Anda di halaman 1dari 24

KELOMPOK 6

Hubungan Istimewa
dan Penentuan Harga
• Annisa Triyekti Nugroho (205030401111023)

• Indah Nur Octavia (205030407111013)

• Mutiara Zahra Arsyita (205030400111025)

• Nanda Aprilia (205030401111013)

• Risqi Putri Rahmawati (205030400111027)

Anggota • Talitha Surya Zabrina (205030407111017)

Kelompok
Sub Pokok Jenis Hubungan Istimewa
Pembahasan
Praktik Penentuan Harga

dalam Hubungan Istimewa

Kasus Hubungan Istimewa

Penentuan Harga Transfer


Antar Divisi dalam
Perusahaan
Jenis
Kriteria Hubungan Istimewa
Hubungan
Pasal 18 ayat (4) UU PPh menyatakan bahwa hubungan
istimewa sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (3), (3d), Pasal 9 Istimewa
ayat (1)(f), dan Pasal 10 ayat (1) dianggap ada jika :
a. Wajib pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau
tidak langsung minimal 25% pada wajib pajak lain dan
hubungan antara wajib pajak dengan penyertaan minimal 25%
pada dua wajib pajak atau lebih
b. Wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya atau dua atau
lebih wajib pajak berada di bawah penguasaan yang sama, baik
langsung maupun tidak langsung
c. Terdapat hubungan keluarga, baik sedarah maupun semenda
dalam garis keturunan lurus dan/atau kesamping satu derajat
Hubungan istimewa antar wajib pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau
keterikatan satu sama lain yang disebabkan oleh :
• Kepemilikan atau penyertaan modal langsung atau tidak langsung
• Penguasaan langsung atau tidak langsung melalui manajemen atau penggunaan
teknologi
• Untuk wajib pajak OP karena hubungan darah atau perkawinan

1. Hubungan Istimewa karena Kepemilikan


Hubungan istimewa karena kepemilikan atau penyertaan modal terjadi jika ada :
• Penyertaan modal langsung atau tidak langsung sebesar 25% atau lebih pada WP
lainnya
• Hubungan antara wajib pajak dengan penyertaan 25% atau lebih pada dua WP
atau lebih
• Hubungan antara dua WP atau lebih yang modalnya sebesar 25% atau lebih
dimiliki oleh pihak yang sama
Contoh
Jika PT P memiliki 20% saham PT Q dan PT R. Selanjutnya PT Q memiliki 25%
saham PT R. Pada contoh ini, yang dianggap mempunyai hubungan istimewa
adalah PT Q dengan R karena adanya kepemilikan langsung 25%. Sedangkan
antara PT P dengan PT Q atau PT R, tidak terdapat hubungan istimewa karena
tidak memenuhi batas minimal yaitu 25%.

2. Hubungan Istimewa karena Penguasaan


Pasal 18 ayat (4)(b) menyatakan bahwa hubungan istimewa penguasaan terjadi
jika :
(1) Wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya
(2) Dua atau lebih wajib pajak berada di bawah penguasaan yang sama, baik
langsung maupun tidak langsung
Misalnya Sdr A dan B adalah Direktur PT X. Sdr B juga menjadi komisaris PT Y.
Anak Sdr B adalah direktur PT AA. Dalam contoh ini dengan posisi Sdr B sebagai
direktur PT X dan juga komisaris PT Y, maka antara PT X dan PT Y dianggap ada
hubungan istimewa karena berada di bawah manajemen langsung yang sama.
Demikan juga antara PT X, PT Y, dan PT AA, karena ada hubungan darah antara
Sdr B dengan anak Sdr B, maka ketiga badan dianggap berada dalam penguasaan
manajemen langsung yang sama.

3. Hubungan Istimewa karena Darah atau Perkawinan


Pasal 18 ayat (4)(c) UU PPh : hubungan istimewa dapat terjadi karena hubungan
keluarga, baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke
samping satu derajat.
• Hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah
ayah, ibu, dan anak.
• Hubungan keluarga sedarah kesamping satu derajat adalah saudara (kandung,
seayah, atau seibu).
• Hubungan semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah mertua
dengan menantu atau orang tua dengan anak tiri.
• Hubungan semenda keluarga semenda ke samping satu derajat adalah ipar.

Apabila antara suami dan istri melakukan pemisahan harta dan penghasilan
karena putusan hakim, perjanjian tertulis, maka antara suami dan istri tersebut
terdapat hubungan istimewa karena perkawinan.
Praktik Transfer Pricing dalam Peraturan Perpajakan Indonesia
Penentuan
Pasal 18 ayat (3) UU PPh menyebutkan bahwa Direktorat Jenderal
Harga Pajak (DJP) berwenang untuk menentukan kembali besarnya

dalam Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai


hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan
Hubungan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh
hubungan istimewa (arm’s length principle) dengan
Istimewa menggunakan metode perbandingan harga antara pihak yang
independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-
plus, atau metode lainnya.
Dalam Peraturan Dirjen Pajak juga diatur bahwa arm’s length principle dilakukan
dengan menggunakan langkah-langkah :
(i) melakukan analisis kesebandingan dan menentukan pembanding
(ii) menentukan metode penentuan harga transfer yang tepat
(iii) menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha
(iv) mendokumentasikan setiap langkah dalam menentukan Harga Wajar
atau Laba Wajar
Metode yang dapat digunakan untuk menentukan harga transfer wajar yang
dilakukan oleh perusahaan multinasional yang melakukan transfer pricing, yaitu :
a. Metode perbandingan harga (Comparable Uncontrolled Price/CUP)
b. Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM)
c. Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method)
d. Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM)
e. Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin
Method/TNMM)
Hal yang menyebabkan DJP lemah dalam masalah transfer pricing adalah
kurangnya database informasi yang dimiliki oleh DJP. Kalau pun
databasenya tersedia, tetapi sangat sedikit fiskus yang menguasai atau
dapat mengakses database tersebut. Padahal untuk menggunakan metode-
metode penerapan harga transfer sebagaimana diungkapkan di atas sangat
dibutuhkan database yang lengkap tentang keadaan ekonomi, produk,
industri, tingkat laba, perusahaan, royalti, lisensi, harga jasa-jasa, dan
sebagainya, termasuk juga database perusahaan-perusahaan multinasional
di Indonesia yang melakukan praktik transfer pricing.
Hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian
Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak untuk memitigasi dan
meminimalkan risiko kehilangan penerimaan negara akibat dari praktik
abuse of transfer pricing adalah :
1. Memperkuat sumber daya manusia yang ahli dalam bidang transfer
pricing
2. Memperkuat institusi yang khusus mengurusi tentang transfer pricing
3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas database serta accessibility
terhadap database tersebut
4. Menerapkan Advance Pricing Agreement (APA) dengan Wajib Pajak
maupun dengan negara lain
5. Menerapkan Mutual Agreement Procedure (MAP) dengan negara lain
dengan lebih intensif
Kasus Hubungan Istimewa
KASUS 1

Adanya kasus transfer pricing antara PT. Adaro Indonesia dengan anak
perusahaanya yaitu Coaltrade services International Pte Ltd, telah
menunjukan bahwa adanya indikasi penyalahgunaan sistem harga
transfer yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Sistem harga
transfer sejatinya merupakan suatu harga jual khusus yang dipakai
dalam pertukaran antar divisional untuk mencatat pendapatan divisi
penjual (selling division) dan biaya divisi pembeli (buying divison) (Henry
Simamora, 1999:272) serta terkadang digunakan untuk mengevaluasi
kinerja divisi dan memotivasi manajer divisi penjual dan divisi pembeli
menuju keputusan-keputusan yang serasi dengan tujuan perusahaan
secara keseluruhan. (Joshua Ronen and George McKinney, 1970:100-101).
Namun praktik yang dilakukan oleh perusahaan, khususnya perusahaan
multinasional sering tidak sesuai dengan apa yang seharusnya mereka lakukan
atau tidak sesuai dengan mekanisme sistem harga transfer yang sesungguhnya.
Dimana perusahaan melakukan praktik transfer pricing ini hanya untuk
menghindari pungutan pajak dalam negeri supaya penghasilan perusahaan atau
pemegang saham menjadi lebih tinggi.
KASUS 2

Sebuah perusahaan X Corp berkedudukan di negara X memiliki anak perusahaan


di Indonesia, yaitu PT ABC, yang bergerak di bidang industri mainan. Untuk
memproduksi mainan yang dijual di Indonesia, PT ABC mengimpor bahan baku
dari X Corp. Harga wajar bahan baku tersebut dipasar misal US$ 10/pcs. Tapi,
dalam transaksi antara X Corp dengan PT ABC, harga bahan baku yang sama
dijual dengan harga US$ 30/pcs. Sehingga ada mark up sebesar US$ 20/pcs.
Harga US$ 10/pcs ini tidak akan mungkin terjadi jika transaksi tersebut dilakukan
dengan perusahaan yang bukan dalam satu grup atau tidak mempunyai
hubungan istimewa. Sehingga tidak terjadi prinsip harga pasar wajar pada
transaksi ini (arm’s length price principle).
Penentuan Harga Transfer Antar Divisi
dalam Perusahaan
1. Metode Harga Pasar
Dalam metode ini, harga transfer ditentukan berdasarkan harga pasarnya yang kemudian
dikurangi dengan biaya-biaya yang dapat dihindari, karena produk ditransfer dari divisi
tertentu ke divisi lainnya. Biaya-biaya yang dapat dikurangi tersebut, antara lain, potongan
volume, biaya penyimpanan, biaya advertensi, komisi penjualan, dan biaya penagihan.

Metode harga pasar memiliki kelemahan, diantaranya sebagai berikut :


a. Tidak semua produk yang ditansfer memiliki harga pasar
b. Harga pasar sering berubah sehingga harga transfer harus diubah
c. Sering terdapat beberapa macam harga pasar untuk produk yang sama
d. Penghematan biaya dalam bentuk biaya yang dapat dihindari hanya dinikmati oleh divisi
pembeli
Contoh soal :
PT Maju memiliki dua pusat laba yaitu Divisi A dan Divisi B. Produk Divisi A, yaitu
produk X, sebagian dijual kepada pihak luar dan sebagian lainnya ditransfer ke
Divisi B untuk diolah lebih lanjut. Harga jual per unit produk X kepada pihak lain
sebesar Rp 360. Berapakah biaya produksi dan non produksi produk X di Divisi A
per unitnya?
Jawab :
Berdasarkan data tersebut, biaya yang dapat dikurangi sebesar Rp 40, sehingga :
Harga pasar per unit Rp 360
Biaya dapat dihindari Rp 40 (-)
Harga transfer per unit Rp 320

Maka harga transfer per unitnya sebesar Rp 320


2. Metode Biaya Ditambah Laba
Metode ini digunakan pada saat kondisi-kondisi seperti, di pasar tidak tersedia
harga pasar produk yang ditransfer, di pasar terdapat beberapa harga pasar
produk yang ditransfer dan produk yang ditransfer sifatnya khusus atau rahasia.
Pemakaian metode biaya ditambah laba mengharuskan manajemen membuat dua
keputusan penting, antara lain :
a. Keputusan komponen biaya yang diperhitungkan ke dalam harga transfer
b. Keputusan komponen laba yang diperhitungkan ke dalam harga transfer

Komponen biaya tersebut meliputi biaya penuh sesungguhnya (actual full costs),
biaya penuh standar (standard full costs), biaya variabel sesungguhnya (actual
variable costs), dan biaya variabel standar (standard variable cost).
Metode penentuan harga transfer berdasar biaya ditambah laba ini menimbulkan
beberapa macam masalah sehingga untuk mengatasinya memerlukan beberapa
pertimbangan manajemen. Masalah yang timbul tersebut, antara lain :
a. Bagaimana mendorong pusat laba penjual untuk tetap menjaga kualitas produk
dan meningkatkan produktivitas
b. Komponen biaya apa saja yang disetujui sebagai dasar penentuan harga
transfer
c. Penentuan komponen laba dan besarnya laba pusat laba penjual yang disetujui
dalam harga transfer
d. Pusat laba penjual dijamin memperoleh laba namun pusat laba pembeli belum
tentu dapat mencapai laba
e. Prestasi masing-masing pusat laba harus dapat ditentukan dengan jelas,
ketidakefisienan pusat laba penjual tidak kalah mempengaruhi prestasi pusat
laba pembeli
Contoh soal :
PT Maju memiliki dua pusat laba yaitu Divisi A dan Divisi B. Produk Divisi A, yaitu
produk X, sebagian dijual kepada pihak luar dan sebagian lainnya ditransfer ke
Divisi B untuk diolah lebih lanjut. Harga jual per unit produk X kepada pihak lain
sebesar Rp 360. Apabila PT Maju menggunakan harga transfer berdasar biaya
ditambah laba sebesar 25% dari biaya, berapakah harga transfer berdasar biaya
penuh sesungguhnya ditambah laba?
Jawab :
Biaya produksi variabel Rp 160
Biaya produksi tetap Rp 30
Biaya non-produksi variabel yang tidak dapat dihindari (Rp 60-Rp 40) Rp 20
Biaya non-produksi tetap Rp 50 (+)
Biaya penuh sesungguhnya per unit Rp 260
Laba (25% x Rp 260) Rp 65 (+)
Harga transfer per unit Rp 325
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai