Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

MODUL 3 DASAR-DASAR SINTAKSIS BAHASA INDONESIA DAN


MODUL 4 DASAR-DASAR WACANA BAHASA INDONESIA

MATA KULIAH : MATERI DAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SD


TUTOR : MUHAMMAD FADELY, M.Pd.

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
1. IRMA ARPIANA (856331396)
2. OKTA RULIA (856331214)
3. RANI KARTIKA (856331371)
4. RAFFI NUUR HUDA .F (856331325)

PROGRAM PENDIDIKAN S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ PANGKAL PINANG
POKJAR PAYUNG
2023.2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
taufik dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa Program Studi S1 PGSD Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Terbuka ( FKIP – UT ) ialah agar para
mahasiswanya mampu berperan sebagai guru yang profesional.
Adapun terselesainya makalah ini, tidak lepas dari bantuan beberapa pihak
baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehubungan dengan hal tersebut,
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Yang terhormat Bapak Muhammad Fadely, M.Pd., selaku Tutor yang
mengampu Mata Kuliah Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD.
2. Kedua orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan penulis dari awal
kuliah hingga sekarang ini.
3. Teman-teman seperjuangan di Pokjar Payung Semester 9 yang saling
support selama ini.
4. Semua pihak yang telah membantu baik dalam pembuatan makalah yang
tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Penulis telah berupaya menyelesaikan penulisan makalah ini dengan
sebaik-baiknya. Namun penulis menyadari banyak kekurangan didalamnya untuk
itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca dan penilai sehingga
makalah ini akan tampil lebih sempurna dan dapat bermanfaat bagi penulis sendiri
dan bagi semua pihak yang berkepentingan.

Pulau Besar, 06 November 2023


Penulis

ii
MODUL 3
DASAR-DASAR SINTAKSIS BAHASA INDONESIA

A. KEGIATAN BELAJAR 1 : FRASE DALAM BAHASA INDONESIA


Bahasa, dalam kehidupan manusia begitu penting. Hal itu, tidak perlu
diragukan lagi. Hal itu, tidak saja dapat dibuktikan dengan menunjuk pemakaian
bahasa dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga dapat dilihat dari banyaknya
perhatian ilmuwan maupun praktisi terhadap bahasa. Bahasa, bukan saja monopoli
para ahli bahasa, tetapi bahasa merupakan objek studi oleh semua ilmu, karena
bahasa digunakan sebagai alat bantu untuk mengomunikasikan berbagai hal
kepada khalayak. Guru, misalnya memerlukan penguasaan bahasa yang baik dan
juga benar dalam menyampaikan topik bahasan kepada siswanya agar tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan dapat mencapai sasaran. Apa yang akan
terjadi jika guru kelas satu SD mengajar menggunakan bahasa yang sama dengan
ketika ia mengajar di kelas enam SD? Tentu materi pelajaran yang diberikan tidak
berterima pada siswa kelas satu. Oleh karena itu, maka guru perlu mengetahui
kata, kalimat, intonasi dan satuan unsur bahasa yang tepat untuk audiennya.
Untuk membantu agar pengomunikasian itu dapat disampaikan secara
baik, benar, dan efektif, maka tentu diperlukan pemahaman tentang tata aturan
dari bahasa yang digunakan. Tata aturan tentang bahasa ini disebut tata bahasa. Di
antara tata aturan yang dibahas dalam tata bahasa adalah satuan unsur bahasa.
Satuan unsur bahasa dalam bahasa Indonesia dari yang terkecil sampai yang
terbesar sudah Anda ketahui melalui uraian pada Modul 1. Pada modul tersebut
Anda telah diajak membahas satuan unsur bahasa yang kecil, yakni fonem
(fonologi) serta morfem dan kata (morfologi). Pada bagian ini, kita akan
membahas tentang unsur bahasa yang lebih luas lagi yakni frase, kemudian
dilanjutkan dengan klausa dan kalimat. Ketiga satuan unsur bahasa ini tergabung
dalam ilmu sintaksis Bahasa Indonesia.

1
1. FRASE
Frase (kelompok kata) merupakan salah satu unsur dalam kalimat
(sintaksis). Frase juga sering didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang
terdiri dari dua kata atau lebih yang menduduki satu fungsi. Perhatika contoh
berikut ini.

Kami sedang menikmati makan malam di meja makan


S P O Ket.

Di dalam kalimat tersebut terdapat tiga buah frase yaitu, sedang menikmati,
makan malam, dan di meja makan. Kami, bukan frase karena terdiri dari satu
kata. Frase tidak dapat dipisahkan antarunsurnya. Mari kita buktikan. Kita
pisahkan unsur-unsur frase tersebut.
(1) Kami sedang makan malam di meja makan menikmati.
(2) Kami sedang menikmati makan di meja makan malam.
(3) Di meja sedang menikmati makan malam makan kami.

Frase adalah kumpulan kata nonpredikatif. Artinya frase tidak memiliki


predikat dalam strukturnya. Perhatikan beberapa contoh frase di bawah ini:
buku saya
buku bahasa saya
buku bahasa itu
buku bahasa Indonesia itu
buku bahasa di atas meja itu

Dalam konstruksi frase (kelompok kata) di atas, tidak memiliki/mengandung


predikat. Lihat perbedaannya dengan kelompok kata di bawah ini.
buku saya baru
buku bahasa itu bagus
buku bahasa itu di atas meja

2
Kelompok kata: baru, bagus, di atas meja berfungsi sebagai predikat. Jadi
kelompok kata; buku bahasa itu di atas meja terdiri atas dua frase dengan
fungsi subjek (buku bahasa itu) dan predikat (di atas meja).

2. MACAM-MACAM FRASE
Frase dapat dibedakan berdasarkan: jenis kata, kedudukannya, dan
maknanya.
1) Berdasarkan Jenis Kata
Frase dapat dibedakan sebagai berikut.
a. Frase Verbal;
b. Frase Adverbial;
c. Frase Ajektiva;
d. Frase Nominal;
e. Frase Numeralial
f. Frase Preposisional.
Pembedaan frase di atas terletak pada inti frase. Frase verbal intinya
adalah verba, frase ajektival intinya ajektiva, dan seterusnya. Pembentuk frase
bisa lebih dari dua kata, dan dapat pula berupa kata dasar dan kata turunan.
Untuk lebih jelasnya di bawah ini disajikan beberapa contoh.
a. Frase verbal
asyik belajar (tindakan)
harus pergi (keadaan)
sedang berpikir keras (tindakan)
tidak akan datang (keadaan)
sudah membaik (proses)
b. Frase Adverbial
pada zaman Jepang
sebelum subuh
kemarin sore
bulan lalu
pada akhir pertunjukan itu

3
c. Frase Ajektival
kedap suara
malu-malu kucing
sangat pemalu
makin panas
tidak tertarik
d. Frase nominal
anak cucu
pendapat yang aneh
pedagang eceran
lembar jawaban ujian
formulir pendaftaran siswa baru
e. Frase numeralial
anak pertama
urutan keempat
kedua anak itu
sering kali
tiga peluru
f. Frase preposisional
sampai dengan
selain dari
oleh karena
dari samping
terdiri atas
namun demikian
di depan
Makna frase verbal unsur intinya adalah; tindakan, keadaan, kerja,
atau proses; frase adverbial unsur intinya adalah keterangan (waktu/tempat);
frase ajektival unsur intinya adalah sifat; frase nominal unsur intinya adalah
benda; frase numeralial unsur intinya adalah bilangan; dan frase preposisional
unsur intinya adalah penghubung. Dari penjelasan tersebut dapat kita

4
simpulkan bahwa makna setiap frase yang didasarkan pada jenis atau kategori
kata mengandung makna yang sama dengan jenis katanya (verb, adveb,
ajektif, noun, numerial, atau preposisi).

2) Berdasarkan Kedudukan
Selain dikelompokkan atas jenis katanya, frase juga dikelompokkan
atas kedudukan atau tingkatannya. Di sini frase dibedakan atas frase setara dan
frase bertingkat.

a. Frase setara
Sesuai namanya, frase setara adalah frase yang memiliki kedudukan
yang sama antara satu kata dengan kata yang lainnya seperti contoh: baku
hantam, pulang pergi, sawah ladang, kakak adik, dan sejenisnya. Contoh
penggunaan dalam kalimat.
Desa itu memiliki sawah ladang yang sangat luas.

frase setara
b. Frase bertingkat
Frase bertingkat adalah frase yang salah satu katanya memiliki
kedudukan lebih tinggi satu tingkat dari kata yang lainnya. Dapat pula
dijelaskan bahwa dalam frase bertingkat terdapat fungsi menerangkan
diterangkan (MD) seperti contoh: tidak adil, hukum rimba, sangat jujur, guru
bahasa, dan sejenisnya. Pada frase tidak adil, kata 'tidak berfungsi
menerangkan (M) sedang 'adil' merupakan unsur yang diterangkan (D).
Contoh penerapannya dalam kalimat.
Mengapa banyak hakim yang berlaku tidak adil?

frase bertingkat

5
3) Berdasarkan Makna
Sebagaimana kata, frase juga memiliki makna lugas dan tidak lugas.
Dalam hal ini frase dibedakan atas frase lugas dan frase ideomatis. Pada frase
lugas dikandung makna lugas, bila dalam kata disebut makna denotatif.
Contoh:
Rumahnya bermuka dua (menghadap kedua arah).

frase lugas
Pada frase ideomatik dikandung makna ideom, bila dalam kata disebut
makna konotatif.
Contoh:
Penghianat bangsa itu bermuka dua (tidak berpendirian).

frase ideomatik
Frase ideomatik pada dasarnya merupakan kata majemuk. Oleh sebab
itu, ada beberapa pendapat yang tidak setuju bila kelompok kata ini
dimasukkan dalam bahasan frase. Namun, para linguis yang memasukkan kata
majemuk ke dalam kategori frase memiliki alasan berdasarkan salah satu
definisi tentang frase yaitu, "Frase adalah kelompok kata yang terdiri atas dua
kata atau lebih yang menduduki satu fungsi."

B. KEGIATAN BELAJAR 2 : KLAUSA DAN KALIMAT DALAM


BAHASA INDONESIA
Satuan unsur bahasa yang terkecil adalah fonem dan yang paling luas
adalah wacana. Di antara satuan unsur bahasa tersebut, terdapat unsur frase,
klausa dan kalimat, ketiga unsur ini dibahas dalam satu tataran ilmu bahasa yang
disebut sintaksis.
Kalimat, menjadi bidang kajian dalam bahasa antara lain karena dengan
kalimatlah seseorang baru menyampaikan maksudnya secara lengkap dan jelas.
Satuan unsur bahasa yang belum sampai pada kalimat, tetapi telah mengandung
makna adalah kata (misalnya, tidak) dan frase (misalnya; tidak tahu) dan klausa

6
(yang akan dibahas pada bagian di bawah ini (misalnya; mengatakan tidak tahu).
Ketiga bentuk ini (kata, frase dan klausa) belum dapat mengungkapkan suatu
maksud secara lengkap dan jelas, kecuali jika ketiganya berkedudukan sebagai
kalimat minor.
Untuk dapat berkalimat dengan baik, maka perlu kita pahami dahulu
struktur dasar suatu kalimat dan satuan unsur bahasa yang membentuknya. Dalam
bagian ini akan dibicarakan klausa dan kalimat.

1. KLAUSA
Klausa dalam bahasa Indonesia dapat diklasifikasi melalui berbagai
cara, tergantung pada sudut pandang kita. Hal itu dapat kita perhatikan
sebagai berikut.
1) Klausa maupun kalimat merupakan konstruksi sintaksis yang mengandung
unsur predikat (Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia; Hasan Alwi dkk. ed.
ketiga).
2) Klausa adalah kelompok kata yang mengandung satu predikat (Cook,
1981).
3) Klausa adalah suatu bentuk linguistik yang terdiri atas subjek dan predikat
(Ramlan, 1986).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa klauss
merupakan kelompok kata dalam kalimat yang mengandung predikat atau
kelompok kata dalam kalimat yang mengandung subjek dan predikat, tetapi
belum menunjukkan intonasi final.
Untuk lebih jelasnya mari kita perhatikan contoh di bawah ini.
(1) Saya akan pergi bila dia ikut.
(2) Dia pergi pukul 6.00 ketika saya sedang mandi.
Kalimat (1) terdiri atas dua klausa yakni: Saya akan pergi (klausa I)
disebut klausa utama (induk), dan bila dia ikut. (klausa II), disebut klausa
subordinat (anak kalimat). Demikian pula dengan kalimat (2) Dia pergi pukul
enam (klausa 1); disebut klausa utama (induk), dan ketika saya sedang mandi
(klausa II); disebut klausa subordinat (anak kalimat).

7
Penjelasan tersebut memunculkan pengertian bahwa klausa adalah
kelompok kata yang berpotensi menjadi kalimat. Bisa pula dijelaskan bahwa
klausa merupakan bagian dari kalimat. Untuk jelasnya mari kita pisahkan
kalimat (1) di atas.
Saya akan pergi bila dia ikut.
I II
 Saya akan pergi.
S P
 Dia ikut.
S P
Kalimat (1) di atas terdiri dari dua klausa dan bila klausa-klausa
tersebut dipisahkan kemudian diberi tanda baca titik (.) setiap klausa tersebut
menjadi kalimat. Bila ingin lebih memahami lagi silakan Anda uraikan
kalimat (2) seperti contoh di atas.

2. KALIMAT
Setelah Anda memahami struktur fonem dan struktur morfem bahasa
Indonesia pada Kegiatan Belajar 1 dan Anda juga telah memahami
pengertian klausa pada bagian ini (KB 2) di atas, ikuti penjelasan tentang
struktur kalimat berikut ini.
Mari kita perhatikan untaian kata berikut ini.
1) Anak Pak Jaka sering mengunjungi anak Pak Hamid.
Kami yakin Anda semua telah mengetahui bahwa untaian kata di atas
adalah kalimat. Selanjutnya coba Anda bandingkan kalimat di atas
dengan kalimat berikut ini.
2) Anak Pak Hamid sering mengunjungi anak Pak Jaka.
Kedua kalimat itu dibentuk dari unsur yang sama bunyinya dan sama
pula strukturnya. Tetapi, mengapa makna kedua kalimat itu berbeda? Ya,
hal itu karena letak kata-kata yang membentuk kalimat itu berbeda.
Perbedaan letak kata-kata itu menyebabkan tidak hanya perubahan
makna yang terjadi, tetapi juga dapat menyebabkan penghilangan makna.

8
Pertukaran tempat kata yang dilakukan secara sembarangan dapat
menghilangkan makna. Perhatikan untaian kata di bawah ini.
3) Pak Jaka anak mengunjungi sering Pak Hamid anak
Untaian kata yang ketiga ini tidak menyampaikan informasi apa pun.
Oleh karena itu, maka untaian kata yang ketiga ini bukan kalimat.

Contoh 1 dan 2; kata-katanya saling berkaitan antarkelompok kata


tertentu, tetapi pada contoh 3, kata-katanya berdiri bebas.
Sebelum melanjutkan pembahasan tentang kalimat yang lebih
kompleks, baiklah kita simpulkan dahulu pengertian kalimat. Kalimat itu
merupakan deretan kata-kata yang tersusun berdasarkan kaidah-kaidah
tertentu sehingga bermakna dan dapat dijadikan alat untuk berkomunikasi.
Kata-kata yang ada dalam kalimat itu tidak berdiri bebas, tetapi
berkelompok. Kelompok kata- kata itu mempunyai makna dan disebut frase.
Kalimat dalam bahasa Indonesia dibagi dua bagian. Bagian pertama
merupakan bagian yang diterangkan dan bagian kedua merupakan unsur
yang menerangkan. Unsur kalimat yang diterangkan itu dapat berupa frase
kerja, frase sifat atau frase benda.
Dengan demikian untaian (susunan) kalimat bahasa Indonesia dapat
berpola sebagai berikut (Pola Dasar Kalimat).
1. KB + K Benda → Dia guru.
2. KB + K Kerja → Dia mengajar.
3. KB + K Sifat → Bulunya indah.
4. KB + K. Bilangan → Anaknya dua orang.
5. KB + K. Keterangan → Rumahnya di puncak.
6. KB + K. Kerja + K. Benda → Tono menendang bola (predikat transitif).
7. KB + K. Kerja + K. Benda →Tono bermain bola (predikat intransitif).

Kata/kelompok kata mempunyai 5 fungsi dalam kalimat, yaitu:


1) Kata yang berfungsi sebagai pokok kalimat disebut subjek
2) Kata yang berfungsi sebagai sebutan disebut predikat

9
3) Kata yang berfungsi sebagai objek disebut objek.
4) Kata yang berfungsi sebagai keterangan disebut keterangan (tempat/
waktu).
5) Kata yang berfungsi sebagai pelengkap disebut pelengkap (pada kalimat
intransitif/tidak memerlukan objek).

Subjek (s) merupakan pokok pangkal kalimat yang menunjukkan


pelaku, tokoh, sosok/benda, sesuatu hal, atau suatu masalah yang menjadi
pokok pangkal pembicaraan.
Predikat (p), adalah bagian kalimat yang menjelaskan langsung
tentang mengapa, bagaimana subjek (pelaku/tokoh atau benda dalam suatu
kalimat). Selain itu, P juga dapat menyatakan sifat, situasi, status, ciri atau
jati diri dan jumlah.
Objek (0) adalah bagian kalimat yang melengkapi Predikat (P). Objek
pada umumnya diisi oleh nominal, frase nominal atau klausa. Letak O selalu
di belakang P, yang berupa verba transitif, yaitu verba yang menuntut wajib
hadirnya Objek, seperti:
1. Efri menimang.....
2. Arsitek merancang..

Jika P diisi oleh verba intransitif, O tidak diperlukan, misalnya:


1. Nenek mandi.
2. Komputerku rusak.
3. Adik menangis.

Pelengkap (Pel) atau komplemen adalah bagian kalimat yang


melengkapi P. Letak pelengkap umumnya di belakang P yang berupa verba,
seperti O. Namun antara Pel. Dan O ada perbedaan, perhatikan contoh di
bawah ini.
1. Ketua kelas membacakan Pancasila.
S P 0

10
2. Sekretaris mengambilkan atasannya air minum.
S P 0 Pel.

Keterangan (K) adalah bagian kalimat yang menerangkan berbagai


hal mengenai fungsi kata yang ada pada kalimat itu baik menerangkan S, P,
O/Pelengkap atau Keterangan itu sendiri. Posisi keterangan letaknya bebas,
dapat di awal, di tengah, atau di akhir kalimat.
Dari berbagai penjelasan di atas, beberapa ahli memberi batasan
tentang kalimat.
1) Kalimat adalah satuan bahasa yang terkecil, dalam wujud lisan atau
tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. (Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia; Hasan alwi dkk; 2003).
2) Kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang
yang disertai nada akhir turun atau naik (Ramlan: 1989).
3) Kalimat adalah bagian dari ujaran yang mempunyai struktur minimal
subjek dan predikat dan intonasinya menunjukkan bahwa ujaran itu
sudah lengkap dengan makna. Sedangkan intonasi final kalimat dalam
bahasa tulis ditandai dengan tanda titik, tanda tanya atau tanda seru
(Lamuddin Finoza: 1993).

3. JENIS KALIMAT
Kalimat berdasarkan jumlah klausa pembentuknya terdiri atas kalimat
tunggal dan kalimat majemuk
1. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa. Unser
minimal kalimat tunggal adalah 5 dan P. Untuk lebih jelasnya perhatika
contoh berikut:
a. Adik menangis. (kalimat verbal).
b. Kami siswa Indonesia. (kalimat nominal).
c. Bulunya sangat indah. (kalimat ajektival).
d. Mobilnya ada delapan, (kalimat numeralial).

11
2. Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk merupakan gabungan dari dua atau lebih kalima
tunggal. Kalimat majemuk mengandung lebih dari satu klausa.
a) Seorang guru harus mempunyai wawasan yang luas dan
S P1 O1
harus memiliki kepribadian yang terpuji.
P2 O2
b) Anak-anak bermain layang-layang di halaman ketika
S P1 O1 Ket
para ibunya mengambil rapor
S2 PO2

Setelah mencermati contoh-contoh itu jelaslah bahwa kalimat


majema setidaknya mempunyai P lebih dari satu. Contoh 1 adalah kalimat
majem setara, karena kata penghubung (konjungsi) dan dalam sebuah
kalimat dapa menjadi penanda bahwa kalimat tersebut adalah kalimat
majemuk setara Kalimat 2) adalah kalimat majemuk bertingkat, karena
kalimat yan kedua merupakan perluasan dari kalimat pertama. Kata
penghubung yan dipakai dalam kalimat majemuk bertingkat antara lain
adalah ketika Berikut ini beberapa contoh kalimat majemuk. Silakan
dicermati.
a. Kalimat majemuk setara
1) Efri mengonsep surat itu dan Yandi mengetiknya.
2) Dia rajin membaca baik waktu mahasiswa maupun setelah bekerja
3) Anaknya kaya tetapi ia miskin.
4) Para peserta rapat sudah datang sedangkan panitia belum siap.
5) Adik tinggal di sini atau ikut dia.
6) Ia meletakkan tasnya di atas meja lalu mulailah ia mengajar

b. Kalimat majemuk bertingkat


1) Dia datang ketika kami sedang keluar kota

12
2) Para siswa akan jadi pintar andaikata para guru berkualitas.
3) Kita harus bekerja keras agar dapat sukses.
4) Semangat belajarnya tetap tinggi walaupun usianya sudah lanjut.
5) Bu Ani cukup memahaminya sebagaimana yang ia harapkan.
6) Anakku menjadi siswa teladan karena rajin, tekun, disiplin dan cerdas.
7) Musibah Tsunami itu demikian dahsyatnya sehingga meluluhlantakkan
Aceh.
8) Para nelayan berusaha meningkatkan hasil tangkapan dengan
menggunakan kapal motor yang lebih besar.
9) Ayahnya diam saja seakan-akan tidak tahu dengan tingkah laku
anaknya

13
MODUL 4
DASAR-DASAR WACANA BAHASA INDONESIA

A. KEGIATAN BELAJAR 1 : PENGERTIAN WACANA DAN ALAT-


ALAT WACANA
1. PENGERTIAN
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) kata 'wacana' seperti
pada dialog di atas diartikan 'pembicaraan'. Wacana di atas berisi sebuah
pembicaraan tentang ibu kota yang akan dipindahkan ke daerah lain
merupakan sesuatu yang belum pasti, tidak ada dasarnya. Demikian maksud
kata 'wacana' pada komunikasi verbal. Yuwono dalam Kushartanti, dkk
(2006: 91) menjelaskan bahwa kata 'wacana seperti contoh di atas digunakan
secara awam. Dalam linguistik dikatakan oleh Yuwono (2006: 92): "Wacana
adalah kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam suatu bangun bahasa.
Dengan makna, wacana dilihat sebagai bangun bahasa yang utuh karena
setiap bagian di dalam wacana itu berhubungan secara padu." Uraian tentang
wacana pada modul ini membahas pengertian wacana yang berkaitan dengan
linguistik yaitu wacana sebagai bangun bahasa.
Chaer (2007: 267) menyatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa
yang lengkap sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan
gramatikal yang tertinggi atau terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap,
wacana memiliki konsep, gagasan, pikiran atau ide yang utuh, yang bisa
dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana
lisan). Perhatikan contoh berikut ini.

(1) Adik sangat senang sekali karena ia lulus ujian.

Contoh di atas terdiri atas satu kalimat dengan dua klausa, di


dalamnya terkandung satu gagasan, yaitu tentang adik yang lulus ujian.
Contoh tersebut dapat dikatakan wacana karena memiliki konsep dan

14
mengandung satu makna/maksud yang dapat dipahami. Sekarang bandingkan
dengan contoh (2).

(2) Ibu senang. Adik lulus ujian.

Contoh (2) memang terdiri atas dua kalimat, tetapi jumlah kalimat yang
banyak belum tentu merupakan wacana yang baik. Keduanya berdiri sendiri-
sendiri. Kalimat 'Ibu senang' tidak dapat diinterpretasi bahwa senangnya ibu
disebabkan oleh adik yang lulus ujian, bisa saja rasa senang ibu disebabkan
oleh masalah lain. Jadi, dua kalimat tersebut tidak dapat dikatakan wacana
yang baik karena tidak mengandung keutuhan atau kesatuan makna dan tidak
memiliki konsep, ide atau gagasan.
Nunan (1991: 18) berpendapat bahwa wacana dapat digunakan untuk
mencapai tujuan dalam bentuk transaksi dalam rangka memperoleh sesuatu
yang lebih baik. Pendapat ini sejalan dengan fungsi utama bahasa sebagai alat
komunikasi. Berikut contoh wacana bersifat transaksional.

(3) Pembeli: "Bagaimana? Boleh dua puluh ribu?"


Pedagang: "Tambahlah sedikit."
Pembeli "Baiklah, saya tambah seribu, jadi dua puluh satu ribu."
Penjual: "Ambillah."

(4) A: "Jangan lupa besok pukul 10.00."


B: "Oh iya, sampai besok."

Contoh (3) dan (4) merupakan wacana dalam komunikasi lisan.


Dalam komunikasi tulis, wacana yang bersifat transaksi dapat ditulis dalam
bentuk surat. Jenis surat transaksi dapat berupa surat pengingatan, surat
perjanjian, surat penawaran, surat peringatan, dan surat teguran.
Penjelasan lain tentang pengertian wacana diungkapkan oleh Hasmudi
(2007) dalam web-site-nya yang mengatakan bahwa, "Wacana merupakan

15
satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi
dalam konteks sosial."
Stubbs (1983: 1) berpendapat bahwa, "Wacana merupakan
penggunaan bahasa untuk berkomunikasi dalam konteks sosial secara nyata.
satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian ujaran (lisan) atau kalimat (tulis)."
Penggunaan bahasa secara lisan dapat berupa percakapan/dialog, wawancara,
ceramah, pidato, orasi, diskusi, iklan radio, penyuluhan, dan sejenisnya.
Penggunaan bahasa secara tulis seperti surat, artikel, buku, iklan di surat
kabar, tulisan di internet. Perhatikan contoh wacana lisan dan tulis berikut ini.

(5) Pewawancara : "Apakah Anda memiliki pengalaman kerja?"


Terwawancara : "Tidak, saya baru kali ini melamar pekerjaan."

(6) Alferd Binet, psikolog yang mengembangkan tes IQ mendukung temuan


grafologi dan menegaskan bahwa ciri-ciri karakter tertentu tercermin dalam tulisan
tangan (Soemantoro, 2009: 6).

Contoh (5) merupakan wacana lisan sedangkan contoh (6) wacana


tulis Keduanya menunjukkan situasi komunikasi dalam konteks sosial. Kedua
wacana tersebut tergolong wacana yang baik karena memperlihatkan adanya
keutuhan yang mengandung konsep, ide atau gagasan di dalamnya.

2. ELEMEN-ELEMEN WACANA
Elemen-elemen wacana adalah elemen atau unsur-unsur pembentuk
wacana. Elemen-elemen wacana tertata secara sistematis dan hierarkis.
Perhatikan wacana berikut ini.

(7) Etika dan Estetika dalam Pendidikan yang Berbudaya

1. Pendidikan merupakan sebuah indikator penting untuk mengukur


kemajuan sebuah bangsa. Jika sebuah bangsa ingin ditempatkan pada

16
pergaulan dunia dalam tataran yang bermartabat dan modern maka yang
pertama-tama harus dilakukan adalah mengembangkan pendidikan yang
memiliki relevansi dan daya saing bagi seluruh anak bangsa. Mengapa
demikian? Karena pendidikan merupakan gerbang untuk memahami
dunia sekaligus gerbang untuk menguasai pola pikir dan kultur spesifik di
dalam pergaulan global.
2. Dalam perspektif politik pendidikan, seorang filosofi Yunani abad
pertengahan mengatakan bahwa penaklukan dunia ditentukan oleh
seberapa jauh pendidikan suatu bangsa dapat dicapai dan seberapa maju
bangsa-bangsa bersangkutan menguasai ilmu pengetahuan. ini berarti
sebagai simbol kemajuan peradaban bangsa, penguasaan ilmu
pengetahuan menjadi sangat penting bahkan menjadikan sebuah
prakondisi imperatif bagi keunggulan sebuah bangsa. Dalam bahasa
budaya, Geertz bahkan menganggap penguasaan ilmu pengetahuan
sebagai bentuk ekspresi kemajuan berpikir dan berperilaku sebuah
bangsa.
3. Sebagai bagian tidak terpisah dari sistem kehidupan masyarakat,
pembangunan pendidikan sekaligus juga menjadi indikator penting dari
proses pembangunan karakter bangsa. Karena itu, penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi sekaligus merupakan upaya mengagungkan
martabat dan perilaku bangsa, secara menyeluruh. Kemajuan-kemajuan
pendidikan yang dicapai mencerminkan bagaimana bangsa tersebut
menghargai dan melindungi martabatnya di antara pergaulan masyarakat
dunia.
4. Dengan demikian, tidak berlebihan pula jika cara berpolitik dan sopan-
santun di dalam pergaulan antarbangsa sangat dipengaruhi tingkat
pendidikan yang dimiliki dan berhasil dicapai sehingga secara umum
berpengaruh di dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat bangsa
bersangkutan. Bahkan, taraf pendidikan yang dimiliki suatu bangsa dapat

17
memberikan gambaran bagaimana sebuah Bangsa itu berkarakter dan
berprilaku.
Diposkan oleh Purwanto di 06:05 http://purwanto-unindra-
bio2a.blogspot.com/2008/07/etika-dan-estetika- yang-berbudaya-dalam.html
Diakses 20 Juli 2010

Melalui contoh wacana di atas kita dapat melihat adanya elemen-


elemen sebuah wacana. Adapun wacana terdiri aas wacana dan tubuh wacana.
Yang mana wacana yaitu memiliki judul dan tubuh wacana berisi paragraf 1,
2, 3 dan 4.
Berkaitan dengan elemen, dalam sebuah wacana terkandung elemen
inti dan non-inti. Elemen inti adalah elemen utama atau elemen penting.
Elemen inti berisi informasi pokok atau informasi inti dalam wacana. Elemen
non-inti adalah elemen yang berada pada kedudukan bukan inti. Informasi
dalam elemen bukan inti merupakan informasi tambahan.
Ide-ide pokok paragraf pada wacana (7) tersebut memperlihatkan
adanya elemen inti dan non-inti. Ide pokok paragraf 1 dapat dikategorikan
sebagai pengantar atau pembuka, ide pokok pada paragraf 2 dan 3 berisi
informasi penting atau inti, dan paragraf 4 berfungsi sebagai penguat atau
penutup. Berikut adalah urutan wacana yang baik dan benar.
Etika dan Estetika dalam Pendidikan yang Berbudaya
- Elemen Non-inti (Pembuka) -> Paragraf 1
- Elemen Inti -> Paragraf 2 -> Paragraf 3
- Elemen Non-inti (Penutup) -> Paragraf 4
Demikian uraian tentang elemen inti dan non-inti serta struktur wacana
yang dapat kita temukan dalam sebuah wacana, baik wacana yang berupa
sebuah paragraf maupun wacana yang dibentuk dari beberapa paragraf.

3. UNSUR-UNSUR PEMBANGUN WACANA


Sebuah wacana yang baik disusun dengan menggunakan alat
pembangun wacana. Untuk ini Yuwono (2006) memberi istilah 'Pemarka

18
Kohesi'. Alat utama pembangun wacana tentu saja kata dan untuk
membangun sebuah wacana, kata harus dipilih dan disusun secara efektif.
Untuk dapat memilih atau menukarkan kata yang berfungsi sebagai alat
pembangun wacana, Anda harus memahami alat-alat pembangun wacana,
yaitu:
1. konjungsi atau kata penghubung;
2. kata ganti;
3. repetisi;
4. elipsis atau pelesapan.

Perhatikan penggunaan alat-alat tersebut pada contoh wacana-wacana


berikut ini.
1. Penggunaan Konjungsi
(8a) Badu sakit dan Bidu meninggal.
(8b) Badu sakit karena Bidu meninggal.
(8c) Badu sakit ketika Bldu meninggal.
(8d) Badu sakit kemudian Bidu meninggal.
(8e) Badu sakit sebelum Bidu meninggal.
(8f) Badu sakit setelah Bidu meninggal.

2. Penggunaan Kata Ganti


(9a) Lala dan lili dua bersaudara. Mereka belajar di sekolah yang sama.
(9b) Baim seorang aktor cilik. Selain pandai fa sangat lucu.
9c) Setiap hari Sabtu Anto pergi ke sanggar seni. Di sana ia melatih para
remaja menari tarian tradisional.

3. Penggunaan Repetisi (Pengulangan)


(10) Adikku Irdam senang membaca buku. Beragam buku dibacanya. Buku-
buku yang sudah dibaca disimpannya dengan rapi.

19
4. Penggunaan Elipsis (Pelesapan)
(11) Adik dan ayah berangkat ke tempat tugas masing-masing setelah
sarapan pagi.
(12) Kak Andi praktik lapangan di bengkel otomotif, kak Mayang di
laboratorium botani.

Anda tentu mengetahui kata mana yang dimaksud konjungsi pada


wacana (8), kata ganti pada (9), kata yang diulang (10), yang agak sulit
mencari kata yang dilesapkan atau disembunyikan.
Pada wacana (11) terdapat kelompok kata (subjek) yang dilesapkan/
disembunyikan, yaitu 'adik dan ayah'. Apabila tidak dilesapkan kalimat
wacana tersebut berbunyi:

(11a) Adik dan ayah berangkat ke tempat tugas masing-masing setelah


adik dan ayah sarapan pagi.

Pada wacana (12) terdapat pelesapan predikat, yaitu praktik


lapangan. Apabila tidak dilesapkan kalimat tersebut menjadi:

(12a) Kak Andi praktik lapangan di bengkel otomotif, kak Mayang praktik
lapangan di laboratorium botani."

Penerapan elipsis atau pelesapan dapat dilakukan pada kalimat terdiri


atas dua klausa atau lebih. Salah satu fungsi (subjek, predikat, keterangan
atau objek) pada kedua klausa tersebut mengandung persamaan.
Demikian Saudara, uraian dan contoh-contoh wacana yang harus
Anda kuasai. satu hal yang juga perlu dipahami tentang istilah wacana di sini
adalah wacana yang baik, wacana yang tidak baik/tidak utuh dan tidak padu
tidak dapat dikatakan sebagai wacana. Perhatikan sekali lagi perbedaan
wacana dan bukan wacana pada contoh berikut ini.

20
(13) Aku mempunyai pohon buah rambutan. Pohonnya tidak terlalu
tinggi, aku tidak takut untuk memanjatnya. Sekarang dia mulai
belajar berbuah. Diawali dengan bermunculan bunga-bunga kecil,
kemudian muncul bakal buah berbentuk bulat-bulat kecil, berwarna
hijau tua dan berbulu. Dua bulan kemudian bulatan- bulatan itu
mulai membesar dengan warna hijau muda. Beberapa minggu
kemudian buah rambutanku sudah berwarna kuning kemerahan.
Tepat berusia enam bulan, sebagian besar buah rambutanku di
pohon berwarna merah segar.
(14) Saya suka dengan warna biru. Pada waktu cuaca cerah langit
berwarna biru. Mobil yang bertabrakan di Tol Cikampek itu berwarna
biru. Besok saya dan teman-teman akan lomba jalan santai dengan
menggunakan seragam warna biru. Kata orang warna biru itu
lambang cinta.

B. KEGIATAN BELAJAR 2 : KOHESI, KOHERENSI, DAN JENIS-


JENIS WACANA BAHASA INDONESIA
1) KOHESI DAN KOHERENSI
Kohesi adalah istilah yang digunakan dalam wacana yang membahas
hubungan antarunsur dalam kalimat (wacana). Wacana yang memenuhi syarat
kohesi disebut dengan istilah kohesif yang berarti utuh. Jadi Saudara,
sebenarnya Anda telah melihat contoh-contoh wacana yang kohesif dan tidak
kohesif pada Kegiatan Belajar 1. Untuk lebih memahami lagi, perhatikan
contoh wacana berikut ini.

(14) Anak terpeleset jatuh ke sungai. Beberapa orang lewat di tempat itu
mencoba menolongnya.

Bagaimana? Apakah Anda merasa bahwa wacana tersebut memiliki


keutuhan? Iya! Membaca kalimat pertama tentu Anda merasa ada yang

21
kurang. Timbul pertanyaan tentang anak. Anak yang mana? Berapa anak
yang terpeleset. Demikian pula dengan kalimat kedua. Kalimat itu sangat
tidak efektif. Orang lewat artinya orang berlalu, tetapi pada kalimat itu 'orang
lewat mencoba menolong.' Bagaimana caranya? Nah, wacana yang kalimat-
kalimatnya tidak efektif seperti itu, dinyatakan tidak kohesif. Sekarang
bagaimana bila wacana tersebut diperbaiki. Perhatikan unsur-unsur kohesi
atau penanda kohesifnya.

(14a)Anak itu terpeleset, lalu jatuh ke sungai. Beberapa orang yang


sedang lewat di tempat itu mencoba menolongnya.

Tampak jelas keutuhan wacana 14a. keutuhan tersebut berkat adanya


alat pembangun atau unsur pembangun wacana yang ada pada unsur-unsur
kebahasaan.
Apabila wacana memiliki ide pokok dan ide penjelas tidak hanya
dituntut keterpaduan antarbagian yang terkandung didalamnya. Oleh karena
itu kohesif makna wacana juga harus koherensi. Koherensi adalah kepaduan
hubungan maknawi antarbagian dalam wacana.

2) JENIS-JENIS WACANA BAHASA INDONESIA


Wacana dibedakan berdasarkan sudut pandang dari mana wacana itu
dilihat. Yuwono (2006: 93) menjelaskan wacana dapat diklasifikasikan
berdasarkan beberapa segi yakni berdasarkan saluran komunikasi, fungsi
Bahasa, mitra tutur, peserta tutur dan berdasarkan pemaparan.
Berdasarkan pada saluran komunikasi wacana dibedakan menjadi
wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan dapat dibedakan dari Bahasa
tulis karena keduanya memiliki ciri masing-masing. Ciri wacana lisan adalah
adanya penutur dan petutur (mitra tutur), bahasa tutur, alih tutur, serta konteks.
Dari segi struktur kalimat, wacana lisan kurang memperhatikan gramatika/tata
Bahasa.

22
Berdasarkan fungsi Bahasa, wacana diklasifikasikan menjadi wacana
ekspresif, fatis, informasional, estetis dan direktif. Wacana yang bersifat
ekspresif ditemukan pada kegiatan komunikasi yang menggambarkan hasil
pemikiran, pengalaman atau perasaan secara ekspresif. Bentuk wacana ini
misalnya: pidato, orasi, dan cerita atau dongeng. Wacana fatis bertujuan untuk
memperlancar komunikasi seperti memperkenalkan diri (perkenalan). Wacana
informasional bertujuan memberi informasi kepada seseorang atau khalayak.
Bentuk wacananya dapat berupa berita, pengumuman atau iklan di mass
media. Wacana estetis adalah wacana yang menekankan pada segi keindahan,
seperti puisi, pantun, dan syair. Wacana direktif adalah wacana yang
mengarah pada tindakan atau reaksi dari mitra tutur. Bentuk wacana ini biasa
digunakan pada kegiatan penyuluhan, pelatihan, dan khotbah (ceramah
agama).
Dari sudut pandang mitra tutur, wacana dibedakan menjadi wacana
interaksional dan transaksional. Interaksi, artinya berhubungan atau saling
melakukan aksi. Di dalam berbahasa orang berinteraksi secara sosial
Perhatikan contoh wacana berikut ini.

(15) Yudit : "Pagi Rama."


Rama : "Pagi. Berangkat ya?"
Yudit : "Iya! Kamu gak kuliah?"
Rama : "Aku kuliah siang."
Yudit : "Hm. Aku berangkat ya, daa."

Bedakan dengan Contoh (16) berikut ini.

(16) Bu Ani : "Pak ke Jalan Limau Kebayoran ya Pak!"


Sopir Taksi : "Baik Bu."

23
Contoh (15) merupakan wacana interaksional, sedangkan Contoh (16)
wacana transaksional. Tentu Anda dapat membedakan antarkeduanya.
Berdasarkan jumlah peserta tutur, wacana dibedakan atas wacana
monolog, dialog, dan polilog. Jenis wacana monolog adalah wacana yang
pelakunya hanya satu orang. Wacana monolog ragam lisan biasanya di
implementasi dalam bentuk pidato, sedang pada ragam tulis sebagian besar
adalah monolog. Wacana dialog dilakoni oleh dua orang peserta. Dialog dapat
berupa percakapan sehari-hari, wawancara, dan drama. Wacana polileg adalah
wacana yang diimplementasikan oleh pelaku/peserta dengan jumlah lebih dari
dua orang. Jenis wacana ini dapat berbentuk diskusi, ceramah interaktif, dan
sejenisnya
Berdasarkan cara memaparkan (pemaparan) wacana dibedakan atas
wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Wacana narasi
adalah wacana yang disusun dengan cara bercerita. Di dalam narasi terdapat
unsur-unsur penting sebuah cerita, misalnya unsur waktu, pelaku, dan
peristiwa. Dari unsur-unsur tersebut unsur waktu menjadi unsur penting
karena dalam pemaparan secara naratif sajian secara kronologi sangat dituntut
perhatikan contoh wacana narasi berikut ini.

(17) Abdul Chaer lahir di Jakarta. Memperoleh gelar sarjana


pendidikan dari IKIP Jakarta tahun 1969. Mengikuti post graduate
study dalam bidang linguistik pada Rijksuniversiteit Leiden, Negeri
Belanda tahun 1976-1977. Sekarang menjabat sebagai lektor kepala
pada IKIP Jakarta dalam mata kuliah Linguistik Umum.

Wacana deskripsi adalah wacana yang dipaparkan dengan cara merinci


bagian-bagian suatu profil yang disampaikan. wacana deskripsi berusaha
mengangkat imajinasi pembaca untuk mampu melihat, mendengar atau
merasakan apa yang dilihat, didengar atau dirasakan penulis. Perhatikan
contoh wacana deskripsi berikut ini.

24
(18) Gadis itu kelihatan bersahaja. Tidak banyak orang tertarik untuk
memperhatikannya. Wajahnya yang panjang, terkesan kurus untuk
tubuh dengan tinggi sekitar 160 sentimeter, ditambah dengan
kerudung yang menyelimuti seputar kepala sampai ke dadanya.
Matanya sayu bertambah layu dengan warna kulitnya yang kuning
Langsat.
Gadis bersahaja yang tidak banyak orang tahu akan kekokohan
hatinya, kekuatan semangatnya. Usaha ayahnya bangkrut karena kas
perusahaan habis untuk mencari keberadaan ibunya yang menghilang
sebelas tahun yang lalu.
Gadis cantik bersahaja, tidak banyak orang tahu semangat
hidupnya. Tidak banyak orang tahu kesepian dan kegundahan yang
bersemayam dalam hatinya. Gadis cantik bersahaja kini telah tiada.
Semoga Allah mempertemukan dia dengan ibunya di alam sana.

Wacana eksposisi adalah wacana yang dipaparkan dengan cara


menerangkan. Wacana eksposisi bertujuan menginformasikan sesuatu. Dalam
wacana eksposisi terdapat sebuah pengetahuan, konsep atau petunjuk yang
diperlukan oleh pembaca. Berikut contohnya.

(19) Tulisan tangan adalah tulisan' yang muncul dari otak manusia
karena ketika menulis, kita menuangkan apa yang ada dalam pikiran.
Jadi, tulisan tangan merupakan gambaran dari setiap individu. Pikiran
secara sadar menentukan apa yang Anda tulis dan alam bawah sadar
mengontrol bagaimana cara kita menulis. Tulisan tangan seseorang
juga merupakan cerminan jujur dari apapun yang ada di dalam benak
orang tersebut (Achsinfina, 2009: 1).

Wacana argumentasi dapat dikaitkan dengan makna argumen yak


wacana yang berisi alasan yang dapat digunakan untuk menerima atau

25
menolak suatu pendapat. Martuti dalam Suparno dan Martuti (2008: 4.2%)
menjelaskan bahwa wacana argumentasi merupakan bentuk wacana yang
berusaha memengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima pernyataan
yang dipertahankan, baik yang didasarkan pada pertimbangan logis maupun
emosional. Berikut ini contoh wacana argumentasi.

(20) Joanne bukan wanita pertama yang merasa bahwa anaknya yang
and belum lahir pastilah sudah sadar tentang kejadian-kejadian di
geluar rahim sang ibu. Syukurlah, berkat berbagai penelitian ilmiah
belakangan ini, sekarang kita tahu dengan pasti bahwa anak yang
belum lahir sungguh telah merasakan dan mendengarkan. Mula-mula
melalui tubuhnya, kemudian melalui telinganya (Campbell, Mutnu
2006: 26-27).

Pada Contoh wacana (20) terdapat dua bagian. Kalimat pertama


berupa pernyataan. Kalimat kedua sampai selesai berupa alasan atas
pernyataan tersebut. Di sini penulis menyatakan bahwa bayi yang belum lahir
sudah sadar akan kejadian atau peristiwa di luar dunianya. Pernyataan ini
diperoleh dari Joanne. Untuk memperkuat pernyataan ini penulis
mengeluarkan penguat/alasan berupa penelitian ilmiah tentang hal ini.
Wacana persuasi adalah wacana yang bersifat mengajak, membujuk,
menganjurkan atau memengaruhi. Untuk dapat memengaruhi pembaca
kadang dalam wacana persuasi digunakan alasan yang tidak rasional. Seorang
penulis yang jujur tidak akan melakukan atau menulis hal-hal yang
sebenamya tidak ada dan tidak pernah ada. Wacana persuasi biasanya
digunakan dalam kampanye dan iklan. Oleh sebab itu, iklan sering disebut
sebagai wacana persuasive-provokatif.
Berikut ini salah satu contoh wacana persuasi.
(21) Anda ingin dicintai Tuhan? Tuhan mencintai orang-orang yang
bangun di tengah malam dan bersujud memuji-Nya, tetapi itu sukar

26
dilakukan. Tuhan mencintai orang-orang yang menyucikan maladiri,
tetapi, setiap hari hidup kita berlumur dosa dan kemaksiatan. Lalu di
mana cinta Tuhan harus kita cari. Kepada nab Musa a.s., Tuhan
bersabda: Carilah Aku di tengah-tengah orang Tellorang yang hancur
hatinya (Rakhmat, 2002: 118).
Demikian penjelasan tentang kohesi, koherensi dan jenis-jenis wacana.

27
DAFTAR PUSTAKA

Santoso, Anang. (2013). Materi dan Pembelajaran Bahasa Indoensia SD.


Tangerang Selatan : Universitas Terbuka.

28

Anda mungkin juga menyukai