Oleh:
Dody Alpayet :
Abstrak
Latar belakang: rumah sakit jiwa sebagai tempat rehabilitas penderita gangguan jiwa dalam
( PMI) di Indonesia jumlahnya terbatas dan tidak sesuai dengan jumlah PMI. Masyarakat
dapat berkontribusi dalam memfasilitasi tempat pemulihan dan rehabilitas PMI termasuk
pesantren. Beberapa pesantren menyediakan PMI untuk membantu proses pemulihan.
Pemulihan merupakan aspek penting untuk menilai keberhasilan rehabilitas PMI. Meski
demikian belum ada Penelitian yang dilakukan pondok pesantren terhadap pemulihan PMI.
Tujuan; penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi presepsi pemulihan dari pengasuh
yang menangani PMI di pesantren dan faktor-faktor yang mempengaruhi pemulihan.
Metode: data diperoleh dari 3 pondok pesantren memberikan rehabilitasi bagi PMI dengan
focus group discussion (FGD). Data dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif.
Hasil : memiliki komunikasi yang baik merupakan kriteria pemulihan yang disebutkan dalam
kebanyakan oleh pengasuh ada tiga faktor terbesar yang mempengaruhi pemulihan
berdasarkan pengasuh seperti doa atau agama diikuti dengan dukungan sosial dari keluarga
dan lingkungan dan juga melakukan aktivitas.
Kesimpulan: Hasil PMI mungkin menggambarkan kesembuhan para penyedia layanan
kesehatan dapat memberikan intervensi yang dapat mendukung proses pemulihan di PMI.
A. Pendahuluan
Prevalensi gangguan jiwa termasuk gangguan mental berat seperti skizofrenia
dan gangguan mental emosional tergolong tinggi di di Indonesia. Berdasarkan data
nasional penelitian kesehatan 2013 prevalensi gangguan mental emosional di seluruh
dunia adalah 6% sedangkan gangguan jiwa berat sebesar 1%. Di Jawa tengah
gangguan ji jiwa meningkat dari tahun 2007 hingga 2011 dari 0,409% menjadi 7, 8%.
data dari rumah sakit jiwa (RMH) Dr amino gondohutomo Semarang menyebutkan
jumlah pasien rawat inap sebanyak 3914 dengan 99% menderita skizofrenia dan
gangguan mental emosional.
Orang dengan gangguan jiwa memiliki beberapa gejala bentuk gangguan jiwa
seperti psikosis halusinasi dan delusi gangguan bicara kehilangan motivasi dan
gangguan kognitif. Beberapa gejala tersebut dapat menyebabkan disfungsi sosial dan
kerja kurangnya hubungan interpersonal penurunan perawatan pribadi dan mortalitas
atau morbiditas. Tidak hanya itu orang yang menderita kelainan ini juga mempunyai
penyakit kedua yaitu reaksi lingkungan sosial atau stigma masyarakat sering
melibatkan orang gila sehingga membuat PMI merasa malu kepada masyarakat
memiliki harga diri yang rendah dan tidak adanya harapan. Dengan adanya stigma ini
maka mengakibatkan isolasi sosial ketidak ketiadaan kesempatan kerja dan
diskriminasi sosial terhadap PMI, semua ini berdampak pada menurunnya kualitas
hidup PMI. beberapa orang yang memiliki penyakit mental juga menderita pasung
atau pengetahuan fisik karena perasaan keluarga atau masyarakat terganggu dengan
kehadiran mereka. Ada setidaknya dua terapi yang bisa digunakan untuk PMI yaitu
terapi farmakologi dan terapi non farmakologis. Terapi farmakologis adalah seperti
agen antipsikotik efektif dalam meredakan gejala skizofrenia seperti delusi halusinasi
ucapan dan pengaruh yang tidak pantas sedangkan terapi non farmakologis atau terapi
psikososial pada badak badak badak skizofrenia adalah psiko kognitif
B. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode
fenomenologi. Sedangkan untuk pengumpulan datanya menggunakan kuesioner yang
berisikan identitas diri dan fokus grup diskusi (FGD). Sedangkan analisis pada
penelitian ini menggunakan analisis deskriptif untuk meninjau secara menyeluruh.