Anda di halaman 1dari 14

PERENCANAAN TPS LIMBAH B3

Kelompok 5
1. Dimas Adi Wijaya (1019040033)
2. Dinda Maya Kristina (1019040036)
3. Zauzan Billah (1019040041)
4. Dhea Ayu Firnanda (1019040050)
5. Syafa Zafira (1019040060)

PROGRAM STUDI TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH


POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

2022
BAB II
DASAR TEORI

2.1.Pengertian Limbah
Limbah industri pada umumnya dihasilkan akibat dari sebuah proses produksi yang
menghasilkan bahan baku/produk yang dapat dimanfaatkan langsung oleh konsumen.
Pengertian limbah sendiri merupakan zat atau bahan buangan yang dihasilkan dari proses
produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat
dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis
(Suharto, 2011).
Jenis limbah dapat dikelompokan berdasarkan karakteristiknya, yaitu:
 Berdasarkan kandungan zat kimia.
 Berdasarkan wujudnya.
 Berdasarkan sumber dan tingkat bahaya.
2.1.1. Limbah berdasarkan Kandungan Zat Kimia
Limbah yang dibedakan menurut kandungan zat kimianya dapat dikelompokan
menjadi dua yaitu limbah organik dan limbah anorganik. Limbah organik adalah limbah
yang berasal dari bahan mahkluk hidup yang mudah diuraikan oleh organisme. Contoh
limbah organik yaitu kotoran hewan, sampah daun, kain bekas. Limbah anorganik
adalah limbah yang mengandung zat kimia yang sulit untuk diuraikan oleh organisme.
Contoh limbah anorganik adalah besi, kaca, kaleng, kemasan makanan, kertas.
2.1.2. Limbah berdasarkan Wujudnya
Wujud limbah dapat dilihat dan didengarkan oleh indera manusia. Limbah menurut
wujudnya dibedakan menjadi empat yaitu limbah padat, limbah cair, limbah gas, dan
limbah suara. Jenis limbah menurut wujudnya dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Jenis Wujud Limbah
No Wujud Limbah Jenis Wujud Limbah

Padat organik mudah busuk


1 Padat
Padat organik tidak mudah busuk
Debu

Limbah domestik

2 Cair Limbah industri

Air hujan yang tercemar

Oksida karbon

Gas hidrokarbon
3 Gas
Oksida belerang

Oksida nitrogen

4 Suara Gelombang bunyi yang merambat di udara

Limbah padat adalah limbah buangan industri yang berupa padatan. Limbah
padat biasa disebut sebagai sampah. Contoh limbah padat organik mudah membusuk
yaitu sampah sisa makanan, sampah sayuran, kulit buah-buahan, dan dedaunan. Contoh
limbah padat yang tidak mudah membusuk adalah kertas, kain, batang kayu, besi-besi
tua, dan sampah kaleng.
Limbah cair adalah limbah yang berwujud cairan, yang mana berupa air yang
tercampur dengan bahan buangan lainnya atau yang terlarut dalam air. Contoh limbah
cair domestik adalah air sabun, air cucian, tinja, dan sisa makanan yang berwujud cair.
Contoh limbah cair industri adalah cairan sisa proses produksi yang berupa zat kimia,
cairan untuk pelumas mesin-mesin di industri, dan cairan-cairan lainnya hasil kegiatan
industri. Air hujan yang tercemar diakibatkan dari pencemaran udara yang dihasilkan
dari penggunaan bahan bakar fosil dari zat-zat pencemar udara. Limbah gas adalah
limbah yang berasal dari udara yang tercemar akibat penggunanaan bahan bakar fosil.
Contoh limbah gas adalah penggunaan bensin, solar, minyak tanah, dan sebagainya.
Limbah gas sangat mempunyai pengaruh negatif yang besar terhadap kehidupan
manusia. Hal ini dikarenakan manusia setiap detik dan menit selalu menghirup udara,
dimana kondisi ini dapat mempengaruhi kesehatan manusia karena mengganggu
pernapasan manusia. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi limbah gas adalah
dengan menanam pepohonan dan mengurangi penggunaan bahan yang menghasilkan
limbah gas.
Limbah suara adalah limbah yang berasal dari gelombang bunyi yang merambat
di udara. Limbah suara ini berasal dari suara bising yang dikeluarkan oleh mesin pabrik,
mesin kendaraan, alat elektronik, dan sebagainya. Intensitas suara pada kondisi aman
yang dapat diterima oleh telinga manusia pada umumnya sebesar 80 dB. Hal ini
menandakan bahwa telinga manusia memiliki batas-batas suara yang aman dapat
diterima oleh telinga. Kondisi terburuk yang dapat terjadi jika telinga manusia
menerima gelombang bunyi melebihi dari ambang batas yang ditentukan, maka dapat
menyebabkan gangguan pendengaran pada manusia tersebut (Megawati, 2015).
2.1.3. Limbah berdasarkan Sumber dan Tingkat Bahayanya
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun biasa disingkat menjadi limbah B3.
Definisi limbah B3 menurut Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun adalah sisa suatu usaha dan /atau
kegiatan yang mengandung zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat,
konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau, merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup
lain. Sumber limbah B3 menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 101 Tahun 2014
tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun pasal 3 ayat (3) dibagi
menjadi tiga. Sumber limbah B3 menurut PP Nomor 101 Tahun 2014, yaitu sebagai
berikut:
1. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik
Untuk limbah B3 ini berasal bukan dari proses utamanya. Misalnya dari kegiatan
pemeliharaan alat, pencucian, inhibitor, korosi, pelarut perak, pengemasan dan lain-
lain.
2. Limbah B3 dari sumber spesifik
Limbah B3 dari sumber spesifik ini merupakan sisa proses suatu industry pada
kegiatan tertentu.
3. Limbah B3 dari bahan kadaluarsa, tumpahan, sisa kemasan, atau buangan produk
yang tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan atau tidak dapat dimanfaatkan
kembali, sehingga memerlukan pengelolaan seperti limbah B3 lainnya.
Selain berdasarkan sumber, limbah B3 dibedakan atas jenis buangan, yaitu
(Saputri, 2019):
1. Buangan radioaktif, buangan yang mengemisikan radioaktif bahaya, presisten untuk
periode waktu yang lama.
2. Buangan bahan kimia, umumnya digolongkan menjadi (i) synthetic organics (ii)
anorganik logam, garam-garam, asam dan basa (iii) flammable (iv) explosive.
3. Buangan biological, dengan sumber utama seperti rumah sakit dan penelitian biologi.
Sifat terpenting sumber ini menyebabkan sakit pada makhluk hidup dan
menghasilkan toxin.
Penjelasan dari masing-masing sumber limbah B3 dijabarkan dalam lampiran I
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 1
Tahun 1995 Pasal 1 tentang tata cara persyaratan teknis penyimpanan dan pengumpulan
limbah bahan berbahaya dan beracun menyatakan bahwa setiap limbah B3 yang belum
diketahui sifat dan karakteristiknya wajib dilakukan pengujian pada laboratorium yang
ditunjuk oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. Karakteristik limbah B3 yang
dituliskan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2013 pasal 2
ayat (6) dibagi menjadi tujuh, yaitu sebagai berikut:
1. Mudah meledak
Limbah karakteristik mudah meledak adalah limbah yang pada suhu dan tekanan
standar (250C, 760 mm Hg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan fisika dapat
menghasilkan gas dengan suhu tekanan tertinggi yang dengan cepat dapat merusak
lingkungan sekitarnya contohnya : sisa Anfo, sisa TNT.
2. Mudah menyala
Limbah karakteristik mudah menyala adalah cairan yang mengandung alcohol
kurang dari 24% volume pada titik nyala tidak lebih dari 600C (1400F) akan menyala
jika terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber nayala lain pada tekanan
udara 760 mmHg atau bukan berupa cairan pada temperature dan tekanan standar
(250C, 760 mmHg) mudah menyala melalui gesekan, penyerapan uap air atau
perubahan kimia secara spontan dan jika menyala dapat menyebabkan nyala terus
menerus. Contohnya Bensin bekas, acetylene, klorin, dan serbuk magnesium.
3. Reaktif
Limbah karakteristik reaktif merupakan limbah yang pada keadaan normal tidak
stabil dan dapat menyebabkkan perubahan tanpa peledakan, apabila bercampur
dengan air berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap.
Limbah sianida, sulfide atau amoniak yang pada kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat
menghasilkan gas, uap atau asap beracun. Contohnya peroksida, alkali, dan CaO.
4. Beracun
Limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia atau
lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit serius apabila masuk
kedalam tubuh melalui pernapasan, kulit atau mulut (Sillahudin, 2018).
5. Infeksius
Limbah infeksius merupakan limbah medis padat yang terkontaminasi organisme
pathogen yang tid secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam
jumlah virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.
6. Korosif
Limbah korosif adalah limbah dengan pH < 2 untuk limbah bersifat asam dan pH
> 12,5 untuk yang bersifat basa yang dapat menyebabkan tingkat iritasi yang ditandai
dengan adanya kemerahan dan pembengkakan. Contohnya adalah asam nitrat.
7. Berbahaya terhadap lingkungan

2.2. Peraturan yang Mengatur Syarat Penyimpanan Limbah B3


Peraturan di buat agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan teratur. Kehidupan
masyarakat memiliki kepentingan yang bermacam-macam, sehingga masyarakat
membutuhkan petunjuk yang konkret sesuai dengan adat istiadat dan norma dalam
masyarakat. Peraturan Negara yang berkaitan dengan tata cara penyimpanan limbah B3
diatur dibeberapa Undang-Undang, yaitu UU RI No. 23 Tahun 1997, PP RI No. 101 Tahun
2014, Kepka Bapedal No. 1 Tahun 1995, Kepka Bapedal No. 2 Tahun 1995, Permen LH RI
No. 14 Tahun 2013.
UU RI No. 23 Tahun 1997 berbicara tentang pengelolaan lingkungan hidup. PP RI
No. 101 Tahun 2014 berbicara tetang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun.
Kepka Bapedal No. 1 Tahun 1995 berbicara tentang tata cara dan persyaratan teknis
penyimpanan dan pengumpulan limbah bahan berbahaya dan beracun. Kepka Bapedal No. 2
Tahun 1995 berbicara tentang dokumen limbah bahan berbahaya dan beracun. Permen LH
RI No. 14 Tahun 2013 berbicara tentang simbol dan label limbah bahan berbahaya dan
beracun.
2.2.1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997
Peraturan ini berbicara tentang pengelolaan lingkungan hidup. Lingkungan
hidup menurut UU RI No. 23 Tahun 1997 pasal 1 ayat (1) adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain. Pasal 1 ayat (2) yang tertera pada Undang-Undang
ini mengatakan bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk
melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan,
pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan
pengendalian lingkungan hidup. Pasal 5 ayat (1) pada peraturan ini mengatakan bahwa
setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
2.2.2. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 1 Tahun 1995
Peraturan ini berbicara tentang tata cara dan persyaratan teknis penyimpanan dan
pengumpulan limbah bahan berbahaya dan beracun. Persyaratan teknis penyimpanan
limbah B3 yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Persyaratan umum pengemasan limbah B3.
1) Kemasan untuk limbah B3 harus dalam kondisi baik, tidak rusak, dan bebas dari
pengkaratan serta kebocoran.
2) Bentuk, ukuran dan bahan kemasan limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik
Limbah B3 yang akan dikemasnya dengan mempertimbangkan segi keamanan
dan kemudahan dalam penanganannya.
3) Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP atau PVC) atau bahan logam
(teflon, baja karbon, SS304, SS316 atau SS440) dengan syarat bahan kemasan
yang dipergunakan tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya.
Gambar 1. Kemasan untuk penyimpanan limbah B3, a. kemasan drum penyimpan
limbah B3 cair; b. kemasan drum untuk limbah B3 sludge atau padat.

Persyaratan penyimpanan kemasan limbah B3.


- Penyimpanan kemasan limbah B3
1) Penyimpanan kemasan harus dibuat dengan sistem blok. Setiap blok terdiri atas 2
(dua) x 2 (dua) kemasan, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap
setiap kemasan sehingga jika terdapat kerusakan kecelakaan dapat segera ditangani.
2) Lebar gang antar blok harus memenuhi persyaratan peruntukannya. Lebar gang untuk
lalu lintas manusia minimal 60 cm dan lebar gang untuk lalu lintas kendaraan
pengangkut (forklift) disesuaikan dengan kelayakan pengoperasiannya.

Gambar 2. Pola penyimpanan kemasan drum di atas palet dengan jarak minimum antar blok
3) Penumpukan kemasan limbah B3 harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan
kemasan. Jika kemasan berupa drum logam (isi 200 liter), maka tumpukan
maksimum adalah 3 (tiga) lapis dengan tiap lapis dialasi palet (setiap palet
mengalasi 4 drum). Jika tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau kemasan terbuat
dari plastik, maka harus dipergunakan rak.
4) Jarak tumpukan kemasan tertinggi dan jarak blok kemasan terluar terhadap atap
dan dinding bangunan penyimpanan tidak boleh kurang dari 1 (satu) meter.

Gambar 3. Penyimpanan kemasan limbah B3 dengan menggunakan rak


5) Kemasan-kemasan berisi limbah B3 yang tidak saling cocok harus disimpan secara
terpisah, tidak dalam satu blok, dan tidak dalam bagian penyimpanan yang sama.
Penempatan kemasan harus dengan syarat bahwa tidak ada kemungkinan bagi
limbah-limbah yang tersebut jika terguling/tumpah akan tercampur/masuk ke dalam
bak penampungan bagian penyimpanan lain.
 Persyaratan bangunan penyimpanan limbah B3.
Bangunan tempat penyimpan kemasan limbah B3 harus:
a. memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai dengan jenis,
karakteristik dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan/akan disimpan;
b. terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak langsung;
c. dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai untuk mencegah
terjadinya akumulasi gas di dalam ruang penyimpanan, serta memasang kasa atau bahan
lain untuk mencegah masuknya burung atau binatang kecil lainnya ke dalam ruang
penyimpanan;

Gambar 4. Sirkulasi Udara dalam ruang penyimpanan limbah B3


d. memiliki sistem penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai untuk operasional
penggudangan atau inspeksi rutin. Jika menggunakan lampu, maka lampu penerangan
harus dipasang minimal 1 meter di atas kemasan denqan sakelar (stop contact) harus
terpasang di sisi luar bangunan;
e. dilengkapi dengan sistem penangkal petir;
f. pada bagian luar tempat penyimpanan diberi penandaan (simbol) sesuai dengan tata cara
yang berlaku.
 Persyaratan lokasi untuk tempat penyimpanan limbah B3.
Lokasi bangunan tempat penyimpanan kemasan drum/tong, bangunan tempat
penyimpanan bak kontainer dan bangunan tempat penyimpanan tangki harus:
a. Merupakan daerah bebas banjir, atau daerah yang diupayakan melalui pengurugan
sehingga aman dari kemungkinan terkena banjir;
b. Jarak minimum antara lokasi dengan fasilitas umum adalah 50 meter.
2.2.3 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2013
Peraturan ini berbicara tentang simbol dan label limbah bahan berbahaya dan
beracun. Simbol limbah B3 menurut Permen Lingkungan Hidup RI No. 14 Tahun
2013 pasal 1 ayat 8 adalah gambar yang menunjukkan karakteristik limbah B3.
Ukuran simbol limbah B3 untuk kemasan minimal 10cm x 10cm, sedangkan untuk
tempat penyimpanan minimal 25cm x 25cm. Simbol harus terbuat dari bahan yang
tahan goresan atau bahan kimia yang mungkin mengenainya. Gambar simbol limbah
B3 yang sesuai dengan syarat Pemerintah dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Simbol Limbah B3

Label limbah B3 menurut Permen LH RI No. 14 Tahun 2013 pasal 1 ayat 9 adalah
setiap keterangan mengenai limbah B3 yang berbentuk tulisan yang berisi informasi
penghasil, alamat pengahasil, waktu pengemasan, jumlah, dan karakteristik limbah B3.
Macam-macam label limbah B3, yaitu :
1. Label penuh untuk kemasan atau drum yang telah terisi penuh limbah (ukuran minimal
10cm x 10 cm).
2. Label kosong untuk kemasan atau drum yang masih kosong (ukuran minimal 10cm x 10
cm).
3. Label petunjuk arah penutup kemasan limbah B3 (ukuran minimal 7cm x 15cm).
4. Label identitas limbah B3 (ukuran minimal 15cm x 20 cm).
Gambar label limbah B3 yang sesuai dengan persyaratan Pemerintah dapat dilihat pada
Gambar 6 – Gambar 8 .

Gambar 6. Label Penuh dan Kosong Limbah B3

Gambar 7. Label Petunjuk Penutup Kemasan Limbah B3

Gambar 8. Label Identitas Limbah B3


Pemberian simbol limbah B3 dilakukan pada wadah dan atau kemasan limbah B3,
tempat penyimpanan limbah B3, dan alat angkut limbah B3, sedangkan pelabelan
dilakukan pada wadah dan atau kemasan limbah B3. Contoh peletakkan simbol dan label
limbah B3 pada kemasan limbah B3 dapat dilihat pada Gambar 9.

Keterangan :
(a) Drum 200 liter yang berisi limbah B3 dengan 1 karakteristik;
(b) Drum 200 liter yang berisi limbah B3 dengan 2 karakteristik dominan
(predominan);
(c) Drum 200 liter kosong setelah limbah B3nya dikosongkan.
Gambar 9. Contoh Peletakan Simbol Limbah B3 dan Label Limbah B3

2.3 Material Safety Data Sheet (MSDS)


Material Safety Data Sheet (MSDS) atau biasa yang disebut juga sebagai Lembar Data
Keselamatan Bahan (LDKB) merupakan dokumen yang harus dimiliki oleh setiap bahan
kimia (Nyimas Fitriah, 2014). MSDS berisi pengenalan umum, kandungan kimia, sifat-sifat
bahan, cara penanganan, penyimpanan, dan pengelolaan bahan buangan. Fungsi MSDS
untuk mencegah, menghindari, dan menanggulangi kecelakaan kimia yang mungkin terjadi
sehingga mendukung terciptanya kesehatan dan keselamatan kerja.
DAFTAR PUSTAKA

Fitriah, Nyimas, et.al. (2014). Material Safety Data Sheet (MSDS) Iodine dan Hidrogen Iodine.
Bandung, Politeknik Kesehatan.
Kepka Bapedal No. 1 Tahun 1995. (1995). Tentang: Tata Cara dan Persyaratan Teknis
Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Jakarta.
Kepka Bapedal No. 2 Tahun 1995.(1995). Tentang: Dokumen Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, Jakarta.
Megawati, M. M. (2015). Perancangan Proses Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun di PT. E-T-A Indonesia.
Megawati, M. M., & Panjaitan, T. W. (2015). Perancangan Proses Penyimpanan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun di PT. ETA Indoneisa. Jurnal Titra, 3(2), 129-134.
PP RI No. 101 Tahun 2014. (2014). Tentang: Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun, Jakarta.
Permen LH RI No. 14 Tahun 2013. (2013). Tentang: Simbol dan Label Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun, Jakarta.
Saputri, A. (2019). Evaluasi Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) PT. Guna
Era Manufacture di Cikarang. Bekasi: Sekolah Tinggi Teknologi Pelita Bangsa.
Sillahudin, A. (2018). Evaluasi dan Inventarisasi Pengelolaan Limbah B3 di UPT Balai Yasa
PT. KAI Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Suharto,Ign. (2011). Limbah Kimia dalam Pencemaran Air dan Udara, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai