Anda di halaman 1dari 73

ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Oleh
Dr. Drs. M. Zubakhrum B. Tjenreng, M.Si
PERTEMUAN 1 & 2
PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Pengertian Kebijakan
Pengertian Publik
Pengertian Kebijakan Publik
Pentingnya Analisis Kebijakan Publik
Pendekatan Studi Kebijakan Publik

2
PENGERTIAN KEBIJAKAN
1. Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan mengartikan kebijakan sebagai suatu
program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah.
2. Carl J. Friedrick mengartikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang
diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan
tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-
kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka
mencapai tujuan tertentu.
3. James E. Anderson mengartikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan
yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang
pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.
4. Amara Raksasataya mengartikan kebijakan sebagai suatu taktik dan strategi
yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu, suatu kebijakan
memuat 3 (tiga) elemen yaitu:
a. identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai;
b. taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang
diinginkan;
c. penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara
nyata dari taktik atau strategi.

3
PENGERTIAN PUBLIK
Publik berasal dari kata public diartikan beranekaragam dalam bahasa
Indonesia, tergantung pada kata yang menyertainya. Diartikan sebagai
umum, rakyat, masyarakat, publik, dan negara atau pemerintahan.
Irfan Islamy memberikan contoh keanekaragaman pengertian kata
publik dalam rangkaian kata sebagai berikut :
1. Public Opinion diterjemahkan dengan pendapat umum. Kata publik
mengandung pengertian umum.
2. Public Library diterjemahkan Perpustakaan Rakyat. Kata publik
mengandung pengertian rakyat.
3. Public Health diterjemahkan sebagai kesehatan masyarakat. Kata
publik ternyata dapat juga diartikan sebagai masyarakat.
Dari satu kata publik terkandung makna umum, rakyat dan masyarakat.
Beberapa contoh kata yang lain:
a. Public Administration, dialihbahasakan menjadi Administrasi Negara.
b. Public Policy, dialihbahasakan menjadi Kebijakan Publik.
c. Kata publik dapat juga bermakna sebagai Negara dan publik.
4
Begitu banyaknya makna yang terkandung dalam kata publik
beragam namun tersirat satu hal penting yaitu dalam kata
publik harus berkaitan dengan kepentingan publik,
kepentingan umum, kepentingan rakyat atau kepentingan
masyarakat. Karena itulah public policy tidak diterjemahkan
sebagai Kebijakan Negara melainkan kebijakan publik,
sebab public policy harus berorientasi pada kepentingan
publik.
Kata Public Administration diterjemahkan Administrasi Negara,
namun perkembangan terakhir sekarang ini lebih tepat
diartikan sebagai Administrasi Publik karena telah terjadi
pergeseran orientasi dari kepentingan birokrasi ke
kepentingan publik.

5
PENGERTIAN KEBIJAKAN PUBLIK
Setelah memahami pengertian kebijakan dan pengertian publik, maka
akan lebih mudah memahami pengertian kebijakan publik.
Irfan Islamy telah mengumpulkan beberapa pengertian kebijakan publik
seperti pendapat Thomas R. Dye, George C. Edwards dan Ira Sharkansky,
James Anderson dan David Easton.
Apabila diperhatikan dengan seksama terdapat beberapa sudut
pandang dari para ilmuwan administrasi publik yang dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kebijakan publik dipandang sebagai tindakan pemerintah.
1. Thomas R. Dye, mengemukakan kebijakan publik sebagai ”apapun
pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan.”
Dalam upaya mencapai tujuan negara, pemerintah perlu mengambil
pilihan langkah tindakan yang dapat berupa melakukan ataupun tidak
melakukan sesuatu. Tidak melakukan sesuatu apapun merupakan
suatu kebijakan publik, karena merupakan upaya pencapaian tujuan
dan pilihan tersebut memiliki dampak yang sama besarnya dengan
pilihan langkah untuk melakukan sesuatu terhadap masyarakat.
6
Senada dengan pandangan Dye adalah George C. Edwards III
dan Ira Sharkansky, yaitu:
Kebijakan publik adalah “apa yang dinyatakan dan dilakukan
atau tidak dilakukan oleh pemerintah yang dapat ditetapkan
dalam peraturan- peraturan perundang-undangan atau dalam
policy statemen yang berbentuk pidato-pidato dan wacana
yang diungkapkan pejabat politik dan pejabat pemerintah yang
segera ditindaklanjuti dengan program- program dan tindakan
pemerintah.”
James E. Anderson:
“Kebijakan Publik adalah kebijakan-kebijakan yang
dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat
pemerintah.”

7
2. Kebijakan publik dipandang sebagai pengalokasian nilai-nilai
masyarakat yang dilakukan pemerintah.
Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan:
“Suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang
terarah”
David Easton:
“Kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai secara paksa (sah)
kepada seluruh anggota masyarakat.”
3. Kebijakan publik dipandang sebagai rancangan program-program yang
dikembangkan pemerintah untuk mencapai tujuan:
James E. Anderson:
“Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh
badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah.”
George C. Edwards III dan Ira Sharkansky:
Kebijakan publik adalah “suatu tindakan pemerintah yang berupa
program-program pemerintah untuk pencapaian sasaran atau tujuan.”

8
Dari ketiga sudut pandang terhadap pengertian kebijakan publik,
tampaklah bahwa kebijakan publik hanya dapat ditetapkan
pemerintah, pihak-pihak lain atau yang lebih dikenal dengan sebutan
aktor-aktor kebijakan publik hanya dapat mempengaruhi proses
kebijakan publik dalam batas kewenangannya masing-masing. Menurut
Thomas R. Dye, hal ini disebabkan oleh 3 hal dari kewenangan yang
dimiliki pemerintah yaitu :
1. Hanya pemerintah yang mempunyai kekuatan dan kemampuan
untuk memberlakukan kebijakan publik secara universal kepada
publik yang menjadi sasaran (target group);
2. Hanya pemerintah yang mempunyai kekuatan dan kemampuan
untuk melegitimasi atau mengesahkan kebijakan publik sehingga
dapat diberlakukan secara universal kepada publik yang menjadi
sasaran (target group);
3. Hanya pemerintah yang mempunyai kekuatan dan kemampuan
untuk melaksanakan kebijakan publik secara paksa kepada publik
yang menjadi sasaran (target group).
9
PENTINGNYA ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK
Aktivitas kebijakan publik dalam tataran ilmiah disebut analisis
kebijakan publik, tiada lain untuk mensinkronkan antara
pengetahuan dan tindakan, seperti dikatakan William N. Dunn
(2003: 89)33 bahwa analisis kebijakan (Policy Analysis) dalam arti
historis yang paling luas merupakan suatu pendekatan terhadap
pemecahan masalah sosial dimulai pada satu tonggak sejarah
ketika pengetahuan secara sadar digali untuk dimungkinkan
dilakukannya pengujian secara eksplisit dan reflektif
kemungkinan menghubungkan pengetahuan dan tindakan. Bill
Jenkins, dalam “The Policy Process” kebijakan publik adalah
suatu keputusan berdasarkan hubungan kegiatan yang dilakukan
oleh aktor politik guna menentukan tujuan dan mendapat hasil
berdasarkan pertimbangan situasi tertentu.

10
William N. Dunn (2003) mengatakan bahwa analisis kebijakan adalah
suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam
metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan
memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan sehingga
dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan
masalah-masalah kebijakan. Weimer and Vining, (1998:1)34 “The
product of policy analysis is advice. Specifically, it is advice that inform
some public policy decision.” Jadi analisis kebijakan publik lebih
merupakan nasehat atau bahan pertimbangan pembuat kebijakan
publik yang berisi tentang masalah yang dihadapi, tugas yang mesti
dilakukan organisasi publik berkaitan dengan masalah-masalah dan
berbagai alternatif kebijakan yang mungkin dapat diambil dengan
berbagai penilaiannya berdasarkan tujuan kebijakan.
Analisis kebijakan publik bertujuan memberikan rekomendasi guna
membantu para pembuat kebijakan dalam rangka memecahkan
permasalahan publik. Analisis kebijakan publik memberikan informasi-
informasi berkaitan dengan permasalahan publik dan memberikan
argumentasi berbagai alternatif kebijakan publik sebagai bahan
pertimbangan kepada pembuat kebijakan publik.
11
Berdasarkan kajian kebijakan dapat dibedakan antara analisis kebijakan
sebelum adanya kebijakan publik dan sesudah adanya kebijakan publik
tertentu. Analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik berpijak pada
permasalahan publik semata sehingga hasilnya benar-benar sebuah
rekomendasi kebijakan publik yang baru. Keduanya baik analisis kebijakan
sebelum maupun sesudah adanya kebijakan mempunyai tujuan yang sama
yakni memberikan rekomendasi kebijakan kepada penentu kebijakan agar
didapat kebijakan yang lebih berkualitas.
Sedangkan metodologi analisis kebijakan publik diambil dari dan memadukan
elemen dari berbagai disiplin ilmu politik, sosiologi, psikologi, ekonomi, filsafat.
Analisis kebijakan sebagian bersifat deskriptif, diambil dari disiplin tradisional
yang mencari pengetahuan tentang sebab-akibat dari kebijakan publik. Analisis
kebijakan publik juga bersifat normatif. Tujuannya adalah menciptakan dan
melakukan kritik terhadap klaim pengetahuan tentang nilai kebijakan publik
untuk generasi di masa lalu, masa kini dan masa mendatang. Aspek normatif
atau kritik-kritik nilai dari analisis kebijakan ini terlihat ketika disadari bahwa
pengetahuan yang relevan dengan kebijakan mencakup dinamika variabel
tergantung (tujuan) dan variabel bebas (cara) yang sifatnya valuatif.

12
Prosedur analisis kebijakan publik, adalah prosedur subordinat dari standar
publisitas dan relevansi kebijakan publik dan terhadap tuntunan umum. Peran
prosedur adalah untuk menghasilkan informasi mengenai masalah kebijakan
publik, masa depan kebijakan publik, aksi kebijakan pubkik, hasil kebijakan
publik, dan kinerja kebijakan publik. Metodologi ini menggabungkan lima
prosedur umum dalam pemecahan masalah manusia yakni definisi, prediksi,
preskripsi, deskripsi, dan evaluasi. Proses tersebut adalah serangkaian aktivitas
intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya
bersifat politis. Aktivitas politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan
kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling
bergantung yang diatur menurut urutan waktu.
Dunn (2003: 117) membedakan tiga bentuk utama analisis kebijakan publik,
yaitu:
1. Analisis Kebijakan Prospektif
Analisis Kebijakan Prospektif yang berupa produksi dan transformasi informasi
sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan. Analisis kebijakan
alat untuk mensintesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan
alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif,
diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai landasan atau
penuntun dalam pengambilan keputusan kebijakan.

13
2. Analisis Kebijakan Retrospektif
Analisis Kebijakan Retrospektif adalah sebagai penciptaan dan
transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Terdapat 3
tipe analis berdasarkan kegiatan yang dikembangkan oleh
kelompok analis yakni analis yang berorientasi pada disiplin, analis
yang berorientasi pada masalah dan analis yang berorientasi pada
aplikasi. Tentu saja ketiga tipe analisis retrospektif ini terdapat
kelebihan dan kelemahan.
3. Analisis Kebijakan Terintegrasi
Analisis Kebijakan yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang
mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh
perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan
sesudah tindakan kebijakan diambil. Analisis kebijakan yang
terintegrasi tidak hanya mengharuskan para analis untuk
mengkaitkan tahap penyelidikan retrospektif dan perspektif, tetapi
menuntut para analis untuk terus menerus menghasilkan dan
mentransformasikan informasi setiap saat.

14
Pada praktik kebijakan publik antara lain
mengembangkan mekanisme jaringan aktor (actor
networks), melalui mekanisme jaringan aktor telah
tercipta jalur-jalur yang bersifat informal (second track),
ternyata cukup bermakna dalam mengatasi persoalan-
persoalan yang sukar untuk dipecahkan. Mark
Considine (1994:103) memberi batasan jaringan aktor
yang ada keterhubungan secara tidak resmi dan semi
resmi antara individu-individu dan kelompok-kelompok
di dalam suatu sistem kebijakan. Sebab itu secara umum
terdapat 3 (tiga) rangkaian kesatuan penting didalam
analisis kebijakan publik yang perlu populer, yaitu
formulasi kebijakan (policy formulation), implementasi
kebijakan (policy implementation) dan evaluasi
kebijakan (policy evaluation)
15
PENDEKATAN STUDI KEBIJAKAN PUBLIK
Studi kebijakan publik dalam dunia pendidikan sudah dikenal sejak lama. Studi
kebijakan publik komparatif juga telah banyak menjadi berbagai kajian di
lembaga pendidikan tinggi khususnya pada disiplin ilmu sosial. Untuk mengetahui
lebih jauh, berikut beberapa pendekatan yang kontemporer, antara lain;

1. Pendekatan Kelompok
Pendekatan kelompok ini memiliki asumsi bahwa individu–individu yang
memiliki kepentingan yang sama akan bergabung dan membentuk sebuah
kelompok sehingga mampu mempengaruhi pemerintah dalam mengambil
sebuah kebijakan publik. Kelompok–kelompok yang mewakili aspirasi individu
lainnya akan bersaing dan saling mencari pengaruh untuk mencapai
kebijakan publik yang diinginkan. Contoh adanya pembentukan koalisi partai
politik akan memiliki pengaruh kuat dalam suatu pemerintahan. Dampak positif
dari model ini adalah adanya sebuah wadah misalkan partai politik untuk
menyalurkan aspirasi individu yang tergabung didalamnya, sedangkan
dampak negatifnya adalah adanya overlapping atau tumpang tindih dalam
sebuah kelompok yang bersatu, selain itu persaingan tidak sehat acap kali
terjadi dalam model ini.

16
2. Pendekatan Proses Fungsional
Pendekatan model fungsional adalah pendekatan yang dilakukan
dalam studi kebijakan publik dimana dilakukan dengan cara
memusatkan perhatian kepada berbagai kegiatan fungsional yang
terjadi dalam proses kebijakan publik. Harold Laswell mengatakan
beberapa kategori analisis fungsional yang dapat di gunakan
sebagai dasar bagi pembahasaan teori fungsional.
a.Intelegensi: Bagaimana informasi tentang masalah-masalah
kebijakan mendapat perhatian para pembuat keputusan
kebijakan dikumpulkan dan diproses.
b.Rekomendasi: Bagaimana rekomendasi- rekomendasi atau
alternatif-alternatif untuk memngatasi suatu masalah tertentu.
c.Aplikasi: Bagaimana undang-undang atau peraturan-peraturan
sebenarnya diberlakukan atau diterapkan.
d.Penilaian: Bagaimana pelaksanaan kebijakan, keberhasilan tau
kegagalan itu di nilai.
e.Terminasi: Bagaimana peraturan-peraturan atau undang-undang
semula dihentikan atau dilanjutkan dalam bentuk yang berubah
atau dimodifikasi.
17
Pendekatan fungsional memiliki beberapa keuntungan yaitu tidak adanya
keterikatan dengan lembaga–lembaga pemerintah ataupun peraturan politik
khusus, serta memberikan keuntungan untuk analisis komparasi kebijakan
publik. Namun model ini juga memiliki kelemahan yaitu pengabaian
terhadap politik pembentukan kebijakan dan pengaruh variabel-variabel
lingkungan karena merupakan porses intelektual.

3. Pendekatan Kelembagaan
Pendekatan kelembagaan diasumsikan bahwa sebuah kebijakan publik
diambil, dilaksanakan, dan dipaksakan secara otoritatif oleh lembaga yang
ada dalam pemerintahan, misalnya parlemen, kepresidenan, pemerintah
daerah, kehakiman, partai politik dan sebagainya. Kebijakan publik model ini
memiliki beberapa karakteristik yaitu pemerintah mampu memberikan
legitimasi atas kebijakan yang dikeluarkan, kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah mampu bersifat universal artinya menjangkau semua lapisan
masyarakat, terakhir adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah mampu
memonopoli paksa semua masyarakat, adalam artian mampu menjatuhkan
sanksi bagi pelanggar kebijakan. Model ini juga memiliki kelemahan yaitu
dalam ilmu politik tidak memberikan curahan perhatian kepada hubungan
antar lembaga – lembaga pemerintahan dan substansi dari kebijakan publik.

18
4. Pendekatan Peran Serta Warga Negara
Pendekatan peran serta warga negara, kebijakan publik ini
didasarkan pada pemikiran demokrasi klasik dari John Locke dan
pemikiran John Stuart Mill, yang menekankan pengaruh yang baik
dari peran warganegara dalam perkembangan kebijakan publik.
Keikutsertaan warga negara dalam maslah-masalah masyarakat,
maka para warga negara akan memproleh pengetahuan dan
pemahaman, mengembangkan rasa tanggung jawab sosial yang
penuh, dan menjangkau persepektif mereka diluar batas-batas
kehidupan peribadi. Peran serta warga negara didasarkan pada
harapan-harapan yang tinggi tentang kualitas warga negara dan
keingginan merekauntuk terlibat dalam kehidupan publik. Menurut
teori ini, dibutuhkan warga negara yang memiliki struktur-struktur
yang memiliki kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai dan fungsi-
fungsi demokrasi. Setiap warga negara harus memiliki cukup
kebebasan untuk berpean serta dalam masalah-masalah politik,
mempunyai sifat kritis yang sehat dan harga diri yang cukup dan
lebih penting adalah perasaan mampu.

19
5. Pendekatan Psikologis
Pendekatan diberikan pada hubungan antara pribadi dan faktor-faktor
kejiwaan yang mempengaruhi tingkah laku orang-orang yang terlibat dalam
proses pelaksanaan kebijakan. Psikologi banyak memberi kontribusi untuk
memahami pembuatan keputusan. Psikolog seperti Mayo dan Maslow
banyak memberi kontribusi untuk perkembangan teori manajemen. Fakta
bahwa perkembangan awal dan pendekatan kebijakan publik banyak
berhubungan dengan penggabungan pandangan psikologi ke dalam
kebijakan publik, pengaruh psikologi terhadap studi pembuatan kebijakan
tidak sebesar pengaruh terhadap manajemen. Munculnya manajerialisme
dalam sektor publik, diharapkan bahwa pengaruh psikologi terhadap studi
kebijakan publik akan bertambah. Pengabaian konteks psikologis dari
analisis kebijakan ini menghalangi pemahaman tentang pembuatan
keputusan. Harold Lasswell, dimensi psikologis sangat penting untuk
memahami politik kekuasaan. Tetapi terlalu banyak teori yang menunjukkan
bahwa analisis kebijakan didasarkan pada pandangan yang dangkal dan
parsial tentang perilaku “rasional” manusia. Ini terutama kelihatan dalam ilmu
ekonomi. Bahkan Boulding, memberikan penjelasan yang tidak memadai
untuk pembuatan keputusan entah itu di level individu atau kelompok.

20
6. Pendekatan Proses
Pendekatan proses, yaitu untuk mengidentifikasi tahap-tahap dalam proses
dalam kebijakan publik dan kemudian menganalisisnya.

7. Pendekatan Subtantif
spesialis substantif dalam suatu bidang tertentu, misalnya menganalisa
determinan dari perumusan kebijakan lingkungan, implentasi, atau
perubahan.

8. Pendekatan Logis Positivis


Pendekatan logical positivis, yaitu pendekatan perilaku behavioral
approach atau pendekatan keilmuan scientific approach.

9. Pendekatan Ekonomentrik
Pendekatan Ekonometrik, disebut dengan pendekatan pilihan publik (the public choice
approach) atau pendekatan ekonomi politik.

10. Pendekatan Fenomenologik/Pospositivis


Pendekatan fenomologik (postpositivist) adalah kekecewaan yang semakin meningkat
dengan menggunakan metode-metode keilmuan.

11. Pendekatan Partisipatorik


Pendekatan partisipatori adalah, inklusi perhatian yang besar dan nilai-nilai dari
berbagai stakcholders dalam proses pembuatan keputusan kebijakan.
21
12. Pendekatan Normatif/Preskriptif
Pendekatan normatif atau preskriptif, adalah seorang analis perlu
mendefinisikan tugasnya sebagai analis kebijakan sama seperti orang yang
mendefinisikan “end state” dalam arti bahwa preskripsi ini bisa diinginkan
dan bisa dicapai.

13. Pendekatan Ideologis


Pendekatan ideologis, adalah secara eksplisit mengadopsi pandangan
konservatif atau pandangan liberal, Thomas Sowell menamakan
pendekatan ideologi ini “visi” (visions) dan mengidentifikasi dua perspektif
yang bersaing. Yaitu pertama “visi yang dibatasi” the constrained vision
merupakan suatu gambaran manusia egosenttrik dengan keterbatasan
moral, kedua. “visi yang tidak dibatasi” the unconstrained vision
memberikan suatu pandangan tentang sifat manusia di mana pemahaman
dan disposisi manusia adalah mampu untuk memperoleh keuntungan-
keuntungan sosial.

14. Pendekatan Historis/Sejarah


Pendekatan historis /sejarah, adalah makin meningkatkan perhatian mereka
kepada evolusi kebijakan publik melintasi waktu.

22
Semua pendekatan tersebut adalah model kebijakan publik yang
merupakan representasi sederhana mengenai aspek-aspek yang terpilih
dari suatu kondisi masalah yang disusun untuk tujuan-tujuan tertentu.
Kebijakan publik yang di tetapkan pemerintah dan telah direalisasikan
kepada masyarakat ada kalanya merupakan sebuah kebijakan publik
yang dapat diterima masyarakat. Kebijakan publik tersebut agar
mampu menanggulangi krisis dan ketimpangan serta masalah-masalah
yang ada dalam masyarakat.

23
PERTEMUAN 3 & 4
PROSES ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Pengertian Proses Analisis Kebijakan Publik


Model Proses Menurut Charles O. Jones
Model Proses Menurut Harold Laswell,
Model Proses Menurut Garry D. Brewer
Model – Model Kebijakan Publik

24
PENGERTIAN PROSES ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK
Proses analisis kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas intlektual yang
dilakukan dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politik tersebut
Nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda,
formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian
kebijakan. Sedangkan aktivitas perumusan masalah, forecasting, rekomendasi
kebijakan, monitoring, dan evaluasi kebijakan adalah aktivitas yang lebih bersifat
intelektual.
James Anderson (1979:23-24) sebagai pakar kebijakan publik menetapkan proses
kebijakan publik sebagai berikut:
1. Formulasi masalah (problem formulation): apa masalahnya? Apa yang
membuat hal tersebut menjadi masalah kebijakan? Bagaimana masalah
tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah?
2. Formulasi kebijakan (formulation): bagaimana mengembangkan pilihan-pilihan
atau alternatf-alternatif untuk memecahkan masalah tersebut? Siapa saja yang
berpartisipasi dalam formulasi kebijakan?
3. Penentuan kebijakan (adoption): bagaimana alternative ditetapkan?
Persyaratan atau kriteria seperti apa yang harus dipenuhi? Siapa yang akan
melaksanakan kebijakan? Bagaimana proses atau strategi untuk
melaksanakan kebjakan? Apa isi dari kebijakan yang telah ditetapkan?
25
4. Implementasi (implementasion): siapa yang terlibat dalam implementasi
kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Apa dampak dari isi kebijakan?
5. Evaluasi (evaluation): bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijakan
diukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Apa konsekuensi dari adanya
evaluasi kebijakan? Adakah tuntutan untuk melakukan perubahan atau
pembatalan?
Sedangkan Michael Howlet dan M. Ramesh (1995:11) menyatakan bahwa proses
kebijakan public terdiri dari lima tahapan sebagai berikut:
1. Penyusunan agenda ( agenda seting), yakni suatu proses agar suatu masalah
bisa mendapat perhatian dari pemerintah.
2. Formulasi kebijakan (policy formulation), yakni proses perumusan pilihan-pilihan
kebijakan oleh pemerintah.
3. Pembuatan kebijakan (decision making), yakni proses ketika pemerintah
memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan.
4. Implementasi kebijakan (policy implementation), yaitu prses untuk
melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil.
5. Evaluasi kebijakan (policy evaluation), yakni proses untuk memonitor dan
menilai hasil atau kinerja kebijakan.

26
PROSES KEBIJAKAN PUBLIK MENURUT CHARLES O. JONES
Jones mengemukakan sebelas (11) tahapan dalam proses kebijakan publik, yang
dimulai dengan perumusan masalah dan diakhiri dengan termination. Adapun
tahap-tahap tersebut sebagai berikut:
1. Perception/Definition
Mendefinisikan masalah adalah tahap awal dari proses kebijakan publik.
Manusia menghadapi masalah karena ada kebutuhan (needs) yang tidak
dapat dipenuhi. Negara bertugas membantu masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan dalam rangka welfare state. Mengakses kebutuhan tidaklah
sederhana, dibutuhkan sikap responsif, kepekaan terhadap prakiraan-
prakiraan kebutuhan masyarakat. Masalah masyarakat (public problems)
sangatlah kompleks, pembuat kebijakan sering mengalami kesulitan
membedakan antara masalah dan akibat dari masalah.
2. Aggregation
Tahap mengumpulkan orang-orang yang mempunyai pikiran sama dengan
pembuat kebijakan. Atau mempengaruhi orang-orang agar berpikiran sama
terhadap suatu masalah. Dapat dilakukan melalui penulisan di media massa,
penelitian atau orasi.
3. Organization
Mengorganisasikan orang-orang yang berhasil dikumpulkan tersebut ke dalam
wadah organisasi baik formal maupun informal.
27
4. Representation
Mengajak kumpulan orang-orang yang berpikiran sama terhadap suatu
masalah untuk mempengaruhi pembuat kebijakan agar masalah tersebut
dapat diakses ke agenda setting.
5. Agenda Setting
Terpilihnya suatu masalah ke dalam agenda pembuat kebijakan.
6. Formulation
Tahap ini merupakan tahap yang paling kritis, masalah dapat diredefinisi dan
memperoleh solusi yang tidak populer di masyarakat tetapi merupakan
kepentingan kelompok mayor dari para pembuat kebijakan. Hal ini disebabkan
interaksi para pembuat kebijakan baik sebagai individu, kelompok ataupun
partai) yang dilakukan melalui negosiasi, bargaining, responsivitas dan
kompromi dalam memilih alternatif-alternatif. Formulasi juga membahas siapa
yang melaksanakan dan bagaimana cara melaksanakan output kebijakan.
7. Legitimation
Proses pengesahan dari alternatif yang terpilih (public policy decision making).
8. Budgeting
Penganggaran yang disediakan untuk implementasi kebijakan. Kadang terjadi
kasuistis di mana anggaran disediakan di tahap awal sebelum perception,atau
sesudah implementasi. Ketersediaan dana juga mempengaruhi penyusunan
skala prioritas.

28
9. Representation
Kebijakan publik yang telah dilegitimasi siap dilaksanakan apabila
dana telah tersedia, namun secara kasuistis kadang terjadi,
kebijakan tetap harus dilaksanakan sedangkan dana belum dapat
dicairkan.
10. Evaluation
Menilai hasil implementasi kebijakan, setelah menentukan metode-
metode evaluasi. Merupakan tahap di mana upaya dilakukan untuk
menemukan faktor-faktor penghambat dan pendorong serta
kelemahan dari isi dan konteks kebijakan itu sendiri. Evaluasi
kebijakan membutuhkan bantuan proses monitoring.
11. Adjusment/Termination
Tahap penyesuaian kebijakan publik untuk menentukan apakah
perlu direvisi ataukah diakhiri karena kebijakan telah selesai atau
mengalami gagal total.

29
PROSES KEBIJAKAN PUBLIK MENURUT HAROLD LASWELL
Sepaham dengan Jones adalah Harold Laswell, namun tahap-tahap proses
kebijakan publik disusunnya dengan lebih sederhana. Laswell menyebut proses
kebijakan publik sebagai policy cycle yang terdiri atas 7 tahapan. Perbedaan
rumusan Laswell terletak pada kedudukan evaluasi dan terminasi. Menurutnya
terminasi dilakukan terlebih dahulu sebelum evaluasi dengan pemahaman
terminasi adalah tahap penyesuaian kebijakan dengan kelompok sasaran dan
evaluasi adalah tahap perbaikan. Tahap-tahap policy cycle Harold Laswell :
1. Intelligence
Jones menyebut tahap ini sebagai mendefinisikan sebuah masalah. Data-data
dan informasi dari suatu masalah dikoreksi, diproses dan dilakukan disseminasi.
2. Promotion
Pada tahapan ini upaya-upaya dilakukan untuk mempengaruhi pembuat
kebijakan agar masalah tersebut dapat diakses menjadi kebijakan publik.
Upaya-upaya yang dilakukan menyerupai tahap-tahap dari Jones yaitu
organization, representation dan agenda setting.
3. Prescription
Merupakan tahap formulasi, masalah yang terpilih berusaha diselesaikan
melalui pengusulan, seleksi dan penilaian alternatif.

30
4. Invocation
Proses pengesahan atau persetujuan dari alternatif yang terpilih
sehingga menjadi kebijakan publik disertai penyusunan sanksi bagi
kelompok sasaran yang melanggar kebijakan tersebut.
5. Application
Kebijakan publik yang telah dilegitimasi siap dilaksanakan apabila
dana telah tersedia, namun secara kasuistis kadang terjadi,
kebijakan tetap harus dilaksanakan sedangkan dana belum dapat
dicairkan.
6. Termination
Tahap penyesuaian kebijakan publik dengan kelompok sasaran.
7. Appraisal
Menilai hasil penyesuaian kebijakan, menemukan faktor-faktor
penghambat dan pendorong untuk perbaikan atau diakhirinya suatu
kebijakan.

31
PROSES KEBIJAKAN PUBLIK MENURUT GARRY D. BREWER

Seperti halnya Laswell, Brewer menyusun proses kebijakan publik lebih


disederhanakan ke dalam 6 tahapan. Yaitu Invention/Initiation,tahap
perumusan masalah, Estimation yaitu tahap pengusulan alternatif-
alternatif, Selection, alternatif-alternatif yang tersedia diseleksi dan dinilai
untuk dipilih yang terbaik. Alternatif terpilih selanjutnya disahkan sebagai
kebijakan publik. Implementation, tahap aplikasi sesudah kebijakan
publik mendapat pengesahan, Evaluation, berbeda dengan Laswell
tetapi sependapat dengan Jones, bahwa kebijakan dinilai terlebih dahulu
sebelum dilakukan Termination, yaitu penyesuaian kebijakan.
Dalam praktek, tahap-tahap tersebut tidak selalu demikian, sebagai
contoh pembuatan kebijakan publik di Amerika Serikat melewati tahap-
tahap: 1) Identifikasi masalah, 2) Proposal, yaitu pengajuan usulan
alternatif- alternatif, 3) Proses Decision Making, dalam proses ini
digunakan model incremental, analogizing, segmented. Proses ini juga
membentuk differensial akses dan policy networks, melalui
bargaining/compromise, short-run 4) Penyusunan program-program, 5)
Implementasi, 6) Evaluasi.
32
MODEL-MODEL KEBIJAKAN PUBLIK

1.Model Rasional
2.Model Inkremental
3.Model Mixed-Scanning
4.Model Garbage Can
5.Model Institusional
6.Model Elit-Massa
7.Model Kelompok
8.Model Sistem Politik
9.Model Pluralis
33
1. MODEL RASIONAL
Model Rasional adalah model di mana prosedur pembuatan keputusan yang akan
membimbing pada pilihan alternatif dicari yang paling efisien dari pencapaian
tujuan kebijakan. Teori-teori rasionalis berakar pada penerapan rasionalisme dan
positifisme, bermula dari gagasan untuk mengembangkan secara obyektif (tidak
memihak) suatu pengetahuan untuk memperbaiki kondisi manusia. Masalah-
masalah masyarakat harus dipecahkan dengan cara yang „ilmiah‟ atau
„rasional‟, dengan mengumpulkan seluruh informasi yang relevan dengan
masalah dan pemecahan alternatif bagi mereka, kemudian memilih alternatif
yang terbaik. Tugas dari analis kebijakan adalah melihat perkembangan
pengetahuan yang relevan dengan pemecahan masalah-masalah tersebut dan
kemudian untuk penerapannya ditawarkan pada pemerintah. Pendekatan ini juga
dikenal sebagai „ilmiah‟, „keahlian teknik‟, „ahli manajerial‟.
Kritik terhadap model rasional datang dari ilmuwan Herbert Simon, di awal 1950-
an, dia menyodorkan beberapa rintangan bagi para pembuat keputusan dalam
mencapai rasionalitas komprehensif yang „murni‟. Penilaian Simon mengenai
model rasional menyimpulkan bahwa keputusan publik dalam praktiknya tidak
dapat memaksimalkan keuntungan yang lebih besar dari biaya, tetapi hanya
cenderung untuk memuaskan para pembuat keputusan.

34
Ada 3 hal yang menyebabkannya, yaitu manusia:
1. memiliki keterbatasan intelektual,
2. mempunyai keterbatasan waktu dan tenaga,
3. mempunyai keterbatasan informasi.
Contoh pengambilan keputusan kebijakan publik model rasional
: Pemerintah akan meningkatkan produksi beras di suatu
kecamatan. Model ini akan melihat aspek-aspek yang
berkaitan dengan peningkatan produksi beras, seperti
penyediaan bibit unggul, pupuk, irigasi, ketersediaan lahan
pertanian, upah buruh tani, cuaca, penyediaan pestisida.
Masing-masing aspek akan dilihat dari sisi apakah sebagai
faktor penghambat atau pendorong untuk memperhitungkan
efisiensi, keuntungan dan kerugian. Alternatif akan diambil dari
suatu kebijakan yang mengandung sesedikit mungkin risiko
kerugian dan inefisiensi.
35
INPUT
Semua data dan sumber-sumber yang dinilai
tepat yang diperlukan dalam poses
perumusan kebijakan

Penilaian dan Menyiapkan


Menyusun
penyusunan tujuan berbagai
Investasi nilai
operasional alternative
kebijakan

Menyiapkan serangkaian
kemungkinan terhadapt biaya dan
keuntungan-keuntungan

Menghitung akibat/konsekuensi

Membandingkan akibat /konsekuensi setiap


alternative dengan kriteria efisiensi dan memilih
alternative kebijakan yang mempunyai
alternative positif tinggi

Output kebijakan rasional

Model Rasional
2. MODEL INCREMENTAL
Model incremental menggambarkan pembuatan keputusan kebijakan publik
adalah sebagai suatu proses politis yang ditandai dengan tawar menawar dan
kompromi untuk kepentingan para pembuat keputusan sendiri. Keputusan yang
akhirnya dibuat lebih mencerminkan pada apa yang tampak secara politis
daripada yang diinginkan.
Dalam pandangan Lindblom, para pembuat keputusan mengembangkan
kebijakan melalui suatu proses pembuatan „membandingkan keberhasilan
secara terbatas dari keputusan yang lalu‟. Dalam artikel „The Science of “Mudding
Through” dia menyatakan bahwa para pembuat keputusan bekerja melalui suatu
proses „secara terus menerus dari situasi saat ini, langkah demi langkah, dan
dengan tingkat yang kecil membuat keputusan yang berbeda secara marginal
dari yang sudah ada; dengan kata lain, perubahan sesedikit mungkin dari status
quo adalah incremental.
Model incremental memandang bahwa pembuatan keputusan bagi pemecahan
masalah untuk mencapai tujuan, dipilih melalui trial and error dari pada melalui
evaluasi menyeluruh. Para pembuat keputusan hanya mempertimbangkan
alternatif yang akan dipatuhi kelompok sasaran dan menghentikan pencarian
alternatif lain ketika mereka mempercayai suatu alternatif yang dapat diterima
sudah didapatkan. Namun demikian pembuatan keputusan incremental
merupakan usaha-usaha untuk mencapai keputusan yang lebih „rasional‟.
37
Kelemahan model incremental adalah hanya dapat diambil ketika masalah
yang dihadapi pembuat kebijakan publik merupakan masalah „rutin‟ dan tidak
dapat dilaksanakan untuk mengatasi masalah krisis.
Contoh Penyusunan anggaran belanja (APBD atau APBN) adalah masalah rutin.
Penggajian pegawai adalah masalah rutin. Kenaikan hanya mengikuti anggaran-
anggaran sebelumnya. Tetapi ketika terjadi krisis moneter, penyusunan anggaran
dan penggajian pegawai tidak dapat lagi ditetapkan dengan sedikit perubahan
dari kebijakan yang lalu. Di Indonesia pada masa krisis moneter, penyusunan
anggaran mengalami perubahan yang drastis, demikian juga kenaikan gaji
pegawai, sehingga muncul tunjangan krisis bagi pegawai negeri dan kenaikan
tunjangan pejabat hingga 2.000 %.
Contoh pembuatan kebijakan publik model incremental adalah sebagai berikut.
Pembuat kebijakan publik akan meningkatkan produksi beras di suatu
kecamatan. Tahun 2001 produksi beras 10 ton/tahun dengan suntikan dana
pertanian 100 juta. Tahun 2002 produksi beras meningkat menjadi 20 ton/tahun
dengan suntikan dana 200 juta. Model incremental akan membuat kebijakan
publik pada tahun 2003 produksi beras ditingkatkan menjadi 30 ton/tahun
dengan suntikan dana 300 juta.

38
Incrmtl. policy
1995

2000
1996

1998
1997

1999

Model Incremental

39
3. MODEL MIXED SCANNING
Keterbatasan dari model rasional dan incremental membuat Amitai Etzioni
mengembangkan model campuran antara model rasional dan incremental untuk
menjembatani kelemahan dari kedua model tersebut dengan menggabungkan
elemen-elemen dari keduanya. Membuat keputusan yang sangat rasional
dengan menghitung secara matematis dari setiap alternatif menjadi sesuatu yang
tidak efisien dan irrasional, sedangkan incremental yang cenderung
mempertahankan status-quo cenderung pula mengabaikan kebutuhan dan
perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
Penggabungan model rasional dan incremental diperlihatkan Etzioni melalui dua
(2) jenis keputusan yang dibuatnya, yaitu:
1) Keputusan fundamental atau contextuating decisions: Yaitu keputusan-
keputusan yang disusun dari seleksi menyeluruh terhadap alternatif utama
yang diambil pembuat kebijakan publik dalam rangka mencapai tujuan.
2) Keputusan incremental atau bit decisions: Yaitu keputusan-keputusan yang
dibuat secara incremental atau perubahan sesedikit mungkin dari keputusan-
keputusan fundamental yang telah dibuat sebelumnya.

40
Model mixed-scanning disusun berdasarkan cara kerja metafora.
observasi cuaca dunia yang menggunakan dua jenis kamera. Kamera
pertama melakukan observasi kondisi seluruh langit dengan
pengamatan secara terus menerus sehingga diperoleh hasil
penganalisaan cuaca yang detail dan menyeluruh dari cuaca suatu
daerah yang diobservasi. Kamera kedua memperhatikan pada daerah
observasi tersebut pola-pola cuaca yang sama dengan observasi
terakhir atau hasil yang lalu dan akan membuat analisa gabungan
dengan kamera pertama apabila terdapat ketidaklaziman pada pola
cuaca di daerah observasi tersebut.
Contoh dari model ini dalam praktek sebagai berikut. Pembuat
kebijakan publik akan meningkatkan produksi beras di suatu
kecamatan. Langkah pertama adalah pembuatan keputusan
fundamental akan disusun aspek-aspek yang berkaitan dengan
peningkatan produksi beras, seperti penyediaan bibit unggul, pupuk,
irigasi, ketersediaan lahan pertanian, upah buruh tani, cuaca,
penyediaan pestisida.
41
Masing-masing aspek akan dilihat dari sisi apakah sebagai faktor
penghambat atau pendorong untuk memperhitungkan efisiensi,
keuntungan dan kerugian. Alternatif akan diambil dari suatu kebijakan
yang mengandung sesedikit mungkin risiko kerugian dan inefisiensi. Dari
berbagai alternatif akhirnya diambil keputusan bahwa peningkatan
produksi beras melalui suntikan dana 100 juta. Langkah selanjutnya
penyusunan kebijakan incremental. Tahun 2001 produksi beras 10
ton/tahun dengan suntikan dana pertanian 100 juta. Tahun 2002 produksi
beras meningkat menjadi 20 ton/tahun dengan suntikan dana 200 juta.
Model incremental akan membuat kebijakan publik pada tahun 2003
produksi beras ditingkatkan menjadi 30 ton/tahun dengan suntikan dana
300 juta. Keputusan kebijakan publik ini akan „sedikit‟ berubah dari
kebijakan yang lalu apabila aspek-aspek yang mempengaruhi pada
keputusan fundamental mengalami perubahan.

42
4. MODEL GARBAGE CAN
March dan Olsen mengusulkan apa yang disebut „model kaleng sampah‟ dari
pembuatan keputusan yang menolak rasionalitas dan menerima irrasional. Model-
model lain keputusan diambil dengan rasionalitas atau tingkat kesengajaan,
komprehensif masalah, dan hubungan yang dapat diperkirakan diantara para
pelaku kebijakan. Dalam pandangan model ini, pembuatan keputusan
merupakan suatu hal yang berambiguous (bersifat mendua) sangat tinggi dan
berawal dari proses yang tidak dapat diperkirakan dalam pemecahan masalah
untuk mencapai tujuan.
Menurut March dan Olsen, dapat saja keputusan tercapai melalui berbagai
masalah dan alternatif pemecahan masalah dibuang oleh partisipan ke dalam
kaleng sampah. Di dalam suatu kaleng sampah terdapat beberapa alternatif,
tetapi ini juga tergantung pada sampah apa yang dihasilkan dari suatu kejadian
atau masalah, pada campuran sampah kaleng yang tersedia, dan pada
kecepatan yang dikoleksi sampah dibuang dari tempatnya.
March dan Olsen secara sengaja menggunakan metafora kaleng sampah untuk
mengupas aura dari ilmu pengetahuan dan rasionalitas, dalam mencari alternatif
yang tujuannya seringkali tidak diketahui para pembuat kebijakan, sebagaimana
hubungan kausal. Dalam pandangan mereka, para pelaku menentukan tujuan
yang sederhana dan memilih alternatif-alternatif ketika mereka berada dalam
suatu proses yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya.
43
5. MODEL INSTITUSIONAL KEBIJAKAN PUBLIK
Model ini merupakan model tradisional dalam proses pembuatan kebijakan di mana fokus
model ini terletak pada struktur organisasi pemerintah. Kegiatan-kegiatan politik berpusat
pada lembaga-lembaga pemerintah yaitu lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif pada
pemerintahan pusat (nasional), regional, dan lokal.
Kebijakan publik dirumuskan dan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemerintah tersebut.
Terdapat hubungan yang kuat sekali antara kebijakan publik dengan lembaga-lembaga
pemerintah. Suatu keputusan dari pemilihan alternatif pemecahan masalah tidak dapat
menjadi kebijakan publik tanpa keputusan tersebut dirumuskan, disahkan dan dilaksanakan
terlebih dahulu oleh lembaga pemerintahan. Menurut Thomas R. Dye, alasan terjadinya
hubungan yang kuat sekali antara kebijakan publik dengan lembaga-lembaga pemerintah,
karena lembaga-lembaga pemerintahan tersebut mempunyai tiga (3) kewenangan yang
tidak dimiliki lembaga-lembaga lain di luar lembaga pemerintahan, yaitu:
1. Lembaga pemerintah berwenang memberikan pengesahan (legitimasi) terhadap
kebijakan publik, ini berarti kebijakan publik merupakan kewajiban-kewajiban hukum
yang harus ditaati/dilaksanakan oleh semua warga negara.
2. Lembaga pemerintah mempunyai kewenangan untuk memberi sifat universal kepada
kebijakan publik, artinya kebijakan publik dapat disebarluaskan dan berlaku pada seluruh
warga negara atau kelompok sasaran kebijakan publik tersebut.
3. Hanya pemerintah yang memegang hak monopoli untuk memaksakan secara sah
kebijakan publik pada anggota masyarakat, sehingga ia dapat memberikan sanksi pada
mereka yang tidak menaatinya.

44
Contoh model ini adalah sebagai berikut Mahasiswa-mahasiswa di
Indonesia melakukan demo, memaksa Harmoko sebagai Ketua
DPR/MPR untuk menurunkan Suharto, Presiden Republik Indonesia.
Hasilnya adalah penurunan Suharto melalui pengumuman yang
dilakukan Harmoko. Tanpa pengumuman Harmoko dalam kapasitas
sebagai pejabat institusi pemerintah, desakan yang dilakukan
mahasiswa tidak dapat disahkan, diberlakukan secara universal di
Indonesia dan tidak dapat dipaksakan untuk dilaksanakan dan
ditaati seluruh masyarakat Indonesia.
Pada perkembangan terakhir model ini telah muncul dalam bentuk
„model institusional baru‟ (neo-institusionalisme) dengan
„tambahan‟ tekanan pada peranan lembaga-lembaga politik
dalam proses perumusan kebijakan publik yang lebih difokuskan
pada pembuatan ramalan-ramalan tentang bagaimana hubungan
antara pelbagai macam kebijakan publik dengan semua level
pemerintahan.
45
KONSTITUSI

LEGISLATIF EKSEKUTIF YUDIKATIF

KABINET

Model Institusional

46
6. MODEL ELIT MASSA
Model ini menggambarkan pembuatan kebijakan publik dalam bentuk „piramida‟
dimana masyarakat berada pada tingkat paling bawah, elit pada ujung piramida dan
aktor internal birokrasi pembuat kebijakan publik berada di tengah-tengah antara
masyarakat dan elit. Aktor internal birokrasi pembuat kebijakan publik (pemerintah)
seharusnya menyeimbangkan antara kepentingan masyarakat dan elit dalam setiap
kebijakan publik yang diambilnya. Akan tetapi dalam model ini mereka bukan sebagai
“abdi rakyat” (“servant of the people”) tetapi lebih sebagai kepanjangan tangan dari
„elit‟ yaitu „kelompok-kelompok kecil yang telah mapan‟ (The Establishment). Hal ini
disebabkan kebijakan publik ditentukan semata-mata oleh kelompok elit, sehingga
aktor pembuat kebijakan publik (pemerintah) hanyalah sekedar pelaksana-pelaksana
dari kebijakan publik yang telah ditetapkan oleh elit. Kebijakan publik dibuat oleh elit
yang seharusnya merupakan „aktor eksternal‟ maka kebijakan publik itu disusun
berdasarkan kepentingan kelompok elit dan tuntutan dan keinginan rakyat banyak
(massa) tidak diperhatikan.
Kelompok elit digambarkan dalam model ini sebagai mampu bertindak/berbuat untuk
kepentingan mereka sendiri dalam suatu kondisi masyarakat yang bersikap apatis,
kerancuan informasi, sehingga masyarakat menjadi pasif. Kebijakan publik mengalir
dari atas ke bawah, yaitu dari golongan elit ke golongan massa. Kebijakan publik
merupakan perwujudan keinginan-keinginan, kepentingan-kepentingan dan nilai-nilai
golongan elit yang berkuasa.

47
Kebijakan publik seharusnya menggambarkan kepentingan/tuntutan
rakyat, tetapi dalam model ini, rakyat bersifat apatis, dan buta terhadap
informasi akibat tekanan dari elit, sehingga kelompok elit mampu
membentuk dan mempengaruhi massa melalui kebijakan-kebijakan
publik yang dihasilkannya.
Elitisme menurut Thomas R. Dye mempunyai arti bahwa kebijakan publik
tidak begitu banyak mencerminkan keinginan rakyat tetapi keinginan
elit. Perubahan dan pembaruan terhadap kebijakan publik terjadi hanya
jika ada peristiwa-peristiwa yang mengancam sistem politik dan
kedudukan elit. Tujuan perubahan kebijakan publik untuk melindungi
sistem dan kedudukan elit. Elit menciptakan sistem sedemikian rupa
sehingga massa sebagian besar menjadi pasif, apatis, dan buta
informasi tentang kebijakan publik. Elit mempengaruhi massa dan bukan
sebaliknya, komunikasi berjalan satu arah yaitu dari atas ke bawah.
Massa sulit menguasai elit, dan massa tidak memiliki pengaruh secara
langsung terhadap perilaku elit yang membuat keputusan.

48
Irfan Islamy menggambarkan kriteria-kriteria model elit-massa adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat dibagi menjadi dua yaitu kelompok kecil (golongan elit) yang
mempunyai kekuasaan (penguasa) dan kelompok besar (golongan non-elit) yang
tidak punya kekuasaan (dikuasai).
2. Kelompok elit yang berkuasa berbeda dengan kelompok non-elit yang
dikuasai,karena kelompok elit terpilih berdasarkan keistimewaan yang mereka
miliki.
3. Perpindahan posisi/kedudukan dari non-elit ke elit akan dipersulit, kecuali non elit
yang telah menerima konsensus dasar golongan elit yang dapat masuk kedalam
lingkaran penguasa.
4. Golongan elit menggunakan konsensus tadi untuk mendukung nilai-nilai dasar dan
sistem sosial dan untuk melindungi sistem tersebut. Konsensus didasarkan pada
pengakuan milik-milik pribadi; status sosial, pemerintahan yang terbatas dan
kebebasan individu.
5. Kebijakan publik tidak menggambarkan kepentingan publik melainkan
kepentingan elit.
6. Golongan elit yang aktif relatif sedikit sekali memperoleh pengaruh dari massa
yang apatis/pasif. Elitlah yang mempengaruhi massa dan bukan massa yang
mempengaruhi elit.
Contohnya Model Elit Massa dapat dipahami Pada masa Perancis dibawah
Kepemimpinan Louis XIV, terdapat kaum borjuis sebagai kelompok elit
kebangsawanan. Elit ini yang menyusun kebijakan publik dan mempengaruhi Louis XIV
untuk segera menetapkan, dimana kebijakan publik tersebut hanya memperhatikan
kepentingan elit tersebut.

49
Elit

Arah Kebijakan

Pejabat Pemerintah

Pelaksanaan Kebijakan

Pejabat Pemerintah

Model Elite-Massa

50
7. MODEL KELOMPOK
David B. Truman menyatakan bahwa kenyataan politik merupakan interaksi
diantara kelompok-kelompok kepentingan. Individu-individu yang memiliki
kepentingan yang sama mengikatkan baik secara formal maupun informal
kedalam kelompok kepentingan (interest group) yang dapat mengajukan dan
memaksakan kepentingan-kepentingannya kepada pemerintah. Karena itu,
masyarakat terdiri dari berbagai kelompok-kelompok kepentingan. Kelompok
kepentingan adalah “a shared attitude group that makes certain claims upon
other groups in the society” (suatu kelompok yang memiliki sikap yang sama yang
mengajukan tuntutan-tuntutan terhadap kelompok yang lain di dalam
masyarakat). Dan kelompok kepentingan itu akan mempunyai arti politis apabila
mengajukan tuntutan dari kepentingan mereka terhadap lembaga pemerintahan.
Kenyataan politik merupakan perjuangan diantara kelompok-kelompok
kepentingan agar kepentingan kelompok mereka dapat mempengaruhi
kebijakan publik dan kepentingan kelompok terakses dalam kebijakan publik
yang dikeluarkan pemerintah.
Kebijakan publik merupakan hasil perimbangan (equilibrium) dari berbagai
tekanan kepada pemerintah dari berbagai kelompok kepentingan. Pemerintah
berperan untuk menengahi konflik dan menjaga keseimbangan dari banyaknya
kelompok kepentingan dalam masyarakat.
51
Thomas R. Dye sebagaimana dinyatakan Irfan Islamy menjelaskan bahwa:
„Tugas sistem politik adalah menengahi konflik antar kelompok dengan cara
(1) membuat aturan permainan dalam percaturan antar kelompok, (2)
mengatur kompromi dan menciptakan keseimbangan kepentingan-
kepentingan yang berbeda, (3) mewujudkan kompromi- kompromi tersebut
dalam bentuk kebijaksanaan negara, dan (4) memaksakan berlakunya
kompromi-kompromi bagi semua pihak‟.
Tekanan kelompok-kelompok kepentingan diharapkan dapat
mempengaruhi pembuatan atau perubahan kebijakan publik. Besar kecil
tingkat pengaruh dari suatu kelompok kepentingan ditentukan oleh jumlah
anggotanya, harta kekayaannya, kekuatan, dan kebaikan organisasi,
kepemimpinan, hubungannya yang erat dengan para pembuat keputusan,
kohesi intern para anggotanya. Perumusan kebijakan publik merupakan
hasil perjuangan kelompok secara terus menerus agar pemerintah sebagai
aktor pembuat kebijakan memberikan respons terhadap tekanan-tekanan
yang diberikan oleh kelompok tersebut (group pressures) yaitu dengan
melakukan tawar-menawar (bargaining), perjanjian (negotiating) dan
kompromi (compromising) terhadap persaingan tuntutan-tuntutan dari
kelompok- kelompok kepentingan lain yang berpengaruh.
Kebijakan publik pada hakekatnya merupakan hasil akhir dari usaha
pembuat kebijakan dalam menjaga keseimbangan (equilibrium) yang
dicapai dari perjuangan kelompok-kelompok kepentingan yang berbeda-
beda. 52
Kelompok Kepentingan B

Pembuat Kebijakan

Kekuata
Kekuata
n dan
Tekanan n dan
keahlian keahlian
politik politik

Dampak Kebijakan
Dampak Kebijakan yang cocok untuk
yang cocok untuk Kelompik A
Kelompik B
Model
Kelompok

53
8. MODEL SISTEM POLITIK
Model sistem-politik dipelopori oleh David Easton dalam “The
Political System”. Model ini didasarkan pada konsep-konsep
system yang terdiri inputs, withinputs, outputs, dan feedback dan
environment yaitu kekuatan- kekuatan lingkungan (sosial, politik,
ekonomi, kebudayaan, geografis, dan sebagainya) yang ada
disekitarnya. Kebijakan publik merupakan hasil (output) dari
sistem politik.
Irfan Islamy selanjutnya menjelaskan “sistem politik” sebagai
sejumlah lembaga-lembaga dan aktivitas-aktivitas politik dalam
masyarakat yang berfungsi mengubah tuntutan-tuntutan
(demands), dukungan-dukungan (support) dan sumber-sumber
(resources) yang semuanya ini adalah masukan-masukan (inputs)
dan selanjutnya diubah menjadi keputusan-keputusan atau
kebijak publik yang otoritatif bagi seluruh anggota masyarakat
(outputs). Dengan singkat dapat dikatakan bahwa sistem politik
berfungsi mengubah inputs menjadi outputs.
54
1. Inputs dan Contohnya
Tuntutan-tuntutan (demands) timbul bila individu-individu atau
kelompok-kelompok dalam masyarakat sebagai aktor eksternal
birokrasi pemerintah maupun internal birokrasi pemerintah, setelah
memperoleh respons dari lingkungannya berupaya mempengaruhi
proses pembuatan kebijakan publik. Tuntutan-tuntutan tersebut dapat
berupa surat ke kotak pos 5.000, surat pembaca, ataupun demonstrasi
turun ke jalan. Apapun bentuk tuntutan, merupakan input penting bagi
pembuat kebijakan publik yang tak boleh diabaikan. Yang terpenting
adalah bagaimana mengatur tata cara penyaluran tuntutan agar
tidak menjadi tindakan yang merusak dan anarkis.
Dukungan (support) dan sumber-sumber (resources) juga merupakan
inputs. Kepatuhan dan ketaatan menerima kebijakan publik,
mematuhi undang-undang, ketaatan membayar pajak, kemampuan
aparat pelaksana, kualitas dan kuantitas aparat, budaya, kondisi
sosial ekonomi yang kondusif, ketersediaan sarana, prasarana, dana
adalah contoh dukungan dan ketersediaan sumber-sumber. Yang
terpenting bagi pembuat kebijakan publik adalah jangan hanya
memperhatikan dukungan dan sumber dan mengabaikan tuntutan.
Perhatian terhadap ketiga unsur inputs harus dilakukan oleh pembuat
kebijakan publik.
55
2. Proses, Outputs dan Feed Back
Tuntutan-tuntutan, dukungan dan sumber selanjutnya dikonversikan (diproses)
di dalam formulasi kebijakan publik sehingga menghasilkan keputusan atau
kebijakan.
Bekerjanya aktor internal birokrasi pemerintah yaitu badan-badan legislatif,
eksekutif, yudikatif, dan aktor-aktor eksternal birokrasi pemerintah yaitu partai-
partai politik, kelompok kepentingan, media massa, anggota- anggota
masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat (golongan elit), semuanya berinteraksi
dalam suatu kegiatan atau proses untuk mengubah inputs menjadi outputs,
yang sering disebut dengan nama withininputs, conversion process dan the
black box.
Output kebijakan publik berupa undang-undang, peraturan-peraturan dan
keputusan-keputusan dari kegiatan politik, sebagai tindakan yang pemerintah
ingin lakukan atau tidak ingin melakukan sesuatu yang secara otoritatif akan
dialokasikan kepada seluruh anggota masyarakat. Pengalokasian nilai-nilai
kepada masyarakat akan mengandung konsekunsi berupa dampak, baik
dampak yang diharapkan (positif) maupun yang tidak diharapkan (negatif).
Dampak inilah yang harus diperhitungkan oleh pembuat kebijakan publik.
Dampak negatif perlu dievaluasi agar menjadi feedback dan diolah menjadi
input bagi penyempurnaan kebijakan publik selanjutnya.

56
3. Environment
Lingkungan (environment) yang berupa keadaan sosial, ekonomi, politik,
kebudayaan, keamanan, geografi dalam model sistem politik, merupakan
faktor yang berpengaruh pada keseluruh sistem politik dari proses kebijakan
publik. Pengaruh tersebut sangat luas hingga ke seluruh sub sistem yang
dimulai dari inputs-withinputs-outputs-feedback.
Menurut Irfan Islamy dalam model sistem politik untuk menganalisa kebijakan
publik dapat dilakukan melalui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan sebagai
berikut:
1) Dimensi-dimensi lingkungan penting apakah yang dapat mendorong
tuntutan-tuntutan agar dapat ditransformasikan ke dalam sistem politik?
2) Karakteristik-karakteristik penting apakah dari sistem politik itu yang dapat
mentransformasikan tuntutan-tuntutan menjadi kebijakan publik dan dapat
berlangsung terus-menerus.
3) Bagaimanakah input dari lingkungan dapat mempengaruhi sifat sistem
politik?
4) Bagaimanakah sifat-sifat (karakteristik) sistem politik dapat mempengaruhi
isi kebijakan publik?
5) Bagaimanakah kebijakan publik melalui umpan-balik dapat
mempengaruhi lingkungan dan karakteristik sistem politik?

57
INPUTS OUTPUTS
WITHINPUTS
• Demands • Decisions
The political
• Support • ctions
• Rseources System
• Policies

FEEDBACK
Environment
Environment

Model Sistem-
Politik

58
9. MODEL PLURALIS
Model ini berangkat dari dalil bahwa interaksi antara kelompok-
kelompok merupakan titik pusat kenyataan politik. Kelompok dipandang
sebagai jembatan antara individu dan pemerintah. Politik adalah arena
perjuangan kelompok untuk memenangkan kebijakan publik. Tugas
Pluralis adalah untuk mengelola konflik kelompok. Tindakannya adalah :
1. Menentukan aturan permainaan dalam perjuangan kelompok.
2. Mengatur kompromi-kompromi ke dalam bentuk kebijakan publik.
3. Mengatur kompromi dan mengembangkan kepentingan-
kepentingan.
4. Memperkuat kompromi-kompromi.
Model pluralis memiliki keunggulan bahwa kebijakan publik
yang diambil didasarkan pada kepentingan kelompok dan tidak atas
dasar kepentingan pribadi.
Kelemahan pada model ini adalah apabila kelompok tersebut tidak
memikirkan kepentingan kelompok lain, maka kebijakan publik yang
diambil hanya akan menguntungkan kelompok tertentu.

59
PERTEMUAN 5 & 6
PROSES ANALISIS SEBAGAI SUATU SIKLUS

Perumusan Isu Kebijakan


Perkiraan Masa Depan
Analisis Opsi Kebijakan
Komunikasi Opsi Kebijakan
Advokasi Kebijakan
Monitoring Implementasi Kebijakan
Evaluasi Dampak Kebijakan
Analisis Kelanjutan Kebijakan

60
Proses Analisis Kebijakan

61
PERUMUSAN ISU KEBIJAKAN PUBLIK
Isu Kebijakan adalah masalah tantangan dan kesempatan yang hendak diatasi dan
atau dimanfaatkan melalui tindakan kebijakan. Kiranya perlu dicatat bahwa istilah
yang digunakan adalah "isu", bukan "masalah" kebijakan karena sesungguhnya
tindakan kebijakan publik tidak terbatas pada upaya mengatasi masalah atau
tantangan tetapi juga untuk memanfaatkan kesempatan yang ada. Pada dasarnya,
tindakan kebijakan publik ialah tindakan yang diambil oleh instansi pemerintah untuk
mengatasi masalah atau tantangan yang menghambat dan atau memanfaatkan
kesempatan yang ada guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil
dan merata. Dengan demikian, langkah pertama analisis kebijakan ialah
merumuskan isu kebijakan yang menjadi prioritas penanganan.
Perumusan isu kebijakan merupakan salah satu kunci keberhasilan analisis kebijakan
secara keseluruhan karena sangat menentukan derajad urgensi kebutuhan,
akseptabilitas usulan opsi kebijakan serta efisiensi dan efektivitas implementasi
kebijakan yang dilaksanakan. Isu kebijakan tidak hanya yang sudah jelas terlihat
indikasinya saat ini (revealed current isue), tapi juga yang masih bersifat laten (latent
isues) baik yang sudah signifikan pada saat ini (current latent isue) maupun yang
baru akan signifikan di masa depan (anticipated latent isues). Perumusan isu
kebijakan haruslah pula dapat mengungkap akar penyebab masalah-masalah yang
dihadapi. Oleh karena itu perumusan isu kebijakan haruslah dilaksanakan secara
komprehensif dan cermat.
62
Proses Perumusan Isu Kebijakan

63
Tahapan perumusan isu kebijakan dapat dibagi menjadi tiga kegiatan sekuensial:
1. Identifikasi isu (isue identification)
2. Penetapan prioritas (priority setting)
3. Definisi isu (isue definition)
4. Spesifikasi isu (isue specification)
5. Penginderaan masalah (problem sensing)
Obyek analisis kebijakan ialah suatu situasi problematik. Sebagai langkah awal
analisis, identifikasi isu adalah proses yang dilakukan untuk menemukan masalah-
masalah yang relevan untuk diatasi dengan tindakan kebijakan. Kebutuhan akan
identifikasi isu kebijakan muncul dari: perubahan klien atau kebutuhan akan
kebijakan baru, munculnya masalah baru dan adanya alternatif pemecahan
masalah. Secara umum isu kebijakan dapat diperoleh melalui:
1. Sumber institusional (organisators)
2. Monitoring keragaan empiris
3. Monitoring media-massa
4. Kajian khusus
Penetapan prioritas merupakan kegiatan untuk memilih isu kebijakan yang perlu
dan dapat diatasi dengan tindakan kebijakan. Penetapan prioritas dapat dilakukan
dengan dua pendekatan: subyektif dan rasional. Pendekatan subyektif didasarkan
pada penilaian subyektif baik oleh klien, analis atau paduan keduanya. Pendekatan
rasional dilakukan berdasarkan kriteria dan proses keputusan yang obyektif dan
logis. Salah satu teknik sederhana untuk menyeleksi alternatif isu ialah MATRIKS
PRIORITAS DENGAN SKOR DAN KRITERIA TERTIMBANG.
64
Matriks Prioritas dengan Skor dan Kriteria Tertimbang

65
Definisi isu ialah kegiatan yang dilakukan untuk menguraikan hubungan
sebab-akibat mengenai isu kebijakan sehingga dapat diketahui
substansi akar permasalahan utama. Dari kegiatan ini akan diperoleh
anatomi permasalahan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan membuat
kerangka teoritis hubungan keterkaitan atau model representasi teoritis
dari permasalahan yang hendak dianalisis. Dari model teoritis ini akan
dapat diketahui simpul-simpul strategis dan alternatif kebijakan generik
yang dipandang paling efektif untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
Spesifikasi isu ialah kegiatan yang dilakukan untuk mengidentifikasi
alternatif instrumen kebijakan operasional. Output akhir dari kegiatan ini
ialah alternatif rumusan kerangka kebijakan operasional. Sebagai
tindak-uji, proses perumusan masalah diakhiri dengan kegiatan
penginderaaan masalah. Langkah ini ialah menguji secara konseptual
konsistensi, koherensi dan konkurensi kerangka kebijakan dengan situasi
problematik.

66
PERKIRAAN MASA DEPAN
Perkiraan Masa Depan adalah tahapan proses analisis kebijakan yang
dimaksudkan untuk kondisi isu problematik dimasa depan sehingga
dapat diketahui apa yang akan terjadi tanpa tindakan kebijakan dan
apabila dilakukan beberapa skenario opsi kebijakan. Tahapan ini
sangatlah penting agar analisis kebijakan sesuai dengan kondisi dinamis
menurut perubahan waktu. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan
mempergunakan berbagai metode prakiraan atau simulasi skenario
kebijakan.

67
ANALISIS OPSI KEBIJAKAN
Tahapan Analisis Opsi Kebijakan adalah tahapan untuk merumuskan dan
mengevaluasi kelayakan opsi kebijakan. Langkah kunci pada tahapan
ini ialah menetapkan tujuan, kendala dan kriteria keragaan yang
menjadi acuan utama evalusi opsi kebijakan. Secara umum, kriteria
utama meliputi lima bidang yaitu:
1. Kelayakan teknis (technical feasibility)
2. Kelayakan ekonomi (economic feasibility)
3. Kelayakan sosial (social feasibility)
4. Kelayakan lingkungan (environmental feasibility)
5. Kelayakan administratif (administrative feasibility)
6. Kelayakan hukum (legal feasibility)
7. Kelayakan politis (political feasibility)
Tahapan analisis opsi kebijakan dapat dibagi menjadi lima kegiatan8
yaitu : (1) Penetapan tujuan dan kendala; (2) Pemilihan kriteria evaluasi;
(3) Spesifikasi opsi kebijakan; (4) Evaluasi perkiraan setiap opsi kebijakan;
dan (5) Presentasi rekomendasi.

68
KOMUNIKASI OPSI KEBIJAKAN
Komunikasi adalah penyampaian analisis opsi kebijakan kepada klien.
Tingkat sofistikasi analisis dan format presentasi analisis opsi kebijakan
sangat menentukan efektivitas komunikasi. Analisis opsi kebijakan
hendaklah disesuaikan dengan tingkat pengetahuan klien tentang isu
kebijakan. Tingkat pengetahuan klien jelas bervariasi menurut orangnya.
Namun, secara umum klien memiliki tiga kesamaan ciri9 : (1) Ingin
berperan dalam perumusan kebijakan namun tidak ingin terlibat dalam
analisis; (2) Mereka sibuk dan menghadapi jadwal ketat; dan (3) Hati-hati
terhadap usulan analis.
Dengan karakteristik yang demikian maka komunikasi opsi kebijakan
hendaklah dilakukan secara interaktif, analisis harus membuka
kesempatan berkomunikasi langsung dengan klien. Komunikasi langsung
sangat penting untuk : (1) Mencegah senjang komunikasi klien-analisis;
dan (2) Meningkatkan kredibilitas analisis. Oleh karena itu, secara
organisatoris, Tim Analisis Kebijakan sebaiknya langsung di bawah
subordinasi klien.

69
ADVOKASI KEBIJAKAN
Advokasi Kebijakan adalah tahapan untuk memperoleh dukungan
semua pihak terkait baik dalam institusi internal, antar departemen,
masyarakat umum dan lembaga legislatif. Advokasi kebijakan
merupakan kunci untuk mendapatkan legitimasi birokratis, sosial dan
politik agar suatu usulan paket kebijakan dapat diimplementasikan.
Dalam kaitan ini, analisis kebijakan memiliki tugas memberikan strategi
advokasi yang tepat kepada klien. Analisis kebijakan dapat pula
berperan aktif dalam pelaksanaan proses advokasi.

70
EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN
Evaluasi Dampak Pelaksanaan Kebijakan termasuk bagian tugas dari Tim Analisis
Kebijakan. Evaluasi dampak berguna dalam rangka memperbaiki paket kebijakan
sehingga lebih berhasil-guna dan berdaya-guna. Dengan demikian, keseluruhan
tahapan analisis kebijakan mulai dari perolehan masalah hingga evaluasi pelaksanaan
merupakan suatu kesatuan siklus tertutup yang dinamis.
Disamping untuk perbaikan paket kebijakan, kegiatan evaluasi dampak juga berfungsi
untuk menciptakan mekanisme pertanggungjawaban (accountability) Tim Analisis.
Untuk itu, Tim Analisis Kebijakan mestilah "bersifat transparan", paling tidak dalam
lingkungan internal terbatas (lingkup instansi). Tim Analisis Kebijakan akan menanggung
"malu" bila paket kebijakan, yang diusulkannya mengalami kegagalan, namun akan
merasa bangga atau memperoleh penghargaan bila paket kebijakan yang
diusulkannya berhasil. Dengan begitu, Tim Analisis Kebijakan akan bekerja dengan
sungguh-sungguh dalam rangka mempertahankan reputasinya.
Manfaat lain dari evaluasi dampak ialah untuk kemampuan intuitif dan pemahaman Tim
Analisis mengenai masalah kebijakan. Pengalaman dalam melakukan kegiatan
evaluasi dampak akan meningkatkan pengetahuan Tim Analisis mengenai faktor-faktor
penyebab kenapa suatu kebijakan berhasil atau
gagal, yang berarti juga meningkatkan kemampuan profesional Tim Analisis dalam
melakukan tugas pokoknya. Kegiatan evaluasi atas kebijakan yang dirancang sendiri
merupakan wahana pemberdayaan berkelanjutan bagi Tim Analisis Kebijakan.

71
ANALISIS KELANJUTAN KEBIJAKAN
Analisis Kelanjutan Kebijakan adalah analisis tentang apakah suatu
kebijakan yang sudah diimplementasikan sebaiknya dilanjutkan atau
dihentikan saja. Analisis kelanjutan merupakan tahapan akhir dari satu
siklus proses analisis kebijakan. Bahan utama kegiatan ini ialah hasil
prakiraan tentang isu kebijakan setelah kebijakan diimplementasikan.

72
UJIAN TENGAH
SEMESTER

73

Anda mungkin juga menyukai