Anda di halaman 1dari 17

ASPEK FISIK

A. Analisis Fisik dan Daya Dukung Lingkungan


Analisis ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana daya dukung fisik dan lingkungan
pada wilayah kajian, yang meliputi wilayah potensi pengembangan, wilayah kendala dan
wilayah limitasi. Analisis terhadap kondisi fisik kawasan merupakan salah satu faktor yan
penting dalam mendukung pengembangan suatu kawasan. Kondisi fisik dapat
dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Fisik dengan limitasi pengembangan; suatu kondisi fisik yang tidak dapat
dikembangkan untuk suatu kegiatan.
2. Fisik dengan kendala pengembangan; suatu kondisi fisik yang dapat
dikembangkan untuk suatu kegiatan akan tetapi terdapat berbaai kendala.
3. Fisik dengan kemungkinan pengembanan; suatu kondisi fisik yang dapat
dikembangkan untuk suatu kegiatan tanpa ada kendala.
4. Untuk mendapatkan kondisi fisik di atas, maka analisis yang perlu dilakukan
adalah analisis superimpose (overlay) dari beberapa kondisi fisik, yaitu:
a. Kondisi topografi
b. Kondisi geologi
c. Kondisi hidrologi
d. Kondisi hidrogeologi
e. Kondisi jenis tanah
f. Dan lain-lain.
5. Dalam analisis tiap kondisi fisik ini juga diperlukan kriteria-kritera serta berbagai
pertimbangan untuk mendapatkan hasil kondisi fisik yan sebenarnya. Faktor
yang penting dalam analisis kondisi fisik ini adalah untuk mendapatkan daerah
rawan bencana (tanah longsor, gempa bumi, banjir dll). Dengan diketahui
daerah rawan bencana tersebut maka dapat diantisipasi kemungkinan-
kemungkinan yang akan terjadi.
Untuk mendapatkan kondisi fisik di atas, maka analisis yang perlu dilakukan adalah
analisis superimpose (overlay) dari beberapa kondisi fisik, yaitu:
1) Kondisi topografi;
2) Kondisi geologi;
3) Kondisi hidrologi;
4) Kondisi hidrogeologi;
5) Kondisi jenis tanah;
6) dan lain-lain.
Dalam analisis tiap kondisi fisik ini juga diperlukan kriteria-kritera serta berbagai
pertimbangan untuk mendapatkan hasil kondisi fisik yan sebenarnya. Faktor yang
penting dalam analisis kondisi fisik ini adalah untuk mendapatkan daerah rawan
bencana (tanah longsor, gempa bumi, banjir dll). Dengan diketahui daerah rawan
bencana tersebut maka dapat diantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang akan
terjadi.

TOPOGRAFI
GEOLOGI
ANALISIS
HIDROLOGI SUPERIMPOSE
(OVERLAY)
HIDROGEOLOGI

JENIS TANAH

LIMITASI KENDALA KEMUNGKINAN


PENGEMBANAN PENGEMBANAN PENGEMBANAN

WILAYAH
WILAYAH POTENSIAL
PERLINDUNGAN PENGEMBANGAN

KRITERIA KRITERIA KEGIATAN


ANALISIS
KESEUAIAN LAHAN FUNGSIONAL KAB.
WILAYAH
- Iklim - Permukiman perkotaan
- Vegetasi - Permukiman Pedesaan
- Potensi SDA - Prasarana & Sarana
- dll WILAYAH WILAYAH - dll
PENGEMBANGAN PENGEMBANGAN
POTENSI KEGIATAN
SUMBERDAYA FUNGSIONAL
ALAM (SDA) KABUPATEN

Proses Analisis Daya Dukung dan Kesesuaian Lahan

Dalam menganalisis Fisik Kemampuan Lahan di gunakan pedoman Permen PU


No.20/PRT/M/2007 yang didalamnya menjelaskan langkah yang harus di lakukan
setelah tahap pengumpulan data yang sebelumnya telah dilakukan.
Dalam analisis ini, banyak menggunakan overlay berbagai peta yang dimiliki. Dalam
analisis Kemampuan Lahan ini dilakukan 9 Satuan Kemampuan Lahan,yaitu:
A. SKL Morfologi
B. SKL Kestabilan Lereng
C. SKL Kestabilan Pondasi
D. SKL Ketersediaan Air
E. SKL Drainase
F. SKL Terhadap Erosi
G. SKL Pembuangan Limbah
H. SKL Bencana Alam
I. SKL Mudah di Kerjakan; dan
J. Analisis Kemampuan Lahan
Apabila SKL diatas telah selesai dikerjakan, maka langkah selanjutnya yaitu semua
peta SKL yang telah selesai dikerjakan di beri skor dan di overlay sehingga akan
menghasilkan peta kemampuan lahan wilayah tersebut. Berikut ini adalah tabel-tabel
hasil analisis satuan kemampuan lahan di Kawasan Strategis Binuang Baru di
Kabupaten Tapinyang telah dianalisis berdasarkan data-data yang ada dan telah
dalam proses pengolahan dengan mengacu pada peraturan-peraturan terkait yaitu
sebagai berikut ini.

B. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi


Analisis Kemampuan Lahan secara morfologi dilakukan untuk mengidentifikasi
bentuk bentang alam pada suatu wilayah perencanaan yang mampu di kembangkan
sesuai dengan fungsinya. Analisis Kemampuan Lahan secara Morfologi berupa peta
Satuan Kemampuan Lahan (SKL) morfologi yang merupakan hasil overlay Peta
Morfologi dan Peta Kemiringan Lereng. Dalam melakukan pemilahan bentuk
bentang alam/morfologi pada wilayah dan/atau kawasan perencanaan yang mampu
untuk dikembangkan sesuai dengan fungsinya maka di perlukan suatu analisis
dengan melakukan Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi.
Sasaran-sasaran dalam Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi yaitu :
1. Memperoleh gambaran tingkat kemampuan lahan untuk di kembangkan
dalam suatu wilayah dilihat dari segi morfologinya.
2. Mengetahui potensi dan kendala morfologi masing-masing tingkatan
kemampuan lahan terhadap morfologi.
Kriteria Kelas SKL Morfolgi
Morfologi Kemiringan % SKL Morfologi Nilai
Gunung/Pegunungan Dan > 40% Kemampuan lahan dari morfologi Tinggi 1
Bukit/Perbukitan
Gunung/Pegunungan dan 25 – 40% Kemampuan lahan dari morfologi Cukup 2
Bukit/Perbukitan
Bukit/Perbukitan 15 – 25% Kemampuan lahan dari morfologi Sedang 3
Datar 2 – 15% Kemampuan lahan dari morfologi Kurang 4
Morfologi Kemiringan % SKL Morfologi Nilai
Datar 0 – 2% Kemampuan lahan dari morfologi Rendah 5
Sumber : Hasil olahan dari Permen PU No 20 Tahun 2007

Skoring Kemampuan Lahan (SKL) Morfologi


Kemiringan (%) Nilai Morfologi Nilai
0% - 2% 5 Datar 5
> 2% -15% 4 Landai 4
> 15% - 25% 3 Agak Curam 3
> 25 – 40% 2 Curam 2
> 40% 1 Sangat Curam 1
Sumber : Hasil olahan dari Permen PU No 20 Tahun 2007

Skema Pembuatan Peta SKL Morfologi

Kemampuan lahan dari morfologi tinggi berarti kondisi morfologis suatu wilayah
kompleks. Morfologi kompleks berarti bentang alamnya berupa gunung,
pegunungan dan bergelombang. Akibatnya, kemampuan pengembangannya sangat
rendah sehingga sulit dan tidak layak untuk dikembangkan. Lahan seperti ini
sebaiknya direkomendasikan sebagai wilayah lindung, atau budidaya yang tidak
berkaitan dengan manusia, contohnya untuk wisata alam. Morfologi tinggi tidak bisa
dimanfaatkan untuk aktivitas ladang dan sawah. Sebaliknya lahan dengan morfologi
rendah berarti kondisi morfologis tidak kompleks. Ini berarti tanahnya datar dan
mudah dikembangkan sebagai tempat permukiman dan budidaya.

C. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Mudah Dikerjakan


SKL kemudahan dikerjakan berfungsi untuk mengetahui tingkat kemudahan lahan di
wilayah dan/atau kawasan untuk digali/dimatangkan dalam proses
pembangunan/pengembangan kawasan. Peta SKL ini merupakan overlay dari peta
topografi, peta kemiringan lereng, dan peta geologi. Ilustrasi penyusunan peta SKL
kemudahan dikerjakan dan pembobotan nilai dari setiap elemen peta yang terkait.
Sasaran yang ingin di capai untuk mendapatkan SKL Kemudahan Dikerjakan yaitu:
1. Memperoleh gambaran tingkat kemampuan lahan untuk digali, ditimbun,
ataupun dimatangkan dalam proses pembangunan untuk pengembangan
kawasan,
2. Mengetahui potensi dan kendala dalam pengerjaan masing-masing tingkatan
kemampuan lahan kemudahan dikerjakan,
3. Mengetahui metode pengerjaan yang sesuai untuk masing-masing tingkatan
kemampuan lahan.
Masukan
1. Peta Topografi,
2. Peta Morfologi,
3. Peta Kemiringan Lereng,
4. Peta Geologi,
5. Peta Geologi Permukaan,
6. Peta Penggunaan Lahan yang ada saat ini.
Keluaran
1. Peta Satuan Kemampuan Lahan Kemudahan Dikerjakan,
2. Deskripsi masing-masing tingkatan kemudahan dikerjakan.
Langkah-langkah
1. Tentukan tingkat kekerasan batuan berdasarkan peta topografi, peta geologi,
peta penggunaan lahan yang ada saat ini, dan sesuaikan dengan data geologi
permukaan yang merupakan hasil pengamatan langsung di lapangan.
2. Tentukan kemudahan pencapaian berdasarkan peta morfologi, peta kemiringan
lereng, dan penggunaan lahan yang ada saat ini.
3. Tentukan tingkat kemudahan dikerjakan berdasarkan kedua hal tersebut di atas,
lengkap dengan deskripsi masing-masing tingkatan.
Skema Pembuatan Peta SKL Kemudahan Dikerjakan

D. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Lereng


Kestabilan lereng artinya wilayah tersebut dapat dikatakan stabil atau tidak kondisi
lahannya dengan melihat kemiringan lereng di lahan tersebut. Bila suatu kawasan
disebut kestabilan lerengnya rendah, maka kondisi wilayahnya tidak stabil. Tidak
stabil artinya mudah longsor, mudah bergerak yang artinya tidak aman
dikembangkan untuk bangunan atau permukiman dan budidaya. Kawasan ini bisa
digunakan untuk hutan, perkebunan dan resapan air. Sebenarnya, satu SKL saja tidak
bisa menentukan peruntukan lahan apakah itu untuk pertanian, permukiman, dll.
Peruntukan lahan didapatkan setelah semua SKL ditampalkan (overlay) lagi.
Pembobotan SKL Kestabilan Lereng
Morfologi Lereng Ketinggian Curah hujan Penggunaan lahan Skl kestabilan lereng Nilai
Gunung/Pegunungan > 40% Tinggi Sama Semak, Belukar, Rendah 1
dan Bukit/Perbukitan Ladang
Gunung/Pegunungan 25 – 40% Cukup Tinggi Sama Kebun, Hutan, Kurang 2
dan Bukit/Perbukitan Hutan Belukar
Bukit/Perbukitan 15 – 25% Sedang Sama Semua Sedang 3
Datar 2 – 15% Rendah Sama Semua Tinggi 4
Datar 0 – 2% Sangat Sama Semua Tinggi 5
Rendah
Sumber: Permen PU No 20/PRT/M/2007

Skema Pembuatan Peta SKL Kestabilan Lereng


Analisis Kemampuan Lahan dilihat dari sisi kestabilan lereng mengidentifikasi tingkat
kemantapan lereng. Lingkup dalam melakukan analisis Satuan Kemampuan Lahan
(SKL) Kestabilan Lereng yaitu untuk mengatahui tingkat kemantapan lereng di suatu
wilayah atau kawasan dalam menerima beban pada pengembangan wilayah dan
kawasan. Sasaran untuk mengetahui tingkat kemantapan lereng disuatu wilayah
yaitu:
1. Memperoleh gambaran tingkat Kestabilan lereng untuk pengembang wilayah
atau kawasan.
2. Mengetahui daerah-daerah yang berlereng cukup aman untuk dikembangkan
sesuai dengan fungsi kawasan.
3. Mengetahui batasan-batasan pengembangan pada masing-masing tingkatan
kestabilan lereng.

E. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Kestabilan Pondasi


SKL kestabilan pondasi berfungsi untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan untuk
mendukung bangunan berat dalam pengembangan perkotaan, serta jenis-jenis
pondasi yang sesuai untuk masing-masing tingkatan. Dalam lingkup pekerjaannya
untuk Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi mengetahui tingkat
kemampuan lahan dalam mendukung bangunan berat dalam pengembangan
wilayah serta jenis-jenis pondasi yang sesuai untuk masing-masing tingkatan.
Sehingga untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam mendukung bangunan
ada beberapa sasaran yang ingin dicapai yaitu sebagai berikut :
1. Mengetahui gambaran daya dukung tanah di Kawasan Strategis Binuang Baru di
Kabupaten Tapin.
2. Memperoleh gambaran tingkat kestabilan pondasi di Kawasan Strategis Binuang
Baru di Kabupaten Tapin.
3. Mengetahui perkiraan jenis pondasi dari masing-masing kestabilan pondasi.
Dalam mencapai sasaran yang diinginkan sehingga menghasilkan suatu hasil yang
baik maka diperlukan data-data pendukung sehingga menjadi sesuatu yang baik,
yaitu Peta Kestabilan Lereng, Peta Geologi, Peta Geologi Permukaan, Karakteristik
Air Tanah Dangkal, Penggunaan Lahan yang ada saat ini, Setelah data-data tersebut
di lakukan analisis makan akan menghsilkan Peta Satuan Kemampuan Lahan
Kestabilan Pondasi dan Deskripsi masing-masing tingkatan kestabilan pondasi yang
memuat juga perkiraan jenis pondasi untuk masing-masing tingkatan kestabilan
pondasi.
Pembobotan SKL Pondasi
SKL Kestabilan
Penggunaan Lahan SKL Kestabilan Pondasi Nilai
Lereng
Daya Dukung Kestabilan Pondasi
Rendah Semak, Belukar, Ladang 1
Rendah
Kurang Kebun, Hutan, Hutan Belukar Daya Dukung Kestabilan Pondasi Kurang 2
Sedang Semua Daya Dukung Kestabilan Pondasi Kurang 3
Tinggi Semua Daya Dukung Kestabilan Pondasi Tinggi 4
Tinggi Semua Daya Dukung Kestabilan Pondasi Tinggi 5
Sumber: Permen PU No 20/PRT/M/2007

Tabel 4.1 Skoring Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Pondasi


SKL Kestabilan Pondasi Nilai
Daya Dukung Kestabilan Pondasi Tinggi 5
Daya Dukung Kestabilan Pondasi Cukup 4
Daya Dukung Kestabilan Pondasi Sedang 3
Daya Dukung Kestabilan Pondasi Kurang 2
Daya Dukung Kestabilan Pondasi Rendah 1
Sumber : Hasil olahan dari Permen PU No 20 Tahun 2007

Skema Pembuatan Peta SKL Kestabilan Pondasi

Kestabilan pondasi artinya kondisi lahan yang mendukung stabil atau tidaknya suatu
bangunan atau kawasan terbangun. Kestabilan pondasi tinggi berarti wilayah
tersebut akan stabil untuk pondasi apapun atau untuk segala jenis pondasi.
Kestabilan pondasi kurang berarti wilayah tersebut kurang stabil untuk berbagai
bangunan, namun mungkin untuk jenis pondasi tertentu, bisa lebih stabil, seperti
pondasi cakar ayam. Sedangkan kestabilan pondasi rendah berarti wilayah tersebut
kurang stabil untuk berbagai bangunan.

F. Satuan Kemampuan Lahan Ketersediaan Air


Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Ketersediaan Air merupakan satuan untuk
mengetahui tingkat ketersediaan air di wilayah atau kawasan perencanaan yaitu di
Kawasan Strategis Binuang Baru di Kabupaten Tapin. Setelah data-data tersrbut
dianalsis maka akan menghasilkan peta SKL Ketersediaan Air.
Geohidrologi sudah memperlihatkan ketersediaan air. Geohidrologi sudah ada
kelasnya yaitu tinggi, sedang, hingga rendah. Untuk melihat ketersediaan air
seharusnya menggunakan data primer, tetapi karena keterbatasan waktu dan dana
biasanya pengambilan data primer tidak dapat dilakukan. Ketersediaan air sangat
tinggi artinya ketersediaan air tanah dalam dan dangkal cukup banyak. Sementara
ketersediaan air sedang artinya air tanah dangkal tak cukup banyak, tapi air tanah
dalamnya banyak. Perlu diperhatikan beberapa hal di bawah ini :
1. Hati-hati dalam merekomendasikan air tanah dalam atau artesis, karena tanah
artesis ini pengisiannya lambat dan daerah peresapannya perlu pengaman.
Eksploitasi air tanah dalam yang melebihi kapasitasnya akan menimbulkan
berbagai permasalahan, seperti amblesan di permukaan, dan penyusupan air
lautpada daerah pantai.
2. Data curah hujan yang digunakan dalam penghitungan ketersediaan air adalah
data curah hujan minimal rata-rata (10 tahunan), karena penghitungan ini
didasarkan pada ketersediaan air minimal, sehingga pada musim kering pun
masih bisa disediakan air sebesar yang diperhitungkan tersebut.
3. Untuk air tanah yang mutunya kurang atau tidak memenuhi persyaratan,
digolongkan dalam kemampuan yang rendah, dan tidak diperhitungkan dalam
perhitungan kap asitas air. Dalam kasus air yang tersedia hanya dengan mutu
demikian, maka analisis harus dilengkapi dengan pengolahan air secara
sederhana untuk dapat digunakan langsung oleh penduduk.
4. Kondisi geologi yang perlu diperhatikan juga adalah kemungkinan adanya gejala
mineralisasi baik ditempat maupun di bagian hulu, karena proses tersebut akan
menimbulkan pengayaan unsur kimia tertentu yang bersifat beracun seperti
Sulfur, Arsen, dan lainnya.
5. Penggunaan lahan yang ada saat ini yang kemungkinan bersifat mencemari air
seperti: industri, pembuangan sampah, dan lainnya perlu diperhatikan dalam
merekomendasikan ketersediaan air tanah ini.
Tujuan Melakukan analisis untuk mengetahui tingkat ketersediaan air guna
pengembangan kawasan, dan kemampuan penyediaan air masing-masing tingkatan.
Untuk mencapai tujuan analisis SKL Ketersediaan Air ini sasaran yang digunakan
adalah:
1. Mengetahui kapasitas air untuk pengembangan kawasan,
2. Mengetahui sumber-sumber air yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan
pengembangan kawasan, dengan tidak mengganggu keseimbangan tata air,
3. Memperoleh gambaran penyediaan air untuk tiap tingkatan ketersediaan air,
dan pengolahan secara umum untuk air dengan mutu kurang memenuhi
persyaratan kesehatan.
Dalam mencapai sasaran yang diinginkan sehingga menghasilkan suatu hasil yang
baik maka diperlukan data-data pendukung sehingga menjadi sesuatu yang baik,
yaitu Peta Morfologi, Peta Jenis Tanah, Peta Curah Hujan, Peta Sebaran Mata Air dan
Peta Air Tanah Dangkal.
Pembobotan Ketersediaan Air
Morfologi Lereng Penggunaan Lahan SKL Ketersediaan Air Nilai
Gunung/Pegunungan Semak, Belukar, Ketersediaan Air Sangat
> 40% 1
dan Bukit/Perbukitan Ladang Rendah
Gunung/Pegunungan Kebun, Hutan, Hutan
25 – 40% Ketersediaan Air Rendah 2
dan Bukit/Perbukitan Belukar
Bukit/Perbukitan 15 – 25% Semua Ketersediaan Air Sedang 3
Datar 2 – 15% Semua Ketersediaan Air Tinggi 4
Datar 0 – 2% Semua Ketersediaan Air Tinggi 5
Sumber: Permen PU No 20/PRT/M/2007

Kriteria Kelas SKL Ketersediaan Air


Kemiringan % SKL Ketersediaan Air Nilai
0 – 2% ketersediaan air sangat Tinggi 5
2 – 15% ketersediaan air Cukup 4
15 – 25% ketersediaan air Sedang 3
25 – 40% ketersediaan air Kurang 2
> 40% ketersediaan air sangat Rendah 1
Sumber : Hasil olahan dari Permen PU No 20 Tahun 2007

Skema Pembuatan Peta SKL Ketersediaan Air


G. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Drainase
Drainase berkaitan dengan aliran air, serta mudah tidaknya air mengalir. Drainase
tinggi artinya aliran air mudah mengalir atau mengalir lancar. Drainase rendah berarti
aliran air sulit dan mudah tergenang.
Melakukan analisis untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam
mematuskan air hujan secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik
bersifat lokal ataupun meluas dapat dihindari SKL drainase berfungsi untuk
mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam mematuskan air hujan secara alami,
sehingga kemungkinan genangan baik bersifat lokal ataupun meluas dapat dihindari.
Peta SKL ini merupakan overlay dari peta topografi, peta kemiringan lereng, dan peta
curah hujan.
Sasaran untuk Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Drainase yaitu:
1. Mengetahui Tingkat Kemampuan Lahan dalam proses pematus.
2. Memperoleh Gambaran karakteristik drainase alamiah masing-masing tingkatan
kemampuan drainase.

Pembobotan SKL Drainase


Morfologi Lereng Ketinggian Penggunaan Lahan SKL Drainase Nilai
Gunung/Pegunungan > 40% Tinggi Semak, Belukar, Tinggi 5
dan Bukit/Perbukitan Ladang
Gunung/Pegunungan 25 – 40% Cukup Tinggi Kebun, Hutan, Hutan Tinggi 4
dan Bukit/Perbukitan Belukar
Bukit/Perbukitan 15 – 25% Sedang Semua Cukup 3
Datar 2 – 15% Rendah Semua Kurang 2
Datar 0 – 2% Sangat Rendah Semua Kurang 1
Sumber: Permen PU No 20/PRT/M/2007

Kriteria Kelas SKL Drainase


Kemiringan % SKL Drainase Nilai
0 – 2% Sangat kurang 1
2– 15% Kurang 2
15 – 25% Sedang 3
25 – 40% Tinggi 4
> 40% Sangat tinggi 5
Sumber : Hasil Olahan dari Permen PU No 20 Tahun 2007
Skema Pembuatan Peta SKL Untuk Drainase

H. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Erosi


Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Terhadap Erosi merupakan satuan untuk
mengetahui tingkat keterkikisan tanah di wilayah atau kawasan perencanaan,
mengetahui ketahanan lahan terhadp erosi, memperoleh gambaran batasan pada
masing-masing tingkatan kemampuan terhadap erosi. Dan mengetahui daerah yang
peka terhadap erosi dan perkiraan pengendapan hasil erosi tersebut pada bagian
hilir. Ada beberapa Peta yang dibutuhkan dalam analisis, peta permukaan, peta
geologi, peta morfologi, peta kemiringan lereng. Data hidrologi dan klimatologi dan
penggunaan lahan. Setelah data-data tersebut dianalsis maka akan menghasilkan
peta SKL terhadap erosi.
Pembobotan SKL Erosi
Morfologi Lereng Penggunaan Lahan SKL Erosi Nilai
Gunung/Pegunungan > 40% Semak, Belukar, Ladang Erosi Tinggi 1
dan Bukit/Perbukitan
Gunung/Pegunungan 25 – 40% Kebun, Hutan, Hutan Erosi Cukup Tinggi 2
dan Bukit/Perbukitan Belukar
Bukit/Perbukitan 15 – 25% Semua Erosi Sedang 3
Datar 2 – 15% Semua Erosi Sangat 4
Rendah
Datar 0 – 2% Semua Tidak Ada Erosi 5
Sumber: Permen PU No 20/PRT/M/2007

Erosi berarti mudah atau tidaknya lapisan tanah terbawa air atau angin. Erosi tinggi
berarti lapisan tanah mudah terkelupas dan terbawa oleh angin dan air. Erosi rendah
berarti lapisan tanah sedikit terbawa oleh angin dan air. Tidak ada erosi berarti tidak
ada pengelupasan lapisan tanah. Perlu diperhatikan bahwa SKL Terhadap Erosi ini
seringkali berlawanan dengan SKL Untuk Drainase, namun demikian tidak berarti
berlaku umum dengan menganggap SKL Terhadap Erosi ini adalah kebalikan dari SKL
Untuk Drainase, dan tidak berarti pula pada waktu di-superimpose-kan akan saling
menghilangkan, karena kedua SKL ini berbeda bobotnya dalam suatu wilayah
dan/atau kawasan.
Kriteria Kelas SKL Terhadap Erosi
Kemiringan % Keterngan SKL terhadap erosi Nilai
> 40% Erosi tinggi 1
25 – 40% Erosi Cukup tinggi 2
15 – 25% Erosi Sedang 3
2 – 15% Erosi sangat rendah 4
0 – 2% Tidak ada erosi 5
Sumber : Hasil olahan dari Permen PU No 20 Tahun 2007

Skema Pembuatan Peta SKL Terhadap Erosi

I. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Pembuangan Limbah


SKL pembuangan limbah adalah tingkatan untuk memperlihatkan wilayah tersebut
cocok atau tidak sebagai lokasi pembuangan. Analisa ini menggunakan peta
hidrologi dan klimatologi. Kedua peta ini penting, tetapi biasanya tidak ada data rinci
yanng tersedia. SKL pembuangan limbah kurang berarti wilayah tersebut
kurang/tidak mendukung sebagai tempat pembuangan limbah. Perlu diperhatikan
beberapa hal di bawah ini:
1. Peresapan dan pengaliran air yang melalui penampungan tersebut hendaknya
benar-benar diperhitungkan dalam analisis, dikaitkan dengan pemanfaatan air
tersebut pada daerah hilirnya. Hal ini tentunya memerlukan ketajaman analisis
menurut kondisi hidrologi dan geologinya.
2. Jenis limbah yang akan ditempatkan juga harus diperhitungkan untuk
menghindari bahan berbahaya dan beracun (B3), karena jenis limbah ini
memerlukan lokasi pembuangan khusus.
3. Penggunaan lahan yang ada saat ini, terutama permukiman dan prasarana kota
lainnya hendaknya jauh dari daerah yang diusulkan, mengingat berbagai
kesulitan yang mungkin timbul akibat penampungan tersebut.
Pembobotan SKL Pembuangan Limbah
SKL Pembuangan
Morfologi Lereng Ketinggian Penggunaan Lahan Nilai
Limbah
Gunung/Pegunungan Semak, Belukar,
> 40% Tinggi Sangat Kurang 1
dan Bukit/ Perbukitan Ladang
Gunung/Pegunungan Kebun, Hutan,
25 – 40% Cukup Tinggi Kurang 2
dan Bukit/ Perbukitan Hutan Belukar
Bukit/Perbukitan 15 – 25% Sedang Semua Sedang 3
Datar 2 – 15% Rendah Semua Cukup 4
Sangat
Datar 0 – 2% Semua Sangat Cukup 5
Rendah
Sumber: Permen PU No 20/PRT/M/2007

Skema Pembuatan Peta SKL Pembuangan Limbah

J. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Bencana Alam


SKL bencana alam merupakan pertampalan (overlay) dari lima peta bencana alam,
yaitu :
 Rawan gunung berapi dan aliran lava;
 Kawasan rawan gempa bumi dan kawasan zona patahan/sesar;
 Kawasan rawan longsor dan gerakan tanah;
 Kawasan rawan gelombang pasang dan abrasi pantai;
 Kawasan rawan banjir.
Jadi, morfologi gunung dan perbukitan dinilai tinggi pada peta rawan bencana
gunung api dan longsor. Sedangkan lereng datar yang dialiri sungai dinilai tinggi pada
rawan bencana banjir. Penentuan kelas pada rawan bencana ini ada lima. Kelas 1
artinya rawan bencana alam dan kelas 5 artinya tidak rawan bencana alam. Analisis
SKL bencana dinilai dari ketentuan berikut :
Pembobotan SKL Bencana Alam
Penggunaan
Morfologi Lereng Ketinggian SKL Bencana Nilai
Lahan
Gunung/Pegunungan Semak, Belukar,
> 40% Tinggi Potensi Tinggi 5
dan Bukit/Perbukitan Ladang
Gunung/Pegunungan Kebun, Hutan,
25 – 40% Cukup Tinggi Potensi Tinggi 4
dan Bukit/Perbukitan Hutan Belukar
Potensi
Bukit/Perbukitan 15 – 25% Sedang Semua 3
Cukup
Potensi
Datar 2 – 15% Rendah Semua 2
Kurang
Potensi
Datar 0 – 2% Sangat Rendah Semua 1
Kurang
Sumber: Permen PU No 20/PRT/M/2007

Skema Pembuatan Peta SKL Terhadap Bencana Alam

Analisis satuan kemampuan lahan ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi lahan
yang berhubungan dengan kemampuan lahan terhadap kemungkinan keterjadian
bencana alam. Analisis satuan kemampuan lahan (SKL) ini menggunakan kriteria
berupa kawasan yang pernah mengalami atau berpotensi akan keterjadian bencana
alam, baik berupa banjir, tanah longsor/gerakan tanah, letusan gunung berapi,
gempa bumi ataupun tsunami. Kondisi ini dapat dicerminkan dari interprestasi peta
geologi termasuk jenis dan sifat fisik batuan serta peta kemiringan lereng.

K. Analisis Kemampuan Lahan


Setelah seluruh hasil analisis SKL didapat, selanjutnya dapat dihitung bobot
keseluruhan sebagai berikut :
1. Melakukan analisis satuan-satuan kemampuan lahan, untuk memperoleh
gambaran tingkat kemampuan pada masing-masing satuan kemampuan lahan.
2. Tentukan nilai kemampuan setiap tingkatan pada masing-masing satuan
kemampuan lahan, dengan penilaian 5 (lima) untuk nilai tertinggi & 1 (satu) untuk
nilai terendah kemampuan lahan.
3. Kalikan nilai-nilai tersebut dengan bobot dari masing-masing satuan kemampuan
lahan. Bobot ini didasarkan pada seberapa jauh pengaruh satuan kemampuan
lahan tersebut pada pengembangan perkotaan.
4. Superimpose-kan semua satuan-satuan kemampuan lahan tersebut, dengan cara
menjumlahkan hasil perkalian nilai kali bobot dari seluruh satuan-satuan
kemampuan lahan dalam satu peta, sehingga diperoleh kisaran nilai yang
menunjukkan nilai kemampuan lahan di wilayah dan/atau kawasan perencanaan.
5. Tentukan selang nilai yang akan digunakan sebagai pembagi kelas-kelas
kemampuan lahan, sehingga diperoleh zona-zona kemampuan lahan yang
menunjukkan tingkatan kemampuan lahan di wilayah ini, dan digambarkan dalam
satu peta klasifikasi kemampuan lahan untuk perencanaan tata ruang.
Pembuatan peta nilai kemampuan lahan ini yang merupakan penjumlahan nilai
dikalikan bobot ini ada dua cara, yakni:
a. Men-superimpose-kan setiap satuan kemampuan lahan yang telah diperoleh hasil
pengalian nilai dengan bobotnya secara satu persatu, sehingga kemudian
diperoleh petajumlah nilai dikalikan bobot seluruh satuan secara kumulatif.
b. Membagi peta masing-masing satuan kemampuan lahan dalam sistem grid,
kemudian memasukkan nilai dikalikan bobot masing-masing satuan kemampuan
lahan ke dalam grid tersebut. Penjumlahan nilai dikalikan bobot secara
keseluruhan adalah tetap dengan menggunakan grid, yakni menjumlahkan hasil
nilai dikalikan bobot seluruh satuan kemampuan lahan pada setiap grid yang
sama.
Pembobotan Total SKL
SKL
Morfologi Kemudahan Kestabilan Kestabilan Ketersediaa Terhada Drainase Pembuangan Bencana
Dikerjakan Lereng Pondasi n Air p Erosi Limbah Alam
Bobot : 5 Bobot : 1 Bobot : 5 Bobot : 3 Bobot : 5 Bobot :3 Bobot : 5 Bobot : 0 Bobot : 5
5 1 5 3 5 3 25 0 25
10 2 10 6 10 6 20 0 20
15 3 15 9 15 9 15 0 15
20 4 20 12 20 12 10 0 10
25 5 25 15 25 15 5 0 5
Sumber: Permen PU No 20/PRT/M/2007

Kriteria Klasifikasi Pengembangan


Total nilai Kelas Kemampuan Lahan Klasifikasi Pengembangan
32-58 Kelas a Kemampuan Pengembangan Sangat Rendah
59-83 Kelas b Kemampuan Pengembangan Rendah
84-109 Kelas c Kemampuan Pengembangan Sedang
110-134 Kelas d Kemampuan Pengembangan Agak Tinggi
135-160 Kelas e Kemampuan Pengembangan Sangat Tinggi
Sumber: Permen PU No 20/PRT/M/2007

Skema Pembuatan Peta Kemampuan Lahan

Anda mungkin juga menyukai