OLEH :
1. Ahmad Irham Prawinata 2114901025
2. Fahri Permata 2114901029
3. Hendriansyah 2114901021
4. Henti Wilyanti 2114901024
5. Nia Elend Engellina 2114901027
6. Rica Andopa 2114901022
7. Rita Susilawati 2114901023
8. Vinsia Aurellina Ameyica 2114901028
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep Manajemen
2.1.1 Pengertian Manajemen
Manajemen adalah suatu pendidikan yang dinamis dan proaktif dalam
menjalani suatu kegiatan diorganisasi sedangkan management keperawatan
adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf keperawatan untuk
memberikan Asuhan Keperawatan secara professional (Nursalam, 2014).
Manajemen keperawatan adalah koordinasi dan integrasi sumber daya
melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pengarahan dan
pengawasan untuk mencapai tujuan institusional yang spesifik dan objektif
(Huber, 2007).
Manajemen keperawatan adalah suatu proses bekerja melalui anggota staf
keperawatan untuk memberikan asuhan pengobatan dan bantuan terhadap para
pasien (Triwibowo, 2010). Menurut Suyanto (2008), Manajemen keperawatan
diartikan secara singkat sebagi proses pelaksanaan pelayanan keperawatan
melalui staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan, pengobatan,
dan rasa aman kepada pasien / keluarga / masyarakat.
Manajemen keperawatan adalah perencanaan. Perencanaan adalah yang
utama untuk seluruh aktivitas yang lain atau fungsi-fungsi dari manajemen.
Perencanaan adalah suatu pemikiran atau konsep nyata yang sering
dilaksanakan dalam penulisan, meskipun banyak orang dalam perawatan
menggunakan perencanaan secara informal, tanggung jawab dari perencanaan
tidak dituliskan, kemungkinan tidak dilaksanakan (Swansburg, 2012).
Pada hakekatnya proses manajemen keperawatan sejalan dengan proses
keperawatan sebagai satu metode pelaksanaan asuhan keperawatan secara
professional yang akhirnya keduanya saling menopang. Sebagaimana dalam
proses keperawatan, dalam manajemen keperawatan terdiri dari: pengumpulan
data, identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil.
Manajemen (Hersey dan Blanchard, 2005) adalah suatu proses melakukan
kegiatan atau usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui kerja sama
dengan orang lain dan merupakan suatu serangkaian kegiatan (termasuk
perencanaan dan pembuatan keputusan, pengorganisasian, pimpinan, dan
pengendalian) yang diarahkan pada sumber daya organisasi (tenaga kerja,
keuangan, fisik, dan informasi yang bertujuan untuk mencapai sasaran
organisasi dengan cara yang efisien dan efektif.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah
bekerja dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan
mencapai tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan,
pengorganisasian, penyusunan personalia/kepegawaian, pengarahan dan
kepemimpinan serta pengawasan.
4) Pengawasan
a) Melalui komunikasi
Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim dan
perawat pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang telah diberikan
kepada pasien
b) Melalui supervisi
Pengawasan lansung melalui inspeksi, mengamati sendiri atau melalui
laporan lansung secara lisan dengan memperbaiki/mengawasi
kelemahan- kelemahan yang ada pada saat itu juga. Pengawasan tidak
langsung yaitu mengcek daftar hadir ketua tim, membaca dan
memeriksa rencana keperawatan serta mendengar laporan ketua tim
tentang pelaksanaan tugas. Evaluasi bersama katim hasil upaya
pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan.
2.1.6 Ketua Tim
Ketua tim merupakan perawat yang memiliki tanggung jawab dalam
perencanaan, kelancaran dan evaluasi dari askep untuk semua pasien yang
dilakukan oleh tim dibawah tanggung jawabnya (Nursalam, 2003).
a. Fungsi Ketua Tim
1) Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan wewenang yang
didegelasikan oleh kepala ruangan
2) Membuat penugasan supervise dan evaluasi
3) Mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai kebutuhan pasien
4) Mengembangkan kemampuan anggota tim
5) Menyelenggarakan conference
b. Tugas Ketua Tim
1) Perencanaan
a) Bersama kepala ruangan mengadakan serah terima tugas pada setiap
pergantian dinas
b) Melakukan pembagian tugas atas anggota kelompoknya
c) Menyusun rencana asuhan keperawatan
d) Menyiapkan keperluan untuk melaksanakan asuhan keperawatan
e) Mengikuti visite dokter
f) Menilai hasil pekerjaan anggota kelompok dan mendiskusikan masalah
yang ada
g) Menciptakan kerja sama yang harmonis antar tim
h) Memberikan pertolongan segera pada klien dengan kegawatdaruratan
i) Membuat laporan klien
j) Mengorientasikan klien baru
2) Pengorganisasian
a) Menjelaskan tujuan pengorganisasian tim keperawatan
b) Membagi tugas sesuai dengan tingkat ketergantungan pasien
c) Membuat rincian anggota tim dalam memberikan askep
d) Mengatur waktu istirahat untuk anggota tim
e) Membuat rincian tugas anggota tim meliputi pemberian asuhan
keperawatan
3) Pengarahan
a) Memberikan pengarahan/bimbingan kepada anggota tim
b) Memberikan informasi yang berhubungan dengan asuhan keperawatan
c) Mengawasi proses asuhan keperawatan
d) Melibatkan anggota tim dari awal sampai akhir kegiatan
e) Memberi pujian, motivasi kepada anggota tim
4) Pengawasan
a) Melalui dan berkomunikasi
Mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan perawat pelaksanaan
dalam pemberian asuhan keperawatan
b) Melalui supervisi
Secara langsung melihat atau mengawasi proses asuhan
keperawatan yang dilaksanakan oleh anggota lain. Secara tidak
langsung melihat daftar perawat pelaksana, membaca dan
memeriksa catatan keperawatan, membaca perawat yang dibuat
selama proses keperawatan, mendengarkan laporan secara lisan dari
anggota tim tentang tugas yang dilakukan
2.3.2. Jenis Kelamin
Secara umum diketahui ada perbedaan yang signifikan dalam produktifitas kerja
maupun dalam kepuasan kerja, tapi dalam masalah absen kerja karyawati lebih sering
tidak masuk kerja daripada laki-laki (Anonim, 2005). Alasan yang paling logis adalah
karena secara tradisional wanita memiliki tanggung jawab urusan rumah tangga dan
keluarga. Bila ada anggota keluarga yang sakit atau urusan sosial seperti kematian
tetangga dan sebagainya, biasanya wanita agak sering tidak masuk kerja.
2.3.3. Masa Kerja
2.3.4. Pendidikan
2.3.5. Pelatihan Kerja
Secara umum pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang menggambarkan
suatu proses dalam pengembangan organisasi maupun masyarakat. Pendidikan dengan
pelatihan merupakan suatu rangkaian yang tak dapat dipisahkan dalam sistem
pengembangan sumberdaya manusia, yang di dalamnya terjadi proses perencanaan,
penempatan, dan pengembangan tenaga manusia. Dalam proses pengembangannya
diupayakan agar sumberdaya manusia dapat diberdayakan secara maksimal, sehingga apa
yang menjadi tujuan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia tersebut dapat terpenuhi.
BOR adalah indikator tinggi rendahnya pemanfaatan tempat tidur di rumah sakit.
Rumus untuk mencari BOR adalah sebagai berikut:
BOR/hari = Jumlah pasien x 100%
TT
TT x 365
a. Metode Gillies
Keterangan:
C = Jumlah hari/tahun
Dalam memberikan pelayanan keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan, yaitu:
1) Perawatan langsung, adalah perawatan yang diberikan oleh perawat yang ada
hubungan secara khusus dengan kebutuhan fisik, psikologis, dan spiritual. Berdasarkan
tingkat ketergantungan pasien pada perawat maka dapat diklasifikasikan dalam empat
kelompok, yaitu: self care, partial care, total care dan intensive care. Menurut Minetti
Huchinson (1994) kebutuhan keperawatan langsung setiap pasien adalah empat jam
perhari sedangkan untuk:
Rata-rata pasien per hari adalah jumlah pasien yang dirawat di suatau unit
berdsasarkan rata-ratanya atau menurut “ Bed Occupancy Rate” (BOR) dengan rumus:
Jumlah hari pertahun, yaitu 365 hari
Hari libur masing-masing perawat pertahun, yaitu 128 hari, hari minggu= 52 hari
dan hari sabtu = 52 hari. Untuk hari sabtu tergantung kebijakan RS setempat, kalau ini
merupakan hari libur maka harus diperhitungkan, begitu juga sebaliknya, hari libur
nasional = 12 hari dan cuti tahunan = 12 hari
Jumlah jam kerja tiap perawat adalah 40 jam per minggu (kalau hari kerja efektif 5
hari maka 40/5 = 8 jam, kalu hari kerja efektif 6 hari per minggu maka 40/6 jam = 6,6 jam
perhari)
Jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan di satu unit harus ditambah 20%
(untuk antisiapasi kekurangan/ cadangan)
Contoh Perhitungannya:
Dari hasil observasi dan sensus harian selama enam bulan di sebuah rumah sakit A
yang berkapasitas tempat tidur 20 tempat tidur, didapatkan jumlah rata-rata pasien yang
dirawat (BOR) 15 orang perhari. Kriteria pasien yang dirawat tersebut adalah 5 orang
dapat melakukan perawatan mandiri, 5 orang perlu diberikan perawatan sebagian, dan 5
orang lainnya harus diberikan perawatan total. Tingkat pendidikan perawat yaitu, SPK
dan D III Keperawatan. Hari kerja efektif adalah 6 hari perminggu. Berdasarkan situasi
tersebut maka dapat dihitung jumlah kebutuhan tenaga perawat di ruang tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Menetukan terlebih dahulu jam keperawatan yang dibutuhkan klien perhari, yaitu:
a) Keperawatan Langsung
2) Menetukan jumlah jam keperawatan per pasien per hari = 73,75 jam / 15 pasien =
4,9 jam
5) Menentukan jumlah tenaga keperawatan yang dibutuhkan per shift, yaitu dengan
ketentuan menurut Warstler ( dalam Swansburg, 1990). Proporsi dinas pagi 47%, sore
36%, dan malam 17%. Maka pada kondisi di atas jumlah tenaga keperawatan yang
dibutuhkan per shift adalah:
c. Metode DEPKES
Pedoman cara perhitungan kebutuhan tenaga perawat dan bidan menurut
direktorat pelayanan keperawatan Dirjen Yan-Med Depkes RI (2001) dengan
memperhatikan unit kerja yang ada pada masing-masing rumah sakit. Model pendekatan
yang digunakan adalah tingkat ketergantungan pasien berdasarkan jenis kasus, rata-rata
pasien per hari, jumlah perawatan yang diperlukan / hari / pasien, jam perawatan yang
diperlukan/ ruanagan / hari dan jam kerja efektif tiap perawat atau bidan 7 jam per hari.
Contoh Perhitungan:
Jumlah jam
Rata-rata Jumlah jam
perawatan
No Kategori* jumlah pasien/ perawat/
ruangan/ hari
hari hari**
(c x d)
a b c d E
Jumlah 26 87,37
Keterangan:
Untuk penghitungan jumlah tenaga tersebut perlu ditambah (factor koreksi) dengan:
Jumlah hari miggu dalam setahun + cuti + hari besar x Jumlah perawat tersedia
non-nursing jobs 25%
(Jumlah tenaga perawat + loss day) x 25% = (12,5 + 3,4) x 25% = 3,9
Jadi jumlah tenaga yang diperlukan= tenaga yang tersedia + factor koreksi
Pada model ini, akan mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat II.
Pada ketenagan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan spesialis keperawatan yang
spesifik untuk cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk memberikan
konsultasi tentang asuhan keperawatan kepada perawat primer pada area spesialisasinya.
Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan
asuhan keperawatan. Jumlah perawatan spesialis direncanakan 1 orang untuk 10 perawat
primer (1:10).
Model praktek keperawatan professional pemula (MPKP), merupakan tahap awal untuk
menuju MPKP. Pada model ini mampu diberikan asuhan keperawatan professional
tingkat pemula. Pada model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional I dan untuk ini diperlukan penataan 3 komponen utama, yaitu: ketenagaan
keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan.
Model ini merupakan model yang akan dikembangkan secara bertahap (Developmental
model) dan telah telah diuji coba di RSUPN Cipto Mangunkusumo dan RSUP
Persahabatan.
Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan Model Praktik
Keperawatan Profesional (MPKP), yakni:
b. Metode Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi
menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam
satu kelompok kecil yang saling membantu. Metode ini memungkinkan pemberian
pelayanan keperawatan yang menyeluruh, mendukung pelaksanaan proses keperawatan,
dan memungkinkan komunikasi antartim, sehingga konflik mudah diatasi dan memberi
kepuasan kepada anggota tim. Namun, komunikasi antaranggota tim terbentuk terutama
dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk
dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk. Hal pokok dalam metode tim adalah ketua tim
sebagai perawat profesonal harus mampu menggunakan berbagai teknik kepemimpinan,
pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin,
anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim, model tim akan berhasil bila
didukung oleh kepala ruang.
Tujuan metode keperawatan tim adalah untuk memberikan perawatan yang
berpusat pada klien. Perawatan ini memberikan pengawasan efektif dari memperkenalkan
semua personel adalah media untuk memenuhi upaya kooperatif antara pemimpin dan
anggota tim. Melalui pengawasan ketua tim nantinya dapat mengidentifikasi tujuan
asuhan keperawatan, mengindentifikasi kebutuhan anggota tim, memfokuskan pada
pemenuhan tujuan dan kebutuhan, membimbing anggota tim untuk membantu menyusun
dan memenuhi standard asuhan keperawatan.
Walaupun metode tim keperawatan telah berjalan secara efektif, mungkin pasien
masih menerima fragmentasi pemberian asuhan keperawatan jika ketua tim tidak dapat
menjalin hubungan yang lebih baik dengan pasien, keterbatasan tenaga dan keahlian dapat
menyebabkan kebutuhan pasien tidak terpenuhi.
2. Metode Primer
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama
24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai pasien masuk sampai keluar rumah
sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana
asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan
terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan,
malakukan, dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat. Konsep dasar
metode primer adalah ada tanggung jawab dan tanggung gugat, ada otonomi, dan
ketertiban pasien dan keluarga.
Metode primer membutuhkan pengetahuan keperawatan dan keterampilan
manajemen, bersifat kontinuitas dan komprehensif, perawat primer mendapatkan
akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan memungkinkan pengembangan diri sehingga
pasien merasa dimanusiakan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu. Perawat
primer mempunyai tugas mengkaji dan membuat prioritas setiap kebutuhan klien,
mengidentifikasi diagnosa keperawatan, mengembangkan rencana keperawatan, dan
mengevaluasi keefektifan keperawatan. Sementara perawat yang lain memberikan
tindakan keperawatan, perawat primer mengkoordinasikan keperawatan dan
menginformasikan tentang kesehatan klien kepada perawat atau tenaga kesehatan lainnya.
Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi, dan tercapai pelayanan yang efektif
terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi.
3. Metode Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat dinas.
Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift, dan tidak ada jaminan
bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode
penugasan kasus biasanya diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya
dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus seperti:
isolaso, intensivecare. Kelebihannya adalah perawat lebih memahami kasus per kasus,
sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah. Kekurangannya adalah belum dapat
diidentifikasi perawat penanggung jawab, perlu tenaga yang cukup banyak dan
mempunyai kemampuan dasar yang sama
2.3.2. Reward
Hazli (2002) mendefinisikan reward yaitu hadiah dan hukuman dalam situasi
kerja, hadiah menunjukkan adanya penerimaan terhadap perilaku dan perbuatan,
sedangkan hukuman menunjukkan penolakan perilaku dan perbuatannya.
Wahyuningsih (2009) juga mendefinisikan reward adalah penghargaan/hadiah
untuk sesuatu hal yang tercapai. Francisca (2006) memfokuskan definisi reward sebagai
hadiah atau bonus yang diberikan karena prestasi seseorang. Reward dapat berwujud
banyak rupa. Paling sederhana berupa kata-kata seperti pujian adalah salah satu
bentuknya. Reward biasanya digunakan untuk mengendalikan jam kerja seseorang dalam
organisasi (Raharja, 2006).
Artinya, dengan reward seseorang bekerja dapat dilakukan tanpa ada kendali
langsung dari pimpinan, melainkan dapat berjalan apa adanya sesuai evaluasi kinerja
sebelumnya. Selebihnya, dengan reward seseorang dapat meningkatkan cara kerjanya
tanpa harus dikendalikan pimpinan. Hal ini juga ditegaskan Gouillart & Kelly dalam
Raharja (2006) bahwa reward yang diperoleh atau diharapkan akan diperoleh sebagai
konsekwensi dari apa yang mereka kerjakan akan merubah perilaku manusia secara
fundamental.
2.3.3. Punishment
Punishment adalah hukuman atas suatu hal yang tidak tercapai/ pelanggaran.
Hukuman seperti apa yang harus diberikan. Setiap orang pasti beda persepsi dan beda
pendapat (Wahyuningsih, 2009).
Punishment merupakan penguatan yang negatif, tetapi diperlukan dalam
perusahaan. punishment yang di maksud disini adalah tidak seperti hukuman dipenjara
atau potong tangan, tetapi punishment yang bersifat mendidik. Selain itu punishment juga
merupakan alat pendidikan regresif, artinya punishment ini digunakan sebagai alat untuk
menyadarkan karyawan kepada hal-hal yang benar. Ngalin purwanto (1988:238)
membagi punishment menjadi dua macam yaitu:
a. Hukuman prefentif, yaitu hukuman yang dilakukan dengan maksud atau supaya
tidak terjadi pelanggaran. Hukuman ini bermaksud untuk mencegah agar tidak terjadi
pelanggaran, sehingga hal ini dilakukannya sebelum terjadi pelanggaran dilakukan.
Contoh perintah, larangan, pengawasan, perjanjian dan ancaman
b. Hukuman refresif yaitu hukuman yang dilakukan, oleh karena adanya pelanggaran,
oleh adanya dosa yang telah diperbuat. Jadi hukuman itu terjadi setelah terjadi kesalahan.
a) DARI
PASIEN PASIEN PINDAHAN DARI IPC DAN PASIEN
POLI
b)KLINIK RUANGAN LAIN DARI IGD
ADMINISTRASI
KELUAR RSKJ
SOEPRAPTO
BENGKULU
RUANG MURAI
No Nama Alat Jumlah Alat Kondisi Alat
Baik Kurang Baik
1 TV 3 3
2 Kipas angin 2
3 Meja 4
4 Kamar mandi 2
5 Alat dapur 0 0 0
6 Loker 1
7 Timbangan BB 1
8 Galon 2
9 Ember 1
10 Tempat sampah 1
11 Whiteboard 1
12 Termometer 0 0 0
13 Kursi lipat 1
14 Tensimeter 2 1
15 Lemari TV 0 0 0
16 Dispenser 1
17 Kasur 2
18 Bantal 1
19 Cermin 2
2.1.9 Metode Pemberian Asuhan Keperawatan (M3 – Methods)
1. Timbang Terima
Prosedur timbang terima di ruang murai selama ini belum dilakukan
secara optimal karena kondisi pasien jiwa yang emosinya terkadang masih
labil yang dapat membahayakan keamanan perawat. Selama ini timbang
terima di murai dilakukan secara tertulis yaitu melalui buku laporan pasien.
2. Supervisi Keperawatan
Supervisi di ruang murai sudah dilakukan dimana kepala ruangan
biasanya mengawasi tindakan perawat pada pasien, namun tindakan
supervisi yang dilakukan oleh kepala ruangan di ruangan ini tidak terjadwal.
3. Discharge Planning
Pasien pulang dapat dikarenakan pasien perbaikan atau karena pulang
paksa. Perawat menyiapkan rencana perawatan di rumah dan perawat
menjelaskan cara menyelesaikan administrasi, obat yang harus diminum,
serta kontrol dengan memberikan surat kontrol yang telah ditulis secara
lengkap. Pasien diperbolehkan pulang apabila telah menyelesaikan
administrasi ruangan. Biasanya sebelum pasien pulang dilakukan pendidikan
kesehatan terlebih dahulu kepada keluarga pasien beserta pasien. Dalam
perencanaan pulang belum adanya pemberian leaflet yang diberikan sebagai
panduan untuk pasien dan keluarga.
4. Sentralisasi obat
Sistem pemberian obar diruang murai sudah menggunakan sistem
sentralisasi obat, dimana pemberian obat pasien diatur oleh perawat. Sudah
ada pendokumentasi berupa pencatatan buku penerimaan obat, serta sudah
adanya lembaran pencatatan obat beserta waktu pemberiannya.
5. Ronde keperawatan
Kegiatan ronde keperawatan diruang murai selama ini belum dilakukan
secara optimal, karena hal ini merupakan hal yang baru bagi sebagian besar
staf keperawatan. Perawat menganggap bahwa ronde keperawatan identik
dengan timbang terima yang merupakan salah satu kendala melaksanakan
ronde.
6. Dokementasi Keperawatan
Sistem pendokumentasian asuhan keperawatan ruang murai belum
berjalan dengan baik, sudah ada format pendokumentasian diruang tersebut
terdiri dari pengkajian yang berfokus pada masalah yang terkait dengan
masalah penyakit gangguan jiwa, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi tindakan keperawatan
namun belum semuanya terisi dengan lengkap. Sebagian besar
pendokumentasian keperawatan sudah berjalan dengan baik, dan sudah disi
oleh perawat.
Dari hasil observasi terhadap implementsai keperawatan didapatkan
bahwa tindakan yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien cenderung
merupakan tindakan yang berdasarkan instruksi dokter bukan berdasarkan
rencana keperawatan yang telah dibuat. Beberapa tindakan yang dilakukan
belum semuanya tertulis dilembar implementasi seperti jenis tindakan, jam,
nama jelsa pelaksana dan evaluasi formatif.
Untuk evaluasi sudah mencerminkan tujuan yang belum tercapai dan
sudah dicapai, dalam catatan perkembangan mencantumkan keadaan umum
klien dan menjelaskan kalau obat sudah diberikan. Diruang murai
pendokumentasian ditemui ada beberapa macam bentuk yaitu
pendokumentasian dalam status pasien, buku laporan pasien dan buku obat.
Format laporan pasien: nomor, nama pasien, diagnosa dan dituliskan
tentang keadaan umum pasien, tindakan yamg sedang dan akan dilakukan.
Pada umumnya buku ini digunakan sebagai dokemntasi antar perawat,
dalam satu buku dibagi menjadi tiga shift yaitu bagi, siang, malam. Buku
laporan pemberian obat baik oral maupun parenteral sudah ada, sistem
pencatatan jadwal pemberian obat diruang murai ini tercatat dalam bentuk
buku yang terdiri dari : nomor, nama pasien, jenis obat, cara pemberian dan
dosis serta jadwal pemberian. Sedangkan buku pemberian obat dari apotik
belum ada karena pemberian obat dari apotik setiap hari.
1. Oktober
2. November
3. Desember
Rata- rata LOS/ 3 Bulan
Jadi rata- rata lama rawat pasien di ruang Murai adalah hari. Menurut
Nursalam (2002) idealnya 6-9 hari.
3. Cara Menghitung Bed Turn Over (BTO)
BTO yaitu pemakaian frekuensi tempat tidur dalam satu satuan waktu
tertentu. Idealnya selama satu tahun, tempat tidur rata- rata dipakai 40-50
kali (Nursalam, 2002).
Rumus :
1. Oktober
2. November
3. Desember
Rata- rata LOS/3 Bulan
Berdasarkan perhitungan diatas frekuensi efisiensi penggunaan tempat tidur
7 hari. Menurut Nursalam (2002) idealnya 1-3 hari.
No Data Masalah
1. A. PENGETAHUAN Pelaksanaan
Ada 4 orang (37%) dari 15 orang Konferen
perawat yang bekerja ruang murai keperawatan belum
RSKJ Soprapto Daerah Bengkulu optimal
memiliki pengetahuan yang baik
tentang konfrens keperawatan
sedangkan 11 orang (93%) pegawai
ruang murai memiliki pengetahuan
yang kurang tentang konferen
A. SIKAP
Selama pengkajian di ruang Murai
belum dilakukan secara maksimal
kegiatan pre dan post confren serta
pembagian askep dan pendkumentasian
B. Observasi Tindakan
- Hasil Observasi bahwa selama 4 hari
pengkajian belum maksimalnya
kegiatan pre konfrence serta kurang
melibatkan mahasiswa yang
berpraktek di ruang Murai RSKJ
Soeprapto Daerah Bengkulu.
- Kegiatan Timbang terima sudah
dilakukan di ruang Murai RSKJ
Soeprapto Daerah Bengkulu.
b. Aspek Manajemen
NO Data Masalah
1. Merevisi nama ruangan Murai A1 dan Aspek manajemen
Murai A2 yang belum
Membuat nomor pada bed pasien terlaksana secara
Membuat assesment batasan optimal
mengunjungi pasien
Membuat kata-kata motivasi untuk
menjaga kebersihan dan penambahan
alat kaki (keser dipintu masuk )
Merevisi tempat obat per pasien
NO Data Masalah
111 Hasil observasi selama pengkajian Kurangnya
111 diruangan Murai menunjukkan belum pemeliharaan
111 maksimalnya pemeliharaan persnal personal hygine
hygine pada pasien dan keluarga belum pasien
menerapkan safety hygine keluarga
yang berkunjung ke ruangan
Kurangnya distribusi alat-alat personal
hygine seperti, sikat gigi, shampo dan
deterjen untuk mencuci pakaian
Kuarangnya keterlibatan semua pasien
untuk menjaga kebersihan lingkungan
Perlunya tempat alat-alat personal
hygine
ANALISA SWOT
Konferen Keperawatan
Aspek Manajemen
TERAS
K. ners station
Pera
N wat
T
O
I
L RUANG TAK
E
T
KETERAGAN :
Meja Pintu
Jendela
Makan Gerbang
KEPALA RUANGAN
Ns. Yechi Trisna, S.Kep Herly Mariana, S.Tr.Keb Poni Herawan, Amd.Keb
ANGGOTA ANGGOTA