Makalah Kelompok 3 Harta Dalam Perspektif Islam

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

AYAT-AYAT TENTANG HARTA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Diajukan Sebagai

Tugas Mata Kuliah Tafsir Ayat Ekonomi

Disusun Oleh:
Kelompok 3
Lidiya Afrila 2151020342
M. Redo Saputra 2151020350
M. Alghi Fari 2151020376

Dosen Pengampu:

Erik Novianto, M.Pd.I

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan karunia, rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat beserta salam tidak lupa
penulis sanjungkan kepada junjungan umat, Rasulullah SAW. Penulis merasa
bersyukur karena telah menyelesaikan makalah mengenai “Ayat-Ayat Tentang
Harta Dalam Perspektif Islam” sebagai tugas mata kuliah Tafsir Ayat Ekonomi.

Penulis ucapkan terimakasih kepada Bapak Erik Novianto, M.Pd.I selaku


dosen pengampu mata kuliah Tafsir Ayat Ekonomi. Penulis berharap tugas yang
telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang
ditekuni. Penulis juga mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari


sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis
miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukkan
bahkan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, 22 Februari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ii


DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................. 1
Pendahuluan ...................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 3
1.2 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 3
BAB II ................................................................................................................................ 4
Pembahasan ....................................................................................................................... 4
2.1 Harta Dalam Prespektif Islam ............................................................................... 4
2.1.1 Pengertian Harta .............................................................................................. 4
2.1.2 Pembagian Harta ............................................................................................. 4
2.2 Fungsi Harta dalam Syariat Islam ........................................................................ 9
2.3 Redaksi Dan Terjemahan Ayat-Ayat Tentang Harta dan Hukumnya ............ 11
2.4 Ayat-Ayat Yang Membangun Konsep Harta dan Hukumnya Dalam
Perspektif Islam .......................................................................................................... 12
2.5 Konsep Kepemilikan Harta Dalam Islam ........................................................... 14
2.5.1 Pengertian konsep kepemilikan dalam Islam .............................................. 14
2.5.2 Landasan Hukum Memiliki Harta ............................................................... 15
2.5.3 Pembagian Hak Milik .................................................................................... 17
2.6 Peranan Harta Dalam Bermuamalah ................................................................. 18
BAB III............................................................................................................................. 20
KESIMPULAN ............................................................................................................... 20
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 20
3.2 Saran dan Kritik ................................................................................................... 20
DASTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 21

iii
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Secara umum harta merupakan perhiasan dunia yang dapat mempermudah


menuju kesejahteraan dan kebahagiaan, karena banyak orang yang mengukur nilai
dan martabat seseorang dengan jumlah kekayaan hartanya. Apabila seorang
tersebut kaya maka dianggap mulia, dan sebaliknya yang tidak mempunyai harta
dianggap rendah dan hina. Dengan demikian, tampaknya, sifat patologis materialis
inilah yang terjadi pada zaman sekarang ini, manusia mempunyai standar
kesuksesan diukur dari banyaknya harta yang dimiliki.

Mendapatkan harta sesuai dengan aturan Islam adalah harus dengan cara
halal dan legal. Perdagangan yang tidak ada penipuan, pertanian yang dikeluarkan
zakatnya, industri yang menguntungkan banyak pihak, dan lain-lain yang menjadi
penyebab kebahagiaan manusia, merupakan contoh representatif mendapatkan
harta dengan cara yang halal dan legal. Dalam konteks pembahasan ini, al-Qur’an
menegaskan bahwa di samping manusia dianjurkan untuk mencari harta dengan
cara halal, ia juga dianjurkan untuk tidak mencari atau memperoleh harta dengan
cara yang batIl (haram).1

Persoalan dalam harta batil ini tidak mesti membicarakan esensi yang
terkandung dalam harta tersebut, namun juga berkaitan dengan jalan yang ditempuh
untuk mendapatkannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa tidak sedikit manusia yang
mendapatkan harta dengan cara batil, seperti bandar perjudian, hasil pencurian dan
perampokan, penipuan dalam perdagangan seperti mengurangi timbangan,
memakan riba, korupsi, kolusi dan masih banyak lagi yang lainnya.

Al-Qur'an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad


melalui perantaraan Malaikat Jibril, yang membacanya akan mendapatkan pahala
karena termasuk ibadah. Al-Qur'an turun dari Allah al-Haq (Yang Maha Benar),

1
QS. al-Nisa’ [4]: 29

1
maka seluruh isinya adalah sumber kebenaran. Di dalamnya terkandung berbagai
penjelasan yang berkenaan dengan seluruh segi kehidupan manusia. Dari
masalahmasalah peribadatan ( 'ubudryyah) hingga masalah mu 'dmalah antara
seorang hamba dengan hamba lainya.

Dalam masalah mu'dmalah, al-Qur'an memberikan qawd'id al '.Ammah


(kaidah-kaidah umum) agar manusia dapat mengembangkan berbagai transaksi
yang terjadi di antara mereka. Di antara pokok pembahasan bidang mu 'timalah
yang sangat urgent adalah mengenai harta.

Hatta menjadi masalah sentral dalam kehidupan manusia. Harta dalam


ٰ (al-
bahasa Arab disebut ‫( المال‬al-mal), bentuk plural atau jamaknya adalah ‫االموا‬
amwal). Secara etimologis kata al-mdl berarti condong, miring clan juga
berpaling.2 Hal ini seperti disebutkan dalam al-Qur'an:

‫ت أ َ ْن ت َِميلُوا َمي اًْل‬ ‫علَ ْي ُك ْم َوي ُِريدُ الهذِينَ َيت ه ِبعُونَ ال ه‬


ِ ‫ش َه َوا‬ َ ُ ‫َّللاُ ي ُِريدُ أ َ ْن َيت‬
َ ‫وب‬ ‫َو ه‬
‫ع ِظي اما‬
َ
Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti
hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauhjauhnya (dari kebenaran)
(Q.S. an-Nisa: 27).

‫صت ُ ْم ۖ فَ ًَل ت َِميلُوا ُك هل ْال َم ْي ِل‬


ْ ‫اء َولَ ْو َح َر‬
ِ ‫س‬ َ ِ‫َولَ ْن ت َ ْست َِطيعُوا أ َ ْن ت َ ْع ِدلُوا َبيْنَ الن‬
‫غفُ ا‬
‫ورا َر ِحي اما‬ َ َ‫َّللاَ َكان‬ ْ ُ ‫فَتَذَ ُروهَا َك ْال ُم َعلهقَ ِة ۚ َو ِإ ْن ت‬
‫ص ِل ُحوا َوتَتهقُوا فَإِ هن ه‬
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isten· isteri
(mu), walattpun kamu sangat ing in berbuat demikian, karena itu janganlah kamu
terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari
kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyqyang
(Q.S. anNisa: 129).

2
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Definisi Harta Dalam Prespektif Islam ?


2. Bagaimana Fungsi Harta dalam Syariat Islam ?
3. Bagaimana Redaksi Dan Terjemahan Ayat-Ayat Tentang Harta dan
Hukumnya ?
4. Bagimana Ayat-Ayat Yang Membangun Konsep Harta dan Hulumnya ?
5. Bagaimana Konsep Kepemilikan Harta Dalam Islam ?
6. Bagaimana Peranan Harta Dalam Bermuamalah ?

1.2 Manfaat Penelitian

1. Untuk Mengetahui Bagaimana Definisi Harta Dalam Prespektif Islam ?


2. Untuk Mengetahui Bagaimana Fungsi Harta dalam Syariat Islam ?
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Redaksi Dan Terjemahan Ayat-Ayat
Tentang Harta dan Hukumnya ?
4. Untuk Mengetahui Bagimana Ayat-Ayat Yang Membangun Konsep Harta
dan Hulumnya ?
5. Untuk Mengetahui Bagaimana Konsep Kepemilikan Harta Dalam Islam ?
6. Untuk Mengetahui Bagaimana Peranan Harta Dalam Bermuamalah ?

3
BAB II
Pembahasan
2.1 Harta Dalam Prespektif Islam
2.1.1 Pengertian Harta
Harta dalam bahasa arab disebut al-mal atau jamaknnya al-amwal. Harta
(al-mal) menurut kamus Al-muhith tulisan Alfairuz Abadi, adalah

َ ‫َما َملَ ْكتَهُ ِم ْن ُك ِل‬


‫ش ْي ء‬
ma malakatahu min kulli syai (segala sesuatu yang engkau punyai). 2

Sedangkan harta menurut istilah syariah adalah setiap-tiap apa yang dapat
dimanfaatkan menurut cara-cara yang dibenarkan syariah, seperti jual beli, sewa
menyewa, pinjam meminjam, pemanfaatan (konsumsi), dan hibah.3 Nasrun Haroen
menjelaskan harta adalah segala yang diminati manusia dan dapat dihadirkan ketika
diperlukan, atau segala sesuatu yang dapat dimiliki, disimpan dan dapat
dimanfaatkan.4
Berdasarkan pengertian tersebut maka seluruh apapun yang digunakan
manusia dalam kehidupan dunia baik merupakan harta, uang, tanah, kendaraan,
rumah, perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil perkebunan, hasil perikanan-
kelautan, dan pakaian termasuk dalam kategori al amwal (harta kekayaan).

2.1.2 Pembagian Harta


Manusia diciptakan oleh Allah Swt dalam sebaik-baik ciptaanya,
untuk mengatur, mengolah dan memanfaatkan alam dengan sebaikbainya. Allah
Swt, telah menganugerahkan manusia dengan segala kemampuan mental dan fisik
serta dunia dan semesta dengan segala sumber daya yang melimpah-ruah. namun,
sungguh disayangkan dan sebuah ironi jika umat Islam gagal memainkan perannya

2
M. Solahuddin, Azas-Azas Ekonomi Islam, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2007, h.40
3
M. Husain Abdullah, Dirasat fi Al Fikr Al Islami , h. 54
4
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Patama, 2007 , h. 73

4
dalam memanfaatkan segala kemampuannya dan mengeksploitasi sumberdaya-
sumberdaya alam tersebut sehingga gagal mendapatkan kemakmuran dan kejayaan
sebagai mana dijanjikan Allah Swt.5
Kehadiran harta benda tidak bisa dicapai oleh seseorang kecuali
dengan usaha yang kuat, karena itu Allah Swt, menerangkan tentang harta tersebut
dan sebagai karunia dari Allah Swt, dan mengajak umat manusia untuk berusaha
dalam menggapainya.6

Firman Allah Swt, surat Al-Jum’ah Ayat 10:

۟ ُ‫ض َوٱ ْبتَغ‬


ْ َ‫وا ِمن ف‬
‫ض ِل‬ ِ ‫وا ِفى ْٱْل َ ْر‬ ۟ ‫صلَ ٰوة ُ فَٱنتَش ُِر‬‫ت ٱل ه‬ ِ ‫ض َي‬ ِ ُ‫فَإِذَا ق‬
َ‫يرا له َعله ُك ْم ت ُ ْف ِل ُحون‬
‫ٱَّللَ َكثِ ا‬
‫وا ه‬ ۟ ‫ٱَّلل َوٱ ْذ ُك ُر‬
ِ‫ه‬
Artinya : Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu
di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya
kamu beruntung.7

Firman Allah Swt, surat An-Nisa’ ayat 32:

‫يب‬
ٌ ‫َص‬ ِ ‫علَ ٰى بَ ْعض ۚ ِل ِلر َجا ِل ن‬َ ‫ض ُك ْم‬ ‫ض َل ه‬
َ ‫َّللاُ بِ ِه بَ ْع‬ ‫َو َال تَتَ َمنه ْوا َما فَ ه‬
ۗ ‫ض ِل ِه‬ ‫سبْنَ ۚ َوا ْسأَلُوا ه‬
ْ َ‫َّللاَ ِم ْن ف‬ َ َ‫يب ِم هما ا ْكت‬
ٌ ‫ص‬ ِ َ‫اء ن‬ ِ ‫س‬ َ َ‫ِم هما ا ْكت‬
َ ِ‫سبُوا ۖ َو ِللن‬
‫ع ِلي اما‬ َ ‫َّللاَ َكانَ ِب ُك ِل‬
َ ‫ش ْيء‬ ‫ِإ هن ه‬

5
Ruqaiyah Waris Masqood, Harta dalam Islam, Jakarta : Lintas Pustaka, 2003,h. 6
6
Muhammad Mahmud Bably, Kedudukan Harta Menurut Pandangan Islam, Semarang: Kalam
Mulia, 1987, h. 39

7
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, Bandung : CV.Penerbit Diponegoro, 2003, h.
441

5
Artinya : “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang
dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang
lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka
usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan,
dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui segala sesuatu”.8
Menurut para fuqaha harta terdiri dari beberapa bagian, tiap-tiap bagian
memiliki ciri khusus dan hukumnya tersendiri, pembagian harta tersebut
diantaranya adalah sebagai berikut:9
1) Mal Mutaqawwim dan Ghair Mutaqawim
a) Mal Mutaqawwim Mal Mutaqawwim yaitu sesuatu yang boleh
diambil manfaatnya menurut syara’. Harta yang termasuk
mutaqqawim ini ialah semua harta yang baik jenisnya maupun cara
memperolehnya dan pengunaannya. Misalnya, kerbau halal dimakan
oleh umat Islam, tetapi kerbau tersebut disembelih tidak sah menuru
syara’, misalnya dipukul hingga mati, maka daging kerbau tersebut
tidak bisa dimanfaatkan karena cara penyembelihannya batal menurut
syara’.
b) Ghair Mutaqawim Ghair Mutaqawim yaitu sesuatu yang tidak boleh
diambil manfaatnya menurut syara’. Harta ghair mutaqawim ialah
kebalikan dari harta mutaqawim, yakni yang tidak boleh diambil
manfaatnya, baik jenisnya, cara memperolehnya maupun cara
pengunaannya. Misalnya babi termasuk harta Gahir mutaqawim,
karena jenisnya.
2) Mal Mistli dan Mal Qimi
a) Harta Mistli yaitu benda-benda yang ada persamaan dalam kesatuan-
kesatuannya, dalam arti dapat berdiri sebagiannya ditempat yang lain
tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai.

8
Ibid., h. 66

9
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002, h. 19

6
b) Harta Qimi yaitu benda-benda yang kurang dalam
kesatuankesatuaanya, karenanya tidak dapat berdiri sebagian ditempat
sebagian yang lainnya tanpa ada perbedaan.
3) Harta Istihlak dan Harta Isti’mal
a) Harta istihlak yaitu sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaannya dan
manfaatnya secara biasa, kecuali dengan menghabiskannya. Harta
istihlak terbagi dua, ada yang istihlak hakiki dan istihlak haquqi. Harta
istihlak hakiki ialah suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas
nyata zatnya habis sekali digunakan. Misalnya korek api, bila dibakar
maka habislah harta yang berupa kayu itu. Istihlak haquqi ialah harta
yang sudah habis nilainya bila telah digunakan, tetapi zatnya masih
tetap ada. Misalnya uang yang digunakan untuk membayar utang,
dipandang habis menurut hokum walaupun uang tersebut masih utuh,
hanya pindah kepemilikannya.
b) Harta Isti‟mal yaitu sesuatu yang bisa digunakan berulang kali dan
materinya tetap terpelihara.
4) Harta Manqul dan Harta Ghair Manqul
a) Harta Manqul yaitu segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak)
dari satu tempat ke tempat yang lain. Seperti emas, perak, perunggu,
pakaian, kendaraan dan lain-lain.
b) Harta Ghair manqul yaitu sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan
dibawa dari satu tempat ketempat yang lain. Seperti kebun, rumah,
pabrik, sawah dan yang lainnya yang termasuk ghair manqul karena
tidak dapat dipindahkan, dalam hukum perdata positif digunakan
istilah benda bergerak dan benda tetap.
5) Harta Ain dan Harta Dayn
a) Harta ain ialah harta yang berbentuk benda, seperti rumah, pakaian,
beras, kendaraan (mobil) dan yang lainnya.
b) Harta dayn yaitu sesuatu yang berada dalam tangung jawab. Seperti
uang berada dalam tangung jawab seseorang.
6) Mal al-ain dan Mal al-naf’i (manfaat)

7
a) Harta aini yaitu benda yang memiliki nilai dan bentuk (berwujud),
misalnya rumah, ternak dan yang lainnya.
b) Harta nafi‟I ialah a‟radl yang berangsur-rangsur tumbuh menurut
perkembangan masa, oleh karena itu mal al-naf‟i tidak berwujud dan
tidak mungkin disimpan.
7) Harta Mamluk, Mubah, Mahjur
a) Harta Mamluk ialah sesuatu yang masuk ke bawah milik, milik
perorangan maupun milik badan hukum, seperti pemerintah dan
yayasan.
b) Harta Mubah ialah sesuatu yang pada asalnya bukan milik seseorang,
seperti air pada mata air, binatang buruan darat, laut, pohon-pohon
dihutan dan buah-buahannya.
c) Harta Mahjur ialah sesuatu yang tidak dibolehkan dimiliki sendiri dan
memberikan kepada orang lain menurut syari’at, adakalanya benda itu
benda wakaf ataupun benda yang dikhususkan untuk masyarakat
umum, seperti jalan raya, mesjid-mejid, kuburan- kuburan dan
lainnya.
8) Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
a) Harta yang dapat dibagi (mal qabil li al-qismah) ialah harta yang tidak
menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta itu dibagi-
bagi, misalnya beras, tepung.
b) Harta yang tidak dapat dibagi (mal ghair qabil li al-qismah) ialah harta
yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta
tersebut dibagi-bagi, misalnya gelas, kursi, meja, mesin dan yang
lainnya.
9) Harta pokok dan harta hasil (buah)
Harta pokok ialah harta yang mungkin darinya terjadi harta yang lain.
Harta pokok disebut juga modal, misalnya uang emas dan yang
lainnya, contoh harta pokok dan harta hasil seperti bulu domba
dihasilkan dari domba, maka domba merupakan harta pokok dan
bulunya merupakan harta hasil, atau kerbau yang beranak, anaknya

8
dianggap sebagai tsamarah dan induknya yang melahirkannya disebut
harta pokok.
10) Harta Khas dan Am
a) Harta Khas ialah harta pribadi yang tidak bersekutu dengan yang lain,
tidak boleh diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya.
b) Harta Am ialah harta milik umum (bersama) yang boleh diambil
manfaatnya10. Atau harta yang boleh diambil manfaatnya oleh
seseorang atau kelompok akan tetapi dilarang menguasainya secara
pribadi.11

2.2 Fungsi Harta dalam Syariat Islam


Harta berfungsi untuk mencapai kesejahteraan dan kemajuan individu
maupun masyarakat. Namun dalam mencapai tujuan tersebut, Islam senantiasa
menegaskan bahwa tujuan tersebut bukanlah tujuan akhir. Pada hakekatnya tujuan
tersebut adalah sarana untuk mencapai tujuan yang lebih besar dan lebih jauh. Inilah
perbedaan yang esensial antara ekonomi islam dan faham materialisme baik pada
sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis.

Adapun fungsi harta yang sesuai dengan syariat Islam adalah :

1) Berfungsi dalam menyempurnakan pelaksanaan ibadah, bukan hanya


ibadah yang khusus (mahdhah) seperti zakat, haji dan shalat, namun
juga ibadah yang lain seperti kewajiban menutup aurat.

2) Meningkatkan keimanan (ketakwaan) kepada Allah, sebagaimana kata


mutiara sayyidian Ali bin Abi Thalib bahwa kefakiran cenderung
mendekatkan diri kepada kekufuran.

3) Melanjutkan kehidupan dari satu periode kepada periode berikutnya,


sebagaimana firman Allah surah An-nisa’ ayat 9 :

10
Hendi Suhendi. Ibid., h. 19-27
11
M. Solehuddin. Op. cit., h. 98

9
ِ ‫ش الهذِينَ لَ ْو تَ َر ُكوا ِم ْن خ َْل ِف ِه ْم ذُ ِريهةا‬
‫ضعَافاا خَافُوا‬ َ ‫َو ْليَ ْخ‬
‫سدِيداا‬ َ ‫َّللاَ َو ْل َيقُولُوا قَ ْو اال‬
‫علَ ْي ِه ْم فَ ْل َيتهقُوا ه‬
َ
Artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anakanak yang lemah,
yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab
itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.12

4) Menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Firman Allah


surah Al-Qashash ayat 77:

َ‫َصيبَ َك ِمن‬
ِ ‫نس ن‬َ َ ‫اخ َرة َ ۖ َو َال ت‬ ِ ‫ٱل َء‬ْ ‫هار‬ ‫َوٱ ْبت َ ِغ فِي َما ٓ َءات َ ٰى َك ه‬
َ ‫ٱَّللُ ٱلد‬
َ َ‫ٱَّللُ ِإلَي َْك ۖ َو َال تَب ِْغ ْٱلف‬
‫سادَ فِى‬ ‫سنَ ه‬ َ ‫ٱلدُّ ْنيَا ۖ َوأ َ ْحسِن َك َما ٓ أ َ ْح‬
َ‫ٱَّللَ َال يُ ِحبُّ ْٱل ُم ْف ِسدِين‬ ‫ض ۖ ِإ هن ه‬ ِ ‫ْٱْل َ ْر‬

Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah


kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.13

12
Departemen Agama RI, Op. cit., h. 66
13
Ibid., h. 66

10
2.3 Redaksi Dan Terjemahan Ayat-Ayat Tentang Harta dan
Hukumnya
1. Q.S. at-Taghabun (64):14;

ْ َ‫عد ًُّوا لَ ُك ْم ف‬
ۚ ‫احذَ ُرو ُه ْم‬ ِ ‫يَا أَيُّ َها الهذِينَ آ َمنُوا ِإ هن ِم ْن أَ ْز َو‬
َ ‫اج ُك ْم َوأَ ْو َال ِد ُك ْم‬
‫ور َر ِحي ٌم‬ٌ ُ‫غف‬ َ َ‫َّللا‬‫صفَ ُحوا َوتَ ْغ ِف ُروا فَإِ هن ه‬ ْ َ‫َوإِ ْن تَ ْعفُوا َوت‬
Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-
anakmu ada yang menjadi musuh bagimu.1 Maka berhati-hatilah kamu terhadap
mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka)
Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

2. Q.S. at-Taghabun (64):15;

‫إِنه َما أَ ْم َوالُ ُك ْم َوأَ ْو َالدُ ُك ْم فِتْنَةٌ ۚ َو ه‬


َ ‫َّللاُ ِع ْندَهُ أَ ْج ٌر‬
‫ع ِظي ٌم‬
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan
di sisi Allah-lah pahala yang besar.

3. Q.S. al-Kahfi (18): 46;

‫ْٱل َما ُل َو ْٱل َبنُونَ ِزينَةُ ْٱل َح َي ٰوةِ ٱلدُّ ْن َيا ۖ َو ْٱل ٰ َب ِق ٰ َيتُ ٱل ٰ ه‬
‫ص ِل ٰ َحتُ َخي ٌْر‬
‫ِعندَ َر ِب َك ثَ َواباا َو َخي ٌْر أَ َم اًل‬
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-
amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta
lebih baik untuk menjadi harapan.

4. Q.S. An-Nisa’ ayat 5 ;

‫سفَ َها َء أَ ْم َوالَ ُك ُم الهتِي َج َع َل ه‬


‫َّللاُ لَ ُك ْم قِ َيا اما‬ ُّ ‫َو َال تُؤْ تُوا ال‬
‫سو ُه ْم َوقُولُوا لَ ُه ْم قَ ْو اال َم ْع ُروفاا‬
ُ ‫ار ُزقُو ُه ْم فِي َها َوا ْك‬
ْ ‫َو‬

11
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna
akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai
pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan
ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.

5. Q.S. at-Takatsur ayat 1-4

‫) ث ُ هم َك هًل‬٣( َ‫ف ت َ ْعلَ ُمون‬ َ ‫) َك هًل‬٢( ‫) َحت ه ٰى ُز ْرت ُ ُم ْٱل َمقَا ِب َر‬١( ‫أ َ ْل َه ٰى ُك ُم ٱلت ه َكاث ُ ُر‬
َ ‫س ْو‬
)٤( َ‫ف ت َ ْعلَ ُمون‬ َ ‫س ْو‬ َ
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam
kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),
dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.

2.4 Ayat-Ayat Yang Membangun Konsep Harta dan Hukumnya Dalam


Perspektif Islam
1. Q.S. at-Taghabun (64):14-15;

Menurut Hadith Riwayat at-Turmudhiy bersumber dari Ibnu Abbas;


bahwa ada seseorang yang menanyakan tentang ayat ini, maka beliau menjelaskan:
mereka para tokoh dari penduduk Makkah telah memeluk Islam, dan mereka
hendak menemui Nabi saw, tetapi para istri dan anak-anak mereka menolak ajakan
mereka untuk melaksanakan hijrah. Kemudian setelah satu masa, ketika Nabi saw
datang, mereka bersama istri dan anak-anak mereka mengikuti ajakan untuk
berhijrah,tetapi mereka telah melihat masyarakat banyak telah memahami agama,
mendahului mereka, maka turunlah ayat ini, sebagaimana telah disunting
riwayatnya oleh al-Wahidiy dalam kitabnya Asbab an-Nuzul, dan ia menyatakan
bahwa ayat ini termasuk ayat Madaniyyah. 14

14
Ibn Ashur, at-Tahrir wa at-Tanwir . Juz. XV:130

12
2. Q.S. at-Taghabun (64):15;

Menurut H}adith Riwayat Ata’ bin Yasar dan Ibnu Abbas r.a. ayat
tersebut turun di Madinah mengenai kasus Auf bin Malik al-Ashja’iy yang memiliki
keluarga dan anak, pada saat ada perint perang, dia selalu ditangisi dan diratapi oleh
anak dan keluarganya, sehingga hal ini menghalangi dia menunaikan tugas perang,
kasus ini lalu disampaikan kepada Nabi saw, maka turunlah ayat tersebut.7

3. Q.S. al-Kahfi (18): 46;

Ayat ini tidak ada riwayat sabab nuzulnya, tetapi dari sisi
muna>sabah atau korelasinya dengan ayat sebelumnya antara lain; ayat 45
menyebut tentang perumpaan kehidupan dunia yang fana, yang akan tiada arti dan
lenyap, demikian juga harta kekayaan dan harta benda yang dibanggakan di dunia.
8

4. Q.S.an-Nisa’ (4): 5;

Ayat ini juga tidak memiliki sabab nuzul, dengan mengkaji ayat
sebelum dan sesudanya, maka dapat dipahami, bahwa harta adalah modal
kehidupan bagi kelayakan pihak yang berhak dan membutuhkan perlindungan atas
martabat dan harkat penghidupan.

5. Q.S. at-takatsur ayat 1-4 ;

Setiap yang kita nikmati adalah nikmat dari Allah yang kelak akan
ditanya dan dimintai pertanggungjawaban. Mulai dari kesehatan, waktu, harta
hingga anak-anak. Jangan sampai nikmat-nikmat itu justru melalaikan dari akhirat.
Melalaikan dari beribadah kepada Allah. Karena jika sampai demikian, nerakalah
tempatnya.

13
2.5 Konsep Kepemilikan Harta Dalam Islam
2.5.1 Pengertian konsep kepemilikan dalam Islam
Dalam fiqh muamalah Milk didefenisikan sebagai Kekhususan
terhadap pemilik suatu barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas
bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang syar’i. Makna yang
sama juga dijelaskan oleh Rawwas Qal’ah Jie bahwa kepemilikan berarti hubungan
syariah antara manusia dengan sesuatu (harta) yang memberikan hak mutlak kepada
orang itu untuk melakukan pemanfaatan (tasharruf) atas sesuatu itu dan mencegah
15
orang lain untuk memanfaatkannya. Apabila seseorang telah memiliki suatu
benda yang sah menurut syara’, maka orang tersebut bebas bertindak terhadap
benda tersebut, baik akan dijual maupun akan digadaikan, baik dia sendiri maupun
dengan perantara orang lain.16

Menurut istilah milik dapat didefinisikan “suatu ikhtishas yang


menghalangi yang lain, menurut syariat yang membenarkan pemilik ikhtishas itu
untuk bertindak terhadap barang miliknya sekehendaknya kecuali ada
penghalang.17 Sedangkan Wahbah al Zuhaily mendefenisikan bahwa milk adalah
Milk adalah keistimewaan (ikhtishash) terhadap sesuatu yang menghalangi orang
lain darinya dan pemiliknya bebas melakukan tasharruf secara langsung kecuali ada
halangan syar’i.18

Bebereapa defenisi milk tersebut terdapat dua istishash atau


keistimewaan yang diberikan oleh syara’ kepada pemilik harta, diantaranya :

1) Keistimewaan dalam menghalangi orang lain untuk


memanfaatkannya tanpa kehendak atau izin pemiliknya.

15
Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Al Fuqaha`, h. 352
16
Yusuf Qordawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta : Gema Insani Pers, 1997, h. 70
17
Mustafa Ahmad al-Zarqa’, al Madkhal al Fiqh al „Amm, Beirut: Jilid I, Darul Fikr, 1968, h. 240
18
Wahbah al Zuhaily, al Fiqh al Islamy wa Adillatuh, Juz 4, h. 57

14
2) Keistimewaan dalam bertasarruf. Tasarruf adalah : “Sesuatu yang
dilakukan oleh seseorang berdasarkan iradah (kehendak) nya dan syara’
menetapkan batasnya beberapa konsekwensi yang berkaitan dengan hak”.19

Oleh sebab itu, milkiyah (pemilikan) seseorang mempunyai


keistimewaan berupa kebebasan dalam bertasarruf (berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu) kecuali ada halangan tertentu yang diakui oleh syara’. Kata
halangan di sini adalah sesuatu yang mencegah orang yang bukan pemilik suatu
barang untuk mempergunakan atau memanfaatkan dan bertindak tanpa persetujuan
lebih dahulu dari pemiliknya.20

Menurut hukum dasar harta sah dimiliki, kecuali harta yang telah
dipersiapkan untuk umum, misalnya wakaf dan fasilitas umum. Dalam hal ini ada
tiga macam model kepemilikan yaitu :

1) Kepemilikan penuh, yaitu kepemilikan pada benda terkait


sekaligus hak memanfaatkan.

2) Hak memiliki saja, tanpa hak memanfaatkan (misalnya


rumah yang dikontrakkan).

3) Hak menggunakan saja atau disebut kepemilikan hak


guna (si pengontrak). Dalam artian kepemilikan hak
disini tidak boleh digunakan untuk hal-hal yang
menyebabkan adanya pelanggaran.21

2.5.2 Landasan Hukum Memiliki Harta


Dalam Pembukaan UUD 1945 alenia ke empat terdapat konsep
kesinambungan pembangunan yaitu kestabilan ekonomi dan keadilan sosial.
Sedangkan dalam kerangka ekonomi Pancasila, dasar Ketuhanan Yang Maha Esa
dijabarkan lebih lanjut menjadi asas kemanusiaan yang adil dan beradab. Jika

19
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Konstektual, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, h.
55
20
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2000, h.5
21
M. Faruq an Nabahan, Sistem Ekonomi Islam, Yogyakarta : UII Press, 2000, h. 39

15
diterjemahkan ke dalam konsep pembangunan, maka pembangunan pertama
bertujuan menghapus kemiskinan. Karena tidak sesuai dengan kemanusiaan yang
adil dan beradab. Untuk itu prinsip kemanusiaan dirumuskan menjadi pasal 27 ayat
2 UUD 1945 yaitu setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
sesuai dengan kemanusiaan.Dalam hal ini terkait adanya dibolehkannya hak milik.

Adapun cara perolehan hak milik itu telah diatur dalam pasal 584
Kitab Undang- Undang Hukum Perdata ( KUHPdt ), yaitu dengan cara pemilikan.
Tata cara dan ketentuan lain mengenai perolehan hak milik diatur lebih lanjut dalam
pasal 585 – 624 KUHP. 22
Cara memperoleh hak milik atas kebendaan bergerak
yang semula bukan milik siapapun juga, cara memperoleh hak milik binatang
buruan atau perikanan, cara mendapat hak milik atas sesuatu harta karun dan
seterusnya.23

Islam mengharuskan manusia untuk mencari rizki-Nya demi


memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga dengan harta tersebut manusia dapat
memberikan sedekah, infaq dan lain-lain. Namun dalam mencari rizki Allah
haruslah dengan jujur dan bermanfaat. Sikap monopoli serta menguasai barang
untuk dikonsumsi sendiri sangat dilarang, ini menandakan bahwa cara perolehan
hak milik dalam Islam adalah dengan cara yang jujur dan bermanfaat. sebagaimana
firmannya dalam surat An-Nisa ayat 32 :

‫يب‬
ٌ ‫َص‬ ِ ‫علَ ٰى بَ ْعض ۚ ِل ِلر َجا ِل ن‬َ ‫ض ُك ْم‬ ‫ض َل ه‬
َ ‫َّللاُ ِب ِه بَ ْع‬ ‫َو َال تَتَ َمنه ْوا َما فَ ه‬
ۗ ‫ض ِل ِه‬ ‫سبْنَ ۚ َوا ْسأَلُوا ه‬
ْ َ‫َّللاَ ِم ْن ف‬ َ َ‫يب ِم هما ا ْكت‬
ٌ ‫َص‬ ِ ‫اء ن‬ ِ ‫س‬ َ َ‫ِم هما ا ْكت‬
َ ِ‫سبُوا ۖ َو ِللن‬
‫ع ِلي اما‬ َ ‫َّللاَ َكانَ ِب ُك ِل‬
َ ‫ش ْيء‬ ‫ِإ هن ه‬

22
Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia: Teori dan Praktek, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1997,h. 18
23
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab UU Hukum Perdata (Terjemahan), Jakarta: PT. Pradnya
Paramita, 1974, Cet.ke-6, h. 168-169

16
Artinya : “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang
dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang
lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka
usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan,
dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui segala sesuatu”.24
Firman Allah Swt, dalam surat Al-Qashas ayat 73 :
۟ ُ‫وا ِفي ِه َو ِلت َ ْبتَغ‬
‫وا ِمن‬ ۟ ُ‫ار ِلت َ ْس ُكن‬
َ ‫َو ِمن هرحْ َم ِت ِهۦ َج َع َل لَ ُك ُم ٱله ْي َل َوٱلنه َه‬
َ‫ض ِل ِهۦ َولَ َعله ُك ْم ت َ ْش ُك ُرون‬
ْ َ‫ف‬
Artinya : Dan Karena rahmat-Nya, dia jadikan untukmu malam dan
siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari
sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-
Nya. 25
Sebagaimana firman Allah Swt dalam suart Al-Ahqaaf ayat 19:
ْ ‫ع ِملُوا ۖ َو ِلي َُوفِيَ ُه ْم أ َ ْع َمالَ ُه ْم َو ُه ْم َال ي‬
َ‫ُظلَ ُمون‬ ٌ ‫َو ِل ُكل دَ َر َج‬
َ ‫ات ِم هما‬
Artinya : “Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa
yang Telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi mereka (balasan)
pekerjaan-pekerjaan mereka sedang mereka tiada dirugikan”.26

2.5.3 Pembagian Hak Milik


Hak milik dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :

1) Hak milik pribadi ( Al-Milkiyah al-fardiyah) adalah hukum


syara’ yang berlaku bagi zat ataupun manfaat (utility)
tertentu yang memungkinkan siapa saja mendapatkannya
untuk memanfaatkannya barang tersebut, serta memperoleh
kompensasi, baik karena barang yang diambil kegunaannya

24
Deperteman Agama RI, Op.cit, h. 66
25
Ibid, h. 315
26
Ibid, h. 402

17
oleh orang lain (seperti sewa) ataupun karena dikonsumsi
untuk dihabiskan zatnya seperti dibeli barang tersebut.

2) Hak milik umum (al-milikiyah al-aamah) menurut Yuliandi


hak milik umum adalah harta yang telah ditetapkan hak
miliknya oleh assyari’ dan menjadikan harta tersebut sebagai
milik bersama atau seseorang atau sekelompok kecil orang
dibolehkan mendayagunakan harta tersebut, akan tetapi
mereka dilarang untuk menguasainya secara pribadi.

3) Hak milik Negara (al-milikiyah ad-daullah) menurut Yusanto


adalah sebagai harta hak seluruh umat yang pengelolaannya
menjadi wewenang kepala negara, dimana dia bisa
memberikan sesuatu kapada sebagian umat sesuai dengan
kebijaksanaannya. Menurut Yuliadi hak milik negara seperti
harta kharaj, jizyah harta orang murtad, harta yang tidak
memiliki ahli waris, tanah hak milik Negara. 27

Dengan demikian dalam pengelolaannya negara atau pemerintah


bertindak sebagai wasit yang mengawasi interaksi (mu’amalah) pelaku-pelaku
ekonomi dan bisnis dalam wilayah kekuasaannya untuk menjamin tidak
dilanggarnya syari’ah, supaya tidak ada pihakpihak yang zalim atau terzalimi,
sehingga tercipta iklim ekonomi yang sehat.28

2.6 Peranan Harta Dalam Bermuamalah


Harta pada hakikatnya adalah milik bersama, dalam arti ia harus beredar dan
menghasilkan manfaat dan keuntungan bersama, bagi pembeli, bagi penjual, bagi
menyewa, bagi yang bersedekah, bagi penerima sedekah dan lain sebagainya,
semua hendaknya meraih keuntungan. Harta telah dijadikan oleh Allah sebagai

27
Solahuddin,M, Op.cit, h. 66
28
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2007, h. 43

18
pokok kehidupan (qiyaman) untuk manusia, karena itu ia harus dikembangkan, ia
harus produktif dan menghasilkan keuntungan, sehingga biaya hidup hendaknya
diambil dari hasil atau keuntungan pengelolaan harta pokok tersebut Meski
demikian dalam pandangan al-Qur'an, modal tidak boleh menghasilkan dari dirinya
sendiri, tapi hasilnya haruslah dari usaha baik manusia, karena itu riba dan perjudian
dilarang. Dan salah satu ditetapkannya kadar tertentu dari zakat terhadap uang
walau tidak dimanfaatkan, adalah dalam rangka mendorong aktivitas ekonomi,
perputaran dana, serta sekaligus mengurangi spikulasi dan penimbunan. Harta harus
berfungsi sosial, ia harus menjadi media yang membangun hubungan timbal balik
yang harmonis sebagaimana spirit dalam Q.S. al-Hasyr:7;

‫سو ِل َو ِلذِى ْٱلقُ ْر َب ٰى‬ ُ ‫لر‬ ‫سو ِل ِهۦ ِم ْن أ َ ْه ِل ْٱلقُ َر ٰى فَ ِلله ِه َو ِل ه‬


ُ ‫علَ ٰى َر‬َ ُ‫ٱَّلل‬‫هما ٓ أَفَا ٓ َء ه‬
‫سبِي ِل َك ْى َال يَ ُكونَ دُولَ ًۢةا بَيْنَ ْٱْل َ ْغنِيَا ٓ ِء‬ ‫ين َوٱب ِْن ٱل ه‬ َ ٰ ‫َو ْٱليَ ٰت َ َم ٰى َو ْٱل َم‬
ِ ‫س ِك‬
۟ ُ‫وا ۚ َوٱتهق‬
‫وا‬ ۟ ‫ع ْنهُ فَٱنت َ ُه‬
َ ‫سو ُل فَ ُخذُوهُ َو َما نَ َه ٰى ُك ْم‬ ‫ِمن ُك ْم ۚ َو َما ٓ َءات َٰى ُك ُم ه‬
ُ ‫ٱلر‬
ِ ‫شدِيدُ ْٱل ِعقَا‬
‫ب‬ ‫ٱَّللَ ۖ ِإ هن ه‬
َ َ‫ٱَّلل‬ ‫ه‬
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah,
untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang
yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya
saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa
yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

19
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Harta ialah seluruh apapun yang digunakan manusia dalam kehidupan
dunia baik merupakan harta, uang, tanah, kendaraan, rumah, perhiasan,
perabotan rumah tangga, hasil perkebunan, hasil perikanan-kelautan, dan
pakaian termasuk dalam kategori al amwal (harta kekayaan). Ada tiga
pembagian harta, yaitu (a) Mal Mutaqawwim dan Ghair Mutaqawim, (b) Mal
Mistli dan Mal Qimi, (c) Mal Istihlak dan Mal Isti‟mal, (d) Harta Manqul dan
Harta Ghair Manqul, (e) Harta Ain dan Harta Dayn, (f) Mal al-ain dan Mal al-
naf’i (manfaat), (g) Harta Mamluk, Mubah, Mahjur, (h) Harta yang dapat dibagi
dan tidak dapat dibagi, (i) Harta pokok dan harta hasil (buah), (j) Harta Khas dan
Am.

Milk didefenisikan sebagai Kekhususan terhadap pemilik suatu barang


menurut syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaatnya
selama tidak ada penghalang syar’i. kepemilikan berarti hubungan syariah antara
manusia dengan sesuatu (harta) yang memberikan hak mutlak kepada orang itu
untuk melakukan pemanfaatan (tasharruf) atas sesuatu itu dan mencegah orang
lain untuk memanfaatkannya.

3.2 Saran dan Kritik

Manusia sebagai makhluk sosial tentunya tidak terlepas dari interaksi


diantara sesama, terlebih untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagai seorang
muslim harus memperhatikan apakah aktivitas ekonomi yang dilakukan dalam
rangka mencari karunia Allah Swt, seperti harta dan kepemilikan sesuai dengan
prinsip-prinsip syari’ah. Semoga hal ini dapat memberikan wawasan kepada para
praktisi maupun akademisi terkait dengan konsep harta dan kepemilikan dalam
prespekti Islam.

20
DASTAR PUSTAKA

Abdullah , M. Husain, Dirasat fi Al Fikr Al Islami tt.al-Alabij, Adijani, Perwakafan


Tanah di Indonesia: Teori dan Praktek, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997

A. Mas’adi, Ghufron, Fiqh Muamalah Konstektual, Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada, 2002

Ahmad al-Zarqa’, Mustafa, al Madkhal al Fiqh al „Amm, Beirut: Jilid I, Darul Fikr,
1968

An Nabahan, M. Faruq, Sistem Ekonomi Islam, Yogyakarta : UII Press, 2000

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, Bandung : CV.Penerbit


Diponegoro, 2003

Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Patama, 2007

Kaelany HD, Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan, Jakarta : PT Bumi Aksara,


2000

Karim, Adiwarman, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2007

Kumorotomo, Wahyudi, Demokrasi dan Perencanaan Ekonomi, Yogyakarta : PT.


Tiara Wacana Yogya, 1995

K. Lubis, Suhrawardi, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2000

Mannan, M. Abdul, Ekonomi Islam : Teori dan Praktek, Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Wakaf, 1993

Mahmud Bably, Muhammad, Kedudukan Harta Menurut Pandangan Islam,


Semarang: Kalam Mulia, 1987

Qal’ah Jie, Rawwas, Mu‟jam Lughah Al Fuqaha`, tt AT-TASYRI’IY [VOL. 2,


NO.2, 2019] 16

Qordawi, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta : Gema Insani Pers, 1997

21
Solahuddin, M. , Azas-Azas Ekonomi Islam, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada,
2007

Suhendi, Hendi, Fiqih Muamalah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002

Subekti, R, dan R. Tjitrosudibio, Kitab UU Hukum Perdata (Terjemahan), Jakarta:


PT. Pradnya Paramita, 1974

Waris Masqood, Ruqaiyah, Harta dalam Islam, Jakarta : Lintas Pustaka, 2003

Wiranegara, S, Ekonomi dan Keuangan Makna Ekonomi Islam, Jakarta : PT Gita


Karya, 1988

22

Anda mungkin juga menyukai