Anda di halaman 1dari 10

BAB V

MENGENALI FUNGTOR-FUNGTOR KALIMAT


DALAM BAHASA INDONESIA

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Kurikulum tahun 2004 sering disebut kurikulum berbasis kompetensi.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompetensi artinya

kewenangan untuk melakukan sesuatu. Kompetensi sebenarnya berasal

bahasa Inggris competence yang berarti kemampuan. Dengan demikian,

kompetensi dapat diartikan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang

sehingga seseorang itu mampu memiliki kewenangan untuk melakukan

sesuatu. Apabila orang yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan,

maka orang tersebut berarti tidak akan mampu memiliki kewenangan untuk

melakukan sesuatu. Oleh karena itu, kurikulum yang berbasis kompenetsi

artinya kurikulum yang disusun dengan memperhatikan aspek kemampuan

yang dimiliki siswa, dengan harapan siswa itu kelak mampu berkembang

sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.

Para guru sering dihadapkan pada persoalan yang sangat diplomatis;

diantaranya adalah adanya kesenjangan antara praktek pengajaran bahasa

dan evaluasi yang harus dilakukan. Di dalam kurikulum 2004 “Standar

Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah

Menengah Partama dan Madrasah Tsanawiyah” disebutkan bahwa standar

kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Saatra Indonesia berurientasi pada

hakekat pemelajaran bahasa yakni “belajar bahasa adalah belajar

berkomunikasi.” Oleh karenaya, wujud akhir atau out put dari pengajaran

72
bahasa adalah mahirnya seorang siswa untuk berkomunikasi baik dalam

ragan tulis maupun lisan serta dalam suasana formal maupun nonformal.

Agar seorang siswa mampu memiliki kompetensi tersebut, ada empat

keterampilan berbahasa yang harus dikuasainya yaitu keterampilan

menyimak (yang dalam kurikulum 2004 disebut dengan keterampilam

mendengarkan), keterampilan berbicara, keterampilan, keterampilan

membaca, dan keteramilan menulis.

Dari keempat keterampilan tersebut, ada satu faktor dasar yang

penting agar keempat keterampilan itu dapat dikuasai dengan baik. Faktor

dasar yang dimaksud adalah keterpahaman seorang anak terhadap fungtor-

fungtor kalimat; terlebih pada keterampilan berbicara dan menulis pada

situasi yang formal.

Pemakai bahasa Indonesia masih banyak yang belum mampu

mengenali fungtor-fungtor kalimat dalam bahasa Indonesia.

Ketidakmampuan pemakai bahasa Indonesia dalam mengenali fungtor

kalimat itu akan menyebabkan pemakai yang bersangkutan tidak mampu

pula menghasilkan kalimat secara gramatikal. Ketidakmampuan

menghasilkan kalimat secara gramatikal berarti seseorang itu tidak mampu

berbahasa Indonesia dengan benar. Hal demikian ini sangat kontradiktif

dengan cita-cita bangsa Indonesia yakni untuk senantiasa memakai bahasa

Indonesia secara baik dan benar.

Ketidakmampuan mengenali fungtor-fungtor kalimat dalam bahasa

Indonesia itu bukan hanya terdapat di kalangan masyarakat awam

melainkan juga masyarakat yang terpelajar. Para siswa maupun mahasiswa

masih banyak yang belum mampu mengetahui fungtor subyek, predikat,

73
objek, maupun keterangan secara pas. Hal demikian ini tidak terkecuali

mahasiswa jurusan/ program studi Bahasa dan Sastra Indonesia. Hasil

penelitian yang dilakukan terhadap para mahasiswa semester VIII Jurusan

Penididikan Bahasa dan sastra Indonesia di IKIP Muhammadiyah

Purwokerto menyebutkan bahwa 22,1% dari kalimat yang dihasilkan oleh

para mahasiswa tersebut belum gramatikal. Dari 22,1% itu diantaranya tidak

menggunakan fungsi gramatikal secara benar.

Fenomena yang semacam itu tampaknya juga terjadi di kalangan

para guru SLTP maupun SLTA. Para guru tersebut sering kali juga tidak

begitu memahami bagaimana cara menentukan fungtor- fungtor kalimat itu.

Hal yang demikian ini menyebabkan guru yang bersangkutan tidak banyak

mengajarkan masalah kalimat. Akibat lebih lanjut, siswanyapun tidak

mengetahui bagaimana kalimat yang gramatikanl dan bagaimana kalimat

yang tidak gramatikal.

Masalah penentuan ”objek” kalimat juga masih banyak menjadi

problema. Masih banyak guru yang mengajarkan bahwa ”Ali” pada kalimat

“Anjing di pukul Ali” berfungsi sebagai objek; paahal berfngsi sebagai

pelengkap.

Fenomena - fenomena sebagaimana tersebut di atas banyak

bermunculan di karenakan belum adanya pedoman yang secara praktis

membahas bagaimana cara menentukan fungtor- fungtor kalimat itu. Banyak

buku Tata Bahasa Indonesia yang membahas tata kalimat. Namun

demikian, pembahasan yang terdapat di dalam buku tersebut merupakan

pembahasan yang secara teoristis. Buku Tata Bahasa Indonesia yang

74
membahas cara mengenali fungtor kalimat secara praktis belum ada. Oleh

karenanya, makalah ini bermaksud membahas cara- cara mengenali

fungtor- fungtor kalimat bahasa Indonesia secara praktis.

Pembahasan secara praktis ini perlu di lakukan agar para pemakai

bahasa Indonesia ( masyarakat, pelajar, mahasiswa, maupun tenaga

pengajar baik dari Taman Kanak- Kanak sampai dengan Perguruan Tinggi)

mampu mengenali fungtor- fungtor kalimat dengan mudah dan tepat.

Dengan cara yang praktis di harapkan para pemakai bahasa Indonesia itu

semakin mantap dalam berbahasa Indonesia sehingga tidak mudah kena

rayuan ataupun tipuan yang di sebabkan oleh pemutarbalikan makna

bahasa.

2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dikemukakan beberapa

permasalahn sebagai berikut:

1. Bagaimanakah cara mengenali fungtor subyek dan predikat dalam

suatu kalimat itu?

2. Bagaimankah cara mengenali objek dalam suatu kalimat?

3. Bagaimanakah cara membedakan pelengkap dengan keterangan

dalam suatu kalimat?

B. PEMBAHASAN

1. Cara mengenali Fungtor Subyek dan Predikat

Fungtor subyek dan predikat dapat di ketahui dengan mengajukan

pertanyaan “apa” atau “siapa”. Contoh cara mengenali subyek dan predikat

dalam suatu kalimat dapat dikemukakan sebagai berikut:

75
(1) Adik datang

Pertanyaan yang dapat di ajukan adalah “siapa yang datang”. Jawabnya

adalah “adik”. Jawaban dari pertanyaan tersebut berarti sebagai subyek

kalimat itu. Dalam kalimat (1) itu yang sebagai subyek berarti ”adik” sebab

“adik” yang menjadi jawaban atas pertanyaan “siapa yang datang”.

Bentuk yang digunakan untuk bertanya dalam hal itu —yang dalam

kalimat (1) tersebut adalah ”datang”-- berarti sebagai predikat.

(2) Pohon itu tumbang

Pertanyaan yang dapat dimunculkan adalah “apakah yang tumbang?”,

jawabnya adalah “pohon itu”. Dalam kalimat itu berarti” tumbang” sebagai

predikat sebab yang di gunakan untuk bertanya dan ”pohon” itu sebagai

subyek sebab sebagai jawaban atas pertanyaan yang di ajukan.

(3) Seorang gadis yang sangat cantik yang kemarin baru lulus sarjana
sedang berjalan- jalan.

Pengenalan subyek dan pedikat dari kalimat tersebut adalah dengan

mengajukan pertanyaan ”siapa yang sedang berjalan- jalan?” Jawabnya

adalah ”seorang gadis yang sangat cantik yang kemarin baru lulus sarjana”.

Dalam hal ini, ”sedang berjalan- jalan” berarti sebagai predikat sebab yang

di gunakan untuk bertanya, sedangkan ”seorang gadis yang sangat cantik

yang kemarin baru lulus sarjana” sebagai subyek sebab sebagai jawaban.

(4) Telah di terima cintanya

Pertanyaan yang dapat di munculkan yaitu ”apa yang telah di terima?”.

jawabnya adalah “cintanya”. Dalam kalimat itu yang sebagai subyek berarti

“cintanya” sebab yang dijadikan jawaban atas pertanyaan yang muncul,

76
sedangkan ”telah di terima” sebagai predikat sebab yang dijadikan sebagai

sarana untuk bertanya.

(5) Terkatung- katung hidupnya

“Terkatung- katung” pada kalimat ( 5) tersebut sebagai predikat sebab

konstruksi itu yang digunakan untuk bertanya yakni ”apa yang terkatung-

katung?” Kata ”hidupnya” berfungsi sebagai subyek sebab konstruksi itu di

gunakan sebgai jawaban atas pertanyaan yang muncul tersebut.

2. Cara Mengetahui Objek dalam Suatu Kalimat

Objek dapat dikenali lewat kalimat aktif transitif. Ciri utama kalimat

akif transitif adalah predikatnya berlawanan me-. Dengan demikian, apabila

predikat kalimat tersebut tidak berlawanan me- dengan sendirinya tidak akan

ada objek di belakang kalimat itu. Fungtor objek pada kalimat aktif transitif

harus dapat menduduki fungtor subyek pada kalmat pasifnya. Apabila tidak

dapat menduduki fungtor subyek pada kalimat pasifnya, konstruksi tersebut

berarti bukan objek. Secara praktis, ciri objek adalah (1) predikatnya

berawalan me-, (2) dapat dipasifkan.

Posisi objek pada kalimat berada langsung di belakang prediket verba

aktif transitif. Diantara keduanya tidak dapat di sisipi oleh preposisi. Dengan

demikian, apabila diantara prediket dan objek itu dapat disisipi oleh preposisi

berarti bukan objek. Kalimat yang berobjek dapat dilihat pada contoh-

contoh kalimat berikut:

(6) Tina memainkan bola


(7) Bola dimainkan Tina
(8) Siti menjadi Polwan

77
Kalimat (6) merupakan kalimat aktif sebab pedikat kalimat tersebut

berawalan me-. Dengan demikan, ada kemungkinan bahwa di belakang

pedikat kalimat tersebut adalah objek. Pembuktiaan selanjutnya adalah

dengan mengubah kalimat tersebut menjadi pasif sebagaimana kalimat(7).

Setelah diubah menjadi pasif, konstruksi yang kita duga sebagai objek itu

ternyata dapat menduduki fungsi sujek pada kalimat pasifnya. Jadi, dapat

dikatakan secara tegas bahwa konstruksi ”bola” pada kalimat(6) berfungsi

sebagai objek.

Kata” Tina” pada kalimat (7) jelas bukan merupakan objek sebab (1)

berada dibelakang kalimat yang predikatnya tidak berawalan me-, (2) di

antara predikat dengan ”Tina” dapat disisipi preposisi, misalnya ”oleh”.

Kata ”Polwan” pada kalimat (8), sekalipun predikatnya berawalan me-

, juga tidak dapat dikatakan objek sebab kalimat (8) tidak dapat dipasifkan;

dengan sendirinya “Polwan“ pada kalimat (8) tidak dapat menduduki fungsi

subyek pada kalimat pasif.

3. Cara Membedakan Pelengkap dengan Keterangan dalam Suatu


Kalimat

Fungtor pelengkap dapat diketahui setelah seseorang itu paham

tentang ciri- ciri keterangan. Suatu konstruksi dapat dikatakan sebagai

keterangan apabila konstruksi itu dapat dimutasikan di depan atau di

belakang kalimat. Jadi, apabila suatu konstruksi yang kita duga sebagai

keterangan itu tidak dapat di mutasikan berarti konstruksi itu bukan

keterangan.

78
Suatu konstruksi yang bukan sebagai objek dan bukan sebagai

keterangan —dengan sendirinya juga bukan subyek atau predikat— adalah

pelengkap. Beberapa contoh kalimat yang dimaksud itu adalah sebagai

berikut.

(09) Di pasar Tika berdagang elektronik.


(10) Tika berdagang barang elektronik di pasar.
(11) kemarin Andi bermain tenis.
(12) Andi bermain tenis kemarin.

Konstruksi “di pasar“ pada kalimat (9) berfungsi sebagai keterangan kalimat

sebab konstruksi itu dapat di mutasikan di belakang kalimat sebagaimana

kalimat (10).

Konstruksi ”barang elektronik” pada kalimat (9) bukan merupakan

objek sebab predikat kalimat tersebut tidak berawalan me-, dan juga bukan

merupakan keterangan sebab konstruksi “barang elektronik” itu juga tidak

bisa dimutasikan. Karena “barang elektronik” bukan keterangan dan bukan

objek, maka dengan sendirinya konstruksi itu berfungsi sebagai pelengkap.

Hal yang sama juga dapat diterapkan pada kalimat (11). Subyek

kalimat (11) adalah “Andi”, sedangkan predikatnya adalah “bermain”.

Konstruksi “kemarin” karena dapat dimutasikan di belakang kalimat

sebagaimana terdapat pada kalimat (12), maka konstruksi itu berarti

berfungsi sebagai keterangan. Kata” tenis” karena tidak dapat dimutasikan

di depan atau di belakang kalimat berarti bukan keterangan. Dan pula,

karena predikatnya tidak berawalan me- maka kata “tenis“ itu berarti bukan

objek. Karena bukan objek dan bukan keterangan, maka konstruksi ”tenis”

berarti berfungsi sebagai pelengkap.

79
C. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat di kemukakan berdasarkan uraian di atas

adalah sebagai berikut:

1. Subyek dan predikat dapat di kenali dengan mengajukan pertanyaan

“apa” atau “siapa”. Yang dijadikan pertanyaan sebagai predikat,

sedangkan yang dijadikan jawaban adalah subyek.

2. Objek dapat dikenali melalui: a. predikat aktif transitif. b. dapat

menduduki subyek pada kalimat pasifnya.

3. Keterangan dapat dikenali dengan memutasikannya. Apabila suatu

konstruksi tidak dapat dimutasikan di depan atau di belakang kalimat,

maka konstruksi itu berarti bukan keterangan dan apabila tidak dapat

menduduki subyek pada kalimat pasifnya, maka konstruksi itu berarti

bukan objek. Karena bukan objek dan bukan keterangan dengan

sendirinya konstruksi tersebut adalah pelengkap.

80
D. LATIHAN III
NAMA :_____________________
NIM :_____________________
SEM :_____________________

ANALISISLAH KALIMAT-KALIMAT BERIKUT INI BERDASARKAN


FUNGTOR-FUNGTORNYA

01. Kemarin para mahasiswa itu telah melakukan praktik mengajar.


02. Perempuan itu telah menjalani sebagian hidupnya.
03. Dia akan datang pada pesta itu.
04. Dia akan mendatangi pesta itu.
05. Telah kukirimkan suratmu itu.
06. Cintanya telah tergadaikan.
07. Rumah itu sangat bagus gentingnya.
08. Dia mengatakan bahwa kakaknya yang dari desa akan datang.
09. Telah dikatakannya bahwa kakaknya yang dari desa akan datang.
10. Ia ingin menjadi guru yang profesional.

-----000-----

81

Anda mungkin juga menyukai