Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat dan Sejarah Matematika
Dosen Pengampu:
Dr. Sugiharto, M.Pd.
Drs. Karlinah Salamanya, M.Pd.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan
curahan kasih rahmat-Nya kepada hamba-Nya. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Paradoks Zeno dan
Keserbasalahan dalam Berhitung.” Akhirnya atas izin Tuhan Yang Maha esa
makalah ini dapat di selesaikan. Makalah ini penulis sampaikan kepada dosen mata
kuliah Filsafat dan Sejarah Matematika sebagai salah satu tugas mata kuliah
tersebut. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu dosen yang telah
berjasa mencurahkan ilmu kepada penulis.
Kelompok 5
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan …………………………………………………………...15
B. Saran …………………………………………………………………..15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Paradoks Zeno?
2. Mengapa Paradoks Zeno di jadikan sebagai pemisah antara cara
berhitung pada masa sebelum dan sesudahnya?
3. Apa manfaat dari Paradoks Zeno?
4. Bagaimana cara berhitung pada masa sebelum Paradoks Zeno?
5. Bagaimana cara berhitung pada masa sesudah Paradoks Zeno?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa itu Paradoks Zeno.
2. Mengetahui manfaat dari sejarah Paradoks Zeno.
3. Mengetahui cara berhitung baik sebelum maupun sesudah Paradoks
Zeno.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Achilles yang terkenal dapat berlari cepat berlomba lari dengan
kura-kura yang tidak dapat berlari cepat. Mereka menuju ke arah yang
sama sedangkan kura-kura sedikit di depan Achilles. Betapa pun cepat
Achilles berlari, mula-mula ia harus mencapai dulu tempat kura-kura itu
beranjak. Namun pada saat itu kura-kura telah maju beberapa jarak ke
depan. Kemudian Achilles harus menempuh jarak lagi ke tempat kura-kura
itu namun pada saat itu kura-kura sudah maju lagi.
4
B. Paradoks Zeno Dan Keserbasalahan dalam Berhitung
1. Dikotomi
Paradoks ini dikenal sebagai “dikotomi” karena selalu terjadi
pengulangan pembagian menjadi dua. Gerak adalah tidak dimungkinkan,
sebab apapun yang terjadi gerak harus mencapai (titik) tengah terlebih
dahulu sebelum mencapai (titik) akhir; tapi sebelum mencapai titik tengah
terlebih dahulu mencapai seperempat dan seterusnya, suatu
ketakterhinggaan. Jadi, gerak tidak akan pernah ada bahkan pada saat untuk
memulainya.
5
kura-kura berada pada posisi 1 km, sedang Archilles pada titik 0 km). Kura-
kura berjalan begitu Achilles mencapai tempatnya. Begitu Achilles
mencapai posisi 1 km, kura-kura berada pada posisi 1,5 km; Achilles
mencapai posisi 1,5 km, kura-kura mencapai posisi 1,75; Achilles mencapai
posisi 1,75 km, kura-kura mencapai posisi 1,875 km. Pertanyaannya adalah
kapan Achilles dapat menyusul kura-kura?
4. Anak panah
6
5. Stadion
Paradoks stadion atau lebih dikenali sebagai paradoks pergerakan barisan.
7
Orang-orang dulu maupun orang-orang sekarang tidak dapat menerima
uraian Zeno itu sebagai suatu kebenaran. Kita belum dapat menganggap
sebagai kebenaran kalau sekiranya selepas kantor kita tidak dapat pulang
sampai di rumah, hanya karena kita harus menempuh semua titik tengah
dari jalan ke rumah kita itu. Kita juga tidak dapat menerima sebagai
kebenaran kalau sekiranya seorang juara lari tidak dapat menyusul kita
dalam suatu perlombaan, hanya karena ia harus mencapai dulu titik mula
tempat kita beranjak. Dan demikian seterusnya dengan uraian-uraian Zeno
lainnya. Itulah sebabnya maka uraian Zeno itu kita namakan paradoks.
8
Dengan pengertian-pengertian paradoks-paradoks Zeno kita sudah
dapat menduga kepada siapa paradoks Zeno itu ditujukan. Tentunya
siapa itu harus terdiri atas para pemikir pada zaman atau sebelum
zaman Zeno itu sendiri. Anaxagoras telah mengemukakan paham
"bibit" yang tak hingga banyaknya, sehingga dikotomi dan Achilles
agaknya ditujukan pada Anaxagoras, dan Zeno membela paham
gurunya tentang ketunggalan. Di pihak lain Empedocles dan
Democritus telah mengemukakan paham atom sehingga agaknya
panah ditujukan kepada mereka, dan Zeno membela paham gurunya
tentang keserbaterusan alam Tunggal.
9
3) De Chardin, menyatakan bahwa manusia telah menemukan
keyakinan yang mutlak dan lengkap pada analisis matematika.
Tidak saja zat telah dinyatakan secara matematika melainkan juga
dapat ditaklukkan oleh matematika.
4) Schopenhauer, menggambarkan berhitung (aritmatika) sebagai
kegiatan jiwa yang paling rendah seperti ditunjukkan oleh
kenyataan bahwa hal itu dapat dilaksanakan oleh mesin,
5) St. Agustinus atau kaisar Romawi, para kaisar Romawi tidak
menyukai matematika, namun secara diam-diam kaisar Romawi
dan gereja Kristen memperkerjakan ahli matematika didalam istana
dan gereja. Hal ini terjadi karena pengetahuan kesehatan dan juga
pengobatan pada zaman itu beranggapan bahwa gerakan bintang
dan planet menentukan cara kerja anggota tubuh manusia. Dan
pengetahuan akan pergerakan benda-benda langit hanya dapat
mereka kuasai melalui matematika.
C. Pemecahan Modern
Semua orang tahu bahwa dalam dunia nyata, Achilles pasti dapat
menyusul kura-kura, namun dari argumen Zeno, Achilles tidak akan pernah
dapat menyusul kura-kura. Para filsuf jaman itu pun tidak mampu
10
membuktikan paradoks tersebut, walaupun mereka tahu bahwa kesimpulan
akhirnya adalah salah. “Senjata” filsuf hanya logika, dan deduksi tidaklah
berguna dalam kasus ini. Semua langkah tampaknya masuk akal, dan jika
semua prosedur sudah dijalani, bagaimana kesimpulan yang didapat
ternyata salah.
Mereka terperangah dengan problem tersebut, tetapi tidak
memahami akar permasalahan: ketakterhingga (infinite). Hal ini sama dapat
terjadi apabila anda membagi sebuah mata uang menjadi 1/2, 1/4, 1/8, 1/16,
1/32, 1/64 dan seterusnya sampai tidak terhingga tetapi hasilnya akhirnya
jelas, yaitu: tetap 1 mata uang. Matematikawan modern menyebut fenomena
ini dengan istilah limit; angka 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64, 1/128 dan
seterusnya mendekati angka 0 sebagai titik akhir (limit).
Angka berurutan dengan pola tertentu sampai tidak mempunyai
batas akhir; mereka makin kecil dan bertambah kecil sampai tidak dapat
dibedakan lagi. Orang Yunani tidak mampu menangani ketakterhinggaan.
Mereka berpikir keras tentang konsep kosong (void) tetapi menolak (angka)
0 sebagai angka. Hal ini pula yang membuat mereka pernah dapat
menemukan kalkulus.
11
2. Paradoks tentang bulir gandum
12
Untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, mereka tidak perlu
mencari dan menjelaskan cara menyelesaikan atau cara mereka
mendapatkan kenapa jawabannya seperti demikian yang terpenting adalah
mereka bisa menjawab dengan benar tidak mau tau apakah cara mereka
salah atau benar dalam mencari jawaban karena yang dibutuhkan saat itu
adalah jawaban yang benar bukan cara menjawab.
13
mencapai tujuannya. Pernyataan inilah yang harus dibuktikan secara
demonstratif.
Jika disini kita menggunakan paradoks zeno sebagai batas antara dua
corak berhitung sebelum dan sesudahnya maka itu bukan berarti bahwa
paradoks zeno itulah yang menimbulkan peralihan. Paradoks zeno hanyalah
sebagai cerminan antara cara berpikir orang-orang sebelumnya dan orang-
orang sesudahnya.
Kemajuan ilmu pengetahuan berhitung berkembang karena banyak
sekali disiplin ilmu yang membutuhkan perhitungan. Misalnya
Anaximander telah mengemukakan pikiran tentang apeiron sehingga
membawa masalah ketakterhinggaan kedalam pikiran manusia, Pythagoras
telah mengaitkan bilangan degan besaran-besaran, Anaxagoras telah
mengemukakan pikiran tentang bibit yang tak hingga banyaknya sehingga
bersama Democritus menampilkan pengertian atom yang menjadi satuan
dasar dalam berbagai besaran, dan Parmenides telah mengemukakan
pengertian ketunggalan alam atau monoisme sera pengertian keberseteruan
kontinum. Hal ini semua menjadikan mereka mempelajari ilmu berhitung
dengan lebih mendalam.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
http://matemathishocolate.blogspot.com/2010/12/sejarah-berhitung-dan-
perkembangannya.html
http://fauzi-rahma.blogspot.com/
http://sainstory.wordpress.com/
http://sainsmatika.blogspot.com/
http://www.widyalaya.info/
http://ahmadrustam88.blogspot.com/2013_06_01_archive.html
http://www.engineeringtown.com/kids/
http://nteney-njio.blogspot.com/2012/07/sejarah-berhitung.html
16