilan rendah dan secara ekonomi kurang aktif atau mereka yang

terkena bencana alam atau musibah lainnya, seperti pergusuran, krisis ekonomi,

dengan tujuan memulihkan kembali kepada kehidupan normal atau kondisi yang

lebih baik. Sedang strategi ketiga adalah pendekatan pemberdayaan atau

empowerment strategy dimana peran masyarakat dominan. Fokus dari strategi ini

adalah kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah dan aktif secara ekonomi

serta tidak memiliki akses kepada sumber daya perumahan. Tujuan dari pendekatan

pemberdayaan adalah untuk memampukan masyarakat memecahkan sendiri masalah

yang dihadapi dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya.

Universitas Sumatera Utara


Dalam era reformasi konsep Tribina berubah nama menjadi Tridaya, karena

kata bina lebih diartikan sebagai obyek pembinaan (top-down) dari pemerintah,

sedang kata daya lebih kepada prakarsa dan potensi yang tumbuh dari masyarakat.

Masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah, yang diperankan oleh fasilitator atau

konsultan pembangunan, adalah mereka yang menerima manfaat langsung atau yang

terkena dampak dari proyek pemerintah. Melalui daya manusia, dilaksanakan proses

penyadaran untuk menumbuhkan pengertian, pengetahuan, kepedulian dan rasa

memiliki. Mereka difasilitasi untuk mendapatkan akses ke sumber daya

pembangunan yang tidak mereka miliki. Melalui daya usaha, penerima manfaat

proyek diberi bekal pengetahuan dan keterampilan usaha yang dapat membantu

upaya-upaya peningkatan pendapatan.

Melalui daya lingkungan komunitas yang terkena dampak proyek diajak

untuk mengenali sumber permasalahan yang dihadapi dengan melakukan survei

kampung sendiri atau self-assessment survey. Hasil survey dipaparkan dalam acara

rembug warga. Dari hasil rembug warga kemudian diputuskan prioritas pembangunan

komponen prasarana dan sarana lingkungan, yang hasilnya berupa Rencana Tindak

Komunitas atau Community Action Plan. Melalui proses penyadaran (diseminasi dan

sosialisasi, rembug warga, dan fasilitasi), pengorganisasian dan pengelolaan

komunitas (lembaga akar rumput), serta pendampingan, maka hasil pembangunan

diharapkan dapat lebih efektif dan berkelanjutan.

Pola pemberdayaan yang diterapkan dewasa ini sudah lebih mendalam, karena

adanya komponen baru dalam penyelenggaraan proyek perumahan swadaya atau

Universitas Sumatera Utara


peningkatan kualitas lingkungan, yaitu penyediaan kredit mikro. Dengan adanya

komponen pembiayaan perumahan, baik untuk perbaikan rumah maupun

pembangunan baru, maka pengorganisasian komunitas (lembaga akar rumput)

menjadi dominan. Konsep modal sosial (social capital) menjadi perhatian terhadap

penguatan (community capacity building) organisasi dan kelembagaan

komunitas/akar rumput. Semua ini dilaksanakan agar resiko dalam penggunaan dana

untuk kredit mikro menjadi lebih terkendali.

Berbagai kendala yang berkaitan dengan pemberdayaan masayarakat dapat

dikenali yang dapat menghambat proses perkuatan kapasitas organisasi dan lembaga

masyarakat. Tingkat pendidikan yang belum tinggi dan merata membuat sulit untuk

menyetarakan perspesi serta menyerasikan langkah dan gerak masyarakat. Tingkat

ekonomi masyarakat yang masih rendah juga cukup sulit untuk memperoleh

percepatan tinggi dalam mewujudkan pembangunan yang bertumpu pada prakasa

kelompok.

Kondisi alam (ekologi) kepulauan dan kondisi fisik lingkungan yang beragam

cukup sulit untuk menyelenggarakan diseminasi dan sosialisasi. Kondisi sosial-

budaya yang terutama dipengaruhi ketiga unsur di atas menurunkan potensi-potensi

yang telah mengakar di masyarakat. Irama dan gaya kehidupan di perkotaan dan

perdesaan yang cukup jauh berbeda cukup sulit untuk menyelenggarakan

pembangunan berimbang. Lebih dari itu kendala waktu juga mempengaruhi

keefektifan dari proses pemberdayaan, serta keterlibatan instansi lain yang terikat

oleh perundangan otonom menjadikan konsep Tridaya tidak sepenuhnya tertangani

Universitas Sumatera Utara


secara holistik. (www.pemberdayaan.com/pemberdayaan-masyarakat-pembangunan-

berkelanjutan diakses 27/08/2011).

b. Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan sustainable

development

Dimana pemberdayaan masyarakat merupakan suatu prasyarat utama serta

dapat diibaratkan sebagai gerbong yang akan membawa masyarakat menuju suatu

keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis. Lingkungan strategis

yang dimiliki oleh masyarakat lokal antara lain mencakup lingkungan produksi,

ekonomi, sosial dan ekologi. Melalui upaya pemberdayaan, warga masyarakat

didorong agar memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya yang

dimilikinya secara optimal serta terlibat secara penuh dalam mekanisme produksi,

ekonomi, sosial dan ekologi-nya. Secara ringkas keterkaitan antara pemberdayaan

masyarakat dengan sustainable development.

Aspek penting dalam suatu program pemberdayaan masyarakat adalah

program yang disusun sendiri oleh masyarakat, mampu menjawab kebutuhan dasar

masyarakat, mendukung keterlibatan kaum miskin dan kelompok yang terpinggirkan

lainnya, dibangun dari sumberdaya lokal, sensitif terhadap nilai-nilai budaya lokal,

memperhatikan dampak lingkungan, tidak menciptakan ketergantungan, berbagai

pihak terkait terlibat (instansi pemerintah, lembaga penelitian, perguruan tinggi,

LSM, swasta dan pihak lainnya), serta dilaksanakan secara berkelajutan,

(www.pemberdayaan.com/pemberdayaan-masyarakat-pembangunan-berkelanjutan

diakses 27/08/2011)

Universitas Sumatera Utara


3 (tiga) pendekatan penataan kawasan kumuh dalam (Jurnal KOMUNITAS

Vol.-4 No.3 November 2008) diakses 27/08/2011 :

1. Pendekatan Penataan/Revitalisasi Lingkungan Permukiman Kumuh

Kegiatan Revitalisasi merupakan daya dan upaya untuk menghidupkan

kembali suatu lingkungan permukiman melalui berbagai kegiatan penataan fisik, baik

terhadap sarana prasarananya maupun pemberdayaan masyarakat guna

menumbuhkembangkan potensi yang dimilikinya. Di samping itu juga termasuk

pemberdayaan ekonomi masyarakatnya sehingga diharapkan dapat memberikan nilai

tambah/manfaat bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat khususnya pada

kegiatan ekonomi, sosial, kebudayaan, dan permukiman secara umum.

Revitalisasi lingkungan permukiman merupakan upaya untuk menghidupkan

kembali lingkungan atau mengendalikan dan mengembangkan lingkungannya untuk

menemukan kembali potensi yang dimiliki atau pernah dimiliki sebuah kawasan.

Dengan demikian dapat memberikan peningkatan kualitas lingkungan yang

selanjutnya akan berdampak pada peningkatan kualitas hidup dari penghuninya.

Peningkatan kualitas lingkungan kawasan ini meliputi kualitas fungsional, kualitas

fisik dan sosial, serta kualitas alam (lingkungan. sosial, budaya). Langkah ini

dilakukan dalam bentuk penataan fisik terhadap prasarana dan sarana lingkungan.

2. Pendekatan Sosial dan Pemberdayaan

Revitalisasi lingkungan permukiman sebagaimana pembangunan pada

umumnya memerlukan prasyarat kondisional yang diperlukan untuk dapat mencapai

sasaran yang diinginkan. Prasyarat tersebut adalah perubahan sosial kultural.

Universitas Sumatera Utara


Terjadinya perubahan sosial kultural ini harus dilihat sebagai suatu fase dari tujuan

pembangunan atau dalam hal ini revitalisasi lingkungan permukiman kumuh itu

sendiri. Terwujudnya perubahan tersebut merupakan kondisi dimana komunitas

setempat dengan fasilitasi para stake-holder dapat memperoleh nilai-nilai baru yang

dibawa atau dihasilkan oleh pembangunan/revitalisasi lingkungan permukiman yang

dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kehidupannya. Perubahan

sosial cultural juga mewujudkan kondisi di mana komunitas setempat dengan

difasilitasi para stakeholder dapat memanfaatkan peluang-peluang baru dari

revitalisasi lingkungan permukiman kumuh ini, untuk kegiatan usaha masyarakat

guna peningkatan kehidupan ekonominya. Selanjutnya prasyarat kondisional guna

proses perubahan tersebut memerlukan situasi atau kesiapan, baik segi social maupun

kultural yang harus dipersiapkan.

3. Pendekatan Pembangunan Berbasis Komunitas (Community Based Development)

Sebagai suatu pembangunan, revitalisasi lingkungan permukiman harus sudah

melakukan reorientasi paradigm pembangunan. Pola penanganan masalah sosial yang

diseragamkan dan cenderung sentralistik harus sudah ditinggalkan, diganti dengan

paradigm pembangunan yang berpusat pada rakyat (people Centered development).

Oleh karena itu revitalisasi lingkungan harus sekaligus merupakan penanganan

masalah kurangnya kesadaran komunitas atas masalah sosial yang ada pada

lingkungan mereka, serta kurang mampunya memanfaatkan potensi dan sumber

sosial yang ada guna menangani masalah sosial dari dan oleh masyarakat sendiri.

Pentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan

Universitas Sumatera Utara


internal guna melakukan kontrol internal atas sumber daya pembangunan, baik materi

maupun non material yang penting.

Pendekatan ini lebih menekankan kepada pemberdayaan yang memandang

inisiatif kreatif dari rakyat sebagai sumber daya pembangunan utama. Dengan

demikian revitalisasi lingkungan permukiman sebagai kegiatan yang bertumpu pada

masyarakat (commuinty based development) harus dapat membantu atau mendorong

masyarakat untuk mampu berperan sebagai subyek dalam memperbaiki kondisi

lingkungan permukimannya sendiri. Maka seluruh komunitas harus diajak agar dapat

berperan aktif pada seluruh tahapan kegiatan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan,

monitoring dan evaluasi program. (Jurnal KOMUNITAS Vol.-4 No.3 November

2008, diakses 27/08/2011).

Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007) menyatakan bahwa pemberdayaan

adalah “proses menjadi” bukan “proses instan”. Sebagai proses, pemberdayaan

mempunyai tiga tahapan: penyadaran, pengkapasitasan dan pendayaan. Tahap

pertama adalah penyadaran. Pada tahap ini target yang hendak diberdayakan diberi

“pencerahan” dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak

untuk memiliki “sesuatu”.

Program-program yang dapat dilakukan pada tahap ini misalnya memberikan

pengetahuan yang bersifat kognisi, belief, dan healing. Prinsip dasarnya adalah

membuat target mengerti bahwa mereka perlu diberdayakan dan proses

pemberdayaan itu dimulai dari dalam diri mereka sendiri. Setelah menyadari, tahap

kedua adalah pengkapasitasan. Inilah yang sering disebut capacity building atau

Universitas Sumatera Utara


dalam bahasa sederhana memampukan atau enabling. Untuk diberi daya atau kuasa,

yang bersangkutan harus memiliki kemampuan. Tahap ketiga adalah pemberian daya.

Pada tahap ini, kepada target diberikan daya, kekuasaan, otoritas atau peluang.

Pemberian ini sesuai dengan kualitas kecakapan yang telah dimiliki.

2.18 Syarat Instrumen Desa/Gampong

Gampong merupakan organisasi pemerintahan terendah yang berada di bawah

mukim dalam struktur organisasi pemerintahan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Gampong mempunyai tugas menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan

pembangunan, membina masyarakat dan meningkatkan pelaksanaan Syari’at Islam.

Dalam Wilayah Kabupaten/Kota dibentuk gampong atau nama lain Pemerintahan

Gampong terdiri dari Keuchik dan Badan Permusyarawatan Gampong yang disebut

dengan “Tuha Peut”.

Gampong dipimpin oleh Keuchik yang dipilih secara langsung dan oleh

anggota masyarakat untuk masa jabatan enam tahun dan dapat dipilih kembali hanya

untuk sekali masa jabatan. Gampong mempunyai susunan pemerintahan asli

berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa dan dalam hal penyelenggaraan

Pemerintahan Gampong merupakan bagian yang tidak terpisahkan (sub sistem) dari

Provinsi Aceh dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

a. Tugas dan Kewenangan Keuchik Dalam Pemerintahan Gampong

Keuchik adalah kepala pemerintahan gampong yang melaksanakan fungsi

kekuasaan eksekutif. Tuha peut adalah lembaga adat yang berwenang sebagai

Universitas Sumatera Utara


lembaga legislatif gampong yang membuat aturan hukum di gampong. Keuchik dan

tuha peut mempunyai fungsi dan kewenangan yang berbeda namun saling

berhubungan satu sama lainnya. Selain itu, Keuchik dan Tuha Peuet Gampong juga

menjadi hakim perdamaian antara penduduk gampong, dan apabila ada perselisihan

antar warga gampong kedua lembaga ini harus bermusyawarah bersama sehingga

persoalan yang ada bisa terselesaikan dan tercipta keharmonisan dalam hidup di

gampong.

Sebagai kepala eksekutif gampong dalam menyelenggarakan pemerintahan

gampong, Keuchik diberikan beberapa tugas dan kewajiban yang harus dijalankan.

Adapun tugas dan kewajiban tersebut diatur dalam Pasal 12 Ayat (1) Qanun No. 5

Tahun 2003 Tentang Pemerintahan Gampong dinyatakan bahwa tugas dan kewajiban

keuchik adalah sebagai berikut :

a) Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Gampong.


b) Membina kehidupan beragama dan pelaksanaan Syari’at Islam dalam
masyarakat
c) Menjaga dan memelihara kelestarian adat dan istiadat, kebiasaan-kebiasaan
yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.
d) Membina dan memajukan perekonomian masyarakat serta memlihara
kelestarian lingkungan hidup.
e) Memelihara ketentraman dan ketertiban serta mencegah munculnya
perbuatan maksiat dalam masyarakat.
f) Menjadi hakim perdamaian antara penduduk dalam gampong.
g) Mengajukan Rencana Reusam Gampong kepada Tuha Peuet Gampong
untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan menjadi Reusam
Gampong.
h) Mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Gampong kepada
Tuha Peuet Gampong untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya
ditetapkan menjadi Anggaran Pendapatan Belanja Gampong.
i) Keuchik mewakili gampongnya di dalam dan di luar pengadilan dan berhak
menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya

Universitas Sumatera Utara


b. Tugas dan kewenangan Tuha Peuet

Tuha Peuet sebagai lembaga adat sekaligus lembaga pemerintahan gampong

memiliki peran-peran penting dalam mewujudkan cita-cita pembangunan gampong.

Tuha peut berfungsi sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 35 Qanun No. 5

Tahun 2003 yaitu sebagai berikut :

a. Meningkatkan upaya-upaya pelaksanaan Syari'at Islam dan adat dalam


masyarakat.
b. Memelihara kelestarian adat-istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan budaya setempat
yang memiliki asas manfaat.
c. Melaksanakan fungsi legislasi, yaitu membahas/merumuskan dan memberikan
persetujuan terhadap penetapan Keuchik.
d. Melaksanakan fungsi anggaran, yaitu membahas/merumuskan dan memberikan
persetujuan terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong
sebelum ditetapkan menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Gampong.
e. Meaksanakan fungsi pengawasan, yaitu meliputi pengawasan terhadap
pelaksanaan Reusam Gampong, pelaksanaan Keputusan dan Kebijakan lainnya
dari Keuchik.
f. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat kepada Pemerintah Gampong
(Qanun No. 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong).

Fungsi lembaga adat adalah sebagai alat kontrol keamanan, ketentraman,

kerukunan dan ketertiban masyarakat. Tugas lembaga adat terdiri dari menyelesaikan

berbagai masalah sosial kemasyarakatan dan menjadi hakim perdamaian dan

diberikan prioritas utama oleh aparat penegak hukum untuk menyelesaikan berbagai

kasus.

Struktur jabatan dalam peradilan adat gampong dilaksanakan oleh keuchik

sebagai ketua sidang. Imeum meunasah, tuha peut, ulama/cendikiawan dan tokoh adat

lainnya sebagai anggota sidang. Dalam persidangan peadilan adat bersifat terbuka

Universitas Sumatera Utara


untuk umum dikarenakan pelaksanaan peradilan adat dilakukan dengan cara

musyawarah dan mufakat.

Lembaga adat menurut Pasal 1 huruf e Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 3 Tahun 1997 adalah : sebuah organisasi kemasyarakatan, baik yang sengaja

dibentuk maupun yang sengaja dibentuk maupun yang secara wajar telah timbul dan

berkembang di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan atau dalam suatu

masyarakat hokum adat tertentu dengan wilayah hokum adapt tersebut,serta hendak

dan berwenang untuk mengatur, mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan

kehidupan yang berkaitan dengan dan mengaju adat istiadat dan hukum adat yang

berlaku.

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan dengan metode deskriptif, artinya suatu

metode yang mempelajari dan melihat, menjelaskan fenomena atau karakteristik

individual, situasi dan kelompok tertentu termasuk hubungan, sikap dan pandangan

dalam hal ini mengenai Pengembangan Konsep Pemukiman Berkelanjutan di

Pemukiman Kumuh Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe.

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif diartikan dari makna yang

tampak berbentuk kata-kata dalam terminologi respon individual (Sudarwan Danim,

2002 : 41). Menurut Denzin dan Lincolin (2002 : 4) menyatakan :

“Bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar


alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan
melibatkan berbagai metode yang ada”.
Sedangkan Moleong (2004 : 5) penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
peneliti.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Gampong Pusong Lama dan Pusong Baru

Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe. Alasannya karena masih kumuh

berdasarkan Surat Keputusan Walikota Lhokseumawe.

Universitas Sumatera Utara


3.3 Definisi Konsep

Menurut Singarimbun (1989 : 31), konsep merupakan istilah atau definisi

yang digunakan untuk mengambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok

atau individu yang menjadi pusat ilmu sosial. Untuk memberikan batasan yang tegas

dan jelas dari konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian sehingga dapat

menghindari adanya salah pengertian, maka definisi beberapa konsep yang dipakai

dalam penelitian ini dikemukakan sebagai berikut:

a. Pembangunan Berkelanjutan merupakan sebuah upaya pembangunan yang

meliputi aspek ekonomi, sosial, lingkungan bahkan budaya untuk kebutuhan

masa kini tetapi tidak mengorbankan atau mengurangi kebutuhan generasi yang

akan datang.

b. Pemukiman dapat diartikan sebagai perumahan atau kumpulan rumah dengan

segala unsur serta kegiatan yang berkaitan dan yang ada di dalam pemukiman.

Kawasan Kumuh adalah Tempat tinggal yang kumuh, pendapatan yang rendah

dan tidak menentu, serta lingkungan yang tidak sehat bahkan membahayakan dan

hidup penuh resiko dan senantiasa dalam ancaman penyakit dan kematian.

c. Konsep pembangunan pemukiman berkelanjutan, pembangunan

berkelanjutan merupakan salah satu pendekatan yang dapat dilakukan dalam

penyelenggaraan perumahan dan permukiman. Pembangunan perumahan dan

permukiman merupakan kegiatan yang menerus atau berkelanjutan sehingga

Universitas Sumatera Utara


memerlukan dukungan sumber daya pendukung, baik ruang dan lingkungan,

alam, kelembagaan dan finansial maupun sumber daya lainnya secara memadai.

d. Pengelolaan lingkungan hidup diartikan sebagai usaha sadar dan berencana

untuk mengurangi dampak kegiatan terhadap lingkungan hidup sampai pada

tingkat yang minimum dan untuk mendapatkan manfaat yang optimum dari

lingkungan hidup untuk mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan. Pengelolaan

lingkungan hidup sering didefinisikan sebagai upaya terpadu untuk melestarikan

fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,

pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian

lingkungan hidup.

e. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi

kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan

kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh

kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.

3.4 Definisi Operasional

1. Meliputi a) aspek ekonomi : untuk pemenuhan kebutuhan dasar, pendayagunaan

komponen lokal demi memajukan pendapatan lokal/daerah setempat, efiensi

bangunan. b) aspek sosial : kenyamanan pengguna bangunan, akses dalam

bangunan (toilet, lampu) dan partisipasi, segala hal yang berkaitan dengan

kesehatan, pendidikan dan keselamatan. c) aspek ekologi ; keseimbangan

Universitas Sumatera Utara


lingkungan yang sehat seperti penggunaan air bersih, drainase, persampahan,

MCK.

2. Tempat tinggal yang kumuh, pendapatan yang rendah, lingkungan yang tidak

sehat, kotor, becek, sanitasi yang buruk, bangunan yang semrawut, sumur yang

tercemar, kepadatan bangunan dan hunian yang tinggi.

3. Penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan

dan pengendalian lingkungan hidup.

4. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar ; sandang, papan, pangan.

3.5 Informan

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi

tentang situasi dan kondisi latar penelitian (Moleong, 2001: 90). Mengingat informasi

dalam penelitian ini cukup luas ruang lingkupnya (mencakup seluruh masyarakat di

Gampong Pusong Baru dan Pusong Lama Kecamatan Banda Sakti Kota

Lhokseumawe), maka ditentukan yang akan dijadikan informan. Klasifikasi informan

yang diambil mempunyai kapasitas dan kompetensi terhadap permasalahan penelitian

adalah sebagai berikut :

1. Tokoh Adat/Gampong Pusong Lama dan Pusong Baru : Keuchik, Sekretaris

Keuchik, Kepala Urusan Umum, Kepala Urusan Pembangunan/Ekonomi, Kepala

Urusan Kesejahteraan, Kepala Dusun.

Universitas Sumatera Utara


2. Kepala Bidang Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Lhokseumawe (1 orang)

3. Kasubag perencanaan kegiatan dokumentasi dan informasi Bappeda Kota

Lhokseumawe (1 orang)

4. Kabid Ekonomi dan Insfrastruktur Bappeda Kota Lhokseumawe (1 orang)

5. Kasubbid Pekerjaan Umum, SDA, SDL dan Pertambangan Bappeda Kota

Lhokseumawe (1 orang)

6. Kabid Program Pencegahan Pemberantasan Penyakit (P2P) pada Dinas


Kesehatan Lhokseumawe (1orang)

Proses penentuan informan adalah dengan tehnik purvosive sampling yaitu

berdasarkan pada ciri atau sifat yang ada dalam populasi yang sudah di ketahui

sebelumnya.

Ciri-ciri khusus purposive sampling menurut Iskandar, (2009 : 115) adalah:

1. Bersifat sementara sebagai pedoman awal terjun ke lapangan, setelah sampai

kelapangan boleh saja berubah sesuai dengan keadaan.

2. Sesuai dengan petunjuk yang didapatkan dari informan-informan yang telah

diwawancarai.

3. Siapa yang akan dikejar sebagai informan harus disesuaikan dengan petunjuk

informan sebelumnya dan sesuai dengan kebutuhan penelitian, unit informan

yang di pilih makin lama makin terarah sejalan dengan terarahnya fokus

penelitian.

Universitas Sumatera Utara


4. Pengembangan informan dilakukan terus sampai informan mengarah ke titik

jenuh. (Licon dan Guba 1985 dalam Iskandar, 2009 : 115).

3.6 Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh masyarakat di

Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe yang mempunyai

karakteristik yaitu mereka yang berusia 15 tahun ke atas sampai 65 yang berjumlah

1.438 KK Gampong Pusong Lama dan 1.119 KK Gampong Pusong Baru. Mengingat

objek peneliti sangat luas, maka penulis menggunakan sampel. Sampel yang penulis

gunakan dalam penelitian ini yaitu purposive sample (sampel bertujuan). Jumlah

keseluruhan sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 100 responden

kuesioner.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Tehnik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

antara lain :

1. Observasi Langsung, peneliti melakukan pengamatan langsung ke lapangan

untuk mengamati pola kehidupan dan tingkah laku masyarakat terkait profil

kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan di Gampong Pusong Kecamatan Banda

Sakti Kota Lhokseumawe. Aspek yang akan diobservasi meliputi kondisi

lingkungan permukiman kumuh, kondisi rumah, kondisi MCK umum, kondisi

sarana dan prasarana seperti air bersih, sarana jalan, drainase.

Universitas Sumatera Utara


2. Wawancara mendalam (Indept Interview) dengan mengajukan pertanyaan

kepada informan yang telah ditentukan secara porpusive sampling yaitu Kepala

Bidang Lingkungan Hidup Kota Lhokseumawe, Bappeda Kota Lhokseumawe,

Tokoh Adat/Gampong ; Keuchik, Sekretaris Keuchik, Kepala Urusan Umum,

Kepala Urusan Pembangunan/Ekonomi, Kepala Urusan Kesejahteraan, Kepala

Dusun dan Kabid P2p dinas kesehatan kota Lhokseumawe.

3. Kuesioner : Pengumpulan data melalui tehnik penyebaran kuesioner dilakukan

guna mendukung data yang disampaikan informan, kuesioner disebarkan kepada

100 (seratus) orang masyarakat yang tersebar di Gampong Pusong Baru dari

1.119 KK dan 100 (seratus) orang masyarakat Pusong Lama dari 1.438 KK di

Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe, penentuan responden ini dengan

melihat ciri masyarakat yang homogen. Adapun cara penyebaran daftar

pertanyaan terhadap responden dengan menggunakan daftar pertanyaan yang

sifatnya tertutup, ditujukan kepada masyarakat pemukiman kumuh dengan

menggunakan sampel dalam penelitian ini yaitu purposive sample (sampel

bertujuan). Materi kuesioner dikelompokan dalam karakteristik sosial untuk

mengetahui kondisi karakteristik penghuni dari sisi karakteristik sosial

(pendidikan, pelayanan kesehatan, status kepemilikan tanah), karakteristik

ekonomi (mata pencaharian, pendapatan), karakteristik ekologi (drainase,

persampahan, akses air bersih, dan MCK).

Menurut Singarimbun dan Effendi (1995:175) mengemukakan pendapat :

Universitas Sumatera Utara


“Bahwa tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah “untuk memperoleh
informasi yang relevan dengan tujuan survey dan perolehan informasi
dengan realibilitas dan validitas yang setinggi mungkin”.
Daftar pertanyaan dibuat untuk memperkuat jawaban atau pernyataan dari

responden dalam penelitian ini, sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran

secara menyeluruh terhadap kondisi lapangan yang sebenarnya agar penelitian yang

diperoleh dapat diyakini kebenarannya.

4. FGD (Focus Group Discussion) Merupakan metode pengumpulan data dalam

penelitian kualitatif, dilakukan 1 atau 2 peneliti, berdiskusi dengan kelompok

untuk mengetahui hal-hal tertentu yang telah secara bersama-sama dilakukan

atau diamati oleh peserta. Data diperoleh melalui : kerjasama kelompok,

pengetahuan masyarakat, sikap bersama terhadap program, dan lain-lain. FGD

dirancang untuk melakukan pengumpulan data dengan menggunakan forum

diskusi dengan tema-tema yang telah dipersiapkan sejak awal oleh peneliti.

Tujuan utama diskusi terfokus ini adalah mendapatkan informasi sebanyak-

banyaknya tentang satu tema yang dijadikan fokus penelitian (Idrus, 2009 : 110).

Rekaman dan Situasi : Catatan diskusi, rekaman audio visual, hasil diskusi

kelompok yang dicatat.

FGD ini dilakukan untuk Pengembangan Konsep Pemukiman Berkelanjutan di

Pemukiman Kumuh Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota

Lhokseumawe, peneliti mendiskusikan permasalahan tersebut dengan Stakeholder

yang terkait diantaranya, Pemerintahan ; Bappeda Kota Lhokseumawe, BLH Kota

Lhokseumawe, Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan, Pekerja Umum (PU),

Universitas Sumatera Utara


Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Dinas Kesehatan kota Lhokseumawe

masing-masing 1 orang, Tokoh Adat/Gampong : Keuchik, Sekretaris Keuchik,

Kepala Urusan Umum, Kepala Urusan Pembangunan/Ekonomi, Kepala Urusan

Kesejahteraan, Kepala Dusun dan akademisi 2 orang.

5. Dokumentasi yaitu data tambahan yang mendukung data utama yang didapatkan

peneliti. Dokumentasi merupakan sumber data tertulis, seperti buku, majalah

ilmiah, jurnal, internet dan arsip. Dokumen pribadi dan dokumen resmi, foto, dan

data statistik. (Iskandar, 2009 : 118). Dokumentasi melalui Surat Keputusan

Walikota, EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau Penilaian Risiko

Kesehatan Lingkungan, Pokja Sanitasi Kota Lhokseumawe, Startegi Sanitasi Kota

Lhokseumawe dan data statistik Kota Lhokseumawe, arsip kantor Keuchik

Gampong Pusong.

Pengumpulan data dapat menggunakan sumber data primer dan sumber data
sekunder yaitu :

1. Sumber data primer adalah berupa teks hasil wawancara dan diperoleh melalui

wawancara dengan informan yang sedang dijadikan sampel dalam penelitiannya.

Data dapat direkam atau dicatat oleh peneliti.

2. Sumber data sekunder adalah berupa data yang sudah tersedia dan dapat

diperoleh oleh peneliti dengan cara membaca dan menelaah buku-buku dan

catatan-catatan yang berkaitan dengan masalah yang sedang di teliti, melihat atau

Universitas Sumatera Utara


mendengarkan. Data dalam bentuk teks : dokumen, pengumuman, surat-surat,

spanduk (Iskandar, 2009 : 119).

3.8 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan tehnik analisis data dengan model

interaktif. Model ini terdiri dari tiga hal utama menurut Miles dan Huberman (1992)

dalam Idrus (2009 : 147- 151) yaitu (1) Reduksi data ; proses pemilahan, pemusatan

perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan-catatan tertulis dari lapangan. (2) Penyajian data ; sekumpulan

informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. (3) Penarikan kesimpulan/verifikasi ; penarikan arti data yang

telah ditampilkan. Peneliti dapat saja melakukan verifikasi hasil temuan kembali

dilapangan. Dengan begitu, kesimpulan yang diambil dapat sebagai pemicu peneliti

untuk lebih memperdalam lagi proses observasi dan wawancaranya, serta

menggunakan literatur yang ada dan di klarifikasikan dengan FGD .

Penelitian yang berkenaan dengan kesiapan yang menggunakan metode

wawancara dan kuesioner sehingga dalam metode analisis data mengandung data

kualitatif dan data kuantitatif keduanya saling mendukung dan menguatkan suatu

kenyataan atau gambaran di lapangan (Arikunto, 2006 : 239). Hal ini juga

dimaksudkan agar satu sama lain saling melengkapi dan menyertai serta menutupi

Universitas Sumatera Utara


kelemahan salah satunya yang mungkin akan muncul dalam pengumpulan data dari

berbagai sumber data yang akan dijadikan bahan acuan penelitian.

Adapun kuesioner yang menggunakan pengukuran untuk memperoleh

jawaban dari permasalahan dengan menggunakan 2 (dua) alternative jawaban yaitu

Ya dan Tidak, sehingga adanya interval nilai (score) terhadap alternative jawaban

sebagai berikut :

1. Jawaban Ya diberi nilai 1; dan

2. Jawaban Tidak diberi nilai 0.

Penentuan skala pengukuran nominal dalam penelitian ini digunakan untuk

mengklasifikasikan obyek, individual atau kelompok; sebagai contoh mengklasifikasi

jenis kelamin, agama, pekerjaan, dan area geografis. Dalam mengidentifikasi hal-hal

di atas digunakan angka-angka sebagai symbol. Apabila kita menggunakan skala

pengukuran nominal, maka statistik non-parametrik digunakan untuk menganalisa

datanya. Hasil analisa dipresentasikan dalam bentuk persentase. Jawaban pertanyaan

berupa dua pilihan “ya” dan “tidak” yang bersifat kategorikal dapat diberi symbol

angka-angka sebagai berikut : jawaban “ya” diberi angka 1 dan tidak diberi angka 0.

Skor tertinggi 1 menunjukkan bahwa responden sangat tertarik, skor terendah 0

menunjukkan bahwa responden tidak memiliki target, ( Arikunto, 2000).

Rumus untuk mengukurnya adalah dengan menjumlahkan (Arikunto, 2006).

Sedangkan untuk menghitung persentasi jawaban digunakan rumus :

Universitas Sumatera Utara


Persentase (%) = f/n x 100%

Keterangan : f = Frekuansi jawaban

n = Jumlah responden

Sedangkan untuk menentukan kriteria/kategori hasil penghitungan

berpedoman kepada pendapat Arikunto (1998) sebagai berikut :

a. Kriteria/ Kategori baik, jika hasil pengukurannya = 76% s/d 100%

b. Kriteria/ Kategori cukup, jika hasil pengukurannya = 56% s/d 75%

c. Kriteria/ Kategori kurang, jika hasil pengukurannya = 40% s/d 55%

d. Kriteria/ Kategori tidak baik, jika hasil pengukurannya = kurang dari 40%

3.9 Jadwal Penelitian

Jadwal pelaksanaan penelitian dilakukan kurang lebih selama 6 (enam)

bulan, mulai dari bulan Juli 2011 s/d Oktober 2011.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Kota Lhokseumawe

Asal Kata Lhokseumawe adalah "Lhok' dan 'Seumawe". Lhok artinya dalam,

teluk, palung laut, dan Seumawe artinya air yang berputar - putar atau pusat mata air

pada laut sepanjang lepas pantai Banda Sakti dan Sekitarnya. Sebelum abad ke XX

negeri ini telah diperintah oleh Uleebalang Kutablang. Tahun 1903 setelah

perlawanan pejuang Aceh terhadap penjajah Belanda melemah, Aceh mulai dikuasai.

Lhokseumawe menjadi daerah taklukan dan mulai saat itu status Lhokseumawe

menjadi Bestuur Van Lhokseumawe dengan Zelf Bestuurder adalah Teuku Abdul

Lhokseumawe tunduk dibawah Aspiran Controeleur dan di Lhokseumawe

berkedudukan juga Wedana serta Asisten Residen atau Bupati.

Pada Dasawarsa kedua abad ke XX itu, diantara seluruh daratan Aceh, salah

satu pulau kecil luas sekitar 11 Km2 yang dipisahkan Sungai Krueng Cunda diisi

bangunan-bangunan Pemerintah Umum, Militer dan Perhubungan Kereta Api oleh

Pemerintah Belanda. Pulau kecil dengan desa-desa Kampung Keude Aceh, Kampung

Jawa, Kampung Kutablang, Kampung Mon Geudong, Kampung Teumpok Teungoh,

Kampung Hagu, Kampung Uteuen Bayi, dan Kampung Ujong Blang yang

Universitas Sumatera Utara


keseluruhannya baru berpenduduk 5.500 jiwa secara jamak di sebut Lhokseumawe.

Bangunan demi bangunan mengisi daratan ini sampai terwujud embrio kota yang

memiliki pelabuhan, pasar, stasiun kereta api dan kantor-kantor lembaga

pemerintahan.

Sejak Proklamasi Kemerdekaan, Pemerintahan Negara Republik Indonesia

belum terbentuk sistemik sampai kecamatan ini. Pada mulanya Lhokseumawe

digabung dengan Bestuurder Van Cunda. Penduduk didaratan ini makin ramai

berdatangan dari daerah sekitarnya seperti Buloh Blang Ara, Matangkuli, Blang

Jruen, Lhoksukon, Nisam, Cunda serta Pidie. Pada tahun 1956 dengan Undang -

undang DRT Nomor 7 Tahun 1956, terbentuk daerah-daerah otonom kabupaten -

kabupaten dalam lingkup daerah Propinsi Sumatera Utara, dimana salah satu

kabupaten diantaranya adalah Aceh Utara dengan ibukotanya Lhokseumawe.

Kemudian Pada Tahun 1964 dengan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Aceh

Nomor : 34/G.A/1964 tanggal 30 Nopember 1964, ditetapkan bahwa kemukiman

Banda Sakti dalam Kecamatan Muara Dua, dijadikan Kecamatan tersendiri dengan

nama Kecamatan Banda Sakti.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok

Pemerintahan di Daerah, berpeluang meningkatkan status Lhokseumawe menjadi

Kota Administratif, pada tanggal 14 Agustus 1986 dengan Peraturan Daerah Nomor

32 Tahun 1986 Pembentukan Kota Administratif Lhokseumawe ditandatangai oleh

Universitas Sumatera Utara


Presiden Soeharto, yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Soeparjo Roestam

pada tanggal 31 Agustus 1987. Dengan adanya hal tersebut maka secara De Jure dan

de Facto Lhokseumawe telah menjadi Kota Administratif dengan luas wilayah 253,87

Km2 yang meliputi 101 desa dan 6 kelurahan yang tersebar di lima kecamatan yaitu :

Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, Kecamatan Dewantara, Kecamatan

Muara Batu dan Kecamatan Blang Mangat. Sejak Tahun 1988 gagasan peningkatan

status Kotif Lhokseumawe menjadi Kotamadya mulai diupayakan sehingga kemudian

lahir UU Nomor : 2 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Lhokseumawe tanggal

21 Juni 2001 yang ditanda tangani Presiden RI Abdurrahman Wahid, yang

wilayahnya mencakup tiga kecamatan, yaitu : Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan

Muara Dua dan Kecamatan Blang Mangat.

(www.lhokseumawekota.go.id/sejarah+kota+lhokseumawe, diakses 26/08/2011).

Pada era reformasi, pemekaran wilayah atau pembentukan daerah otonomi

baru semakin marak sejak disahkannya UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

Daerah yang kemudian direvisi menjadi UU No 32 Tahun 2004. Kota Lhokseumawe,

pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara pada tanggal 21 Juni 2001,

(http://id.wikipedia.org/wiki/Pemekaran_daerah_di_Indonesia, diakses 26/08/2011).

Secara administratif, Kota Lhokseumawe dibagi ke dalam 4 (empat) wilayah

kecamatan, yaitu Kecamatan Banda Sakti, Muara Dua, Blang Mangat dan Muara Satu

yang merupakan wilayah pemekaran dari Kecamatan Muara Dua sejak tahun 2006.

Keempat kecamatan ini melingkupi 9 (sembilan) Kemukiman, dan 68 (enam puluh

Universitas Sumatera Utara


delapan) Gampong. Luas wilayah menurut kecamatan Kota Lhokseumawe disajikan

pada Tabel 1 berikut ini

Tabel 1. Luas Wilayah Menurut Kecamatan Kota Lhokseumawe


No. Kecamatan Luas (Km2) Persentase (%)

1. Banda Sakti 11,24 6,21


2. Muara Dua 57,80 31,92
3. Blang Mangat 56,12 30,99
4. Muara Satu 55,90 30,87
Jumlah 181,06 100,00

Sumber : BPS Lhokseumawe, 2009.

Luas Wilayah Lhokseumawe


Menurut Kecamatan

Muara Satu

Banda Sakti

Muara Dua

Blang Mangat

Sumber : Bappeda Kota Lhokseumawe, 2011.

Gambar 2. Luas Wilayah Lhokseumawe menurut Kecamatan

Universitas Sumatera Utara


Kecamatan Muara Dua merupakan kecamatan yang memiliki wilayah paling

luas. Kecamatan ini memiliki luas 57,80 Km2 atau hampir 31,92% dari keseluruhan

luas wilayah kota ini. Kecamatan Blang Mangat memiliki luas wilayah seluas 56,12

Km2 atau 31% dari luas kota Lhokseumawe. Sementara Banda Sakti adalah

kecamatan paling kecil luas wilayahnya, yaitu hanya 11,24 Km2 atau 6,21% dari total

luas daerah ini. Kecamatan Muara Satu, sebagai wilayah pemekaran dari Kecamatan

Muara Dua memiliki luas 55,90 Km2 (30,87%).

4.1.2 Kondisi Demografi

Tahun 2008 penduduk Kota Lhokseumawe berjumlah 158.760 jiwa, terdiri

dari 79.009 jiwa laki-laki dan 79.751 jiwa perempuan. Dengan demikian, sex ratio

penduduk kota Lhokseumawe adalah 99,1. Lihat tabel 4.2 dibawah ini tingkat

kepadatan penduduk kota Lhokseumawe :

Tabel 2. Tingkat Kepadatan Penduduk Di Kota Lhokseumawe Tahun 2008


Jumlah Luas Rata2 Kepadatan
No. Kecamatan Penduduk Wilayah Penduduk
(Jiwa) (Km2) (Jiwa/Km2)
1. Banda Sakti 71.521 11,24 6.363
2. Muara Dua 36.957 57,80 639
3. Blang Mangat 18.814 56,12 335
4. Muara Satu 31.468 55,90 563
Kota Lhokseumawe 158.760 181,06 865
Sumber : BPS Lhokseumawe, 2009.

Universitas Sumatera Utara


Konsentrasi penduduk lebih banyak berada di Kecamatan Banda Sakti sebagai

pusat Pemerintahan Kota Lhokseumawe dan sekaligus masih merupakan pusat

pemerintahan Kabupaten Aceh Utara. Penduduk di Kecamatan ini mencapai 71.521

jiwa (45,01%) dari total penduduk Lhokseumawe, disusul oleh Kecamatan Muara

Dua, penduduknya adalah 36.956 jiwa (23,32%) dan Kecamatan Muara Satu Jumlah

penduduk 31.468 jiwa (19,82%). Sementara penduduk yang paling sedikit adalah di

Kecamatan Blang Mangat, yaitu hanya 18.814 jiwa (11,85 %).

4.1.3 Kondisi Topografi

Berdasarkan kondisi fisik dasar yang ada, terdapat beberapa hal yang dapat

disimpulkan mengenali daya dukung lahan di Kota Lhokseumawe, khususnya dalam

menampung dan mendukung aktifitas masyarakat kota Lhokseumawe di atasnya.

Dari karakteristik topografi (uraian tempat atau daerah), sebagian besar wilayah ini

sangat potensial untuk dijadikan kawasan budidaya terutama karena daerahnya yang

datar, namun jenis pengembangannya juga harus disesuaikan dengan jenis tanahnya.

Namun, yang perlu diperhatikan adalah letak kota Lhokseumawe yang berada

pada daerah rawan gempa dan tsunami, sehingga untuk pengembangan di masa depan

beberapa daerah yang dianggap menjadi titik rawan gempa dan Tsunami di wilayah

ini perlu di rencanakan kawasan konservasi (pemeliharaan) atau kawasan budidaya

yang tidak padat penduduk atau kegiatan.

Universitas Sumatera Utara


Topografi Kota Lhokseumawe relatif
Kota Lhokseumawe merupakan
datar dengan kemiringan antara 0-8
wilayah dataran dengan kemiringan
% pada kawasan pusat kota serta 8
0-15%
– 15 % pada kawasan pinggiran
Sumber : Bappeda Kota Lhokseumawe, 2011.

Gambar 3. Kondisi Topografi Kota Lhokseumawe

Pantai Ujong Blang yang terletak di Kecamatan Banda Sakti, mempunyai

potensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata alam bahari serta dilengkapi

dengan sarana dan prasarana pendukung. Potensi lain yang dimiliki adalah potensi

wisata alam lingkungan pantai pada pertemuan antara sungai dan laut yang dapat

dilalui oleh perahu nelayan, Pantai Ujong Blang juga memiliki Industri Perahu (boat)

serta perkampungan Nelayan. Pantai Ujong Blang juga berpotensi sebagai Tempat

Pendaratan Ikan (TPI).

1. Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang menonjol di Kota

Lhokseumawe meliputi perikanan tangkap, budidaya tambak ikan dan tambak

garam.

Universitas Sumatera Utara


2. Sektor pertanian meliputi padi sawah dan perkebunan.

3. Kota Lhokseumawe berada diantara dua patahan (sebelah Timur – Utara dan

sebelah Barat – Selatan Kota).

4. Berada pada pertemuan Plate Euroasia dan Australia berjarak + 130 km dari garis

pantai Barat sehingga Kota ini rawan terhadap Tsunami.

5. Kecamatan Banda Sakti sebagai Pusat Pemerintahan, Perdagangan dan Pendidikan

di Wilayah Kota Lhokseumawe, merupakan kawasan yang di kelilingi oleh laut

dan sungai, sehingga rawan bencana gelombang laut.

Ancaman gelombang laut di Kawasan Rawan Bencana


Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe
Sumber : Bappeda Kota Lhokseumawe, 2011.

Gambar 4. Ancaman Bencana di Kota Lhokseumawe

6. Kota Lhokseumawe, secara khusus Kecamatan Banda Sakti sangat rentan terhadap

kemungkinan ancaman abrasi pantai dan gelombang pasang laut serta luapan

sungai-sungai.

Universitas Sumatera Utara


7. Kerusakan Lingkungan

Kawasan hutan pantai tersebut terus mengalami kerusakan akibat terjadinya

perambahan oleh masyarakat yang tinggal dekat kawasan pantai, sehingga

menimbulkan ancaman abrasi pantai. Dan diperkirakan kerusakan hutan ini setiap

tahunnya terus bertambah. Disamping itu, tekanan pemanfaatan tambang galian C

untuk kegiatan pembangunan di Kota Lhokseumawe, yang utamanya diperuntukan

bagi perumahan, timbunan maupun untuk bahan bangunan. Kondisi tersebut

secara nyata menyebabkan erosi, yang selanjutnya akan mengakibatkan

sedimentasi (proses pengendapan (batu)) pada lokasi penambangan, sekaligus

menimbulkan tingkat kerawanan lingkungan yang berbahaya bagi masyarakat

sekitar lokasi penambangan. Belum optimal dan terintegrasinya upaya

pengendalian aktivitas pada lahan kritis yang ada di Kecamatan Muara Dua.

Akibatnya, secara nyata kondisi tersebut menjadi ancaman erosi pada saat musim

hujan bagi kawasan sekitarnya.

4.1.4 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat

Jumlah angkatan kerja yang berasal dari berbagai tingkat pendidikan di Kota

Lhokseumawe terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah

penduduk. Untuk itu Pemerintah Kota Lhokseumawe mempunyai tujuan yang harus

segera dicapai, yaitu memperluas kesempatan kerja baik dalam jangka pendek

maupun jangka panjang.

Universitas Sumatera Utara


Di sisi lain permasalahan akibat masih rendahnya kesadaran masyarakat

dalam menciptakan ketentraman dan ketertiban terhadap penggunaan fasilitas-

fasilitas pemerintah dan fasilitas lainnya seperti :

a. Kesadaran dalam menciptakan suasana aman dan tertib di pasar (masalah

penertiban pedagang kaki lima).

b. Kesadaran penertiban bangunan (masalah penataan ruang).

c. Pemerliharaan kebersihan dan keindahan lingkungan (masalah persampahan).

Pembangunan pada sektor tenaga kerja diarahkan untuk mendukung prioritas

pembangunan dengan mempercepat pemulihan ekonomi daerah dan penanganan

kemiskinan. Kendala atau permasalahan yang dihadapi pada sektor tenaga kerja

adalah masalah konflik yang terjadi di Provinsi Aceh khususnya Kota Lhokseumawe,

kemudian lambatnya pemulihan ekonomi daerah dan penanganan kemiskinan,

lemahnya kapasitas kelembagaan dan fungsi kelembagaan serta kurangnya kesadaran

dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan kerja

Upaya pemerintah Kota Lhokseumawe dalam membuka lapangan kerja dinilai

sudah sangat mendesak untuk dilakukan. Hal ini dianggap sangat penting agar tidak

menimbulkan persoalan baru yang dapat mengganggu proses pembangunan daerah

pada masa yang akan datang. Angkatan kerja yang terdidik yang belum mendapat

pekerjaan relatif besar jumlahnya di samping angkatan kerja yang tidak

berpendidikan. Serta terbatasnya keterampilan teknis penguasaan teknologi oleh

Universitas Sumatera Utara


tenaga kerja. Secara terinci proporsi pekerjaan penduduk Kota Lhokseumawe

ditampil pada tabel berikut :

Tabel 3. Proporsi Penduduk Lhokseumawe Menurut Jenis


Pekerjaan Tahun 2008

Proporsi
No Jenis Pekerjaan
(%)

1 2 3

1 PNS 8.91
2 Tni / Polri 2.33
3 BUMN 2.67
4 Pertambangan / Penggalian 0.34
5 Pengangkutan / Komunikasi 3.02
6 Industri & Pengolahan 2.00
7 Dagang / Jualan 18.98
8 Pertanian 11.86
9 Nelayan 12.43
10 Bangunan 10.79
11 Lain-lain 26.67
Lhokseumawe 100.00

Sumber : Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Lhokseumawe, 2009.

Penduduk Kota Lhokseumawe yang bekerja di berbagai jenis pekerjaan pada

tahun 2006 sebanyak 45.261 orang. Empat jenis lapangan pekerjaan yang paling

Universitas Sumatera Utara


banyak menyerap tenaga kerja adalah pedagang/jualan (18,98%), nelayan (12,43%),

pertanian (11,86%), dan pekerja bangunan (10,79%).

4.1.5 Kesehatan

Masalah Kesehatan Masyarakat adalah multikausal, maka pemecahanya harus

secara multidisiplin. Oleh karena itu, kesehatan masyarakat sebagai seni atau

prakteknya mempunyai bentangan yang luas. Semua kegiatan baik langsung maupun

tidak untuk mencegah penyakit (preventif), meningkatkan kesehatan (promotif),

terapi (terapi fisik, mental, dan sosial) atau kuratif, maupun pemulihan (rehabilitatif)

kesehatan (fisik, mental, sosial) adalah upaya kesehatan masyarakat. Secara garis

besar, upaya-upaya yang dapat dikategorikan sebagai seni atau penerapan ilmu

kesehatan masyarakat antara lain sebagai berikut :

a. Pemberantasan penyakit, baik menular maupun tidak menular.

b. Perbaikan sanitasi lingkungan

c. Perbaikan lingkungan pemukiman

d. Pemberantasan Vektor

e. Pendidikan (penyuluhan) kesehatan masyarakat

f. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

g. Pembinaan gizi masyarakat

h. Pengawasan Sanitasi Tempat-tempat Umum

Universitas Sumatera Utara


i. Pengawasan Obat dan Minuman

j. Pembinaan Peran Serta Masyarakat

Pembangunan kesehatan di Kota Lhokseumawe diarahkan untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, meningkatkan mutu sumber daya

manusia dan produktifitas yang dapat meningkatkan taraf hidup. Salah satu tolok

ukur keberhasilan adalah meningkatnya derajat kesehatan yang optimal dan islami

yang memungkinkan setiap individu hidup sehat dan produktif secara sosial dan

ekonomis dengan menurunnya angka kesakitan dan kematian akibat kesakitan,

menurunnya kasus kekurangan gizi pada usia bayi, balita, usia produktif, dan

kelompok usia rentan lainnya.

4.2 Gambaran Umum Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota

Lhokseumawe

Gampong Pusong terbagi menjadi dua yaitu Gampong Pusong Baru dan

Gampong Pusong Lama. Gampong Pusong Baru luas 20 ha dengan 1.119 KK dan

Gampong Pusong Lama luas wilayah 14 ha dengan 1.438 KK. Pusong Baru dan

Pusong Lama merupakan Gampong yang berada dikawasan pesisir pantai kota

Lhokseumawe. Secara administratif gampong tersebut termasuk dalam wilayah

kemukiman Lhokseumawe Selatan Kecamatan Banda Sakti. Kemukiman adalah

satuan kehidupan tradisional Aceh yang terdiri atas beberapa Gampong. Berdasarkan

data Bappeda Kota Lhokseumawe dan BPS Kota Lhokseumawe bahwa jumlah

Universitas Sumatera Utara


penduduk di Pusong Lama terdapat 4.150 Jiwa. Dilihat dari pemanfaatan ruang dan

keadaan geografis Gampong Pusong Baru dan Pusong Lama memiliki iklim yang

tropis dengan suhu berkisar 28o c - 32o c dan memiliki curah hujan 1.704 mm/tahun

pada ketinggian 2 M diatas permukaan laut dan juga tinggi daratan 17 ha dan daerah

pesisir 2 ha.

Luas sebagian besar wilayah Pusong Baru dan Pusong Lama dipergunakan

sebagai wilayah pemukiman termasuk perumahan berbentuk toko (ruko), yang

letaknya sedikit mengarah ke inti kota Lhokseumawe. Wilayah Pusong Lainnya

berbentuk tepian pantai, dan juga dibeberapa bagian lainnya berbentuk rawa. Tidak

hanya itu pemanfaatan wilayah Pusong tidak ada yang dipergunakan sebagai lahan

pertanian. secara administratif Gampong Pusong Lama memiliki batas wilayah

sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Gampong Pusong Baru dan Gp. Kota

Lhokseumawe

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Waduk

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Gampong Keude Aceh

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Gampong laut selat malaka (Arsip Kantor

Keuchik Pusong 2011).

Dilihat dari letak geografis menunjukkan bahwa wilayah Pusong Baru dan

Pusong Lama berbentuk tanjung berada tepat di tepi muara sungai. Kondisi geografis

Universitas Sumatera Utara


yang demikian tentu saja menjadi faktor pendukung untuk memanfaatkan laut sebagai

sumber penghasilan penduduk Gampong Pusong Baru dan Pusong Lama, yang

menyebabkan sebagian besar penduduk Pusong Baru dan Pusong Lama memiliki

mata pencaharian sebagai nelayan. Selain bekerja sebagai nelayan, ada juga sebagai

pedagang, buruh bangunan, dan pegawai dibeberapa usaha terdapat di pusat kota baik

sebagai wiraniaga maupun pramuniaga toko. Letak wilayah Pusong Lama yang tepat

di pinggir pantai marupakan alasan utama mengapa penduduknya sebagian besar

memilih untuk melaut sebagai mata pencaharian, sampai saat ini Pusong Lama

merupakan satu-satunya wilayah produksi hasil laut di Kota Lhokseumawe. Ini juga

didukung dengan adanya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebagai tempat untuk

penampungan hasil tangkapan laut masyarakat Pusong.

Walaupun Pusong Lama merupakan sentral produksi ikan ternyata tidak

secara otomatis menjadikan Pusong dikelola dengan baik, secara sosial dan

ekonomis. Hal ini dapat dilihat dari kondisi perumahan penduduk yang tinggal di

wilayah tersebut sebahagian besar dengan pola penataan perumahan dan pemukiman

yang tidak tertata dengan baik, (Arsip Kantor Keuchik 2011).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4. Monografi Gampong Pusong Baru Tahun 2011

PENDUDUK Kelompok Umur


Nama 0-5 6-12 13-16 17-40 41-60
No Laki
Dusun KK Pr Jumlah Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
Laki
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
01 Dusun I 114 384 276 660 98 135 153 184 90

02 Dusun II 192 433 565 998 110 226 184 332 146

03 Dusun III 105 269 255 524 85 107 128 156 48

04 Dusun IV 281 634 598 1,232 172 286 203 407 164

05 Dusun V 232 566 454 1,02 153 174 169 386 134

Jumlah 924 2,286 2,148 4,434 618 928 837 1,465 586

BANGUNAN KEKAYAAN
No Nama Dusun Semi Roda Roda
Darurat Perman Permanen Becak Truck
en Dua Empat
1 2 3 4 5 6 7 8 9
01 Dusun I 4 20 25 5 25 2 -

02 Dusun II 6 32 16 11 48 4 -

03 Dusun III 3 18 12 8 16 2 -

04 Dusun IV 127 26 5 20 82 2 -

05 Dusun V 102 5 1 14 20 1 -
Jumlah
242 101 59 58 191 11 -

Universitas Sumatera Utara


SARANA IBADAH /
SARANA PERHUBUNGAN
No PENDIDIKAN
Nama Dusun
MEUNA SEKOL Jalan
MESJID LORONG JEMBATAN
SAH AH Induk
1 2 3 4 5 11 12 13
01 Dusun I 1 - 1 3 1 -

02 Dusun II - - 4 5 1 -

03 Dusun III - - 2 4 1 -

04 Dusun IV - - - 10 1 5

05 Dusun V - - - 7 1 5

Jumlah 1 - 7 29 5 10

Nama Dusun POS TANAH TANAH KANTOR


No POLINDES MCK
KAMLING WAKAF KUBURAN KEUCHIK

1 2 3 4 5 6 7 8
01 Dusun I 1 - 1 - - -

02 Dusun II 1 - - - 1 -

03 Dusun III - - - - - -

04 Dusun IV - - - - -
1
05 Dusun V - - - - -

Jumlah 3 - 1 - 1 -

Universitas Sumatera Utara


KELOMPOK PROFESI
Swasta
Buruh TNI
Tukang Pensiun Pengusaha
No Nama Dusun Nelayan PNS
an
Polri
1 2 3 4 5 6 7 8
01 Dusun I 40 16 4 - 3 28
02 Dusun II 76 32 8 1 5 46
03 Dusun III 35 24 5 - 1 15
04 Dusun IV 450 97 3 1 1 92
05 Dusun V 378 56 2 - 1 57
Jumlah 979 225 22 2 11 238

Sumber : Arsip Kantor Keuchik Gampong Pusong Baru 2011

Tabel 5.Profil Gampong Pusong Lama

PENDUDUK
No. Nama Dusun Jumlah Luas Gampong
Laki
KK Pr Laki-laki +
Laki
Perempuan
1 2 3 4 5 6 7

1 DARUSSALAM LR. I 180 325 359 684

2 PANCASILA LR. II 175 315 345 660

3 RAWA JAYA Lr. III 220 489 513 1002 14 Ha.

4 NELAYAN LR. IV 240 731 763 1494

5 PASI LR. V 360 743 757 1500

Jumlah 1175 2603 2737 5340


Sumber : Arsip Kantor Keuchik Pusong Lama 2011

Universitas Sumatera Utara


Tabel 6. Monografi Gampong Pusong Lama Tahun 2011

PENDUDUK KELOMPOK UMUR


No. Nama Dusun
KK Laki Pr Jumlah 0-5 6-12 13-16 17-40 41-60
Laki Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1 DARUSSALAM LR. I 180 325 359 720 15 79 70 347 198

2 PANCASILA LR. II 175 315 345 660 20 60 64 324 172

3 RAWA JAYA Lr. III 220 489 513 1002 60 120 237 406 179

4 NELAYAN LR. IV 240 731 763 1494 96 210 403 460 323

5 PASI LR. V 360 743 757 1500 104 217 401 458 320

Jumlah 1175 2603 2603 2773 5376 295 686 1175 1995

KELOMPOK PROFESI
No Nama Dusun
Buruh/ Swasta PNS TNI Pensiunan Pengusaha
Nelayan Tukang POLRI
1 2 3 4 5 6 7 8

1 DARUSSALAM LR. I 247 197 3 - 3 5

2 PANCASILA LR. II 81 265 10 1 6 4

3 RAWA JAYA Lr. III 238 404 10 3 9 5

4 NELAYAN LR. IV 675 201 7 1 4 7

5 PASI LR. V 781 410 5 2 3 8

Jumlah 1192 2022 1477 42 7 27

Universitas Sumatera Utara


SARANA IBADAH/PENDIDIKAN SARANA PERHUBUNGAN
No Nama Dusun
JALAN JEMBA
MEUNASAH MESJID SEKOLAH LORONG
INDUK TAN
1 2 3 4 5 6 7 8

1 DARUSSALAM LR. I 1 - 1 1 1 2

2 PANCASILA LR. II - - 1 1 1 1

3 RAWA JAYA Lr. III - - - 1 1 1

4 NELAYAN LR. IV - - - 1 1 2

5 PASI LR. V - 1 - 1 1 7

Jumlah 1 1 2 5 5 13

TEBAT/ RAWA LAHAN POS POLIN TANAH TANAH KANTOR


No Nama Dusun MCK
PRODUK PERUMA
GALIAN KAMLING DES WAKAF KUBURAN KEUCHIK
TIK HAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1 DARUSSALAM LR. I - - - 1 - - - 1 1

2 PANCASILA LR. II - - - 1 - - - - 1

3 RAWA JAYA Lr. III - - - 1 - - - - 1

4 NELAYAN LR. IV - - - 1 - - - - 2

5 PASI LR. V - - - 1 1 - - - 4

Jumlah - - - 5 1 - - 1 9

Sumber : Arsip Kantor Keuchik Gampong Pusong Lama 2011

Universitas Sumatera Utara


4.3 Profil Kondisi Sosial, Ekonomi, Dan Lingkungan Pemukiman Kumuh Di

Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe

Luas wilayah kota Lhokseumawe sebahagian besar dimanfaatkan untuk

kebutuhan pemukiman. Kebutuhan perumahan dan sarana prasarana pemukiman

semakin meningkat dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah. Kebutuhan

terhadap perumahan serta prasarana penunjang lainnya terutama bagi masyarakat

Gampong Pusong Baru dan Pusong Lama yang berada di pemukiman kumuh menjadi

perhatian utama pemerintah kota Lhokseumawe dan pihak terkait agar masyarakat

tersebut dapat menikmati kehidupan sebagai warga masyarakat secara sehat dan

layak.

Permukiman kumuh cenderung dengan permasalahan status kependudukan dan

masalah permukiman sebagai tempat tinggal serta masyarakat berpenghasilan rendah.

Slum atau permukiman kumuh biasanya digunakan untuk menggambarkan

permukiman yang tumbuh secara spontan di perkotaan yang mempunyai kualitas

perumahan di bawah standar minimal dalam lingkungan yang kurang sehat dan tidak

didukung oleh jasa pelayanan kota seperti air minum, sanitasi, drainase (gorong-

gorong), jalur pejalan kaki dan jalan akses darurat. Ciri lain permukiman kumuh

adalah tingkat kepadatan yang tinggi dan kurangnya akses ke fasilitas sekolah,

kesehatan, ruang bersama. Status permukiman kumuh seringkali tidak jelas baik dari

status administrasi dan hukum tanah, maupun kesesuaian dengan rencana tata ruang

Universitas Sumatera Utara


kota. Terkait status hukum atas tanah, biasanya hal ini yang membedakan

permukiman kumuh (slum) dengan pemukiman liar (squatter).

Berdasarkan wawancara penulis dengan T. Zulkifli Ilyas Keuchik Gampong

Pusong Baru Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe mengatakan bahwa :

“Pemukiman Kumuh adalah pemukiman yang kotor penuh dengan


tumpukan sampah yang menyebarkan bau busuk dan khususnya warga
Pusong Baru sering kesulitan bernafas serta mengalami gatal-gatal,
rumah warga yang tidak layak huni dan dari dahulu hingga sekarang
masih sangat kontras lingkungan yang tidak sehat, genangan air akibat
tidak adanya saluran” (wawancara, 12 Juli 2011).

Dari hasil wawancara menunjukkan Pemukiman kumuh di Gampong Pusong

Baru ditandai dengan pemukiman yang kotor dan tumpukan sampah, rumah tidak

layak huni dan lingkungan yang tidak sehat sehingga warga mengalami kehidupan

yang tidak nyaman dan tidak sehat.

Uraian senada yang diungkapkan oleh Muhammad Keuchik Gampong Pusong

Lama Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe mengatakan bahwa :

“Pemukiman kumuh adalah lingkungan yang kotor, becek, sanitasi yang


buruk, bangunan yang tidak teratur, dan padat penduduk. Gampong
Pusong Lama Dusun IV dan V masyarakat yang masih tinggal di
pemukiman kumuh dengan lingkungan yang tidak sehat, masyarakat
masih hidup dirumah yang dibangun apa adanya berupa rumah
panggung (darurat), karena pemukiman Pusong dekat dengan laut.
Masih terlihat tumpukan sampah dibawah rumah warga.” (wawancara,
12 Juli 2011).

Hasil wawancara dan observasi diatas menunjukkan pemukiman kumuh di

Gampong Pusong Lama masih terlihat dengan lingkungan yang kotor, becek, sanitasi

yang buruk, bangunan yang tidak teratur. Masyarakat dusun IV dan V masih tinggal

Universitas Sumatera Utara


di pemukiman kumuh dengan membangun rumah panggung (darurat) dan dibawah

rumah warga masih terdapat tumpukan sampah.

Wawancara penulis dengan Masrizal Kasubbid Pekerjaan Umum, SDA, SDL

dan Pertambangan Bappeda Kota Lhokseumawe mengatakan bahwa :

“Pemukiman kumuh adalah pemukiman yang tumbuh secara spontan


serta kualitas perumahan di bawah standar minimal dalam lingkungan
yang kurang sehat dan tidak didukung oleh jasa pelayanan kota seperti
air minum, sanitasi, dan drainase (gorong-gorong). Berdasarkan surat
keputusan Walikota Lhokseumawe Nomor : 225 Tahun 2010,
menetapkan bahwa Gampong Pusong Baru dan Pusong Lama adalah
sebagai kawasan kumuh” (wawancara, 20 Juli 2011).

Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukkan pemukiman kumuh di

Gampong Pusong telah ditetap berdasarkan Surat Keputusan Walikota Lhokseumawe

Nomor : 225 tahun 2010. Pemukiman kumuh yang tumbuh secara spontan dengan

kualitas rumah di bawah standar minimal atau rumah yang tidak layak huni serta

tidak didukung oleh akses pelayanan yang memadai seperti air minum, sanitasi dan

drainase.

Wawancara dengan Kepala Dusun III M. Ali Amin Gampong Pusong Baru

mengenai kondisi rumah warga :

“Bangunan yang berhimpitan, ukurannya kecil, kondisi bangunan tidak


memadai seperti dinding rumah yang kusam dan kotor, ventilasi rumah
tidak ada, atap dari seng yang sudah tua, jika hujan terjadi bocor.
Keadaan rumah pengap, lembab dan gelap. Permukiman kumuh terletak
di gang-gang sempit. Tidak ada sarana ruang terbuka bagi anak-anak
untuk bermain. Setiap rumah tidak terdapat pembagian ruang seperti
ruang tamu, dapur atau kamar tidur. Seringkali untuk sarana memasak
dilakukan di depan rumah dengan menyimpan kompor dan ditutupi
triplek seadanya. Sarana untuk menjemur pakaianpun di lakukan

Universitas Sumatera Utara


didepan rumah. Bangunan rumah yang darurat mencapai 242, semi
permanen mencapai 102 dan 59 bangunan yang sudah permanen di
Gampong Pusong Baru” (wawancara, 21 Juli 2011).

Hasil wawancara diatas menunjukan mengenai kondisi rumah warga di

Gampong Pusong Baru bangunan rumah yang berhimpitan, ukuran kecil, tidak

mempunyai ventilasi, keadaan rumah pengap, pemukiman terletak di gang sempit.

Sarana untuk menjemur pakaian dilakukan di depan rumah. Bangunan rumah darurat

mencapai 242, semi permanen 102 dan rumah permanen hanya 59 rumah.

Menurut Kepala Dusun Nelayan Lr IV Gampong Pusong Lama mengatakan

keadaan rumah warga :

“Kondisi rumah warga yang tinggal dipemukiman kumuh dengan rumah


yang tidak layak huni, tidak adanya ventilasi udara, tidak ada
penyekatan ruang antara kamar dan dapur sama saja, karena warga
masih miskin sehingga tidak mampu untuk memikirkan pembangunan
rumah, yang penting bisa makan sehari tiga kali, keadaan yang masih
kumuh ini terlihat di Dusun Nelayan Lr. IV dan di Dusun Pasi Lr. V ”
(wawancara, 21 Juli 2011).

Berdasarkan uraian wawancara dan hasil observasi penulis, menunjukkan

bahwa masyarakat Gampong Pusong Baru sangat terlihat kontras kumuh, bangunan

rumah darurat mencapai 242 dan Pusong lama yang masih kumuh terdapat di Dusun

Nelayan Lr. IV dan Dusun Pasi Lr. V sehingga belum tercipta lingkungan yang sehat

karena masih terdapat tumpukan sampah dan genangan air di sekitar rumah warga,

rumah panggung yang tidak layak seperti tidak adanya pembatas ruang, tidak adanya

ventilasi udara dan pengap. Kondisi rumah yang berhimpitan, akses jalan berupa

Universitas Sumatera Utara


jembatan kecil (titi alternatif untuk jalan setapak). Pemukiman kumuh Pusong di

perkuat dengan SK walikota bahwa Gampong tersebut adalah kawasan kumuh.

Pemukiman kumuh merupakan pemukiman yang tidak layak huni karena

tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis.

Mengingatkan rumah layak huni adalah isu hak asasi manusia. Karena itu, semua

pemimpin dunia berpandangan perlu mengatasi masalah perumahan ini terutama

dengan pembangunan perumahan yang terjangkau (low cost housing). Secara umum

yang dimaksud dengan rumah sehat adalah sebuah rumah yang dekat dengan air

bersih, berjarak lebih dari 100 meter dari tempat pembuangan sampah, dekat dengan

sarana pembersihan, serta berada ditempat dimana air hujan dan air kotor tidak

mengenang.

Beberapa indikator yang dapat dipakai untuk mengetahui apakah sebuah

kawasan tergolong kumuh atau tidak adalah diantaranya dengan melihat : tingkat

kepadatan kawasan, kepemilikan lahan dan bangunan serta kualitas sarana dan

prasarana yang ada dalam kawasan tersebut. Sebab kumuh (kumuh adalah

kemunduran atau kerusakan lingkungan hidup) dilihat dari: Segi fisik, yaitu gangguan

yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alam seperti air dan udara. Segi

masyarakat/sosial, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh manusia sendiri seperti

kepadatan lalulintas, sampah.

Universitas Sumatera Utara


Akibat Kumuh (kumuh adalah akibat perkembangan dari gejala-gejala) antara

lain : kondisi perumahan yang buruk, penduduk yang terlalu padat, fasilitas

lingkungan yang kurang memadai, tingkah laku menyimpang, budaya kumuh, apati

dan isolasi.

Menurut wawancara dengan T. Taiburrahman Kepala Dusun IV Gampong

Pusong Baru mengatakan bahwa :

“Munculnya pemukiman kumuh di Gampong Pusong Baru disebabkan


oleh adanya potensi sumberdaya alam yaitu laut. Pada tahun 1970 belum
ada pemukiman rumah di pinggiran laut. Pada tahun 1980 baru ada
sedikit yang mulai menimbun bibir pantai untuk di bangun rumah. Dan
setiap lima (5) tahun sekali rumah bertambah tanpa ada status
kepemilikan tanah yang jelas. 90 % pendatang, ada yang dari Sigli,
Panton Labu dan Lhoksukon, mereka datang untuk mencari nafkah di
laut sebagai nelayan. ” (wawancara, 21 Juli 2011).

Berdasarkan hasil wawancara diatas menunjukkan munculnya pemukiman

kumuh di Gampong Pusong Baru dikarenakan adanya potensi sumberdaya alam yaitu

laut. Warga mulai berdatangan untuk mengadu nasib dan pada akhir membangun

rumah sementara tanpa ada status kepemilikan tanah yang jelas.

Wawancara juga penulis lakukan dengan Bapak Muhammad Keuchik Gampong

Pusong Lama yang mengatakan bahwa :

“Berdasarkan kriteria adat warga Pusong Lama sekitar 70 % adalah


pendatang, sebahagian warga telah mendapatkan sertifikan tanah dan
sebagian lagi masih belum ada membuat sertifikat tanah karena
menunggu pemutihan dan biaya lebih murah. Dan kehidupan mereka
bergantung pada hasil tangkapan ikan di laut, Masyarakat Gampong
Pusong Lama 80% bermata pencaharian sebagai nelayan dan selebihnya
adalah wiraswasta dan PNS” (wawancara, 21 Juli 2011).

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan wawancara penulis dengan M. Nasir Setdako Lhokseumawe

mengatakan bahwa :

“Masyarakat yang tinggal di Pusong bukan warga asli, banyak


pendatang dari Sigli yang mengadu nasib dan akhirnya menetap dengan
membangun rumah darurat di pinggiran pantai, dan terus dilanjutkan
oleh famili yang berkunjung dan pada akhirnya menetap lagi
membangun rumah di sampingnya lagi” (wawancara, 22 Juli 2011).

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi menunjukkan bahwa di Gampong

Pusong Baru dan Pusong Lama munculnya pemukiman kumuh disebabkan oleh

pendatang yang mengadu nasib dengan melihat potensi sumberdaya alam yaitu hasil

laut sehingga warga pendatang memutuskan untuk menetap dengan membangun

rumah seadanya dan ketika ada famili yang berkunjung kemudian menetap dan

membangun lagi rumah disampingnya, karena warga pendatang rata-rata

berpendidikan rendah dan tidak mempunyai ketrampilan khusus untuk mendapatkan

pekerjaan yang baik, akhirnya memutuskan untuk mencari nafkah sebagai nelayan.

Pada awalnya lahan yang ditempati masih berupa rawa yang ditumbuhi pohon bakau,

tidak terurus oleh pemerintah. Rencana semula warga pendatang hanya menumpang

hidup untuk sementara waktu, dan proses kehidupan terus berlangsung sampai

beberapa keturunan, hingga tanah yang tidak bertuan itupun akhirnya menjadi hak

milik masyarakat, sampai dengan sekarang sudah ada sebahagian masyarakat yang

telah membuat sertifikat tanah.

Ada dua alasan mengapa permukiman kumuh tetap berkembang : alasan yang

pertama adalah Pertumbuhan Penduduk yaitu tingkat pertumbuhan penduduk dunia di

perkotaan semakin tinggi. Pertumbuhan ini dapat berasal melalui migrasi dari

Universitas Sumatera Utara


perdesan ke perkotaan, migrasi antar kota, maupun pertumbuhan penduduk alami.

Beberapa faktor terjadinya mirgasi ke kota adalah karena faktor dorong dan tarik.

Faktor dorong misalnya terjadinya bencana alam atau perubahan ekologi yang

mengakibatkan berkurangnya peluang kerja, sedangkan faktor tarik ke kota karena

adanya peluang kerja.

Migrasi ke kota juga merupakan strategi hidup masyarakat perdesaan.

Seringkali migrasi terjadi secara temporer dan rutin, di mana masyarakat desa pergi

ke kota dan mencari peluang kerja dengan menjadi pedagang kaki lima atau berjualan

di warung. Setelah mengumpulkan sejumlah uang, mereka akan kembali ke desa.

Alasan yang kedua adalah tata-kelola pemerintahan (governance) yaitu tata-kelola

pemerintah yang kurang baik juga dapat memicu pertumbuhan permukiman kumuh.

Pemerintah seringkali tidak mengakui hak masyarakat miskin dan melibatkan mereka

dalam proses perencanaan. Hal ini justru mendukung pertumbuhan permukiman

kumuh.

Respon pemerintah yang lamban dalam menanggapi urbanisasi juga memicu

pertumbuhan kumuh. Urbanisasi membutuhkan perumahan yang terjangkau yang

justru tidak mampu disediakan pemerintah atau swasta. Karena ketidak tersediaan

hunian terjangkau, masyarakat miskin mencari peluang sendiri untuk memenuhi

kebutuhannya akan hunian dengan menempati tanah dan membangun gubuknya, atau

menyewa rumah petak yang ada tanpa mempedulikan status tanahnya, hal ini seperti

yang terjadi di pemukiman kumuh Gampong Pusong, karena tidak adanya perhatian

dan tanggap dari pemerintah sehingga pemukiman kumuh semakin tidak dapat

Universitas Sumatera Utara


terkendalikan sehingga mengalami kepadatan penduduk yang tinggi tanpa ada

kejelasan status lahan yang di huni (ilegal) baik dari status administrasi dan hukum

tanah, maupun kesesuaian dengan rencana tata ruang kota.

Terkait dengan kejelasan status lahan Wawancara dengan Impiansyah Kabid

Ekonomi dan Insfrastruktur Bappeda Kota Lhokseumawe mengatakan bahwa :

“Dibagian Pusong yang dekat dengan PPI (Pelabuhan Pendaratan Ikan)


itu adalah zona terlarang untuk pemukiman, itu adalah tanah
kepemilikan pemerintah, tapi aset dikuasai oleh masyarakat dengan
adanya pemukiman rumah liar dan tanah itu harus dikosongkan dan
akan segera ditangani” (wawancara, 25 Juli 2011).

Menurut Salahuddin Kasubbag perencanaan kegiatan dokumentasi dan

informasi Bappeda Kota Lhokseumawe mengatakan bahwa :

“Rumah Liar yang ada di Pusong itu tidak ditangani atau tidak masuk
dalam program penanganan pemukiman kumuh dengan alasan bila
ditangani mereka akan semakin banyak. Lahan rumah liar tersebut akan
dikosongkan dengan membuat strategi legal dengan cara menggusur”
(wawancara, 25 Juli 2011).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 7. Kajian Mikro Kawasan Prioritas

GAMPONG PUSONG 0,18 KM2

KONDISI BANGUNAN

a. Status Lahan >ilegal

b. Kepadatan Bangunan Tinggi

c. Bangunan Temporer 75%


(sementara)
KEPENDUDUKAN

a. Kepadatan 22 Jiwa/km2

b. Pertumbuhan 1,8%

Sumber : Bappeda Kota Lhokseumawe, 2011.

Dari uraian wawancara dan tabel diatas, status lahan di Gampong Pusong Baru

dan Pusong Lama sebahagian besar adalah ilegal, kepadatan penduduk yang tinggi

dan bangunan temporer sebesar 75 %. Kepadatan penduduk mencapai 22 jiwa/km2

dan pertumbuhan mencapai 1,8%.

Warga Gampong Pusong sangat mengharapkan agar pemerintah dapat

memperhatikan pemukiman kumuh, sebagaimana wawancara dengan Keuchik

Gampong Pusong Baru T. Zulkifli Ilyas mengatakan bahwa :

“Gampong Pusong adalah bagian strategis dari pusat kota


Lhokseumawe, namun sudah beberapa kali berganti Walikota, Gampong
Pusong tidak tersentuh pembangunan bahkan terabaikan”(wawancara,
26 Juli 2011).

Selanjutnya Keuchik Gampong Pusong Lama Muhammad mengatakan :


“Gampong Pusong Lama dan Pusong Baru khususnya untuk
pemukiman kumuh belum ada penanganan atau perhatian dari

Universitas Sumatera Utara


pemerintah kota Lhokseumawe. Rencana pemerintah untuk menangani
pemukiman kumuh sudah sejak tahun 1985, namun sampai sekarang
rencana itu belum terlaksanakan” (wawancara, 26 Juli 2011).

Wawancara penulis dengan Masrizal Kasubbid Pekerjaan Umum, SDA, SDL

dan Pertambangan Bappeda Kota Lhokseumawe mengatakan bahwa :

“Secara fisik belum dilakukan penanganan, tahun ini masih dibuat


dokumen strategi penanganan perumahan dan Pusong adalah prioritas.
Dan hanya berupa regulasi sedangkan untuk implementasinya belum
berjalan, karena setiap perencanaan dalam penataan tata ruang kota
dilakukan secara bertahap.” (wawancara, 27 Juli 2011).

Menurut Salahuddin Kasubbag perencanaan kegiatan dokumentasi dan

informasi Bappeda Kota Lhokseumawe mengatakan bahwa :

“Penanganan untuk pemukiman kumuh secara khusus belum ada,


namun pemerintah telah mengupayakan bantuan untuk penanganan
abrasi pantai melalui bantuan dari Unicef dan BRR yaitu warga Pusong
yang terkena abrasi direlokasikan ke Blang Crum, tetapi kenyataannya
warga yang telah direlokasikan tetap kembali lagi ke pemukiman
kumuh, dan rumah bantuan yang mereka terima ada yang dijual dan
disewakan” (wawancara, 27 Juli 2011).

Dari hasil wawancara, pemukiman kumuh di Gampong Pusong Baru dan

Pusong lama masih belum tertangani, dan hanya berupa regulasi saja, namun untuk

implementasinya belum berjalan. Pemerintah Kota Lhokseumawe baru akan

memprioritaskan penanganan pemukiman kumuh. Dalam hal ini berdasarkan hasil

wawancara dengan tokoh masyarakat menganggap pemerintah lamban dan tidak

serius dalam penanganannya karena dari dahulu hingga sekarang hanya berupa

wacana saja. Mengingat tujuan pembangunan Milenium atau Millenium Development

Goals (MDGs) yang dicanangkan oleh PBB menargetkan perbaikan kehidupan 100

juta penghuni permukiman kumuh pada tahun 2020. Jadi pemerintah kota

Universitas Sumatera Utara


Lhokseumawe sudah semestinya lebih tanggap lagi dalam mengatasi persoalan

tersebut.

Salah satu tujuan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional adalah

terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

pendukung bagi seluruh masyarkat yang didukung oleh sistem pembiayaan

perumahan jangka panjang dan berkelanjutan, efisien dan akuntabel sehingga

terwujud kota tanpa pemukiman kumuh. Masyarakat yang tinggal di permukiman

kumuh seperti masyarakat Gampong Pusong adalah bagian dari penduduk kota

Lhokseumawe, dan seharusnya mempunyai hak yang sama atas kesehatan

lingkungan.

Tabel 8. Jawaban Responden terhadap Kesediaan Direlokasikan ke Tempat


Lain Selama Perbaikan Pemukiman

No Pusong Baru Ya Tidak Keterangan


1 Dusun I 5 15 Kategori tidak
baik berdasarkan
2 Dusun II 4 16 hasil pengukuran
3 Dusun III 5 15 kurang dari 40%.

4 Dusun IV 8 12
5 Dusun V 7 13
Jumlah 29 71 100
Persentase 29 % 71 %
Sumber : Kuesioner Penelitian, 2011.

Kesediaan masyarakat Gampong Pusong Baru untuk di relokasikan ketempat

lain selama perbaikan pemukiman dikategorikan tidak baik dengan jumlah responden

29 yang menjawab “ya” dan 71 yang menjawab “tidak” dengan rasio 71 %.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 9. Jawaban Responden terhadap kesediaan direlokasikan ke tempat lain
selama perbaikan pemukiman

No Pusong Lama Ya Tidak Keterangan


1 Darussalam Lr I 3 17 Kategori tidak
baik berdasarkan
2 Pancasila Lr II 2 18 hasil pengukuran
3 Rawa Jaya Lr III 2 18 kurang dari 40%.

4 Nelayan Lr IV 8 12
5 Pasi Lr V 9 11
Jumlah 24 76 100
Persentase 24 % 76 %
Sumber : Kuesioner Penelitian, 2011.

Kesediaan masyarakat Gampong Pusong Lama untuk di relokasikan ketempat

lain selama perbaikan pemukiman dikategorikan tidak baik dengan jumlah responden

24 yang menjawab “ya” dan 76 yang menjawab “tidak” dengan rasio 76 %.

4.3.1 Aspek Sosial

Peningkatan jumlah penduduk membuat beban lingkungan bertambah berat.

Masyarakat yang menderita kemiskinan menyebabkan pengangguran, kriminalitas,

pelayanan kesehatan dan pendidikan yang tidak memadai serta lemahnya partisipasi

masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan. Kemiskinan merupakan salah satu

contoh ketidakadilan yang dialami suatu kelompok masyarakat miskin, hal ini terlihat

dari tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan untuk bertahan hidup dalam kesehatan

yang baik, sulitnya mendapat akses ke pelayanan publik (sanitasi sehat, air bersih,

Universitas Sumatera Utara


pengelolaan sampah), rumah sehat, dan pelayanan pendidikan. Ketidakadilan juga

terlihat dari tidak adanya kepemilikan hak atas tanah yang mereka huni.

Fasilitas pendidikan di Gampong Pusong Baru sebagaimana hasil wawancara

dengan Sofyan Sabi Kepala Dusun II mengatakan :

“Gampong Pusong Baru memiliki fasilitas pendidikan TK ada 1, SD


ada 1 yaitu SD No 20, SMP ada 1 yaitu SMP No 15, SMA tidak ada
dan Balai pengajian ada 9 buah” (wawancara, 1 Agustus 2011).
Hasil wawancara dengan Kepala Urusan Umum Gampong Pusong Lama

Bukhari mengatakan :

“Fasilitas pendidikan di Gampong Pusong Lama masih kurang


memadai, dulunya ada SD 7 dan SD 8 di Lr I dan Lr II, tapi sekarang
SD nya sudah digabung menjadi SD 8 di Lr I” (wawancara, 18
Agustus 2011).
Berdasarkan hasil wawancara diatas, bahwa fasilitas pendidikan di Gampong

Pusong masih kurang memadai, dengan melihat fenomena sarana dan prasarana

pendidikan yang masih tidak mendukung.

Tabel 10 Jenjang Pendidikan Masyarakat Gampong Pusong Baru

No Jenjang Pendidikan

1 TDK_TM_SD TM_SD SLTP SLTA DIP_II DIP_III STR_I STR_II STR_III

533 1088 721 1314 9 28 21 2 0

Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Lhokseumawe, 2010.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan tabel diatas sebanyak 533 orang masyarakat di Gampong Pusong

Baru yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD), 1088 orang yang tamat SD, 721 orang

yang tamat SLTP, 1314 orang yang tamat SLTA, dan 9 orang yang menamatkan

Diploma II, 28 Diploma III, yang selesai pendidikan Strata I sebanyak 21 orang, serta

strata II sebanyak 2 orang. Kondisi jenjang pendidikan masyarakat Pusong Baru

seperti yang terlihat di tabel menunjukan masih rendah pendidikan warga sehingga

mereka tidak mampu untuk mendapatkan pengetahuan yang cukup, baik untuk

mendapatkan pekerjaan yang layak maupun untuk menciptakan kehidupan

lingkungan yang sehat.

Tabel 11. Jenjang Pendidikan Masyarakat Gampong Pusong Lama


No Jenjang Pendidikan
1 STR_III
TDK_TM_SD TM_SD SLTP SLTA DIP_II DIP_III STR_I STR_II
2
638 1202 813 1615 14 44 70 2
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Lhokseumawe, 2010.

Masyarakat Gampong Pusong Lama yang tidak tamat SD sebanyak 638

orang, yang tamat SD sebanyak 1202, yang tamat SLTP sebanyak 813 orang, tamat

SLTA sebanyak 1615 orang, diploma II sebanyak 14, diploma III senyak 44 orang,

yang menyelesaikan Strata I sebanyak 70 orang, Strata II sebanyak 2 orang dan Strata

III sebanyak 2 orang. Kondisi jenjang pendidikan masyarakat Gampong Pusong

Lama tidak jauh berbeda dengan Gampong Pusong Baru, hanya saja kondisi jenjang

pendidikan di Pusong Lama sudah sedikit lebih meningkat, dilihat tingkat Diploma

Universitas Sumatera Utara


dan Strata I, II dan III sudah ada beberapa orang yang telah menyelesaikan jenjang

pendidikan tersebut.

Tabel 12. Jawaban Responden terhadap Tingkat Pendidikan

No Pusong Baru Ya Tidak Keterangan


1 Dusun I 10 10 Kategori tidak
baik berdasarkan
2 Dusun II 8 12 hasil pengukuran
3 Dusun III 9 11 kurang dari 40%.

4 Dusun IV 4 16
5 Dusun V 3 17
Jumlah 34 66 100
Persentase 34 % 66 %
Dapat dilihat bahwa dari jawaban responden yang berpendidikan di Gampong

Pusong Baru dikategorikan tidak baik. Adapun jumlah responden yang memilih “ya”

sebanyak 34 dan 66 yang menjawab “tidak” dengan rasio 66 %. Maka kategori tidak

baik berdasarkan hasil pengukuran kurang dari 40%.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 13. Jawaban Responden terhadap Tingkat Pendidikan Gampong Pusong
Lama

No Pusong Lama Ya Tidak Keterangan


1 Darussalam Lr I 12 8 Kategori kurang
berdasarkan hasil
2 Pancasila Lr II 10 10 pengukuran
3 Rawa Jaya Lr III 11 9 antara 40% s/d
55%
4 Nelayan Lr IV 9 11
5 Pasi Lr V 8 12
Jumlah 50 50 100
Persentase 50 % 50 %
Sumber : Kuesioner Penelitian, 2011.

Dari data di atas dapat dilihat bahwa pendidikan masyarakat Gampong

Pusong Lama sedikit lebih baik dari Pusong Baru. Adapun jawaban responden yang

menjawab “ya” 50 dan jawaban “tidak” 50 dengan rasio 50%. Maka dikategori

kurang berdasarkan hasil pengukuran antara 40% s/d 55.

Data Kota Lhokseumawe dalam Angka tahun 2008 menggambarkan

bahwasanya ada terjadi peningkatan penyakit yang diakibatkan oleh kualitas

lingkungan yang buruk. Dimana pada tahun 2007 penduduk yang terkena penyakit

diare berjumlah 6.573 jiwa dari sebelumnya 5.176 jiwa pada tahun 2006. Sebahagian

besar penduduk yang terkena penyakit diare ini berada di Kecamatan Banda Sakti dan

salah satunya adalah di Gampong Pusong.

Kepala Urusan Umum Sari Iryawati di Gampong Pusong Baru mengatakan :

Universitas Sumatera Utara


“Selama ini masyarakat Pusong Baru sudah mudah untuk berobat,
karena di Gampong Pusong Baru ada PUSTU Puskesmas Pembantu
yang melayani kesehatan masyarakat setempat jika terkena penyakit
diare, batuk, dan lain-lain. Pada saat ini kesehatan masyarakat sudah
terjamin karena sudah ada akses ASKESKIN dan JKA (Jaminan
Kesehatan Aceh)” (wawancara, 1 Agustus 2011).
Yusmahdi Sekretasis Keuchik Gampong Pusong Baru mengatakan :

“Sebelum adanya JKA kondisi kesehatan masyarakat masih sangat


buruk, pada umumnya anak-anak sering terkena penyakit diare dan
demam berdarah, namun setelah adanya PUSTU dan JKA kondisi
kesehatan masyarakat sudah sedikit membaik” (wawancara, 1 Agustus
2011).
Akses pelayanan kesehatan sudah mulai tersentuh ke Gampong Pusong yaitu

dengan adanya PUSTU Puskesmas Pembantu dan masyarakat sudah dapat berobat

dengan adanya program pemerintah Provinsi NAD yaitu JKA guna untuk menjamin

kesehatan masyarakat Aceh. Walaupun akses pelayanan sudah mulai tersentuh

dengan adanya PUSTU dan JKA, namun masih menunjukkan potensi untuk tetap

berkembang dan meluas bibit penyakit yang disebabkan oleh kualitas lingkungan

pemukiman yang buruk.

Menurut Buchari H. Yusuf sebagai Kepala Urusan Umum di Gampong

Pusong Lama mengatakan bahwa :

“Akses pelayanan kesehatan sudah ada di Gampong Pusong Lama, tapi


masih sangat terbatas, buktinya masyarakat sering berobat ke klinik
yang ada di pusong walaupun harus membayar” (wawancara, 18
Agustus 2011).
Menurut Kepala Dusun Pasi Lr V Gampong Pusong Lama Zainal Abidin

mengatakan :

Universitas Sumatera Utara


“Pelayanan kesehatan masih kurang memadai, Puskesmas Pembantu
(PUSTU) yang berada di Dusun Pasi Lorong V mempunyai ruang
yang kecil serta kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung”
(wawancara, 18 Agustus 2011).
Berdasarkan hasil wawancara diatas akses pelayanan kesehatan di Gampong

Pusong Lama masih kurang memadai dengan hanya ada Puskesmas Pembantu dan

ruang yang kecil dan kurang sarana dan prasana pendukung lainnya sehingga

masyarakat harus berobat ke klinik lain walaupun harus membayarnya.

Tabel 14. Jawaban Responden terhadap Akses Pelayanan Kesehatan Gampong


Pusong Baru

No Pusong Baru Ya Tidak Keterangan


1 Dusun I 12 8 Kategori kurang
berdasarkan hasil
2 Dusun II 13 7 pengukuran
3 Dusun III 11 9 antara 40% s/d
55%
4 Dusun IV 8 12
5 Dusun V 7 13
Jumlah 51 49 100
Persentase 51 % 49 %
Sumber : Kuesioner Penelitian, 2011.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden terhadap akses

pelayanan kesehatan di Gampong Pusong Baru yang menjawab “ya” sebanyak 51

dengan rasio 51 % sedangkan yang menjawab “tidak” sebanyak 49 orang dengan

rasio 49 %. Akses pelayanan kesehatan di Gampong Pusong Baru dari jawaban

responden dapat di katagorikan kurang berdasarkan hasil pengukuran antara 40% s/d

55%.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 15. Jawaban Responden terhadap Akses Pelayanan Kesehatan Gampong
Pusong Lama

No Pusong Lama Ya Tidak Keterangan


1 Darussalam Lr I 13 7 Kategori kurang
berdasarkan hasil
2 Pancasila Lr II 6 14 pengukuran
3 Rawa Jaya Lr III 14 6 antara 40% s/d
55%
4 Nelayan Lr IV 5 15
5 Pasi Lr V 15 5
Jumlah 53 47 100
Persentase 53 % 47 %
Sumber : Kuesioner Penelitian, 2011.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden terhadap akses

pelayanan kesehatan di Gampong Pusong Lama yang menjawab “ya” sebanyak 53

dengan rasio 53 % sedangkan yang menjawab “tidak” sebanyak 47 orang dengan

rasio 47 %. Akses pelayanan kesehatan di Gampong Pusong Lama dari jawaban

responden dapat di katagorikan kurang berdasarkan hasil pengukuran antara 40% s/d

55%.

Beranjak kepada status kepemilikan tanah yang dihuni dalam pemukiman.

Status permukiman kumuh seringkali tidak jelas baik dari status administrasi dan

hukum tanah, maupun kesesuaian dengan rencana tata ruang kota. Terkait status

hukum atas tanah, biasanya hal ini yang membedakan permukiman kumuh (slum)

dengan pemukiman liar (squatter).

Universitas Sumatera Utara


Wawancara dengan Kepala Dusun IV T. Taiburrahman mengenai status

kepemilikan tanah warga, mengatakan :

“Ada sebahagian rumah warga yang tinggal di pemukiman kumuh


Pusong Baru sudah mendapatkan sertifikat tanah. Warga yang telah
memiliki kejelasan atas status tanah mereka sekitar 50 % dan 50 % lagi
di perkirakan belum memiliki sertifikat tanah” (wawancara, 1 Agustus
2011).
Hasil wawancara menunjukkan masih belum ada kejelasan atas lahan yang

dihuni warga mencapai 50 %, dan 50 % warga yang telah jelas status lahan yang

mereka huni.

Wawancara dengan Keuchik Gampong Pusong Lama mengatakan :

“Asal usul lahan pemukiman di Gampong Pusong yaitu dengan adanya


pembebasan lahan oleh pemerintah Aceh Utara untuk menjadi
pemukiman masyarakat sebelum lahirnya pemerintah kota
Lhokseumawe. Masyarakat Pusong Lama kurang lebih 600 KK yang
sudah memiliki sertifikat tanah dan selebihnya belum memiliki karena
belum membuatnya. Dusun Nelayan lrg IV jumlah 255 KK yang sudah
ada sertifikat tanah kurang lebih 150 KK selebihnya belum membuat.
Dusun Pasi lrg V 350 KK dan yang paling banyak penduduk, di Dusun
ini banyak tanah yang sudah diganti rugi oleh pemerintah.” (wawancara,
18 Agustus 2011).
Pemukiman Pusong berkembang setelah adanya pembebasan lahan pada masa

pemerintahan Aceh Utara dan sebelum lahirnya Pemerintahan Kota Lhokseumawe.

Masyarakat Pusong Lama sekitar 600 KK yang telah mendapatkan sertifikat atas

tanah mereka dan selebihnya mereka belum membuat sertifikat tanah. Di Dusun Pasi

Pusong Lama berdasarkan hasil wawancara dengan Keuchik adalah Dusun yang

Universitas Sumatera Utara


paling banyak penduduk dan sudah banyak tanah warga yang telah diganti rugi oleh

pemerintah.

Tabel 16. Jawaban Responden terhadap Status Lahan yang Dihuni


(kepemilikan) Lahan yang Dihuni

No Pusong Baru Ya Tidak Keterangan


1 Dusun I 12 8 Kategori kurang
berdasarkan hasil
2 Dusun II 12 8 pengukuran
3 Dusun III 14 6 antara 40% s/d
55%
4 Dusun IV 5 15
5 Dusun V 4 16
Jumlah 47 53 100
Persentase 47 % 53 %
Sumber : Kuesioner Penelitian, 2011.

Dari hasil jawaban responden yang terdapat dalam tabel diatas menunjukkan

terhadap kepemilikan lahan hunian, responden yang menjawab “ya” mencapai 47

orang dari lima Dusun di Gampong Pusong Baru dengan rasio 47 % dan yang

menjawab “tidak” 53 orang dengan rasio 53 %, dari hasil jawaban responden ini

dapat dikatagorikan kurang berdasarkan hasil pengukuran antara 40% s/d 55%.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 17. Jawaban Responden terhadap Status Lahan yang Dihuni
(kepemilikan)

No Pusong Lama Ya Tidak Keterangan


1 Darussalam Lr I 15 5 Kategori cukup
berdasarkan hasil
2 Pancasila Lr II 16 4 pengukuran
3 Rawa Jaya Lr III 18 2 antara 56 % s/d
75 %
4 Nelayan Lr IV 5 15
5 Pasi Lr V 2 18
Jumlah 56 44 100
Persentase 56 % 44 %
Sumber : Kuesioner Penelitian, 2011.

Dari hasil jawaban responden yang terdapat dalam tabel diatas menunjukkan

terhadap kepemilikan lahan hunian, responden yang menjawab “ya” mencapai 56

orang dari lima Dusun di Gampong Pusong Lama dengan rasio 56 % dan yang

menjawb “tidak” 44 orang dengan rasio 44 %, dari hasil jawaban responden ini dapat

dikatagorikan cukup berdasarkan hasil pengukuran antara 56 % s/d 75 %.

Salah satu tujuan pembangunan adalah meningkatkan kemampuan partisipasi

masyarakat, keterlibatan yang bersifat spontan yang disertai kesadaran dan tanggung

jawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Dalam upaya

untuk menciptakan lingkungan sehat dan berkelanjutan sangat dibutuhkan partisipasi

dari masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Dusun I Gampong Pusong Baru,

Husri H Sufi mengatakan :

“Masih kurangnya partisipasi masyarakat dalam menciptakan kondisi


lingkungan yang sehat, yang mana masih terdapat masyarakat yang
membuang sampah dan buang hajat langsung di bawah rumah mereka.
Hal ini kalau menurut saya, sudah menjadi budaya jelek warga
Gampong Pusong Baru dikarenakan oleh keadaan. Mereka hidup dalam
kemiskinan ditambah lagi rendahnya pendidikan dan pengetahuan
mereka. Kerja bakti pun hanya dilakukan ketika menyambut hari-hari
besar agama saja seperti menyambut maulid dan bulan ramadhan ”
(wawancara 1 Agustus 2011).

Wawancara dengan Kepala Urusan Pembangunan/ekonomi Gampong Pusong

Lama Lr IV, Tisara mengatakan :

“Kami sudah terbiasa dengan keadaan kumuh di sini, kami BAB (Buang
Air Besar) dan buang sampah langsung dibawah rumah kami masing-
masing, karena tidak ada WC dan tempat sampah. Sebelum adanya
waduk, BAB dan sampah dapat terseret ke laut dengan air laut, tetapi
setelah adanya pembangunan waduk raksasa itu air laut tidak sampai
lagi ke rumah panggung kami, sehingga BAB dan sampah bertumpuk di
bawah rumah dan menjadi bau”(wawancara, 18 Agustus 2011).
Wawancara dengan Salahuddin Kasubbag perencanaan kegiatan dokumentasi

dan informasi Bappeda Kota Lhokseumawe Mengatakan bahwa :

“Menurut saya, masyarakat Pusong masih kurang kesadaran untuk


menjaga lingkungan sehat, selain rendahnya pendidikan yang
merupakan salah satu penyebab, juga masih terbiasa dengan budaya
jorok dan kumuh serta kurang partisipasif masyarakat untuk membentuk
kerja bakti membersihkan lingkungan mereka. Satu lagi yang sangat
susah diatasi yaitu merubah mindset masyarakat. mengapa di sekitar laut
sangat identik dengan kumuh, karena mereka menganggap kotoran
(BAB) dan sampah dapat dibawa oleh arus laut ke laut, padahal logika
berfikir, laut tidak menerima sampah rumah tangga, sampah itu akan
terbawa kembali ke daratan”(wawancara, 18 Agustus 2011).

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan hasil wawancara dan observasi penulis, partisipasi masyarakat di

Gampong Pusong Baru dan Pusong Lama masih kurang berperan disebabkan oleh

kehidupan yang masih terbiasa dengan budaya jorok dan kumuh dan mereka sangat

bergantung dengan alam. Mereka berfikir bahwa mereka tidak akan sakit bila pun

kondisi lingkungan mereka kotor seperti membuang hajat langsung di bawah rumah

dan mereka menganggap sudah menyatu dengan alam. Menurut penulis, warga

Pusong yang tinggal di pemukiman kumuh itu sendiri yang tidak mau merubah

keadaan mereka, tidak mau tahu dan apatis. Mereka sudah terbiasa dan selalu

berharap bantuan dari pemerintah setelah terjadi tsunami beberapa tahun yang lalu.

Dari hasil observasi penulis ke lapangan didalam rumah mereka lengkap

dengan TV, parabola, Kulkas dan sepeda motor, tetapi WC (jamban) tidak ada, dan

bertahun-tahun mereka buang hajat langsung dibawah rumah, air laut akan menyapu

dan menyeret kotoran itu ke laut. Namun ada juga sebahagian masyarakat yang

miskin sehingga benar-benar tidak mampu untuk membuat jamban di rumahnya.

Rendahnya pendidikan dan pengetahuan untuk menjaga kualitas lingkungan

sehat dan berkelanjutan juga yang menjadikan mereka tetap masih kumuh.

Ketidaktahuan dan tidak adanya kesadaran akan makna hidup sehat sehingga mereka

masih bertahan dengan kondisi itu dan tidak mampu untuk menumbuhkan tingkat

berperan serta atau partisipasi untuk menjaga lingkungan untuk menuju kepada

pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu partisipasi atau peran serta masyarakat

dalam pembangunan merupakan aktualisasi dari ketersediaan dan kemauan anggota

Universitas Sumatera Utara


masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi dalam mewujudkan pembangunan

berkelanjutan, ditambah dengan peningkatan pendidikan dan pengetahuan.

Rendahnya sikap kegotong royongan dalam rangka menjaga kebersihan

lingkungan sekitar, kerja bakti hanya dilakukan pada saat menyambut hari-hari besar

agama, tidak ada upaya perbaikan sarana dan prasarana di permukiman kumuh secara

partisipatif rutin tiap minggu.

4.3.2 Aspek Ekonomi

Jumlah angkatan kerja di kota Lhokseumawe terus mengalami peningkatan

seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Upaya menciptakan lapangan

pekerjaanpun di nilai sangat perlu. Identifikasi angkatan kerja terdidik yang belum

bekerja masih ditemui dalam jumlah yang relatif besar disamping angkatan kerja

yang tidak berpendidikan, serta terbatasnya keterampilan teknis penguasaan tehnologi

oleh tenaga kerja sehingga empat jenis lapangan pekerjaan yang paling banyak

menyerap tenaga kerja seperti pedagang/jualan, nelayan, petani, dan pekerja

bangunan.

Berdasarkan wawancara dengan Keuchik Gampong Pusong Baru mengatakan

bahwa :

“Mata Pencaharian dominan masyarakat Gampong Pusong Baru


adalah nelayan yang mencapai 979, dan swasta tukang mencapai
225, PNS sebanyak 22, Tni/Polri hanya 2, pensiunan sebanyak 11
dan pengusaha mencapai 238.

Universitas Sumatera Utara


Dari hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa mata pencaharian

masyarakat Pusong Baru sebahagian besar adalah sebagai nelayan sejumlah 979, dan

sebahagian kecil sebagai swasta tukang sejumlah 225, PNS sejumlah 22, Tni/Polri

sejumlah 2, pensiunan sejumlah 11 dan pengusaha sejumlah 238.

Wawancara dengan Keuchik Pusong Lama mengatakan bahwa :

“Mata pencaharian masyarakat di Gampong Pusong Lama lebih besar


Swasta tukang yang mencapai 2022, sedangkan nelayan mencapai
1192, PNS mencapai 1477, Tni/Polri mencapai 42, pensiunan
sebanyak 7 dan pengusaha mencapai 27. Untuk Dusun Nelayan Lr IV
dan Pasi Lr V lebih besar mata pencahariannya adalah sebagai
nelayan karena rumah mereka dekat dengan laut dan kedua Dusun ini
yang lebih cenderung kumuh dan lebih padat penduduknya
dibandingkan dengan Dusun yang lain” (wawancara 18 Agustus
2011).
Dari hasil wawancara diatas di Gampong Pusong Lama lebih besar swasta

tukang, namun yang berada di Dusun Nelayan Lr IV dan Pasi Lr V lebih besar

bermata pencaharian sebagai nelayan dan lebih cenderung kumuh dan padat

penduduknya.

Menurut Tgk. M. Yakob Affan Kepala Urusan Kesejahteraan Gampong

Pusong Baru mengatakan bahwa :

“Masyarakat Pusong Baru sebagian besar adalah mencari nafkah


dengan mencari ikan di laut. Penghasilan yang mereka dapati tidak
menentu, terkadang banyak terkadang tidak dapat apa-apa. Rezeki
yang mereka dapati tergantung hasil tangkapan ikan. Jumlah
penduduk miskin kurang lebih 600 KK dari 1.119 KK dengan
melihat hasil pendapatan, kondisi rumah, akses air minum dan septic
tank” (wawancara, 18 Agustus 2011).
Kepala Urusan Kesejarteraan Gampong Pusong Lama mengatakan :

Universitas Sumatera Utara


“Hasil pendapatan masyarakat perhari tergantung hasil tangkapan ikan di laut
(sesuai dengan cuaca alam). Perhari terkadang dapat 30 ribu bahkan sampai
100 ribu, dan kalau tukang bangunan 50 ribu per hari” (wawancara, 18
Agustus 2011).
Dari hasil wawancara tersebut, masyarakat Gampong Pusong mata

pencaharian dominan adalah nelayan yang mendapatkan penghasilan yang tidak pasti

atau tidak menentu tergantung dengan keadaan cuaca. Jumlah penduduk miskin di

Gampong Pusong mencapai 600 KK dari 1.119 KK. Penilaian miskin di lihat dari

hasil pendapatan warga, keadaan rumah hunian, akses terhadap air minum dan

keberadaan septic tank dirumah warga.

Bardasarkan wawancara dengan Keuchik Gampong Pusong Lama

mengatakan :

“Jumlah penduduk Gampong Pusong Lama mencapai 1.438 KK.


Jumlah penduduk miskin kurang lebih 400 KK, dengan melihat
kategori dari mata pencaharian (hasil pendapatan), kondisi rumah,
septic tank, air minum” (wawancara, 18 Agustus 2011).

Hasil wawancara diatas menunjukkan dari 1.438 KK terdapat katagori miskin

di Gampong Pusong Lama sekitar 400 KK dengan melihat hasil pendapatan, kondisi

rumah, septic tank dan akses air minum. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi

ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat

berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh

kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap

pendidikan dan pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 18. Jawaban Responden terhadap Penghasilan/pendapatan

No Pusong Baru Ya Tidak Keterangan


1 Dusun I 12 8 Kategori kurang
berdasarkan hasil
2 Dusun II 11 9 pengukuran
3 Dusun III 11 9 antara 40% s/d
55%
4 Dusun IV 8 12
5 Dusun V 5 15
Jumlah 47 53 100
Persentase 47 % 53 %
Sumber : Kuesioner Penelitian, 2011.

Dari jawaban responden terhadap hasil pendapatan dalam tabel diatas

menunjukkan yang menjawab “ya” sebanyak 47 orang yang hasil pendapatannya

diatas Rp 2.000.000 perbulan dengan rasio 47 %. Dan yang menjawab “tidak”

sebanyak 53 orang dengan rasio 53 % yang hasil pendapatannya sekitar Rp 500.000 –

1.000.000. Dari hasil jawaban responden dapat dikategori kurang berdasarkan hasil

pengukuran antara 40% s/d 55%.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 19. Jawaban Responden terhadap penghasilan/pendapatan

No Pusong Lama Ya Tidak Keterangan


1 Darussalam Lr I 16 4 Kategori cukup
berdasarkan hasil
2 Pancasila Lr II 17 3 pengukuran
3 Rawa Jaya Lr III 12 8 antara 56 % s/d
75 %
4 Nelayan Lr IV 8 12
5 Pasi Lr V 5 15
Jumlah 58 42 100
Persentase 58 % 42 %
Sumber : Kuesioner Penelitian, 2011.

Dari jawaban responden terhadap hasil pendapatan dalam tabel diatas

menunjukkan yang menjawab “ya” sebanyak 58 orang yang hasil pendapatannya

diatas Rp 2.000.000 perbulan dengan rasio 58 %. Dan yang menjawab “tidak”

sebanyak 42 orang dengan rasio 42 % yang hasil pendapatannya sekitar Rp 500.000 –

1.000.000. Dari hasil jawaban responden dapat dikategori cukup berdasarkan hasil

pengukuran antara 56 % s/d 75 %.

Pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk kesejahteraan semua anggota

masyarakat, dapat dicapai melalui tehnologi inovatif yang berdampak minimum

terhadap lingkungan. Pertumbuhan ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan dasar.

dalam rangka pemenuhan hak-hak dasar, kebijakan ekonomi makro perlu

memperhitungkan empat tujuan yang saling berkaitan, yaitu menjaga stabilitas

ekonomi, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memperluas kesempatan kerja.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan wawancara dengan Kepala Urusan Kesejahteraan Gampong

Pusong Baru Tgk. M. Yacob Affan mengatakan :

“Pemberdayaan ekonomi lokal dengan potensi yang ada yaitu laut,


dan Reservoir yaitu waduk raksasa sudah seharusnya dapat
diberdayakan untuk pertumbuhan ekonomi lokal dan itu telah
diupayakan oleh masyarakat dan pemerintah dengan budidaya ikan
kerapu yaitu membuat gubuk terapung diatas air dan kemudian
membuat keramba terapung diatas air. Bantuan bibit ikan dari DKPP
(Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian). Pembangunan waduk
raksasa yang berada di kawasan Pusong dijadikan sebagai objek
wisata, dengan harapan masyarakat sekitar Pusong dapat
meningkatkan perekonomian, tetapi bibit ini hanya diberi kepada
warga yang tinggalnya dekat dengan laut” (wawancara, 18 Agustus
2011).
Wawancara dengan Kepala Urusan Umum Gampong Pusong Lama

mengatakan :

“Ada beberapa program pemerintah dalam pemberdayaan ekonomi


masyarakat, tapi kalau menurut saya segala upaya pemerintah dalam
memberdayakan ekonomi masyarakat hanya sia-sia saja, dikarenakan
pemerintah kurang memantau, seperti ada memberikan mesin jahit 20
buah pada tahun 2009 tapi tidak dapat di berdayakan ibu-ibu untuk
menerima jahitat dan menambah hasil pendapatan keluarga dan
budidaya ikan kerapu pun hanya warga yang ekonominya mapan
yang dapat mngembangkannya” (wawancara, 18 Agustus 2011).
Dari wawancara dan observasi penulis, menunjukkan bahwa potensi

sumberdaya alam dapat dimanfaatkan untuk keberlanjutan ekonomi masyarakat,

namun bila sumberdaya alam tidak diberdayakan dengan baik maka masyarakat

setempat tidak mampu meningkatkan pendapatan. Ditambah lagi harus adanya

keseriusan pemerintah dalam memberikan program-program pemberdayaan yang

semestinya harus dapat melihat apa kebutuhan masyarakat setempat dan butuh

Universitas Sumatera Utara


adanya pendampingan agar dapat di manfaatkan seutuhnya. Ada sebahagian

masyarakat selama ini menjadi sangat ketergantungan dengan bantuan dari

pemerintah, sehingga masyarakat di pemukiman kumuh ini terkesan malas dan selalu

berharap kepada bantuan-bantuan itu dan tidak ada upaya untuk merubah kondisi

mereka yang kumuh.

4.3.3 Aspek Ekologi

Keberlanjutan ekologis adalah prasyarat untuk pembangunan dan

keberlanjutan kehidupan. Keberlanjutan ekologis akan menjamin keberlanjutan

ekosistem bumi. Etika lingkungan menjadi pedoman hidup masyarakat, sehingga

mereka selalu mengupayakan kelestarian dan keseimbangan lingkungan, konservasi

sumberdaya alam vital, dan mengutamakan peningkatan kualitas hidup. Akibat

peningkatan jumlah penduduk miskin di perkotaan telah membuat beban lingkungan

perkotaan bertambah berat. Lingkungan yang menderita kerusakan (seperti

pencemaran air, udara dan tanah, pengelolaan limbah, kelangkaan air bersih dan

pemukiman yang kumuh).

Alam menyediakan udara dimana kita menghirup udara bersih. Alam

memberikan kita air dimana kita minum air bersih. Alam memberikan tanah sehingga

kita bisa menanam. Alam, air, tanah, udara, dan iklim mampu menghidupi manusia.

Pengelolaan kualitas lingkungan merupakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi

lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,

pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan

Universitas Sumatera Utara


hidup serta managemen lingkungan hidup dengan tujuan untuk mencapai kelestarian

hubungan manusia dengan lingkungan hidup sehingga dapat membangun manusia

seutuhnya dan mewujudkan manusia sebagai bagian lingkungan hidup dan tidak akan

dapat dipisahkan.

Adapun keadaan kualitas lingkungan di Gampong Pusong di bidang :

a. Drainase

Secara umum, sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian

bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air

dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.

Dalam rangka pengembangan dan penataan kawasan permukiman dan peningkatan

taraf hidup masyarakat di Kota Lhokseumawe, penanganan drainase merupakan salah

satu prioritas yang perlu mendapatkan penanganan. Karena gangguan dan kerugian

akan masalah banjir dan genangan telah mengakibatkan dampak penurunan kondisi

sosial ekonomi masyarakat, kerusakan lingkungan pemukiman dan sektor-sektor

ekonomi yang potensial.

Berdasarkan wawancara Kepala Dusun Lr. IV Gampong Pusong Baru T.

Taiburrahman mengatakan :

“Puluhan tahun kami tidak ada paret, tidak ada saluran, air tergenang
waktu naik air pasang” (wawancara, 22 Agustus 2011).

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan hasil wawancara diatas dengan informan menunjukan keberadaan

saluran di Gampong Pusong Baru belum memiliki sarana infrastruktur yang

memadai, dengan kondisi yang cukup lama warga tersebut tidak memiliki saluran

sehingga saat air pasang laut terjadi penggenangan air.

Wawancara penulis lakukan juga dengan Kepala Dusun Nelayan Lr IV

Gampong Pusong Lama Rusli Ibarahim mengatakan mengatakan :

“Gorong-gorong kecil (saluran tidak lancar), tidak semua Dusun


mempunyai gorong-gorong tetapi di Gampong kami tidak banjir,
dikarenakan tanah pasir. Hanya saja tergenang air waktu air pasang
laut dan kemudian surut kembali” (wawancara, 22 Agustus 2011).

Hasil identifikasi potensi di Gampong Pusong (data dari Bappeda Kota

Lhokseumawe) menyatakan :

“Sebagian besar saluran Drainase tidak Lancar” ( 21 Juli 2011).

Berdasarkan wawancara dengan Kasubag perencanaan kegiatan dokumentasi

dan informasi Bappeda Kota Lhokseumawe, mangatakan bahwa :

“Belum ada sistem drainase di Pusong, pembuangan saluran langsung


ke laut” (wawancara, 22 Agustus 2011).

Kemudian wawancara dengan Setdako Lhokseumawe mengatakan bahwa :


“Belum ada penanganan sistem drainase di Gampong Pusong, seperti
drainase di simpang legos masih tegenang air dan itu harus segera
ditangani”(wawancara, 22 Agustus 2011).

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, kondisi drainase Gampong Pusong

tidak menunjukkan kelayakan karena tidak ada sistem drainase di Gampong Pusong

tersebut, pembangunan drainase lebih kepada syarat kelengkapan pada jalan yang ada

seperti di simpang legos, dan itupun masih terjadi genangan air pada saluran tersebut,

untuk itu pemerintah akan melakukan penanganan secepatnya. Walaupun demikian

Gampong Pusong pada saat musim hujan sangat jarang terjadi banjir, hal ini

disebabkan oleh kondisi jenis tanah berpasir yang memiliki sifat dapat menyerap air

dalam waktu cepat. Terjadi air pasang laut di Gampong Pusong dan akan surut

kembali.

Tabel 20. Jawaban Responden terhadap Ketersediaan Saluran Drainase

No Pusong Baru Ya Tidak Keterangan


1 Dusun I 1 19 Kategori tidak
baik berdasarkan
2 Dusun II 1 19 hasil pengukuran
3 Dusun III 0 20 kurang dari 40%.

4 Dusun IV 0 20
5 Dusun V 0 20
Jumlah 2 98 100
Persentase 2% 98 %
Sumber : Kuesioner Penelitian, 2011.

Dari jawaban responden terhadap ketersediaan saluran drainase dalam tabel

diatas menunjukkan yang menjawab “ya” sebanyak 2 orang dengan rasio 2 %, dan

yang menjawab “tidak” sebanyak 98 orang dengan rasio 98 %. Maka dari hasil

Universitas Sumatera Utara


jawaban responden dapat dikategori ketersediaan saluran drainase di Gampong

Pusong Baru tidak baik berdasarkan hasil pengukuran kurang dari 40%.

Tabel 21. Jawaban Responden terhadap Ketersediaan Saluran Drainase

No Pusong Lama Ya Tidak Keterangan


1 Darussalam Lr I 1 19 Kategori cukup
berdasarkan hasil
2 Pancasila Lr II 1 19 pengukuran
3 Rawa Jaya Lr III 1 19 antara 56 % s/d
75 %
4 Nelayan Lr IV 0 20
5 Pasi Lr V 0 20
Jumlah 3 97 100
Persentase 3% 97 %
Sumber : Kuesioner Penelitian, 2011.

Dari jawaban responden terhadap ketersediaan saluran drainase dalam tabel

diatas menunjukkan yang menjawab “ya” sebanyak 3 orang dengan rasio 3 %, dan

yang menjawab “tidak” sebanyak 97 orang dengan rasio 97 %. Dari hasil jawaban

responden dapat dikategori ketersediaan saluran drainase di Gampong Pusong Lama

tidak baik berdasarkan hasil pengukuran kurang dari 40%.

b. Persampahan

Sampah merupakan suatu masalah yang cukup krusial di Kota Lhokseumawe

dan bila kondisi yang ada saat ini dibiarkan terus berlanjut maka akan menimbulkan

permasalahan yang lebih besar lagi dimasa mendatang. Permasalahan sampah ini

lebih cenderung kepada belum optimalnya pelaksanaan pengumpulan sampah dari

Universitas Sumatera Utara


masyarakat dan belum dilakukannya upaya-upaya pengolahan sampah secara efisien.

Sampah Permukiman, Sampah ini berasal dari rumah tangga. Sampah ini berasal dari

aktivitas dapur, sampah pohon di halaman maupun kegiatan rumah tangga lain.

Berdasarkan wawancara dengan Keuchik Pusong Baru mengatakan :

“Sampah rumah tangga langsung di buang di bawah rumah dan tidak


ada bak sampah khusus dan hanya didekat pasar terjangkau petugas
kebersihan untuk mengangkut sampah di Pusong Baru” (wawancara,
25 Agustus 2011).

Hasil wawancara dan observasi penulis menunjukkan bahwa sampah rumah

tangga langsung dibuang di bawah rumah warga tidak ada bak sampah khusus untuk

penampungan sampah sementara, tidak terjangkau oleh petugas kebersihan untuk

mengangkut sampah ke seluruh rumah warga. Menurut penulis masyarakat sudah

terbiasa dengan keadaan yang tidak baik ini. Upaya untuk menjaga lingkungan bukan

semata-mata dari petugas kebersihan tetapi upaya warga itu sendiri untuk

menciptakan kondisi lingkungan yang bersih, bebas dari persampahan.

Berdasarkan wawancara penulis dengan Keuchik Pusong Lama mengatakan :

“Tidak ada tempat pembuangan sementara, warga membuang


sampah rumah tangga langsung di tumpuk di depan rumah masing-
masing. Ada petugas dari BLHK Lhokseumawe seminggu 3 kali
untuk mengambil sampah didepan rumah warga. Hanya saja Lr IV
dan V tidak terjangkau oleh petugas kebersihan karena terkendala
oleh sempitnya jalan masuk” (wawancara, 25 Agustus 2011).

Berdasarkan wawancara penulis dengan Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota

Lhokseumawe mengatakan :

Universitas Sumatera Utara


“Untuk mengumpulkan sampah di lingkungan warga di lingkungan
warga yang sangat luas mustahil. Akibat keterbatasan kemampuan,
sampah di sekitar tidak mungkin dikumpulkan petugas kebersihan.
Namun pihaknya telah menyediakan dua unit kontainer sampah tidak
jauh dari pemukiman warga. disamping gereja telah kita siapkan dua
unit kontainer dan mengharapkan agar warga bisa mengambil sampah
dan membuang ketempat tersebut” (wawancara, 25 Agustus 2011).

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi pengumpulan sampah yang ada

saat ini adalah mengandalkan truk pengangkut sampah yang mengambil sampah dari

rumah ke rumah, dan di tempat pembuangan sampah sementara. hal ini dirasa kurang

efektif karena memerlukan armada truk pengangkut yang tidak sedikit untuk dapat

menjangkau seluruh wilayah Kota Lhokseumawe termasuk Gampong Pusong. Maka

untuk itu BLHK Lhokseumawe membuat tempat penampungan sampah tertutup yang

dijadwalkan setiap 2 hari akan diangkut oleh truk pengumpul sampah. Pada jadwal

yang ditentukan diharapkan setiap rumah tangga harus mengeluarkan ke tempat

sampah dan diletakkan di depan rumah atau di tempat pengumpulan (collecting point)

yang disepakati untuk mempermudah pengambilan oleh truk pengumpul sampah.

Kondisi tersebut sangat perlu didukung oleh kesadaran masayarakat untuk

dapat membuang sampah pada tempat yang telah di sediakan atau menumpuk di

depan rumah dan akan diangkut oleh petugas kebersihan. Namun berdasarkan

observasi penulis, warga yang dipinggir jalan aspal sudah sebahagian yang

menumpuk sampah didepan rumah dan diangkut oleh petugas, namun Lr IV dan Lr V

Universitas Sumatera Utara


Pusong Lama masih terlihat sampah yang berhamburan di bawah rumah warga, tanpa

ada upaya untuk membakar atau adanya penyediaan tempat penampungan sampah.

Tabel 22. Jawaban Responden terhadap Ketersediaan Tempat Pembuangan


Sampah Sementara

No Pusong Baru Ya Tidak Keterangan


1 Dusun I 0 20 Kategori tidak
baik berdasarkan
2 Dusun II 0 20 hasil
3 Dusun III 0 20 pengukurannya
kurang dari 40%
4 Dusun IV 0 20
5 Dusun V 0 20
Jumlah 0 100 100
Persentase 0% 1%
Sumber : Kuesioner Penelitian, 2011.

Dari jawaban responden terhadap ketersediaan tempat pembuangan sampah

sementara di Gampong Pusong Baru dari lima dusun dalam tabel diatas menunjukkan

yang menjawab “ya” sebanyak 0 orang dengan rasio 0 % dan yang menjawab

“tidak” sebanyak 100 orang dengan rasio 1 %. Dari hasil jawaban responden dapat

dikategori tidak baik berdasarkan hasil pengukuran kurang dari 40%.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 23. Jawaban Responden terhadap Ketersediaan Tempat Pembuangan
Sampah Sementara

No Pusong Lama Ya Tidak Keterangan


1 Darussalam Lr I 0 20 Kategori tidak
baik berdasarkan
2 Pancasila Lr II 0 20 hasil
3 Rawa Jaya Lr III 0 20 pengukurannya
kurang dari 40%
4 Nelayan Lr IV 0 20
5 Pasi Lr V 0 20
Jumlah 0 100 100
Persentase 0% 1%
Sumber : Kuesioner Penelitian, 2011.

Dari jawaban responden terhadap ketersediaan tempat pembuangan sampah

sementara di Gampong Pusong Lama dari lima dusun dalam tabel diatas

menunjukkan yang menjawab “ya” sebanyak 0 orang dengan rasio 0 % dan yang

menjawab “tidak” sebanyak 100 orang dengan rasio 1 %. Dari hasil jawaban

responden dapat dikategori tidak baik berdasarkan hasil pengukuran kurang dari

40%.

c. Air Bersih

Permasalahan air bersih ditinjau berdasarkan pola masyarakat dalam memenuhi

kebutuhan air bersihnya. Masyarakat menggunakan berbagai macam cara dalam

memenuhi kebutuhan airnya. Dari data profil kesehatan lingkungan ada yang

menggunakan sumur gali (pada kategori memenuhi syarat). Sedangkan ada juga

rumah yang menggunakan sumur gali yang tidak memenuhi syarat. Metode lain yang

Universitas Sumatera Utara


digunakan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air bersihnya adalah dengan

mengandalkan sumur pompa, namun ada juga masyarakat yang menggunakan sumur

Sumber air bersih lainnya yang digunakan oleh masyarakat adalah PAH

(penampungan air hujan). Sumber air bersih lainnya yang umumnya digunakan oleh

masyarakat adalah PDAM.

Wawancara dengan Keuchik Gampong Pusong Baru mengatakan :

“Sampai saat ini tidak ada akses air bersih. Di Gampong Pusong
Baru hanya ada satu sumur bor yang mencukupi Lr IV dan V sekitar
600 KK” (wawancara, 25 Agustus 2011).
Wawancara dengan Keuchik Gampong Pusong Lama mengatakan :
“Warga Pusong Lama sebahagian besar memakai air isi ulang dan air
dari sumur bor dan sebahagian kecil menggunakan PDAM”
(wawancara, 25 Agustus 2011).
Berdasarkan wawancara dengan Kasubag perencanaan kegiatan dokumentasi

dan informasi Bappeda Kota Lhokseumawe, mangatakan bahwa :

“Sistem pelayanan air bersih di Kota Lhokseumawe dikelola oleh


Perusahaan Daerah Air Minum Mon Pase yang bergabung
pengelolaannya dengan Kabupaten Aceh Utara. Sumber air bersih ini
berasal dari sungai atau air permukaan dan air tanah, sedangkan air
permukaan berasal dari luar kota yaitu dari daerah Krueng Mane,
Krueng Peusang dan Krueng Pase dan akses air PDAM untuk
Gampong Pusong belum terjangkau menyeluruh” (wawancara, 25
Agustus 2011).

Berdasarakan hasil wawancara untuk melayani kebutuhan konsumsi air bersih

yang masih sangat kurang untuk kebutuhan kota terutama daerah pusat kota Banda

Sakti termasuk Gampong Pusong, maka rencana pendistribusian air bersih di masa

mendatang akan dilakukan dengan sistem bercabang dengan menambah langganan

Universitas Sumatera Utara


dan jaringan terutama pada wilayah yang belum terjangkau oleh sistem distribusi.

Masyarakat Gampong Pusong menggunakan sumur bor, air isi ulang dan sebagian

kecil menggunakan layanan PDAM.

Tabel 24. Jawaban Responden terhadap Akses Pelayanan Air Bersih PDAM

No Pusong Baru Ya Tidak Keterangan


1 Dusun I 0 20 Kategori tidak
baik berdasarkan
2 Dusun II 0 20 hasil
3 Dusun III 0 20 pengukurannya
kurang dari 40%
4 Dusun IV 0 20
5 Dusun V 0 20
Jumlah 0 100 100
Persentase 0% 1%
Sumber : Kuesioner Penelitian, 2011.

Dari hasil jawaban responden dalam tabel diatas menunjukkan bahwa akses

masyarakat Gampong Pusong Baru terhadap pelayanan air bersih yang menjawab

“ya” sebanyak 0 orang dengan rasio 0 % dan yang menjawab “tidak” 100 orang

dengan rasio 1 %. Maka dapat dikatagori tidak baik berdasarkan hasil pengukuran

kurang dari 40%.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 25. Jawaban Responden terhadap Akses Pelayanan Air Bersih PDAM

No Pusong Lama Ya Tidak Keterangan


1 Darussalam Lr I 3 17 Kategori tidak
baik berdasarkan
2 Pancasila Lr II 2 18 hasil
3 Rawa Jaya Lr III 2 18 pengukurannya
kurang dari 40%
4 Nelayan Lr IV 0 20
5 Pasi Lr V 0 20
Jumlah 7 93 100
Persentase 7% 93 %
Sumber : Kuesioner Penelitian, 2011.

Dari hasil jawaban responden dalam tabel diatas menunjukkan bahwa akses

masyarakat Gampong Pusong Lama terhadap pelayanan air bersih yang menjawab

“ya” sebanyak 7 orang dengan rasio 7 % dan yang menjawab “tidak” 93 orang

dengan rasio 93 %. Maka dapat dikatagori tidak baik berdasarkan hasil pengukuran

kurang dari 40%.

d. MCK (Mandi, Cuci dan Kakus)

Permukiman padat penduduk menjadi identik dengan permukiman kumuh yang

dipenuhi masyarakat miskin, lingkungan kotor, prasarana dan infrastruktur terbatas

seperti air bersih, saluran pembuangan air, listrik, sarana bermain anak dan tidak

tersedianya ruang terbuka. Karena keterbatasan ini, banyak masyarakat yang

memanfaatkan sungai untuk MCK (Mandi, Cuci, Kakus), mengambil air dan juga

membuang sampah.

Universitas Sumatera Utara


Pada umumnya, masyarakat permukiman kumuh tidak memiliki sarana MCK

sendiri di tiap-tiap rumah karena keterbatasan lahan dan ekonomi. Untuk memenuhi

kebutuhan tersebut, mereka menggunakan sarana MCK (Mandi Cuci Kakus) umum

yang digunakan secara bersama-sama dengan penduduk lain. Sebagian besar kondisi

MCK di permukiman kumuh tidak memadai, walaupun tersedia sarana MCK, jumlah

MCK yang terbatas tidak sesuai dengan jumlah masyarakat yang menggunakannya.

Akibatnya mereka harus antri jika menggunakan MCK.

Berdasarkan wawancara dengan Keuchik Gampong Pusong Baru mengatakan

“Mencuci dan mandi dilakukan warga secara antrian di sumur bor,


ada juga warga yang menggali sumur di dekat rumah sendiri, tetapi
airnya terasa payau, namun kalau untuk kakus warga masih
memanfaatkan laut untuk membuang kotoran, hampir 90 % warga
tidak mempunyai WC dirumah dan hanya 10 % warga yang
mempunyai WC dirumahnya sendiri” (wawancara, 25 Agustus 2011).

Dari uraian hasil wawancara diatas menunjukkan di Gampong Pusong Baru

warga masih memanfaatkan laut untuk membuang kotoran, dan sebahagian besar

warga tidak mempunyai jamban dirumah dan hanya 10 % warga yang sudah

mempunyai jamban di rumah. Keadaan seperti ini dapat menghambat kelestarian

lingkungan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.

Wawancara penulis dengan Keuchik Gampong Pusong Lama mengatakan :


“Untuk mandi dan cuci warga dapat melakukan di sumur bor yang
ada di Lr IV dan di Lr V. Namun untuk kakus, warga turut
berpartisipatif dengan mengeluarkan biaya pribadi secara bersama-
sama warga membuat kakus berupa (Bagan) tidak ada kloset, dinding
terbuat dari papan ada yang mempunyai atap, ada juga yang tidak
ada atap, dan kotoran tertampung dalam cicin sumur dan ketika

Universitas Sumatera Utara


pasang air laut, cicin sumur itu dibuka dan kotoran terseret ke laut”
(wawancara, 25 Agustus 2011).

Hasil wawancara menunjukkan bahwa warga Gampong Pusong Lama

memilki dua sumur bor. Dan dari hasil biaya bersama yang warga kumpulkan

berpartisipatif untuk membangun jamban berupa (bagan) tanpa kloset, dan dinding

papan. Tetapi alternatif warga ini menurut penulis masih mencemari lingkungan,

karena keberadaan jamban ini masih bergantung dengan alam.

Wawancara dengan Dr. Hj. Ratna Zahara, M. Kes Kabid Program Pencegahan

Pemberantasan Penyakit (P2P) dari Dinas Kesehatan Lhokseumawe mengatakan :

“Penggunaan jamban juga merupakan salah satu indikator penting


untuk melihat bagaimana kesehatan dan pola hidup masyarakat.
Survei kesehatan lingkungan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
menunjukkan bahwa ada tiga jenis jamban yang umumnya digunakan
oleh masyarakat Kota Lhokseumawe. Pada kategori leher angsa,
sebanyak 89,71 % rumah telah menggunakan jamban leher angsa
yang memenuhi syarat. Selebihnya ada 10,29% rumah menggunakan
leher angsa yang tidak memenuhi syarat. Jamban metode
plengsengan menurut survei kesehatan lingkungan, semuanya berada
pada kategori memenuhi syarat. Rumah yang menggunakan model
jamban cemplung, menurut survei kesehatan lingkungan sebanyak
64,61% berada dalam kategori memenuhi syarat. Sedangkan
sebanyak 35,39 % berada dalam kondisi tidak memenuhi syarat.
Kondisi jamban di Gampong Pusong yang masih menggunakan
jamban bagan dan masih BAB di bawah rumah itu menunjukkan pola
hidup masyarakat yang tidak sehat dan lingkungan yang tidak sehat
pula” (wawancara, 25 Agustus 2011).

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi masyarakat Gampong Pusong tidak

memiliki sarana MCK yang memadai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

tersebut. Jamban yang diupayakan oleh masyarakatpun belum cukup memadai dari

Universitas Sumatera Utara


sisi kesehatan warga dan kelestarian lingkungan. Dari penggunaan jamban dapat

menjadi indikator penting yang menunjukkan pola hidup masyarakat yang sehat dan

lingkungan yang sehat pula. Kesehatan juga merupakan investasi untuk mendukung

pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan

kemiskinan. Dalam pelaksanaan kesehatan dibutuhkan cara pandang (mindset) dari

paradigma sakit ke paradigma sehat.

Tabel 26. Jawaban Responden terhadap Ketersediaan Jamban di Rumah

No Pusong Baru Ya Tidak Keterangan


1 Dusun I 4 16 Kategori tidak
baik berdasarkan
2 Dusun II 3 17 hasil
3 Dusun III 3 17 pengukurannya
kurang dari 40%
4 Dusun IV 0 20
5 Dusun V 0 20
Jumlah 10 90 100
Persentase 10 % 90 %
Sumber : Kuesioner Penelitian, 2011.

Dari hasil jawaban responden di Gampong Pusong Baru terhadap ketersediaan

jamban dirumah terlihat dalam tabel diatas yang menunjukkan masyarakat dari lima

dusun yang menjawab “ya” sebanyak 10 orang dengan rasio 10 % dan yang

menjawab “tidak” sebanyak 90 orang dengan rasio 90 %, berarti dapat dikatagorikan

tidak baik berdasarkan hasil pengukurannya kurang dari 40%.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 27. Jawaban Responden terhadap Ketersediaan Jamban di Rumah

No Pusong Lama Ya Tidak Keterangan


1 Darussalam Lr I 10 10 Kategori tidak
baik berdasarkan
2 Pancasila Lr II 10 10 hasil
3 Rawa Jaya Lr III 8 12 pengukurannya
kurang dari 40%
4 Nelayan Lr IV 2 18
5 Pasi Lr V 2 18
Jumlah 32 68 100
Persentase 32 % 68 %
Sumber : Kuesioner Penelitian, 2011.

Dari hasil tabel diatas ketersediaan jamban di rumah warga Gampong Pusong

Lama yang menjawab “ya” sebanyak 32 orang dengan rasio 32 %, dan yang

menjawab “tidak” sebanyak 68 orang dengan rasio 68 %, maka dapat dikatagorikan

tidak baik berdasarkan hasil pengukurannya kurang dari 40%.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 28. Rekapitulasi Tanggapan Responden secara Keseluruhan terhadap
Profil Kondisi Sosial, Ekonomi dan Ekologi di Pemukiman Kumuh
Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe
No Aspek Kategori
1 Sosial
a. Kesediaan untuk a. Tidak Baik
direlokasikan ke tempat lain
selama perbaikan
pemukiman dengan
persentase 29 % yang b. Tidak Baik
bersedia.
b. Tingkat pendidikan dengan c. Kurang
persentase 34 % yang
berpendidikan d. Kurang
c. Akses pelayanan kesehatan
dengan persentase 51 %
d. Status lahan (kepemilikan
lahan) yang dihuni dengan
persentase 47 %
2 Ekonomi
a. Penghasilan/pendapatan a. Cukup
diatas Rp 2.000.000,-
perbulan dengan persentase
58 %
3 Ekologi
a. Ketersediaan saluran a. Tidak Baik
Drainase dengan persentase 2
% b. Tidak Baik
b. Ketersediaan tempat
pembuangan sampah dengan c. Tidak Baik
persentase 0 %
c. Akses pelayanan air bersih d. Tidak Baik
PDAM dengan persentase 0
%
d. Ketersediaan Jamban di
rumah dengan persentase 10
%
Sumber : Hasil Rekapitulasi Kuesioner, 2011.

Universitas Sumatera Utara


4.4 Pengembangan Konsep Pemukiman Berkelanjutan di Pemukiman Kumuh

Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe

Merujuk dari pembelajaran secara teoritis, sehingga diperlukan langkah

selanjutnya yaitu melakukan Forum Group Discusion (FGD) yang melibatkan unsur

yang berpengaruh dalam hal ini yaitu : Pemerintah, Akademisi dan Tokoh

Masyarakat. Dalam hal pembahasan FGD dapat dilihat pada table dibawah ini :

Tabel 29. Forum Group Discution (FGD) antara: Pemerintah, Akademisi dan
Tokoh Masyarakat

No Pemerintah Akademisi Tokoh Masyarakat

1 Pengembangan pemukiman Daerah pesisir merupakan Daerah pesisir


dan infrastruktur melalui daerah rawan bencana memberikan sumber
konsep pembangunan seperti abrasi, tsunami dan kehidupan untuk warga
air pasang serta merupakan
kawasan Water Front sekitar. Pengembangan
penampungan terakhir
Development (pemanfaatan pemukiman dapat
pencemaran yang berasal
potensi wilayah pesisir). dari daratan, namun di dilakukan dengan
samping itu, juga memiliki pengadaan rumah melalui
sumberdaya alam yang program rumah
potensial dan akses yang sederhana.
2 bebas terhadap sumberdaya
alam tersebut.
Pengembangan daerah ini
ditinjau dari tiga aspek
Pengembangan aspek yaitu : aspek sosial,
ekonomi dan ekologi Pemenuhan kebutuhan
sosial mengurangi
dengan menggunakan dasar warga untuk
kemiskinan, pendekatan tridaya dalam berlangsung hidup
pengangguran, menghilang pemukiman berkelanjutan.
kan budaya kumuh, sangat terbatas, budaya
3 penangan pemukiman kumuh sudah
Dalam aspek sosial,
kumuh, meningkatkan membudaya secara
memenuhi kebutuhan
partisipasi masyarakat turun temurun dan
dasar manusia, dengan
partisipasi masyarakat
memerangi kemiskinan.
untuk meningkatkan
Penggunaan aspek-aspek
sosial, budaya setempat kualitas hidup perlu

Universitas Sumatera Utara


akan merangsang adanya pendampingan.
partisipasi masyarakat
dalam mewujudkan
keharmonisasian antar
4 Faktor dan Potensi ekonomi manusia dan lingkungan
yang berkelanjutan melalui
Lokal. Gampong Pusong
peningkatan edukasi,
Perubahan Paradigma sosialisasi dan penyuluhan merupakan pusat
menuju Waterfront Area dari pemerintah. penghasil ikan terbesar
Development - Harmonisasi di kota Lhokseumawe.
Faktor Pembangunan dalam Pembangunan ekonomi Peningkatan
peningkatan Daya Saing berkelanjutan pendapatan masyarakat
Ekonomi Wilayah (berwawasan jangka dengan
5 panjang), peningkatan mengembangkan
pendapatan masyarakat, potensi alam yang
peningkatan lapangan sebesar-besarnya.
pekerjaan,
pemerataan kesempatan
berusaha dan pendapatan,
pembangunan berbasis
ekonomi atau sumber
Pengembangan ekologi daya lokal berorientasi
dengan memelihara ekspor ke tingkat
integritas tatanan regional, nasional dan
lingkungan dan pemulihan Sisi lingkungan,
global melalui Pentingnya
tanah, air, udara serta peningkatan skill dan
seluruh kehidupan pengembangan efisiensi
kemampuan SDM penggunaan sumber
berkelanjutan. Pengembangan ekonomi daya alam,
mengintegrasikan antara pengurangan sampah
aktor local dengan yang harus dibuang ke
penggerak dari luar. lingkungan, lingkungan
menjadi lebih bersih,
Pelibatan kelompok- nyaman, sehat dan lain-
Perspektif ekologi,
kelompok masyarakat akan lain.
manusia memusatkan
diupayakan oleh pemerintah pada hubungan penduduk
kota dalam pengambilan dengan lingkungannya
keputusan dan mempertimbangkan
Masyarakat antusias
bagaimana lingkungan
dengan rencana
mempengaruhi
penanganan
perkembangan interaksi
pemukiman kumuh di
manusia dan kualitas
Gampong Pusong
hidup. Sistem

Universitas Sumatera Utara


keberlanjutan secara
lingkungan harus mampu
memelihara sumber daya
yang stabil, menghindari
eksploitasi sumber daya
alam.

Keterlibatan masyarakat
adalah indikator penting
dalam perencanaan dan
pengadaan fasilitas-
fasilitas sanitasi karena
akan meningkatkan rasa
kepemilikan mereka
yang akan membantu
pemeliharaan fasilitas
secara swadaya untuk
mencapai pemukiman
berkelanjutan

Sumber : Hasil FGD dalam penelitian, 2011

Dari hasil Forum Group Discusion antara pemerintah, akademisi dan tokoh

masyarakat dapat diinterpretasikan bahwa Pemerintah Kota Lhokseumawe

menetapkan Gampong Pusong adalah kawasan penanganan pembangunan I atau

kawasan prioritas. Konsep pembangunan kawasan Water Front Development

(pemanfaatan potensi wilayah pesisir). Untuk relokasi warga Pusong yang tinggal di

pemukiman kumuh, kemungkinan tidak akan berhasil sebagimana telah dilakukan

dalam pemberian bantuan abrasi dari BRR. Untuk ini pemerintah mengambil

tindakan untuk melakukan renovasi pemukiman secara bertahap per dusun. Misalnya

dusun A sudah selesai di renovasi, maka masyarakat yang ada di dusun B di

Universitas Sumatera Utara


pindahkan sementara ke dusun A selama perbaikan dusun B, begitu seterusnya

dilakukan dengan dusun yang lain terus secara bergulir.

Upaya perbaikan fisik rumah dilakukan sebagian berupa rumah panggung dan

sebagian rumah permanen sederhana, ini akan disesuaikan dengan keadaan lokasi.

Upaya perbaikan lingkungan dilakukan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang memenuhi

kebutuhan internal. Restrukturisasi (mengadakan penyusunan/ penataan) melalui

konsolidasi (penggabungan/penenguhan/hubungan persahabatan) tanah, lingkungan

pemukiman menjadi lebih tertata. Perbaikan sistem persampahan dan sanitasi

masyarakat untuk lingkungan bersih, penyediaan ruang usaha bagi pemberdayaan

ekonomi masyarakat, peningkatan kualitas akses masyarakat. 0 sampai 100 % dari

bibir pantai tidak ada perbaikan pemukiman perumahan, karena dianggap masih

sepadan pantai.

Penanganan permukiman kumuh tidak semata-mata melalui kegiatan yang

sifatnya fisik, tetapi yang lebih penting juga bukan fisik. Tidak semata-mata

membangun prasarana mendukung seperti jalan, air minum, sanitasi, tetapi juga

memberdayakan masyarakat.

Pembangunan perumahan dan permukiman menganut asas swadaya

masyarakat, di mana pemerintah berperan untuk menciptakan iklim yang dapat

mendorong tumbuhnya kegiatan pembangunan perumahan oleh masyarakat sendiri.

Upaya pembinaan dan pengaturan agar tercipta iklim pembangunan yang lebih

menggairahkan perlunya penyelenggaraan pembangunan perumahan dan

Universitas Sumatera Utara


permukiman yang terjangkau masyarakat luas serta yang berwawasan lingkungan dan

berkelanjutan. Memunculkan aktor Konsultan Pembangunan untuk mendampingi

masyarakat dalam proses pembangunan perumahan melalui pendekatan peran serta

penciptaan iklim kehidupan yang sehat secara lingkungan, ekonomi, sosio-budaya

yang dapat menjadi sarana pembinaan generasi muda, dan menjamin berlanjutnya

peningkatan kualitas kehidupan bagi semua orang.

Kawasan reklamasi Pusong Kecamatan Banda Sakti Lhokseumawe

merupakan salah satu obyek wisata yang paling digemari masyarakat local. Karena di

lokasi tersebut terdapat waduk raksasa pengendali banjir dan benteng pengendali

abrasi laut yang panjang. Pemerintah Kota Lhokseumawe dapat mengambil kebijakan

membangun perumahan di kawasan tersebut dengan system kepemilikan kredit.

Membangun rumah sehat sederhana. Ditetapkan bagi warga yang tinggal dan

memiliki surat hak milik. Pemerintah Kota Lhokseumawe dapat bekerjasama dengan

pihak pengembang, sehingga kawasan tersebut dapat terbebas dari kekumuhan dan

mencapai kehidupan yang berkelanjutan.

Untuk mencapai peningkatan kualitas kehidupan yang berkelanjutan dapat

menggunakan pendekatan tridaya melawan keterbatasan mewujudkan keterjangkauan

dalam pembangunan perumahan dan pemukiman. Tridaya yang bertujuan

mendayagunakan komponen masyarakat, usaha, ekonomi dan prasarana dan sarana

lingkungannya. Dalam pendekatan ini kegiatan penyiapan masyarakat di pemukiman

kumuh Gampong Pusong agar tumbuh kesadaran untuk meninggalkan budaya

kumuh, pemberdayaan kegiatan usaha ekonomi komunitas dengan melihat

Universitas Sumatera Utara


karakteristik Gampong Pusong adalah kawasan pesisir pantai dapat meningkatkan

pengadaan boat (perahu) dan jaring ikan dan mengembangkan pariwisata banyak

mendatangkan manfaat bagi masyarakat baik secara ekonomi, sosial dan budaya.

Wisata Pantai bahari yang islami berbasis masyarakat perlu dikelola secara

baik sehingga dapat memberikan dampak langsung terhadap konservasi

(pemeliharaan) kawasan, berperan dalam usaha pemberdayaan ekonomi masyarakat

lokal, serta mendorong konservasi dan pembangunan berkelanjutan, dan

pendayagunaan sarana dan prasarana lingkungan sebagai satu kesatuan yang tidak

terpisahkan. Dalam pendayagunaan sarana dan prasana lingkungan ini untuk

menghidupkan kembali suatu lingkungan permukiman melalui berbagai kegiatan

penataan fisik, baik terhadap sarana prasarananya maupun pemberdayaan masyarakat

guna menumbuhkembangkan potensi yang dimilikinya.

Wisata Pantai bahari yang islami berbasis masyarakat dapat diterapkan

apabila Gampong Pusong ini terbebas dari kekumuhan, teratur, bersih dan nyaman,

tentunya dapat menghidupkan perekonomian masyarakat karena akan lebih banyak

pengunjung yang datang untuk berwisata.

Memanfaatkan potensi dan sumber sosial yang ada guna menangani masalah

sosial dari dan oleh masyarakat sendiri melalui pemberdayan masyarakat yang

berkelanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi. Pentingnya kapasitas masyarakat

untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal guna melakukan kontrol

internal atas sumber daya pembangunan, baik materi maupun non material dengan

Universitas Sumatera Utara


memperhatikan dampak lingkungan dan tidak menciptakan ketergantungan.

Pendekatan ini lebih menekankan kepada pemberdayaan yang memandang inisiatif

kreatif dari masyarakat sebagai sumber daya pembangunan utama. Upaya

meningkatkan kualitas permukiman kumuh harus ditangani dan diselesaikan dengan

pendekatan yang bertumpu pada masyarakat, yang dilaksanakan secara komprehensif

(tridaya), terpadu, dan berkesinambungan, sesuai dengan karakteristik kawasan

tersebut (lihat skema bagan) :

Sumber : Oleh data hasil FGD 2011

Gambar 5. Karakteristik Kawasan

Universitas Sumatera Utara


Pusong adalah pemukiman kumuh dan tidak tertata kemudian lahir kebijakan

Pemko dengan SK Walikota tentang penetapan kawasan kumuh dan membuat strategi

dokumen penanganan pemukiman kumuh melalui pendekatan tridaya :

Aspek sosial : menumbuhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat Gampong

Pusong untuk meningkatkan kualitas hidup, efektivitas dan lingkungan keluarga,

meningkatkan akses pendidikan yang merata, pemerataan pemulihan lahan dan

pelayanan kesehatan yang memadai melalui pendekatan peningkatkan kemandirian

dan kekuatan internal serta peran aktif perangkat Gampong, Kecamatan dan

Pemerintah Kota untuk memberikan pemahaman tentang resiko kesehatan terhadap

pencemaran lingkungan dan bahaya bermukim di tempat beresiko tinggi seperti laut

yang rawan bencana tsunami, abrasi, pasang purnama.

Aspek ekonomi : masyarakat sebagai subjek dalam mengembangkan usaha

perekonomian. Di Gampong Pusong terdapat objek wisata yang paling digemari

masyarakat local yaitu Resevoir, dapat memberdayakan ekonomi warga dengan

berjualan, membuat usaha ikan asin, budidaya ikan kerapu dapat menambah

pendapatan.

Aspek lingkungan : peremajaan lingkungan merupakan upaya yang

terencana untuk mengubah atau memperbaharui suatu kawasan yang mutu

lingkungannya rendah menjadi suatu tatanan sosial ekonomi yang baru yang mampu

menunjang pengembangan kota. Peremajaan lingkungan dikembangkan berdasarkan

desain ekologis dengan perbaikan bangunan rumah hunian dan menekankan

Universitas Sumatera Utara


pertimbangan akan daya dukung dan keserasian lingkungan, penanaman pohon

bakau, membuat tempat penampungan sampah, membuat WC umum yang memenuhi

syarat, mencegah pencemaran lingkungan, penambahan nuansa alam yang

mendukung keanekaragaman hayati seperti laut menjadi tempat rekreasi/wisata yang

ditumbuhi tanaman pelindung.

Maka pembangunan pemukiman sebagai upaya yang berkelanjutan untuk

memperbaiki kondisi sosial, kondisi ekonomi dan kualitas lingkungan dapat

dilaksanakan melalui pendekatan azas tridaya yang memadukan kegiatan-kegiatan

penyiapan masyarakat, pemberdayaan kegiatan usaha ekonomi masayarakat, serta

pendayagunaan sarana dan prasarana lingkungan di Gampong Pusong sampai

pelepasan tidak terlepas dengan monitoring dan evaluasi sehingga Gampong Pusong

menjadi pemukiman yang tertata dan berkelanjutan seperti rumah sehat, lingkungan

sehat serta masyarakat yang berdaya dan sadar lingkungan.

Adapun pengembangan konsep yang penulis tuangkan dalam penelitian ini

adalah dengan melihat pengertian Kawasan kumuh menurut ILO 2008 dalam (Edi

Suharto 2009) adalah tempat tinggal yang kumuh, pendapatan yang rendah dan tidak

menentu, serta lingkungan yang tidak sehat dan bahkan membahayakan dan hidup

penuh resiko dan senantiasa dalam ancaman penyakit dan kematian.

Penelitian pengembangan konsep pemukiman berkelanjutan di pemukiman

kumuh Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe hanya

memberikan sumbangan pemikiran apa yang telah dikemukakan oleh Edi Suharto

Universitas Sumatera Utara


2009, bahwa munculnya kawasan kumuh di akibatkan karena adanya pendatang

migrasi dari desa ke kota sehingga menambah kepadatan hunian, berada di tanah

milik negara sebagai hunian liar, terjadi budaya menyimpang baik sosial maupun

pencemaran lingkungan.

Ciri-ciri pemukiman kumuh seperti yang diungkapkan oleh (Parsudi Suparlan

: 1984) adalah :

1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.


2. Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan ruang-ruanganya
mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.

Dari penelitian yang penulis lakukan, penulis hanya ingin menambahkan apa

yang di kemukakan oleh (Parsudi Suparlan : 1984) pada point No 2, bahwa hasil

temuan penelitian di pemukiman kumuh Gampong Pusong dari 1. 438 KK yang

katagori miskin hanya 400 KK, tetapi di lokasi penelitian ini masih di jumpai

pemukiman kumuh, hasil temuan dalam penelitian menyatakan bahwa masyarakat

Gampong Pusong tidak terkatagorikan sepenuhnya miskin. Dan dari hasil wawancara

dan observasi penulis di lapangan masyarakat Gampong Pusong tidak mutlak miskin

hanya saja masih terbiasa dengan budaya kumuh. Jadi kesimpulannya, ciri-ciri

pemukiman kumuh bukan hanya ditandai dengan kondisi hunian rumah dan

pemukiman serta penggunaan ruang-ruanganya mencerminkan penghuninya yang

kurang mampu atau miskin tetapi juga karena kebiasaan dengan budaya kumuh

(kebiasaan secara turun temurun) ditambah tidak adanya kesadaran dan disiplin

Universitas Sumatera Utara


warga untuk menjaga lingkungan sehat serta pendidikan didominasi tidak tamat SD

dan tamat SD.

Pembangunan berkelanjutan di sektor permukiman diartikan sebagai


pembangunan permukiman, termasuk di dalamnya pembangunan kota, secara
berkelanjutan sebagai upaya yang berkelanjutan untuk memperbaiki kondisi
sosial, ekonomi dan kualitas lingkungan sebagai tempat hidup dan bekerja
semua orang. Inti pembangunan permukiman yang berkelanjutan merupakan
upaya untuk meningkatkan kualitas hidup secara berkelanjutan (Kirmanto
2002).

Penelitian ini mempertajam apa yang telah dikemukakan oleh Kirmanto

(2002). Pengembangan konsep pemukiman berkelanjutan di Pemukiman Kumuh

Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe memberikan sumbangan pemikiran

bahwa inti pembangunan permukiman yang berkelanjutan merupakan upaya untuk

meningkatkan kualitas hidup secara berkelanjutan, yang bukan hanya didukung oleh

pengembangan pemukiman secara fisik tetapi juga di dukung dengan

memberdayakan mental dan budaya masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup

secara berkelanjutan. Adapun penentu dalam konteks ini adalah dengan pendekatan

tridaya : daya sosial, daya ekonomi, dan daya ekologi.

Indikator pembangunan berkelanjutan menurut (Surna T. Djajadiningrat


2005) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan memerlukan perspektif
jangka panjang. Lebih lanjut secara ideal keberlanjutan pembangunan
membutuhkan pencapaian keberlanjutan dalam hal (1) ekologis, (2) ekonomi,
(3) sosial budaya.

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan benar adanya tiga indikator ini

sangat perlu adanya keberlanjutan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan

terutama dalam memperbaiki kondisi sosial, kondisi ekonomi dan kualitas lingkungan

Universitas Sumatera Utara


seperti halnya kondisi di pemukiman kumuh Gampong Pusong Kecamatan Banda

Sakti Kota Lhokseumawe.

Penulis juga sependapat dengan Prof. Dr. Emil Salim, 2003, yang mengatakan

Pembangunan Berkelanjutan itu mempunyai 3 kaki, kaki keberlanjutan ekonomi,

keberlanjutan sosial dan keberlanjutan lingkungan. Keberlanjutan ekonomi tidak bisa

jalan kalau keberlanjutan sosial berantakan. Keberlanjutan ekonomi dan sosial tidak

bisa jalan juga kalau lingkungan berantakan, pertama adalah dengan menempatkan

modal alam sebagai faktor utama. Jika cara berpikir sebelumnya adalah ekonomi

menguasai, sosial penting nomor 2 dan lingkungan penting nomor 3, maka sekarang

harus dibalik. Sekarang yang nomor 1 adalah modal alam, sebab alam sudah berada

dalam keadaan yang berbahaya.

Seperti keadaan di Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota

Lhokseumawe mempunyai potensi sumberdaya alam yang strategis untuk di

manfaatkan yaitu laut. Laut telah memberikan kehidupan sosial ekonomi warga

Gampong Pusong. Mereka ketergantungan dengan hasil laut, dan kehidupan mereka

menjadi tidak tertata dan kumuh karena bermukim di dekat laut. Seperti hasil

wawancara penulis dengan informan yang mengatakan bahwa masyarakat di sekitar

laut sangat identik dengan kumuh karena mereka menganggap kotoran (BAB) dan

sampah rumah tangga dapat dibawa oleh arus laut ke laut, padahal logika berfikir,

laut tidak menerima sampah rumah tangga, sampah itu akan terbawa kembali ke

daratan.

Universitas Sumatera Utara


Intinya mereka dapat hidup karena hasil alam yaitu hasil laut, disisi lain

karena mereka tinggal/bermukim di pinggir laut sehingga membuat kehidupan

mereka menjadi kumuh. Maka perlu memperhatikan dan menempatkan modal alam

dan keberlanjutannya pada pilar yang pertama, dan selanjutnya didukung oleh pilar

sosial dan ekonomi. Karena bila keberlanjutan ekologi terwujudkan di Gampong

Pusong dengan memusnahkan kekumuhan secara otomatis berkembangnya objek

wisata yang dapat memberdayakan ekonomi warga untuk menambah pendapatan

karena banyak pengunjung, otomatis aspek sosial warga pun akan berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang


memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan
kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan mengandung
makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan
ekosistem untuk mendukungnya. Dengan demikian pengertian pembangunan
berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam
memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka (Sudarmadji : 2008).

Kondisi pemukiman kumuh di Gampong Pusong untuk menuju kepada

pembangunan berkelanjutan seperti konsep (Sudarmadji : 2008) sangat cocok di

aplikasikan, karena mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan faktor

ekologi, tetapi faktor ekologi pula perlu diperhatikan jangan terjadi eksploitasi

terhadap lingkungan itu sendiri.

Sutamihardja (2004), menyatakan sasaran pembangunan berkelanjutan


mencakup pada upaya untuk mewujudkan terjadinya :

a. Pemerataan manfaat hasil-hasil pembangunan antar generasi yang berarti bahwa


pemanfaatan sumberdaya alam untuk kepentingan pertumbuhan perlu

Universitas Sumatera Utara


memperhatikan batas-batas yang wajar dalam kendali ekosistem atau sistem
lingkungan serta diarahkan pada sumberdaya alam yang replaceable (menempati
kembali) dan menekankan serendah mungkin eksploitasi sumber daya alam yang
unreplaceable.
Sasaran pembangunan berkelanjutan untuk mewujudkan pemerataan seperti

yang diungkapkan oleh Sutamihardja (2004), maka penulis hanya mendeskripsikan

hasil penelitian bahwa dari hasil laut dapat mengejar pertumbuhan ekonomi dan dapat

mempertahankan kesejahteraan masyarakat (hasil pendapatan/mata pencaharian),

tetapi juga bagaimana untuk mempertahankan pengelolaan SDA dan lingkungan

sekitar (untuk terlepas dari kekumuhan) dan memperoleh manfaat dalam jangka

panjang ataupun lestari antar generasi. Maka penelitian ini mempertajam apa yang

telah dikemukakan oleh Sutamihardja (2004), dengan upaya yang berkelanjutan

untuk mempertahan pengelolaan SDA diperlukan pendekatan azas tridaya.

Hasil analisa penulis dalam penelitian ini mengenai program pemerintah yang

menetapkan Gampong Pusong dengan konsep pengembangan kawasan Waterfront

Development, menurut penulis merupakan kebijakan yang kurang tepat. Kenapa

pemerintah selalu menggunakan konsep-konsep asing yang sama sekali tidak sesuai

dengan kondisi masyarakat. Pemerintah dapat menerapkan pendekatan community

development dengan menggunakan tenaga masyarakat, berdayakan masyarakat

sampai masyarakat menjadi mandiri dan lepas dari ketergantungan dan keterpurukan.

Konsep Waterfront Development merupakan konsep yang dapat didefinisikan

sebagai konsep pengembangan kawasan yang berhadapan dengan pesisir. Waterfront

Development yang diadopsi di Negara-negara maju seperti Amerika Serikat sendiri

Universitas Sumatera Utara


bermula dari pengembangan kawasan pelabuhan yang sudah tidak aktif lagi. Kawasan

pelabuhan tersebut kemudian di ubah menjadi kawasan bisnis, hiburan bahkan

permukiman. Sehingga lahan pelabuhan yang sudah tidak aktif menjadi lebih optimal.

Sebagai kawasan pesisir yang merupakan kawasan strategis, wilayah pesisir

perlu dikembangkan sebagai Waterfront Development yang mempunyai tujuan utama

merevitalisasi, memperbaiki kehidupan masyarakat pantai, termasuk nelayannya.

Pantai juga ditata kembali bagi kesejahteraan masyarakat, dengan memberdayakan

keunggulan ekonomis dari pantai tersebut, seperti pariwisata, industri, pelabuhan,

pantai untuk publik dan juga perumahan.

Untuk memperbaiki kehidupan masyarakat pantai, kesejahteraan penduduk,

dan memberdayakan keunggulan ekonomis bagi pantai tersebut, itu merupakan

keinginan dan harapan Pemerintah Kota Lhokseumawe dan seluruh warga Gampong

Pusong seperti halnya yang telah diaplikasikan di negara maju. Sebenarnya bila di

kaji konsep ini cukup baik, namun seperti yang kita ketahui bersama umumnya

Nanggroe Aceh Darussalam khususnya kota Lhokseumawe adalah dasar daerah

konflik, rawan bencana tsunami dan daerah yang mengimplemtasikan syariat islam,

dengan beberapa indikator ini sehingga kurang tepat untuk pengembangan program

tersebut.

Melihat permasalahan utama yang signifikan dalam kehidupan masyarakat

Pusong mayoritas sebagai nelayan yang mengandalkan penghasilan dari hasil

penangkapan ikan di laut maka dengan adanya program tersebut secara otomatis akan

mematikan ekonomi masyarakat. Tidaklah mudah untuk memperbaiki kehidupan

Universitas Sumatera Utara


masyarakat pantai Gampong Pusong sebagaimana aplikasi Waterfront Development

di negara maju.

Warga Gampong Pusong sudah sangat menderita dengan kondisi kehidupan

yang termarjinalisasikan, di tambah dengan konsep yang sama sekali baru bagi

mereka, kemungkinan besar penerapan konsep ini akan “gagal total”. Pemerintah

cenderung menggunakan kebijakan boros yang dianggapnya sangat menguntungkan

namun sangat merugikan masyarakat.

Yang sangat penting yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah Kota

Lhokseumawe adalah bukan menerapkan konsep asing yang tidak tepat sasaran yang

merupakan suatu gebrakan baru pemerintah Kota Lhokseumawe untuk meningkatkan

perekonomian masyarakat pesisir, melainkan yang harus difikirkan adalah bagaimana

untuk memperbaiki pemukiman kumuh agar dapat menuju kepada pembangunan

berkelanjutan, baik dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan dengan pemanfaatan

potensi laut yang berkelanjutan namun tetap berbasis masyarakat.

Berdasarkan dari hasil FGD dan hasil penelitian di lapangan serta kohesi

teori-teori yang relevan, maka konsep pemukiman yang baik menurut penulis adalah :

Universitas Sumatera Utara


Tabel 30. Pemanfaatan Potensi Laut yang Berkelanjutan Berbasis

Masyarakat dengan Mengembangkan Konsep Minapolitan

Aspek Sosial Aspek Ekonomi Aspek Ekologi

1. Menghilangkan Budaya 1. PemanfaatanTempat 1. Menjaga


Kumuh Pendaratan Ikan (TPI) kebersihan laut
2. Perubahan Mainset 2. Mengembangkan 2. Pengembangan
masyarakat kehidupan nelayan pemukiman dan
dengan meningkatkan infrastruktur
3. Membangun optimisme SDM standar kesehatan
masyarakat untuk
perubahan jangka 3. Mengembangkan 3. Meningkatkan
panjang Reservoir sebagai keserasian
objek wisata lingkungan yang
4. Meningkatkan mutu berkelanjutan
pendidikan 4. Budidaya ikan kerapu
5. Peningkatan derajat 5. Usaha ikan asin
kesehatan
6. Penghasil tiram
6. Pengaturan terbanyak
administratif kejelasan
status kepemilikan
tanah
7. Menghidupkan budaya
tradisional nelayan
seperti tarik pukat
8. Meningkatkan
partisipasi masyarakat

Sumber : Olah data dari hasil FGD dan wawancara penelitian, 2011.

Konsep pemanfaatan potensi laut yang berkelanjutan berbasis masyarakat

dengan mengembangkan konsep minapolitan perlu didukung oleh dinas kelautan,

perairan dan peternakan kota Lhokseumawe, menurut penulis tepat untuk

diaplikasikan di Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe,

Universitas Sumatera Utara


karena Gampong ini tepatnya berada dikawasan pesisir pantai kota Lhokseumawe

dan dengan melihat historis masyarakat yang dasar daerah konflik dan bencana

tsunami. Karakter masyarakat nelayan di Pusong : keras, pendidikan rendah, susah

menerima perubahan, terisolasi (jarang interaktif dengan komunikasi luar) dan masih

terbiasa dengan budaya kumuh, umumnya dalam seminggu para nelayan 6 hari di laut

dan 1 hari di darat. Adapun tingkatan nelayan di Gampong Pusong, tingkat atas :

pemilik kapat boat besar penangkap ikan dilengkapi dengan tehnologi kompas, jaring

besar pukat harimau (Rumpon); tingkat menengah : pemilik boat kecil; dan tingkat

rendah : tarik pukat darat (sistem tradisonal).

Minapolitan ini dimaksudkan untuk meningkatkan produksi kelautan dan

perikanan secara baik. Dinas Kelautan, perairan dan peternakan kota Lhokseumawe

dapat memperkuat kelembagaan dan Sumberdaya manusia secara terintegrasi untuk

mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. Upaya untuk

menumbuhkan wirausaha dengan menyiapkan paket-paket usaha : budidaya,

penangkapan, pengolahan. Pemerintah mengembangkan minapolitan untuk

pemberdayaan nelayan. Minapolitan merupakan manajemen ekonomi kawasan

berbasis komoditas perikanan unggulan.

Pemanfaatan potensi laut yang berkelanjutan berbasis masyarakat dengan

mengembangkan konsep minapolitan, maka kehidupan masyarakat Gampong Pusong

dapat mengandalkan potensi laut secara berkelanjutan untuk mencapai keselarasan,

keserasian dan keseimbangan antara manusia dan lingkungannya.

Universitas Sumatera Utara


Agar terlindunginya wilayah laut dari usaha atau kegiatan serta kehidupan

masyarakat di pemukiman yang menyebabkan kekumuhan dan pencemaran atau

perusakan lingkungan maka memberikan tanggungjawab kepada masyarakat dalam

mengelola sumberdaya laut sebagai upaya untuk mendekatkan masyarakat dengan

sumberdaya yang dimanfaatkannya bagi kelangsungan hidup mereka sehari-hari.

Menimbulkan rasa memiliki atas sumber daya dan pemukimannya, yang membuat

masyarakat lebih bertanggung jawab untuk keberlanjutan sumber daya dalam jangka

panjang, akan mencapai keharmonisan aspek sosial, ekonomi dan ekologi yang

berkelanjutan.

Universitas Sumatera Utara


BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, maka penulis dapat

menarik beberapa kesimpulan bahwa :

1. Permukiman kumuh cenderung dengan permasalahan status kependudukan dan

masalah permukiman sebagai tempat tinggal serta masyarakat berpenghasilan

rendah. Slum atau permukiman kumuh biasanya digunakan untuk

menggambarkan permukiman yang tumbuh secara spontan di perkotaan yang

mempunyai kualitas perumahan di bawah standar minimal dalam lingkungan

yang kurang sehat dan tidak didukung oleh jasa pelayanan kota seperti air minum,

sanitasi, drainase (gorong-gorong), jalur pejalan kaki dan jalan akses darurat.

Pemukiman di Gampong Pusong dinyatakan berdasarkan SK Walikota sebagai

kawasan kumuh dan menjadi prioritas untuk penanganannya dan Pemerintah Kota

Lhokseumawe pada saat ini baru membuat strategi dokumentasi penanganan

pemukiman kumuh, dalam penanganan masalah ini pemerintah dianggap lamban

dan kurang serius. Munculnya pemukiman kumuh di Gampong Pusong karena

adanya potensi laut. Banyak warga pendatang dari Sigli, Panton Labu, Nisam dan

masih banyak warga dari Gampong lainnya yang mengadu nasib mencari nafkah

sebagai nelayan, dan pada akhirnya menetap dan membuat pemukiman dengan

membangun rumah apa adanya (rumah darurat). Profil kondisi sosial, ekonomi,

Universitas Sumatera Utara


ekologi di pemukiman kumuh Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti belum

menuju kepada pembangunan berkelanjutan. Total semua indikator baik dari

aspek sosial, ekonomi dan ekologi mempunyai kecenderungan rendah.

a. Dari profil kondisi sosial, warga masih rendahnya kesadaran dan partisipasi

untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat seperti tidak adanya

rutinitas kerja bakti. Kerja bakti hanya dilakukan untuk menyambut hari-hari

besar agama, seperti menyambut bulan puasa, maulid dan lain-lain.

Rendahnya tingkat pendidikan yang masih didomonasi tamat SD dan tidak

tamat SD, dan masih terbiasa dengan budaya kumuh yang diadopsi secara

turun temurun seperti BAB dan buang sampah rumah tangga langsung

dibawah rumah. Akses pendidikan warga tidak memadai, karena fasilitas

pendidikan tidak mendukung. Akses pelayanan kesehatan hanya ada PUSTU

yang sedikitnya sudah dapat memberikan peluang kesehatan untuk warga

yang terkena diare, batuk dan DBD dan penyakit ringan lainnya. Warga yang

telah memiliki kejelasan atas status tanah mereka sekitar 60 % dan 40 % lagi

di perkirakaan belum memiliki sertifikat tanah, status lahan di Gampong

Pusong Baru dan Pusong Lama sebahagian besar adalah ilegal, kepadatan

penduduk yang tinggi dan bangunan temporer mencapai 75 %. Hal ini

disebabkan oleh lemahnya pengontrolan dari pemerintah terhadap status

kepemilikan lahan masyarakat.

b. Profil kondisi ekonomi, mata pencaharian dominan warga Gampong Pusong

adalah nelayan yang berpenghasilan tidak menentu tergantung cuaca alam.

Universitas Sumatera Utara


Untuk program pemberdayaan ekonomi lokal belum berjalan secara

berkelanjutan. Program yang dibuat pemerintah dianggap oleh masyarakat

hanya sia-sia saja karena tidak ada pemantauan. Jumlah penduduk miskin di

Gampong Pusong Baru mencapai 600 KK dari 1.119 KK dan 400 KK dari

1.438 KK penduduk miskin di Gampong Pusong Lama. Penilaian miskin di

lihat dari hasil pendapatan warga, keadaan rumah hunian, akses terhadap air

minum dan keberadaan septic tank dirumah warga.

c. Profil kondisi ekologi di Gampong Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota

Lhokseumawe belum mencapai kepada tingkat keberlanjutan. Sarana dan

prasana lingkungan belum memadai, dari dulu hingga sekarang tidak memiliki

saluran drainase, sehingga tidak ada saluran pembuangan air rumah tangga

dan air hujan. Tidak terjangkau petugas kebersihan dan pengelolaan sampah

yang baik di pemukiman kumuh Pusong, warga membuang sampah langsung

di bawah rumah, dengan anggapan sampah itu akan terbawa arus laut. Akses

air bersih sebagian besar menggunakan sumur bor, dan sebagian kecil

menggunakan PDAM, dan untuk minum warga ada yang membeli air isi

ulang. MCK (mandi, cuci, kakus) warga Pusong mandi dan cuci

memanfaatkan sumur bor, namun untuk kakus hampir 90 % warga tidak

mempunyai jamban (WC) dirumah dan hanya 10 % warga yang mempunyai

jamban (WC) dirumahnya sendiri. Warga membangun jamban berupa (bagan)

tanpa kloset, dari biaya partisipasi warga itu sendiri, namun bagan tersebut

hanya terbuat dari dinding papan ada yang beratap dan ada yang tidak ada

Universitas Sumatera Utara


atap, di bawahnya di tampung dengan cicin sumur dan pada saat pasang air

laut, cicin sumur itu di buka, dan kotoran terbawa arus pasang ke laut.

Penyebab kumuh di Gampong Pusong karena muncul pemukiman dipinggir

laut, kepadatan penduduk dan kepadatan bangunan, minim akses pelayanan

kesehatan dan pendidikan, hasil pendapatan dapat memenuhi kebutuhan sehari-

hari, budaya kumuh, rendahnya kondisi prasarana lingkungan seperti drainase,

persampahan, air bersih, MCK dan kondisi jalan tidak memadai, lemahnya

penertiban dari pemerintah kota Lhokseumawe terhadap penduduk pendatang

dan penertiban perpetakan lahan tanah di Gampong Pusong.

2. Pengembangan konsep pemukiman berkelanjutan di pemukiman kumuh

Gampong Pusong diterapkan dengan konsep pembangunan kawasan Water Front

Development (pemanfaatan potensi wilayah pesisir). Pembangunan rumah

sederhana berupa rumah panggung dan rumah permanen. Upaya perbaikan

lingkungan dilakukan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang memenuhi kebutuhan

internal. Restrukturisasi (mengadakan penyusunan/penataan) melalui konsolidasi

(penggabungan/penenguhan/hubungan persahabatan) tanah, lingkungan

pemukiman menjadi lebih tertata. Perbaikan sistem persampahan dan sanitasi

masyarakat untuk lingkungan bersih, penyediaan ruang usaha bagi pemberdayaan

ekonomi masyarakat, peningkatan kualitas akses masyarakat. 0 sampai 100 %

dari bibir pantai tidak ada perbaikan pemukiman perumahan, karena dianggap

masih sepadan pantai.

Universitas Sumatera Utara


Penanganan permukiman kumuh tidak semata-mata melalui kegiatan yang

sifatnya fisik, tetapi yang lebih penting juga bukan fisik. Tidak semata-mata

membangun prasarana mendukung seperti jalan, air minum, sanitasi, tetapi juga

memberdayakan masyarakat yaitu melalui pendekatan azas tridaya untuk

memperbaiki kondisi sosial, kondisi ekonomi dan kualitas lingkungan yaitu

penyiapan masyarakat, pemberdayaan kegiatan usaha ekonomi masayarakat, serta

pendayagunaan sarana dan prasarana lingkungan di Gampong Pusong sampai

pelepasan yang dukung dengan monitoring dan evaluasi sehingga Gampong

Pusong menjadi pemukiman yang tertata dan berkelanjutan.

a. Daya sosial, menumbuhkan kesadaran dan partisipasi masyarakat Gampong

Pusong untuk meningkatkan kualitas hidup, efektivitas dan lingkungan

keluarga, meningkatkan akses pendidikan yang merata, pemerataan pemulihan

lahan dan pelayanan kesehatan yang memadai.

b. Daya ekonomi, masyarakat sebagai subjek dalam mengembangkan usaha

perekonomian. Di Gampong Pusong terdapat objek wisata yang paling

digemari masyarakat lokal yaitu Resevoir, dapat memberdayakan ekonomi

warga dengan berjualan, membuat usaha ikan asin, budidaya ikan kerapu

sehingga dapat menambah penghasilan.

c. Daya ekologi, Peremajaan lingkungan dikembangkan berdasarkan desain

ekologis dengan perbaikan bangunan rumah hunian dan menekankan

pertimbangan akan daya dukung dan keserasian lingkungan, penanaman

pohon bakau, membuat tempat penampungan sampah, membuat WC umum

Universitas Sumatera Utara


yang memenuhi syarat, mencegah pencemaran lingkungan, penambahan

nuansa alam yang mendukung keanekaragaman hayati seperti laut menjadi

tempat rekreasi/wisata yang ditumbuhi tanaman pelindung.

Adapun pengembangan konsep pemukiman yang baik menurut penulis adalah

pemanfaatan potensi laut yang berkelanjutan berbasis masyarakat dengan

mengembangkan konsep minapolitan.

5.2 Saran

Bedasarkan kesimpulan diatas, maka penulis dapat memberikan saran sebagai

berikut :

1. Pemerintah Kota Lhokseumawe agar lebih berkomitmen dan serius untuk

penanganan pemukiman kumuh di Gampong Pusong.

2. Dalam penanganan perbaikan fisik pemukiman kumuh di Gampong Pusong

baik perbaikan fisik rumah hunian maupun perbaikan sarana lingkungan dapat

dilakukan melalui kerja sama pemerintah kota dengan perusahaan-perusahaan

swasta.

3. Untuk penduduk pendatang dilakukan pengurangan laju pertumbuhan

penduduk dikawasan Pusong. Hal ini dapat dilakukan dengan pembatasan

jumlah penduduk yang masuk dan tinggal di kawasan tersebut.

Universitas Sumatera Utara


4. Perlu dilakukan peningkatan penertiban perpetakan lahan di Gampong Pusong

melalui konsolidasi tanah.

5. Kecamatan dan perangkat Gampong memberikan penyuluhan dan

pemahaman kepada masyarakat setempat dengan pendekatan tridaya untuk

daya sosial, daya ekonomi dan daya lingkungan dalam meningkatkan kualitas

lingkungan yang berkelanjutan dan sadar akan hidup sehat (menghilangkan

budaya kumuh).

6. Penyediaan sarana sosial sebagai tempat untuk berinteraksi antar warga.

7. Pemberdayaan ekonomi masyarakat yang berkelanjutan untuk meningkatkan

pendapatan dapat dilakukan dengan pendampingan, monitoring dan evaluasi

melalui kelompok ekonomi produktif bina usaha, dengan peningkatan

pelatihan dan keterampilan SDM, seperti usaha ikan asin dan lain-lain.

8. Perlu adanya keinginan pemerintah mulai Gampong, Kecamatan sampai

tingkat Kota untuk bekerja sama dengan masyarakat dalam meningkatkan

kualitas lingkungan melalui bina lingkungan berkelanjutan. Seperti

menghidupkan kembali program kerja bakti dan mempercayakan sepenuhnya

kepada masyarakat untuk bisa menjaga lingkungan permukimannnya terutama

yang terkait dengan tempat tinggal masing-masing.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adreas Pramudianto, S.H., MSi, 2008, Diplomasi Lingkungan Teori dan Fakta,
Jakarta, Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)

Amos Neolaka, M.Pd, Prof.Dr.Ir, 2007, Kesadaran Lingkungan, Jakarta, Penerbit


Rineka Cipta.

Amien, A. Mappadjantji, 2005, Kemandirian Lokal (Konsepsi Pembangunan,


Organisasi, dan Pendidikan dari Perspektif Sains Baru, Jakarta, Penerbit PT
Gramedia Pustaka Umum.

Arikunto, S, 1998, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Edisi IV,


Jakarta : PT. Rineka Cipta

Arikunto, S, 2002, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta Rineka


Cipta.

Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik,


Yogyakarta, Rineka Cipta.

Azhari, Samlawi, 1997, Etika lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan;


Penyunting, Tim Babcock, Sudharto P. Hadi. Jakarta DIKTI 1997. ISBN

Askar Jaya, 2004, Konsep Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development),


Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Baiquni, M dan Susilawardani, 2002, Pembangunan yang tidak Berkelanjutan,


Refleksi Kritis Pembangunan Indonesia, Yogyakarta, Transmedia Global
Wacana

Budhy Tjahjati Sugijanto Soegijoko, Gita Chandrika Napitupulu, Wahyu Mulyana,


2005, Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia Dalam Abad 21 (Konsep
dan Pendekatan Pembangunan Perkotaan Di Indonesia), Jakarta, Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Budimanta, A, 2005, Memberlanjutkan Pembangunan di Perkotaan melalui


Pembangunan Berkelanjutan dalam Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia
dalam Abad 21.

Universitas Sumatera Utara


Biro Pusat Statistik, 1999, Buletin Ringkas BPS.

Djajadinigrat, 2001, Untuk Generasi Masa Depan: “Pemikiran, Tantangan dan


Permasalah Lingkungan, ITB.

Denzin dan Lincolin, 2002, Prosedur Penelitian Kualitatif Suatu Pendekatan


Praktek, Edisi Revisi IV, Jakarta, Rineka Cipta.

Edi Suharto, Ph.D, 2009, Kemiskinan dan Perlindungan Sosial Di Indonesia,


Bandung, Penerbit ALFABETA Bandung.

Fauzi. A, 2004, Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Teori dan Aplikasi,
Jakarta, Gramedia Pustaka Utama

Fuad Amsyari, 1996, Membangun Lingkungan Sehat, Surabaya, Airlangga University


Press.

Firdausy Carunia Mulya, 1998, Dimensi Manusia Dalam Pembanguna


Berkelanjutan, Jakarta, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,

Iskandar, Dr. MPd, 2009, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta, Gaung Persada
(GP Press).

Idrus, Muhammad, 2009, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan
kuantitatif, Yogyakarta, Penerbit Erlangga.

Ir. Mulyono Satyo Utomo, 2008, Manajemen Kota dan Wilayah, Jakarta, Penerbit
Bumi Aksara.

Kusdwiratri Setiono, Johan S. Masjhur, Anna Alisyahbana, 2007, Manusia,


Kesehatan dan Lingkungan, Bandung, Penerbit PT Alumni.

Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, 1997, Agenda 21 Indonesia, Strategi


Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan, Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup, Jakarta.

Kuswartojo, Tjuk, 2006 , Perumahan dan Pemukiman di Indonesia; Upaya


Membuat Perkembangan Kehidupan Yang Berkelanjutan, Bandung; Penerbit
ITB

Khomarudin, Drs, MA, 1997, Lingkungan Permukiman Kumuh, Jakarta, Gramedia


Pustaka Utama

Universitas Sumatera Utara


Moh. Soerjani, Rofiq Ahmad, Rozy Munir, 1987, Lingkungan : Sumberdaya Alam
Dan Kependudukan Dalam Pembangunan, Jakarta, Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press)

Marfai, M.A, 2005, Moralitas Lingkungan, Wahana Hijau, Yogyakarta Pemerintah


Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 2002. Rencana Strategis Pengelolaan
Lingkungan Hidup Daerah Istimewa Yogyakarta. PemdaPropinsi DI
Yogyakarta.

Marlina, Ani, 2009, karakteristik untuk mendefinisikan sustainable, wordpress:


Jakarta.
Mitchell, B., B. Setiawan dan D.H. Rahmi, 2003, Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Moleong, Lexy, J, 2001, Tehnik Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja Rosdakarya.

Moleong, 2004, Metode Penelitian Filsafat, Jakarta, Kanisius.

Otto Soemarwoto, 2001, Atur Diri Sendiri Paradigma Baru Pengelolaan


Lingkungan hidup, Bandung, Gajah Mada University Press.

Otto Soemarwoto, 2004, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta,


Penerbit Djambatan.

Parsudi Suparlan, 1984, Kebudayaan Kemiskinan, dalam Kemiskinan di


Perkotaan, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia – Sinar Harapan.

Singarimbun M, Sofian Effendi, 1989, Metode Penelitian Survey, Jakarta, Pustaka


LP3ES Indonesia.

Singarimbun M, Sofian Effendi, 1995, Metode Penelitian Survey, Jakarta, Pustaka


LP3ES Indonesia.

Sudarwan Danim, 2002, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung, Pustaka Setia

Sumarwoto, O (ed), 2003, Menuju Jogya Propinsi Ramah Lingkungan Hidup, Agenda
21 Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan Daerah Istimewa, Yogyakarta.
Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sutamihardja, 2004, Perubahan Lingkungan Global; Program Studi Pengelolaan


Sumber Daya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana; IPB

Universitas Sumatera Utara


Sudharto P. Hadi, 1995, Aspek Sosial AMDAL Sejarah, Teori dan Metode,
Semarang, UGM

Sondang P. Siagian, 1999, Administrasi Pembangunan Konsep, Dimensi, dan


Strateginya, Jakarta, Bumi Aksara.

Soeriatmadja, R.E, 2000, Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan,


Jakarta, Penerbit Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen
Pendidikan Nasional.

Surna Tjahja Djajadiningrat, 2005, Suistanable Future: Menggagas Warisan


Peradaban bagi Anak Cucu, Seputar Pemikiran.

Tambunan T, 2001, Perekonomian Indonesia, Jakarta Penerbit Ghalia Indonesia.

Wahid Iqbal Mubarak dan Nurul Chayatin, 2008, Ilmu Kesehatan Masyarakat :Teori
dan Aplikasi, Gresik, PT. Salemba Medika.

Wrihatnolo, R, R dan Dwidjowijoto, R, N, 2007, Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta,


Media Komputindo.

B. JURNAL

Adi Prasetyo, 2009, Jurnal Karakteristik Permukiman Kumuh Di Kampung Krajan


Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres Kota Surakarta, diakses tanggal
23/01/2011).

Ilham M. Wijaya, 2009, Karya Tulis Pembangunan Berkelanjutan; Masa Depan


Pembangunan Perumahan dan Permukiman Indonesia, diakses tanggal
18/07/2011

Jurnal Komunitas Vol. 4 No. 3 November 2008, diakses 27/08/2011.

Mubyarto, 2003, Tantangan Ilmu Ekonomi dalam Menanggulangi Kemiskinan. Jurnal


Ekonomi Rakyat. Edisi Maret 2003 diakses dari http://www.ekonomirakyat

Ngakan Putu Sueca, 2004, Jurnal Permukiman Natah Vol. 2 No. 2 Permukiman
Kumuh, Masalah Atau Solusi, Universitas Udayana.

Universitas Sumatera Utara


Namba, A. 2003, Pendekatan Ekosistem dalam Penanggulangan Kemiskinan:
Refleksi Penanggulan Kemiskinan di Sulawesi Tengah, Jurnal Ekonomi
Rakyat. Edisi Maret 2003 diakses dari http://www.ekonomirakyat

Prof. Dr. Emil Salim Orasi Ilmiah Pada peringatan Hari Lingkungan Hidup 2003
Kampus IPB Baranangsiang, SAINS DAN PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN di akses tanggal 17/02/2011.

Review Artikel Mengenai Masalah Permukiman Kota, diakses tanggal 23/01/2011

Sri Kurniasih, Jurnal Usaha Perbaikan Pemukiman Kumuh Di Petukangan Utara-


Jakarta Selatan Teknik Arsitektur Universitas Budi Luhur diakses tanggal
16/02/2011

Salim, E. 2003, Makalah untuk Pertemuan Hukum oleh BPHN tanggal 15 Juli 2003
di Bali.

Sudarmadji, 2008, Jurnal Pembangunan Berkelanjutan, Lingkungan Hidup dan


Otonomi Daerah.

Wahyuni Zahrah (USU), 2009, Jurnal Model People Centered Ecological City (Suatu
Kajian tentang Masalah Sosial Budaya dan Perencanaan Kota dalam
Kerangka Pembangunan Berkelanjutan.

C. INTERNET :

(geo.ugm.ac.id/artikel/etika-lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan diakses


tanggal 17/02/2011).
(http://id.wikipedia.org/wiki/masyarakat, diakses tanggal 26/11/2010).
(http://id.wikipedia.org/wiki/pem.berkelanjutan, diakses tanggal 26/11/2010)
(http://aabisnis.blogspot.com/search/label/pengembangan diri, diakses tanggal
26/11/2010)
(http://dahlanforum.wordpress.com/2008/03/26/perncanaan-dan perancanagan-1
diakses tanggal 26/11/2010)
(http://www.scribd.com/doc.pengelolaan-lingkungan-hidup diakses tanggal
21/1/2011).
(http://id.wikipedia.org/wiki/kawasan-kumuh diakses pada tanggal 3/02/2011)
(http://webcache.googleuserconten.comJakartabutuhrevolusibudaya.com/2008/04/
14 kemiskinan dan perkumuhan diakses pada tanggal 3/02/2011)
(http://webcache:masyarakat11.wordpress.com/2011/01/27 kemiskinan dan
perkumuhan kumuh diakses tanggal 3/02/2011)

Universitas Sumatera Utara


(http://footballfun.azmi.blogspot.com/2009/04/pemukiman-kumuh.latar.belakang-
html diakses tanggal 24/05/2011).
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pemekaran_daerah_di_Indonesia, diakses 26/08/2011).
(kahficenter.wordpress.com/tridaya_melawan_keterbatasan_mewujudkan
ketergantungan diakses 08/09/2011).
(www.lhokseumawekota.go.id/sejarah+kota+lhokseumawe, diakses 26/08/2011).
(www.pemberdayaan.com/pemberdayaan-masyarakat-pembangunan-berkelanjutan
diakses 27/08/2011)
Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah (Depkimpraswil) klasifikasi
permukiman kumuh (www.ciptakarya.pu.go.id, diakses 10/10/2010)
Kirmanto, D, 2002, Pembangunan Perumahan dan Permukiman yang Berwawasan
Lingkungan Strategis dalam Pencegahan Banjir di Perkotaan, dari internet
diakses 18/07/2011
KTT Dunia Pembangunan Berkelanjutan 2002 : Peluang dan tantangan bagi
Indonesia baru diperoleh dari internet diakses 21/07/2011
Laode Masrun, ST, M.Si. Staf Dinas PU dan Tata Ruang Kabupaten Konawe,
Pengertian pemukiman kumuh, odexyundo.blogspot.com/2009/08 diakses
tanggal 16/02/2011.

D. Dokumen
SK Walikota Lhokseumawe No 225 Tahun 2010 tentang penetapan kawasan
kumuh dalam wilayah kota Lhokseumawe.

Qanun No. 5 Tahun 2003 Tentang Pemerintahan Gampong

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1

PANDUAN WAWANCARA

IN-DEPTH INTERVIEW

PENGEMBANGAN KONSEP PEMUKIMAN BERKELANJUTAN

(STUDI KASUS DI PEMUKIMAN KUMUH KECAMATAN BANDA SAKTI KOTA


LHOKSEUMAWE)

A. DITUJUKAN PADA TOKOH ADAT/GAMPONG PUSONG BARU DAN PUSONG


LAMA

1. Nama :

2. Umur/Usia :

3. Pendidikan terakhir :

4. Pekerjaan :

5. Agama :

6. Lama Tinggal :

7. Posisi dalam masyarakat :

8. Apa yang Bapak ketahui mengenai Pemukiman kumuh ?


.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
................
.............................................................................................................................................................
..............
9. Apakah ada Peraturan dan Kebijakan yang mengatur pemukiman
kumuh?............................................................................................................................................

10. Mengapa munculnya pemukiman kumuh di Gampong Pusong ini? Kira-kira menurut Bapak,
penyebabnya apa?
(memberikan penjelasan
singkat)................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................

11. Menurut Bapak, Bagaimana penanganan kawasan kumuh yang tepat di pemukiman kumuh ini
? dan upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pemko dalam menangani permasalahan

Universitas Sumatera Utara


pemukiman kumuh di Gampong
Pusong.................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................

Aspek sosial

12. Bagaimana pelayanan pendidikan dan tingkat pendidikan rata-rata masyarakat Gampong
Pusong?
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................

13. Menurut Bapak apakah ada pelayanan kesehatan yang memadai di Gampong
Pusong?...............................................................................................................................................
............................................................................................................................................................

14. Menurut Bapak bagaimana dengan kesetaraan gender di bidang sosial, ekonomi dan
lingkungan di Gampong Pusong ?
.............................................................................................................................................................
.
.............................................................................................................................................................

15. Menurut Bapak Bagaimana status lahan/kependudukan masyarakat rata-rata di Gampong


Pusong (Legal atau
Ilegal)?.................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
..........................................................................................................................

16. Menurut Bapak bagaimana partisipasi masyarakat dalam upaya menciptakan lingkungan sehat
dan berkelanjutan?..............................................................................................................................
..........................................................................................................................................................

Aspek Ekonomi

17. Yang Bapak ketahui, apa upaya pemerintah dalam peningkatan perekonomian masayarakat
Gampong Pusong melalui pemberdayaan
?...........................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
...........................................................................................................

18. Apa mata pencaharian dominan masyarakat Gampong Pusong?


.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................

Universitas Sumatera Utara


Aspek Ekologi

19. Menurut Bapak, Bagaimana pengelolaan kualitas lingkungan di Gampong Pusong selama ini?
mohon dijelaskan :
a. Di bidang Drainase (gorong-gorong)
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................

b. Di bidang Persampahan
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................

c. Air Bersih
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................

d. MCK
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................

20. Menurut Bapak apa yang menjadi hambatan dan kendala dalam pemeliharaan kualitas
lingkungan di khususnya di Gampong Pusong?..................................................................................
.............................................................................................................................................................

Universitas Sumatera Utara


PANDUAN WAWANCARA

IN-DEPTH INTERVIEW

PENGEMBANGAN KONSEP PEMUKIMAN BERKELANJUTAN

(STUDI KASUS DI PEMUKIMAN KUMUH KECAMATAN BANDA SAKTI KOTA


LHOKSEUMAWE)

B. DITUJUKAN PADA BAPPEDA KOTA LHOKSEUMAWE

1. Nama :

2. Instansi :

3. Jabatan :

4. Apa yang Bapak/Ibu ketahui mengenai Pemukiman kumuh ?


.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
................
.............................................................................................................................................................
..............
5. Apakah ada Peraturan dan Kebijakan yang mengatur pemukiman
kumuh?....................................
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
...........................
6. Mengapa munculnya pemukiman kumuh di Gampong Pusong ini? Kira-kira menurut Bapak,
penyebabnya apa?
(memberikan penjelasan
singkat).................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
....
.............................................................................................................................................................
........
.............................................................................................................................................................
..........
7. Menurut Bapak, Bagaimana penanganan kawasan kumuh yang tepat di pemukiman kumuh ini
? dan upaya apa saja yang telah dilakukan oleh pemko dalam menangani permasalahan
pemukiman kumuh di Gampong Pusong
...........................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
...........................

Universitas Sumatera Utara


Aspek sosial

8. Bagaimana pelayanan pendidikan dan tingkat pendidikan rata-rata masyarakat Gampong


Pusong?
................................................................................................................................................
................................................................................................................................................

9. Menurut Bapak apakah ada pelayanan kesehatan yang memadai di Gampong Pusong ?
.................................................................................................................
.............................................................................................................................

10. Menurut Bapak bagaimana dengan kesetaraan gender di bidang sosial, ekonomi dan
lingkungan di Gampong Pusong ?
.............................................................................................................................................................
.
.......................................................................................................................................................

11. Menurut Bapak Bagaimana status lahan/kependudukan masyarakat rata-rata di Gampong


Pusong (Legal atau Ilegal)?...................................................................................
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
...........................

12. Menurut Bapak bagaimana partisipasi masyarakat dalam upaya menciptakan lingkungan sehat
dan berkelanjutan?..............................................................................................................................
..........................................................................................................................................................

Aspek Ekonomi

13. Yang Bapak ketahui, apa upaya pemerintah dalam peningkatan perekonomian masayarakat
Gampong Pusong melalui pemberdayaan
?.......................................................................................................
.............................................................................................................................................................
.
.............................................................................................................................................................
.

14. Apa mata pencaharian dominan masyarakat Gampong Pusong?


.............................................................................................................................................................
..
.............................................................................................................................................................
......

Aspek Ekologi

Universitas Sumatera Utara


15. Menurut Bapak, Bagaimana pengelolaan kualitas lingkungan di Gampong Pusong selama ini?
mohon dijelaskan :
a. Di bidang Drainase (gorong-gorong)
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
..........................................
b. Di bidang Persampahan
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
..........................................
c. Air Bersih
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
..........................................
d. MCK
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
...........................
.............................................................................................................................................................
.............

16. Menurut Bapak apa yang menjadi hambatan dan kendala dalam pemeliharaan kualitas
lingkungan di khususnya di Gampong Pusong?....................................................................
..............................................................................................................................

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2
DAFTAR PERTANYAAN / KUESIONER PENELITIAN

PENGEMBANGAN KONSEP PEMUKIMAN BERKELANJUTAN

(STUDI KASUS DI PEMUKIMAN KUMUH KECAMATAN BANDA


SAKTI KOTA LHOKSEUMAWE)

Bapak/Ibu yang terhormat,

Demi terwujudnya pemukiman yang berkelanjutan di pemukiman Gampong Pusong,


saya sebagai peneliti mohon bantuan Bapak/Ibu untuk memberikan informasi
dibawah ini. Semua keterangan dan jawaban yang diperoleh semata-mata hanya
untuk kepentingan penelitian dan dijamin kerahasiaannya. Oleh sebab itu jawaban
Bapak/Ibu/sdr berikan besar sekali artinya bagi kelancaran penelitian ini. Isilah
pertanyaan berikut ini dengan memberi tanda (X) pada jawaban yang sesuai dengan
pendapat bapak/ibu/saudara, dengan alternative jawaban yang tersedia, dan berikan
komentar bapak/ibu/saudara bila ada permintaan komentar. Atas bantuan
Bapak/Ibu/sdr peneliti mengucapkan terimakasih.

DAFTAR PERTANYAAN UNTUK MASYARAKAT GAMPONG PUSONG BARU DAN


LAMA:
A. IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama
: …………………………………………………………...........................................................
2. Umur/Usia
: ………… tahun
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki/Perempuan
4. Alamat
: …………………………………………………………................................................................
……….........................................................................................................................................
5. Apa pekerjaan Bapak/Ibu saat ini?
a. PNS/TNI/Polri

Universitas Sumatera Utara


b. Buruh
c. Pengusaha/Wiraswasta
d. Pensiunan
e. Pedagang
f. Nelayan
Lainnya, sebutkan ……………….

6. Berapa jumlah anggota keluarga Bapak/Ibu yang menjadi tanggungan saat ini?
a. 2 orang
b. 4 orang
c. 3 orang
d. Lainnya, sebutkan ………….orang

7. Berapa penghasilan yang diterima Bapak/Ibu perbulan?


a. Kurang dari Rp. 500.000
b. Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000
c. Rp. 1.000.000 – Rp. 2.000.000
d. diatas Rp. 2.000.000

8. Sudah berapa lama Bapak/Ibu tinggal di perumahan ini?


a. 1 tahun – 5 tahun
b. 5 tahun – 10 tahun
c. 10 tahun – 15 tahun
d. Lebih dari 15 tahun

9. Berapakah usia anak-anak Bapak/Ibu?


a. Laki-laki .............tahun, ..............tahun
b. Perempuan ............tahun, ..............tahun

10. Pendidikan terakhir Bapak/Ibu ?


a. SD
b. SMP
c. SMA
d. S-1
e. Lainnya, sebutkan .......................

11. Lahan perumahan yang sedang Bapak/Ibu tempati?


a. Milik pribadi
b. Milik Pemerintah

12.Bagaimana status kependudukan Bapak/Ibu di pemukiman ini?


a. Pribumi
b. Pendatang

13. Apakah keluarga Bapak/Ibu mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai?


a. ya
b. tidak

14. Apakah keluarga Bpk/Ibu pernah terkena penyakit DBD?

Universitas Sumatera Utara


a. Pernah
b. Tidak pernah

15. Bagaimana akses pelayanan pendidikan di pemukiman Bapak/Ibu?


a. Memadai
b. Tidak Memadai

16. Apakah keluarga Bapak/Ibu dapat akses pelayanan air bersih?


a. dapat
b. tidak

17. Apakah di pemukiman Bapak/Ibu adanya pemberdayaan ekonomi


Apabila Bapak/Ibu/Saudara(i) menjawab ADA pada soal no.17,
mohon berikan penjelasannya?.................................................................................
..................................................................................................................................

18. apakah ada tempat pembuangan sampah khusus di pemukiman Bapak/Ibu?


a. ada
b. tidak ada

19. Apakah di rumah Bapak/Ibu ada Jamban/kakus/WC?


a. ada
b. tidak ada

20. Apakah saluran Drainase di pemukiman Bpk/Ibu sudah lancar?


a. lancar
b. tidak lancar

21. Menurut Bapak/Ibu/Saudara(i), cocokkah pemukiman kumuh ini dilakukan rekonstruksi


(pembangunan Kembali)
a. Cocok. Alasannya ...................................................................................
..........................................................................................
..........................................................................................
..........................................................................................
b. Tidak cocok. Alasannya..........................................................................
..........................................................................................
..........................................................................................
..........................................................................................

22. Menurut Bapak/Ibu/Saudara(i), Perumahan yang bagaimanakah yang sesuai


dengan keinginan Bpk/ibu ? (berikan komentar singkat)
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................

Universitas Sumatera Utara


23. Menurut Bapak/Ibu/Saudara(i), apakah bersedia jika di relokasikan ketempat lain selama
perbaikan pemukiman? (berikan komentar singkat)
..............................................................................................................................

..............................................................................................................................
..............................................................................................................................

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3

Identifikasi masalah dalam FGD :

1. Issu pengembangan pemukiman dan infrastruktur

a. Masalah kepemilikan lahan

b. Banyak kawasan perumahan tumbuh sepadan pantai

c. Pencemaran lingkungan akibat BAB, sampah rumah tangga dibawah

rumah

d. Muncul kawasan kumuh

Pengembangan Infrastruktur :

a. Air bersih

b. Drainase

c. Persampahan

d. MCK (mandi, cuci, kakus)

2. Pengembangan konsep pemukiman berkelanjutan ditinjau dari aspek sosial,

ekonomi dan ekologi dengan metode tridaya yang diterapkan dalam seluruh

proses dan tahap kegiatan pembangunan. Pelaksanaan dilakukan secara

bertahap, yaitu : a) Pengorganisasian b) Stabilitasi (pemantapan) dan c)

Pelepasan.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4.

Struktur Ruang Kota Lhokseumawe

Lampiran 5.

Profil kondisi pemukiman kumuh Gampong Pusong

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai