Anda di halaman 1dari 2

A.

Kaidah Tasyri’

1. Pengertian Tasyri’

Tasyri' adalah pembentukan dan pengembangan syari'at Islam. Syari'at adalah hukum yang
ditetapkan Allah SWT untuk hamba-Nya dengan perantaraan Rasulullah SAW agar
dilaksanakan dalam amaliah lahiriah dan batiniah. Tasyri’ dalam makna pembentukan
syzari’at berlangsung pada masa Rasulullah SAW mengemban risalah dari Allah SWT
sepanjang hayatnya. Sedangkan tasyri’ dalam makna pengembangan syari’at berlangsung
sepeninggal Rasulullah SAW dilakukan oleh para shahabat dan tabi’in dan selanjutnya oleh
para ‘ulama mujtahidin.
Secara luas syari’ah setara dengan din al-Islam yang meliputi iman ('aqidah), islam (syari’ah),
dan ihsan (akhlaq). Dalam pemahaman médium, syari’ah adalah hukum Islam meliputi ushul
fiqh dan fiqh yang terdiri dari 'ibadah dan mu'amalah. Secara spesifik syari’at disebut hukum
syara’, yang terdiri dari hukum taklifi dan wadh’i. Hukum taklifi adalah hukum-hukum yang
mengandung tuntutan yang berupa perintah, larangan atau keizinan, yang dirinci dalam
hukum wajib (perintah), nadb (anjuran), tahrim (larangan), karahah, dan ibahah (kebolehan).
Hukum wadh’i adalah hukum yang dijadikan sebab atau syarat atau penghalang terhadap
pekerjaan atau hukum-hukum yang dijadikan sebagai hasil dari perbuatan-perbuatan itu,
seperti sah atau batal, azimah atau rukhshah.

2. Hadits sebagai Dasar Tasyri’

Dasar tasyri' sebagai sumber dan mashdar perumusan hukum syara' adalah Al-Qur'an,
Hadits, dan Ijtihad. Ketiga dasar tasyri' tersebut bersifat rutbah, yakni tartib sistematik,
gradatif, dan prismatik, artinya antara ketiga dasar tasyri' tersebut memiliki urutan posisi,
tingkat derajat, dan substansi yang mencakup.
Al-Qur'an merupakan dasar tasyri' rutbah pertama dan Hadits yang kedua, hal tersebut
karena :
a. Al-Qur'an pada dasarnya bersifat qath'i wurud dan dalalahnya sedangkan Hadits
umumnya bersifat zhanni;
b. Al-Qur'an merupakan asal dan pangkal sedangkan Hadits berfungsi sebagai bayan;
c. Secara 'aqli, firman dari Allah SWT yang mengutus lebih tinggi dibanding sabda
Rasulullah SAW yang diutus-Nya;
d. Secara naqli eksplisit Al-Qur'an disebut lebih dulu dibanding Hadits, baik naqli Al-Qur’an
atau Hadits;
e. Rutbah dasar tasyri' tersebut telah diijma' sejak shahabat, tabi'in, 'ulama mutaqaddimin
dan 'ulama mutaakhirin. (Ash- Shiddieqy : 1999 : 148).

3. Hadits sebagai Bayan Al-Qur’an


Hadits sebagai bayan atau interpretasi Al-Qur'an meliputi empat sistem, yakni :
a. Bayan ta'kid atau bayan taqrir artinya mengokohkan atau memperkuat.
Hadits ‫ ص ُْوم ُْوا لِرُْؤ َي ِت ِه َو اَ ْفطِ ر ُْوا لِرُْؤ َي ِت ِه‬memperkuat Al-Qur'an ‫َف َمنْ َش ِه َد ِم ْن ُك ُم ال َّشه َْر َف ْل َيصُمْ ُه‬
b. Bayan tafsir : Hadits menafsirkan Al-Qur'an dalam bentuk taudhih (menerangkan
maksud), tafshil (menjelaskan kemujmalan), tabshith (memanjangkan keterangan),
takhshish (mengkhususkan), ta'yin (menentukan yang dimaksud);
Hadits ‫ص ِّل‬ َ ُ ‫صلُّ ْوا َك َما َراَ ْي ُتم ُْونِيْ ا‬
َ sebagai bayan tafsir terhadap ayat Al-Qur’an ‫صلَو َة‬ َّ ‫اَقِ ْيم ُْوا ال‬
c. Bayan tasyri' : menetapkan hukum yang tiada didapati secara tekstual dalam Al-Qur'an.
Contohnya Hadits tentang muhrim karena radha’ah (sepersusuan) : ‫ضا َع ِة َما َيحْ ُر ُم‬ َ َّ‫َيحْ ُر ُم م َِن الر‬
ِ ‫م َِن ال َّن َس‬
‫ب‬
d. Bayan nasakh atau tabdil : mengganti suatu hukum, namun ikhtilaf di kalangan para
‘ulama. (Ash-Shiddieqy : 1999 : 153).

4. Hadits Diistinbath

Ijtihad adalah bersungguh-sungguh mengerahkan potensi untuk bertasyri' meliputi upaya


memahami Al-Qur'an dan Hadits, mengistinbath hukum dan hikmah dari keduanya, dan
menetapkan hukum terhadap hal-hal yang tidak diatur secara tersurat dalam Al-Qur'an dan
Hadits.
Metode untuk memahami Al-Qur’an disebut Tafsir dan metode untuk memahami Hadits
disebut Syarah. Metode untuk mengistinbath hukum dari Al-Qur’an da Hadits disebut Ushul
Fiqh dan kaidah Fiqhiyah.
Kaidah Ushul Fiqh meliputi qa’idah lughawiyah, qa’idah ‘aqliyah, dan qa’idah dzauqiyah.

Anda mungkin juga menyukai