Secara garis besar untuk Kawasan Pengendalian akan dilakukan dua analisis besar, yaitu analisis
kemampuan lahan dan analisis kesesuaian lahan. Sebelum dilakukan kedua analisis tersebut,
dilakukan penyusunan Satuan Kemampuan Lahan (SKL), yaitu suatu studi yang dilakukan untuk
melihat kemampuan fisik geografis suatu wilayah untuk dapat dikembangkan dari segi aspek fisik
dan kegelogian. Dalam kaiatannya dengan hal ini terdapat sembilan SKL yang dikeluarkan, yaitu
SKL kemudahan dikerjakan, SKL kestabilan lereng, SKL kestabilan pondasi, SKL ketersediaan air,
SKL morfologi, SKL Ketersediaan Air, SKL Kemudahan Dikerjakan, SKL terhadap erosi, dan SKL
untuk drainase.
A. SKL Morfologi
SKL Morfologi pada dasarnya merupakan klasifikasi lahan yang menunjukan pemilahan bentuk
bentang alam/morfologi yang mampu dikembangkan sesuai dengan fungsinya (Pedoman Teknik
Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana
Tata Ruang, 2007). Berdasarkan SKL Morfologi ini akan diperoleh gambaran mengenai tingkat
kemampuan lahan untuk dikembangkan sebagai kawasan perkotaan dilihat dari segi
morfologinya, serta potensi dan kendala morfologi masing-masing tingkatan kemampuan lahan
terhadap morfologi. SKL Morfologi ini dilakukan dengan melakukan overlay terhadap peta
morfologi dan peta kemiringan lereng dengan sistem pembobotan. Terdapat 3 karakteristik lahan
yang dihasilkan, yaitu :
SKL Morfologi Tinggi. Suatu karakteristik lahan dikategorikan memiliki SKL Morfologi tinggi
kondisi morfologis suatu kawasan kompleks, dengan nilai skl 1. Morfologi kompleks berarti
bentang alamnya berupa gunung, pegunungan, dan bergelombang. Akibatnya, kemampuan
pengembangannnya sangat rendah sehingga sulit dikembangkan dan atau tidak layak
dikembangkan. Lahan seperti ini sebaiknya direkomendasikan sebagai wilayah lindung atau
budi daya yang tak berkaitan dengan manusia, contohnya untuk wisata alam. Morfologi tinggi
tidak bisa digunakan untuk peruntukan ladang dan sawah;
SKL Morfologi Cukup. Suatu karakteristik lahan dikategorikan memiliki SKL Morfologi tinggi
apabila memiliki nilai total lebih besar dari 2 di mana memiliki kemiringan 25-40% terdiri dari
gunung/pegunungan dan bukit/perbukitan. Kemampuan pengembangannya rendah, oleh
karena itu pengembangannya sebaiknya direkomendasikan untuk kawasan resapan, kawasan
lindung, dan untuk kawasan budidaya dapat berupa perkebunan tanaman keras dan wisata;
SKL Morfologi Sedang, memiliki nilai sebesar 3, yang menunjukkan bahwa karakteristik
tanahnya bukit /perbukitan dengan kemiringan 15-25%, di mana dari aspek kelayakan
morfologi dan kemiringan lereng dapat dikembangkan untuk kegiatan pertanian dan
perkebunan. Bangunan pada kawasan ini pada beberapa lokasi membutuhkan beberapa
rekayasa teknik;
SKL Morfologi Kurang. Karakteristik lahan ini dikategorikan memiliki nilai 4, dengan kondisi
morfologi datar dengan kemiringan 2-15%, di mana menunjukkan bahwa kondisi tanahnya
dari aspek morfologi memiliki kemiringan lereng yang rendah dan dengan morfologi yang
relatif datar sehingga sesuai digunakan untuk kepentingan pengembangan kegiatan pertanian
lahan basah maupun kering, dan permukiman;
SKL Morfologi Rendah. Dengan nilai sama dengan 5 dan kondisi morfologi datar, menunjukkan
bahwa kondisi tanahnya dari aspek morfologi memiliki kemiringan lereng yang rendah dan
dengan morfologi yang relatif datar sehingga sesuai digunakan untuk kepentingan
pengembangan kegiatan apapun.
Berdasarkan kelima karakteristik ini, sebagian besar kawasan pengendalian termasuk dalam SKL
Morfologi Rendah sehingga di rekomendasikansebagai wilayah lindung atau budi daya yang tak
berkaitan dengan manusia, contohnya untuk wisata alam dengan luas mencapai 10.516,79 Ha,
sedangkan sisanya termasuk ke dalam kategori SKL Morfologi Kurang seluas 6.891,56 Ha,
Morfologi Sedang 1.976,62 Ha, Morfologi Cukup 997,08 dan Morfologi Tinggi 700,51 Ha. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.1 dan Tabel 6.1.
SKL Kestabilan Lereng merupakan proses analisis untuk mengetahui tingkat kemantapan lereng
dalam menerima beban pada pengembangan wilayah dan kawasan (Pedoman Teknik Analisis
Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata
Ruang, 2007). Berdasarkan SKL Kestabilan Lereng ini akan dapat diperoleh gambaran tingkat
kestabilan lereng untuk pengembangan kawasan, daerah-daerah yang berlereng cukup aman
untuk dikembangkan sesuai fungsi kawasan, serta batasan-batasan pengembangan pada masing-
masing tingkatan kestabilan lereng.
Unsur pembentuk SKL Kestabilan Lereng ini apabila dilihat sama dengan unsur pembentuk SKL
kemudahan dikerjakan, hanya saja pemahaman hasilnya dilihat dari sisi yang berbeda.
Untuk lebih jelas mengenai sebaran dan luas SKL kestabilan lereng di Kawasan pengendalian
dapat dilihat pada Tabel 6.2 dan Gambar 6.3.
SKL Kestabilan Pondasi merupakan analisis untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam
mendukung bangunan berat dalam pengembangan perkotaan, serta jenis-jenis pondasi yang
sesuai untuk masing-masing tingkatan (Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan,
Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2007). Berdasarkan hasil
analisis ini akan dapat diketahui gambaran daya dukung tanah secara umum, gambaran tingkat
kestabilan pondasi di kawasan perencanaan, dan perkiraan jenis pondasi dari masing-masing
tingkatan kestabilan pondasi. Berdasarkan hasil overlay terhadap data fisik, secara umum
karakteristik lahan di Kawasan Pengendalian terdapat tiga kelompok yaitu ;
1. Daya Dukung dan Kestabilan Pondasi Tinggi, artinya wilayah tersebut akan stabil untuk
pondasi bangunan apa saja atau untuk segala jenis pondasi dari hasil analisis Daya
Dukung Lahannya 17.352,46 Ha atau 82,53 %.
2. Daya Dukung dan Kestabilan Pondasi Kurang, berarti wilayah tersebut kurang stabil,
namun mungkin untuk jenis pondasi tertentu, bisa lebih stabil, misalnya pondasi cakar
ayam pembuatan pondasi bangunan). dari hasil analisis Daya Dukung Lahannya 3.224,36
Ha atau 15,33 Ha
3. Daya Dukung dan Kestabilan Pondasi Rendah, berarti wilayah tersebut kurang stabil
untuk berbagai bangunan dari hasil analisis Daya Dukung Lahannya 449,84 Ha atau 02,14
%.
Untuk Lebih jelasnya mengenai luasan SKL kestabilan pondasi di Kawasan Pengendalian dapat
dilihat pada Tabel 6.3 dan Gambar 6.4.
SKL Ketersediaan Air pada dasarnya merupakan analisis untuk mengetahui tingkat ketersediaan
air guna pengembangan kawasan, dan kemampuan penyediaan air masing-masing tingkatan
(Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam
Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2007). Dari hasil SKL Ketersediaaan Air ini dapat diketahui
kapasitas air untuk pengembangan kawasan, sumber-sumber air yang bisa dimanfaatkan untuk
keperluan pengembangan kawasan dengan tidak menganggu keseimbangan tata air, serta untuk
memperoleh gambaran mengenai penyediaan air untuk tiap tingkatan ketersediaan air dan
pengolahan secara umum untuk air dengan mutu kurang memenuhi persyaratan kesehatan.
Berdasarkan proses overlay, karakteristik lahan di Kawasan Pengendalian secara umum hanya
terdapat empat klasifikasi, yaitu : .
Dari hasil analisis bahwa di koridor ketersedian air Tinggi mencapai 17.352,46 Ha atau 82,53 %.
Artinya koridor serpong –maja memeliki ketersedian air cocok untuk di kembangkan sebagai
kawasan permukiman, dan lahan pertanian. Untuk Lebih jelasnya mengenai luasan SKL
Ketersediaan Air di Kawasan Pengendalian dapat dilihat pada Tabel 6.4 dan Gambar 6.5.
SKL untuk Drainase pada dasarnya merupakan analisis untuk mengetahui tingkat kemampuan
lahan dalam mematuskan air hujan secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik bersifat
lokal maupun meluas dapat dihindari (Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan,
Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2007). Dari SKL tersebut
akan dapat diketahui tingkat kemampuan lahan dalam proses pematusan, gambaran karakteristik
drainase alamiah masing-masing tingkatan kemampuan drainase, serta daerah-daerah yang
cenderung tergenang di musim penghujan.
Berdasarkan proses overlay, karakteristik lahan di Kawasan Pengendalian secara umum hanya
terdapat Tiga klasifikasi, yaitu Kemampuan Drainase Tinggi artinya aliran air mudah mengalir atau
mengalir lancar. Kemampuan Drainase Cukup artinya dapat memberikan kecukupan tetapi
berpontesi tergenang. Dan kemampuan Drainase Kurang artinya aliran air bagus tetapi juga
berpotensi tergenang. Dari hasil analisis kemampuan Drainase Kurang yaitu 17.352,46 Ha atau
82,53 %. Kemampuan Untuk Lebih jelasnya mengenai luasan SKL untuk drainase di Kawasan
Pengendalian dapat dilihat pada Tabel 6.5 dan Gambar 6.6.
VI-
LAPORAN ANTARA 11VI
Penyusunan Instrumen Lengkap Pengendalian Pemanfaatan Ruang
DI KAWASAN SEKITAR KORIDOR SERPONG – KOTA MAJA
SKL terhadap Erosi merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui tingkat keterkikisan
tanah, tingkat ketahanan lahan terhadap erosi, gambaran batasan pada masing-masing tingkatan
kemampuan terhadap erosi, daerah yang peka terhadap erosi dan perkiraan arah pengendapan
hasil erosi tersebut pada bagian hilirnya (Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan,
Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, 2007).
Berdasarkan proses overlay, karakteristik lahan di Kawasan Pengendalian secara umum terdapat
lima klasifikasi. Dalam analisis satuan kemampuan lahan terhadap erosi wilayah yang memiliki
tingkat erosi tinggi seluas 700,51 ha. Wilayah yang memiliki tingkat erosi cukup tinggi seluas
997,08 Ha. Wilayah yang memiliki tingkat erosi sedang Luasanya mencapai 1.976,62 Ha. Untuk
tingkat erosi sangat rendah seluas 6.891,40 Ha, dan Tidak ada Erosi seluas 10.461,06 Ha . Dari
klasifikais diatas dapat disimpulkan bahwa koridor Serpong – Maja tidak memiliki erosi berarti
lapisan tanah tidak mudah terkelupas’
Untuk Lebih jelasnya mengenai luasan SKL terhadap erosi di Kawasan Pengendalian dapat dilihat
pada Tabel 6.6 dan Gambar 6.7.
SKL pembuangan limbah adalah tingkatan untuk memperlihatkan wilayah tersebut cocok atau
tidak sebagai lokasi pembuangan, dengan demikian analisa ini menggunakan peta hidrologi dan
klimatologi. Kedua peta ini penting, tetapi biasanya tidak ada data rinci yang tersedia. SKL
pembuangan limbah berarti wilayah tersebut kurang /tidak mendukung sebagai tempat
pembuangan limbah. Untuk lebih jelasnya kriteria satuan kemampuan lahan (SKL) terhadap
pembuangan limbah di Kawasan Pengendalian dapat dilihat pada Tabel 6.7 dan Gambar 6.8.
Tujuan analisis Satuan Kemampuan Lahan terhadap Bencana Alam adalah untuk mengetahui
tingkat kemampuan lahan dalam menerima bencana alam khususnya dari segi geologi, untuk
menghindari/ mengurangi kerugian dari korban akibat bencana tersebut.
Dari hasil analisis terdapat beberapa potensi yang terbagi dalam 3 (tiga) kategori yakni tinggi,
cukup, kurang. Yang berpotensi bencana alam tinggi seluas 1.881,11Ha, berpotensi bencana alam
cukup yaitu seluas 5.353,04 Ha, dan yang berpotensi rendah yaitu seluas 13.792,51Ha.
Untuk lebih jelasnya kriteria satuan kemampuan lahan (SKL) terhadap pembuangan limbah di
Kawasan Pengendalian dapat dilihat pada Tabel 6.8 dan Gambar 6.9.
Analisis kemampuan lahan ini pada dasarnya merupakan analisis untuk memperoleh gambaran
tingkat kemampuan lahan untuk dikembangkan sebagai perkotaan, sebagai acuan bagi arahan-
arahan kesesuaian lahan pada tahap analisis berikutnya (Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan
Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang,
2007).Klasifikasi kemampuan lahan menunjukkan daya dukung tanah-lahan yang merupakan
analisis fisik dan lingkungan yang memberikan informasi mengenai kemampuan tanah dalam
mendukung untuk kegiatan konstruksi untuk dikembangkan sebagai perkotaan. Adapun kriteria
konstruksi untuk daya dukung tanah ini ditetapkan berdasarkan pada peta hasil analisis SKL, peta
topografi, geologi, hidrologi, dan penggunaan lahan. Berdasarkan hasil analisis, terdapat lima
tipologi sebagai berikut :
Dari analisis kemampuan Lahan dalam pengembangan Cukup, artinya merupakan karakteristik
yang menunjukkan kemampuan pengembangan rendah sebagai lahan terbangun. Untuk lebih
jelasnya mengenai analisis kemampuan lahan, dapat dilihat pada Tabel 6.9 dan Gambar 6.10.
VI-19
LAPORAN ANTARA
Penyusunan Instrumen Lengkap Pengendalian Pemanfaatan Ruang
DI KAWASAN SEKITAR KORIDOR SERPONG – KOTA MAJA
6.2