Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“PARADOKS ZENO DAN KESERBASALAHAN DALAM BERHITUNG”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat dan Sejarah Matematika

Disusun oleh Kelompok 5:


Ardi Zulfan Nainggolan (203130206070)
Revi Eka Mentari (213010206010)
Ni Made Ita Novita (213020206028)
Putri Patisapitri (213030206070)

Dosen Pengampu:
Dr. Sugiharto, M.Pd.
Drs. Karlinah Salamanya, M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan
curahan kasih rahmat-Nya kepada hamba-Nya. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Paradoks Zeno dan
Keserbasalahan dalam Berhitung.” Akhirnya atas izin Tuhan Yang Maha esa
makalah ini dapat di selesaikan. Makalah ini penulis sampaikan kepada dosen mata
kuliah Filsafat dan Sejarah Matematika sebagai salah satu tugas mata kuliah
tersebut. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen yang telah
berjasa mencurahkan ilmu kepada penulis.

Penulis memohon kepada dosen khususnya, umumnya para pembaca


barang kali menemukan kesalahan atau kekurangan dalam karya tulis ini baik dari
segi bahasan maupun isinya harap maklum. Selain itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya
karya-karya tulis yang akan datang.

Palangkaraya, 04 Maret 2022

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …………………………………………………………1

B. Rumusan Masalah ……………………………………………………...2

C. Tujuan Penulisan ……………………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengenalan tentang Zeno ………………………………………………3

B. Paradoks Zeno Dan Keserbasalahan dalam berhitung ………………….5

C. Pemecahan Modern ………………………………………………...…10

D. Dua Paradoks Tambahan ……………………………………………...11

E. Berhitung Sebelum Paradoks Zeno …………………………………....12

F. Berhitung Sesudah Paradoks Zeno ……………………………………13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………………………...15

B. Saran …………………………………………………………………..15

DARFTAR PUSTAKA …………………………………………………………16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paradoks Zeno adalah sebuah pernyataan dari Zeno yang berbeda


dengan pendapat orang lain pada umumnya, namun meskipun berbeda
hebatnya dia bisa menjelaskan dan mempertahankan argumennya sehingga
ditetapkan paradoksnya di dalam sejarah metematika. Paradoknya yang
paling terkenal adalah tentang lomba lari antara Archilles dengan kura-kura.
Apabila dalam kejadian yang serupa dan terus menerus diulangi maka
hasilnya akan tetap sama. Dan adapun hasilnya adalah kemenangan tetap di
miliki oleh kura-kura.
Secara umum pasti orang mengatakan bahwa kura-kura sangat
lambat jika di adu untuk berlari namun berbeda halnya dengan yang satu
ini, kura-kura menang menurut paradoks Zeno. Hal ini dikarenakan
Archilles menyuruh kura-kura duluan berlari dan setelah kura-kura di titik
1 km baru Archilles mulai berlari. Setelah hampir menuju finish yang
berjarak 2 km dari titik start akhirnya kemenangan jatuh kepada kura-kura.
Hal ini merupakan salah satu yang mempengaruhi perkembangan pola fikir
manusia dalam berhitung pada masa itu.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Paradoks Zeno?
2. Mengapa Paradoks Zeno di jadikan sebagai pemisah antara cara
berhitung pada masa sebelum dan sesudahnya?
3. Apa manfaat dari Paradoks Zeno?
4. Bagaimana cara berhitung pada masa sebelum Paradoks Zeno?
5. Bagaimana cara berhitung pada masa sesudah Paradoks Zeno?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa itu Paradoks Zeno.
2. Mengetahui manfaat dari sejarah Paradoks Zeno.
3. Mengetahui cara berhitung baik sebelum maupun sesudah Paradoks
Zeno.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengenalan Tentang Zero

Zeno dikenal banyak orang karena namanya tercantum pada


halaman pertama buku Parmenides karangan Plato. Diperkirakan bahwa
saat itu Zeno berumur 40 tahun, sedang Socrates masih remaja, kisaran usia
20 tahun. Dengan mengetahui bahwa Socrates lahir pada 469 SM, maka
diperkirakan Zeno lahir pada tahun 490 SM. Disinyalir bahwa Zeno
mempunyai hubungan “khusus” dengan Parmenides. Catatan Plato
menyebutkan adanya gosip bahwa mereka saling jatuh cinta saat Zeno
masih muda, dan tulisan Zeno tentang paradoks digunakan untuk
melindungi filsafat Parmenides dari para pengkritiknya. Semua catatan itu
tidak pernah ada dan cerita itu dituturkan oleh tangan kedua. Tulisan
Aristoteles yang terdapat pada Simplicius - terbit ribuan tahun setelah Zeno
- digunakan sebagai acuan.
Zeno dari Elea, lahir pada awal mulainya perang Persia – konflik
antara Timur dan Barat. Yunani dapat menaklukkan Persia, tapi semua filsuf
Yunani tidak pernah berhasil menaklukkan Zeno. Zeno mengemukakan 6
paradoks, teka-teki yang tidak dapat dipecahkan oleh logika filsuf
terkemuka Yunani saat itu. Paradoks yang dilontarkan Zeno
membingungkan semua filsuf Yunani, namun tidak seorang pun dapat
menemukan kesalahan pada logika Zeno. Paradoks ini menjadi sangat
termasyur karena terus “mengganggu” pemikiran para matematikawan; dan
baru dapat dipecahkan hampir 2000 tahun kemudian. Dari enam
paradoksnya, yang paling terkenal, adalah paradoks lomba lari Achilles dan
kura-kura.

3
Achilles yang terkenal dapat berlari cepat berlomba lari dengan
kura-kura yang tidak dapat berlari cepat. Mereka menuju ke arah yang
sama sedangkan kura-kura sedikit di depan Achilles. Betapa pun cepat
Achilles berlari, mula-mula ia harus mencapai dulu tempat kura-kura itu
beranjak. Namun pada saat itu kura-kura telah maju beberapa jarak ke
depan. Kemudian Achilles harus menempuh jarak lagi ke tempat kura-kura
itu namun pada saat itu kura-kura sudah maju lagi.

Demikianlah terus-menerus, Achilles hanya akan selalu mendekati


kura-kura itu. Kesimpulan: Achilles tidak mungkin menyusul kura-kura itu.
(Dikutip dari buku Berhitung sejarah dan pengembangannya, Dali S.
Naga)

Sepintas terkesan bahwa pernyataan tersebut benar, akan tetapi


dalam kenyataannya kita selalu dapat mengejar anak-anak yang berlari di
depan kita, bis dapat menyalib sepeda motor, dan sebagainya. Hal ini yang
mengakibatkan pernyataan tersebut dikatakan paradolos.

Paradoks di atas merupakan cara yang digunakan oleh Zeno untuk


mengungkapkan. ketidaksetujuannya dengan suatu pengertian yang
diungkapkan oleh para pemikir sezamannya (Dali S. Naga).

4
B. Paradoks Zeno Dan Keserbasalahan dalam Berhitung

1. Dikotomi
Paradoks ini dikenal sebagai “dikotomi” karena selalu terjadi
pengulangan pembagian menjadi dua. Gerak adalah tidak dimungkinkan,
sebab apapun yang terjadi gerak harus mencapai (titik) tengah terlebih
dahulu sebelum mencapai (titik) akhir; tapi sebelum mencapai titik tengah
terlebih dahulu mencapai seperempat dan seterusnya, suatu
ketakterhinggaan. Jadi, gerak tidak akan pernah ada bahkan pada saat untuk
memulainya.

2. Perlombaan lari Achilles dan kura-kura

Achilles - kesatria pada perang Troya, mitologi Yunani, berlomba


lari dengan kura-kura, tetapi Achilles tidak dapat mengalahkan kura-kura
yang berjalan lebih dahulu. Untuk memudahkan penjelasan, maka diberikan
ilustrasi dengan menggunakan angka pada paradoks ini.
Bayangkan: Achilles berlari dengan kecepatan 1 meter per detik,
sedangkan kura-kura selalu berjalan dengan kecepatan setengahnya, ½
meter per detik, namun kura-kura mengawali perlombaan dari ½ jarak yang
akan ditempuh (misal: jarak tempuh perlombaan 2 km, maka titik awal/start

5
kura-kura berada pada posisi 1 km, sedang Archilles pada titik 0 km). Kura-
kura berjalan begitu Achilles mencapai tempatnya. Begitu Achilles
mencapai posisi 1 km, kura-kura berada pada posisi 1,5 km; Achilles
mencapai posisi 1,5 km, kura-kura mencapai posisi 1,75; Achilles mencapai
posisi 1,75 km, kura-kura mencapai posisi 1,875 km. Pertanyaannya adalah
kapan Achilles dapat menyusul kura-kura?

4. Anak panah

Zeno berpendapat bahwa satu objek yang sedang terbang, selalu


menepati ruang yang sama besarnya dengan objek tersebut. Dengan kata lain,
Zeno berpendapat bahawa semua objek berada dalam keadaan pegun dan tidak
bergerak sama sekali.
Anak panah bergerak (karena dilepaskan dari busur) pada waktu
tertentu, diam maupun tidak diam. Apabila waktu tidak dapat dibagi, panah
tidak akan bergerak. Apabila waktu kemudian dibagi. Tetapi waktu juga
tersusun dari setiap (satuan) saat. Jadi panah tidak dapat bergerak pada suatu
saat tertentu, tidak dapat bergerak pula pada waktu. Oleh karena itu anak panah
selalu diam.

6
5. Stadion
Paradoks stadion atau lebih dikenali sebagai paradoks pergerakan barisan.

Paradoks ini melibatkan kedudukan baris selari seperti di stadion dan


divisualisasikan sebagai pergerakan tiga baris selari. Terdapat tiga barisan
benda yaitu A, B, dan C di lapangan tengah stadion.
Barisan A terletak diam di tengah lapangan. Sementara B dan C masing-
masing terletak di hujung kanan dan kiri A. Kemudian B dan C akan
bergerak
mendekati A dengan kelajuan yang sama (hendak bersejajar dengan
barisan

7
Orang-orang dulu maupun orang-orang sekarang tidak dapat menerima
uraian Zeno itu sebagai suatu kebenaran. Kita belum dapat menganggap
sebagai kebenaran kalau sekiranya selepas kantor kita tidak dapat pulang
sampai di rumah, hanya karena kita harus menempuh semua titik tengah
dari jalan ke rumah kita itu. Kita juga tidak dapat menerima sebagai
kebenaran kalau sekiranya seorang juara lari tidak dapat menyusul kita
dalam suatu perlombaan, hanya karena ia harus mencapai dulu titik mula
tempat kita beranjak. Dan demikian seterusnya dengan uraian-uraian Zeno
lainnya. Itulah sebabnya maka uraian Zeno itu kita namakan paradoks.

Berabad-abad lamanya orang tidak menemukan bantahan menurut


logikauntuk menyatakan bahwa paradoks Zeno itu tidak benar. Bahkan
ada orang-orang, yang mencoba untuk meniru uraian Zeno guna
mengemukakan paradoks baru.
1. Sextus Empiricus dari Yunani meniru panah Zeno untuk menyatakan
bahwa seseorang tak dapat mati. Namun disayangkan tak dapat
seseorangpun menceritakan bagaimana mungkin terjadi karena Sextus
Empiricus itu sendiri juga mati.
2. Giusseppe Branciani dari Bologna meniru dikotomi Zeno untuk
menyatakan bahwa dua garis tidak mungkin mempunyai ukuran yang
sama.
3. Hui Shin, bisa dikatakan tidak meniru Paradoks Zeno dikarenakan Hui
Shin tidak mengetahui Zeno bahkan tidak mengetahui adanya Yunani.
Ia menyatakan bahwa kuda piatu tidak pernah mempunyai induk.
4. Diogenes, ketika mendengar kriteria panah Zeno ia tidak mengatakan
apa-apa. Ia bangkit dari duduknya, melangkah beberapa langkah dan
kemudian duduk lagi ke tempat semula. Ia hanya mau menunjukkan
bahwa ia dapat bergerak dan tidak mengatakan suatu alasan kalau
logika Zeno dianggap tidak benar. Demikianlah, dari paradoks ini kita
sampai kepada pertanyaan: mana yang benar terhingga atau tak
hingga?

8
Dengan pengertian-pengertian paradoks-paradoks Zeno kita sudah
dapat menduga kepada siapa paradoks Zeno itu ditujukan. Tentunya
siapa itu harus terdiri atas para pemikir pada zaman atau sebelum
zaman Zeno itu sendiri. Anaxagoras telah mengemukakan paham
"bibit" yang tak hingga banyaknya, sehingga dikotomi dan Achilles
agaknya ditujukan pada Anaxagoras, dan Zeno membela paham
gurunya tentang ketunggalan. Di pihak lain Empedocles dan
Democritus telah mengemukakan paham atom sehingga agaknya
panah ditujukan kepada mereka, dan Zeno membela paham gurunya
tentang keserbaterusan alam Tunggal.

Sekalipun mungkin paradox Zeno itu hanya ditujukan para pemikir


zaman Yunani Kuno tetapi ternyata paradox itu telah ikut
menimbulkan masalah dalam berhitung. Apakah dari segi berhitung
murni paradox Zeno itu benar atau keliru? Masalahnya bergantung
kepada pengertian berhitung tentang ketakhinggan. Apabila berhitung
tidak dapa pengertian yang tegas tentang ketakhinggan maka berhitung
pun ikut tert 3/4 kar an kancah paradox. Orang-orang di luar
matematika, ada yang menanggapi positif perkembangan matematika,
ada juga yang menanggapinya dengan nada yang kurang membesarkan
hati, dan ada pula tanggapan yang setengah-setengah yakni
menyambut baik bilangan dan kurang menyambut baik ahli
matematikawan, sebagai berikut:
1) Francis Bacon, ia beranggapan bahwa matematika hanya sekedar
suatu bahan pewarna untuk filsafat alamiah yang murni
2) Eddington, tidak membenarkan ahli matematika murni karena
katanya mereka tadinya datang sebagai pembantu (kepada ilmu
pengetahuan alamiah) tetapi kemudian mereka mengganggap diri
mereka sebagai majikan. Namun Eddington masih tetap
menghargai bilangan.

9
3) De Chardin, menyatakan bahwa manusia telah menemukan
keyakinan yang mutlak dan lengkap pada analisis matematika.
Tidak saja zat telah dinyatakan secara matematika melainkan juga
dapat ditaklukkan oleh matematika.
4) Schopenhauer, menggambarkan berhitung (aritmatika) sebagai
kegiatan jiwa yang paling rendah seperti ditunjukkan oleh
kenyataan bahwa hal itu dapat dilaksanakan oleh mesin,
5) St. Agustinus atau kaisar Romawi, para kaisar Romawi tidak
menyukai matematika, namun secara diam-diam kaisar Romawi
dan gereja Kristen memperkerjakan ahli matematika didalam istana
dan gereja. Hal ini terjadi karena pengetahuan kesehatan dan juga
pengobatan pada zaman itu beranggapan bahwa gerakan bintang
dan planet menentukan cara kerja anggota tubuh manusia. Dan
pengetahuan akan pergerakan benda-benda langit hanya dapat
mereka kuasai melalui matematika.

Dikutuk tetapi diperlukan menyebabkan para ahli matematika


zaman dahulu menghadapi keserbasalahan. Belum lagi mereka
dihadapkan dengan masalah seperti paradoks Zeno itu.
Dari dikotomi Zeno, kita menemukan suatu pengertian
ketakhinggaan tetapi dalam masalh ini pula menemukan pengertian
apakah ketakhinggaan seperti berujung atau tidak. Pengertian
ketakhinggaan yang bermacam-macam ini menimbulkan juga
bermacam-macam tafsiran sehingga kemudian kita menemukan
istilah ketakhinggaan matematika dan ketakhinggaan tulen dari
filsafat, atau ketakhinggaan potensial dan ketakhinggaan sejati

C. Pemecahan Modern
Semua orang tahu bahwa dalam dunia nyata, Achilles pasti dapat
menyusul kura-kura, namun dari argumen Zeno, Achilles tidak akan pernah
dapat menyusul kura-kura. Para filsuf jaman itu pun tidak mampu

10
membuktikan paradoks tersebut, walaupun mereka tahu bahwa kesimpulan
akhirnya adalah salah. “Senjata” filsuf hanya logika, dan deduksi tidaklah
berguna dalam kasus ini. Semua langkah tampaknya masuk akal, dan jika
semua prosedur sudah dijalani, bagaimana kesimpulan yang didapat
ternyata salah.
Mereka terperangah dengan problem tersebut, tetapi tidak
memahami akar permasalahan: ketakterhingga (infinite). Hal ini sama dapat
terjadi apabila anda membagi sebuah mata uang menjadi 1/2, 1/4, 1/8, 1/16,
1/32, 1/64 dan seterusnya sampai tidak terhingga tetapi hasilnya akhirnya
jelas, yaitu: tetap 1 mata uang. Matematikawan modern menyebut fenomena
ini dengan istilah limit; angka 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64, 1/128 dan
seterusnya mendekati angka 0 sebagai titik akhir (limit).
Angka berurutan dengan pola tertentu sampai tidak mempunyai
batas akhir; mereka makin kecil dan bertambah kecil sampai tidak dapat
dibedakan lagi. Orang Yunani tidak mampu menangani ketakterhinggaan.
Mereka berpikir keras tentang konsep kosong (void) tetapi menolak (angka)
0 sebagai angka. Hal ini pula yang membuat mereka pernah dapat
menemukan kalkulus.

D. Dua Paradoks Tambahan

Tidak puas dengan empat paradoks yang dilontarkan. Zeno menambahkan


dua paradoks lain yang tidak kalah rumitnya.

1. Paradoks tentang tempat

Paradoks ini cukup singkat, sehingga Zeno sulit menjelaskannya.


Secara garis besar dapat disederhanakan sbb.: keberadaan segala sesuatu
benda (misal: batu) adalah suatu tempat tertentu (misal: meja), sedangkan
tempat tertentu itupun (meja) memerlukan suatu tempat (misal: rumah) dan
seterusnya sampai ketakterhinggaan.

11
2. Paradoks tentang bulir gandum

Apabila anda menjatuhkan sebuah karung berisi gandum yang


belum dikupas kulitnya akan terdengar suara keras; tetapi suara itu adalah
akibat gesekan bulir-bulir gandum dalam karung; akibatnya setiap bagian
dari bulir-bulir gandum menimbulkan suara saat jatuh ke tanah. Kemudian
pertimbangkanlah menjatuhkan setiap bagian dari bulir gandum itu; kita
semua tahu bahwa tidak ada suara yang terdengar.

E. Berhitung Sebelum Paradoks Zeno

Jika kita meneliti atau menela’ah cara berhitung pada zaman


sebelum paradoks Zeno dan pada zaman sesudahnya maka kita akan
menemukan bagaimana cara orang-orang berhitung pada zaman tersebut
baik sebelum maupun sesudahnya. Perhitungan di sini tentunya memiliki
perbedaan yang begitu nyata sehingga sejak munculnya paradoks Zeno ini
langsung dijadikan sebagai pembatas antara pengetahuan berhitung
sebelum dan sesudahnya.
Sebelum munculnya paradoks zeno berhitung sangat praktis karena
mereka cukup mengikuti cara memecahkan persoalan sesuai dengan yang
diajarkan oleh para ahli berhitung yang ada sebelum mereka.

Pada masa sebelum paradoks Zeno ini persoalan yang diberikan


biasanya tidak rumit dan dapat diselesaikan oleh kalangan masyarakat.
Adapun contoh soal yang dibuat pada masa sebelum paradoks zeno
ini seperti “Berapakah jumlah roti yang harus dibagikan kepada dua orang
sehingga orang pertama mendapat bagian roti lebih banyak daripada orang
kedua apabila orang kedua itu diberikan roti sebanyak sekian”. Atau soal
yang lain misalnya “Berapakah luas persegi apabila persegi itu memiliki sisi
sekian”. Seperti inilah gambaran soal yang diberikan kepada mereka pada
zaman sebelum paradoks zeno ini.

12
Untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, mereka tidak perlu
mencari dan menjelaskan cara menyelesaikan atau cara mereka
mendapatkan kenapa jawabannya seperti demikian yang terpenting adalah
mereka bisa menjawab dengan benar tidak mau tau apakah cara mereka
salah atau benar dalam mencari jawaban karena yang dibutuhkan saat itu
adalah jawaban yang benar bukan cara menjawab.

F. Berhitung Sesudah Paradoks Zeno

Sesudah paradoks zeno soal-soal berhitung mulai bertambah dengan


bentuk yang menunjukkan corak yang berbeda dengan sebelumnya. Paling
sedikit ada dua buah cara yang menunjukkan perbedaan dengan cara
sebelumnya. Pertama, dalam menyelesaikan soal perhitungan mereka mulai
dituntut untuk memberikan alasan mengapa mereka menjawab seperti itu,
sehingga mereka harus memahami konsep perhitungan dengan benar untuk
mendapatkan jawaban yang benar. Disini mereka harus lebih ekstra dalam
menyelesaikan perhitungan serta tidak boleh lari dari dalil-dalil yang telah
dipelajari sebelumnya yakni dalil-dalil yang telah dibuktikan kebenarannya.

Kedua, pada zaman paradoks zeno atau pada zaman sesudahnya


tidak saja berhitung itu menampilkan soal-soal praktis melainkan
menampilkan soal-soal yang berkenaan dengan unsur dasar pengetahuan
berhitung itu sendiri, yakni bilangan. Pada peristiwa pelari yang menempuh
jarak lari tertentu tidak saja dikemukakan soal berapa lama pelari itu bisa
menempuh jarak yang ditentukan. Namun juga di permasalahkan atau
dipersoalkan berapa kecepatan pelari itu agar dapat menempuh jarak yang
ditentukan. apabila data yang diperlukan sudah diketahui maka akan ada
persoalan berikutnya yaitu bagaimana mungkin pelari itu dapat mencapai
tujuannya. Orang umum pasti langsung berpikir bahwa pelari itu pasti dapat

13
mencapai tujuannya. Pernyataan inilah yang harus dibuktikan secara
demonstratif.
Jika disini kita menggunakan paradoks zeno sebagai batas antara dua
corak berhitung sebelum dan sesudahnya maka itu bukan berarti bahwa
paradoks zeno itulah yang menimbulkan peralihan. Paradoks zeno hanyalah
sebagai cerminan antara cara berpikir orang-orang sebelumnya dan orang-
orang sesudahnya.
Kemajuan ilmu pengetahuan berhitung berkembang karena banyak
sekali disiplin ilmu yang membutuhkan perhitungan. Misalnya
Anaximander telah mengemukakan pikiran tentang apeiron sehingga
membawa masalah ketakterhinggaan kedalam pikiran manusia, Pythagoras
telah mengaitkan bilangan degan besaran-besaran, Anaxagoras telah
mengemukakan pikiran tentang bibit yang tak hingga banyaknya sehingga
bersama Democritus menampilkan pengertian atom yang menjadi satuan
dasar dalam berbagai besaran, dan Parmenides telah mengemukakan
pengertian ketunggalan alam atau monoisme sera pengertian keberseteruan
kontinum. Hal ini semua menjadikan mereka mempelajari ilmu berhitung
dengan lebih mendalam.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Zeno merupakan seseorang yang dijadikan menjadi batasan tentang


pola fikir orang yang hidup sebelumnya atau sesudahnya. Zeno memiliki 6
paradoks yaitu Dikhotomi, Perlombaan lari antara Achiles dan kura-kura,
anak panah, stadion, paradoks tentang tempat, dan paradoks tentang bulir
gandum.
Berhitung sebelum munculnya paradoks zeno cenderung lebih
praktis sedangkan sesudah itu lebih bercorak teoritis. Dan bersama itu kita
mengenal dua jenis bahan berhitung yang berkembang pada zaman sebelum
dan sesudah paradoks zeno yang masing-masing dapat saja diungkapkan
secara praktis atau secara teoritis. Pertama adalah berhitung tentang jumlah
sesuatu dan kedua adalah berhitung tentang ukuran dan bentuk sesuatu.
Dalam masalah berhitung tentang jumlah sesuatu ini kemudian berkembang
menjadi aljabar.

B. Saran

Teruslah cari sejarah tentang matematika agar kita dapat mengambil


pelajaran lah cari sejarah tentang matematika agar kita dapat mengambil
pelajaran yang terkandung di dalamnya. Karena jika kita tidak mau mencari
sejarah sesuatu namun kita mempelajari ujungnya saja maka kita tidak akan
pernah tau kegunaan ilmu yang kita pelajari atau sedikit sekali kita tau
manfaat dari pelajaran yang kita pelajari.

15
DAFTAR PUSTAKA

S. Naga Dali.”Berhitung Sejarah dan Perkembangannya”. PT Gramedia Jakarta.


Jakarta:1980

http://matemathishocolate.blogspot.com/2010/12/sejarah-berhitung-dan-
perkembangannya.html

http://fauzi-rahma.blogspot.com/

http://sainstory.wordpress.com/

http://sainsmatika.blogspot.com/

http://www.widyalaya.info/

http://ahmadrustam88.blogspot.com/2013_06_01_archive.html

http://www.engineeringtown.com/kids/

http://nteney-njio.blogspot.com/2012/07/sejarah-berhitung.html

16

Anda mungkin juga menyukai