Anda di halaman 1dari 56

HUBUNGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA DENGAN

KADAR UREUM PADA PENDERITA DIABETES MELITUS


PROGRAM PROLANIS DI PUSKESMAS SLOGOHIMO

PROPOSAL SKRIPSI

FAJAR NUR HANANTO


NIM 3312052

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN


TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NASIONAL
SURAKARTA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia menempati posisi ke-6 dengan jumlah penderita diabetes

mellitus (DM) terbanyak di dunia setelah Cina, India, USA, Brazil, dan Meksiko.

Jumlah penderita DM di Indonesia diprediksi akan mengalami peningkatan

menjadi 16,7 juta pada tahun 2045 dan DM tipe 2 merupakan jenis diabetes yang

paling banyak terjadi pada usia anak-anak, remaja dan dewasa muda yang

mengalami obesitas serta aktivitas fisik yang rendah (IDF, 2019 dan KemenKes

RI, 2019). Penyakit diabetes merupakan ibu dari segala penyakit. Jika tidak

ditangani dengan baik, penyakit ini akan beranak-pinak dan menghasilkan

penyakit lain seperti kerusakan ginjal (Tandra, 2019).

Jumlah penderita diabetes di Provinsi Jawa Tengah setiap tahunnya

mengalami peningkatan. Provinsi Jawa Tengah menyandang kasus diabetes

mencapai 496,181 kasus pada tahun 2018, dan mengalami peningkatan menjadi

652,822 kasus di tahun 2019 (KemenKes RI, 2019). Selanjutnya berdasarkan

Kabupaten/Kota yang terdapat di Jawa Tengah, jumlah penderita diabetes

tertinggi terdapat di Kabuaten Pemalang yaitu 89.661 penderita, kemudian diikuti

Kabupaten/Kota Semarang, Klaten, Cilacap, sedangkan di Kabupaten Wonogiri

menempati peringkat ke-17 dari 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah

menurut data jumlah penderita diabetes (DinKes Prov. Jateng, 2020).

1
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dalam Infodatin Tahun 2020,

menyampaikan bahwa orang yang sudah memiliki faktor risiko dapat

mengendalikan faktor risiko agar tidak jatuh sakit diabetes dan orang yang sudah

menderita diabetes dapat mengendalikan penyakitnya agar tidak terjadi

komplikasi atau kematian dini. Individu dengan riwayat Toleransi Glukosa

Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa (GDP) terganggu atau kelompok

pre-diabetes seharusnya lebih mawas diri dan perlu untuk menerapkan pola hidup

sehat dengan memperhatikan asupan makanan dan minumnya, serta teratur untuk

melakukan aktivitas fisik sehingga kondisi ini tidak berlanjut menjadi diabetes

mellitus. International Diabetes Federation (IDF) tahun 2019 mengemukakan

bahwa pengetahuan terkait penyakit diabetes dan pemahaman bagaimana

pengelolaannya merupakan hal yang sangat penting, serta merupakan modal dasar

dalam pengelolaan diabetes secara mandiri. Dalam rangka meningkatkan status

kesehatan masyarakat, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun

2016 tentang Jaminan Kesehatan menerangkan bahwa Program Pengelolaan

Penyakit Kronis yang selanjutnya disebut Prolanis adalah suatu sistem yang

memadukan antara penatalaksanaan pelayanan kesehatan dan komunikasi bagi

sekelompok peserta dengan kondisi penyakit tertentu melalui upaya penanganan

penyakit secara mandiri.

Sasaran program Prolanis menurut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) Kesehatan (2019) adalah penyandang penyakit kronis yaitu Diabetes

Melitus Tipe 2 dan Hipertensi. Kemudian menurut Jamiat (2020), pengelolaan

Prolanis dilaksanakan secara terintegrasi oleh tenaga kesehatan di Puskesmas.

2
Menurut survei awal peneliti bulan Oktober 2021 dengan observasi dan

wawancara, pelaksanaan program Prolanis di Puskesmas Slogohimo Kabupaten

Wonogiri sudah berjalan enam tahun yakni dari tahun 2016 sampai dengan

sekarang. Selanjutnya data yang diperoleh dari koordinator Prolanis sampai bulan

Oktober 2021, jumlah pasien DM yang berada di wilayah kerja Puskesmas

Slogohimo yang mengikuti Prolanis sebanyak 45 orang. Kemudian hasil

wawancara dengan koordinator Prolanis tersebut dinyatakan bahwa kegiatan

edukasi tentang DM diberikan satu kali dalam sebulan, yaitu saat pemeriksaan

bulanan pada hari Kamis minggu pertama. Jumlah peserta Prolanis DM sebanyak

45 orang, namun peserta aktif hanya 34 orang. Edukasi tentang perawatan DM

dilaksanakan secara kelompok maupun individu. Edukasi pada kelompok

dilaksanakan saat peserta mendaftarkan diri dan sambil menunggu giliran

diperiksa. Sedangkan edukasi secara perseorangan dilaksanakan secara langsung

saat diperiksa. Keinginan terbesar dari peserta Prolanis DM adalah dapat

mengendalikan penyakit DM terutama kadar gula darah normal selamanya.

Suatu studi menurut Jamiat (2020), menunjukkan adanya penurunan kadar

gula darah pada penderita DM lansia setelah mengikuti program Prolanis untuk

penderita DM secara berkesinambungan. Aktifitas dalam Prolanis tersebut

meliputi aktifitas konsultasi medis/edukasi, home visit, reminder, aktivitas klub,

dan pemantauan status kesehatan. Selanjutnya menurut Rahmi., dkk (2018),

peningkatan kadar gula dalam darah memiliki dampak langsung terhadap

beberapa pembuluh darah termasuk pembuluh darah pada ginjal yang disebabkan

karena ginjal berfungsi untuk menyaring bahan sisa yang kita konsumsi dan

3
dibuang dalam bentuk urin dimana normalnya gula tidak ditemukan di

dalam urin dikarenakan proses filtrasi ginjal yang memungkinkan reabsorbsi

kembali kedalam pembuluh darah. Salah satu substansi yang keluar lewat

penyaringan di ginjal adalah ureum.

Sejalan dengan hal tersebut, menurut Dai., dkk (2020) dalam penelitiannya

menyimpulkan bahwa kadar glukosa berhubungan secara signifikan dengan

perubahan kadar ureum penderita DM Tipe 2 program Prolanis di Malang Raya

dengan nilai p < 0,05. Namun berbeda dengan Putri (2019) hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan kadar gula darah puasa dengan kadar

ureum darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di RS Roemani

Muhammdiyah Semarang. Pengukuran kadar gula darah dan kadar ureum

dilakukan dengan kimia analyzer.

Berdasarkan penelitian Rahmi., dkk (2018), ditemukan hasil bahwa ada

hubungan antara kadar gula darah dengan ureum darah pada penderita diabetes

mellitus yang mengikuti program Prolanis pada bulan Mei 2018 di Laboratorium

Klinik Hamzanwadi Kabupaten Lombok Timur. Artinya jika kadar gula darah

meningkat maka kadar ureum darah juga meningkat. Penyakit diabetes melitus

yang berlangsung selama bertahun-tahun akan menimbulkan kemunduraan faal

ginjal, yaitu suatu keadaan yang dikenal dengan nefropati diabetik yang

merupakan suatu sindrom klinik yang terjadi pada penderita diabetes melitus,

ditandai dengan keadaan mikroalbuminuria maka akan terjadi uremia, yang

akhirnya menyebabkan kadar ureum dalam darah meningkat. Kemudian hasil

penelitiannya Sunita dan Heru (2019) menyampaikan bahwa hasil kadar ureum

4
abnormal penderita DM paling banyak terjadi setelah menderita DM >5 tahun dan

mengkonsumsi obat secara teratur.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian

dengan judul “Hubungan Kadar Glukosa Darah Puasa dengan Kadar Ureum pada

Penderita Diabetes Program Prolanis di Puskesmas Slogohimo” untuk mengetahui

korelasi antara kadar glukosa darah puasa dengan kadar ureum penderita diabetes

yang mengikuti program Prolanis.

B. Pembatasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah menganalisa kadar glukosa

darah puasa dan kadar ureum pada penderita diabetes melitus program Prolanis

dengan metode GOD PAP dan Enzimatik.

C. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan kadar glukosa darah puasa dengan kadar ureum

pada penderita diabetes melitus program Prolanis di Puskesmas Slogohimo?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kadar glukosa darah puasa dengan

kadar ureum pada penderita diabetes melitus program Prolanis di

Puskesmas Slogohimo.

5
2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui kadar glukosa darah puasa penderita diabetes

melitus program prolanis di Puskesmas Slogohimo.

b. Untuk mengetahui kadar ureum penderita diabetes melitus program

Prolanis di Puskesmas Slogohimo.

c. Menganalisa ada atau tidaknya hubungan kadar glukosa darah puasa

dengan kadar ureum pada penderita diabetes melitus program Prolanis

di Puskesmas Slogohimo.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Mendukung hasil penelitiannya Jamiat (2020) didapatkan hasil adanya

penurunan kadar gula darah pada penderita DM lansia setelah

mengikuti program Prolanis.

b. Mendukung hasil penelitian Dai., dkk (2020) didapatkan hasil p<0,05

yang menggambarkan kadar glukosa berhubungan dengan perubahan

kadar ureum.

c. Mendukung hasil penelitian Rahmi., dkk (2018) didapatkan nilai

p<0,05 yang menggambarkan ada hubungan antara kadar gula darah

dengan ureum darah.

d. Mendukung hasil penelitian Sunita dan Heru (2019) didapatkan hasil

bahwa kadar ureum abnormal penderita DM paling banyak terjadi

setelah menderita DM >5 tahun dan mengkonsumsi obat secara teratur.

6
2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Untuk memperluas wawasan bagi peneliti serta menerapkan teori dan

praktek yang telah didapat selama kuliah sehingga menjadi lebih

paham dan terampil.

b. Bagi Institusi

Manambah literatur mengenai hubungan antara kadar glukosa darah

puasa dengan kadar ureum pada penderita diabetes melitus sebagai

referensi dan data jika di kemudian hari ada peneliti yang hendak

meneliti lebih lanjut.

c. Bagi Puskesmas

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam

menyusun program pencegahan dan pengendalian diabetes mellitus di

wilayah kerja Puskesmas Slogohimo, sehingga keberhasilan tingkat

kontrol glikemik pada pasien DM dapat terwujud.

d. Bagi masyarakat

Dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai hubungan

antara kadar glukosa darah puasa dengan kadar ureum pada penderita

diabetes melitus sehingga masyarakat menyadari akan pentingnya

memeriksakan kadar gula darah secara berkala.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kadar Glukosa Darah

a. Pengertian Kadar Glukosa Darah

Glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada kadar

glukosa di dalam darah. Kadar glukosa darah, diatur dengan ketat di

dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber

utama energi untuk sel-sel tubuh (Endiyasa., dkk, 2018). Glukosa

darah merupakan gula sederhana dalam makanan biasanya dalam

bentuk disakarida atau terikat molekul lain. Konsentrasi glukosa

dalam vena orang yang tidak menderita diabetes melitus umumnya

antara 75-115 mg/dL (Rondhianto., dkk, 2021).

Kadar glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada

tingkat glukosa dalam darah. Tingkatan ini akan naik setelah makan

dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum

orang makan. Bila kadar glukosa terlalu rendah (<70 mg/dL) disebut

hipoglikemia dan bila kadar gula darah berada pada kadar tinggi

(>110 mg/dL) disebut hiperglikemia (Endiyasa., dkk, 2018).

8
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kadar Glukosa Darah

Suyono (2015) menjelaskan bahwa kadar glukosa darah

dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen disebut

juga humoral factor di antaranya:

1) Hormon insulin

Hormon insulin diproduksi di dalam prankreas oleh sel-sel beta

pulau langerhans, hormon ini dapat menurunkan kadar glukosa

darah dengan meningkatkan penyimpanan glukosa sebagai

glikogen atau perubahan menjadi asam lemak serta meningkatkan

masuknya glukosa ke dalam sel. Hormon insulin memegang

peranan pokok dalam pengaturan konsentrasi glukosa darah.

2) Hormon glukagon

Hormon glukagon diproduksi di dalam prankreas oleh sel-sel alfa

pulau langerhans, hormon ini dapat meningkatkan kadar glukosa

dengan meningkatkan pembebasan glukosa dari glikogen.

3) Hormon pertumbuhan

Hormon pertumbuhan merupakan hormon yang terbentuk di

hipofisis anterior yang memiliki efek metabolik melawan kerja

insulin. Hormon ini dapat meningkatkan kadar glukosa darah.

4) Hormon tiroid

Hormon tiroid merupakan hormon metabolisme utama di dalam

tubuh yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang larut dalam lemak.

Hormon tiroid terkait dengan oksidasi glukosa, laju metabolisme

9
atau mengatur metabolisme, meningkatkan sintesis protein, serta

mempunyai efek meningkatkan kadar glukosa darah.

5) Hormon epinefrin

Hormon epinefrin disekresi oleh medula adrenal akibat rangsangan

yang menimbulkan stress dan menyebabkan glikogenesis di hati

dan otot. Hormon ini dapat meningkatkan kadar glukosa darah.

6) Hormon somatostatin

Hormon somatostatin diproduksi di dalam sel D pankreas. Hormon

ini dapat meningkatkan kadar glukosa darah.

7) Hormon kortisol

Hormon kortisol disekresi oleh korteks adrenal, hormon ini dapat

meningkatkan kadar glukosa darah dengan mensintesis glukosa

dari asam amino.

8) Hormon ACTH

Hormon ACTH (adrenocorticotropic hormone) merupakan

hormon yang terbentuk di hipofisis anterior. Hormon ini dapat

meningkatkan kadar glukosa darah.

Sedangkan faktor eksogen terhadap kadar glukosa darah antara

lain (Suyono, 2015):

1) Makanan dan minuman

Konsentrasi glukosa darah bervariasi, tergantung pada respon

metabolisme yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Pada orang

normal, konsentrasi glukosa meningkat selama jam pertama atau

10
setelah makan, tetapi sistem umpan balik yang mengatur kadar

glukosa darah dengan cepat mengembalikan konsentrasi glukosa

ke nilai kontrolnya, biasanya terjadi dalam waktu 2 jam sesudah

absorbsi karbohidrat yang terakhir. Kebanyakan karbohidrat dalam

makanan akan diserap ke dalam aliran darah dalam bentuk

monosakarida glukosa. Jenis gula lain akan diubah oleh hati

menjadi glukosa.

2) Penyakit

Beberapa jenis penyakit dapat mempengaruhi metabolisme glukosa

diantaranya yaitu: penyakit pankreas dan hati, infeksi dan

keganasan. Insulin dan glukagon dihasilkan oleh pankreas,

sehingga ketika terdapat penyakit pada pankreas, maka konsentrasi

glukosa darah dapat terganggu, baik menjadi

hiperglikemia/hipoglikemia. Kenaikkan kadar glukosa darah

karena infeksi dapat terjadi karena peningkatan Basal Metabolism

Rate (BMR) dan glikolisis anaerob. Penyakit pada hati dapat

menimbulkan hipoglikemia akibat kegagalan degradasi insulin.

Kebanyakan insulin didegradasi oleh hati dalam waktu kurang

lebih 1 jam setelah insulin dikeluarkan ke dalam darah (waktu

paruh insulin 70 menit). Kemudian, sel kanker mengkonsumsi

glukosa dalam jumlah yang lebih besar dari sel di sekelilingnya.

Kecepatan pertumbuhan sel kanker yang mencerminkan tingkat

keganasannya sebanding dengan tingkat konsumsi glukosa.

11
3) Hormon

Konsentrasi glukosa dalam darah diatur oleh beberapa hormon,

terutama insulin dan glukagon. Glukagon menaikkan konsentrasi

glukosa darah dengan mendorong glikogenolisis di dalam liver.

Sekresi glukagon dipengaruhi oleh konsentrasi gula darah, tetapi

berlawanan dengan mekanisme pada insulin. Selain itu aktivitas

insulin dapat meningkatkan sintesa glikogen, menurunkan

glukoneogenesis, dan mengontrol masukan glukosa ke dalam sel.

Ketika tubuh tidak mampu memproduksi insulin atau gagal

meresponnya dengan benar, glukosa darah akan meningkat

keadaan inilah yang disebut diabetes mellitus.

4) Genetik

Selain meningkatkan kadar glukosa darah, faktor genetik juga

dapat mengakibatkan penurunan kadar glukosa darah. Glukokinase

adalah enzim pengatur dalam sel beta pankreas dan mengkatalisis

sel beta dalam metabolisme glukosa. Mutasi GCK atau

glucokinase (T651 dan W99R) dapat meningkatkan kejadian

hipoglikemia familial karena terjadi perubahan fenotip (mutasi gen

kanal K + sensitif ATP atau Adenosine Triphosphate) yang terlihat

dengan jelas.

5) Berat badan

Ukuran tubuh secara tidak langsung mempengaruhi keseimbangan

konsentrasi glukosa darah. Hal ini berhubungan dengan fungsi

12
keseimbangan cairan. Individu dengan berat badan lebih (Indeks

Masa Tubuh atau IMT > 23 kg/m²) komponen lemaknya tinggi dan

cenderung mengalami kenaikan kadar glukosa darah. Sebaliknya

mereka dengan indek massa tubuh rendah akan mempunyai

komponen lemak relatif kecil.

6) Jenis kelamin

Jenis kelamin perempuan dengan usia berkisar antara 40-71 tahun

adalah yang paling banyak menderita penyakit diabetes mellitus.

Selain itu, diketahui bahwa pada wanita, pemakaian glikogen otot

25% lebih rendah daripada pria, sedangkan total oksidasi

karbohidrat pada wanita 43% lebih tinggi daripada pria.

7) Stres

Hormon sistem simpatoadrenal (katekolamin) dibutuhkan untuk

adaptasi terhadap stres akut dan kronik. Katekolamin (dopamin,

epinefrin, dan norepinefrin) mempermudah respon fight or flight

bersama dengan glukokortikoid, GH(Growth Hormon), dan

glukokagon. Epinefrin merupakan 80% katekolamin dalam

medula. Stres fisik atau emosional yang bersifat neurogenik dapat

merangsang sekresi epinefrin. Epinefrin yang meningkatkan dapat

mengakibatkan kenaikan kadar glukosa darah.

8) Aktivitas fisik

Peningkatan aktivitas fisik juga dapat meningkatkan penggunaan

glukosa secara efisien melalui peningkatan pemakaian energi.

13
Aktivitas fisik mempengaruhi kadar glukosa dalam darah. Ketika

aktivitas tubuh tinggi, penggunaan glukosa oleh otot akan ikut

meningkat. Sintesis glukosa endogen akan ditingkatkan untuk

menjaga agar kadar glukosa dalam darah tetap seimbang. Pada

keadaan normal, keadaan homeostasis ini dapat dicapai oleh

berbagai mekanisme dari sistem hormonal, saraf, dan regulasi

glukosa. Ketika tubuh tidak dapat mengkompensasi kebutuhan

glukosa yang tinggi akibat aktivitas fisik yang berlebihan, maka

kadar glukosa tubuh akan menjadi terlalu rendah (hipoglikemia).

Sebaliknya, jika kadar glukosa darah melebihi kemampuan tubuh

untuk menyimpannya disertai dengan aktivitas fisik yang kurang,

maka kadar glukosa darah menjadi lebih tinggi dari normal

(hiperglikemia).

9) Obat

Kenaikan kadar glukosa darah dapat terjadi pada penggunaan

beberapa jenis obat, diantaranya adalah: kortikosteroid karena

merupakan racun yang mempengaruhi pembentukan insulin

dengan menyebabkan kerusakan sel beta pankreas sehingga

produksi insulin berkurang, beta bloker, produk yang mengandung

estrogen, INH, dan obat diuretik seperti furosemide serta thiazide.

c. Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah

Jenis-jenis pemeriksaan kadar glukosa darah di antaranya

adalah sebagai berikut (KemenKes RI, 2019):

14
1) Kadar glukosa darah sewaktu

Merupakan uji kadar glukosa yang dapat dilakukan sewaktu-waktu,

tanpa harus puasa karbohidrat terlebih dahulu atau

mempertimbangkan asupan makanan terakhir. Tes glukosa darah

sewaktu biasanya digunakan sebagai tes skrining untuk penyakit

Diabetes Mellitus. Kadar glukosa sewaktu normal adalah kurang

dari 140 mg/dL.

2) Kadar glukosa darah puasa

Merupakan uji kadar glukosa darah pada pasien yang melakukan

puasa selama 10-12 jam. Kadar glukosa ini dapat menunjukkan

keadaan keseimbangan glukosa secara keseluruhan atau

homeostatis glukosa dan pengukuran rutin sebaiknya dilakukan

pada sampel glukosa puasa. Kadar glukosa puasa normal/terkendali

adalah antara 70-110 mg/dL. Sedangkan tidak normal/tidak

terkendali jika kadar glukosa darah kurang dari 70 mg/dL atau

lebih dari 140 mg/dL.

3) Kadar glukosa darah 2 Jam Post Prandial

Glukosa 2 jam post prandial merupakan jenis pemeriksaan glukosa

dimana sampel darah diambil 2 jam setelah makan atau pemberian

glukosa. Tes gula darah 2 jam post prandrial biasanya dilakukan

untuk menguji respon metabolik terhadap pemberian karbohidrat 2

jam setelah makan. Kadar glukosa 2 jam post prandial normal

adalah kurang dari 140 mg/dL. Jika kadar glukosa kurang dari 140

15
mg/dL 2 jam setelah makan, maka kadar glukosa tersebut sudah

kembali ke kadar sesudah kenaikan awal yang berarti bahwa pasien

tersebut mempunyai mekanisme pembuangan glukosa yang

normal. Sebaliknya, apabila kadar glukosa 2 jam post prandrial

setelah makan masih tetap tinggi, maka dapat disimpulkan adanya

gangguan metabolisme pembuangan glukosa.

4) Tes toleransi glukosa oral

Tes toleransi glukosa oral dilakukan untuk pemeriksaan glukosa

apabila ditemukan keraguan hasil glukosa darah. Pemeriksaan

dapat dilakukan dengan cara pemberian karbohidrat kepada pasien.

Namun sebelum pemberian karbohidrat kepada pasien, ada hal

yang harus diperhatikan, seperti keadaan status gizi yang normal,

tidak sedang mengkonsumsi salisilat, diuretik, anti kejang steroid,

atau kontrasepsi oral, tidak merokok, dan tidak makan dan minum

apapun selain air selama 12 jam sebelum pemeriksaan.

Kemudian, menurut kondisi kadar glukosa darah di antaranya

(KemenKes RI, 2019):

1) Gula darah rendah atau hipoglikemi

Merupakan gangguan kesehatan yang terjadi ketika kadar gula di

dalam darah berada di bawah kadar normal dan merupakan

komplikasi yang paling umum terjadi pada individu dengan

diabetes. Hipoglikemia (kadar glukosa darah terlalu rendah < 70

mg/dL) memiliki gejala: badan terasa lemas, lapar, pusing,

16
gemetar, penglihatan kabur, keringat berlebih, kejang-kejang,

kebingungan dan detak jantung yang cepat, bisa menyebabkan

pingsan.

2) Gula darah tinggi atau Hiperglikemia

Merupakan kondisi ketika kadar gula dalam darah melebihi batas

normal. Kondisi ini sering terjadi pada penderita diabetes.

Hiperglikemia (Kadar glukosa darah sangat tinggi > 300 mg/dL)

memiliki gejala: sering merasa kehausan, mulut terasa kering,

buang air kecil meningkat, kulit terasa kering, penglihatan menjadi

buram/kabur, pusing, nafas terengah-engah dan bau nafas tak

sedap.

d. Metode Pemeriksaan Glukosa Darah

Berikut merupakan beberapa metode dalam pemeriksaan

glukosa darah, diantaranya (Subiyono, 2016):

1) Metode Asatoor dan King

Penentuan ini menggunakan sifat glukosa yang dapat mereduksi.

Darah dimasukkan dalam larutan natrium sulfat-Cu sulfat isotonik

agar glukosa tidak mudah mengalami glikolisis. Di sini diadakan

penambahan CuSO4 ke dalam larutan natrium sulfat-CuSO4

isotonik. Metode ini dapat digunakan untuk kadar glukosa darah

sampai 300 mg/100 ml, darah yang telah berada dalam larutan

natrium sulfat-Cu sulfat isotonik dapat tahan 72 jam.

17
2) Metode Folin-Wu

Glukosa akan mereduksi ion cupri menjadi senyawa cupro yang

tidak larut. Penambahan pereaksi asam fosfomolibdat akan

melarutkan senyawa cupro dan mengubah warna larutan menjadi

biru. Warna biru yang terjadi dibaca dengan spektrofotometer.

Kadar glukosa darah puasa darah vena adalah 90-120 mg/100 dL

darah.

3) Metode Nelson-Somogyi

Deproteinisasi dilakukan dengan larutan Zn hidroksida barium

sulfat. Filtrasi yang diperoleh tidak mengandung senyawa

pereduksi lain kecuali glukosa. Filtrat dipanaskan bersama dengan

reagen Cu alkali kemudian direaksikan dengan reagen arseno

molibdat, dan warna yang terjadi dibaca dengan spektrofotometer.

4) Metode Glukosa Oksidase

Glukosa akan dioksidasi dengan adanya enzim glukosa oksidase

membentuk suatu asam glukonat dan peroksida. Peroksida yang

terbentuk direaksikan dengan 4 amino-antypyrine dan asam

hidroksi benzoic, dengan adanya peroksidase membentuk senyawa

kompleks yang berwarna. Intensitas warna merah yang terbentuk

sebanding dengan kadar glukosa dalam sampel.

5) Metode Titriometri

Dasar untuk penentuan ini seperti metode yang lain, hanya setelah

reaksi reduksi berlangsung ditambahkan kalium iodida dan asam.

18
Kemudian banyaknya iodium yang ada ditentukan dengan

menititrasinya menggunakan natrium tiosulfat.

6) Metode Hagedorn dan Jensen

Pengedapan protein darah dengan Zn hidroksid pada suhu 100 °C,

glukosa dalam filtrat dioksidase oleh larutan kalium ferisianida

alkalik yang dibufer pada pH 11,5 yang diberikan berlebihan.

Dalam reaksi ini terjadi kalium ferosianida, yang akan diikat oleh

Zn sulfat. Kelebihan kalium ferisianida dititrasi secara iodemetrik.

Dari banyaknya ferisianida yang digunakan untuk mengoksidkan

glukose, dapat diketahui banyaknya glukosa yang ada. Banyaknya

ferisianida dapat diketahui dari banyaknya natrium tiosulfat yang

dalam titrasi iodometrik ini.

7) Metode O-Toluidine

Glukosa bereaksi dengan o-toluidine dalam acetic acid panas dan

menghasilkan senyawa berwarna hijau yang dapat ditentukan

secara fotometri.

Penelitian ini dalam pemeriksaan kadar glukosa darah

menggunakan metode Glukosa Oksidase atau GOD-PAP (Glucose

Oxsidase-Peroxidase Aminoantypirin). Prinsip metode ini adalah gula

darah ditemukan setelah adanya reaksi enzimatis dengan adanya gula

oksidase. Hydrogen peroksidase yang terbentuk bereaksi dengan

peroksida, 4-Aminophenazone dan phenol menjadi zat warna

Qulnonelmin berwarna merah-violet. Keuntungan dari metode ini

19
adalah harganya terjangkau dan merupakan metode standar yang

direkomendasikan. Selain itu, pemeriksaan glukosa darah metode

GOD-PAP lebih banyak dilakukan di laboratorium karena dianggap

ketelitiannya lebih tinggi, sehingga diperoleh hasil yang lebih akurat.

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan glukosa darah metode ini

adalah photometer.

2. Kadar Ureum

a. Pengertian Kadar Ureum

Ureum adalah produk akhir katabolisme protein dan asam

amino yang diproduksi oleh hati dan didistribusikan melalui cairan

intraseluler dan ekstraseluler ke dalam darah untuk kemudian difiltrasi

oleh glomerulus (Istiqlal., dkk, 2018). Ureum merupakan substansi

yang dibuang ginjal dari tubuh sehingga dapat mengukur fungsi ginjal.

Pemeriksaan ureum sangat membantu menegakkan diagnosis gagal

ginjal akut. Ketika ginjal tidak dapat melakukan fungsi utamanya

tersebut, maka limbah matabolisme salah satunya adalah ureum tidak

dapat dikeluarkan, sehingga akan menumpuk, dan membuat kadar

ureum dalam darah meningkat, sehingga menimbulkan masalah pada

tubuh, seperti kerusakan glumeruloskleorosis yaitu kerusakan pada

unit penyaringan pada ginjal (Verdiansah, 2016).

Ureum merupakan produk nitrogen yang dikeluarkan ginjal

berasal dari diet protein. Penderita gagal ginjal, kadar ureum serum

memberikan gambaran tanda paling baik untuk timbulnya ureum

20
toksik dan merupakan gejala yang dapat dideteksi dibandingkan

kreatinin. Jumlah ureum dalam darah ditentukan oleh diet protein dan

kemampuan ginjal mengekskresikan urea. Jika ginjal mengalami

kerusakan, urea akan terakumulasi dalam darah. Peningkatan urea

plasma menunjukkan kegagalan ginjal dalam melakukan fungsi

filtrasinya (Loho., dkk, 2016).

b. Metabolisme Ureum

Ureum merupakan produk limbah dari pemecahan protein

dalam tubuh. Siklus urea (disebut juga siklus ornithine) adalah reaksi

pengubahan ammonia (NH3) menjadi urea (CO(NH2)2). Keseimbangan

nitrogen dalam keadaan mantap akan diekskresikan ureum kira-kira 25

mg per hari (Loho., dkk, 2016).

Reaksi kimia ini sebagian besar terjadi di hati dan sedikit

terjadi di ginjal. Hati menjadi pusat pengubahan ammonia menjadi

urea terkait fungsi hati sebagai tempat menetralkan racun. Urea

bersifat racun sehingga dapat membahayakan tubuh apabila

menumpuk di dalam tubuh. Meningkatnya urea dalam darah dapat

menandakan adanya masalah pada ginjal (Simanjuntak, 2015).

c. Pemeriksaan Kadar Ureum

Pemeriksaan ureum sangat membantu menegakkan diagnosis

gagal ginjal akut. Pengukuran ureum serum dapat dipergunakan untuk

mengevaluasi fungsi ginjal, status hidrasi, menilai keseimbangan

nitrogen, menilai progresivitas penyakit ginjal, dan menilai hasil

21
hemodialisa (Verdiansah, 2016). Ureum dapat diukur dari bahan

pemeriksaan plasma, serum, ataupun urin. Jika bahan plasma harus

menghindari penggunaan antikoagulan natrium citrate dan natrium

fluoride, hal ini disebabkan karena citrate dan fluoride menghambat

urease. Ureum urin dapat dengan mudah terkontaminasi bakteri. Hal

ini dapat diatasi dengan menyimpan sampel di dalam refrigerator

sebelum diperiksa (Simanjuntak, 2015).

Kadar ureum dalam serum mencerminkan keseimbangan antara

produksi dan eksresi. Metode penetapannya adalah dengan mengukur

nitrogen atau sering disebut Blood Urea Nitrogen (BUN). Nilai BUN

akan meningkat apabila seseorang mengkonsumsi protein dalam

jumlah banyak, namun pangan yang baru disantap tidak berpengaruh

terhadap nilai ureum pada saat manapun. Hal ini yang menyebabkan

adanya hubungan asupan protein dengan kadar ureum (Verdiansah,

2016).

Tabel 2.1 Referensi Kadar Ureum Berdasarkan Kategori Usia

BUN BUN
Kategori Usia
(md/dL) (mmol/L)
Dewasa muda < 40 tahun 5-18 1,8-6,5
Dewasa 40-60 tahun 5-20 1,8-7,1
Lansia > 60 tahun 8-21 2,9-7,5
Azotemia ringan 20-50 7,1-17,7
Sumber: Verdiansah, 2016

d. Tingkat Kadar Ureum

Peningkatan kadar ureum dalam darah selain dengan

pertambahan usia dan lamanya menderita DM juga dilihat dari jenis

22
kelamin dan konsumsi obat. Peningkatan ini dilihat dari distribusi

lemak tubuh pada laki-laki terjadi penumpukan lemak terkonsentrasi di

sekitar perut sehingga mengacu gangguan metabolisme, maka kadar

ureum pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Penderita DM

dengan mengkomsumsi obat dalam waktu yang lama dapat

meningkatkan kadar ureum sehingga merusak fungsi ginjal (Sunita dan

Heru, 2019).

Peningkatan ureum dalam darah disebut azotemia. Kondisi

gagal ginjal yang ditandai dengan kadar ureum plasma sangat tinggi

dikenal dengan istilah uremia. Peningkatan ureum dikelompokkan

menjadi tiga kelompok yaitu pra-renal, renal, dan pasca-renal

(Verdiansah, 2016):

1) Azotemia pra-renal adalah keadaan peningkatan kadar ureum yang

disebabkan oleh penurunan aliran darah ke ginjal. Berkurangnya

darah di ginjal membuat ureum semakin sedikit di filtrasi.

Penurunan fungsi ginjal juga meningkatkan kadar ureum plasma

karena ekskresi ureum dalam urin menurun.

2) Azotemia renal dapat menyebabkan terjadinya gangguan ginjal.

3) Azotemia pasca-renal ditemukan pada obstruksi aliran urin akibat

batu ginjal, tumor vesika urinaria, hiperplasia prostat, dan juga

pada infeksi traktus urinarius berat.

Nilai kadar ureum menurut Rahmi., dkk (2018) adalah:

23
1) Nilai kadar ureum antara 17-50 mg/dL adalah menunjukkan kadar

ureum darah normal atau terkendali.

2) Nilai kadar ureum > 50 mg/dL adalah menunjukkan kadar ureum

darah tidak normal atau tidak terkendali.

e. Metode pemeriksaan ureum

Ada dua metode umum untuk pemeriksaan kadar ureum yaitu reaksi

diacetyl atau fearon dan enzimatik. Metode reaksi diacetyl berdasarkan

reaksi kromogen dan urea diukur dengan alat fotometri, metode ini

memiliki spesifitas yang rendah. Metode pemeriksaan ureum yang

spesifik dibandingkan metode lainnya yaitu metode enzimatik

3. Diabetes Mellitus

a. Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus sering kali juga disebut sebagai penyakit gula

karena memang jumlah atau konsentrasi glukosa atau gula di dalam

darah melebihi keadaan normal, dan juga seringkali disebut penyakit

kencing manasi karena di dalam air kencing penderita memang

terdapat glukosa, yang dalam keadaan normal seharusnya tidak ada.

Penyakit diabetes merupakan ibu dari segala penyakit. Jika tidak

ditangani dengan baik, penyakit ini akan beranak-pinak dan

menghasilkan penyakit lain seperti kerusakan ginjal (Tandra, 2019).

DM (Diabetes Mellitus) merupakan penyakit yang tidak bisa

disembuhkan, disandang seumur hidup (ADA, 2018), dapat

menimbulkan komplikasi akut maupun kronis, kematian dini dan lain-

24
lainnya sehingga diperlukan pengelolaan dan kerjasama yang baik

antara penderita, keluarga dan tenaga kesehatan (IDF, 2019 dan

Perkeni, 2015). Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kondisi dimana

terjadi peningkatan kadar glukosa di dalam darah (Rondhianto., dkk,

2021).

b. Jenis Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus dibedakan menjadi empat kategori, yaitu

(Rondhianto., dkk, 2021):

1) Diabetes Mellitus Tipe 1

DM tipe 1 disebabkan defisiensi insulin absolut, biasanya terjadi

pada usia anak-anak atau remaja. Penderita membutuhkan insulin

terus menerus untuk mengontrol kadar gula darahnya.

2) Diabetes Mellitus Tipe 2

DM tipe 2 terjadi karena defisiensi insulin relatif dan biasanya

terjadi pada individu dewasa dengan obesitas dan kurang aktivitas

fisik. Penderita memerlukan modifikasi gaya hidup, serta dalam

keadaan tertentu memerlukan terapi farmakologis, seperti obat oral

atau penyuntikan insulin.

3) Diabetes Mellitus Gestasional

DM gestasional terjadi pada masa kehamilan, terutama pada

trimester ke-2 atau ke-3. Penderita biasanya melahirkan bayi

dengan berat > 4.000 gram dan setelah melahirkan biasanya kadar

25
gula darah bisa kembali normal. Namun demikian jika tidak

menjaga pola hidup sehat, berisiko tinggi mengalami DM tipe 2.

4) Diabetes Mellitus Tipe Lain

DM tipe lain terjadi pada orang dewasa akibat kerusakan pankreas

yang disebabkan penggunaan obat-obatan, bahan kimia, dan atau

infeksi. Penderita mengalami defisiensi insulin absolut sehingga

membutuhkan insulin untuk menjaga kadar gula darah

sebagaimana DM tipe 1.

c. Tanda dan Gejala Diabetes

Diabetes dapat muncul dengan sendirinya di tubuh penderita

dengan memberi tanda-tanda tertentu akibat dari gula darah yang lebih

tinggi dari normal; kontrol gula darah yang buruk atau efek kerusakan

organ. Tanda-tanda awal diabetes adalah (Rondhianto., dkk, 2021):

1) Sering kencing terutama pada malam hari.

2) Rasa haus terus menerus sehingga banyak minum.

3) Rasa lapar terus menerus.

4) Badan terasa lemas dan terjadi penurunan berat badan secara

drastis.

Tanda dan gejala lain adalah (Rondhianto., dkk, 2021):

1) Rasa kesemutan atau sakit di tangan atau kaki, terutama pada

malam hari.

2) Penglihatan kabur.

26
3) Kelainan pada kulit, seperti: gatal-gatal, terutama pada daerah

kemaluan atau lipatan kulit dan luka yang sulit untuk sembuh.

4) Mudah terjadi infeksi: saluran kencing, saluran pernafasan, dan

lain-lain.

5) Gigi mudah goyah, gusi bengkak, sering terjadi infeksi pada

rongga mulut.

6) Gangguan ereksi (laki-laki), keputihan atau gatal pada daerah

kemaluan (wanita).

7) Keluhan jangka panjang dapat terjadi gangguan jantung, ginjal, dan

liver.

8) Keluhan tidak spesifik, seperti: rambut tipis dan mudah rontok,

telinga berdenging, gangguan pencernaan (mual, kembung, buang

air besar hanya sekali dalam 2-3 hari atau justru kebalikannya,

diare 4-5 kali sehari).

d. Diagnosis Diabetes

Diagnosis diabetes ditegakkan bukan berdasarkan tanda dan

gejala, namun menggunakaan pemeriksaan kadar glukosa darah yang

diambil dari darah vena atau kapiler dengan menggunakan metode

enzimatik. Seseorang didiagnosis diabetes jika hasil pemeriksaaan

sebagai berikut (Perkeni, 2015):

1) Glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L) atau;

2) Glukosa plasma 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

dengan beban glukosa 75 gram ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L), atau;

27
3) Glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L) dengan

keluhan klasik; atau

4) Kadar HbA1c ≥ 6,5% (48 mmol/mol).

Tabel 2.2 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai


Diagnosis Diabetes

Bukan Belum
DM
DM pasti DM
Kadar glukosa darah Plasma vena < 100 100-199 ≥ 200
sewaktu dengan Darah kapiler < 90 90-199 ≥ 200
keluhan klasik
(mg/dL)
Kadar glukosa darah Plasma vena < 100 100-125 ≥ 126
puasa dengan Darah kapiler < 90 90-99 ≥ 100
keluhan klasik
(mg/dL)
Sumber: Perkeni, 2015

e. Pengendalian Diabetes

Pengendalian diabetes yang baik diperlukan untuk dapat

mencegah terjadinya komplikasi kronik. Diabetes terkendali baik,

apabila kadar glukosa darah, kadar lipid dan HbA1C juga mencapai

kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah.

Pasien berumur lebih dari 60 tahun atau dengan komplikasi, sasaran

kendali kadar glukosa darah dapat lebih tinggi dari biasa, yaitu puasa

100-125 mg/dL, dan sesudah makan 145-180 mg/dL. Demikian pula

kadar lipid, dan lain-lain mengacu pada batasan kriteria pengendalian

sedang (Rondhianto., dkk, 2021).

28
Tabel 2.3 Kriteria Pengendalian Diabetes Berdasarkan
Pemeriksaan Darah Vena

Jenis Pemeriksaan Baik Sedang Buruk


Glukosa darah puasa (mg/dL) 80-<100 100-125 ≥126
Glukosa darah 2 jam pp (mg/dL) 80-144 145-179 ≥180
A1C (%) <6,5 6,5-8 >8
Kolesterol Total (mg/dL) <200 200-239 ≥240
Kolesterol LDL (mg/dL) <100 100-129 ≥130
Kolesterol HDL (mg/dl) Pria>40
Wanita>50
Trigliserida (mg/dL) <150 150-199 ≥200
IMT (Kg/m2) 18,5-<23 23-25 >25
Tekanan Darah (mmHg) ≤130/80 >130-140/ >140/90
>80-90
Sumber: Rondhianto., dkk, 2021

4. Program Prolanis

Uraian landasan teori tentang program Prolanis merujuk kepada

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tahun 2014 tentang Panduan

Praktis Prolanis yang meliputi:

a. Definisi

Prolanis adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan

pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang

melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam

rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang

menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal

dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efsien.

b. Tujuan

Mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai

kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang

berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil “baik” pada

29
pemeriksaan spesifk terhadap penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi

sesuai Panduan Klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya

komplikasi penyakit.

c. Sasaran

Seluruh Peserta BPJS Kesehatan penyandang penyakit kronis

(Diabetes Melitus Tipe 2 dan Hipertensi).

d. Bentuk Pelaksanaan

Aktiftas dalam Prolanis meliputi aktiftas konsultasi

medis/edukasi, Home Visit, Reminder, aktiftas klub dan pemantauan

status kesehatan.

e. Penanggungjawab

Penanggungjawab adalah Kantor Cabang BPJS Kesehatan

bagian Manajemen Pelayanan Primer.

f. Langkah Pelaksanaan

1) Persiapan pelaksanaan Prolanis

a) Melakukan identifkasi data peserta sasaran berdasarkan:

- Hasil Skrining Riwayat Kesehatan; dan atau

- Hasil Diagnosa DM dan HT (pada Faskes Tingkat Pertama

maupun RS).

b) Menentukan target sasaran.

c) Melakukan pemetaan Faskes Dokter Keluarga/Puskesmas

berdasarkan distribusi target sasaran peserta.

30
d) Menyelenggarakan sosialisasi Prolanis kepada Faskes

Pengelola.

e) Melakukan pemetaan jejaring Faskes Pengelola (Apotek,

Laboratorium).

f) Permintaan pernyataan kesediaan jejaring Faskes untuk

melayani peserta Prolanis.

g) Melakukan sosialisasi Prolanis kepada peserta (instansi,

pertemuan kelompok pasien kronis di RS, dan lain-lain).

h) Penawaran kesediaan terhadap peserta penyandang Diabetes

Melitus Tipe 2 dan Hipertensi untuk bergabung dalam Prolanis.

i) Melakukan verifkasi terhadap kesesuaian data diagnosa dengan

form kesediaan yang diberikan oleh calon peserta Prolanis.

j) Mendistribusikan buku pemantauan status kesehatan kepada

peserta terdaftar Prolanis.

k) Melakukan rekapitulasi data peserta terdaftar.

l) Melakukan entri data peserta dan pemberian flag peserta

Prolanis.

m) Melakukan distribusi data peserta Prolanis sesuai Faskes

Pengelola.

n) Bersama dengan Faskes melakukan rekapitulasi data

pemeriksaan status kesehatan peserta, meliputi pemeriksaan

GDP, GDPP, Tekanan Darah, IMT, HbA1C. Bagi peserta yang

31
belum pernah dilakukan pemeriksaan, harus segera dilakukan

pemeriksaan.

o) Melakukan rekapitulasi data hasil pencatatan status kesehatan

awal peserta per Faskes Pengelola (data merupakan luaran

Aplikasi P-Care).

p) Melakukan Monitoring aktiftas Prolanis pada masing-masing

Faskes Pengelola:

- Menerima laporan aktiftas Prolanis dari Faskes Pengelola.

- Menganalisa data.

q) Menyusun umpan balik kinerja Faskes Prolanis.

r) Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat.

2) Aktifitas Prolanis

a) Konsultasi Medis Peserta Prolanis: jadwal konsultasi disepakati

bersama antara peserta dengan Faskes Pengelola.

b) Edukasi Kelompok Peserta Prolanis:

- Definisi: Edukasi Klub Risti (Klub Prolanis) adalah

kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam

upaya memulihkan penyakit dan mencegah timbulnya

kembali penyakit serta meningkatkan status kesehatan bagi

peserta Prolanis.

- Sasaran: Terbentuknya kelompok peserta (Klub) Prolanis

minimal 1 Faskes Pengelola 1 Klub. Pengelompokan

32
diutamakan berdasarkan kondisi kesehatan Peserta dan

kebutuhan edukasi.

- Langkah-langkah:

- Mendorong Faskes Pengelola melakukan identifkasi

peserta terdaftar sesuai tingkat severitas penyakit DM

Tipe 2 dan Hipertensi yang disandang.

- Memfasilitasi koordinasi antara Faskes Pengelola

dengan Organisasi Profesi/Dokter Spesialis di

wilayahnya.

- Memfasilitasi penyusunan kepengurusan dalam Klub.

- Memfasilitasi penyusunan kriteria Duta Prolanis yang

berasal dari peserta.

- Memfasilitasi penyusunan jadwal dan rencana aktiftas

Klub minimal 3 bulan pertama.

- Melakukan Monitoring aktiftas edukasi pada masing-

masing Faskes Pengelola.

- Menyusun umpan balik kinerja Faskes Prolanis.

- Membuat laporan kepada Kantor Divisi

Regional/Kantor Pusat dengan tembusan kepada

Organisasi Profesi terkait di wilayahnya.

c) Reminder melalui SMS Gateway

- Definisi: Reminder adalah kegiatan untuk memotivasi

peserta untuk melakukan kunjungan rutin kepada Faskes

33
Pengelola melalui pengingatan jadwal konsultasi ke Faskes

Pengelola tersebut.

- Sasaran: Tersampaikannya reminder jadwal konsultasi

peserta ke masing-masing Faskes Pengelola.

- Langkah-langkah:

- Melakukan rekapitulasi nomor Handphone peserta

Prolanis/Keluarga peserta per masing-masing Faskes

Pengelola.

- Entri data nomor handphone kedalam aplikasi SMS

Gateway.

- Melakukan rekapitulasi data kunjungan per peserta per

Faskes Pengelola.

- Entri data jadwal kunjungan per peserta per Faskes

Pengelola.

- Melakukan monitoring aktiftas reminder (melakukan

rekapitulasi jumlah peserta yang telah mendapat

reminder).

- Melakukan analisa data berdasarkan jumlah peserta

yang mendapat reminder dengan jumlah kunjungan.

- Membuat laporan kepada Kantor Divisi

Regional/Kantor Pusat.

34
d) Home Visit

- Definisi: Home Visit adalah kegiatan pelayanan kunjungan

ke rumah Peserta Prolanis untuk pemberian

informasi/edukasi kesehatan diri dan lingkungan bagi

peserta Prolanis dan keluarga.

- Sasaran: Peserta Prolanis dengan kriteria:

- Peserta baru terdaftar.

- Peserta tidak hadir terapi di Dokter Praktek

Perorangan/Klinik/Puskesmas 3 bulan berturut-turut.

- Peserta dengan GDP/GDPP di bawah standar 3 bulan

berturut-turut (PPDM).

- Peserta dengan Tekanan Darah tidak terkontrol 3 bulan

berturut-turut (PPHT).

- Peserta pasca opname.

- Langkah-langkah:

- Melakukan identifkasi sasaran peserta yang perlu

dilakukan Home Visit.

- Memfasilitasi Faskes Pengelola untuk menetapkan

waktu kunjungan.

- Bila diperlukan, dilakukan pendampingan pelaksanaan

Home Visit.

- Melakukan administrasi Home Visit kepada Faskes

Pengelola dengan berkas sebagai berikut:

35
- Formulir Home Visit yang mendapat tanda tangan

Peserta/Keluarga peserta yang dikunjungi.

- Lembar tindak lanjut dari Home Visit/lembar

anjuran Faskes Pengelola.

- Melakukan monitoring aktiftas Home Visit (melakukan

rekapitulasi jumlah peserta yang telah mendapat Home

Visit).

- Melakukan analisa data berdasarkan jumlah peserta

yang mendapat Home Visit dengan jumlah peningkatan

angka kunjungan dan status kesehatan peserta.

- Membuat laporan kepada Kantor Divisi

Regional/Kantor Pusat.

g. Hal-hal yang Perlu Mendapat Perhatian:

1) Pengisian formulir kesediaan bergabung dalam Prolanis oleh calon

peserta Prolanis. Peserta Prolanis harus sudah mendapat penjelasan

tentang program dan telah menyatakan kesediaannya untuk

bergabung.

2) Validasi kesesuaian diagnosa medis calon peserta. Peserta Prolanis

adalah peserta BPJS yang dinyatakan telah terdiagnosa DM Tipe 2

dan atau Hipertensi oleh Dokter Spesialis di Faskes Tingkat

Lanjutan.

36
3) Peserta yang telah terdaftar dalam Prolanis harus dilakukan proses

entri data dan pemberian flag peserta didalam aplikasi Kepesertaan.

Demikian pula dengan Peserta yang keluar dari program.

4) Pencatatan dan pelaporan menggunakan aplikasi Pelayanan Primer

(P-Care).

4. Hubungan antara kadar gula darah penderita diabetes dengan ureum

Pada penderita diabetes melitus akan terjadi peningkatan kadar

glukosa darah. Kelebihan gula darah akan memasuki sel glomerulus

melalui fasilitasi glucose transporter (GLUT) yang mengakibatkan aktivasi

beberapa mekanisme seperti poloy pathway, hexoamine pathway, protein

kinase C (PKC) pathway, dan penumpukan zat yang disebut sebagai

advanced glycation end-product (AGEs) yang bisa memberikan kontribusi

pada kerusakan ginjal. Terjadi perubahan pada membran basalis

glomerulus yaitu profilerasi dari sel sel mesangium. Hal ini menyebabkan

glomerulosklerosis dan berkurangnya aliran darah sehingga terjadi

perubahan permeabilitas membran basalis glomerulus yang ditandai

dengan albuminuria (Sudoyo et al., 2009).

Penyakit diabetes melitus yang sudah berlangsung selama bertahun

tahun akan mengakibatkan kemunduran faal ginjal,yaitu suatu keadaan

yang dikenal nefropati diabetik (Sudoyo et al., 2009).

Nefropati diabetik yaitu suatu sindrom klinis yang terjadi pada

deiabetes melitus yang ditandai albuminuria dan uremia. Pada penderita

37
diabetes melitus jika terjadi albuminuria dan uremia yang akhirnya

menyebabkan kadar ureum dalam darah meningkat (Sudoyo et al., 2009).

B. Kerangka Pikir

38
Keterangan:
: Tidak diteliti
: Diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian
Hubungan Kadar Glukosa Darah Puasa dan Kadar Ureum Pada Pasien
Diabetes Melitus Program Prolanis Puskesmas Slogohimo

C. Hipotesis

Ada hubungan antara kadar glukosa darah puasa dengan kadar ureum

pada penderita diabetes melitus program Prolanis di Puskesmas Slogohimo.

39
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian dari skripsi ini adalah analitic correlational

(hubungan antara variabel bebas dengan terikat) dengan menggunakan

pendekatan cross sectional (satu waktu).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas Slogohimo Kabupaten

Wonogiri dan diperiksa di Laboratorium Puskesmas Slogohimo

Kabupaten Wonogiri.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan

Juni tahun 2022.

C. Subyek dan Obyek Penelitian

1. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah 45 penderita diabetes program

prolanis Puskesmas Slogohimo.

40
2. Obyek Penelitian

Obyek penelitian dari penelitian ini adalah kadar glukosa darah

puasa dan kadar ureum penderita prolanis di Puskesmas Slogohimo.

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi berupa subjek atau objek yang

diteliti untuk dipelajari dan diambil kesimpulan. Populasi dari penelitian

ini adalah penderita diabetes melitus program Prolanis Puskesmas

Slogohimo dan melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan

kadar ureum sebanyak 45 diambil dari pasien diabetes melitus anggota

Prolanis.

2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah 45 penderita diabetes melitus

program Prolanis di Puskesmas Slogohimo.

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Skala
No Varibel Definisi Operasional Alat Ukur
Ukur
1. Bebas: Kadar glukosa darah puasa Photometer Nominal
Kadar glukosa merupakan tingkat glukosa 5010
darah puasa dalam darah pasien yang
melakukan puasa selama 10 –
12 jam
2. Terikat: Kadar ureum merupakan Potometer Nominal
Kadar ureum tingkat ureum dalam darah 5010
pasien. Peningkatan ureum
dalam darah disebut azotemia.

41
F. Teknik Sampling

Dari populasi sampel penderita diabetes melitus program prolanis di

Puskesmas Slogohimo, sampel diambil secara total sampling yaitu teknik

penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel.

G. Sumber Data Penelitian

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer didapatkan dari pemeriksaan kadar glukosa

darah puasa dan kadar ureum pada penderita diabetes melitus program

Prolanis di Puskesmas Slogohimo.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder didapatkan dari rekam medis penderita

diabetes melitus program Prolanis Puskesmas Slogohimo.

H. Instrumen Penelitian

1. Alat dan Bahan untuk Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan ureum:

a. Alat dan Bahan

1) Alat:

a) Spuit 3cc

b) Torniquet

c) Kapas Alkohol

d) Vacutainer Kuning

e) Plaster

42
f) Potometer 5010

g) Centrifuge

h) Clinic pet 10,1000ul

i) White tip dan blue tip

j) Reagen glukosa darah

k) Reagen standar glukosa

l) Reagen urea I

m) Reagen urea II

n) Reagen standar ureum

2) Bahan: Serum

b. Metode: GOD-PAP dan Enzimatik

Prinsip:

1) Pemeriksaan glukosa darah

Kadar glukosa ditentukan setelah pengoksidasian enzim

dihadapkan dari oksidasi glukosa. Terbentuknya hidrogen

peroksida bereaksi dibawah katalis dari peroksidasi dengan fenol

dan 4-aminofenazon menjadimerah keunguan, quino neimine tua

sebagai indikator.

2) Pemeriksaan ureum

Urea dihidrolisis dengan adanya air dan urease membentuk

ammonia dan karbondioksida, pada metode ini dimodifikasi

bartheolin, ammonia bereaksi dengan hipoklorit dan salicilat

membentuk zat berwarna hijau.

43
Peningkatan absorbans pada 578 proporsional dengan konsentrasi

urea dalam sampel.

2. Informed Concent

Informed concent yaitu lembar informasi yang berisi informasi

kepada calon subyek penelitian sebelum mereka memutuskan

kesediaan/ketidaksediaan menjadi subyek penelitian.

I. Alur Penelitian

1. Bagan
Populasi
Penderita diabetes program prolanis

Sampel (n=45) total sampling

Calon responden diberikan Inform concent,


dan diminta untuk mengisinya

Sesuai kriteria inklusi

Pengambilan sampel darah dan analisa sampel

Pencatatan data penelitian

Pengolahan dan analisis data penelitian

Analisis univariat dan bivariat

Analisis data dengan uji Chi-square tabel kostingensi 2 x 2

Kesimpulan

Gambar 3.2. Alur Penelitian

44
Hubungan kadar glukosa darah puasa dan kadar ureum pada
penderita diabetes mellitus program prolanis Puskesmas Slogohimo

2. Cara Kerja

a. Sampling Darah Vena:

1) Pasien diberitahu tindakan yang akan dilakukan;

2) Peneliti menyiapkan peralatan,

3) Peneliti menentukan vena yang akan ditusuk dan pasang tourniquet

di atas tempat yang akan ditusuk dan pasien diminta untuk

mengepalkan tangan;

4) Peneliti mendesinfeksi kulit di atas vena yang akan ditusuk dengan

kapas alkohol 70%;

5) Peneliti menusukkan jarum ke dalam vena kemudian menarik

penghisap spuit sampai mendapatkan volume darah yang

dibutuhkan, kemudian melepas tourniquet;

6) Peneliti meletakkan kapas di atas tusukan kemudian jarum dicabut

dan ditekan dengan kapas kering kemudian diplester;

7) Peneliti melepas jarum spuit kemudian darah dimasukkan ke dalam

tabung vacutainer warna kuning sehingga darah masuk ke dalam

tabung secara perlahan; dan

8) Setelah semua selesai, spuit dimasukkan ke dalam safety box.

b. Pembuatan serum:

1) Peneliti memastikan centrifuge siap;

45
2) Peneliti memasukkan sampel darah dalam vacutainer warna kuning

ke dalam centrifuge dalam keadaan seimbang;

3) Peneliti melakukan centrifugasi sampel darah dengan kecepatan

3000 rpm selama 15 menit; dan

4) Peneliti mengambil serum kemudian dimasukkan ke dalam tabung

reaksi.

c. Pemeriksaan glukosa darah

1) Peneliti memastikan alat Photometer 5010 siap untuk pemeriksaan

glukosa darah.

2) Peneliti menyiapkan tabung reaksi.

3) Peneliti memipet ke dalam masing masing tabung.

Blanko Standar Sampel


Reagen Kerja 1000 ul 1000ul 1000ul
Standar - 10 ul -
Sampel - - 10 ul

4) Peneliti menghomogenkan larutan standar dan sampel kemudian di

inkubasi selama 5 menit pada suhu 37° Celcius kemudian dibaca

dengan photometer 5010.

5) Harga normal:

Gula darah puasa : 70 – 110 mg/dl

Gula darah sewaktu : 80 – 140 mg/dl

Gula darah 2 jam PP : 110 – 160 mg/dl

d. Pemeriksaan ureum

46
1) Peneliti memastikan alat Photometer 5010 siap untuk pemeriksaan

ureum.

2) Peneliti menyiapkan tabung reaksi

3) Peneliti memipet ke dalam masing masing tabung

Blanko Standar Sampel


Reagen Kerja I 1000 ul 1000ul 1000ul
Standar - 10 ul -
Sampel - - 10 ul
Homogenkan kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 5 menit
Reagen Kerja II 1000 ul 1000 ul 1 ul
4) Peneliti menghomogenkan larutan blanko, standar dan sampel

kemudian di inkubasi selama 5 menit pada suhu kamar kemudian

dibaca dengan photometer 5010.

5) Harga normal ureum: 7 - 21 mg/dl

J. Teknik Analisa Data Penelitian

Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dengan kadar ureum

pada penderita diabetes program Prolanis di Puskesmas Slogohimo,

Kabupaten Wonogiri dianalisis melalui prosedur bertahap yaitu analisis

univariat dan analisis bivariat. Prosedur tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1. Analisis Univariat

Setiap variabel bebas dan variabel terikat dianalisis dengan statistik

deskriptif dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai proporsi

dan variasi data tiap-tiap variabel. Selanjutnya data ditampilkan dalam

bentuk distribusi frekuensi.

47
2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel, yaitu

variabel bebas yaitu kadar glukosa darah puasa dan variabel terikat yaitu

kadar ureum pada penderita diabetes program Prolanis di Puskesmas

Slogohimo, Kabupaten Wonogiri. Dikarenakan skala data penelitan adalah

nominal, maka penelitian ini menggunakan uji statistik non parametrik

dengan uji Chi-Square tabel kontingensi 2 x 2 pada tingkat kepercayaan

95% (Sugiyono, 2016). Kriteria pengambilan kesimpulan berdasarkan

tingkat signifikan (nilai p) adalah:

a. Jika nilai dan p > 0,05 maka tidak ada hubungan antara kadar glukosa

darah puasa dengan kadar ureum pada penderita diabetes melitus

program prolanis di Puskesmas Slogohimo.

b. Jika nilai p ≤ 0,05 maka ada hubungan antara kadar glukosa darah

puasa dengan kadar ureum pada penderita diabetes melitus program

prolanis di Puskesmas Slogohimo.

Koefisien kontigensi digunakan untuk menghitung hubungan antar

variabel bila datanya berbentuk nominal. Koefisien kontigensi (CC) sangat

erat hubungannya dengan chi-square yang digunakan untuk menguji

hipotesis komparatif (k) sampel independent. Rumus menghitung

koefisien kontigensi adalah (Sugiyono, 2016):

C=

X2
X 2+ N

Keterangan:

C = Koefisien kontegensi

48
X2 = Harga chi quadrat yang diperoleh

N = Jumlah responden

Kriteria keeratan hubungan dengan menggunakan koefisien

korelasi yaitu sebagai berikut (Sugiyono, 2016):

a. Interval koefisien antara 0,00-0,199 = tingkat hubungan sangat rendah.

b. Interval koefisien antara 0,20-0,399 = tingkat hubungan rendah.

c. Interval koefisien antara 0,40-0,599 = tingkat hubungan sedang.

d. Interval koefisien antara 0,60-0,799 = tingkat hubungan kuat.

e. Interval koefisien antara 0,80-1,000 = tingkat hubungan sangat kuat.

K. Jadwal Penelitian

Tabel 3.3 Jadwal Penelitian


Kegiatan Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Pengajuan Judul
BAB I-III
Ujian Proposal
Penelitian
BAB IV-V
Pendadaran
Revisi
Ujian Terbuka
Pengumpulan Skripsi

49
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. 2014. Panduan Praktis


Prolanis (Program Pengelolaan Penyakit Kronis). BPJS Kesehatan.
Jakarta.

Dai, K.L, Fenti, K.H dan Rahma T. 2020. Hubungan Kadar Glukosa Terhadap
Perubahan Kadar Asam Urat, Ureum, dan Kreatinin Serum Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 di Malang Raya. Jurnal Bio Komplementer
Medicine. Vol. 7, No. 2. pp. 1-12.
http://riset.unisma.ac.id/index.php/jbm/article/view/8959.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (DinKes Prov. Jateng). 2020. Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019. Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah: Semarang.

Endiyasa, Pancawati, A dan Urip. 2018. Perbedaan Kadar Glukosa Darah Metode
Poin of Care Test (POCT) dengan Photometer pada Sampel Serum
Diwilayah Kerja Puskesmas Jereweh. Jurnal Analis Medika Bio Sains.
Vol. 5, No. 1. pp. 40-44.
http://jambs.poltekkes-mataram.ac.id/index.php/home/article/view/102.

Fadillah, R, Ellyza, N dan Tuty, P. 2021. Gambaran Pemeriksaan Kadar SGOT,


SGPT, Ureum dan Kreatinin Pasien Covid-19 dengan dan tanpa
Komorbid. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol. 10, No. 2. pp. 107-113.
http://jurnal.fk.unand.ac.id.

International Diabetes Federation (IDF). 2019. IDF Diabetes Atlas. International


Diabetes Federation (9th ed.). Brussels, Belgium: International Diabetes
Federation. Retrieved from www.diabetesatlas.org.

Istiqlal, R.F, Aini dan Eri, F. 2018. Hubungan Lama Diagnosadiabetes Melitus
Terhadap Kadar Ureum dan Kreatinin di Puskesmas Rensing. Media of
Medical Laboratory Science. Vol. 2, No. 2. pp. 64-73.
https://www.researchgate.net/publication/347353853.

Jamiat, N. 2020. Upaya Peningkatan Kemampuan Perawatan pada Pasien


Diabetes Melitus Peserta Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis)
di Puskesmas Ibrahim Adji Kota Bandung. Academics in Action Journal.
Vol. 2, No. 2. pp. 62-71.
http://e-journal.president.ac.id/presunivojs/index.php/AIA/article/view/
982/701.

50
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KemenKes RI). 2019. Pedoman
Pelayanan Kefarmasian pada Diabetes Mellitus. Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Ed.). Kementerian Kesehatan RI:
Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KemenKes RI). 2020. Infodatin:


Tetap Produktif, Cegah dan Atasi Diabetes Melitus. Direktorat Jenderal
Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Ed.). Kementerian Kesehatan RI:
Jakarta.

Loho, I. K. A, Rambert, G. I, dan Wowor, M. F. 2016. Gambaran Kadar Ureum


Serum pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 Non Dialisis. Jurnal
E-Biomedik. Vol. 4, No. 2. pp. 2-7.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/view/12658.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Jaminan


Kesehatan. Jakarta.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2015. Konsensus


Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2015.
PB PERKENI: Jakarta.

Putri, P.H. 2019. Hubungan Kadar Gula Darah dengan Kadar Ureum Darah Puasa
pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RS Roemani Muhammadiyah
Semarang. Repositori Riset Kesehatan Nasional. Badan Litbangkes-
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
http://r2kn.litbang.kemkes.go.id:8080/handle/123456789/54333.

Rahmi, A, Ika, N.M dan Bustanul, A. 2018. Hubungan Kadar Gula Darah dengan
Kadar Ureum Darah pada Penderita Diabetes Melitus. Media of Medical
Laboratory Science. Vol. 2, No. 2. pp. 48-57. www.lppm-mfh.com.

Rondhianto, Nursalam, Kusnanto dan Soenarnatalina, M. 2021. Panduan


Pengelolaan Mandiri Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah: Panduan Bagi
Perawat. Cetakan Pertama. CV KHD Production: Surabaya.

Simanjuntak, F. M. O. 2015. Pemeriksaan Kadar Ureum Pada Penderita Diabetes


Melitus Umur 55-65 Tahun di RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2015.
Kedokteran dan Kesehatan. Medan. https://adoc.pub/pemeriksaan-kadar-
ureum-pada-penderita-diabetes-melitus-umur.html.

Subiyono, M.Atik, M dan Denni, G. 2016. Gambaran Kadar Glukosa Darah


Metode GOD-PAP (Glucose Oxsidase-Peroxidase Aminoantypirin)
Sampel Serum dan Plasma EDTA (Ethylen Diamin Terta Acetat). Jurnal
Teknologi Laboratorium. Vol. 5, No. 1. pp. 45-48.
https://www.teknolabjournal.com/index.php/Jtl/article/view/77.

51
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed
Methods). Cetakan ke-8. CV. Alfabeta: Bandung.

Sunita, R dan Heru, L. 2019. Evaluasi Ureum pada Penyandang Diabetes Melitus
dalam Risiko Gagal Ginjal di Bengkulu. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kesehatan. Vol. 6, No. 2. pp. 124-130.
https://ejurnal.poltekkesjakarta3.ac.id/index.php/jitek/article/view/177.

Sunita, R dan Heru, L. 2019. Evaluasi Ureum Pada Penyandang Diabetes Melitus
dalam Risiko Gagal Ginjal di Bengkulu. Jurnal Ilmu Dan Teknologi
Kesehatan. Vol. 6, No. 2. pp. 124-130.
https://ejurnal.poltekkesjakarta3.ac.id/index.php/jitek/article/view/177.

Suyono, S. 2015. Upaya Pencegahan Diabetes Tipe 2. FKUI: Jakarta.

Syahlani, A, Nessy, A dan M. Syamsul, M. 2016. Hubungan Diabetes Melitus


dengan Kadar Ureum Kreatinin di Poliklinik Geriatri RSUD Ulin
Banjarmasin. Dinamika Kesehatan. Vol. 7, No. 2. pp. 320-330.
https://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id/index.php/dksm/article/view/
145.

Tandra, H. 2019. Panduan Lengkap Mengenal dan Mengatasi Diabetes dengan


Cepat dan Mudah. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Verdiansah. 2016. Pemeriksaan Fungsi Ginjal. CDK: Cermin Dunia Kedokteran.


Vol. 43, No. 2. pp. 148–54.
http://www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/view/25.

Hosten, O, A.,in Walker. H. K, Hall, W. D and Hurst. J. W (Eds), 1990, Clinical


Methods : The History,Physical and Laboratory Examination, 3rd edition,
Boston, 193, 874-878.

Sudoyo, A. W, Setiodi, B dkk. 2009. Buku Ilmu Ajar Penyakit Dalam. Jakarta.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI Jakarta.

52
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Dengan hormat,

Nama saya Fajar Nur Hananto, NIM 3312052, sedang menjalani


pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nasional Surakarta, Program Studi
Sarjana Terapan, Teknologi Laboratorium Medis dan sedang melakukan
penelitian yang berjudul “Hubungan Kadar Glukosa Darah Puasa dengan Kadar
Ureum Pada Penderita Diabetes Melitus Program Prolanis di Puskesmas
Slogohimo”.
Saya akan melakukan pengumpulan darah melalui pengambilan darah
vena dan pengisian kuesioner kepada Saudara. Setiap data yang didapat tidak akan
disebarluaskan dan dijamin kerahasiannya. Adapun informasi tersebut akan
digunakan sebagai data penelitian.
Partisipasi Saudara bersifat sukarela dan tanpa paksaan. Data yang didapat
akan sangat berguna sebagai referensi terhadap pihak terkait. Untuk penelitian ini
saudara tidak dikenakan biaya apapun. Keikutsertaan Saudara dalam penelitian ini
akan menyumbang sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan di masa
mendatang.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih kepada Saudara yang telah ikut serta
berpartisipasi dalam penelitian ini diharapkan saudara bersedia mengisi lembar
persetujuan yang telah saya siapkan.

Surakarta, Januari 2022

Fajar Nur Hananto

i
LEMBAR INFORMED CONSENT DAN PERSETUJUAN
MENJADI PROBANDUS PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : .................................................................................
Umur : .................................................................................
Jenis Kelamin : .................................................................................
Alamat : .................................................................................
Menyatakan bahwa:
1. Saya telah mendapat penjelasan segala sesuatu mengenai penelitian
“Hubungan Kadar Glukosa Darah Puasa dengan Kadar Ureum Pada Penderita
Diabetes Melitus Program Prolanis di Puskesmas Slogohimo”.
2. Setelah saya memahami penjelasan tersebut, dengan penuh kesadaran dan
tanpa paksaan dari siapapun bersedia ikut serta dalam penelitian ini dengan
kondisi:
a. Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dijaga kerahasiannya dan
hanya dipergunakan untuk kepentingan ilmiah.
b. Apabila saya inginkan, saya boleh memutuskan untuk keluar/tidak
berpartisipasi lagi dalam penelitian ini tanpa harus menyampaikan alasan
apapun.
3. Bersedia dengan sukarela untuk menjadi Probandus penelitian “Hubungan
Kadar Glukosa Darah Puasa dengan Kadar Ureum Pada Penderita Diabetes
Melitus Program Prolanis di Puskesmas Slogohimo”. Saya tidak akan
mengkomplain segala akibat yang terjadi selama dan sampai penelitian ini
selesai.

Surakarta, Januari 2022

(________________)
Peserta Penelitian

ii
LEMBAR HASIL PEMERIKSAAN

No. Probandus : ………………………


Nama : ………………………
Umur : ……………………… (tahun)
Jenis Kelamin : ………………………

Kadar Glukosa Darah Puasa Kadar Ureum


Keterangan Keterangan
(mg/dL) (mg/dL)

iii

Anda mungkin juga menyukai