Anda di halaman 1dari 66

1

REHABILITASI LONG
COVID-19
(Disertai Tips untuk
Penyandang Disabilitas
Penyintas COVID-19)
dr. Siti Chandra Widjanantie, Sp.KFR(K)
dr. Dian Marta Sari, Sp.KFR(K), M.Kes
dr. Anisatusholihah, Sp.KFR
dr. Andri Susanto, Sp.KFR

Jakarta

2022

ii
REHABILITASI LONG COVID-19 (Disertai Tips untuk Penyandang Disabilitas Penyintas COVID-19)

Penerbit:
© 2022 CV. READ OCTOPUS
Cetakan I, Februari 2022

Jalan Hayam Wuruk No 100T


Jakarta Barat
Telp. 021-6288227

ISBN: 978-623-7878-05-6
HAKI: EC00202207943, 2 Februari 2022

Penulis:
dr. Siti Chandra Widjanantie, Sp.KFR(K)
dr. Dian Marta Sari, Sp.KFR(K),M.Kes
dr. Anisatusholihah, Sp.KFR
dr. Andri Susanto, Sp.KFR

Ilustrator:
dr. Abraham Christian Yahya

Chief Editor:
dr. Ferius Soewito, Sp.KFR

Co-Chief Editor:
dr. Verial Attamimy, Sp.KFR

Tim Editor:
dr. Faisal Parlindungan, M.Ked(PD), SpPD,K,-R
dr. Laura Djuriantina, Sp.KFR
dr. Ami Rachmi, Sp.KFR dr.Rina Katharina,Sp.KFR
dr. M.Helmi, M.Sc., Sp.An., KIC, FISQua, MARS
dr. Efriadi Ismail, Sp.P(K)
Assyifa Gita Firdaus, S.Ked

iii
REHABILITASI LONG COVID-19
(Disertai Tips untuk Penyandang Disabilitas Penyintas COVID-19)
Tim Penulis
dr. Siti Chandra Widjanantie, Sp.KFR(K)
(RSDC Wisma Atlet Kemayoran, RSUP Persahabatan, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta)
dr. Dian Marta Sari, Sp.KFR(K),M.Kes
(RSUP Hasan Sadikin, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung)
dr. Anisatusholihah, Sp.KFR
(PERDOSRI Cabang Jawa Barat)
dr. Andri Susanto, Sp.KFR
(RS Mardi Waluyo, Metro, Lampung; PERDOSRI Cabang Banten-Lampung)

Ilustrator
dr. Abraham Christian Yahya
(Sukarelawan Dokter Umum RSDC Wisma Atlet Kemayoran)

Chief Editor
dr. Ferius Soewito, Sp.KFR
(Journal of the Indonesian Medical Association)

Co-Chief Editor
dr. Verial Attamimy, Sp.KFR
(RSDC Wisma Atlet Kemayoran, RS Islam Jakarta Cempaka Putih)

Tim Editor
dr Faisal Parlindungan, M.Ked(PD), SpPD,K,-R
(RSDC Wisma Atlet Kemayoran, RS Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia)
dr. Laura Djuriantina, Sp.KFR (Ketua PERDOSRI Cabang Jaya)
dr.Ami Rachmi, Sp.KFR (Ketua PERDOSRI Cabang Jawa Barat)
dr.Rina Katharina,Sp.KFR (Ketua PERDOSRI Cabang Banten-Lampung)
dr.M.Helmi, M.Sc., Sp.An., KIC, FISQua, MARS (Koordinator RSDCWA Academy)
dr. Efriadi Ismail, Sp.P(K) (Koordinator Komite Medik RSDC Wisma Atlet Kemayoran)
Assyifa Gita Firdaus, S.Ked (Journal of the Indonesian Medical Association)

iv
KATA SAMBUTAN
KOORDINATOR RS DARURAT PENANGANAN COVID-19
WISMA ATLET KEMAYORAN

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) saat ini sedang menjadi permasalahan dunia, dan
Indonesia tidak pula terbebas dari pandemi yang berlangsung panjang ini. Segala upaya telah dan
tengah dilakukan untuk dapat menyelesaikan permasalahan global ini dengan baik. Virus ini
menyebabkan dampak multidimensional terutama Kesehatan, Ekonomi, Pendidikan, dan Sosial.

Masalah Kesehatan akibat COVID-19 salah satunya adalah efek jangka panjang kesehatan atau
yang dikenal dengan Sindroma Long COVID-19. Penyintas COVID-19 mempunyai risiko untuk
mengalami gangguan fungsi paru jangka panjang. Kondisi pasca COVID-19 terjadi umumnya 3
bulan sejak terdiagnosis COVID-19 dengan gejala yang berlangsung setidaknya selama 2 bulan
dan tidak dapat dijelaskan dengan diagnosis alternatif. Dalam hal ini, rehabilitasi pada Long
COVID-19 dapat bermanfaat untuk mengurangi gejala, mengoptimalkan fungsi, mengurangi
komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup.

Berdasarkan permasalahan yang terjadi tersebut, saya sangat bersyukur kehadirat Allah SWT
atas terbitnya buku yang berjudul Rehabilitasi Long COVID-19. Buku ini disusun oleh salah satu
sukarelawan dokter spesialis rehabilitasi medik yang sangat aktif dalam meningkatkan mutu
Pendidikan relawan-relawan di Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet
Kemayoran. Kami sangat yakin buku ini dapat memberikan kemanfaatan sejalan misi salah satu
unit Pendidikan dan Pelatihan yang aktif dilaksanakan oleh RSDCWA Academy.

Kami sangat bangga bahwa buku ini disusun dengan tujuan selain untuk menambah pengetahuan
mengenai rehabilitasi Long COVID-19, juga untuk dapat meningkatkan kualitas layanan
rehabilitasi pada kasus Long COVID-19. Kami yakin bahwa tenaga Kesehatan yang merupakan
target pembaca buku ini dapat mendapatkan manfaat keilmuan yang sebesar-besarnya.

Koordinator RS Darurat Penanganan COVID-19


Wisma Atlet Kemayoran

dr. BUDIMAN, Sp.BP-(RE)., MARS., MH.


MAYOR JENDERAL TNI

v
PRAKATA

Bismillaahirrahmanirrahiim
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil 'alamin, segala puji selalu kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat
dan ridho-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan buku edukasi yang berjudul “Rehabilitasi
Long COVID-19 (Disertai Tips untuk Penyandang Disabilitas Penyintas COVID-19)” dengan
lancar tanpa kendala berarti.

Buku ini ditulis sebagai sarana berbagi pengetahuan Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi,
khususnya rehabilitasi respirasi kepada tenaga medis yang bertugas menangani pasien COVID-
19 agar dapat membantu pemulihan pasien COVID-19 dan dapat memberikan edukasi pada
pasien COVID-19 mengenai latihan yang bisa dilakukan di rumah.

Bagian awal buku menjelaskan mengenai penyakit COVID-19 dan gejala yang muncul, serta
dampak Long COVID-19 yang dialaminya. Dalam buku ini juga menerangkan mengenai
rehabilitasi respirasi untuk mengatasi gejala yang muncul pada penderita Long COVID-19 secara
umum maupun pada kelompok populasi khusus, seperti kelompok usia anak, lansia, dan
kelompok disabilitas. Buku ini juga disertai kode QR yang dihubungkan dengan video youtube
agar pembaca mendapat gambaran teknik latihan yang lebih jelas.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memfasilitasi sampai
diterbitkannya buku ini. Segala masukan baik berupa saran maupun kritik yang membangun
sangat diharapkan untuk perbaikan buku ini kedepannya. Rangkaian program Kedokteran Fisik
dan Rehabilitasi di dalam buku ini persembahan dari RSDC Wisma Atlet Kemayoran sebagai
kontribusi dalam tata kelola gejala Long COVID-19 di Indonesia.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Desember 2021,

Tim Penulis

vi
DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN ...................................................................................................................... v


PRAKATA..................................................................................................................................... vi
DAFTAR ISI................................................................................................................................. vii
BAGIAN I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
A. Apa itu COVID-19? ............................................................................................................. 1
B. Dampak COVID-19 terhadap beberapa sistem tubuh .......................................................... 3
BAGIAN II LONG COVID ............................................................................................................ 6
A. Apa yang dapat dirasakan pasien setelah COVID-19? ........................................................ 6
B. Mengapa beberapa orang mengalami Long COVID? .......................................................... 7
A. Apa saja gejala Long COVID? ............................................................................................. 8
BAGIAN III REHABILITASI LONG COVID ............................................................................ 12
A. Mekanisme bernapas ditinjau dari segi rehabilitasi respirasi ............................................. 12
B. Tatalaksana Rehabilitasi pada Long COVID-19 ................................................................ 13
BAGIAN IV REHABILITASI PADA POPULASI KHUSUS .................................................... 37
A. Latihan Pernapasan untuk Anak ......................................................................................... 37
B. Latihan Pernapasan untuk Lansia ....................................................................................... 39
A. Latihan bagi sahabat dengan disabilitas yang mengalami Long COVID ........................... 40
BAGIAN V MONITORING ........................................................................................................ 47
BAGIAN VI PENUTUP ............................................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 54
LAMPIRAN .................................................................................................................................. 56

vii
BAGIAN I
PENDAHULUAN

A. Apa itu COVID-19?


Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-Cov-2). COVID-19 menyebabkan
dampak serius dan menjadi masalah kesehatan global serta ditetapkan World Health
Organization (WHO) sebagai kondisi pandemi. Virus dapat masuk melalui hidung, mulut dan
mata. Gejala COVID-19 diantaranya adalah:
- Batuk
- Demam
- Sesak
- Kehilangan penciuman, rasa dan nafsu makan
Infeksi dapat ditularkan dari orang ke orang melalui inang yang rentan dan berbagai faktor
lingkungan secara langsung maupun tidak langsung. Rantai infeksi (Gambar 1) merupakan
kesempatan untuk virus menimbulkan infeksi. Dengan memahami rantai infeksi ini kita dapat
melakukan upaya pencegahan dengan lebih optimal. Terdapat enam bagian dalam rantai infeksi,
yaitu : agen, reservoir, portal keluar, mode transmisi, portal masuk dan host yang rentan.
Keenam hal tersebut saling berhubungan. Terdapat berbagai upaya yang dapat dilakukan pada
tiap rantai infeksi agar dapat mengendalikan kondisi penyakit.

Gambar 1. Rantai Infeksi COVID 19


Sumber : Dangi RR, George M. A Review on Theories and Models of Disease Causation
for COVID-19. SSRN Electron J. 2020.

1
1. Agen: Sars-Cov-2
Upaya pencegahan : cuci tangan dengan sabun, tidak menyentuh bagian wajah
terutama bila tangan terkontaminasi, lakukan disinfeksi pada area yang sering disentuh.
2. Reservoir: tempat agen infeksi tinggal. Untuk SARS-Cov-2 tempat yang mungkin
adalah orang yang terinfeksi, peralatan medis, fasilitas kesehatan, dan alat yang
digunakan oleh yang terinfeksi. Lakukan disinfeksi pada area terinfeksi.
Upaya pencegahan: Rawat pasien yang terinfeksi sesuai indikasi, lakukan pencegahan
agar pasien yang terinfeksi tidak menularkan.
3. Portal keluar adalah rute di mana patogen meninggalkan reservoirnya, yaitu aerosol,
percikan cairan tubuh termasuk air liur, bersin dan batuk. Portal utama keluar adalah
jalan napas
Upaya pencegahan : lakukan etika batuk dan bersin, buang tisu bekas batuk atau bersin
pada tempat yang sesuai
4. Mode transmisi: adalah bagaimana agen infeksi dapat diteruskan, yaitu melalui kontak
langsung dan tidak langsung melalui konsumsi dan inhalasi .
Upaya pencegahan : jaga jarak, tinggal di rumah, cuci tangan setelah menyentuh
permukaan benda di tempat umum, jangan sentuh wajah dengan tangan yang belum
dicuci, lakukan disinfeksi pada permukaan benda
5. Portal masuk: pintu gerbang patogen untuk masuk ke inang baru, yaitu saluran
pernapasan
Upaya pencegahan: asumsikan semua orang terinfeksi dan jaga jarak, jangan sentuh
wajah bila belum mencuci tangan
6. Host baru yang rentan: merupakan setiap individu yang rentan terkena patogen seperti
tenaga medis dan semua individu yang kontak secara langsung atau tidak langsung
dengan pasien COVID-19
Upaya pencegahan : tingkatkan sistem pertahanan tubuh, gunakan alat pelindung diri
terutama bagi tenaga kesehatan

Sebanyak 97,13% pasien dapat sembuh dari COVID-19 namun masalah kesehatan belum
selesai. Pasien tetap perlu melakukan pencegahan tersier, yaitu mencegah agar tidak terjadi
reinfeksi.

2
B. Dampak COVID-19 terhadap beberapa sistem tubuh
1. Sistem Pernapasan
Sebanyak 39% pasien yang sembuh dari COVID-19 mengeluhkan gejala sisa pada saluran
pernapasan seperti batuk, produksi dahak, sesak napas dan nyeri tenggorokan. Hal itu disebabkan
COVID-19 menimbulkan kerusakan pada sistem pernapasan. Penelitian oleh Jin dkk
menunjukkan bahwa pada 165 pasien yang dilakukan pemeriksaan CT-scan terdapat 13,9%
pasien dengan kerusakan alveoli yang luas pada awal pemeriksaan dan satu bulan kemudian
dilakukan pemeriksaan pada 41 orang menunjukkan 22% terdapat gambaran yang menetap.
Langkah pertama dalam perjalanan COVID-19 adalah virus yang menginvasi targetnya
melalui reseptor sel inang. Penelitian telah mengidentifikasi enzim pengubah angiotensin 2
(ACE2) pada tubuh manusia sebagai reseptor masuk untuk SARS-Cov-2. SARSCoV-2 sebagian
besar dapat ditularkan melalui droplet yang secara langsung menginfeksi sel-sel saluran
pernapasan bagian atas dan bawah, terutama sel bersilia dan alveolar.
Selain paru, ACE2 juga diekspresikan di berbagai jaringan tubuh lainnya (Gambar 2),
seperti ginjal, jantung, usus kecil, susunan saraf pusat, tiroid, testis, dan jaringan adiposa, yang
menunjukkan bahwa virus dapat langsung menginfeksi organ lain. Infeksi dan inflamasi terjadi
pada paru dengan derajat yang bervariasi akan menimbulkan kerusakan komponen elastis paru,
penurunan lung compliance dan fungsi pertukaran oksigen sehingga terjadi penurunan fungsi
paru. Hal tersebut menyebabkan penurunan volume tidal, kurangnya oksigen dalam darah saat
aktivitas, serta pola pernapasan yang cepat dan dangkal. Gangguan pada pernapasan dapat
menyebabkan penurunan jarak tempuh dan peningkatan skala sesak serta nyeri kaki saat
berjalan, penurunan kemampuan melakukan aktivitas serta peningkatan derajat kelelahan.

3
Gambar 2. Reseptor ACE2 di berbagai jaringan tubuh
Sumber : Dhama K, Patel SK, Pathak M, Yatoo MI, Tiwari R, Malik YS, et al. An update
on SARS-CoV-2/COVID-19 with particular reference to its clinical pathology, pathogenesis,
immunopathology and mitigation strategies. Travel Med Infect Dis. 2020;37(March):101755.

Penyintas COVID-19 berisiko mengalami gangguan fungsi paru jangka panjang.


Penyakit paru yang serius jarang terjadi pada pasien yang tidak mengalami hipoksia, meskipun
data hasil jangka panjang belum tersedia.

2. Sistem Kardiovaskular
Dampak COVID-19 pada sistem kardiovaskular diantaranya adalah peningkatan denyut
jantung saat istirahat, infeksi katup jantung, penurunan fungsi sistolik, gangguan irama jantung
dan terjadinya hipertensi. Mekanisme gangguan tersebut belum sepenuhnya diketahui namun
dapat diakibatkan sekunder karena kerusakan paru, kerusakan jaringan jantung, inflamasi
sistemik maupun kondisi kekurangan oksigen.

3. Sistem Pencernaan
Keterlibatan sistem pencernaan pada pasien COVID-19 sudah banyak terdeteksi. Gejala
yang menunjukkan keterlibatan sistem tersebut seperti diare, mual, muntah, dan nyeri perut.
Hipotesis yang berkembang menyebutkan bahwa manifestasi pada pencernaan merupakan hasil
infeksi SARS-CoV-2 pada sel di usus dan menyebabkan disfungsi pada usus halus dan kolon.
Penelitian lainnya menunjukkan adanya peningkatan enzim hati dan cedera di hati pada pasien
COVID-19. Mekanisme yang terjadi pada hati adalah reseptor ACE2 yang memediasi terjadinya
disfungsi pada hati. Mekanisme lainnya yang bisa menyebabkan kegagalan fungsi hati pada
pasien COVID-19 adalah respon inflamasi yang memicu kerusakan sel imun.

4
4. Sistem Saraf
Gangguan pada sistem saraf yang persisten dapat tejadi pada fungsi sensorik seperti
gangguan penciuman (anosmia) dan rasa di lidah, serta dapat terjadi gangguan neurokognitif
misalnya penurunan kognitif. Gangguan neurokognitif dapat berhubungan dengan invasi virus ke
dalam otak dan respon inflamasi lokal atau sistemik.

5. Sistem Muskuloskeletal
Sebuah penelitian menyatakan bahwa penurunan kapasitas fungsional yang terjadi dalam
12 bulan setelah penyembuhan disebabkan oleh dekondisi fisik yang berhubungan dengan
disfungsi otot dan periode inaktivitas yang berkepanjangan.

6. Kognisi dan Psikososial


Penderira COVID-19 juga dapat mengalami gangguan psikologis berupa ansietas, depresi,
gangguan tidur dan Post Traumatic Syndrome Disorder (PTSD) yang selanjutnya dapat
menyebabkan gangguan fungsi sosial, okupasional dan gangguan fungsi dasar lainnya.
Gangguan fungsi psikologis tersebut biasanya berhubungan dengan munculnya gejala fisik
seperti kelelahan, sesak napas, palpitasi, sakit kepala, berkeringat, mual, tremor, insomnia dan
berbagai gangguan neuropsikologis lainnya seperti mental emosional. Proses karantina juga
memperberat gangguan psikologis dan sosial.

5
BAGIAN II
LONG COVID

A. Apa yang dapat dirasakan pasien setelah COVID-19?


Setelah kondisi klinis membaik atau terkonfirmasi negatif dari COVID-19 sering kali
pasien mengalami keadaan di mana masih terdapat gejala yang menetap . Pemulihan
pascainfeksi COVID-19 bervariasi pada setiap individu. Waktu pemulihan pascainfeksi COVID-
19 rata-rata sekitar 2-3 minggu, namun 1 dari 5 orang mengalami gejala menetap hingga 5
minggu, bahkan sampai dengan 12 minggu atau lebih terlepas dari tingkat keparahan
penyakitnya. Gejala yang menetap hingga 12 minggu atau lebih tersebut disebut sebagai Post
COVID Syndrome atau Long COVID. Istilah lain bermakna serupa yang sering digunakan, yaitu
“Long haulers”, “Post COVID-19 Syndrome”, Post Acute Sequelae of SARS Cov-2 Infection
(PASC).
Kondisi pasca COVID-19 terjadi pada individu dengan riwayat kemungkinan atau
terkonfirmasi infeksi SARS-CoV-2, umumnya 3 bulan sejak terdiagnosis COVID-19 dengan
gejala yang berlangsung setidaknya selama 2 bulan dan tidak dapat dijelaskan dengan diagnosis
alternatif. Gejala umum diantaranya kelelahan, sesak napas, disfungsi kognitif, dan lain-lain
yang biasanya berdampak pada fungsi sehari-hari. Gejala dapat berupa onset baru, muncul
setelah pemulihan awal dari episode COVID-19 akut, ataupun bertahan sejak awal penyakit.
Gejala juga dapat berfluktuasi atau kambuh dari waktu ke waktu.
Prevalensi Long COVID bervariasi antara 13%-87%. Pasien COVID-19 yang menjalani
isolasi mandiri mengalami Long COVID sebanyak 10-35%, sedangkan pasien COVID-19 yang
mengalami perawatan di Rumah Sakit (RS) sekitar 80%. Penelitian Long COVID-19 di
Indonesia menunjukkan 63,5% pasien COVID-19 mengalami Long COVID dan 36,5% tidak
mengalami gejala menetap. Faktor risiko terjadinya Long COVID diantaranya adalah usia lanjut,
adanya komorbid, beratnya penyakit, perawatan dengan terapi oksigen dan perawatan dengan
alat bantu napas.
Gejala yang menetap pada Long COVID berhubungan dengan penurunan fungsi paru,
kebugaran kardiorespirasi, kebugaran otot, serta faktor neuropsikologis akibat inflamasi dan
invasi virus. Kondisi tersebut menyebabkan gangguan aktivitas, psikologis, sosial, vokasional

6
dan kualitas hidup sehingga diperlukan tatalaksana rehabilitasi untuk memulihkan kondisi dan
meningkatkan fungsi.

Kisah 1
• Pria berusia 40 tahun
Istri, anak-anak, dan saya semua memiliki gejala yang diduga COVID-19 pada awal
April 2020. Mereka segera pulih, tetapi saya tidak dan lebih sering di tempat tidur. Saya
merasa sangat lelah,lesu, dan tidak nafsu makan selama empat hari. Sejak saat itu, saya
menjadi sulit untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Bahkan, latihan yang biasanya mempu
saya lakukan saat ini menjadi sulit.
Saya terus merasakan gejala ini selama tiga minggu sebelum akhirnya merasa benar-
benar berat. Ini terjadi dengan sangat cepat, saya menuju tempat tidur segera karena saya
merasa sangat lelah. Tiga hari kemudian saya merasa tidak sehat dan tidak mampu
mengatasinya. Saya demam, keringat dingin, sakit kepala dan perlu meminum obat. Dada
terasa sakit, napas pendek dan tidak teratur, terengah-engah, tidak nyaman dan sangat
khawatir. Kelenjar di leher saya bengkak dan nyeri telan. Saya merasa kelelahan secara fisik
dan mental, indra penciuman saya terganggu selama selama seminggu terakhir
Sejauh pemulihan berjalan, saya membutuhkan waktu 7 -8 minggu hingga merasakan
kondisi yang sama seperti sebelum sakit. Selama itu saya terus mengalami gejala: lelah
hingga perlu banyak tidur, sulit untuk berolahraga, sesak napas, kurang bergerak, kecemasan
dan kehilangan penciuman. Ini semua adalah gejala pascainfeksi COVID yang saya rasakan
karena saya tidak memiliki riwayat medis lain. Saat ini saya sudah bisa kembali melakukan
latihan intensitas sedang dan senang karena telah mampu melalui siklus 12 minggu yang
sangat sulit dari awal hingga akhir.

B. Mengapa beberapa orang mengalami Long COVID?


Hingga saat ini belum diketahui secara pasti mengapa terjadi pemulihan berkepanjangan. Faktor-
faktor yang diduga menyebabkan terjadinya Long COVID diantaranya adalah faktor genetik,

7
kerusakan organ akibat COVID-19, kegagalan organ akut, respons imun terhadap virus dan sifat
virus itu sendiri, sindrom dekondisi, serta faktor psikis seperti stres post trauma. Sistem yang
terdampak karena COVID-19 dapat mengalami gangguan dan apabila tidak dilatih maka
fungsinya akan terganggu. Gejala jangka panjang dapat terjadi pada sistem pernapasan,
kardiovaskular, tulang dan otot, saraf, pencernaan dan lain-lain (Gambar 3).

Gambar 3. Gejala jangka panjang pascainfeksi COVID-19


Sumber : Nalbandian A, Sehgal K, Gupta A, Madhavan M V., McGroder C, Stevens JS, et al.
Post-acute COVID-19 syndrome. Nat Med . 2021;27(4):601–15.

C. Apa saja gejala Long COVID?


Gejala-gejala Long COVID dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup dan peningkatan
ketergantungan dalam melakukan perawatan diri serta aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS)
lainnya serta gangguan psikologis dan sosial. Masalah kesehatan yang muncul pada Long
COVID sangat bervariasi yang meliputi berbagai organ diantaranya: paru, jantung dan pembuluh
darah, ginjal, saraf, darah, sendi, endokrin, kesehatan mental,dan lain-lain. Terdapat lebih dari 50
gejala Long COVID (Gambar 4).

8
Gambar 4. Gejala Long COVID 19
Sumber : Lopez-Leon S, Wegman-Ostrosky T, Perelman C, Sepulveda R, Rebolledo PA,
Cuapio A, et al. More than 50 Long-term effects of COVID-19: a systematic review and meta-
analysis. Sci Rep. 2021;11(1):1–12.

Gejala Long COVID yang sering ditemui, yaitu:


1. Kelelahan
Kelelahan merupakan gejala terbanyak pada Long COVID, yaitu sekitar 58%.
Sementara di Indonesia, pasien Long COVID yang mengalami gejala kelelahan sebanyak
30,24%. Kelelahan dapat menetap hingga 100 hari sejak gejala awal COVID-19 akut.
Kelelahan yang berkepanjangan pada pasien COVID-19 pascaakut mirip dengan sindrom
kelelahan kronis yang disebabkan infeksi serius lainnya seperti SARS, MERS, dan
pneumonia. Belum terdapat penelitian mengenai intervensi farmakologis atau
nonfarmakologis pada kelelahan setelah COVID-19.

2. Sesak
Sesak adalah gejala lain dari Long COVID. Pasien yang sembuh dari COVID-19
mengalami penurunan fungsi paru sebesar 20-30% dan gangguan pertukaran oksigen

9
sehingga kesulitan dalam bernapas terutama saat beraktivitas. Gejala tersebut disebabkan
oleh infeksi virus yang mengakibatkan kerusakan paru sehingga terjadi kekakuan yang
menyebabkan pengembangan paru tidak maksimal. Kondisi itu juga dapat diperberat
apabila kurang latihan pernafasan saat fase akut sehingga rekruitmen jaringan paru
terganggu.
Sesak napas biasanya akan membaik dengan latihan pernapasan. Pulse Oksimeter
sangat berguna untuk menilai dan memantau gejala pernapasan setelah COVID-19 dan
tidak ada bukti ilmiah bahwa penggunaan alat tersebut di rumah menyebabkan peningkatan
kecemasan.

3. Batuk
British Thoracic Society mendefinisikan batuk kronis sebagai batuk yang berlangsung
selama lebih dari delapan minggu, kecuali terdapat infeksi atau komplikasi lain seperti
inflamasi pleura. Batuk dapat dikelola secara sederhana dengan latihan kontrol pernapasan
dan obat-obatan.
Teknik "kontrol pernapasan" ditujukan untuk menormalkan pola pernapasan dan
meningkatkan efisiensi otot pernapasan (termasuk diafragma) sehingga menghasilkan lebih
sedikit pengeluaran energi, lebih sedikit iritasi saluran udara, mengurangi kelelahan, dan
mengurangi sesak napas. Teknik pernapasan lainnya seperti pernapasan diafragmatik, slow
deep breathing, pursed lip breathing, teknik yoga, Buteyko digunakan sebagai strategi
untuk mengelola pola pernapasan pasien dan sesak napas, tetapi memerlukan saran dokter
spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi untuk mengidentifikasi teknik mana paling cocok
untuk setiap pasien. Beberapa latihan napas akan dijelaskan pada bab selanjutnya.

4. Kekakuan Sendi dan nyeri


Keluhan ini sering didapati pada pasien COVID-19 berat yang dirawat dengan tirah
baring lama. Tirah baring lama dapat menyebabkan penurunan kekuatan otot 10-15 % tiap
minggunya. Penurunan kekuatan otot dapat mengurangi pergerakan sendi sehingga
menimbulkan kekakuan dan nyeri. Tirah baring lama juga dapat meningkatkan risiko
osteoporosis yang menjadi salah satu penyebab nyeri.

10
5. Gangguan kognisi
Gangguan fungsi ini dapat disebabkan karena infeksi virus langsung pada susunan saraf
pusat atau karena kekurangan oksigen dalam darah (hipoksemia). Keluhan dapat berupa
gangguan memori dan fungsi eksekutif. Pasien yang mengalami gangguan memori,
konsentrasi dan pemecahan masalah, perlu mendapatkan konseling untuk strategi
penyesuaian ekpektasi (termasuk dari anggota keluarga) dan untuk mengurangi stres dan
kecemasan. Pasien perlu tetap aktif sebisa mungkin dan untuk berpartisipasi dalam
aktivitas sehari-hari yang bermakna bagi pasien. Rehabilitasi restorasi kognisi dapat
diberikan dengan latihan kognisi dan alat kompensasi serta modifikasi aktivitas.

Efek yang terjadi setelah infeksi COVID-19 pada berbagai sistem dapat menyebabkan
penurunan kapasitas fungsional, menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu aktivitas dan
pekerjaan. Oleh karena itu, diperlukan program rehabilitasi komprehensif untuk memperbaiki
kapasitas fungsional dan mengurangi gejala sehingga dapat membantu pasien agar dapat kembali
beraktivitas dan bekerja.

11
BAGIAN III
REHABILITASI LONG COVID

A. Mekanisme bernapas ditinjau dari segi rehabilitasi respirasi


Sebelum membahas program rehabilitasi, maka perlu diketahui terlebih dahulu mekanisme
bernapas agar kita memahami pentingnya melakukan program rehabilitasi. Pernapasan atau
respirasi adalah proses masuknya udara ke dalam paru melalui saluran napas serta terjadinya
pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Seperti semua gerakan tubuh, gerakan pernapasan
terjadi karena adanya gerakan otot (Gambar 5). Diafragma merupakan otot utama pernapasan.
Sekitar 80% kerja pernapasan dilakukan oleh diafragma. Setelah penyakit atau sindrom
dekondisi umum, pola pernapasan dapat berubah dengan berkurangnya gerakan diafragmatik dan
penggunaan leher serta otot tambahan. Hal tersebut dapat mengakibatkan pernapasan dangkal,
meningkatnya kelelahan dan sesak napas, serta pengeluaran energi yang lebih tinggi.

Gambar 5. Gerakan otot pernapasan


Sumber: Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems. Cengage Learning; 2015.

Kontraksi diafragma bersama interkostal dapat membesarkan ruang dinding dada


sedemikian rupa dan mengembangkan paru sehingga kita dapat bernapas dengan optimal. Udara
dapat masuk ke dalam tubuh karena paru dapat mengembang;disebut sebagai proses inspirasi.
Selanjutnya, otot-otot inspirasi akan mengendur, tulang rusuk bergerak ke posisi awal dan
diafragma menjadi berbentuk kubah sehingga paru kembali ke ukuran semula dan udara
terhembus keluar;disebut sebagai proses ekspirasi.

12
Terdapat hubungan antar bagian tubuh, pleura juga membungkus bagian dinding dada dan
bahu serta bagian perut (torakoabdominal). Apabila satu bagian terdampak, maka bagian lain pun
akan terpengaruh. Diafragma adalah atap dalam core muscle, dindingnya berupa otot perut dan
punggung, dengan dasar berupa otot panggul. Pasien pascainfeksi COVID-19 yang mengalami
gangguan pengembangan paru mengalami kelemahan otot diafragma. Hal tersebut dapat
memengaruhi kekuatan core muscle dan dapat mengalami gangguan postur sehingga perbaikan
postur akan membantu mengoptimalkan fungsi diafragma dan fungsi pernapasan. Sebaliknya,
keluhan nyeri pinggang akibat keterlibatan otot diafragma yang lemah juga akan berpengaruh
pada fungsi pernapasan. Apabila pasien dengan kondisi tersebut menngalami COVID-19 maka
akan makin berat baginya untuk mengatur napas.

B. Tatalaksana Rehabilitasi pada Long COVID-19


Rehabilitasi pada penderita Long COVID bertujuan untuk :
 Mengurangi gejala
 Mengoptimalkan fungsi
 Mengurangi komplikasi
 Menangani dampak suatu kondisi kesehatan tertentu terhadap kehidupan sehari-hari
seseorang dengan mengoptimalkan fungsi dan mengurangi disabilitas
 Mengusahakan agar seseorang dengan kondisi kesehatan tertentu dapat tetap mandiri dan
berpartisipasi dalam pendidikan, pekerjaan, serta memiliki peran dalam kehidupan
sebaik-baiknya
 Menurunkan morbiditas
 Memfasilitasi untuk kembali ke komunitas
 Meningkatkan kualitas hidup

Berikut ini adalah beberapa latihan yang dapat dilakukan untuk rehabilitasi Long COVID
1. Latihan untuk masalah gangguan fungsi pernapasan
Latihan untuk gangguan fungsi pernapasan diharapkan dapat mengembangkan rongga
toraks dan mengembangkan paru melalui cara:
- Melatih inspirasi panjang dan dalam
- Meningkatkan pengembangan dada

13
- Membantu untuk bernapas dengan efektif dan mengurangi penggunaan otot bantu
napas
- Memperbaiki postur

a. Latihan Pernapasan
Latihan pernapasan dapat membantu mengelola sesak dan mengurangi dampaknya
terhadap aktivitas sehari-hari. Latihan dilakukan 5x per hari selama 6 minggu, lalu
dievaluasi. Latihan dapat diterapkan setelah waktu salat bagi muslim, atau menyesuaikan
waktu makan 3x/hari ditambah sebelum tidur dan saat bangun tidur. Video latihan dapat
dilihat dengan cara scan barcode.

1) Relaksasi dan Latihan gerak sendi bahu

Dilakukan bersama dengan fase napas


- Tarik napas dalam, keluarkan
- Postur tegak, tarik napas dalam, keluarkan
- Tarik napas, kembangkan perut, keluarkan
Latihan gerak bahu
- Lakukan fase pernapasan sambil menggerakkan bahu
- Tarik napas, putar bahu ke belakang, keluarkan, lakukan 3x
- Tarik napas, putar bahu ke depan, keluarkan, lakukan 3x

2) Latihan pernapasan posisi prone

14
 Prone position adalah posisi paling optimal untuk terjadinya oksigenasi. Bagian
terluas paru adalah bagian posterior, dalam posisi telentang bagian posterior akan tertekan
oleh organ jantung. Pada saat paru terinfeksi, maka akan terdapat cairan infiltrat yang
dalam posisi telentang terkumpul di bagian posterior,semakin menekan bagian tersebut
hingga alveoli sulit mengembang. Pada saat pasien di posisi prone, maka area paling luas
di posterior terbebas dari tekanan sehingga proses pertukaran oksigen akan lebih baik.
Selama perawatan baik pasien dengan atau tanpa ventilasi mekanik, prone adalah posisi
yang rutin dilakukan. Untuk pasien rawat inap dengan infeksi COVID-19 ringan,
direkomendasikan agar pasien berada dalam posisi tengkurap selama 2 jam setiap 12 jam.
Pada fase awal post COVID-19 maupun Long COVID saat terjadi penurunan fungsi paru,
proning harus tetap dilakukan meskipun tidak sesering sewaktu dalam perawatan.
Langkah untuk melakukan posisi prone:
- Letakan bantal di dada agar leher dan bahu rileks
- Apabila perlu dapat ditambahkan bantal di bagian bawah panggul sehingga posisi
panggul terangkat dan perut dapat bergerak lebih leluasa dan tidak mengganggu
gerakan diafragma
- Apabila pasien mampu melakukan latihan napas biasa pada posisi prone, maka dapat
dilakukan latihan napas dengan teknik latihan napas dalam;dapat dibantu orang lain
untuk memegang sisi dinding dada pasien untuk membantunya merasakan bagian
dinding dada yang perlu dikembangkan

3) Latihan napas dalam (deep breathing exercise)


Gangguan fungsi paru yang paling sering ditemui pascainfeksi COVID-19 adalah
gangguan paru dengan pola restriksi, yaitu kesulitan untuk mengembangkan paru secara
optimal. Oleh karena itu, perlu melakukan latihan yang dapat membantu meningkatkan
pengembangan paru. Berikut ini adalah langkah-langkah untuk melakukan latihan napas
dalam:
- Tarik napas dalam, tahan, lalu keluarkan
- Tarik napas dalam dengan dada dikembangkan, tahan, lalu keluarkan
Apabila terdapat kesulitan melakukan latihan napas dalam, maka dapat melakukan
Breath Stack Exercise dengan cara:

15
- Tarik napas dengan bertahap, tahan, lalu keluarkan
- Apabila mampu, dianjurkan untuk melakukan tarikan napas dengan pernapasan
diafragma

4) Pernapasan diafragma
Diafragma merupakan otot utama untuk bernapas. Apabila diafragma berfungsi dengan
efektif dalam perannya sebagai otot inspirasi utama, masuknya aliran udara akan menjadi
efisien, serrta konsumsi oksigen pada otot-otot pernapasan akan menjadi lebih efektif.
Tujuan dari latihan ini adalah untuk meningkatkan efisiensi ventilasi, menurunkan kerja
pernapasan, meningkatkan pergerakan diafragma, dan meningkatkan oksigenasi.
Latihan ini dapat dilakukan bersamaan dengan latihan napas dalam. Berikut ini adalah
langkah untuk melakukan latihan:
- Persiapkan posisi yang nyaman
- Relaksasikan otot-otot terutama otot dinding dada bagian atas
- Letakkan satu tangan di perut, tangan lain di dada
- Tarik nafas perlahan serta dalam dengan menggunakan hidung.
- Pertahankan relaksasi bahu dan dada bagian atas tetap tenang, dan rasakan perut
sedikit mengembang (Gambar 6)
- Kemudian keluarkan napas perlahan melalui mulut
- Lakukan 3-4x, kemudian istirahat
- Lakukan pernapasan diafragma dalam berbagai posisi (duduk, berdiri) dan selama
aktivitas (berjalan, naik tangga)

Gambar 6. Pernapasan diafragma


Sumber : Kisner C, Colby LA, Borstad J. Therapeutic Exercise: Foundations and Techniques.
W. Ross MacDonald School Resource Services Library; 2017.

16
5) Latihan napas dalam menggunakan alat incentive spirometry
Agar dapat melakukan inspirasi panjang dan dalam, maka diperlukan kekuatan otot
inspirasi dan elastisitas paru yang baik. Incentive spirometer, merupakan alat untuk
membantu melakukan pengambilan napas maksimal yang dikenal sebagai Sustained
Maximal Inspiration (SMI) dengan cara memberikan indikator aliran dan volume.
Incentive spirometer didesain untuk membantu pasien mengambil napas panjang, pelan,
dan dalam. Hal itu akan meningkatkan ekspansi paru dan pertukaran gas. Berdasarkan jenis
pistonnya, terdapat 2 macam incentive spirometer, meliputi: incentive spirometer
berorientasi volume/volume oriented incentive spirometer (gambar 7) dan incentive
spirometer berorientasi aliran/flow oriented incentive spirometer (gambar 8).

Gambar 7. Incentive spirometer berorientasi volume


Sumber: Alahmri FM, Muaither S Bin, Alsharhan HS, Alotaibi SS, Alotaibi HJ, Alsaadi
SM. The effect of pulmonary rehabilitation on COVID-19 patients. Phys Med Rehabil Res
2020; 5: 1–4.

Perangkat berorientasi aliran (perangkat Triflo) menghasilkan lebih banyak kerja


pernapasan dan meningkatkan aktivitas otot dada bagian atas. Perangkat berorientasi
volume memperbaiki fungsi paru dan meningkatkan aktivitas diafragma. Pada pasien Long
COVID disarankan menggunakan incentive spirometry berorientasi volume.

17
Gambar 8. incentive spirometer berorientasi aliran
Sumber : Amin R, Alaparthi GK, Samuel SR, Bairapareddy KC, Raghavan H, Vaishali K.
Effects of three pulmonary ventilation regimes in patients undergoing coronary artery
bypass graft surgery: a randomized clinical trial. Sci Rep. 2021;11(1):1–14

Rekomendasi frekuensi penggunaan incentive spirometer meliputi: 1 kali sehari, 5 set


setiap kali, 1 set 10 repetisi pernapasan, jeda istirahat 1 menit setiap set, dilakukan 5 kali
setiap minggu atau dapat disesuaikan dengan kondisi pasien. Konsultasikan dengan dokter
spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi. Apabila tidak ada alat, maka dapat dilakukan
napas dalam yang ditahan beberapa detik sesuai toleransi. Frekuensi normal 12x/menit.
Lakukan hingga pasien mampu melakukan frekuensi napas <10x menit dan bantu dengan
latihan napas diafragma.

6) Latihan Mobilisasi Dinding Dada

Langkah latihan:
- Posisi duduk tegak
- Tarik napas sambil menggerakkan tangan ke atas
- Buang napas sambil menurunkan tangan
- Lakukan 3x siklus
- Posisi duduk tegak
- Tarik napas sambil menggerakkan tangan ke samping
- Buang napas sambil tangan dikembalikan ke posisi awal
- Lakukan 3x siklus
- Posisi duduk, badan dibengkokan ke satu sisi

18
- Tarik napas sambil menggerakkan tangan ke samping
- Buang napas sambil tangan dikembalikan ke posisi awal
- Lakukan ke sisi lainnya
- Lakukan 3x siklus, atau sesuai dengan kemampuan pasien

b. Latihan Postur dan Keseimbangan


Pada pasien COVID-19 sering kali terjadi penggunaan leher serta otot tambahan dalam
proses pernapasannya sehingga timbul nyeri atau kekakuan. Lakukan perbaikan postur
leher, bahu dan punggung atas serta perut. Latihan dapat dilakukan dalam posisi duduk
dengan menggunakan cermin. Atur posisi tubuh sehingga dapat duduk dengan tegak:
telinga, sendi bahu dan punggung dalam posisi lurus.
Latihan juga dapat dilakukan dalam posisi berdiri (Gambar 9). Sebelum latihan, dapat
dilakukan prosedur kalibrasi postur dengan cara berdiri sebagaimana kebiasaan berdiri
pasien, lalu bersandar ke tembok. Kemudian, perhatikan kepala, pundak, pantat, dan tumit;
apabila seluruh bagian menempel, maka kemungkinan kontrol postur baik dan otot
diafragma berfungsi baik. Akan tetapi, apabila terdapat bagian yang tidak menempel, maka
kontrol postur kurang baik. Melatih postur dengan cara berdiri dan melihat ke cermin;
pastikan kepala, pundak, pantat dan tumit berada dalam kesegarisan, kemudian
pertahankan dalam beberapa menit sesuai toleransi. Upayakan selalu menjaga postur yang
baik dalam setiap aktivitas.

Gambar 9. Latihan postur


Sumber : Mayoclinic. Good Posture Tips [internet]. Tersedia dari :
https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/adult-health/multimedia/back-pain/sls-20076817

19
Selain sebagai otot napas utama, diafragma juga merupakan otot yang penting dalam
postur dan keseimbangan. Oleh karena itu, direkomendasikan juga untuk melakukan
latihan keseimbangan. Latihan dapat berupa berdiri tandem, berdiri satu kaki, berjalan
jinjit, maupun berjalan dalam satu garis. Latihan postur dan keseimbangan dapat
dilakukan selama 20-45 menit, 3-4x/minggu selama 6-8 minggu.

c. Latihan peregangan otot napas bantu


Usahakan tidak menggunakan otot bantu napas saat bernapas, yaitu dengan cara
meminimalkan gerakan leher dan dinding dada agar mengurangi usaha napas dan
mengurangi kelelahan.

d. Latihan apabila timbul serangan sesak


1) Posisi untuk mengurangi sesak
Pasien Long COVID sering kali merasakan keluhan sesak napas, penurunan kekuatan,
dan kebugaran serta kondisi penyakit itu sendiri dapat membuat pasien mudah sesak napas.
Kondisi sesak napas dapat membuat cemas yang memperparah gejala sesak. Tetap tenang
dan mempelajari cara untuk mengatasi sesak akan membantu. Sesak akan membaik seiring
dengan peningkatan kebugaran secara perlahan. Akan tetapi, sementara itu, posisi dan
teknik di bawah ini juga dapat membantu mengelolanya.
Berikut ini adalah beberapa posisi yang dapat mengurangi sesak napas. Cobalah
masing-masing untuk melihat posisi mana yang membantu pasien. Pasien juga dapat
mencoba teknik pernapasan yang dijelaskan di bawah dalam salah satu posisi untuk
membantu memudahkan pernapasan. Apabila keluhan sesak napas semakin memberat dan
tidak membaik dengan perubahan posisi maupun teknik pernapasan, segera hubungi
fasilitas kesehatan.

 Forward lean sitting


Duduk di meja, bersandar ke depan dengan pinggang, kepala, dan leher beristirahat di
atas bantal; serta lengan beristirahat di atas meja. Pasien juga bisa mencoba prosedur
ini tanpa bantal. Leaning forward mengistirahatkan otot-otot dada bagian depan
sehingga otot diafragma tidak bekerja, menegakkan tulang belakang sehingga

20
difokuskan untuk bernapas. Otot dinding dada juga tidak untuk menegakkan dinding
dada bagian depan sehingga bergerak untuk bernafas sehingga lebih menghemat
energi.

Gambar 10. Forward lean sitting


Sumber : World Health Organization (WHO). Support for Rehabilitation after
COVID-19- Related Illness. 2020;22.

 Forward lean sitting (tanpa meja)


Duduk di kursi, condongkan tubuh ke depan untuk beristirahat dengan lengan pasien di
pangkuan atau sandaran lengan dari kursi.

Gambar 11. Forward lean sitting


Sumber : World Health Organization (WHO). Support for Rehabilitation after COVID-
19- Related Illness. 2020;22.

 Forward lean standing


Sambil berdiri, condongkan tubuh ke depan memegang benda dengan permukaan stabil

21
Gambar 12. Forward lean standing
Sumber : World Health Organization (WHO). Support for Rehabilitation after COVID-
19- Related Illness. 2020;22.

 Backward Lean Standing

Gambar 13. Backward Lean Standing


Sumber : World Health Organization (WHO). Support for Rehabilitation after COVID-
19- Related Illness. 2020;22.

 Relaxed sitting

Gambar 14. Relaxed sitting


Sumber : World Health Organization (WHO). Support for Rehabilitation after COVID-
19- Related Illness. 2020;22.

22
 High Side Lying

Gambar 15. High Side Lying


Sumber : World Health Organization (WHO). Support for Rehabilitation after COVID-
19- Related Illness. 2020;22.

2) Latihan kontrol pernapasan


Berikut adalah langkah untuk melakukan kontrol pernapasan
- Duduklah dalam posisi yang nyaman dan rileks
- Minta pasien menutup mata jika itu membantu pasien untuk rileks (jika tidak
biarkan terbuka) dan fokuslah pada pernapasan pasien
- Tarik napas perlahan melalui hidung (atau mulut jika pasien tidak dapat
melakukannya)
- Relaksasikan bahu dan leher pasien dan posisikan agar perut dapat naik
- Keluarkan udara melalui mulut (Gambar 16)
- Cobalah untuk menggunakan usaha sesedikit mungkin dan buat napas pasien
lambat dan rileks
- Buatlah pola tarikan dan pengeluaran napas dengan rasio 1:2

23
Gambar 16. Latihan kontrol pernapasan
Sumber: Shen MD, Li YW, Xu LQ, et al. Role of active cycle of breathing technique for patients
with chronic obstructive pulmonary disease: A pragmatic, randomized clinical trial. Int J Nurs
Stud 2021; 117: 103880.

Cara lain untuk kontrol pernapasan adalah menggunakan teknik persegi panjang
 Carilah posisi yang nyaman
 Carilah benda berbentuk persegi panjang di sekitar pasien seperti jendela, televisi,
atau pintu
 Perhatikan tiap sisi bentuk persegi panjang (Gambar 17), ikuti arahnya dengan
gerakan mata, lakukan tarikan napas saat melihat sisi pendek dan keluarkan napas
saat melihat sisi panjang

Gambar 17. Latihan kontrol pernapasan menggunakan gambar


Sumber: Foundation BL. What is breathlessness? [internet] 2017; 1–13. Tersedia dari:
https://www.blf.org.uk/support-for-you/breathlessness/how-to-manage-breathlessness

24
2. Latihan untuk Mengelola Batuk
Batuk kering adalah gejala paling sering yang ditemukan pada pasien pascainfeksi
COVID-19 namun beberapa pasien juga mengeluhkan batuk berdahak
 Manajemen untuk batuk kering
- Penuhi kebutuhan cairan dengan air minum yang cukup
- Menyeruput minuman seteguk kecil, satu demi satu, hindari mengambil tegukan
besar
- Gunakan inhalasi uap - tuangkan air panas ke dalam mangkuk hirup uap dari atas
mangkuk. Jika nyaman, tutup kepala dan mangkuk pasien dengan handuk
- Minum madu hangat dan lemon atau minuman hangat lainnya, ini dapat membantu
melegakan tenggorokan
- Jika pasien tidak memiliki minuman, tetapi ingin batuk, cobalah menelan ludah
beberapa kali
 Manajemen untuk batuk berdahak
- Penuhi kebutuhan cairan dengan air minum yang cukup
- Inhalasi uap
- Cobalah berbaring di kedua sisi, semampu pasien. Hal ini dapat membantu
mengalirkan dahak
- Cobalah bergerak; ini akan membantu memindahkan dahak sehingga pasien dapat
membatukkan dahak keluar

1) Latihan Batuk efektif


Agar mampu melakukan batuk yang efektif, maka diperlukan kemampuan inspirasi
yang optimal sehingga selalu diawali dengan inspirasi yang dalam dan panjang. Latihan
dapat dilakukan bersamaan dengan rangkaian latihan napas yang sudah dijelaskan
sebelumnya. Latihan dilakukan selama 6 minggu. Ekspulsi yang kuat ditentukan oleh
kekuatan otot ekspirasi terutama otot perut dan gerakan diafragma. Latihan batuk efektif
dimulai dengan latihan inspirasi dan diakhiri dengan ekspulsi diafragma dan otot perut.
Bila otot tersebut mengalami kelemahan sehingga sulit melakukan batuk efektif, maka

25
perlu dilakukan latihan penguatan otot, konsultasikan lebih lanjut dengan dokter spesialis
kedokteran fisik dan rehabilitasi.

Berikut adalah langkah melakukan latihan batuk efektif


- Cari posisi yang nyaman untuk mengambil napas dalam dan batuk. Lakukan dengan
posisi bersandar bila pasien dalam keadaan kurang baik
- Usahakan perut tidak menekuk dan bahu tidak membungkuk
- Awali dengan fase inspirasi.
- Tarik napas sambil mengembangkan rongga dada (dapat dibantu dengan
menggerakan tangan dan bahu ke atas) diikuti dengan inspirasi yang panjang dan
dalam, lakukan huffing atau batung dengan tenggorokan terbuka
- Lakukan dengan tiga siklus
- Lakukan kembali tarik napas dalam dan diakhiri dengan satu hentakan batuk
(coughing)
- Jika pasien terlalu lemas, bisa dibantu dengan membantu menggerakan kedua tangan
dan bahu pasien untuk mengembangkan dinding dada

2) Latihan untuk Membersihkan Dahak


Setelah COVID-19, pasien mungkin merasakan batuk berdahak dan lendir di dada.
Latihan Active Cycle of Breathing Technique / ACBT (Gambar 18) dapat membantu
Pasien membersihkan jalan napas. Latihan ini terdiri dari tiga langkah
i. Kontrol pernapasan
Bernapas perlahan dan santai dengan bahu Pasien rileks
ii. Tarik napas dalam
• Tarik napas perlahan dan dalam
• Hembuskan perlahan tanpa memaksanya
• Ulangi 3-4 kali
iii. Teknik Huffing (hembusan udara paksa)
• Tarik napas biasa
• Menghembuskan napas dengan paksa dalam waktu singkat
• Pertahankan mulut pasien terbuka dan gunakan otot perut dan dada

26
• Ulangi 1-2 kali
• Akhiri dengan hembusan paksa atau batuk batuk
• Berhenti ketika batuk pasien kering pada dua siklus berturut-turut

Gambar 18. Latihan Active Cycle of Breathing Technique (ACBT)


Sumber: Shen MD, Li YW, Xu LQ, et al. Role of active cycle of breathing technique for patients
with chronic obstructive pulmonary disease: A pragmatic, randomized clinical trial. Int J Nurs
Stud 2021; 117: 103880

Posisi untuk membantu mengeluarkan dahak


Posisi berikut ini (Gambar 19) akan membantu pengeluaran dahak. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yaitu:
 Jangan melakukan posisi ini sebelum atau setelah makan
 Berhenti apabila merasakan efek samping
 Pilih posisi yang paling nyaman untuk pasien mengeluarkan dahak, diskusikan
dengan dokter dan pasien
 Jangan melakukan posisi di bawah ini apabila terdapat mual, sesak berat, batuk
berdarah, atau nyeri dada

27
Gambar 19. Posisi pengeluaran dahak
Sumber : Denitsa Vasileva. Is There a Place for Kinesitherapy in the Treatment of Patients
With COVID–19. 59th Annu Sci Conf - Univ Ruse Union Sci Bulg 2020; 145–152.

3. Manajemen Kelelahan
Berikut adalah beberapa rekomendasi untuk keluhan kelelahan pada Long COVID
• Setelah pemulihan dari penyakit ringan: 1 minggu melakukan latihan peregangan
dan latihan penguatan sebelum sesi latihan ketahanan kardiovaskular
• Gejala yang sangat ringan: batasi aktivitas menjadi berjalan lambat atau setara.
Tingkatkan waktu istirahat jika gejala memburuk. Hindari latihan intensitas
tinggi.
• Gejala persisten (seperti kelelahan, batuk, sesak napas, demam): batasi aktivitas
hingga 60% denyut jantung maksimal hingga 2-3 minggu setelah gejala berkurang
• Pasien yang memiliki kelainan darah atau membutuhkan oksigen memerlukan
pemeriksaan dokter sebelum melanjutkan latihan
• Pasien yang memiliki penyakit jantung membutuhkan penilaian fungsi jantung
(pemeriksaan dokter) sebelum latihan
Disarankan bahwa olahraga pada pasien harus dilakukan dengan hati-hati dan
dihentikan bila pasien mengalami demam, sesak napas, kelelahan parah, atau nyeri otot.
Pemahaman serta dukungan dari dokter di layanan primer merupakan komponen penting
dari manajemen.

28
Pascainfeksi COVID-19, pasien mungkin merasakan bahwa tingkat energi berfluktuasi
dari hari ke hari. Beberapa aktivitas menjadi sulit dilakukan seperti berjalan di sekitar
rumah, melakukan aktivitas rumah tangga, mengakses toilet, dan melakukan rutinitas
harian. Hal tersebut dapat mengakibatkan pasien perlu menyesuaikan aktivitas yang
memungkinkan untuk menghemat energi. Sementara proses pemulihan, pasien mungkin
perlu:
 Mempertimbangkan pengaturan yang berbeda seperti tinggal di lantai satu bila pasien
biasanya tinggal di lantai dua
 Menggunakan alat bantu untuk melakukan aktivitas agar lebih mudah
 Memahami level energi pasien. Tabel 1 dapat digunakan untuk menjelaskan kepada
pasien

Tabel 1. Level energi

 Bayangkan memiliki 10 kantong kacang


sebagai sumber energi hari ini
 Ketika dalam kondisi sehat, bangun dari
tempat tidur akan menghabiskan satu kantonh
kacang
 Ketika pulih dari sakit, bangun dari tempat
tidur menghabiskan 4 kantong kacang
sementara hanya memiliki 6 kantong, sisanya
untuk aktivitas lain di hari tersebut

Analogi itu berguna untuk menggambarkan betapa melelahkannya suatu kegiatan ketika
pasien dalam kondisi pemulihan. Hal tersebut akan membantu pasien memahami kelelahan
dan memungkinkan untuk mengelola dan beradaptasi dengan kondisi ini lebih baik. Untuk
mengelola kelelahan, pasien dapat menggunakan beberapa latihan berikut ini:

29
1) Paced breathing
Teknik ini berguna untuk digunakan saat melakukan aktivitas yang mungkin
membutuhkan lebih banyak tenaga atau membuat pasien terengah-engah, seperti menaiki
tangga, atau berjalan ke atas bukit. Penting untuk diingat bahwa tidak perlu terburu-buru.
- Pertimbangkan untuk memecah aktivitas menjadi bagian-bagian yang lebih kecil agar
lebih mudah dilakukan tanpa terlalu lelah atau sesak
- Tarik napas sebelum pasien melakukan 'upaya' aktivitas, seperti sebelum mendaki naik
satu langkah
- Hembuskan napas saat berusaha, seperti berjalan atau menaiki anak tangga
- Pasien mungkin merasa terbantu untuk menarik napas melalui hidung dan keluar melalui
mulut. Teknik tersebut akan membantu saat berjalan atau naik tangga. Cobalah posisikan
bahu dan dada bagian atas agar rileks, lalu gunakan teknik kontrol napas seperti
dijelaskan sebelumnya. Gunakan hitungan seiring pasien melangkah
 Tarik napas, maju 1 langkah
 Keluarkan napas, maju beberapa langkah
 Teknik lain yang dapat dilakukan adalah saat akan berjalan, lakukan breath stacking
terlebih dahulu kemudian berjalan beberapa langkah sambil mengembuskan napas
 Pasien juga dapat melakukan penilaian terlebih dahulu dengan tes hitung napas (lihat
bab monitoring), apabila pasien dapat menghitung lebih dari 15, maka aman untuk
melanjutkan aktivitas seperti berjalan. Namun, bila tidak, lakukan positioning terlebih
dahulu dengan leaning forward atau leaning backward, lalu ulangi tes atau hentikan
sementara aktivitas tersebut.

2) Teknik Konservasi Energi


Teknik konservasi energi merupakan serangkaian upaya untuk menagemen energi
agar lebih efisien yang terdiri dari Planning, Pacing, Prioritizing, dan Positioning/Posture

i. Planning
Perencanaan termasuk melakukan rutinitas harian dengan mengutamakan penyelesaian
aktivitas paling penting ketika pasien merasakan level energi paling tinggi. Misalnya
berpakaian di awal hari ketika kekuatan dan stamina sering berada di puncaknya.

30
Rencanakan sebelum melaksanakan tugas dan pengeluaran energi lainnya. Pertimbangkan
hal berikut:
• Pikirkan tentang langkah-langkah yang perlu diselesaikan dan hal yang perlu
dipersiapkan untuk tugas tersebut.
• Siapkan barang yang diperlukan sebelumnya.
• Simpan barang yang sering digunakan di tempat yang mudah diakses.
• Miliki barang yang sering digunakan dan sediakan di beberapa tempat untuk
membatasi perjalanan yang tidak perlu antara kamar mandi, kamar tidur, atau dapur.
• Pertimbangkan untuk menggunakan tas, keranjang, atau troli untuk membawa alat atau
persediaan dalam satu perjalanan.
• Rencanakan rutinitas mingguan. Hal tersebut bermanfaat untuk jadwal kegiatan berat,
seperti pergi menghadiri acara keagamaan atau belanja.

ii. Pacing
Setelah kegiatan direncanakan, pengaturan kecepatan memungkinkan pasien untuk
mempertahankan tingkat energi sampai tugas selesai. Pertimbangkan hal berikut:
 Meluangkan banyak waktu untuk menyelesaikan suatu kegiatan dan lakukan jeda
istirahat lebih sering.
 Lakukan tugas dengan kecepatan sedang dan hindari terburu-buru. Meskipun tugas
dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat, terburu-buru menggunakan lebih
banyak energi dan menyisakan lebih sedikit cadangan energi untuk kegiatan
selanjutnya.
 Meluangkan banyak waktu untuk istirahat dan relaksasi. Lakukan istirahat atau tidur
siang sebelum kegiatan untuk membangun energi.
 Bernapas dengan teknik yang benar selama beraktivitas. Teknik bernapas dapat
mengurangi sesak.
 Lakukan aktivitas dengan penggunaan energi lebih sedikit. Misalnya, melipat pakaian
atau menyiapkan makanan sambil duduk dibandingkan berdiri.

31
iii. Prioritizing
Strategi ketiga sering kali yang paling menantang. Ketika dihadapkan dengan energi
terbatas, perlu ditelaah secara kritis mengenai jenis pekerjaan serta peran sosial dan
lakukan hanya peran penting dan menyenangkan. Pertimbangkan hal berikut:
• Apakah ada teman atau anggota keluarga yang dapat membantu pekerjaan, misalnya
membersihkan rumah? Sehingga pasien memiliki lebih banyak energi untuk aktivitas
lain
• Hilangkan tugas atau langkah aktivitas yang tidak perlu. Cari pintasan dan longgarkan
aturan.
• Fleksibel dalam rutinitas harian memungkinkan pasien untuk menikmati kegiatan
apabila terdapat hal di luar dugaan karena kelelahan.

iv. Positioning
Pengaturan posisi ini cukup efektif dalam konservasi energi. Metode kinerja saat ini
menggunakan lebih banyak energi daripada yang diperlukan. Pertimbangkan hal berikut:
• Simpan barang pada ketinggian yang nyaman untuk menghindari membungkuk dan otot
meregang berlebihan serta berkepanjangan.
• Pastikan seluruh permukaan kerja berada pada ketinggian yang tepat. Jika terlalu pendek
dan sering membungkuk akan mengeluarkan lebih banyak energi.
• Gunakan perangkat yang lebih panjang untuk menghindari pembengkokan atau
jangkauan yang tidak perlu.
• Gunakan kursi untuk mandi dan pancuran air.

3) Latihan Berjalan dan kebugaran kardiorespirasi


Setelah perawatan upayakan agar mampu beraktivitas kembali dan hindari tirah baring
lama. Tingkatkan kemampuan aktivitas berjalan, dengan memonitor tanda vital. Sebagai
contoh apabila pada awalnya mampu berjalan 5 langkah, maka hari selanjutnya dapat
ditingkatkan menjadi 10 langkah dengan catatan tidak terjadi peningkatan denyut nadi dan
kecepatan napas untuk menghindari overtraining dan kelelahan. Kondisi overtraining dan
kelelahan dapat menurunkan sistem imun. Pertimbangkan untuk menggunakan alat bantu
jalan seperti tongkat sehingga dapat membantu menghemat penggunaan oksigen.

32
Agar dapat kembali beraktivitas seperti berjalan dan aktivitas lainnya diperlukan
kebugaran kardiorespirasi yang baik. Sebelum pasien melakukan latihan kebugaran
kardiorespirasi sebaiknya dilakukan uji latih. Uji latih dapat dilakukan dengan supervisi
tenaga kesehatan ataupun dilakukan uji latih sederhana di rumah. Uji latih bermanfaat
untuk menilai kapasitas fungsional maupun untuk evaluasi. Uji latih sederhana yang dapat
dilakukan di rumah seperti duduk berdiri dan uji jalan 6 menit dapat dapat dilihat pada bab
monitoring.
Lakukan kebugaran kardiorespirasi dengan cara berjalan 3-5 kali per minggu, lalu
tingkatkan bertahap sesuai toleransi selama 6-8 minggu kemudian dievaluasi kembali.
Latihan dapat berupa berjalan, jalan cepat, jogging, berenang, treadmill, ataupun squatting.
Sebagai contoh pasien awalnya hanya mampu berjalan selama 5 menit, selanjutnya
tingkatkan menjadi 10 menit, kemudian 15 menit hingga mampu berjalan 20 menit.
Apabila telah mampu berjalan 20 menit, pertahankan pada durasi tersebut, atau dapat
dilakukan hingga durasi 20-30 menit. Lakukan monitoring nadi, napas, dan saturasi
oksigen. Latihan aman dilakukan pada intensitas sedang, yaitu 60% dari HRR (heart rate
reserve) atau dapat dimonitor dengan peningkatan denyut nadi 20x/menit dari denyut nadi
awal atau menggunakan skala Borg 12-13 (lihat bab monitoring). Hentikan latihan bila
terjadi sesak, nyeri dada, penurunan saturasi oksigen atau keluhan subjektif lain seperti
jantung berdebar atau keringat dingin.

4) Teknik Relaksasi
Relaksasi adalah bagian penting dari manajemen kelelahan. Hal ini juga dapat
membantu Pasien mengendalikan kecemasan, meningkatkan kualitas hidup, dan
mengurangi rasa sakit serta ketidaknyamanan. Di bawah ini adalah dua teknik relaksasi
yang dapat pasien gunakan untuk mengelola kecemasan dan membantu Pasien rileks.
i. Teknik grounding ketika pasien merasa cemas
Atur napas pasien dengan control breathing agar tidak terlalu cepat dan minta pasien
menanyakan pada dirinya sendiri:
• Apa saja lima hal yang bisa dia lihat?
• Apa empat hal yang bisa dia rasakan?
• Apa tiga hal yang bisa dia dengar?

33
• Apa dua hal yang bisa dia hirup?
• Apa satu hal yang bisa dia cicipi?
Minta pasien memikirkan jawaban ini untuk dirinya sendiri secara perlahan-lahan.

ii. Minta pasien membayangkan dirinya di suatu tempat yang tenang


Minta pasien memikirkan tempat santai dan damai. Minta pasien menutup matanya,
dan pikirkan detail tempat yang tenang tersebut. Bayangkan seperti apa tampilannya:
• Warna dan bentuk apa yang dapat pasien lihat?
• Dapatkah pasien mendengar suara?
• Apakah hangat atau sejuk?
• Bagaimana rasanya tanah yang pasien pijak?
Luangkan waktu membayangkan masing-masing poin.

4. Latihan otot anggota gerak untuk aktivitas


Selama perawatan, otot-otot ini jarang digunakan sehingga dapat mengalami
kelemahan. Oleh karena itu, perlu dilakukan latihan penguatan namun tidak boleh sampai
mengalami kelelahan. Latihan penguatan perlu terukur dengan dosis tertentu. Latihan dapat
dilakukan 5 kali repetisi pada setiap kelompok otot atau sesuai toleransi dan diawali
dengan memakai beban tubuh (pliometri) seperti gerakan squatting atau latihan duduk
berdiri dengan tangan tidak menumpu. Hati-hati pada pasien dengan penyakit jantung dan
hipertensi, konsultasikan dengan dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi terlebih
dahulu. Lakukan latihan pada otot anggota gerak atas dan bawah termasuk otot bahu.
Gangguan fungsi tangan biasanya terjadi pada pasien yang selama perawatan
menggunakan ventilasi mekanik seperti terjadi kesulitan menggenggam, menulis, dan lain-
lain. Latih terlebih dahulu kemampuan menggenggam, memakai kedua tangan dan
koordinasi 2 tangan, lalu lanjutkan kemampuan motorik halus seperti memindahkan biji-
bijian. Pasien diharapkan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan melatih fungsi
tangan.

34
5. Mengelola Diet Post-COVID-19
Pasien mungkin merasakan perubahan nafsu makan setelah COVID-19. Namun, penting
untuk makan dan minum yang cukup. Ketika tubuh kita melawan infeksi, ia membutuhkan
lebih banyak energi dan cairan untuk membantu; jadi kita perlu makan dan minum lebih
banyak dari biasanya. Ketika tubuh kita pulih dari infeksi, ia membutuhkan lebih banyak
bahan (dari sumber protein) untuk memperbaiki serta vitamin dan mineral untuk membantu
prosesnya. Pilihlah makanan tinggi protein bersamaan dengan meningkatkan level aktivitas
secara bertahap. Hal tersebut akan mengembalikan kekuatan pasien.
Beberapa hal yang harus diupayakan adalah:
 Upayakan mendapat 3 jenis seukuran tangan dari kelompok protein ini setiap hari :
kacang-kacangan, ikan, telur, daging dan protein lainnya. Makan lebih banyak
kacang,daging merah dan makanan olahan yang lebih sedikit.
 Upayakan mendapat 3 jenis seukuran ibu jari dari kelompok produk susu setiap hari. Jika
Pasien ingin meningkatkan berat badan, pilih kandungan tinggi lemak dan gula
 Upayakan untuk mendapat 5 jenis seukuran genggaman dari kelompok buah dan sayuran
setiap hari. Makan dengan jenis berbeda warna menyediakan vitamin yang berbeda dan
mineral. Jika sulit, gunakan suplemen multivitamin dan mineral harian.

6. Dampak Emosional
Pengalaman COVID-19 dapat sangat menakutkan. Hal tersebut sangat dimengerti
bahwa pengalaman dapat memiliki dampak emosional. Baik pasien yang memiliki gejala
ringan atau lebih berat, terdapat beberapa kesulitan yang dapat dihadapi, yaitu:
• Merasa cemas ketika sesak
• Kekhawatiran tentang kesehatan atau tentang keluarga atau teman-teman yang sakit
• suasana hati yang kurang baik
• kualitas tidur yang kurang baik

Jika pasien dirawat di rumah sakit, pasien mungkin juga mengalami:


• pengalaman yang tidak menyenangkan
• mimpi buruk
• Perasaan panik dengan pengingat rumah sakit.

35
Anjuran apa yang bisa membantu pasien?
• Menganjurkan pasien untuk berbicara dengan keluarga dan teman
• Cobalah untuk melakukan kegiatan yang menurut pasien menyenangkan dan santai
• Jangan terlalu memaksa diri sendiri jika ada beberapa hal sulit untuk dilakukan, ingat
bahwa pemulihan membutuhkan waktu
• Fokus pada apa yang ada dalam kendali pasien seperti makan dengan baik

36
BAGIAN IV
REHABILITASI PADA POPULASI KHUSUS

A. Latihan Pernapasan untuk Anak

1. Latihan dimulai dengan latihan relaksasi


- posisi duduk dengan kaki menyilang ke depan dan tangan menggenggam di depan
dada
- Punggung bersandar ke belakang, rileks
- Tarik napas, buang napas. Dapat dilakukan melalui hidung ataupun mulut
- Ulangi 3 kali

2. Latihan pengembangan dada (mobilitas thorakal)


Statis
- Posisi duduk
- Gerakan seperti menggeliat sambil menarik napas
- Turunkan sambil mengeluarkan napas
Dinamis
- Posisi berdiri
- Gerakan seperti burung mengepakkan sayap sambil menarik napas
- Turunkan sambil mengeluarkan napas
- Gerakan seperti kupu-kupu terbang (gerakan tangan lebih pendek) sambil menarik
napas
- Turunkan sambil mengeluarkan napas
- Gerakan belalai gajah, satu tangan terlipat di belakang, satu tangan ke depan sebagai
belalai gajah gerakan seperti gajah hendak minum

37
- Posisi awal tangan yang di depan posisi di bawah, lalu putar bahu keluar dan angkat
tangan ke atas sambil menarik napas, lalu turunkan tangan sambil bahu diputar ke dalam
dan tangan turunkan ke bawah sambil buang napas
- Ulangi latihan relaksasi

3. Latihan napas posisi tengkurap


- Fungsi pernapasan dalam posisi tengkurap adalah memperbaiki oksigenasi di paru-
paru karena pengembangan paru dalam posisi ini akan lebih baik
- Dapat menggunakan gym ball, bantal, atau posisi biasa tengkurap di atas matras
- Minta anak untuk napas biasa
- Lalu buang napas
- Ulangi beberapa kali
- Minta anak untuk napas dalam, lalu tahan beberapa detik
- Lalu buang napas
- Dapat dibantu dipegang pada bagian samping dada agar anak mampu merasakan
pengembangan dada

4. Latihan menghirup dan meniup


Dapat dilakukan dengan cara menarik napas dan mengeluarkan napas. Kemampuan
mengembuskan napas secara tidak langsung dapat menggambarkan kemampuan paru untuk
mengembang dan mengempis ketika meniup napas. Perhatikan usia anak dan konsultasikan
dengan spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi.
a. Latihan menarik napas (inspirasi)
Anak menyedot minuman dan diminta memindahkan dari satu gelas ke gelas lain
menggunakan sedotan.
b. Latihan mengeluarkan napas (ekspirasi)
Anak diminta meniup dengan beberapa cara yang dapat dipilih sesuai kesukaan anak:
- Anak meniup menggunakan sedotan dan diminta membuat gelembung dalam
gelas
- Anak diminta meniup tissue
- Anak meniup mainan perahu kertas dalam baskom air

38
B. Latihan Pernapasan untuk Lansia

Pada lansia sangat penting untuk menjaga pernapasan karena pernapasan merupakan fondasi
penting untuk dapat beraktivitas sehari-hari dengan baik. Fungsi pernapasan terkait dengan
fungsi diafragma, keseimbangan, postur, dan lain-lain.
1. Latihan napas
- Posisi tidur
- Satu tangan di dada, tangan lain di perut
- Tarik napas dan usahakan perut mengembang
- Hembuskan napas
- Tarik napas sambil mengangkat tangan ke atas turunkan kembali sambil membuang
napas

2. Latihan napas posisi tengkurap


- Posisi tengkurap
- Apabila ada pendamping, letakan tangan pendamping di sisi dinding dada bagian
bawah sebagai penanda diafragma guna memberikan sensasi pada pasien agar
mengetahui bagian mana yang harus dikembangkan
- Tarik napas dalam, kembangkan dada, kemudian hembuskan.
- Apabila sudah paham, maka tidak perlu dipegang

3. Latihan napas
- Posisi duduk di samping tempat tidur, duduk di kursi ataupun berdiri
- Lakukan latihan napas relaksasi
- Angkat salah satu kaki ke atas sambil menarik napas, turunkan sambil mengembuskan
napas
- Lakukan pada sisi kaki lainnya bergantian

39
- Luruskan salah satu tungkai sambil menarik napas, kemudian turunkan sambil
mengembuskan napas
- Lakukan pada kaki lainnya bergantian
- Angkat salah satu kaki ke atas, lanjutkan dengan gerkan mengayuh sambil menarik
napas, lalu turunkan sambil mengembuskan napas

4. Latihan pengembangan dada (mobilitas torakal)


- Posisi duduk di samping tempat tidur, duduk di kursi ataupun berdiri
- Tarik napas sambil menggerakkan tangan ke atas
- Buang napas sambil tangan diturunkan
- Lakukan 3x siklus
- Posisi duduk tegak, tarik napas sambil menggerakkan tangan ke samping
- Buang napas sambil tangan dikembalikan ke posisi awal
- Lakukan 3x siklus
- Posisi duduk, badan dibengkokan ke satu sisi sambil tarik napas serta menggerakkan
tangan ke samping
- Buang napas sambil mengembalikan posisi tangan ke awal
- Lakukan ke sisi lainnya
- Lakukan 3x siklus, atau sesuai kemampuan pasien

5. Latihan gerak bahu


- Posisi duduk di samping tempat tidur, duduk di kursi ataupun berdiri
- Lakukan fase pernapasan sambil menggerakkan bahu
- Tangan di pinggang
- Tarik napas, putar bahu ke belakang, keluarkan; lakukan 3x
- Tarik napas, putar bahu ke depan, keluarkan; lakukan 3x

C. Latihan bagi sahabat dengan disabilitas yang mengalami Long COVID


Secara umum terdapat 10 jenis disabilitas
1. Gangguan kejang
2. Gangguan belajar

40
3. Gangguan bicara
4. Gangguan pendengaran
5. Gangguan penglihatan
6. Gangguan gerak
7. Gangguan perkembangan
8. Gangguan tingkah laku
9. Gangguan mati rasa/sensibilitas
10. Gangguan lainnya (bibir sumbing, luka bakar, dll.)

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk latihan maupun positioning pada
disabilitas, diantaranya:
1. Gangguan belajar
Latihan pernapasan untuk disabilitas intelektual
Pasien dengan disabilitas intelektual sering kali kesulitan untuk diberikan instruksi
Lakukan tips berikut untuk melakukan latihan pernapasan.:
- Tunjukkan kepalan tangan atau benda lain dan katakan bahwa benda itu adalah sesuatu
yang baunya harum dan disukai untuk mengarahkan pada tarikan napas, lalu, katakan
untuk menarik napas dalam dan membayangkan bau tersebut
- Tunjukkan jari telunjuk atau benda lain yang aman dan katakan bahwa benda itu
adalah lilin yang perlu ditiup untuk mengarahkan pada hembusan napas; selain itu,
dapat juga menggunakan piring kertas dan minta pasien meniupnya agar piring
bergerak
- Setelah pasien dapat melakukan tarik napas dalam dan mengembuskan, maka latihan
dapat dilanjutkan agar pasien dapat konsisten mempraktikkannya serta dapat
memberikan variasi lain seperti mengatur kecepatan, dll
- Terkadang diperlukan benda konkret seperti gambar bunga dan lilin atau benda nyata
langsung seperti bunga agar pasien dapat melakukan latihan dengan baik

41
2. Gangguan gerak
Pencegahan pressure injury
Terdapat 6 langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah pressure injury pada pasien
dengan gangguan gerak apabila akan melakukan prone positioning (gambar 20).

Gambar 20. Posisi prone dengan mencegah pressure injury

Sumber : Santos VB, Aprile DCB, Lopes CT, et al. COVID-19 patients in prone position:
validation of instructional materials for pressure injury prevention. Rev Bras Enferm
2021; 74Suppl 1: e20201185.

1) Lakukan penilaian pada bagian ventral tubuh serta identifikasi apakah ada hiperemia
dan perubahan pada kulit di daerah kritis (penonjolan tulang). Letakkan bantal di
anterior garis skapular untuk mengurangi tekanan pada dada dan payudara, serta bantal
di bagian simfisis pubis untuk mengurangi tekanan perut dan mencegah terhambatnya
ekspansi paru.

2) Langkah kedua, terkait dengan posisi kepala, dimulai dengan posisi Trendelenburg
terbalik 30º, lateralisasi, dan rotasi posisi kepala pada bantal ke sisi lengan atas yang
ditinggikan. Perhatikan juga kondisi mata dan posisi kanula orotrakeal dan selang
nasogaster apabila pasien membutuhkan alat tersebut.

Posis Trendelenburg terbalik 30º dapat mengurangi risiko edema wajah dan
bronkoaspirasi, sementara lateralisasi dan rotasi posisi kepala menghindari cedera di
aurikular dan di daerah lateral wajah. Perawatan mata diperlukan karena adanya

42
potensi peningkatan tekanan orbital sekunder akibat efek gravitasi pada posisi rawan.
Posisi fiksasi kanula orotrakeal dan selang nasogaster mencegah lesi di mukosa labial
atau hidung. Posisi lengan atas dalam posisi perenang serta rotasi posisi tungkai dan
rotasi bahu ditujukan untuk mencegah pressure injury dan bahkan dislokasi.

3) Langkah ketiga, posisi lengan atas dalam posisi perenang sehingga salah satu anggota
badan ditinggikan, dengan telapak tangan menghadap ke bawah dan lengan sisi
lainnya di sepanjang sisi tubuh, dengan telapak menghadap ke atas. Selain itu, bantal
harus diposisikan dan pramurawat perlu mewaspadai rotasi anggota badan dan rotasi
bahu. Karena pada pasien dengan kondisi kritis, tekanan darah invasif perlu dipantau
dengan memasukkan kateter ke dalam arteri radial sehingga diperlukan posisi yang
aman untuk alat tersebut dengan posisi lengan ekstensi.

4) Langkah keempat, terkait dengan posisi dada, penilaian kembali posisi bantal di
daerah skapula, posisi elektrode pemantauan jantung, perangkat vascular, dan sistem
drainase; serta kaitannya dengan fungsi dan kemungkinan tekanan perangkat ini pada
struktur di daerah tersebut. Lakukan penilaian posisi perangkat dan ekstensi yang
aman untuk menghindari tekanan yang berlebihan guna mengurangi risiko pressure
injury. Nilai posisi bantal di wilayah setinggi skapula, untuk mengurangi tekanan dada
dan meningkatkan ekspansi paru.

5) Langkah kelima merupakan tindakan yang terkait dengan posisi pada panggul dengan
fokus mengurangi tekanan perut di diafragma dan mempertahankan ekspansi paru.
Selain mengurangi tekanan berlebihan pada area iliaka, penggunaan ostomi, kantong,
serta posisi alat kelamin laki-laki juga perlu diperhatikan.

6) Langkah terakhir berfokus pada posisi bantalan di sepanjang area tibia untuk
mencegah peningkatan tekanan di daerah patela dan dorsal pedis.

43
3. Gangguan lain

a. Gangguan kesadaran (pencegahan plexopathy)

Pasien dengan gangguan kesadaran yang dilakukan prone positioning sebaiknya


memperhatikan hal-hal berikut ini untuk mencegah risiko terjadinya plexopathy.

 Pada posisi prone dengan rotasi kepala penting untuk memosisikan vertebra servikal
dalam posisi netral atau sedikit flexi dan hindari ekstensi. Perhatikan agar posisi senetral
mungkin dan jangan sampai lateral flexi saat akan melakukan reposisi dari satu sisi
rotasi ke sisi lainnya.

 Dalam posisi “perenang” lengan tidak boleh abduksi >70o dan dipertahankan
menghadap ke anterior pada bidang sagital dengan skapula diangkat ke arah kranial
untuk mencegah traksi ke arah kaudal dari shoulder girdle. Posisi siku dan lengan
bawah sedikit flexi dan pronasi untuk menghindari gaya stretching sepanjang N.
Medianus dan Ulnaris.

 Selain itu, tekanan yang menyebabkan paralisis juga dapat terjadi pada lokasi anatomi
lain seperti : area ischium (N.Sciatica), bagian lateral lutut/neck fibula (N.Common
peroneal), epicondylus medialis (N.Ulnaris) dan area parotid (N.Facialis)

44
Rekomendasi Hindari apabila memungkinkan
 Geser skapula ke arah atas dengan  Depresi shoulder girdle
sedikit mengangkat bahu
 Pertahankan spine alignment  Lateral flexi cervical
berlebihan
 Posisikan tangan pada “swimmers  Rotasi cervical berlebihan
position” dengan satu tangan pada sisi
pasien dan tangan lain abduksi 45-70o
 Posisi tangan bergantian setiap 2 jam  Ekstensi servikal
 Bagian dada sebaiknya disangga untuk  Abduksi bahu>70o
memastikan bahu tidak forward flexed
 Kepala rotasi ke arah lengan yang
abduksi
 Pertahankan sanggahan leher ketika
memposisikan maupun memindahkan
pasien

Tabel 1. Rekomendasi dan hal yang perlu dihindari untuk mencegah plexopathy

Sumber : A commentary on Prone Position Plexopathy during the COVID-19 pandemic,


https://www.boa.ac.uk/resources/knowledge-hub/a-commentary-on-prone-position-plexopathy-
during-the-COVID-19-pandemic.html

b. Kondisi dislokasi panggul


Pada pasien dengan kondisi dislokasi panggul perlu memperhatikan arah dislokasi,
konsultasikan dengan dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi untuk penilaian
lebih lanjut. Pada cerebral palsy, dikarenakan ligamen anterior lebih kuat, arah dislokasi
umumnya paling banyak adalah dislokasi ke arah posterior (90%). Prone positioning dapat
dilakukan sebagaimana prosedur reposisi juga dapat dilakukan pada posisi prone.

45
Upayakan agar patela dan kaki dalam posisi sejajar ke arah depan tubuh agar berada dalam
posisi netral.

46
BAGIAN V
MONITORING

1. Saturasi Oksigen
Apabila pasien memiliki pulse oxymeter maka pasien dapat mengukur kadar oksigen di
dalam darahnya. Jika angka menunjukkan 94% ke bawah artinya tubuh sedang mengalami
kekurangan oksigen. Pasien dapat melakukan positioning dan prone untuk meningkatkan
oksigenasi. Apabila tidak terjadi peningkatan atau gejala menetap, maka konsultasikan lebih
lanjut dengan dokter.

Penggunaan pulse oxymeter


Kondisi kekurangan oksigen (hipoksia) dapat mencerminkan gangguan difusi oksigen dan
merupakan tanda COVID-19. Hal tersebut mungkin tanpa gejala (disebut silent hypoxia)
atau dengan gejala (peningkatan kerja pernapasan, atau penyakit sekunder seperti infeksi
bakteri atau tromboemboli). Probe saturasi oksigen telah digunakan sebagai bagian dari
paket perawatan COVID-19 dan direkomendasikan sebagai bagian dari penilaian COVID-
19 akut dalam pedoman penatalaksanaan. Pemantauan mandiri saturasi oksigen selama tiga
hingga lima hari bermanfaat dalam penilaian pasien dengan sesak napas persisten pada
kondisi pasca akut, terutama pasien dengan kondisi awal normal dan tidak ada penyebab
sesak lain yang ditemukan dalam evaluasi.
Uji saturasi oksigen saat aktivitas perlu dilakukan sebagai bagian dari penilaian dasar untuk
pasien dengan saturasi oksigen saat istirahat 96% atau lebih tetapi menunjukan gejala dan
penurunan saturasi oksigen saat beraktivitas (seperti kepala ringan atau sesak napas saat
latihan). Apabila tidak ada kontraindikasi, pasien dapat mengulangi pengukuran saturasi
oksigen setelah 40 langkah pada permukaan datar (jika pengujian mandiri dari jarak jauh)
serta setelah duduk-berdiri secepat yang pasien mampu selama satu menit (jika diawasi).
Penurunan 3% saturasi setelah aktivitas ringan merupakan kondisi abnormal dan
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
Pasien perlu diberikan pulse oxymeter dan buku pengamatan harian serta diberikan instruksi
tentang cara memantau diri sendiri. Pengukuran diambil pada jari yang bersih tanpa cat
kuku setelah beristirahat selama 20 menit; perangkat harus dibiarkan stabil dan pembacaan
tertinggi yang diperoleh harus dicatat. Kisaran normal adalah >92% dan penggunaan
aplikasi gawai untuk mengukur saturasi oksigen atau kamera ponsel tidak dianjurkan.

47
British Thoracic Society mendefinisikan kisaran target untuk oksigen saturasi sebagai 94-
98% dan level di bawah 92% membutuhkan oksigen tambahan (kecuali kondisi gagal napas
kronik). Dalam kondisi normal (wawancara, pemeriksaan fisik, dan penunjang) tanpa pasien
bahaya, saturasi oksigen 96% atau lebih dan tidak adanya penurunan saturasi oksigen saat
aktivitas pada tes menunjukan kondisi yang baik. Rujukan lebih lanjut dalam enam minggu
pertama setelah COVID-19 pada pasien jarang diindikasikan meskipun dukungan rutin via
telepon atau video mungkin diperlukan.
Saturasi oksigen persisten pada kisaran 94-95% atau kurang, memerlukan penilaian dan
pemeriksaan lebih lanjut. Pasien harus menghubungi fasilitasi kesehatan apabila terjadi
pengukuran saturasi yang rendah berulang. Penyesuaian diperlukan bagi pasien dengan
penyakit paru kronis dan hipoksia dengan kisaran 88-92% masih dianggap dapat diterima.

2. Tes Hitung Napas

Apabila pasien tidak memiliki pulse oxymeter, pasien dapat melakukan uji sederhana ini.
Uji Hitung Napas (Breath Count Test) digunakan sebagai parameter klinis sederhana yang
dapat secara kasar melakukan skrining apakah kadar saturasi oksigen seseorang menurun.
Apabila dapat menghitung lebih dari angka 10, maka saturasi oksigen nya sekitar 90% ke atas.

Langkah:
- Pasien dalam posisi duduk rileks
- Pasien menarik napas dalam
- Keluarkan sambil berhitung dari angka satu dan seterusnya secara langsung
kontinu tanpa terputus sampai tidak bisa menghitung kembali karena napasnya
habis

48
3. Skala Borg Rating of Perceived Exertion Scale (RPE)
Borg RPE yang dikembangkan oleh Gunnar Borg adalah penilaian untuk mengukur upaya
dan pengerahan tenaga, sesak napas, dan kelelahan kaki individu selama melakukan aktivitas
fisik. Skala Borg didesain dengan skala 6-20 (Tabel 2). Skala 6 artinya tidak ada tenaga sama
sekali dan skala 20 artinya tenaga maksimal. Semakin besar skala, semakin besar juga tenaga
yang dikeluarkan. Penilaian bersifat subjektif tergantung penilaian yang dirasakan pasien. Skala
ini dapat memperkirakan denyut jantung dengan mengalikan 10. Sebagai contoh apabila upaya
yang dirasakan di angka 12 diperkirakan denyut jantung adalah 120 kali per menit.
Borg kemudian membuat category (C) dan ratio (R) menjadi skala Borg CR10. Skala Borg
CR10 dapat digunakan untuk menilai sesak napas, nyeri dada, serta nyeri otot dan tulang. Kenali
derajat usaha dan sesak pasien dengan bantuan skala. Keluhan sesak terkadang masih ada
terutama saat melakukan aktivitas. Pasien tetap dapat beraktivitas hingga skala sesak sedang.
Apabila skala sesak lebih dari itu, konsultasikan dengan dokter.

Tabel 2. Skala Borg


Usaha Sesak Kaki Lelah
6 0 Tidak ada 0 Tidak ada
7 Sangat, sangat mudah 0,5 Tidak nyata 0,5 Tidak nyata
8 1 Sangat ringan 1 Sangat ringan
9 Sangat mudah 2 Ringan 2 Ringan
10 3 Sedang 3 Sedang
11 Ringan 4 Sedikit berat 4 Sedikit berat
12 5 Berat 5 Berat
13 Sedikit berat 6 6
14 7 Sangat berat 7 Sangat berat
15 Berat 8 8
16 9 9
17 Sangat berat 10 Sangat, sangat berat 10 Sangat, sangat berat
18
19 Sangat, sangat berat
20 Tidak tertahankan Tidak tertahankan

4. Uji duduk berdiri (Sit to stand Test)


Tes ini merupakan salah satu tes klinis untuk mengevaluasi status fungsional dengan
mengukur kemampuan tubuh bagian bawah dan kaitannya dengan aktivitas sehari-hari. Alat

49
yang dibutuhkan, yaitu kursi standar (dengan tinggi tempat duduk ±40 cm ) tanpa sandaran
tangan. Hasilnya diklasifikasikan sebagai normal apabila pasien mampu melakukan gerakan 12
kali atau lebih.
Langkah:
- Duduk dengan punggung tegak, lihat lurus ke depan (Gambar 21)
- Lutut ditekuk 90o serta kaki dibuka selebar bahu, rileks
- Silangkan tangan di dada
- Instruksikan untuk bangkit setelah perintah, “1,2,3 berdiri” dan lakukan duduk
berdiri dengan kecepatan yang pasien mampu
- Lakukan selama 30 detik

Gambar 21. Uji duduk berdiri


Sumber : Center FD. Chair Stand. Harvard Heal Lett. 2017;(MAY):1.

5. Uji jalan 6 menit


Uji jalan 6 menit adalah tes sederhana untuk mengukur jarak yang dapat ditempuh dalam
jangka waktu 6 menit. Tes ini mengevaluasi respons keseluruhan dan terintegrasi dari berbagai
sistem seperti kardiovaskular, neuromuskular, dan metabolisme otot. Uji ini dapat digunakan
untuk menilai tingkat kapasitas status fungsional submaksimal. Idealnya, uji ini dilakukan pada
lintasan dengan jarak 30 m dan dengan pengawasan.

50
Langkah:
- Gunakan pakaian dan sepatu yang nyaman
- Lakukan penilaian saturasi oksigen, denyut jantung, tekanan darah, kecepatan
napas dan Skala Borg
- Pasien berjalan dengan kecepatan yang sesuai dengan kondisi mereka dan
diizinkan untuk berhenti atau memperlambat kecepatan jika ingin melakukannya
ataupun melanjutkan kembali hingga 6 menit
- Pada akhir tes pengawas mencatat kembali penilaian saturasi oksigen, denyut
jantung, tekanan darah, kecepatan napas, dan Skala Borg
- Jarak tempuh dicatat dan hasilnya dapat dihitung dengan rumus tertentu untuk
mengetahui kapasitas fungsional pasien

51
BAB VI
PENUTUP

Kondisi berikut ini tidak dianjurkan melakukan latihan dan diperlukan penilaian terlebih
dahulu sebelum memulai latihan di rumah:
- Denyut nadi istirahat tinggi (>100x/menit)
- Tekanan darah rendah (<90/60 mmHg) atau tinggi (>140/90 mmHg)
- Saturasi oksigen rendah (<95%)
- Pasien usia lanjut (>60 tahun)
- Pasien dengan komorbid (DM, hipertensi, penyakit jantung koroner, dll)
- Pasien yang membutuhkan oksigen saat pulang perawatan
- Pasien yang mendapatkan alat bantu napas (mesin ventilator) saat perawatan
- Dan kodisi lain yang menyebabkan latihan dikontraindikasikan atau memerlukan
pemeriksaan dokter terlebih dahulu

Jenis-jenis latihan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya dapat dikelompokkan
menjadi:
1. Latihan rutin
- Latihan pernapasan dan batuk efektif dilakukan 5x dalam sehari. Bagi muslim
dapat dilakukan setelah salat ataupun 3x setelah makan ditambah saat bangun
tidur dan sebelum tidur selama 6 minggu kemudian dilakukan evaluasi
- Latihan napas dengan incentive spirometer 1 kali sehari, 5 set setiap kali, 1 set 10
repetisi pernapasan, jeda istirahat 1 menit setiap set, dilakukan 5 kali setiap
minggu .
- Latihan aerobik dengan berjalan dapat dilakukan 3-5 kali per minggu selama 6-8
minggu
- Posisi tengkurap
2. Latihan yang dilakukan saat beraktivitas
- Paced Breathing
- Konservasi energi
3. Latihan apabila timbul gejala

52
- Positioning saat sesak
- Latihan control breathing
- Latihan relaksasi
- Latihan pengeluaran dahak
Selain jenis latihan tersebut, lakukan monitoring berkala dan pencatatan. Hentikan latihan
dan konsultasikan lebih lanjut dengan dokter apabila:
- Terdapat nyeri kepala, pandangan kabur, berdebar-debar, keringat dingin,
kelelahan, sesak napas, nyeri dada dan gejala-gejala lain
- Ditemukan fluktuasi suhu tubuh >37,2°C
- Didapatkan perburukan gejala respirasi dan kelelahan yang tidak berkurang
setelah istirahat

53
DAFTAR PUSTAKA

1. A commentary on Prone Position Plexopathy during the COVID-19 pandemic,


https://www.boa.ac.uk/resources/knowledge-hub/a-commentary-on-prone-position-
plexopathy-during-the-COVID-19-pandemic.html
2. Abd El-Kader SM, AI-Shreef FM. Inflammatory cytokines and immune
system modulation by aerobic versus resisted exercise training for elderly.
Afr Heal Sci. 2018/07/07. 2018;18(1):120-31.
3. Alahmri FM, Muaither S Bin, Alsharhan HS, Alotaibi SS, Alotaibi HJ, Alsaadi SM. The
effect of pulmonary rehabilitation on COVID-19 patients. Phys Med Rehabil Res 2020; 5:
1–4.
4. Amin R, Alaparthi GK, Samuel SR, Bairapareddy KC, Raghavan H, Vaishali K. Effects
of three pulmonary ventilation regimes in patients undergoing coronary artery bypass
graft surgery: a randomized clinical trial. Sci Rep [Internet]. 2021;11(1):1–14. Available
from: https://doi.org/10.1038/s41598-021-86281-4
5. Barakat-Johnson M, Carey R, Coleman K, Counter K, Hocking K, Leong T, et al.
Pressure injury prevention for COVID-19 patients in a prone position. Wound Pract Res.
2020;28(2).
6. Castro-Avila AC, Ser6n P, Fan E, Gaete M, Mickan S. Effect of Early
Rehabilitation during Intensive Care Unit Stay on Functional Status:
Systematic Review and Meta-Analysis. PLoS One. 2015/07/02.
2015;10(7):e0130722.
7. Center FD. Chair Stand. Harvard Heal Lett. 2017;(MAY):1.
8. Corpus C, Williams V, Salt N, Agnihotri T, Morgan W, Robinson L, et
al. Prevention of respiratory outbreaks in the rehabilitation setting. BMJ Open
Qual. 2019/11/02. 2019;8(4):e000663.
9. D~siron HA, de Rijk A, Van Hoof E, Donceel P. Occupational therapy and return
to work: a systematic literature review. BMC Public Health. 2011/08/04.
2011;11:615
10. Dangi RR, George M. A Review on Theories and Models of Disease Causation
for COVID-19. SSRN Electron J. 2020;(May).
11. Denitsa Vasileva. Is There a Place for Kinesitherapy in the Treatment of Patients With
COVID - 19? 59th Annu Sci Conf - Univ Ruse Union Sci Bulg 2020; 145–152.
12. Dhama K, Patel SK, Pathak M, Yatoo MI, Tiwari R, Malik YS, et al. An update on
SARS-CoV-2/COVID-19 with particular reference to its clinical pathology, pathogenesis,
immunopathology and mitigation strategies. Travel Med Infect Dis [Internet].
2020;37(March):101755.
13. Foundation BL. What is breathlessness? [internet] 2017; 1–13. Tersedia dari:
https://www.blf.org.uk/support-for-you/breathlessness/how-to-manage-breathlessness
14. Kisner C, Colby LA, Borstad J. Therapeutic Exercise: Foundations and Techniques
[Internet]. W. Ross MacDonald School Resource Services Library; 2017. (R2 digital
library). Available from: https://books.google.co.id/books?id=yZc6DwAAQBAJ
15. Komiya K, Rubin BK, Kadota JI, Mukae H, Akaba T, Moro H, et al.
Prognostic implications of aspiration pneumonia in patients with
community acquired pneumonia: A systematic review with meta-

54
analysis. Sci Rep. 2016/12/08. 2016;6:38097.
16. Lee HK, Hwang IH, Kim SY, Pyo SY. The effect of exercise on prevention of
the common cold: a meta-analysis of randomized controlled trial studies. Korean
J Fam Med. 2014/06/13. 2014;35(3):119-26.
17. Lopez-Leon S, Wegman-Ostrosky T, Perelman C, Sepulveda R, Rebolledo PA, Cuapio
A, et al. More than 50 Long-term effects of COVID-19: a systematic review and meta-
analysis. Sci Rep [Internet]. 2021;11(1):1–12. Available from:
https://doi.org/10.1038/s41598-021-95565-8
18. Manabe T, Fujikura Y, Mizukami K, Akatsu H, Kudo K. Pneumonia-
associated death in patients with dementia: A systematic review and meta-
analysis. PLoS One. 2019/03/15. 2019;14(3):e0213825.
19. Martinez-Velilla N, Casas-Herrero A, Zambom-Ferraresi F, S~ez de Asteasu
ML, Lucia A, Galbete A, et al. Effect of Exercise Intervention on Functional
Decline in Very Elderly Patients During Acute Hospitalization: A Randomized
Clinical Trial. JAMA Intern Med. 2018/11/13. 2019;179(1):28-36.
20. Mayoclinic. Good Posture Tips [internet]. Tersedia dari:
https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/adult-health/multimedia/back-pain/sls-
20076817
21. Nalbandian A, Sehgal K, Gupta A, Madhavan M V., McGroder C, Stevens JS, et al. Post-
acute COVID-19 syndrome. Nat Med [Internet]. 2021;27(4):601–15. Available from:
http://dx.doi.org/10.1038/s41591-021-01283-z
22. Paulus A, Sungkar E, Sapta A, Tim Rehabilitasi Medik Pandemi
COVID-16. Rekomendasi Pelayanan Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di
Indonesia Terkait COVID-19 1st ed. PB PERDOSRI. 2020.
23. Sherwood L. Human Physiology: From Cells to Systems [Internet]. Cengage Learning;
2015. Available from: https://books.google.co.id/books?id=8WVvCgAAQBAJ
24. Terra R, Alves PJF, Lima AKC, Gomes SMR, Rodrigues LS, Salerno VP, et
al. Immunomodulation From Moderate Exercise Promotes Control of
Experimental Cutaneous Leishmaniasis. Front Cell Infect Microbial. 2019/05/28.
2019;9:115
25. Van Middendorp H, Kox M, Pickkers P, Evers AW. The role of
outcome expectancies for a training program consisting of meditation,
breathing exercises, and cold exposure on the response to endotoxin
administration: a proof-of• principle study. Clin Rheumatol. 2015/07/22.
2016;35(4):1081-5.
26. Wang MY, Pan L, Hu XJ. Chest physiotherapy for the prevention of
ventilator• associated pneumonia: A meta-analysis. Am J Infect
Control. 2019/01/16. 2019;47(7):755-60.
27. World Health Organization (WHO). Support for Rehabilitation after COVID-19- Related
Illness. 2020;22. Available from:
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/333287/WHO-EURO-2020-855-40590-
54571-eng.pdf%0Awww.euro.who.int

55
LAMPIRAN
Lampiran 1

56
Lampiran 2

57
No. Surat Pencatatan Ciptaan: EC00202145375, 8 September 2021

58
59

Anda mungkin juga menyukai