Anda di halaman 1dari 22

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/344891380

Revitalisasi Balai Latihan Kerja Daerah (BLKD) Sebagai Pusat Pengembangan


Tenaga Kerja

Technical Report · December 2019


DOI: 10.13140/RG.2.2.28233.16489

CITATIONS READS
0 202

5 authors, including:

Vanda Ningrum Fuat Edi Kurniawan


Indonesian Institute of Sciences Indonesian Institute of Sciences
17 PUBLICATIONS   6 CITATIONS    19 PUBLICATIONS   7 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Yanti Astrelina Purba

12 PUBLICATIONS   8 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

research report View project

Riset Prioritas Nasional Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Sektor Informal di Indonesia View project

All content following this page was uploaded by Fuat Edi Kurniawan on 26 October 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


0
Policy Paper

Revitalisasi Balai Latihan Kerja Daerah (BLKD) Sebagai


Pusat Pengembangan Tenaga Kerja

Tim Peneliti:

Vanda Ningrum, S.E., M.GM


Fuat Edi Kurniawan, S.Sos
Devi Asiati, S.E., M.Si
Yanti Astrelina Purba, S.E
Norman Luther Aruan, S.E

PUSAT PENELITIAN KEPENDUDUKAN


LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
2019

1
PENDAHULUAN

Pemerintahan Joko Widodo dan Indonesia, bukan hanya bagi


Ma’ruf Amin tahun 2019-2024 masih penduduk di wilayah perkotaan
melanjutkan fokus pembangunan melainkan juga bagi pengembangan
pada pengembangan Sumber Daya kualitas tenaga kerja lokal di daerah.
Manusia. Komitmen ini terlihat dari
naiknya alokasi APBN anggaran Sejak otonomi daerah tahun
perlindungan sosial, pendidikan, dan 2001, sebanyak 154 BLK diserahkan
kesehatan. Di bidang pendidikan, oleh Pemerintah Pusat kepada
pemerintah memberikan fokus pada Pemerintah Daerah yang menjadi
pendidikan vokasi dan berencana Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
melakukan revitalisasi, baik di dalam atau Balai Latihan Kerja Daerah
jalur pendidikan vokasi formal (BLKD) dan hanya 11 Balai latihan
seperti Sekolah Menengah Kejuruan kerja (BLK) yang masih dikelola
(SMK) dan Politeknik, maupun langsung oleh Pemerintah Pusat.
pendidikan vokasi infomal melalui Melalui otonomi tersebut,
Balai Latihan Pemerintah Daerah
Kerja (BLK) Pengembangan tenaga kerja di memiliki kewenangan
dan Balai tingkat daerah melalui jalur informal untuk melakukan tata
Latihan Kerja telah menjadi tanggung jawab kelola dalam
Daerah pemerintah daerah. Namun dalam pengelolaan BLKD.
(BLKD). implementasi di lapangan tidak Pengembangan
semua Pemerintah Daerah tenaga kerja di
memberikan fokus pada tingkat daerah
pengembangan BLKD. melalui jalur informal
telah menjadi
Pendidikan vokasi penting tanggung jawab pemerintah daerah.
sebagai jalur penyiapan SDM yang Namun dalam lapangan tidak semua
bisa link and match dengan Pemerintah Daerah memberikan
kebutuhan di pasar tenaga kerja fokus pada pengembangan BLKD.
dengan tujuan menyerap tenaga
kerja dan mampu berdaya saing Kajian penelitian revitalisasi
secara global. Gerakan membangun BLKD ini menggunakan dua metode.
Sumber Daya Manusia (SDM) yang Pertama, tinjauan kebijakan. Kedua,
unggul di pusat tidak akan berhasil metode kualitatif dengan studi kasus
apabila akses dan kualitas di BLKD Kabupaten Bandung dan
pendidikan dan pelatihan vokasi BLKD Kota Yogyakarta.
tidak merata bagi seluruh penduduk

2
1. Belum meratanya kualitas BLKD sebagai pusat pengembangan
pelatihan bagi tenaga kerja lokal

Secara kelembagaan, terdapat dengan pemegang kepentingan


19 BLK yang dimiliki pusat dan 262 lainnya seperti industri di daerah.
BLK yang dimiliki daerah di Indonesia.
Namun, dari jumlah tersebut banyak Mengoptimalkan peran BLKD
ditemukan BLK yang tidak difungsikan harus menyeluruh karena sebagian
dengan baik, terutama pada BLK yang besar BLKD dalam kondisi yang
dimiliki Daerah. Kondisi ini kurang layak dan kurang memadai
dikarenakan BLKD masih menghadapi dalam program, fasilitas dan sarana
permasalahan klasik yang berdampak pelatihan, SDM pelatihan, anggaran
pada efisiensi dan efektifitas dan manajemen. Hasil pemetaan yang
pelatihan, seperti belum adanya fokus dilakukan Kementerian Tenaga Kerja
keterampilan yang akan diajarkan, memperlihatkan hampir 100% BLKD
kurangnya tenaga instruktur terlatih, di kawasan Indonesia Timur buruk, di
keterbatasan fasilitas pelatihan dan kawasan Indonesia Tengah 3,8% baik,
kurikulum yang kurang mengikuti 27,2% sedang, dan 75% buruk.
perkembangan pasar. Permasalahan Sementara itu, di kawasan Barat
kurangnya SDM BLK menjadi salah Indonesia 15,7% baik, 37,3% sedang
satu alasan bagi pihak Dinas Tenaga dan 47% buruk. Selain itu, pelatihan
Kerja (Disnaker) untuk menetapkan yang dilakukan oleh BLKD juga belum
target yang rendah terhadap jumlah menyentuh pengembangan potensi
tenaga kerja yang akan dilatih. dari sumber daya lokal sehingga
lulusan BLKD hanya mengandalkan
Selain itu, BLKD juga masih penyerapan dari perusahaan yang
dihadapkan berbagai kendala antara berada di sekitar wilayah tersebut.
lain permasalahan infrastruktur baik Kondisi ini menyebabkan daya serap
fisik, peralatan, maupun tenaga lulusan BLKD masih sangat kecil.
pelatih, permasalahan kesiapan
kelembagaan, kurangnya pemetaan
kebutuhan berdasarkan potensi
ekonomi lokal, dan juga kerjasama

3
2. Pendidikan formal belum cukup untuk menyiapkan tenaga kerja
yang siap pakai di pasar sehingga masih membutuhkan pelatihan
melalui BLK/BLKD

Aspek penting pendidikan BLKD karena keterbatasan jaringan


sebagai cara meningkatkan kualitas kerjasama.
SDM ternyata tidak sepenuhnya dapat
Disamping dengan pihak
menyiapkan tenaga kerja yang
swasta, BLK juga perlu berkoordinasi
mampu beradaptasi dengan dinamika
dengan Kementerian Pendidikan dan
global, termasuk di dalam pendidikan
Kebudayaan. Menurut konstitusi,
kejuruan (vokasi). Keterbatasan dunia
anggaran pendidikan nasional harus
Pendidikan formal ini menyebabkan
mencapai 20% dari total APBN.
lembaga pelatihan kerja seperti BLK
Walaupun amanah itu belum tercapai,
menjadi alternatif yang dapat
Kementerian Pendidikan dan
diandalkan untuk menyiapkan
Kebudayaan memiliki anggaran
keterampilan tenaga kerja. Terbukti
pendidikan nasional yang dialokasikan
bahwa 70% peserta pelatihan BLK di
juga untuk pelatihan di Kementerian
Pusat dan Daerah berasal dari lulusan
Ketenagakerjaan. Koordinasi yang
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
lebih intensif antara kedua
Kesenjangan itu dapat dilihat dari
kementerian ini diperlukan untuk
kompetensi lulusan SMK ataupun
saling mendukung pengembangan
Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan
sumber daya manusia, khususnya
kebutuhan dunia kerja yang tidak
yang terkait dengan keterampilan
selaras. Sementara itu, pada SMK dan
vokasi yang sesuai dengan permintaan
SMA teknologi informasi, kemampuan
pasar tenaga kerja. Koordinasi serupa
dasar yang diperlukan dunia kerja
seharusnya dilakukan pula di tingkat
berbeda dengan yang diajarkan di
daerah sehingga berdampak nyata
sekolah.
terhadap BLKD.
Pemerintah melalui
Dalam mengatasi kesenjangan
Kementerian Ketenagakerjaan telah
kerjasama ini, dibutuhkan dukungan
berupaya untuk menggerakkan fungsi
peran pemerintah pusat terutama
BLK antara lain melalui kerjasama
Kementerian Ketenagakerjaan dan
dengan swasta sesuai dengan
pemerintah daerah untuk melakukan
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan
revitalisasi BLK di berbagai daerah.
No.7 Tahun 2012 tentang kerja sama
Peranan tersebut dapat direalisasikan
penggunaan Balai Latihan Kerja (BLK)
dengan menyiapkan keterampilan
oleh swasta. Dalam peraturan
tenaga kerja lokal yang disesuaikan
tersebut, pelibatan swasta dilakukan
dengan potensi lokal serta
dalam penyelenggaraan pelatihan
memanfaatkan momentum Revolusi
kerja, uji kompetensi, pembuatan
Industri 4.0. Hal ini penting mengingat
produk barang dan jasa, pemanfaatan
BLKD merupakan jembatan
fasilitas BLK dan konsultasi pelatihan.
kesenjangan antara lulusan sekolah
Namun demikian, hal itu belum
dengan tenaga kerja yang siap kerja.
sepenuhnya dapat dilakukan oleh

4
1. Posisi Kelembagaan dan Ketergantungan BLKD dalam
Sistem Kebijakan

Pedoman penyelenggaraan bertanggung jawab terhadap


sistem pelatihan kerja nasional di pelaksanaan dan pembinaan
daerah telah tercantum dalam pelatihan kerja di wilayahnya
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan masing-masing. Pemerintah Daerah
Transmigrasi Republik Indonesia menjadi roda penggerak yang
No.11 Tahun 2013 Tentang langsung berhadapan dengan
Pedoman Penyelenggaraan Sistem masyarakat dalam menjalankan
Pelatihan Kerja Nasional di Daerah. program-program pemerintah,
Pelatihan yang diselenggarakan khususnya program pelatihan kerja
pemerintah di daerah dilaksanakan sehingga mampu dirasakan oleh
oleh institusi masyarakat
Sejak otonomi daerah dan
pemerintah di dikeluarkannya peraturan kebermanfaatannya
bawah naungan mengenai pembagian urusan dan menjadi
Dinas Tenaga pemerintahan antara outcome dari
Kerja yakni Unit Pemerintah Pusat, Pemerintah kebijakan tersebut.
Pelaksana Tugas Provinsi, dan Pemerintah
(UPT) Pelatihan Kabupaten/Kota, Posisi BLKD Sejak otonomi
Kerja. UPT menjadi sangat lemah. daerah dan
Pelatihan Kerja dikeluarkannya
sendiri dibedakan peraturan mengenai
yakni UPT Pelatihan Kerja milik pembagian urusan
Pemerintah Pusat yang langsung pemerintahan antara Pemerintah
bertanggung jawab kepada Ditjen Pusat, Pemerintah Provinsi, dan
Binalattas dan UPT Pelatihan Kerja Pemerintah Kabupaten/Kota, Posisi
milik Pemerintah Daerah yang BLKD menjadi sangat lemah.
bertanggungjawab kepada Dinas Ditambah tidak adanya peraturan
Tenaga Kerja. khusus di daerah yang menguatkan
posisi BLKD agar mampu mengatasi
Secara ideal, peraturan berbagai persoalan mengenai
tersebut bertujuan untuk infrastruktur, anggaran, hingga
penyelenggaraan sistem pelatihan substansi pelatihan. Hal ini juga
kerja yang terintegrasi, efektif, dan diperparah dengan persoalan
efisien serta terjalinnya sinergitas birokratis yang menyebabkan BLKD
antara Pemerintah Pusat dengan tidak memiliki bargaining position
Pemerintah Daerah. Dalam konteks yang kuat dalam penyusunan
otonomi daerah, Pemerintah daerah prioritas program di daerah.

5
Setelah pelaksanaan otonomi operasional secara independen,
daerah, terjadi variasi dalam standar termasuk perencanaan keuangan,
dan adanya perbedaan operasional mempekerjakan atau memecat
antara BLK Pusat dengan BLK instruktur, mengadakan peralatan
Daerah. BLK yang dikelola oleh baru, serta menerima peserta
Pemerintah Pusat BLKD juga tidak mempunyai pelatihan. Untuk
jauh lebih besar, otoritas untuk melaksanakan mengubah BLKD
terletak di kota perencanaan operasional secara menjadi lembaga
besar, dan memiliki independen, termasuk pelatihan yang
bahan dan peralatan perencanaan keuangan, dapat
yang lebih baik mempekerjakan atau memecat membangkitan
sebagai hasil dari instruktur, mengadakan semangat dan
investasi yang baru peralatan baru, serta menerima memotivasi diri,
dilakukan, peserta pelatihan. maka manajemen
sedangkan BLK BLKD hendaknya
Daerah yang mendapatkan
dikelola oleh tiap Pemerintah tanggung jawab dan otoritas yang
Daerah, jauh lebih kecil tetapi lebih. Hal ini dapat digabungkan
memiliki jangkauan yang lebih luas dengan sistem pendanaan
dan memberikan pelatihan kepada berdasarkan kinerja BLK.
jumlah peserta pelatihan yang lebih
banyak. Namun, karena tidak semua Tabel 2 di bawah ini
pemerintah daerah mampu memperlihatkan pokok-pokok
berinvestasi dan memberikan pikiran hasil tinjauan terhadap
prioritas pada pengembangan BLKD Undang-Undang, Peraturan Menteri,
dari sisi kelembagaan dan anggaran, dan Peraturan Pemerintah terkait
menyebabkan kondisi BLKD menjadi penyelenggaraan pelatihan pada
sangat lemah. Beberapa kasus BLKD Balai Latihan Kerja serta posisi
sekarang hanya berperan seperti kelembagaannya. Peraturan yang
kantor pemerintah bukan sebagai ditampilkan dalam tabel adalah
penyelenggara pelatihan yang siap peraturan yang dianggap penting
memenuhi kebutuhan pasar tenaga dan mempengaruhi posisi BLK
kerja dan mencapai hasil yang khususnya di daerah sebagai
optimal. lembaga yang strategis dalam
penyiapan SDM yang kompeten
Pengembangan otonomi dan dalam dunia kerja, serta
akuntabilitas diperlukan untuk implementasinya di Indonesia.
mendorong dan memotivasi kinerja Selain itu, tidak seluruh hasil
dan efisiensi BLKD. BLKD juga tidak tinjauan ditampilkan dalam sebuah
mempunyai otoritas untuk tabel, melainkan hanya pokok-
melaksanakan perencanaan pokok pikiran utamanya saja.

6
Tabel 2. Pokok-Pokok Pikiran Hasil Tinjauan Peraturan Pemerintah dan
Opersionalisasi BLKD

Peraturan
Catatan Hasil Tinjauan
Perundangan
Undang-Undang ini memberikan hak otonomi
daerah yang cukup besar dan sebagai perpanjangan
tangan dari pemerintah pusat. Namun, UU ini
menjadi overhead cost akibat otonomi daerah yang
berimbas pada naiknya anggaran kepegawaian.
UU No. 23 Tahun Overhead cost ini dianggap membebani anggaran
2014 tentang daerah dan berakibat tidak diprioritaskannya
Pemerintah beberapa sektor vital yang lebih layak diprioritaskan
Daerah seperti infrastruktur, Pendidikan, dan kesehatan,
khususnya dari sisi anggaran termasuk SKPD Dinas
dan UPTD di daerah. Akibatkan UPTD termasuk
BLKD mengalami kesulitan dalam peningkatan
kapasitas kelembagaan maupun substansi
pelatihan.
Dalam Peraturan ini Balai besar pengembangan
Permenaker latihan kerja mempunyai tugas melaksanakan
No.21 Tahun pengembangan pelatihan, pemberdayaan, dan
2015 tentang sertifikasi tenaga kerja, instruktur, dan tenaga
Organisasi dan pelatihan. Namun, regulasi ini belum mengatur
Tata Kerja Unit bagaimana tugas Balai Latihan Kerja memberikan
Pelaksana Teknis kontribusi pada pengembangan BLK di Daerah.
Bidang Pelatihan Sehingga peraturan ini menunjukkan bahwa BLKD
Kerja merupakan institusi yang benar-benar terpisah dari
lembaga pusat.
Secara garis besar peraturan Menteri Tenaga Kerja
ini menjelaskan pelatihan yang diselenggarakan
Permenaker
pemerintah di daerah dilaksanakan oleh institusi
No.11 Tahun
pemerintah di bawah naungan Dinas Tenaga Kerja
2013 tentang
yakni UPT Pelatihan Kerja. UPT Pelatihan Kerja
Pedoman
sendiri dibedakan yakni UPT Pelatihan Kerja milik
Penyelenggaraan
Pemerintah Pusat yang langsung bertanggung
Sistem Pelatihan
jawab kepada Ditjen Binalattas dan UPT Pelatihan
Kerja Nasional di
Kerja milik Pemerintah Daerah yang bertanggung
Daerah
jawab kepada Dinas Tenaga Kerja.
Sisi lemah dari peraturan ini adalah, posisi UPT

7
Pelatihan Kerja yang dikelola oleh Pemerintah
Daerah tidak diperkuat dengan posisi kelembagaan
BLKD itu sendiri. Dalam peraturan ini tidak diatur
posisi struktur kelembagaan BLKD di bawah
Disnaker. Sehingga dalam implementasinya, posisi
BLKD hanya di level eselon IV yang merupakan
tingkat jabatan paling dari kelas jabatan struktural
yang ada pada tata oraganisasi pemerintahan
sehingga tidak memiliki kekuatan dalam
pengambilan keputusan, perencanaan penyusunan
kebijakan, maupun penganggaran.

Peraturan ini menjelaskan standar minimal yang


harus ada dan dilaksanakan pada unit Balai Latihan
Kerja. Secara detail peraturan ini menyebutkan
berbagai aspek seperti infrastruktur fisik, sumber
daya manusia, dan program pelatihan. Namun,
yang menjadi anomali pada tataran implementasi
adalah aspek SDM yang tidak sesuai dengan standar
Permenaker
minimal. Dalam peraturan tersebut disebutkan BLK
No.8 Tahun
harus memiliki 2 (dua) orang instruktur untuk
2017 tentang
masing-masing kejuruan, dan minimal 1 orang
Standar Balai
pengawai negeri sipil pada setiap kejuruannya,
Latihan Kerja
sedangkan kita tahu bahwa kondisi SDM yang
memperihatinkan ini terjadi di seluruh BLK yang ada
di Indonesia. Bahkan banyak kasus di satu BLK
hanya terdapat satu instruktur yang berstatus PNS.
Seharusnya peraturan ini menjadi dasar untuk
memperbaiki kapasitas dan jumlah SDM yang ada di
BLK.
Peraturan ini sebagai pedoman bagi BLK dan
pengguna BLK dalam rangka pelaksanaan kerja
Permenaker sama penggunaan BLK. Tujuan dari aturan ini
No.7 Tahun adalah mengoptimalkan penggunaan sumber daya
2012 tentang pelatihan di BLK dan meningkatkan peran serta
Kerjasama swasta dalam pengembangan SDM yang bersumber
Penggunaan dari anggaran APBN, APBD, dan atau anggaran
Balai Latihan pengguna BLK.
Kerja oleh Peraturan ini menjadi lemah ketika berbenturan
Swasta dengan kenyataan implementasi di daerah yang
sulit dalam melakukan kerja sama. Peraturan ini
juga belum mengatur skema yang jelas bagi BLK

8
yang pendanaannya hanya bersumber dari APBD.
Peraturan ini akan mudah diimplementasikan untuk
BLK yang berstatus BLU.

Dalam peraturan ini sudah terlihat jelas bagaimana


proses penyusunan anggaran di daerah melalui
APBD. Semua melalui prosedur yang sangat
Permendagri No.
birokratis dan struktural. Tidak ada hak istimewa
31 Tahun 2017
bagi Unit Pelaksana Teknis Daerah untuk melakukan
tentang
penyusunan anggarannya sendiri karena semua
Pedoman
harus menginduk pada dinas terkait. Hal ini menjadi
Penyusunan
permasalahan dalam urusan anggaran bagi BLKD
Anggaran
yang berada unit kerja dengan posisi struktur yang
Pendapatan dan
lemah, ditambah dengan masih banyaknya
Belanja Daerah
Pemerintah Daerah yang belum memiliki prioritas
dalam pengembangan pelatihan kerja.

Kasus pada BLKD Kabupaten karena perubahan kondisi di


Bandung yang saat ini bernama masyarakat, ataupun keperluan
UPTD Latihan Kerja Dinas Tenaga untuk menambah instruktur dan
Kerja, melalui Permendagri No.12 penggunaan anggaran untuk
Tahun 2017, keberadaan UPTD yang operasional UPTD lainnya. Kasus ini
sebelumnya berada pada tingkat juga dialami oleh banyak BLKD di
eselon III turun menjadi eselon IV. Indonesia. Melihat permasalahan
Dampaknya bagi pengelolaan tersebut, dibutuhkan perlakuan
organisasi UPTD adalah arus khusus untuk mengurangi alur
birokrasi yang harus ditempuh birokrasi yang panjang agar dapat
menjadi panjang. Contohnya jika memastikan operasional UPTD dalam
UPTD mengalami gangguan seperti melaksanakan fungsinya menjadi
rusaknya sarana dan prasarana, lebih fleksibel dan mengikuti
adanya perubahan bentuk pelatihan perubahan yang terjadi.

9
2. Keterbatasan Sumber Pendanaan dan SDM

Hasil studi di tahun 2017 dan pemerintah kabupaten/kota, BLKD


2018 yang dilakukan oleh tim peneliti masih mengalami ketergantungan
ketenagakerjaan Pusat Penelitian terhadap dana dari pemerintah
Kependudukan LIPI memperlihatkan pusat. Berdasarkan laporan Bank
bahwa BLK merupakan salah satu Dunia (2010), sekitar 23%
lembaga yang berperan untuk pengeluaran rutin BLKD berasal dari
meningkatkan kompetensi tenaga Pemerintah Pusat. Pengeluaran
kerja agar dapat bersaing di pasar terbesar digunakan untuk pelatihan
kerja. Namun, peran tersebut belum yang sebagian besar atau sekitar
dapat dijalankan 60% berasal dari
BLKD tidak mendapatkan
dengan baik setelah pemerintah pusat
anggaran yang cukup dan tidak
BLK dialihkan dan hanya 40% yang
di dukung oleh SDM yang sesuai
sebagian besar berasal dari
kompetensi
kewenangannya ke pemerintah daerah.
daerah menjadi Hal ini berdampak
BLKD. Kebijakan 3R terbatasnya jumlah
yaitu Reorientasi, Revitalisasi dan peserta pelatihan yang dapat dilatih
Rebranding yang dibuat oleh oleh BLKD.
pemerintah pada tahun 2016
bertujuan untuk mempercepat Terbatasnya jumlah instruktur
peralihan dari lulusan pelatihan agar merupakan permasalahan utama
siap menjadi tenaga kerja dan yang dihadapi BLKD di seluruh
meningkatkan SDM yang kompeten Indonesia. Meskipun rekrutmen ASN
sekaligus relevan dengan kebutuhan telah dilakukan, tetapi formasi posisi
pasar kerja. Namun, kebijakan instruktur sudah sejak lama tidak
tersebut belum berdampak pada dibuka bahkan terjadi perpindahan
semua BLK khususnya BLKD yang posisi (mutasi) dari instruktur ke
masih terhambat permasalahan posisi lain yang menyebabkan jumlah
dalam penerapan kebijakan tersebut. instruktur semakin berkurang.
Implikasi dari jumlah instruktur yang
Peran BLKD masih terbatas jauh dari ideal tersebut adalah
pada pendanaan dan ketersediaan instruktur sering dibebani dengan
SDM. Dalam hal pendanaan, BLKD tugas tambahan di luar kewajiban
tidak mendapatkan anggaran yang mengajar seperti mengurus
cukup dan tidak di dukung oleh SDM administrasi pelatihan, menjaga
yang sesuai kompetensi. Meskipun asrama, dan lain-lain. Untuk
BLKD berada di bawah kewenangan mengatasi terbatasnya SDM, BLKD

10
Yogyakarta dan Kabupaten Bandung berbagai BLK untuk mencukupi
pernah bekerja sama dengan kebutuhan pegawai dan jumlah
instruktur dari perusahaan swasta. pelatihan yang ada.
Namun, pelibatan instruktur non-PNS
tidak secara otomatis menyelesaikan Dimensi SDM menjadi kunci
persoalan karena instruktur dari keberlangsungan BLKD. Sebagian
perusahaan swasta belum bisa besar pimpinan BLKD ditunjuk oleh
mengajar secara full time sehingga pemerintah daerah melalui rotasi
tidak ada keberlanjutan. jabatan yang umumnya kurang
memperhatikan kompetensi yang
UPT BLKD di berbagai daerah dibutuhkan untuk mengembangkan
tidak memiliki instruktur yang BLKD di era digital. Kebijakan ini
memadai seperti yang diatur dalam berdampak terhadap kinerja BLKD
Permenaker No. 8 Tahun 2017 dalam mengelola program pelatihan
tentang Standar terutama di daerah.
Balai Latihan Masalah umum yang masih Sebagian besar pelatih
Kerja. Dalam dihadapi oleh BLKD antara lain: di daerah sudah
implementasinya, Peralatan pelatihan yang berusia lanjut yaitu
masih terdapat ketinggalan zaman dan jumlah diatas 51 tahun dan
BLKD yang hanya serta kompetensi instruktur yang kurang mendapatkan
terbatas
memiliki satu pembaruan mengenai
instruktur program-program
berstatus PNS di yang dibutuhkan oleh
satu BLKD yang memiliki berbagai dunia industri di era Revolusi Industri
kejuruan. Sedangkan jika 4.0 (Laporan Tim PPK-LIPI, 2018).
berpedoman dengan standar
Permenaker, setiap kejuruan
pelatihan wajib memiliki minimal
satu instruktur PNS. Jika ada delapan
kejuruan dalam BLKD tersebut, maka
harus terpenuhi minimal delapan
orang instruktur. Jumlah tersebut
tentunya menjadi tugas yang berat
bagi BLKD. Praktek penggunaan
instruktur dari professional juga
sudah banyak dilakukan oleh

11
3. Perhatian terhadap Potensi Lokal

Beberapa BLKD memiliki porsi penyiapan tenaga kerja yang mandiri


yang besar terhadap pelatihan- dan mengurangi ketergantungan
pelatihan yang disesuaikan dengan pada perusahaan yang saat ini lebih
potensi lokal. Sebagai contoh, pada mengarah pada penggunaan
tahun 2018, BLKD Kabupaten teknologi sehingga berimplikasi pada
Bandung memiliki jumlah pelatihan efisiensi penyerapan tenaga kerja.
yang berbasis Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Dalam skala yang lebih luas,
sebanyak 54 paket dan pelatihan praktik tersebut belum dapat
yang berdasarkan pada kebutuhan dilakukan oleh BLKD di seluruh
masyarakat melalui Musyawarah Indonesia. Sebagian BLKD yang tidak
Perencanaan Pembangunan memiliki anggaran dari pemerintah
(Musrembang) sebanyak 90 paket daerah dan hanya tergantung pada
pelatihan. Komitmen pemerintah anggaran yang diberikan oleh pusat,
daerah yang memberikan porsi masih mengandalkan pelatihan yang
anggaran besar untuk pelatihan hanya berdasar pada SKKNI yang
menjadikan UPTD Kabupaten dirumuskan di tingkat pusat,
Bandung menjadi pusat pelatihan sehingga kurang menyesuaikan
bagi masyarakat lokal. Dari hasil dengan pengembangan potensi
tracking study yang dilakukan oleh ekonomi lokal.
BLKD Kabupaten Bandung tahun
2016, sebesar 52,8% lulusan Belum semua BLKD mampu
terserap di perusahaan, 24% mempraktekkan pelatihan sesuai
menjadi wirausaha, dan sisanya dengan kebutuhan lokal
sedang mencari pekerjaan. Di tahun
2018, BLKD meningkatkan porsi
pelatihan untuk lebih fokus pada
penciptaan wirausaha bagi
lulusannya sebagai salah satu bentuk

12
4. Kemitraan dengan berbagai kepentingan baik pemerintah
maupun swasta

Pemerintah melalui Pelibatan sektor swasta sejak


Kementerian Ketenagakerjaan telah awal proses perencanaan dan
berupaya untuk menggerakkan pelaksanaan pelatihan diharapkan
fungsi BLK di bawah kewenangan dapat membuka peluang baik bagi
Kementerian Ketenagakerjaan antara BLKD maupun peserta pelatihan.
lain melalui kerja sama dengan Misalnya terjadi kesepakatan dalam
swasta sesuai dengan Peraturan hal tes uji kompetensi yang
Menteri membutuhkan biaya
Ketenagakerjaan Saat ini Pelibatan swasta hanya yang cukup besar
No.7 Tahun 2012 sebatas pada penempatan kerja dapat ditanggung
tentang kerjasama peserta pelatihan dan belum oleh sektor swasta
penggunaan Balai melibatkan pada proses pelatihan atau dilakukan
Latihan Kerja (BLK) secara utuh mulai dari langsung di internal
oleh swasta. Dalam perancanaan, penyusunan perusahaan karena
peraturan tersebut, kurikulum, dan bantuan pelatihan yang
pelibatan swasta pemanfaatan peralatan industri dilakukan sudah
dilakukan dalam untuk pelatihan sesuai dengan
penyelenggaraan kebutuhan
pelatihan kerja, uji perusahaan. Selain
kompetensi, pembuatan produk itu, keterlibatan sektor swasta sejak
barang dan jasa, pemanfaatan awal dapat memberikan manfaat
fasilitas BLK dan konsultasi pelatihan. berupa dukungan penyediaan
Namun, dalam implementasinya peralatan pelatihan dengan teknologi
BLKD hanya melibatkan pihak swasta yang sesuai kebutuhan industri,
pada saat kegiatan penempatan, misalnya dengan cara meminjamkan
yaitu sebagai mitra yang dapat atau memberikan peralatan untuk
menerima lulusan pelatihan BLKD. praktik kerja di workshop BLKD. Hal
Pihak swasta sebaiknya dilibatkan ini berbeda dengan kondisi BLK Pusat
sejak awal kegiatan perencanaan yang mampu dikelola dengan
khususnya untuk materi pelatihan fleksibilitas yang lebih baik dibanding
yang sesuai dengan kebutuhannya. BLK di daerah. Sudah banyak
Namun, ide tersebut belum bisa kerjasama yang dilakukan oleh BLK
direalisasikan karena terbatasnya Pusat dengan pihak swasta maupun
otoritas BLKD dalam hal pengambilan industri sebagai alternatif dalam
keputusan di tingkat dinas. penyiapan kebutuhan tenaga kerja di
pasar kerja.

13
Berdasarkan hasil penelitian di naungan organisasi dunia usaha
Kota Yogyakarta dan Kabupaten (KADIN, APINDO, dsb.) terlibat sejak
Bandung, kondisi peralatan pelatihan awal penyelenggaraan pelatihan
yang dimiliki oleh BLKD sudah usang mulai dari hulu sampai hilir. Di satu
karena sudah tidak sesuai dengan sisi, kerja sama dengan sektor swasta
kebutuhan dunia industri dan untuk pengadaan peralatan pelatihan
perkembangan teknologi. Kondisi dapat menjadi alternatif dalam
serupa juga dialami oleh BLKD di penyediaan peralatan di BLKD agar
wilayah lain. Sejauh ini, BLKD Kota sesuai dengan kebutuhan perusahaan
Yogyakarta dan Kabupaten Bandung dan dapat menjadi bentuk investasi
hanya mampu menyediakan perusahaan untuk mendapatkan
anggaran pelatihan. Instruktur tenaga kerja yang kompeten.
kejuruan teknik las di BLKD Bandung
mengatakan bahwa perusahaan saat Selain kemitraan dengan
ini memerlukan pekerja yang swasta, kemitraan dengan
memiliki keterampilan las pemerintah juga diperlukan,
menggunakan spesifikasi peralatan khususnya dalam hal koordinasi.
yang sesuai dengan teknologi saat ini, Menurut konstitusi, anggaran
sementara peralatan las yang pendidikan nasional harus mencapai
digunakan dalam pelatihan sudah 20% dari APBN. Koordinasi dengan
tertinggal. Di kejuruan otomotif, kementerian pendidikan,
peralatan atau mesin motor yang kementerian industri, dan
digunakan untuk praktik masih kementerian tenaga kerja untuk
menggunakan mesin dengan memanfaatkan sumber daya
transmisi manual meski saat ini anggaran ini seharusnya menjadi
teknologi sepeda motor sudah modal bagi perencanaan dan
menggunakan mesin dengan pelaksanaan pelatihan di
transmisi otomatis. Kementerian Ketenagakerjaan untuk
mendukung pengembangan sumber
Keterbatasan peralatan ini daya manusia yang dapat berdaptasi
dapat menyebabkan keterampilan dengan perubahan global dan
bagi peserta pelatihan tidak sesuai perkembangan industri. Koordinasi
lagi dengan kompetensi yang serupa seharusnya juga dilakukan di
dibutuhkan oleh dunia usaha dan tingkat daerah sehingga berdampak
dunia industri. Penting untuk nyata terhadap BLKD.
memastikan sektor swasta di bawah

14
REKOMENDASI

Rekomendasi revitalisasi BLKD posisi yang kuat dalam sistem


dimaksudkan untuk mendukung pemerintahan di dalam era otonomi
penguatan kebijakan pendidikan daerah serta menghidupkan kembali
vokasi sebagai strategi pemerintah BLKD agar menjadi pusat penyiapan
dalam menciptakan SDM Indonesia dan pengembangan SDM di daerah
yang unggul dan dapat berdaya sehingga mampu membangun
saing. Pendidikan vokasi yang daerah dan mengurangi
dimaksudkan dalam makalah ketimpangan SDM antara perkotaan
rekomendasi ini adalah pelatihan dan pedesaan.
non-formal yang diselenggarakan
oleh pemerintah dengan tujuan Secara praktis, rekomendasi
untuk menyiapkan tenaga kerja di ini disusun sebagai saran dan
daerah siap memasuki pasar kerja masukan kepada Pemerintah Pusat,
serta meningkatkan kompetensi bagi Pemerintah Daerah, Pemerintah
tenaga kerja yang sudah bekerja. Desa, dan Swasta untuk melakukan
revitalisasi BLKD dalam hal kebijakan
Revitalisasi BLKD yang tata kelola, implementasi
ditawarkan merupakan upaya pengelolaan, dan dalam hal
menata kembali tata kelola peninjauan kembali Undang-Undang
kelembagaan BLKD agar memiliki serta Peraturan Menteri.

1. Peninjauan Ulang Peraturan Pemerintah mengenai Balai


Latihan Kerja

Peraturan Pemerintah Rekomendasi Perubahan dalam Kebijakan


Pemerintah

Permenaker No.21 Tahun Revisi peraturan yang menjelaskan partisipasi


2015 tentang Organisasi dan BLK dalam pemberian pembinaan kepada BLKD
Tata Kerja Unit Pelaksana dengan mempertimbangkan pelatihan yang
Teknis Bidang Pelatihan sesuai dengan potensi lokal.
Kerja

15
Permenaker No.11 Tahun 1. Revisi peraturan yang memberikan
2013 Tentang Pedoman penjelasan mengenai struktur kelembagaan
Penyelenggaraan Sistem BLKD yang berada di bawah pemerintah
Pelatihan Kerja Nasional di daerah.
Daerah 2. Revisi peraturan tentang peningkatkan
struktur kelembagaan BLKD agar memiliki
kekuatan dalam pengambilan keputusan
dalam perencanaan penyusunan kebijakan
maupun penganggaran.

Permenaker No.7 Tahun Revisi peraturan dengan menambah penjelasan


2012 tentang Kerjasama tentang skema kerjasama yang bisa dilakukan
Penggunaan Balai Latihan oleh BLK di daerah yang pengganggarannya
Kerja oleh Swasta hanya bersumber pada APBD.

Permendagri No.31 Tahun Revisi peraturan yang memberikan otoritas


2017 tentang Pedoman lebih besar bagi BLKD untuk mendapatkan porsi
Penyusunan Anggaran anggaran yang lebih efektif dalam memberikan
Pendapatan dan Belanja pelatihan yang dibutuhkan masyarakat.
Daerah

Rekomendasi dalam hal tata kelola kelembagaan;

2. Memperkuat otonomi tata kelola BLKD dengan memposisikan


langsung di bawah Pemerintah Daerah

Melalui UU No. 23 Tahun 2014, juga membuka akses yang lebih


Pemerintah Kota/Kabupaten memiliki besar dalam menyelesaikan
kewenangan untuk melakukan permasalahan saat ini, seperti
revitalisasi posisi kelembagaan keterbatasan infrastruktur,
BLKD. Revitalisasi ini dimaksudkan instruktur, dan pengelolaan
untuk memberikan otoritas bagi kebutuhan operasional BLKD.
BLKD agar dapat melakukan
penganggaran yang lebih besar dan Guna lebih mendukung
independen dalam penggunaan otonomi tersebut, perlu dibentuk
anggaran untuk memberikan jasa sebuah Dewan Manajemen Pelatihan
pelatihan kepada masyarakat. Posisi sebagai Lembaga yang mengatur
birokratis yang lebih tinggi bagi BLKD pelaksanaan BLKD. Anggota dewan
ini hendaknya juga berasal dari

16
pemberi kerja serta pejabat Disnaker Dengan struktur tata kelola yang
setempat. Struktur ini akan baik dan otonomi yang lebih tinggi
menyatukan pemangku kepentingan akan menjadikan posisi BLKD lebih
utama dalam bidang pelatihan, kuat dan dapat berjalan dengan
termasuk pemberi kerja dan lembaga efisien, serta menghasilkan luaran
pelatihan lainnya. Di bawah struktur yang lebih baik. Dengan pengaturan
ini, Kepala BLKD bertanggung jawab seperti ini, BLKD akan lebih berfungsi
pada Dewan. Pendanaan BLKD dari sebagai layaknya institusi yang
Pemerintah Daerah dapat independen dan bukan sebagai unit
ditingkatkan, serta kontribusi yang birokratis.
pemberi kerja yang cukup signifikan.

Rekomendasi Dalam hal impementasi pengelolaan BLKD;

3. Adanya Pembinaan bagi BLKD di Daerah dengan APBD


Terbatas dengan Membangun Balai Latihan Kerja Provinsi
(BLKP)
Kemampuan APBD di setiap SKKNI, sehingga paket pelatihan
daerah berbeda-beda tergantung yang berhubungan dengan
pada kemajuan dan interaksi daerah kebutuhan lokal terabaikan.
mendatangkan investor. Hasil survey
Bank Dunia menyebutkan 47% BLKD Strategi yang diperlukan
dalam kondisi buruk, bukan hanya untuk menghidupkan pelatihan di
minim dalam pelatihan tetapi banyak dalam BLKD yang tidak mendapatkan
BLKD dengan status buruk tidak penganggaran dari APBD adalah
menyelenggarakan pelatihan sama dengan mendapatkan pembinaan
sekali karena tidak adanya dari BLKP, baik dari sisi
penganggaran dari daerah. penganggaran, kurikulum pelatihan,
Menanggulangi permasalahan maupun kebutuhan instruktur
tersebut, BLKD tidak sepenuhnya pelatihan.
dapat mengandalkan bantuan dari
kementerian dikarenakan paket
pelatihan yang diberikan oleh pusat
merupakan pelatihan yang sesuai
dengan kompetensi yang ada dalam

17
4. Bekerjasama dengan Pemerintah Desa untuk Menyusun
Pelatihan yang Berbasis Potensi Lokal

Indikator keberhasilan dalam Kerja sama dengan


pelatihan tidak hanya kemampuan pemerintah desa sangat diperlukan
sertifikasi kompetensi bagi untuk dua tujuan. Pertama,
lulusannya, melainkan juga melibatkan aparat desa dalam
memastikan bahwa lulusan mampu melakukan pemetaan kebutuhan
terserap dalam pasar kerja. keterampilan yang diperlukan untuk
Keterbatasan penyerapan tenaga membangun desa. Kedua,
kerja karena adanya otomasi mendapatkan fasilitas berupa modal
pekerjaan perlu menjadi perhatian yang bersumber dari dana desa
bagi BLKD dalam menyusun jenis untuk mengembangkan usaha dari
pelatihan yang diberikan. Pelatihan lulusan peserta pelatihan yang
bagi tenaga kerja agar mampu berasal dari desa tersebut.
mengelola potensi lokal, menjadi Kerjasama dengan pemerintah desa
strategi yang tepat untuk dapat dapat menjadi contoh kebijakan
menciptakan lapangan kerja bagi penyiapan tenaga kerja yang
calon tenaga kerja yang tinggal di komprehensif dalam
daerah tersebut, khususnya peserta mengembangakan SDM sekaligus
pelatihan yang berasal dari potensi desa.
perdesaan.

5. Bekerjasama dengan Swasta dalam Penyusunan Kurikulum,


Instruktur, dan Penempatan Kerja bagi Lulusan Peserta
Pelatihan

Permasalahan dalam pelatihan kepentingan yang telah terbangun di


yang tidak sesuai dengan kebutuhan dalam organisasi-organisasi usaha
pasar tenaga kerja, instruktur yang seperti KADIN, APINDO, maupun
kurang kompeten, dan keterbatasan yang telah dibangun oleh BLKP.
peralatan yang sesuai dengan Jejaring ini dapat dilakukan untuk
teknologi terkini dapat diminimalisir memfasilitasi penempatan bagi para
dengan melibatkan pihak swasta lulusan, kerja sama pelatihan, hibah
dalam melakukan pelatihan. Dalam peralatan, dan penggunaan dana
hal ini, BLKD wajib terlibat dalam CSR (Corporate Social Responsibility)
forum komunikasi jejaring kerja perusahaan.
sama dengan pemangku

18
Selain itu, hubungan yang erat sama. Hal ini diharapkan mampu
tantara BLKD dan pihak swasta juga mendorong pelatihan yang sesuai
bisa dilakukan dengan dengan perkembangan dunia usaha
memanfaatkan on job training bagi dan dunia industri sekaligus sebagai
peserta pelatihan BLKD di sarana untuk penempatan kerja bagi
perusahaan yang telah bekerja peserta pelatihan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Asiati, D. G.B. Aji., Ngadi., Triyono., V. Ningrum., F. E. Kurniawan., N.L. Aruan., Y.A.
Purba. 2018. Kesempatan Kerja dan Pengembangan SDM di Era Digital: Studi Kasus
Sektor Industri. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian Kepedudukan LIPI: Jakarta.
Bank Dunia. 2011. Revitalisasi Balai Latihan kerja di Indonesia: Tantangan dan Masa
Depan. Departemen Pengembangan Manusia Wilayah Asia Timur dan Asia Pasifik.
Bank Dunia: Jakarta.
Benedikt Frey, C., Osborne, M. A., Armstrong, S., Bostrom, N., Chinellato, E., Cummins,
M., … Shanahan, M. (2013). the Future of Employment: How Susceptible Are Jobs
To Computerisation? *, 1–72. https://doi.org/10.1016/j.techfore.2016.08.019
Triyono, Soewartoyo, D. Asiati, Ngadi, V. Ningrum. 2017. Tenaga Kerja Dalam
Transformasi Digital Pada UMKM: Kesempatan dan Kualitas Tenaga Kerja. Laporan
Penelitian. Pusat Penelitian Kepedudukan LIPI: Jakarta.

Peraturan dan Data


UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
Permenaker No.21 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Bidang Pelatihan Kerja
Permenaker No.11 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Pelatihan
Kerja Nasional di Daerah
Permenaker No.8 Tahun 2017 tentang Standar Balai Latihan Kerja
Permenaker No.7 Tahun 2012 tentang Kerjasama Penggunaan Balai Latihan Kerja oleh
Swasta
Permendagri No.31 tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah
Survey Tenaga Kerja Nasional. 2015 – 2018. Badan Pusat Statistik

20
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai