Anda di halaman 1dari 70

UJIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Coass SMF IKM, Periode 18 Januari 2021 – 27 Februari 2021

Disusun Oleh :
Audy P. Manginte
2019086016389

Pembimbing :
Dr. Paulina Watofa, Sp. RAD, MPH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


RSUD DOK 2 JAYAPURA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2021
BAGIAN A
1. Apa Itu Definisi Sehat?
Jawaban:
a) Sehat menurut UU No.36 Tahun (2009) adalah suatu kondisi dimana keadaan tubuh baik
secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis
b) Pepkins, mendefinisikan sehat sebagai keadaan keseimbangan yang dinamis dari badan
dan fungsi-fungsinya sebagai hasil penyesuaian yang dinamis terhadap kekuatan-kekuatan
yang cenderung menggangunya. Badan seseorang bekerja secara aktif untuk
mempertahankan diri agar tetap sehat sehingga kesehatan selalu harus dipertahankan.
c) Pender (1982), sehat adalah perwujudan individu yang diperoleh melalui kepuasan dalam
berhubungan dengan orang lain (aktualisasi). Perilaku yang sesuai dengan tujuan,
perawatan diri yang kompeten sedangkan penyesuaian diperlukan untuk mempertahankan
stabilitas dan integritas struktural.
d) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional Ulama tahun 1983,
merumuskan kesehatan sebagai ketahanan ‘jasmaniah, ruhaniyah, dan sosial” yang
dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan
tuntunan-Nya, dan memelihara serta mengembangkannya.
e) Linda Ewles & Ina Simmet (1992), yang dikutip oleh A.E. Dumatubun dalam Jurnal
Antropologi Papua 2002, seperti berikut:
• Konsep sehat dilihat dari segi jasmani, yaitu dimensi sehat yang paling nyata karena
perhatiannya pada fungsi mekanisme tubuh.
• Konsep sehat dari segi mental, yaitu kemampuan berpikir dengan jernih dan koheren.
Istilah mental dibedakan dengan emosional dan sosial walaupun ada hubungan yang
dekat di antara ketiganya.
• Konsep sehat dilihat dari segi emosional, yaitu kemampuan untuk mengenal emosi
seperti takut, kenikmatan, kedukaan, dan kemarahan, dan untuk mengekspresikan
emosi-emosi secara cepat.
• Sehat dilihat dari segi sosial, berarti kemampuan untuk membuat dan
mempertahankan hubungan dengan orang lain.
• Konsep sehat dilihat dari aspek spiritual, yaitu berkaitan dengan kepercayaan dan
praktek keagamaan, berkaitan dengan perbuatan baik secara pribadi, prinsip-prinsip
tingkah laku, dan cara mencapai kedamaian dan merasa damai dalam kesendirian.
• Konsep sehat dilihat dari segi societal, yaitu berkaitan dengan kesehatan pada tingkat
individual yang terjadi karena kondisi-kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya
yang melingkupi individu tersebut. Adalah tidak mungkin menjadi sehat dalam
masyarakat yang “sakit” yang tidak dapat menyediakan sumber-sumber untuk
pemenuhan kebutuhan dasar dan emosional. (Djekky,2001: 8)
f) Menurut UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, menyatakan bahwa sehat adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara
sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu
kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya
kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.
g) Menurut Neuman (1982), Sehat adalah suatu keseimbangan biopsiko – sosio – kultural
dan spiritual pada tiga garis pertahanan klien yaitu fleksibel, normal dan resisten.
Kesehatan bersifat menyeluruh dan mengandung empat aspek. Perwujudan dari masing-
masing aspek tersebut dalam kesehatan seseorang antara lain sebagai berikut:
1. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau
tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ
tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan
spiritual.
•Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
•Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan
emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
•Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur,
pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni
Tuhan Yang Maha Kuasa. Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik
keagamaan seseorang. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan
dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang
dianutnya.
3. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain
atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau
kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan
menghargai.
4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti
mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap
hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa
(siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini
tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif
secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka
nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial,
keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.
h) Definisi sehat menurut WHO
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan sehat adalah suatu keadaan yang
sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.
Definisi WHO tentang sehat tersebut mempunyai karakteristik berikut yang dapat
meningkatkankonsep sehat yang positif yaitu, pertama, memperhatikan individu sebagai
sebuah sistem yang menyeluruh.Kedua, memandang sehat dengan mengidentifikasi
lingkungan internal dan eksternal. Serta yang ketiga, penghargaan terhadap pentingnya
peran individu dalam hidup. Dan definisi sehat menurut WHO tersebut, terdapat empat
komponen penting yang merupakan satu kesatuan dalam definisi sehat yaitu:
1) Sehat Jasmani
Sehat jasmani merupakan komponen penting dalam arti sehat seutuhnya, berupa sosok
manusia yang berpenampilan kulit bersih, mata bersinar, rambut tersisir rapi,
berpakaian rapi, berotot, tidak gemuk, nafas tidak bau, selera makan baik, tidur
nyenyak, gesit dan seluruh fungsi fisiologi tubuh berjalan normal.
2) Sehat Mental
Sehat Mental dan sehat jasmani selalu dihubungkan satu sama lain dalam pepatah kuno
“Dalam jiwa yang sehat terdapat di dalam tubuh yang sehat “(Men Sana In Corpore
Sano)”.Atribut seorang insan yang memiliki mental yang sehat adalah sebagai berikut:
• Selalu merasa puas dengan apa yang ada pada dirinya, tidak pernah menyesal dan
kasihan terhadap dirinya, selalu gembira, santai dan menyenangkan serta tidak ada
tanda-tanda konflik kejiwaan.
• Dapat bergaul dengan baik dan dapat menerima kritik serta tidak mudah tersinggung
dan marah, selalu pengertian dan toleransi terhadap kebutuhan emosi orang lain.
• Dapat mengontrol diri dan tidak mudah emosi serta tidak mudah takut, cemburu,
benci serta menghadapi dan dapat menyelesaikan masalah secara cerdik dan
bijaksana.
3) Kesejahteraan Sosial
Batasan kesejahteraan sosial yang ada di setiap tempat atau negara sulit diukur dan
sangat tergantung pada kultur, kebudayaan dan tingkat kemakmuran masyarakat
setempat. Dalam arti yang lebih hakiki, kesejahteraan sosial adalah suasana kehidupan
berupa perasaan aman damai dan sejahtera, cukup pangan, sandang dan papan. Dalam
kehidupan masyarakat yang sejahtera, masyarakat hidup tertib dan selalu menghargai
kepentingan orang lain serta masyarakat umum.
4) Sehat Spiritual
Spiritual merupakan komponen tambahan pada definisi sehat oleh WHO dan memiliki
arti penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Setiap individu perlu mendapat
pendidikan formal maupun informal, kesempatan untuk berlibur, mendengar alunan
lagu dan musik, siraman rohani seperti ceramah agama dan lainnya agar terjadi
keseimbangan jiwa yang dinamis dan tidak monoton.
Keempat komponen ini dikenal sebagai sehat positif atau disebut sebagai “Positive
Health” karena lebih realistis dibandingkan dengan definisi WHO yang hanya bersifat
idealistik semata-mata.
i) Definisi kesehatan menurut: winslow
Ilmu Public Health Menurut Winslow (1920) adalah ilmu atau seni yang bertujuan untuk
mencegah penyakit, memperpanjang umur, dan meningkatkan efisiensi hidup masyarakat
melalui upaya kelompok-kelompok masyarakat yang terkoordinasi, untuk:
 Perbaikan kesehatan lingkungan,
 Mencegah dan memberantas penyakit menular,
 Melakukan pendidikan kesehatan untuk masyarakat/perorangan,
 Serta pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini
dan pengobatan
Ilmu kesehatan masyarakat (public health) menurut profesor Winslow (Leavel & Clark,
1958) adalah ilmu dan seni mencegah penyakit memperpanjang hidup, meningkatkan
kesehatan fisik dan mental, dan efisiensi melalui usaha masyarakat yang terorganisir untuk
meningkatkan sanitasi lingkungan, kontrol infeksi di masyarakat, pendidikan individu
tentang kebersihan perorangan, pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan, untuk
diagnosa dini, pencegahan penyakit dan pengembangan aspek sosial, yang akan
mendukung agar setiap orang di masyarakat mempunyai standar kehidupan yang kuat
untuk menjaga kesehatannya.
2. Apa yang disebut dengan Agen, Host dan Lingkungan?
Jawaban:
a) Agen adalah merupakan semua unsur atau Elemen hidup maupun tidak hidup yang
kehadirannya atau ketidakhadirannya bila diikuti dengan kontak yang efektif dengan
pejamu (host) yang rentan dalam keadaan yang memungkinkan akan menjadi stimuli
untuk menyebabkan terjadinya proses penyakit.
b) Host / Pejamu adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat
mempengaruhi timbul dan menyebabkan penyakit. Faktor resikopenyebab sakit pada
manusia sendiri seperti umur, jenis kelamin, ras, genetik, pekerjaan, nutrisi, status
kekebalan, adat istiadat, gaya hidup, dan lain-lain.
c) Lingkungan adalah segala sesuatu yang mengelilingi dan juga kondisi diluar manusia
atau hewan yang menyebabkan atau memungkinkan penularan penyakit. Merupakan
faktor ekstrinsik yang cukup penting dalam menentukan terjadinya proses interaksi antara
pejamu dengan unsur penyebab dalam proses terjadinya penyakit.

3. Bagaimana Menjelaskan Konsep ini Terhadap Orang Sehat dan Sakit?


Jawaban:
Hubungan antara host (pejamu) - agent - environment (lingkungan) disebut konsep
Epidemiological Triad, yang diibaratkan sebuah timbangan (equilibrium). Orang dengan
status gizi baik adalah orang dengan kondisi tubuhnya seimbang antara pejamu, agen dan
lingkungan. Ketidakseimbangan dari 3 faktor tersebut akan mengakibatkan timbulnya
masalah gizi.
a) Pejamu
Pejamu (host) adalah faktor-faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat
mempengaruhi keadaan gizi. Faktor-faktor yang termasuk dalam kelompok ini
diantaranya:
• Genetik
• Umur
• Jenis kelamin
• Kelompok etnik
• Fisiologik
• Imunologik
b) Faktor Agen
Agen adalah faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup atau mati yang terdapat
dalam jumlah berlebih atau kurang. Agen antara lain dapat berupa mikroorganisme (Virus,
bakteri, jamur, parasit, protozoa), fisika (cahaya, sinar radio aktif). Sifat infeksi ditentukan
oleh karakteristik khusus dari setiap agen. Faktor-faktor yang menentukan sebagai berikut:
• Dosis infektif
• Patogenitas
• Virulensi
• Reservoir
c) Lingkungan
Lingkungan (environment) dapat mempengaruhi keadaan gizi seseorang. Keadaan
lingkungan dapat dibedakan dalam 3 keadaan, yaitu:
• Lingkungan fisik
• Lingkungan biologis
• Lingkungan sosial ekonomi

4. Jelaskan Tentang Masa Inkubasi Sebelum Menjadi Sakit?


Jawaban:
a. Definisi Riwayat alamiah penyakit (natural history of disease) adalah deskripsi
tentang perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu, dimulai sejak
terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat penyakit, seperti
kesembuhan atau kematian, tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun
terapetik (CDC, 2010c). Riwayat alamiah penyakit merupakan salah satu elemen
utama epidemiologi deskriptif. Riwayat alamiah penyakit perlu dipelajari.
Pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit sama pentingnya dengan kausa
penyakit untuk upaya pencegahan dan pengendalian penyakit. Dengan mengetahui
perilaku dan karakteristik masing-masing penyakit maka bisa dikembangkan
intervensi yang tepat untuk mengidentifikasi maupun mengatasi problem penyakit
tersebut. Perkembangan secara alamiah suatu penyakit (tanpa intervensi/campur
tangan medis) sehingga suatu penyakit berlangsung secara natural
b. Masa Inkubasi (Stage Of Presymtomatic Disease) Bibit penyakit sudah masuk ke dalam
tubuh host, gejala penyakit belum nampak. Tiap penyakit mempunyai masa inkubasi
berbeda‐beda. Beberapa jam, hari, minggu, bulan sampai bertahun‐tahun. Tahap inkubasi
dimulai dari masuknya bibit penyakit sampai sesaat sebelum timbulnya gejala.
c. Daya tahan tubuh tidak kuat, penyakit berjalan terus terjadi gangguan pada bentuk dan
fungsi tubuh, sehingga penyakit makin bertambah hebat dan timbul gejala. Horison Klinik
ialah garis yang membatasi antara tampak atau tidaknya gejala penyakit

5. Sebutkan Upaya Pencegahan Penyakit?


Jawaban:
a. Health Promotion atau promosi kesehatan. Promosi kesehatan ini berisi ajakan untuk
hidup sehat. Contohnya menyanyikan lagu “bangun tidur ku terus mandi”, mengajak
orang-orang desa agar mandi memakai sabun, mengajak anak-anak untuk gosok gigi
sebelum tidur, mengajak orang untuk tidak merokok, mengajak orang untuk membuang
sampah sembarangan, mengajak orang untuk memakai helm atau masker saat
berkendaraan, dll
b. Health Prevention and Health Protection atau pencegahan kesehatan dan perlindungan
kesehatan. Tahap ini merupakan penerapan dari praktek hidup sehat. Contohnya
penyemprotan got untuk membunuh nyamuk malaria, mandi pakai sabun, pakai masker
dan helm saat berkendaraan, tidak merokok, dll (menjaga kesehatan lingkungan)
c. Medical Curration (early diagnose + prompt treathment) atau Pengobatan (deteksi
dini + pengobatan cepat tepat). Tahap ini adalah penanganan jika telah ditemukan penyakit
atau indikasi penyakit. Contohnya adalah check up ke rumah sakit, pergi ke dokter, pergi
ke puskesmas, dll
d. Disability Limitation atau pembatasan kecacatan. Tahap ini untuk membatasi cacat atau
penyakit yang sudah terlanjur menyerang atau menjangkiti seseorang. Contohnya kontrol
ke rumah sakit, dokter mengunjungi pasien untuk menanyakan atau memeriksa keadaan
pasien pasca pengobatan, dll
e. Health Rehabilitation atau pemulihan kembali. Tujuan dari rehabilitasi ini adalah untuk
mengajari pasien kembali ke masyarakat. Contohnya Rehabilitasi pecandu narkoba,
rehabilitasi penderita kusta, rehabilitasi penderita PEKAT (penyakit masyarakat), dll
f. Imunisasi upaya peningkatan derajat imunitas seseorang terhadap patogen/toksin tertentu.

Contoh pada kasus Kusta:


1) Pengawasan Penderita, kontak dan lingkungan
a) Untuk penderita kusta, usahakan tidak meludah sembarangan, karena basil bakteri
masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet.
b) Oleh penderita, segera melakukan pengobatan sejak dini secara rutin agar bakteri yang
di bawa tidak dapat lagi menularkan pada orang lain.
c) Oleh masyarakat, menghindari atau mengurangi kontak fisik dengan jangka watu yang
lama, meningkatkan atau menjaga daya tahan tubuh dengan cara berolaraga dan
meningkatkan pemenuhan nutrisi, meningkatkan kebersihan diri dan kebersihan
lingkungan, tidak bertukar pakaian dengan penderita, karena basil bakteri juga terdapat
pada kelenjar keringat.
d) Oleh petugas kesehatan, melakukan penyuluhan terhadap masyarakat mengenai
mekanisme penularan kusta dan informasi tentang ketersediaan obat-obatan yang
efektif di Puskesmas.
e) Memisahkan alat-alat makan dan kamar mandi penderita kusta.
f) Isolasi pada penderita kusta yang belum mendapatkan pengobatan.
g) Upaya pencegahan cacat terdiri atas :
1. Upaya pencegahan cacat primer, yang meliputi:
•Pengobatan secara teratur dan adekuat
•Diagnosa dini dan penatalaksanaan neuritis
•Diagnosa dini dan penatalaksanaan reaksi
2. Upaya pencegahan cacat sekunder, yang meliputi:
•Perawatan diri sendiri untuk mencegah luka
•Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah
terjadinya kontraktur
•Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak
mendapat tekanan yang berlebihan
•Bedah plastik untuk menguragi perluasan infeksi

Contoh pada kasus Penyakit TB Paru:


Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderitaan, masyarakat dan petugas kesehatan.
1. Pengawasan Penderita, kontak dan lingkungan
a) Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan membuang
dahak tidak disembarangan tempat.
b) Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi harus
diberikan vaksinasi BCG.
c) Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang
antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
d) Isolasi, pemeriksaan kepada orang–orang yang terinfeksi, pengobatan khusus TBC.
Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita yang kategori berat yang
memerlukan pengembangan program pengobatannya yang karena alasan – alasan sosial
ekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.
e) Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga keberhasilan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur, pakaian)
ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.
f) Screening orang-orang kontak dengan pemeriksaan dahak mikroskopis dan
pemeriksaan Rontgen.
g) Penyelidikan orang–orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota keluarga
dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila cara–cara ini negatif, perlu diulang
pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu penyelidikan intensif.

6. Apa Itu PHBS?


Jawaban:
Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar
atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat,
dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan melakukan edukasi untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku melalui pendekatan pimpinan (advocacy),
bina suasana (social support) dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Masyarakat
dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, dan dapat menerapkan cara- cara hidup
sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Manfaat PHBS yaitu:
a) Manfaat PHBS bagi rumah tangga :
Setiap rumah tangga meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit. Anak tumbuh
sehat dan cerdas, Produktivitas kerja anggota keluarga meningkat dengan meningkatnya
kesehatan anggota rumah tangga, maka biaya yang dialokasikan untuk kesehatan dapat
dialihkan untuk biaya investasi seperti biaya pendidikan, pemenuhan gizi keluarga dan
modal usaha untuk peningkatan pendapatan keluarga.
b) Manfaat PHBS bagi masyarakat :
Masyarakat mampu mengupayakan lingkungan yang sehat Masyarakat mampu mencegah
dan menanggulangi masalahmasalah kesehatan Masyarakat memamnfaatkan pelayanan
kesehatan yang ada Masyarakat mampu mengembangkan upaya kesehatan bersumber
masyarakat (UKBM) seperti posyandu, jaminan pemeliharaan kesehatan, tabungan
bersalin (tabulin), arisan jamban, kelompok pemakai air, ambulan desa dan lain-lain.
7. Bagaimana Penerapannya di Masyarakat dan di PUSKESMAS/RS?
Jawaban:
Tujuan umum program ini adalah memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat dalam
bidang kesehatan untuk memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatannya sendiri
dan lingkungannya menuju masyarakat yang sehat, mandiri, dan produktif. Hali ni ditempuh
melalui peningkatan pengetahuan, keluarga dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat
Sasaran umum program ini adalah keberdayaan individu, keluarga, dan masyarakat dalam
bidang kesehatan yang ditandai oleh peningkatan perilaku hidup sehat dan peran aktif dalam
memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatan diri dan lingkungan sesuai sosial
budaya setempat, khususnya pada masa kehamilan, masa bayi dan kanak-kanak, remaja
perempuan dan usia produktif, dan kelompok-kelompok lain dengan kebutuhan kesehatan
yang khusus. Kegiatan dan atau pelayanan kesehatan masyarakat memerlukan pengaturan
yang baik, agar tujuan tiap kegiatan atau program itu tercapai dengan baik.
Contoh Penerapan Perilaku Hidup Bersih Sehat di PUSKESMAS:
a) Perbaikan sanitasi lingkungan
b) Pemberantasan penyakit-penyakit menular
c) Pendidikan untuk kebersihan perorangan
d) Pengorganisasian pelayanan-pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan
pengobatan.
e) Pengembangan rekayasa sosial untuk menjamin setiap orang terpenuhi kebutuhan hidup
yang layak dalam memelihara kesehatannya.
Untuk itu pemerintah pun dalam Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di
Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang:
1. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat;
2. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu ;
3. Hidup dalam lingkungan sehat; dan
4. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan
Masyarakat
Penerapan Perilaku Hidup Bersih Sehat di Masyarakat:
PHBS berada di lima tatanan yakni:
1) Sembilan Indikator PHBS di Tatanan Rumah Tangga:
 Persalinan ditolong oleh Tenaga Kesehatan.
 Memberi bayi ASI eksklusif.
 Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.
 Menggunakan air bersih.
 Menggunakan jamban sehat.
 Memberantas jentik di rumah.
 Makan sayur dan buah setiap hari.
 Melakukan aktivitas fisik setiap hari.
 Tidak merokok di dalam rumah.
2) Indikator PHBS di Tatanan Sekolah :
 Mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun.
 Mengkonsumsi jajanan di warung /kantin sekolah.
 Menggunakan jamban yang bersih dan sehat.
 Olahraga yang teratur dan terukur.
 Memberantas jentik nyamuk.
 Tidak merokok.
 Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan.
 Membuang sampah pada tempatnya.
3) Indikator PHBS di Tatanan Tempat Kerja :
 Kawasan tanpa asap rokok.
 Bebas jentik nyamuk.
 Jamban sehat.
 Kesehatan dan keselamatan kerja.
 Olahraga teratur.
4) Indikator PHBS di Tatanan Tempat Umum :
 Menggunakan jamban sehat.
 Memberantas jentik nyamuk.
 Menggunakan air bersih.
 Indikator PHBS di Tatanan Fasilitas Kesehatan :
 Menggunakan air bersih.
 Menggunakan jamban yang bersih dan sehat.
 Membuang sampah pada tempatnya.
 Tidak merokok.
 Tidak meludah sembarangan.
 Memberantas jentik nyamuk

8. Bagaimana penerapan PHBS terkait dengan adanya pandemi COVID-19?


Kebijakan penanggulangan COVID-19 dari Kementerian Kesehatan :
 Presiden RI, menetapkan pandemi COVID-19, sebagai bencana nasional yang harus
ditangani secara komprehensif dengan mengerahkan semua sumberdaya yang ada serta
melibatkan semua intitusi pemerintah, swasta dan potensi masyarakat.
 PP Nomor 82 Tahun 2020, tentang Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan
Ekonomi Nasional, secara resmi telah membubarkan Tim Gugus Tugas Penanganan
COVID-19 dan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 untuk
percepatan penanganan COVID-19.
 Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan Pedoman Manajemen Penanggulangan
COVID-19 tahun 2020 bagi Pemerintah Daerah dari pusat dan daerah. Kemendagri
membentuk Tim Gugus Tugas Penaggulangan COVID-19 di tingkat pusat/nasional,
provinsi, kabupaten/kota, kecamatan sampai desa/kel.
 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Teringgal dan Transimagrasi, mengeluarkan
Surat Edaran No 8 Tahun 2020 tentang Desa Tanggap COVID-19 dan Penegasan Padat
Karya Tunai Desa.
 Kemenkes dalam penanggulangan COVID-19 juga mengeluarkan kebijakan agar
Dinakes Prov, Kab/Kota, Puskesmas, Rumah Sakit dan Yankes lainnya, secara optimal
melakukan upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sesuai dengan
kompetensi dan kewenangannya.
Peran Puskesmas dalam penanggulangan COVID-19, secara koordinasi, integrasi dan
sinkronisasi melakukan upaya kesehatan mengacu pada kebijakan yang ada, yaitu dalam
kegiatan Satuan Tugas Penanganan COVID-19, maupun sebagai pemberi layanan
kesehatanyang mengacu pada Permenkes No. 43 Th. 2019 serta Petunjuk Teknis Puskesmas
dalam Penanggulangan COVID-19 yang telah dikeluarkan oleh Kemenkes RI.

PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) Penanggulangan COVID-19 :


 PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) dalam penanggulangan penanggulangan
COVID-19 merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran
sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong
diri sendiri melakukan upaya pencegahan dan pengendalian agar tidak tertular
COVID-19 dan berperan aktif melakukan upaya promosi kesehatan, mewujudkan
masyarakat di lingkungannya bebas COVID-19.
 Penerapan PHBS merupakan kunci keberhasilan upaya pencegahan dan pengendalian
agar individu, keluarga dan masyarakat tidak tertular COVID-19 serta kualitas
hidupnya dapat tercapai.
 PHBS dalam penanggulangan COVID-19 di fokuskan pada upaya pemberdayaan
individu dan keluarga agar tau, mau dan mampu melindungi dirinya secara mandiri
dengan menerapkan “KELUARGA SAJA” yakni melakukan PHBS: 4 SAJA (Jaga
jarak, pakai masker, CTPS serta kenali gejalan dan periksakan), kemudian Protokol
Kesehatan Penanggulangan COVID-19 saat masuk rumah, di dalam rumah dan keluar
rumah. Keluarga Ber-PHBS-Aman COVID-19.
 Promosi kesehatan dalam Penanggulangan COVID-19 di Puskesmas diarahkan pada 1)
Penerapan PHBS sesuai Protokol Kesehatan ; 2) Tatanan potensial yaitu rumah tangga/
keluarga, fasilitas kesehatan atau institusi kesehatan; tempat kerja; institusi
pendidikan; tempat-tempat umum (tempat Ibadah, pasar, mall, mini market, terminal,
tempat wisata, dll) ; 3) Mendapatkan dukungan kebijakan dan sumber daya baik dari
lintas program di puskesmas maupun dari lintas sektor; 4) Memperkuat peran mitra
dalam upaya promosi kesehatan baik dari lintas program maupun lintas sektor, melalui
upaya penggerakan dan mobilisasi sosial untuk meningkatkan literasi kesehatan dan
pemberdayaan individu, keluarga dan masyarakat. Upaya ini dilaksanakan melalui
GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) – Keluarga SAJA, menjadikan
Keluarga Ber-PHBS-Aman COVID-19.
BAGIAN B

1. Apa yang dimaksud dengan DESENTRALISASI DI BIDANG KESEHATAN,


pembagiannya ada 3 tugas: Pelayanan, Keuangan dan Regulasi. Sebutkan contoh
tugas desentralisasi yang dilakukan di Dinas Kesehatan dan di Puskesmas.
Jawaban:
 Definisi desentralisasi adalah Desentralisasi kesehatan merupakan bentuk pembagian
urusan pemerintahan dibidang kesehatan dari pemerintah pusat ke daerah yang bertujuan
untuk mengoptimalkan pembangunan bidang kesehatan dengan cara lebih mendekatkan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan sistem desentralistik diharapkan
program pembangunan kesehatan lebih efektif dan efisien untuk menjawab kebutuhan
kesehatan masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena sistem desentralistik akan
memperpendek rantai birokrasi. Selain itu, sistem desentralistik juga memberi
kewenangan bagi daerah untuk menentukan sendiri program serta pengalokasian dana
pembangunan kesehatan di daerahnya. Keterlibatan masyarakat menjadi kebutuhan sistem
ini untuk dapat lebih mengeksplorasi kebutuhan dan potensi lokal.

 Desentralisasi di bidang kesehatan pembagiannya ada 3 terdiri atas:


a. Tugas pelayanan
Terdapat pada bidang pelayanan kesehatan yang terdiri atas:
 Seksi pelayanan primer (Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan, Kesehatan Ibu Anak)
 Seksis Pelayanan kesahatan tradisional (Pelayanan alat kesehatan / Komplementer)
 Seksi pelayanan kesehatan rujukan yang berkerja sama dengan dokter spesialis
 Seksi fasyankes dan peningkatan mutu (akreditasi)
 Bidang pelayanan Kesehatan Masyarakat pada sie. Kesehatan keluarga dan gizi,
sie. Promosi dan permberdayaan masyarakat, sie. Kesling KK dan Olah raga, sie.
Teknis Dinas (Puskesmas)
b. Tugas regulasi
Terdapat pada bidang Sumber daya Kesehatan pada sie:
 Sumber daya manusia untuk mengatur ketenaga kerjaan dan perizinan tenaga
kesehatan dan mengatur pendidikan lanjutan atau jenjang tambahan
 Sie. Kefarmasian (Instalasi Farmasi) mengakomodir regulasi obat di 13 Puskesmas
di Jayapura
c. Tugas Pembiyaan
Terdapat pada bidang Sumber daya Kesehatan pada sie:
 Farmasi, bekerja sama dengan Dinkes mengatur dana Pembiayaan pembelian obat
 Alat kesehatan mengatur dana Pembiayaan pembelian dan perawatan alat
kesehatan

 3 Tugas Pembagian Desentralisasi Pada Dinas Kesehatan dan di Puskesmas.


Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Jayapura Nomor 10 Tahun 2008 Tanggal 20 Agustus
2008 Tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata kerja Dinas Daerah Kota
Jayapura dan Peraturan Walikota Jayapura Nomor 29 Tahun 2008 Tanggal 20 Agustus
2008 Tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Jayapura Nomor 10 Tahun 2008
Tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata kerja Dinas Daerah Kota Jayapura
dengan tugas pokok melaksanakan sebagian urusan pemerintahan daerah berdasarkan atas
otonomi dan tugas pembantuan dibidang kesehatan.
Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Dinas Kesehatan Kota Jayapura
menyelenggarakan fungsi:
a) Perumusan kebijakan tekhnis di bidang kesehatan,
b) Penyelenggaraan sebagian urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang
kesehatan,
c) Pembinaan dan Pelaksanaan Tugas di bidang kesehatan
d) Pengaturan, pengawasan dan pemberian perizinan dibidang kesehatan
e) Pelaksanaan pelayanan tekhnis ketatausahaan Dinas
f) Penyelenggaraan monitoring dan evaluasi
g) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan
fungsinya.
Sesuai dengan Sistem Pelayanan Kesehatan bahwa Upaya kesehatan dikategorikan dalam
3 kategori, yaitu kesehatan perorangan, kesehatan masyarakat, dan kesehatan kewilayahan.
Peran dari Dinas Kesehatan Kota Jayapura yaitu terutama pada pelayanan kesehatan
masyarakat tingkat kedua dengan kegiatan:
h) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
i) Promosi Kesehatan
j) Pelayanan Kefarmasian
k) Kesehatan Lingkungan
l) Perbaikan Gizi
m)Kesehatan Ibu, anak dan keluarga berencana.

Dinas Kesehatan Menjalankan Pembagian Tugas dan Fungsi Untuk Melaksanakan


DESENTRALISASI. Sebutkan sesuai dengan 3 tugas tersebut!
Jawaban:
Desentralisasi di bidang kesehatan pembagiannya ada 3 terdiri atas
a. Tugas pelayanan
Terdapat pada bidang pelayanan kesehatan yang terdiri atas:
 Seksi pelayanan primer (Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan, Kesehatan Ibu Anak)
 Seksis Pelayanan kesahatan tradisional (Pelayanan alat kesehatan / Komplementer)
 Seksi pelayanan kesehatan rujukan yang berkerja sama dengan dokter spesialis
 Seksi fasyankes dan peningkatan mutu (akreditasi)
 Bidang pelayanan Kesehatan Masyarakat pada sie. Kesehatan keluarga dan gizi, sie.
Promosi dan permberdayaan masyarakat, sie. Kesling KK dan Olah raga, sie. Teknis
Dinas (Puskesmas)
b. Tugas regulasi
Terdapat pada bidang Sumber daya Kesehatan pada sie:
 Sumber daya manusia untuk mengatur ketenaga kerjaan dan perizinan tenaga
kesehatan dan mengatur pendidikan lanjutan atau jenjang tambahan
 Sie. Kefarmasian (Instalasi Farmasi) mengakomodir regulasi obat di 13 Puskesmas
di Jayapura
c. Tugas Pembiyaan
Terdapat pada bidang Sumber daya Kesehatan pada sie:
 Farmasi, bekerja sama dengan Dinkes mengatur dana Pembiayaan pembelian obat
 Alat kesehatan mengatur dana Pembiayaan pembelian dan perawatan alat kesehatan

2. Apa Defenisi Puskesmas itu ?


Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta
masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Menurut Permenkes, Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat
pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI No 75,
2014).
Menurut para ahli, Azrul Azwar, MPH (1996), pengertian Puskesmas yaitu suatu unit
pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan
peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat
pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh terpadu yang
berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah
tertentu.
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif,
untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya di wilayah kerjanya.
Adapun pelayanan kesehatan yang terdapat di puskesmas, yakni:
a) Pelayanan promosi kesehatan :
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM), Sosialisasi program kesehatan, survey
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), penilaian strata posyandu
b) Pelayanan kesehatan lingkungan :
Pengawasan kesehatan lingkungan berupa SPAL (Saluran Pembuangan Air Limbah),
SAMI-JAGA (Sumber Air Minum-Jamban Keluarga), TTU (Tempat-tempat Umum),
institusi perkantoran, dan Survey Jentik Nyamuk (SJN).
c) Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak dan Keluarga Berencana :
Antenatal Care (ANC), Postnatal Care (PNC), pertolongan persalinan, rujukan ibu hamil
resiko tinggi, pelaynan neonatus, kemtraaan dukun bersalin, Menajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS).
d) Pelayanan gizi:
Penimbangna bayi balita, pelacakan dan perawatan gizi buruk, stimulasi dan deteksi dini
tumbuh kembang anak, dan penyuluhan gizi.
e) Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit:
Surveilens Terpadu Penyakit (STP), pelacakan kasus seperti TBC, kusta, DBD, malaria,
flu burung, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), diare, Infeksi Menular Seksual
(IMS), penyuluhan penyakit menular.
f) Pelayanan pengobatan :
Pengobatan dalam gedung: poli umum, poli gigi, apotek, Unit Gawat Darurat (UGD),
perwatan penyakit (rawat inap), pertolongan persalinan (kebidanan),
g) Pengobatan luar gedung: rujukan kasus dan pelayanan puskesmas keliling (pusling).
Kesehatan Reproduksi adalah bidang multi disiplin mengenai praktek dan penyelidikan
yang berkaitan dengan keadaan fisik mental dan kesejahteraan sosial dan bukan hanya
ketidak tiadaan penyakit atau kelemahan semata, dalam semua hal yang berkaitan dengan
sistem kesehatan reproduksi dan fungsi serta prosesnya. Pusat Kesehatan Reproduksi
berusaha untuk meninngkatkan status kesehatan Reproduksi Nasional dan global melalui
penelitian, pendidikan, dan layanan dari perspektif Kesehatan Masyarakat.

3. Perbedaan Puskesmas dan Klinik


PUSKESMAS
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelengarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setingi-
tinginya diwilayah kerjanya
 Prinsip penyelengaran Puskesmas meliputi:
a. paradigma sehat
b. pertangung jawaban wilayah
c. kemandirian masyarakat
d. pemeratan
e. teknologi tepat guna
f. keterpaduan dan kesinambungan
 Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan. Lokasi pendirian Puskesmas harus
memenuhi persyaratan:
a. geografis
b. aksesibilitas untuk jalur transportas
c. kontur tanah
d. fasilitas parkir
e. fasilitas keamanan
f. ketersedian utilitas publik
g. pengelolankesehatanlingkungandan h.kondisilainnya
 Puskesmas harus memilikiprasaranayang berfungsipaling sedikit terdiriatas:
a. sistem penghaw an(ventilasi)
b. sistem pencahayaan
c. c.sistem sanitasi
d. d.sistem kelistrikan
e. sistem komunikasi
f. sistem gas medik
g. sistem proteksipetir
h. sistem proteksi kebakaran
i. sistem pengendalian kebisingan
j. sistem transportasib vertikal untuk bangunan lebih dari 1 ( satu) lantai
k. kendaranPuskesmas kelilingdan
l. kendaran ambulans
 Peralatan kesehatan di Puskesmas harus memenuhi persyaratan:
a. Standar mutu, keamanan, keselamatan;
b. Memiliki izin edar sesuai ketentuan peraturan perundang undangan
c. Diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh institusi penguji dan pengkalibrasi
yang berwenang.
 Puskesmas dipimpin oleh seorang Kepala Puskesmas. Kepala Puskesmas merupakan
seorang Tenaga Kesehatan dengan kriteria sebagai berikut:
a. Tingkat pendidikan paling rendah sarjana dan memiliki kompetensi
manajemen kesehatan masyarakat;
b. Masa kerjadi Puskesmas minimal 2 ( dua) tahun, dan
c. Telah mengikuti pelatihan manajemen Puskesmas
 Jenis Tenaga Kesehatan sebagaimana paling sedikit terdiri atas:
a. Dokter atau dokter layanan primer
b. Dokter gigi
c. perawat
d. bidan
e. tenaga kesehatan masyarakat
f. tenaga kesehatan lingkungan
g. ahli teknologi laboratorium medik
h. tenaga gizi dan tenaga kefarmasian
Setiap Puskesmas wajib memiliki izin untuk menyeleng arakan pelayanan kesehatan. Untuk
memperoleh izin pemerintah daerah kabupaten/kota yang menyelengarakan perizinan terpadu
dengan melampirkan dokumen:
a. foto kopi sertifikat tanah atau bukti lain kepemilikan tanah yang sah
b. foto kopi Izin Mendirikan Bangunan ( IMB)
c. dokumen pengelolan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
d. surat keputusan dari Bupati/Walikota terkait kategori Puskesmas;
e. studi kelayakan untuk Puskesmas yang baruakan didirikan atau akan dikembangkan
f. profil Puskesmas yang meliputi aspek lokasi, bangunan, prasarana, peralatan
kesehatan, ketenagan, dan pengorganisasian untuk Puskesmas yang mengajukan
permohonan perpanjangan izin; dan
g. persyaratan lainnya sesuai dengan peraturan daerah setempat.

KLINIK
Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelengarakan pelayanan kesehatan
perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik
Klinik menyelengarakan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif
Pemerintah daerah kabupaten/kota mengatur persebaran Klinik yang diselengarakan
masyarakat di wilayahnya dengan memperhatikan kebutuhan pelayanan berdasarkan rasio
jumlah penduduk
Bangunan Klinik harus bersifat permanen dan tidak bergabung fisik bangunannya dengan
tempat tingal perorangan.
Ketentuan tempat tingal perorangan tidak termasuk apartemen, rumah toko, rumah kantor,
rumah susun, dan bangunan yang sejenis.
Bangunan Klinik paling sedikit terdiri atas:
a. ruang pendaftaran/ruang tunggu;
b. ruang k onsultasi
c. ruang administrasi
d. ruang obat dan bahan habis pakai untuk klinik yang melaksanakan pelayananfarmasi
e. ruang tindakan

Prasarana Klinik meliputi:


a. instalasi sanitasi
b. instalasi listrik
c. pencegahan dan penangulangan kebakaran
d. ambulans, khusus untuk Klinik yang menyelengarakan rawat inap; dan
e. sistem gas medis
f. sistem tata udara
g. sistem pencahayan
h. prasarana lainnya sesuai kebutuhan

Klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang memadai sesuai dengan
jenis pelayanan yang diberikan. Peralatan medis dan nonmedis sebagaimana harus memenuhi
standar mutu, keamanan, dan keselamatan. Peralatan medis yang digunakan di Klinik harus
diujidan dikalibrasi secara berkala oleh institusi pengujian fasilitas kesehatan yang
berwenang Pimpinan klinik pratama adalahseorang dokter atau dokter gigi. Pimpinan klinik
utama adalah seorang dokter spesialis atau dokter gigi.

4. Apa Tugas Pokok PUSKESMAS (Berapa Jumlahnya)?


Jawaban:
a. Promosi Kesehatan
1) Pengertian
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat adalah upaya untuk memberikan pengalaman
belajar atau menciptakan kondisi bagi perorangan, kelompok dan masyarakat, dalam
berbagai tatanan, dengan membuka jalur komunikasi, menyediakan informasi, dan
melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan prilaku, dengan
melakukan advokasi, pembinaan suasana dan gerakan pemberdayaan masyarakat
untukmengenali, menjaga/memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya.
2) Tujuan
Tercapainya perubahan prilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan
memelihara prilaku sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal.
3) Sasaran
a) Pelaksanaan posyandu dan Pembinaan kader
b) Penyuluhan Kesehatan
- Penyuluhan dalam gedung
- Penyuluhan luar gedung
Penyuluhan kelompok:
- Kelompok posyandu
- Penyuluhan masyarakat
- Anak sekolah
Penyuluhan perorangan: PHN
c) Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
d) Advokasi program kesehatan dan program prioritas
e) Kampanye program prioritas antara lain: vitamin A, narkoba, P2M DBD, HIV,
malaria, diare
f) Promosi kesehatan tentang narkoba
g) Promosi tentang kepesertaan jamkesmas
h) Pembinaan dana sehat/Jamkesmas

b. Kesehatan Lingkungan
1) Pengertian
Berdasarkan teori Blum, lingkungan merupakan salah satu faktor yang pengaruhnya
paling besar terhadap status kesehatan masyarakat di samping faktor pelayanan
kesehatan, faktor genetik dan faktor prilaku. Bahaya potensial terhadap kesehatan
yang diakibatkan oleh lingkungan dapat bersifat fisik, kimia maupun biologi.
Sejalan dengan kebijaksanaan’Paradigma Sehat’ yang mengutamakan upaya-upaya
yang bersifat promotif, preventif dan protektif. Maka upaya kesehatan lingkungan
sangat penting.
Semua kegiatan kesehatan lingkungan yang dilakukan oleh para staf Puskesmas
akan berhasil baik apabila masyarakat berperan serta dalam pelaksanaannya harus
mengikut sertakan masyarakat sejak perencanaan sampai pemeliharaan.
2) Tujuan
 Tujuan Umum
Kegiatan peningkatan kesehatan lingkungan bertujuan terwujudnya kualitas
lingkungan yang lebih sehat agar dapat melindungi masyarakat dari segala
kemungkinan resiko kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan bahaya
kesehatan menuju derajat kesehatan keluarga dan masyarakat yang lebih baik.
 Tujuan Khusus
1. Meningkatkan mutu lingkungan yang dapat menjamin masyarakat mencapai
derajat kesehatan yang optimal.
2. Terwujudnya pemberdayaan masyarakat dan keikut sertaan sektor lain yang
bersangkutan, serta bertanggung jawab atas upaya peningkatan dan pelestarian
lingkungan hidup.
3. Terlaksananya peraturan perundangan tentang penyehatan lingkungan dan
permukiman yang berlaku.
4. Terselenggaranya pendidikan kesehatan guna menunjang kegiatan dalam
peningkatan kesehatan lingkungan dan pemukiman.
5. Terlaksananya pengawasan secara teratur pada sarana sanitasi perumahan,
kelompok masyarakat, tempat pembuatan/penjualan makanan, perusahaan dan
tempat-tempat umum.
3)  Kegiatan
Kegiatan-kegiatan utama kesehatan lingkungan yang harus dilakukan Puskesmas
meliputi:
• Penyehatan air
• Penyehatan makanan dan minuman
• Pengawasan pembuangan kotoran mannusia
• Pengawasan dan pembuangan sampah dan limbah
• Penyehatan pemukiman
• Pengawasan sanitasi tempat umum
• Pengamanan polusi industri
• Pengamanan pestisida
• Klinik sanitasi

5. Bagaimana Memantau Mutu Pelayanan Gizi di PUSKESMAS?


Jawaban:
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, besaran masalah gizi pada balita di
Indonesia yaitu 19,6% gizi kurang, diantaranya 5,7% gizi buruk; gizi lebih 11,9%, stunting
(pendek) 37,2%. Proporsi gemuk menurut kelompok umur, terdapat angka tertinggi baik pada
balita perempuan dan laki-laki pada periode umur 0-5 bulan dan 6-11 bulan dibandingkan
kelompok umur lain. Hal ini menunjukkan bahwa sampai saat ini masih banyak masyarakat
khususnya ibu balita yang mempunyai persepsitidak benar terhadap balita gemuk. Data
masalah Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) berdasarkan hasil survei nasional
tahun 2003 sebesar 11,1% dan menurut hasil Riskesdas 2013, anemia pada ibu hamil sebesar
37,1%.
Jenis konseling gizi yang dapat dilaksanakan di Puskesmas antara lain konseling gizi terkait
penyakit dan faktor risikonya, konseling ASI, konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak
(PMBA), konseling faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM) dan konseling bagi jemaah
haji.
a) Asuhan Gizi adalah serangkaian kegiatan yang terorganisir/terstruktur untuk identifikasi
kebutuhan gizi dan penyediaan asuhan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
b) Dietetik adalah integrasi, aplikasi, dan komunikasi dari prinsip-prinsip keilmuan
makanan, gizi, sosial, bisnis, dan keilmuan dasar untuk mencapai dan mempertahankan
status gizi yang optimal secara individual melalui pengembangan, penyediaan dan
pengelolaan pelayanan gizi dan makanan di berbagai area/lingkungan/latar belakang
praktek pelayanan.
c) Edukasi Gizi/Pendidikan Gizi adalah serangkaian kegiatan penyampaian pesan-pesan
gizi dan kesehatan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk menanamkan dan
meningkatkan pengertian, sikap serta perilaku positif pasien/klien dan lingkungannya
terhadap upaya perbaikan gizi dan kesehatan.Penyuluhan gizi ditujukan untuk kelompok
atau golongan masyarakat masal dan target yang diharapkan adalah pemahaman perilaku
aspek kesehatan dalam kehidupan sehari-hari
d) Food model adalah bahan makanan atau makanan contoh yang terbuat dari bahan sintetis
atau asli yang diawetkan, dengan ukuran dan satuan tertentu sesuai dengan kebutuhan
yang digunakan untuk konseling gizi kepada pasien rawat inap maupun pengunjung
rawat jalan.
e) Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan.
f) Gizi Klinik adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara makanan dan
kesehatan tubuh manusia termasuk mempelajari zat-zat gizi dan bagaimana dicerna,
diserap, digunakan, dimetabolisme, disimpan dan dikeluarkan dari tubuh
g) Kegiatan Spesifik adalah tindakan atau kegiatan yang dalam perencanaannya ditujukan
khusus untuk kelompok 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).Kegiatan ini pada
umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan seperti imunisasi,PMT Ibu Hamil dan balita,
monitoring pertumbuhan balita di Posyandu, suplemen Tablet Tambah Darah (TTD),
promosi ASI Ekslusif, MP-ASI, dsb.Kegiatan spesifik bersifat jangka pendek, hasilnya
dapat dicatat dalam waktu relatif pendek (Pedoman Perencanaan Program Gerakan
Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dalam Rangka 1000 HPK).
h) Kegiatan Sensitif adalah berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan.
Sasarannya dalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1000 HPK. Namun apabila
direncanakan secara khusus dan terpadu dengan kegiatan spesifik dampaknya sensitif
terhadap proses keselamatan proses pertumbuhan dan perkembangan 1000 HPK
i) Konseling Gizi adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi dua arah yang
dilaksanakan oleh tenaga gizi puskesmas untuk menanamkan dan meningkatkan
pengertian, sikap, dan perilaku pasien dalam mengenali dan mengatasi masalah gizi
sehingga pasien dapat memutuskan apa yang akan dilakukannya.
j) Mutu Pelayanan Gizi adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan pelayanan
gizi sesuai dengan standar dan memuaskan, baik kualitas dari petugas maupun sarana
serta prasarana untuk kepentingan pasien/klien
k) Nutrisionis adalah seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara
penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan kegiatan teknis  fungsional di bidang
pelayanan gizi, makanan dan dietetik, baik di masyarakat maupun Puskesmas dan unit
pelaksana kesehatan lainnya, berpendidikan dasar Akademi Gizi/Diploma III Gizi
l) Nutrisionist Registered (NR) adalah tenaga gizi Sarjana Terapan Gizi dan Sarjana Gizi
yang telah lulus uji kompetensi dan teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
m)Pasien/Klien, adalah pengunjung Puskesmas/tenaga kesehatan, baik rawat inap/rawat
jalan yang memerlukan pelayanan baik pelayanan kesehatan dan atau gizi.
n) Pasien Berisiko Malnutrisi adalah pasien dengan status gizi gizi buruk, gizi kurang, atau
gizi lebih, mengalami penurunan asupan makan, penurunan berat badan, dll.
o) Pasien Kondisi Khusus adalah pasien ibu hamil, ibu menyusui, lansia, pasien dengan
Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti diabetes mellitus, hipertensi, hiperlipidemia,
penyakit ginjal, dll
p) Pelayanan Gizi adalah upaya memperbaiki gizi, makanan, dietetik pada masyarakat,
kelompok, individu atau klien yang merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi
pengumpulan, pengolahan, analisis, simpulan, anjuran, implementasi dan evaluasi gizi,
makanan dan dietetik dalam rangka mencapai status kesehatan optimal dalam kondisi
sehat atau sakit diselenggarakan baik di dalam dan di luar gedung
q) Pelayanan Gizi Di Puskesmas adalah kegiatan pelayanan gizi mulai dari upaya promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas.
6. Bagaimana memantau mutu pelayanan P2M di PUSKESMAS?
Jawaban:
Di berbagai negara masalah penyakit menular dan kualitas lingkungan yang berdampak
terhadap kesehatan masih menjadi isu sentral yang ditangani oleh pemerintah bersama
masyarakat sebagai bagian dari misi Peningkatan Kesejahteraan Rakyatnya. Faktor
lingkungan dan perilaku masih menjadi risiko utama dalam penularan dan
penyebaran penyakit menular, baik karena kualitas lingkungan, masalah sarana sanitasi dasar
maupun akibat pencemaran lingkungan. Sehingga insidens dan prevalensi penyakit
menular yang berbasis lingkungan di Indonesia relatif masih sangat tinggi.
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan
nasional. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat berperan penting dalam
meningkatkan mutu dan daya saing Sumber Daya Manusia Indonesia.
Evaluasi Program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
Berkaitan dengan penanggulangan penyakit menular, maka Dinas Kesehatan bertugas
mengembangkan segala potensi yang ada untuk menjalin kemitraan dan kerja sama semua
pihak yang terkait serta memfasilitasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan
manajemen program yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta
mengupayakan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).
Selain itu dalam mengatasi hambatan yang dihadapi dan dengan menyesuaikan tugas pokok
dan fungsi serta uraian kegiatan program P2M, maka strategi operasional yang dilakukan
dalam penanggulangan pemberantasanpenyakit menular diantaranya melalui:
1) Pemantapan kelembagaan unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta
dalam penanggulangan penyakit menular  dengan strategi DOTS;
2) Peningkatan mutu pelayanan di semua unit pelayanan kesehatan baik pemerintah
maupun swasta;
3) Penggalangan kemitraan dengan organisasi profesi, lintas sektoral,  Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), institusi pendidikan, dan lain-lain;
4) Pemberdayaan masyarakat dalam rangka mendorong kemandiriannya untuk mengatasi
masalah TBC;
5) Penelitian dan pengembangan melalui penelitian lapangan atau kerja sama dengan
institusi pendidikan, LSM, organisasi profesi dan lain-lain dalam upaya
penanggulangan penyakit menular.
Sedangkan kegiatan yang dilakukan program P2M di Dinas Kesehatan Propinsi adalah:
1) Meningkatkan upaya penemuan penderita di RS;
2) Meningkatkan peran PKD dalam penemuan tersangka penderita;
3) Meningkatkan upaya penemuan penderita melalui pesantren;
4) Meningkatkan penemuan penderita di tempat kerja;
5) Meningkatkan peran Lapas dalam penemuan penderita; Meningkatkan peran serta PKK,
Muhammadiyah/ Aisyiah/ Fatayat/ NU dan
6)  Meningkatkan petugas PTO dan pengelola Program TBC. Seksi Yang Terkait
Dengan Program P2M
Pada umumnya surveilans epidemiologi menghasilkan informasi epidemiologi yang akan
dimanfaatkan dalam:
1) Merumuskan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan
evaluasi program pemberantasan penyakit serta programpeningkatan derajat kesehatan
masyarakat, baik pada upaya pemberantasan penyakit menular, penyakit tidak menular,
kesehatan lingkungan, perilaku kesehatan dan program kesehatan lainnya.
2) Melaksanakan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa penyakit dan keracunan serta
bencana.
3) Merencanakan studi epidemiologi, penelitian dan pengembanganprogram Surveilans
epidemiologi juga dimanfaatkan di rumah sakit, misalnya surveilans epidemiologi infeksi
nosokomial, perencanaan di rumah sakit dsb.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kegiatan surveilans epidemiologi dapat diarahkan
pada tujuan-tujuan yang lebih khusus, antara lain:
1) Untuk menentukan kelompok atau golongan populasi yang mempunyai resiko
terbesar untuk terserang penyakit, baik berdasarkan umur, jenis kelamin, pekerjaan,
dan lain–lain
2) Untuk menentukan jenis dari agent (penyebab) penyakit dan karakteristiknya
3) Untuk menentukan reservoir dari infeksi
4) Untuk memastikan keadaan–keadaan yang menyebabkan bisa berlangsungnya
transmisi penyakit
5) Untuk mencatat kejadian penyakit secara keseluruhan
6) Memastikan sifat dasar dari wabah tersebut, sumber dan cara penularannya,
distribusinya, dsb.

7. Bagaimana Memantau Mutu Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas?


Jawaban:
Agar pelaksanaan program KIA dapat berjalan lancar, aspek peningkatan mutu pelayanan
Program KIA tetap diharapkan menjadi kegiatan prioritas di tingkat Kabupaten/ Kota.
Peningkatan mutu Program KIA juga dinilai dari besarnya cakupan program di masing-
masing wilayah kerja.Untuk memantau cakupan pelayanan KIA tersebut dikembangkan
Sistem PWS KIA (Pemantau Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak). Dengan
diketahuinya lokasi rawan kesehatan ibu dan anak, maka wilayah kerja tersebut dapat
diperhatikan dan dicarikan pemecahan masalahnya. Untuk memantau cakupan pelayanan
KIA tersebut dekembangkan sistem PWS KIA.
Dengan melakukan PWS KIA diharapkan:
a) Cakupan pelayanan dapat ditingkatkan dengan menjangkau seluruh sasaran di suatu
wilayah kerja.
b) Penyajian PWS KIA dapat dipakai sebagai alat advokasi, informasi dan komunikasi
kepada sektor terkait, khususnya aparat setempat yang berperan dalam pendataan dan
penggerakan sasaran.
c) PWS KIA dapat digunakan untuk memecahkan masalah teknis dan non teknis.
d) Hasil analisis PWS KIA di tingkat puskesmas dan kabupaten/kota dapat digunakan
untuk menentukan puskesmas dan desa/ kelurahan yang rawan. (Depkes, 2009)

Prinsip dan strategi pengelolaan program KIA


Pengelolaan program KIA pada prinsipnya bertujuan memantapkan dan
meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA, secara efektif dan efisien.
Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai
berikut:
a) Peningkatan pelayanan antenatal disemua fasilitas pelayanan dengan mutu yang
baik serta jangkauan yang setinggi-tingginya.
b) Peningkatan pertolongan persalinan yang lebih ditujukan kepada peningkatan
pertolongan oleh tenaga professional secara brangsur.
c) Peningkatan deteksi dini resiko tinggi ibu hamil, baik oleh tenaa kesehatan maupun
dimasyarakat oleh kader dan dukun bayi serta penanganan dan pengamatannya
secara terus-menerus. (Wijoyo, Djoko. 2008).
Indikator KIA
1) Pelayanan Antenatal (ANC)
a) Adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga professional untuk ibu selama masa
kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang
ditetapkan (Wijoyo, Djoko. 2008).
b) Tujuan asuhan kehamilan (antenatal care) adalah:
• Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh
kembang bayi.
• Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu dan
bayi.
• Mengenali secara dini adanya ketidak normalan atau komplikasi yang mungkin
terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan
pembedahan.
• Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun
bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
• Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dengan trauma seminimal
mungkin.
• Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kehamilan bayi agar
dapat tumbuh kembang secara normal. (Syafrudin. 2009).

2). Kunjungan KIA


Adalah kunjungan ibu hamil pertama kali pada masa kehamilan (Wijoyo, Djoko. 2008).
3). Kunjungan K4
Adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang keempat atau lebih,
untuk mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar yang ditetapkan, dengan
syarat:
 Minimal satu kali kontak pada triwulan I.
 Minimal satu kali kontak pada triwulan II.
 Minimal dua kali kontak pada triwulan III. (Wijoyo, Djoko. 2008)
4). Kunjungan Neonatal
Adalah kontak neonatal dengan tenaga kesehatan minimal dua kali untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan neonatal, baik di dalam
gedung puskesmas maupun diluar gedung puskesmas (termasuk bidan di desa,
polindes dan kunjungan rumah). Kunjungan neonatal terdiri dari:
 KN 1 = kontak neonatal dengan tenaga profesinal pada umur 0-7 hari.
 KN 2 = kontak neonatal dengan tenaga professional pada umur 8-28 hari. (Wijoyo,
Djoko. 2008)
5). Cakupan Akses
Adalah persentasi ibu hamil disuatu wilayah, dalam kurun waktu tertentu, yang
pernah mendapat pelayanan antenatal sesuai standar paling sedikit 1x selama
kehamilan (Wijoyo, Djoko. 2008).

6). Sasaran Ibu Hamil


Adalah jumlah semua ibu hamil di suatu wilayah dalam kurun waktu satu tahun
(Wijoyo, Djoko. 2008).
7). Cakupan ibu hamil K4
Adalah presentase ibu hamil disuatu wilayah dalam kurun waktu tertentu yang pernah
mendapat pelayanan antenatal sesuai standart paling sedikit empat kali (Wijoyo,
Djoko. 2008).
8). Ibu Hamil Beresiko
Adalah ibu hamil yang mempunyai faktor resiko dan resiko tinggi kecuali ibu hamil
normal (Wijoyo, Djoko. 2008).
9). Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
a). Definisi : Persentase ibu bersalin disuatu wilayah dalam kurun waktu tertentu,
yang di tolong persalinannya oleh tenaga kesehatan (Wijoyo, Djoko. 2008).
b). Upaya peningkatan mutu pelayanan
• Meningkatan kapasitas manajemen tenaga kesehatan terutama tenaga bidan
dalam Asuhan Persalinan Normal.
• Bidan desa harus proaktif dalam pelayanan kesehatan didesanya masing-
masing.
• Menjalin kemitraan yang baik antara bidan dan dukun.
10). Cakupan Penjaringan Ibu Hamil Beresiko Oleh Masyarakat
Adalah persentase ibu hamil berisiko yang ditemukan oleh kader dan dukun bayi, dan
kemudian dirujuk ke puskesmas atau tenaga kesehatan dalam kurun waktu tertentu
(Syafrudin. 2009).
11). Cakupan Penjaringan Ibu Hamil Berisiko oleh Tenaga Kesehatan
Adalah persentase ibu hamil berisiko yang ditemukan baik oleh tenaga kesehatan
maupun oleh kader atau dukun bayi yang telah dipastikan oleh tenaga kesehatan, yang
kemudian ditinjak lanjuti (dipantau secara intensif dan ditangani sesuai kewenangan
dan/atau dirujuk ketingkat pelayanan yang lebih tinggi), dalam kurun waktu tertentu
(Syafrudin. 2009).
12). Penjaringan (deteksi) Dini Kehamilan Berisiko
Adalah menemukan ibu hamil berisiko yang dapat dilakukan oleh kader, dukun bayi,
dan tenaga kesehatan (Wijoyo, Djoko. 2008).

8. Bagaimana Memantau Mutu Pelayanan Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan di


Puskesmas?
Jawaban:
a) Dalam Permenkes RI: No 3 Th 2014 : tt Sanitasi Total Berbasis Masyarakat disebutkan:
• Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disingkat STBM adalah pendekatan
untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan
cara pemicuan.
• Pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut Pilar STBM adalah
perilaku higienis dan saniter yang digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
• Pemicuan adalah cara untuk mendorong perubahan perilaku higiene dan sanitasi individu
atau masyarakat atas kesadaran sendiri dengan menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku,
dan kebiasaan individu atau masyarakat.
• Stop Buang Air Besar Sembarangan adalah kondisi ketika setiap individu dalam suatu
komunitas tidak lagi melakukan perilaku buang air besar sembarangan yang berpotensi
menyebarkan penyakit.
• Cuci Tangan Pakai Sabun adalah perilaku cuci tangan dengan menggunakan air bersih
yang mengalir dan sabun.
• Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga adalah melakukan kegiatan
mengelola air minum dan makanan di rumah tangga untuk memperbaiki dan menjaga
kualitas air dari sumber air yang akan digunakan untuk air minum, serta untuk
menerapkan prinsip higiene sanitasi pangan dalam proses pengelolaan makanan di rumah
tangga.
• Pengamanan Sampah Rumah Tangga adalah melakukan kegiatan pengolahan sampah di
rumah tangga dengan mengedepankan prinsip mengurangi, memakai ulang, dan mendaur
ulang.
• Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga adalah melakukan kegiatan pengolahan limbah
cair di rumah tangga yang berasal dari sisa kegiatan mencuci, kamar mandi dan dapur
yang memenuhi standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan yang
mampu memutus mata rantai penularan penyakit.
b). Permenkes RI No 13 Th 2015 tt Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lingkungan di
Puskesmas
• Pelayanan Kesehatan Lingkungan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan yang
ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia,
biologi, maupun sosial guna mencegah penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh faktor risiko lingkungan.
• Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatan untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak
langsung di Puskesmas.
• Faktor Risiko Lingkungan adalah hal, keadaan, atau peristiwa yang berkaitan dengan
kualitas media lingkungan yang mempengaruhi atau berkontribusi terhadap terjadinya
penyakit dan/atau gangguan kesehatan.
• Tenaga Kesehatan Lingkungan adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan minimal
Diploma Tiga di bidang kesehatan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan-undangan.

9. Bagaimana Memantau Mutu Pelayanan terhadap penderita TB Paru, Kusta,


Malaria di Puskesmas?
Jawaban:
Pemantauan penderita penyakit TB paru, kusta, malaria pada dasarnya hampir sama yaitu
mulai dari melacak/menjaring pasien suspek atau yang telah positif TB paru, kusta, malaria,
kemudian melakukan memantau kepatuhan minum obat serta melihat kontak pasien dengan
keluarga atau masyarakat.
 Pengendalian Penyakit TB Paru
Upaya pencegahan dan pemberantasan TB Paru dilakukan dengan pendekatan DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcource Chemotherapy) atau pengobatan TB Paru
dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Kegiatan ini meliputi
upaya penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak di sarana pelayanan kesehatan yang
ditindaklanjuti dengan paket pengobatan.
Strategi pengendalian penyakit tuberkulosis dengan strategi DOTS dilaksanakan
dengan melibatkan semua unit pelayanan kesehatan baik Puskesmas. Rumah sakit, Pustu,
klinik, balai pengobatan dan dokter praktek Swasta/ DPS.
Keberhasilan upaya pengendalian tuberkulosis diukur dengan melihat cakupan
penemuan penderita (minimal 83% dari perkiraan penderita baru BTA positif), angka
konversi (>80%), angka kesembuhan (>85%) serta angka kesalahan pemeriksaan
laboratorium kasus TB error rate (<5%).

 Pengendalian Penyakit Kusta


Pelaksanaan upaya pengendalian penyakit Kusta diperkuat dengan senantiasa
meningkatkan kemampuan manajemen teknis petugas ditingkat kabupaten/kota. Sebagian
besar pengelola program sudah mendapatkan pelatihan program P2 kusta, namun seiring
dengan berjalannya waktu beberapa diantaranya dirotasi ke program lain atau memasuki
jenjang pensiun. Oleh karena itu, pelatihan bagi petugas baru dan refreshing bagi petugas
yang lama perlu untuk terus dilakukan.
Pembentukan Puskesmas rujukan Kusta serta peningkatan kapasitas petugas
dalam mengenali tanda-tanda kusta perlu dilakukan dalam rangka penguatan program
pada daerah low endemic. Selain itu penyebaran informasi kusta ke masyarakat melalui
berbagai media informasi baik media elektronik, cetak maupun penyuluhan langsung ke
masyarakat perlu untuk terus dilakukan.
Untuk mencapai keberhasilan eliminasi penyakit kusta, perlu untuk diperhatikan
keberadaan penderita kusta yang belum ditemukan, baik karena tersembunyi atau
memang bersembunyi karena takut (phobia). Para pengambil kebijakan, petugas
kesehatan diunit pelayanan kesehatan (UPK) dan masyarakat perlu senantiasa diingatkan
bahwa masih terdapat kantong-kantong penyakit kusta yang perlu mendapat penanganan.
 Pengendalian Penyakit Malaria
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian dilakukan melalui program
pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan
cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan untuk
memutus mata rantai penularan malaria.
Indikator keberhasilan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-
2014 adalah menurunkan angka kesakitan malaria dan kematian penyakit malaria, pada
tahun 2015 menjadi 1 per 1.000 penduduk dari baseline tahun 1990 sebesar 4,7 per 1.000
penduduk. Indikator lain yang perlu diperhatikan adalah target MDGs yaitu angka
kematian malaria dan proporsi balita yang tidur dalam perlindungan kelambu
berinsektisida dan proporsi balita yang diobati.
Upaya pengendalian yang dilaporkan melalui Laporan Rutin Program. Terdapat
beberapa upaya yang dilakukan dalam program pencegahan malaria seperti pemakaian
kelambu, pengendalian vektor.
 Pemakaian Kelambu: Pemakaian kelambu adalah salah satu dari upaya pencegahan
penularan penyakit malaria. Melalui bantuan Global Fund (GF) komponen malaria ronde 1
dan 6 telah dibagikan kelambu berinsektisida ke 16 provinsi.
 Pengendalian Vektor: Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya
pengendalian terhadap Anopheles sp sebagai nyamuk penular malaria. Beberapa upaya
pengendalian vektor yang dilakukan misalnya terhadap jentik dilakukan larviciding
(tindakan pengendalian larva Anopheles sp secara kimiawi, menggunakan insektisida),
biological control (menggunakan ikan pemakan jentik), manajemen lingkungan, dan lain-
lain. Pengendalian terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan penyemprotan dinding
rumah dengan insektisida (IRS/ indoors residual spraying) atau menggunakan kelambu
berinsektisida. Namun perlu ditekankan bahwa pengendalian vektor harus dilakukan
secara REESAA (rational, effective, efisien, suntainable, affective dan affordable)
mengingat kondisi geografis Indonesia yang luas dan bionomik vektor yang beraneka
ragam sehingga pemetaan breeding places dan perilaku nyamuk menjadi sangat penting.
Untuk itu diperlukan peran pemerintah daerah, seluruh stake holders dan masyarakat
dalam pengendalian vektor malaria.
Selain pencegahan, diagnosis dan pengobatan malaria juga merupakan upaya
pengendalian malaria yang penting. Untuk diagnosis malaria salah satu yang perlu dilihat
adalah pemeriksaan sediaan darah. Untuk pemeriksaan sediaan darah dari tahun 2008
sampai tahun 2010 terjadi peningkatan penderita malaria klinis yang diperiksa sediaan
darahnya. Pencapaian ini dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan dengan dukungan
dari pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjaminan ketersediaan bahan/reagen
lab/mikroskospis malaria, kemampuan petugas kesehatan, jangkauan pelayanan kesehatan
dan ketersediaan obat malaria.
Pengendalian malaria selalu mengalami perkembangan, salah satunya dalam hal
pengobatan. Dulu malaria diobati dengan klorokuin, setelah ada laporan resistensi, saat ini
telah dikembangkan pengobatan baru dengan tidak menggunakan obat tunggal saja tetapi
dengan kombinasi yaitu dengan ACT (Artemisinin-based Combination Therapy).

10. Sebutkan Tupoksi Puskesmas Sesuai Struktur Dalam Memenuhi Semua Aspek
Upaya Pelayanan Kesehatan!
Jawaban:
Sesuai dengan definisi, suatu yankes dikatakan puskesmas jika memiliki wilayah kerja,
dimana puskesmas didirikan untuk melayani sebuah kecamatan dan menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat di tingkat pertama yang lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif, yang membedakan puskesmas dengan yankes lain adalah puskesmas memiliki
wilayah kerja, memiliki 6 tugas pokok yang dijalankan.
 Tugas Pokok Puskesmas: terdiri dari 6 tugas yaitu:
a. Pelayanan promosi kesehatan:
Penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM), Sosialisasi program kesehatan, survey
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), penilaian strata posyandu
b. Pelayanan kesehatan lingkungan: Pengawasan kesehatan lingkungan berupa SPAL
(Saluran Pembuangan Air Limbah), SAMI-JAGA (Sumber Air minum - Jamban
keluarga), TTU (Tempat-tempat Umum), institusi perkantoran, dan Survey Jentik
Nyamuk (SJN).
c. Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak dan Keluarga Berencana: Antenatal Care (ANC),
Postnatal Care (PNC), pertolongan persalinan, rujukan ibu hamil resiko tinggi,
pelaynan neonatus, kemtraaan dukun bersalin, Menajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS).
d. Pelayanan gizi: Penimbangna bayi balita, pelacakan dan perawatan gizi buruk,
stimulasi dan deteksi dini tumbuh kembang anak, dan penyuluhan gizi.
e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit: Surveilens terpadu penyakit
(STP), pelacakan kasus seperti TBC, kusta, DBD, malaria, flu burung, infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA), diare, infeksi menular seksual (IMS), penyuluhan
penyakit menular.
f. Pelayanan pengobatan: Pengobatan dalam gedung seperti Poli Umum, Poli Gigi,
apotek, Unit Gawat Darurat (UGD), perawatan penyakit (rawat inap), pertolongan
persalinan (kebidanan); Pengobatan luar gedung seperti rujukan kasus dan
pelayanan Puskesmas Keliling (pusling).
Sebagaimana yang telah dicantumkan pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75
Tahun 2014 tentang Puskesmas. Fungsi Puskesmas disebutkan dalam Pasal 5, bahwa:
Dalam melaksanakan tugas puskesmas menyelenggarakan fungsi:
1. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
UKM adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran
keluarga, kelompok, dan masyarakat. Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama
meliputi:
– Pelayanan promosi kesehatan
– Pelayanan kesehatan lingkungan
– Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana
– Pelayanan gizi, dan
– Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
2. Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP)
UKP adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang
ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan. Tingkat
pertama meliputi:
– Rawat jalan
– Pelayanan gawat darurat
– Pelayanan satu hari (one day care)
– Home care
– Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.
Pada Pasal 8 juga disebutkan bahwa selain melaksanakan 2 fungsi tersebut diatas,
Puskesmas juga dapat berfungsi sebagai wahana pendidikan Tenaga Kesehatan.

BAGIAN C
1. Bagaimana Masalah Air Bersih di Puskesmas?
Jawaban:
Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan masyarakat pedesaan yang sebenarnya
sangat membutuhkan air bersih untuk melayani masyarakat. Penyediaan air bersih kepada
masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan lingkungan atau
kesehatan masyarakat, yang memiliki peran dalam mengurangi jumlah orang dengan
penyakitnya, terutama penyakit yang berhubungan dengan air, dan berperan penting dalam
meningkatkan standar atau tingkat (kualitas) hidup. Sampai saat ini, penyediaan air bersih
bagi masyarakat masih dihadapkan pada beberapa masalah yang kompleks dan sampai
sekarang belum dapat sepenuhnya diatasi. Salah satu masalah yang kita hadapi saat
ini adalah masih rendahnya tingkat pelayanan air kepada masyarakat. Sehingga, hal itu akan
memiliki efek pada kesehatan manusia.
Pada sistem air bersih, penyediaan air harus dapat mencapai daerah distribusi dengan
debit, tekanan dan kuantitas yang cukup dengan kualitas air sesuai standar/ higienis. Oleh
karena itu perencanaan penyediaan air bersih harus dapat memenuhi jumlah yang cukup,
higienis, teknis yang optimal dan ekonomis. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002, bahwa air bersih yaitu air yang
dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan
air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum
apabila dimasak. Dalam perencanaan sistim penyediaan air bersih suatu bangunan, kebutuhan
air bersih tergantung dari fungsi kegunaan bangunan, jumlah peralatan saniter dan jumlah
penghuninya. Kebutuhan air bersih dapat dihitung dengan tiga cara yaitu, berdasarkan jumlah
penghuni, berdasarkan jenis dan jumlah alat plambing dan berdasarkan beban unit alat
plambing.
Schaffer dan Lamb (1974) mendefinisikan akses sebagai hubungan antara pengalokasian
layanan dengan mereka yang membutuhkan layanan tersebut. Pengalokasian layanan diatur
dan diberikan oleh pemberi layanan, dimana dalam konteks ini adalah pemerintah sebagai
pemberi layanan. Namun, ketika membicarakan akses terhadap air bersih dan sanitasi, ada
hal-hal lain dari sekedar pengadaan air bersih dan sanitasi tersebut secara fisik saja,
melainkan juga keadaan air maupun kemampuan masyarakat di wilayah itu sendiri dalam
mendapatkan air. Marganingrum, Santoso, Makhmuddin, & Rusydi (2011) menyebutkan ada
dua hal yang mempengaruhi upaya masyarakat dalam memperoleh air bersih, antara lain
ketersediaan air dan kemampuan mendapatkan air tersebut.
Marganingrum, Santoso, Makhmuddin, & Rusydi (2011) menyebutkan bahwa dalam
upaya memperoleh air bersih, terdapat dua faktor yang mempengaruhi, yakni ketersediaan air
dan kemampuan mendapatkan air. Faktor ketersediaan air didukung oleh adanya sumber dan
kelimpahan air bersih yang memenuhi syarat kualitas serta kondisi lingkungan yang baik
yang dapat menjaga kondisi dan ketersediaan air dengan baik. Dalam faktor ketersediaan air,
adanya sumber-sumber air merupakan salah satu komponen terpenting yang menyokong
ketersediaan air di suatu wilayah. Air tanah yang sudah tidak bisa dikonsumsi lagi
menyebabkan masyarakat mau tidak mau menggunakan sumber air lain sebagai pengganti air
tanah.
Melakukan pemilihan sistem penyediaan air minum didasarkan pada: Sumber air baku
yang berupa mata air, air tanah, air permukaan dan air hujan, Pengolahan air, yaitu
pengolahan lengkap (Koagulasi, Flokulasi, Sedimentasi, Filtrasi dan Chlorinasi) atau tidak
lengkap (Bak Pengendap atau Filtrasi Lambat), yang berdasarkan dari hasil pemeriksaan
kualitas air baku.
Berdasarkan teori yang diperoleh bahwa menurut asalnya air berada pada 3 lokasi, yaitu:
 Di angkasa (atmosfir), yaitu air yg berasal dari angkasa, seperti: Hujan, hujan es, hujan
salju, embun
 Air di atas permukaan tanah, seperti: Air laut, sungai, danau, waduk,dll
 Air di bawah permukaan tanah, seperti: Mata air, air sumur.
Air berperan dalam kehidupan manusia tetapi bila tidak dikelola dengan baik air dapat
mengganggu kesehatan, yaitu sebagai “Waterbourne Diseases”: Media penyebaran
penyakit, Media perkembanganbiakan penyakit, Penyebab penyakit pada manusia.
Air bersih dari sumber air bersih sampai dapat diminum/dimanfaatkan melalui
beberapa tahap, yaitu:
 Tahap pengambilan dari sumber air bersih
 Timba, pompa tangan/listrik, kran, slang
 Tahap pengangkutan air
 Wadah, mobil tanki khusus utk mengangkut air
 Tahap penyimpanan air
 Wadah tertutup rapat, sering dibersihkan, lokasi terhindar dari pencemaran
 Tahap pemasakan
 Alat masak tidak beracun/berkarat
 Tahap penyimpanan air masak
 Wadah harus selalu tertutup, selalu bersih, terhindar dari serangga/binatang lain.
Di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, kontaminasi oleh mikroorganisme
(bakteri atau virus) ke badan air dan pasokan air yang sering terjadi, dan kali ini dengan
faktor kimia polusi dan fisika, misalnya kontaminasi oleh senyawa polutan mikro yang
mutagenik dan/atau penyebab kanker (karsinogenik) perlu diwaspadai. Hal ini sering muncul
sebagai akibat dari urbanisasi dan industrialisasi dan juga karena penggunaan teknologi
produksi yang sering tidak atau kurang ramah terhadap lingkungan atau kesehatan
masyarakat.
Pada tahun 2013, dari sekitar dua ratus jutaan orang Indonesia, hanya 20% yang
memiliki akses ke air bersih. Sebagian besar berada di daerah perkotaan. Adapun sisanya,
atau sekitar 80% masyarakat Indonesia masih mengkonsumsi air yang tidak layak untuk
kesehatan. Hal itu dibuktikan oleh penelitian Jim Woodcock, konsultan masalah air dan
sanitasi dari bank dunia, hasilnya adalah bayi di Indonesia kurang lebih 100.000 meninggal
setiap tahun akibat diare, penyakit yang paling mematikan sekunder untuk infeksi saluran
pernapasan akut. Penyebab utama, jelas kurangnya akses terhadap air bersih dan sanitasi.
Menurut pendapat saya, ada 2 masalah utama yang menyebabkan kualitas air yang
buruk di Indonesia. Masalah pertama adalah kurangnya kesadaran masyarakat di Indonesia
tentang lingkungan. Masih banyak penduduk selalu mengarah pada kualitas air yang buruk di
Indonesia, terutama pada sumber daya air yang seharusnya menjadi sumber mata
pencaharian. Masalah kedua, adalah alokasi anggaran yang rendah untuk masing-masing
daerah yang digunakan untuk meningkatkan pelayanan air bersih dan sanitasi. 2 masalah
utama di atas, tampaknya tidak ada habisnya. Bahkan dari tahun ke tahun semakin besar dan
bertambah kompleks untuk ditangani.
Menurut saya, ada 3 langkah strategis yang akan diambil oleh pemerintah untuk
mengatasi masalah air dan sanitasi. Langkah pertama dan yang paling mendasar di sini
adalah bahwa pemerintah terus mempromosikan upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat
terhadap lingkungan sekitarnya. Langkah kedua adalah akan dieksekusi, setelah kesadaran
masyarakat dapat ditingkatkan, pemerintah menaikkan anggaran untuk meningkatkan fasilitas
akses ke air bersih dan sanitasi. Langkah ketiga, jika dalam arti anggaran telah mencapai titik
maksimum, sehingga tidak dapat diangkat lebih jauh, pemerintah juga dapat bekerja sama
dengan lembaga-lembaga internasional yang terkait dengan itu. Mari kita pergunakan sumber
air dengan bijak dengan menjaga kualitas air dari berbagai resiko pencemaran penyakit.
2. Bagaimana anda bersikap sebagai seorang dokter di Puskesmas yang air
bersihnya sulit?
Jawaban:
– Melapor kepada PDAM untuk membantu menyediakan air bersih
– Puskesmas harus menyediakan profil tank atau bak penampungan air
– Membeli air bersih untuk penyediaannya
– Membuat penampungan air hujan
– Jika memungkinkan membuat filtrasi air

BAGIAN D
1. Bagaimana monitoring K1, K2, K3, K4 di PKM Hamadi
Jawaban:
FUNGSI PEMERIKSAAN K1- K4
Tujuan Pelayanan Antenatal
1. Menjaga agar ibu sehat selama masa kehamilan, persalinan dan nifas serta
mengusahakan bayi yang dilahirkan sehat.
2. Memantau kemungkinan adanya risiko-risiko kehamilan, dan merencanakan
penatalaksanaan yang optimal terhadap kehamilan risiko tinggi.
3. Menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal.
           

A. Jadwal kunjungan asuhan antenatal


Dalam bahasa program kesehatan ibu dan anak, kunjungan antenatal ini diberi kode
angka K yang merupakan singkatan dari kunjungan. Pemeriksaan antenatal yang lengkap
adalah K1, K2, K3 dan K4. Hal ini berarti, minimal dilakukan sekali kunjungan antenatal
hingga usia kehamilan 28 minggu, sekali kunjungan antenatal selama kehamilan 28-36
minggu dan sebanyak dua kali kunjungan antenatal pada usia kehamilan diatas 36
minggu.
Selama melakukan kunjungan untuk asuhan antenatal, para ibu hamil akan mendapatkan
serangkaian pelayanan yang terkait dengan upaya memastikan ada tidaknya kehamilan
dan penelusuran berbagai kemungkinan adanya penyulit atau gangguan kesehatan selama
kehamilan yang mungkin dapat mengganggu kualitas dan luaran kehamilan. Identifikasi
kehamilan diperoleh melalui pengenalan perubahan anatomi dan fisiologi kehamilan
seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Bila diperlukan, dapat dilakukan uji hormonal
kehamilan dengan menggunakan berbagai metoda yang tersedia.
Ada 6 alasan penting untuk mendapatkan asuhan antenatal, yaitu:
1. Membangun rasa saling percaya antara klien dan petugas kesehatan
2. Mengupayakan terwujudnya kondisi terbaik bagi ibu dan bayi yang dikandungnya
3. Memperoleh informasi dasar tentang kesehatan ibu dan kehamilannya
4. Mengidentifikasi dan menatalaksana kehamilan risiko tinggi
5. Memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan dalam menjaga kualitas
kehamilan
6. Menghindarkan gangguan kesehatan selama kehamilan yang akan membahayakan
keselamatan ibu hamil dan bayi yang dikandungnya.

Perencanaan
Jadwal pemeriksaan (usia kehamilan dari hari pertama haid terakhir) :
 sampai 28 minggu    : 4 minggu sekali
 28 – 36 minggu        : 2 minggu sekali
 di atas 36 minggu     : 1 minggu sekali
KECUALI jika ditemukan kelainan / faktor risiko yang memerlukan penatalaksanaan medik
lain, pemeriksaan harus lebih sering dan intensif.

KUNJUNGAN / PEMERIKSAAN PERTAMA ANTENATAL CARE


1. Menentukan diagnosis ada/tidaknya kehamilan
2. Menentukan usia kehamilan dan perkiraan persalinan
3. Menentukan status kesehatan ibu dan janin
4. Menentukan kehamilan normal atau abnormal, serta ada/ tidaknya faktor risiko
kehamilan
5. Menentukan rencana pemeriksaan/penatalaksanaan selanjutnya

Tujuan kunjungan K1
K1 Kehamilan adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan petugas kesehatan
untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan seorang ibu hamil sesuai standar pada Trimester
pertama kehamilan, dimana usia kehamilan 1 sampai 12 minggu dengan jumlah kunjungan
minimal satu kali. Meliputi :
1. Identitas/biodata
2. Riwayat kehamilan
3. Riwayat kebidanan
4. Riwayat kesehatan
5. Pemeriksaan kehamilan
6. Pelayanan kesehatan
7. Penyuluhan dan konsultasi serta mendapatkan pelayanan 7T yaitu :
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2. Ukur Tekanan Darah
3. Skrinning status imunisasi Tetanus dan berikan Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) bila
diperlukan
4. Ukur tinggi fundus uteri
5. Pemberian Tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan
6. Test Laboratorium (rutin dan Khusus)
7. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
Atau yang terbaru 10T yaitu dengan menambahkan 7T tadi dengan:
8. Nilai status Gizi (ukur lingkar lengan atas)
9. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
10. Tata laksana kasus. 
Cakupan K1 yang rendah berdampak pada rendahnya deteksi dini kehamilan berisiko, yang
kemudian mempengaruhi tingginya AKB dan AKI.
Tujuan K1:
 Menjalin hubungan saling percaya antara petugas kesehatan dan klien
 Mendeteksi komplikasi-komplikasi/masalah yang dapat diobati sebelum
mengancam  jiwa ibu
 Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum, anemia karena kekurangan
Fe atau penggunaan praktek tradisional yang merugikan
 Memulai mempersiapkan kelahiran dan memberikan pendidikan. Asuhan itu penting
untuk menjamin bahwa proses alamiah dari kalahiran berjalan normal dan tetap demikian
seterusnya.
 Mendorong perilaku yang sehat (gizi, latihan dan kebersihan, istirahat dan sebagainya)
bertujuan untuk mendeteksi dan mewaspadai.
 Memfasilitasi hasil yang sehat dan positif bagi ibu maupun bayinya dengan jalan
menegakkan hubungan kepercayaan dengan ibu
 Mengidentifikasi faktor risiko dengan mendapatkan riwayat detail kebidanan masa lalu
dan sekarang, riwayat obstetrik, medis, dan pribadi serta keluarga.
 Memberi kesempatan pada ibu dan keluarganya mengekspresikan dan mendiskusikan
adanya kekhawatiran tentang kehamilan saat ini dan kehilangan kehamilan yang lalu,
persalinan, kelahiran atau puerperium.
K1 ini mempunyai peranan penting dalam program kesehatan ibu dan anak yaitu
sebagai indikator pemantauan yang dipergunakan untuk mengetahui jangkauan
pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat
(Depkes RI, 2001).

Tujuan Kunjungan K2
K2 adalah kunjungan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya pada trimester II (usia
kehamilan 12 – 28 minggu) dan mendapatkan pelayanan 7T atau 10T setelah melewati K1.
Tujuan K2 :
 Menjalin hubungan saling percaya antara petugas kesehatan dan klien
 Mendeteksi komplikasi-komplikasi yang dapat mengancam jiwa
 Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum, anemia karena (-) Fe atau
penggunaan praktek tradisional yang merugikan
 Memulai mempersiapkan kelahiran dan memberikan pendidikan. Asuhan itu penting
untuk menjamin bahwa proses alamiah dari kalahiran berjalan normal dan tetap demikian
seterusnya
 Mendorong perilaku yang sehat (gizi, latihan dan kebersihan, istirahat dan sebagainya)
bertujuan untuk mendeteksi dan mewaspadai.
 Kewaspadaan khusus mengenai PIH (Hipertensi dalam kehamilan), tanyakan gejala,
pantau TD (tekanan darah), kaji adanya edema dan protein uria.
 Pengenalan koplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
 Penapisan pre-eklamsia, gameli, infeksi, alat rerproduksi dan saluran perkemihan.
 Mengulang perencanaan persalinan.

Tujuan Kunjungan K3 dan K4


K3 dan K4 adalah kunjungan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya pada
trimester III (28-36 minggu dan sesudah minggu ke-36) dua kali kunjungan.
akhir) dan mendapatkan pelayanan 7T setelah melewati K1 dan K2.
Tujuan K4
 Sama dengan kunjungan I dan II
 Palpasi abdomen
 Mengenali adanya kelainan letak dan persentase yang memerlukan kehahiran RS.
 Memantapkan persalinan Mengenali tanda-tanda persalinan.

2. Faktor yang mempengaruhi ANC


Jawaban:
Kunjungan ANC oleh ibu hamil dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pembagian faktor yang
memengaruhi perilaku seseorang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan berdasarkan
teori Lawrence Green (1984), yaitu berasal dari faktor perilaku (behavior cause) dan faktor di
luar perilaku (non-behavior causes). Sedangkan dalam pembagian menurut konsep dan
perilaku seseorang seperti yang dikemukakan oleh Green meliputi faktor predisposisi
(predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor), dan faktor penguat (reinforcing
factor).
Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah terjadinya perubahan perilaku
seseorang. Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,
tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem
nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.
Faktor predisposisi yang memengaruhi kepatuhan ibu hamil dalam melakukan kunjungan
ANC mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Usia
Usia memengaruhi pola pikir seseorang. Ibu dengan usia produktif (20-35 tahun) dapat
berfikir lebih rasional dibandingkan dengan ibu dengan usia yang lebih muda atau terlalu
tua. Sehingga ibu dengan usia produktif memiliki motivasi lebih dalam memeriksakan
kehamilannya.
b. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang menentukan seberapa besar pengetahuan yang
dimilikinya. Ibu hamil yang berpendidikan memiliki pemahaman yang lebih mengenai
masalah kesehatan sehingga mempengaruhi sikap mereka terhadap kehamilannya sendiri
maupun pemenuhan gizinya selama hamil.
c. Status pekerjaan
Ibu hamil yang bekerja dengan aktivitas tinggi dan padat lebih memilih untuk
mementingkan karirnya dibandingkan dengan kesehatannya sendiri, sehingga sulit untuk
patuh dalam melakukan kunjungan ANC dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang
memiliki waktu yang lebih luang untuk dapat mengatur dan menjadwalkan kunjungan
ANC secara optimal.
d. Paritas ibu hamil
Paritas adalah banyaknya jumlah kelahiran hidup yang dialami oleh seorang wanita. Ibu
dengan jumlah paritas yang tinggi tidak terlalu khawatir dengan kehamilannya lagi
sehingga menurunkan angka kunjungannya, sedangkan ibu dengan kehamilan pertama
merasa ANC merupakan sesuatu yang baru sehingga ibu memiliki motivasi yang lebih
tinggi dalam pelaksanaannya.
e. Jarak kehamilan
Semakin tinggi resiko terjadi komplikasi akan meningkatkan motivasi ibu hamil untuk
melakukan pemeriksaan. Jarak kehamilan yang dekat dapat meningkatkan resiko
terjadinya komplikasi pada ibu hamil sehingga hal ini semakin meningkatkan frekuensi
kunjungan antenatalnya.
f. Pengetahuan ibu hamil
Sebagai indikator seseorang dalam melakukan suatu tindakan, pengetahuan merupakan
faktor penting yang memengaruhi motivasi ibu hamil untuk melakukan kunjungan ANC.
Bagi ibu dengan pengetahuan yang tinggi mengenai kesehatan kehamilan menganggap
kunjungan ANC bukan sekedar untuk memenuhi kewajiban, melainkan menjadi sebuah
kebutuhan untuk kehamilannya.

g. Sikap ibu hamil


Sikap ibu hamil terhadap layanan pemeriksaan kehamilan memengaruhi kepatuhannya
dalam melakukan kunjungan ANC. Sikap yang positif atau respon yang baik
mencerminkan kepeduliannya terhadap kesehatan diri dan janinnya sehingga dapat
meningkatkan angka kunjunan. Sedangkan, sikap yang negatif membuat ibu hamil
kehilangan motivasinya untuk melakukan kunjungan.
Faktor pemungkin adalah faktor yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor ini
mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat
seperti, rumah sakit, poliklinik, posyandu, dokter atau bidan praktik swasta. Faktor
pemungkin yang memengaruhi kepatuhan ibu hamil dalam melakukan kunjungan ANC
mencakup hal-hal berikut :
a. Jarak tempat tinggal
Semakin jauh jarak fasilitas kesehatan dari tinggal ibu hamil serta semakin sulit akses
menuju ke fasilitas kesehatan akan menurunkan motivasi ibu hamil untuk melakukan
kunjungan ANC. Jauhnya jarak akan membuat ibu berfikir dua kali untuk
melakukan kunjungan karena akan memakan banyak tenaga dan waktu setiap
melakukan kunjungan. Ibu yang tidak menggunakan transportasi dan harus berjalan
kaki menuju ke tempat pelayanan kesehatan mayoritas memiliki angka kunjungan
kurang dari 4 kali selama masa kehamilan.
b. Penghasilan keluarga
Ibu hamil dengan penghasilan keluarga yang rendah lebih memprioritaskan
pemenuhan kebutuhan pokok untuk keluarganya sehingga hal lain menjadi
terabaikan, termasuk kesehatan kehamilannya. Sehingga, semakin rendah
penghasilan keluarga maka semakin rendah angka kunjungan ibu ke fasilitas
pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kehamilannya.
c. Media informasi
Media informasi yang mencakup informasi mengenai pentingnya pelayanan antenatal
pada ibu hamil dapat meningkatkan pengetahuan dan motivasi ibu dalam melakukan
kunjungan. Edukasi melalui media biasanya menjadi salah satu cara yang dilakukan
oleh pemerintah untuk mengubah perilaku masyarakat dengan tingkat pendidikan
dan pengetahuan yang rendah. Media yang digunakan dapat berupa media cetak,
seperti leaflet, poster, koran, majalah, dan lain-lain ataupun media elektronik seperti
televisi, internet, dan lain-lain.
Sedangkan, faktor penguat adalah faktor yang mendorong atau memperkuat
terjadinya perilaku kesehatan. Faktor ini mencakup faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat, tokoh agama dan para petugas kesehatan. Faktor penguat yang
memengaruhi kepatuhan ibu hamil dalam melakukan kunjungan ANC mencakup :
a. Dukungan suami
Sebagai calon seorang ayah, sikap suami terhadap ibu hamil, yang dalam hal ini
adalah istrinya, sangat menentukan rasa sayangnya terhadap kesehatan istri dan
calon anaknya. Melalui dukungan suami yang baik sebagai pendamping terdekat
ibu, semakin tinggi dorongan yang didapatkan ibu hamil untuk menjaga
kehamilannya, sehingga ibu termotivasi untuk melakukan kunjungan ANC.
b. Dukungan keluarga
Dukan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap
anggota keluarganya.15 Sebagai lingkungan yang terdekat dengan ibu hamil,
dukungan dari keluarga memegang peranan penting dalam memengaruhi
psikologi dan motivasi ibu dalam melakukan perilaku kesehatan. Dengan
dukungan yang baik dari keluarga, ibu akan lebih memperhatikan kesehatan diri
dan janinnya, yaitu dengan secara rutin berkunjung ke fasilitas pelayanan
kesehatan untuk melakukan ANC. Dukungan dari keluarga dapat berupa bantuan,
perhatian, penghargaan, atau dalam bentuk kepedulian terhadap ibu hamil.
c. Faktor petugas kesehatan
Sikap petugas kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan memengaruhi frekuensi
kunjungan ANC ibu hamil. Semakin baik sikap petugas kesehatan maka semakin
sering pula seorang ibu hamil menginjungi fasilitas kesehatan untuk
memeriksakan kehamilannya.12 Belum meratanya petugas kesehatan yang ada di
daerah terpencil juga dapat menurunkan akses ibu hamil untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan.

3. Suplemen yang diberikan melalui kerja sama dengan gizi keluarga


Jawaban:
Beri ibu 60 mg zat besi elemental segera setelah mual/muntah berkurang, dan 400 μg asam
folat 1x/hari sesegera mungkin selama kehamilan.
• Catatan: 60 mg besi elemental setara 320 mg sulfas ferosus.
• Efek samping yang umum dari zat besi adalah gangguan saluran cerna (mual, muntah,
diare, konstipasi).
• Tablet zat besi sebaiknya tidak diminum bersama dengan teh atau kopi karena
mengganggu penyerapan.
• Jika memungkinkan, idealnya asam folat sudah mulai diberikan sejak 2 bulan sebelum
hamil (saat perencanaan kehamilan).
- Di area dengan asupan kalsium rendah, suplementasi kalsium 1,5 - 2 g / hari dianjurkan
untuk pencegahan preeklampsia bagi semua ibu hamil, terutama yang memiliki risiko
tinggi (riwayat preeklampsia di kehamilan sebelumnya, diabetes, hipertensi kronik,
penyakit ginjal, penyakit autoimun, atau kehamilan ganda).

4. Bagaimana menurunkan/mencegah komplikasi pada ANC yang datang?


Jawaban:
Untuk menghindari risiko komplikasi pada kehamilan dan persalinan, anjurkan setiap ibu
hamil untuk melakukan kunjungan antenatalkomprehensif yang berkualitas minimal 4 kali,
termasuk minimal 1kali kunjungan diantar suami/pasangan atau anggota keluarga,
sebagaiberikut
Tabel. Kunjungan pemeriksaan antenatal
Trimester Jumlah kunjungan minimal Waktu kunjungan yang
dianjurkan
I 1x Sebelum minggu ke 16

II 1x Antara minggu ke 24-28

III 2x Antara minggu 30-32


Antara minggu 36-38

 Selain itu, anjurkan ibu untuk memeriksakan diri ke dokter setidaknya 1kali untuk
deteksi kelainan medis secara umum.
 Untuk memantau kehamilan ibu, gunakan buku KIA. Buku diisi setiapkali ibu
melakukan kunjungan antenatal, lalu berikan kepada ibu untukdisimpan dan dibawa
kembali pada kunjungan berikutnya.
 Berikan informasi mengenai perencanaan persalinan dan pencegahankomplikasi (P4K)
kepada ibu.
 Anjurkan ibu mengikuti Kelas Ibu

MEMBERIKAN SUPLEMEN DAN PENCEGAHAN PENYAKIT


 Beri ibu 60 mg zat besi elemental segera setelah mual/muntah berkurang,dan 400 μg
asam folat 1x/hari sesegera mungkin selama kehamilan.
o Catatan: 60 mg besi elemental setara 320 mg sulfas ferosus.
o Efek samping yang umum dari zat besi adalah gangguan saluran
cerna (mual, muntah, diare, konstipasi)
o Tablet zat besi sebaiknya tidak diminum bersama dengan teh atau kopi karena
mengganggu penyerapan.
o Jika memungkinkan, idealnya asam folat sudah mulai diberikan sejak 2 bulan
sebelum hamil (saat perencanaan kehamilan).
 Di area dengan asupan kalsium rendah, suplementasi kalsium 1,5-2 g/ hari dianjurkan
untuk pencegahan preeklampsia bagi semua ibu hamil, terutama yang memiliki risiko
tinggi (riwayat preeklampsia di kehamilan sebelumnya, diabetes, hipertensi kronik,
penyakit ginjal, penyakit autoimun, atau kehamilan ganda).
 Pemberian 75 mg aspirin tiap hari dianjurkan untuk pencegahan preeklampsia bagi
ibu dengan risiko tinggi, dimulai dari usia kehamilan 20 minggu.
 Beri ibu vaksin tetanus toksoid (TT) sesuai status imunisasinya. Pemberian imunisasi
pada wanita usia subur atau ibu hamil harus didahului dengan skrining untuk
mengetahui jumlah dosis (dan status) imunisasi tetanus toksoid (TT) yang telah
diperoleh selama hidupnya. Pemberian imunisasi TT tidak mempunyai interval
(selang waktu) maksimal, hanya terdapat interval minimal antar dosis TT.
o Jika ibu belum pernah imunisasi atau status imunisasinya tidak diketahui,
berikan dosis vaksin (0,5 ml IM di lengan atas) sesuai tabel berikut.
Tabel 2.3. Pemberian vaksin TT untuk ibu yang belum pernah imunisasi (DPT/TT/Td)
atau tidak tahu status imunisasinya
Pemberian Selang Waktu Minimal

TT1 Saat kunjungan pertama (sedini mungkin pada


kehamilan)
TT2 TT2 4 minggu setelah TT1 (pada kehamilan)

TT3 TT3 6 bulan setelah TT2 (pada kehamilan, jika


selang waktu minimal terpenuhi)
TT4 TT4 1 tahun setelah TT3

TT5 TT5 1 tahun setelah TT4

Jangan lupa untuk ingatkan ibu untuk melengkapi imunisasinya hingga TT5 sesuai jadwal (tidak perlu menunggu sampai
kehamilan berikutnya)

o Dosis booster mungkin diperlukan pada ibu yang sudah pernah diimunisasi. Pemberian
dosis booster 0,5 ml IM disesuaikan dengan jumlah vaksinasi yang pernah diterima
sebelumnya seperti pada tabel berikut:

Tabel 2.4. Pemberian vaksin tetanus untuk ibu yang sudah pernah diimunisasi
(DPT/TT/Td)
Pernah Pemberian dan selang waktu minimal

1 kali TT2, 4 minggu setelah TT1 (pada kehamilan)

2 kali TT3, 6 bulan setelah TT2 (pada kehamilan, jika selang


waktu minimal terpenuhi)
3 kali TT4, 1 tahun setelah TT3

4 kali TT5, 1 tahun setelah TT4

5 kali Tidak perlu lagi

Vaksin TT adalah vaksin yang aman dan tidak mempunyai kontra indikasi dalam pemberiannya. Meskipun demikian
imunisasi TT jangan diberikan pada ibu dengan riwayat reaksi berat terhadap imunisasi TT pada masa lalunya (contoh:
kejang, koma, demam >400C, nyeri/bengkak ekstensif di lokasi bekas suntikan). Ibu dengan panas tinggi dan sakit berat
dapat diimunisasi segera setelah sembuh. Selalu sedia KIPI Kit (ADS 1ml, epinefrin 1:1000 dan infus set (NaCl 0.9% jarum
infus, jarum suntik 23 G.

BAGIAN E
1. Bagaimana memutuskan rantai penularan TB di PUSKESMAS.
Jawaban:
1. Memutus rantai penularan TB di Puskesmas :
 Edukasi secara door to door ke rumah penderita TB disertai dengan pemberian
masker, makanan tambahan dan poster pencegahan penularan TB melalui Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
 Penyuluh kesehatan tentang bagaimana mencegah penularan penyakit TB.
Kegiatan penyuluhan diawali dengan koordinasi dengan pihak Puskesmas Bambu
Apus didampingi kader komunitas. Kegiatan selanjutnya dilakukan dengan
mendatangi rumah pasien TB (door to door). Media penyuluhan berupa leaflet dan
poster yang dibagikan kepada masing-masing keluarga beserta pemberian makanan
tambahan serta masker. Poster berisi tentang ajakan untuk mencegah penularan
penyakit TB dengan cara penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang
meliputi :
1. Makan-makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh
2. Mendapatkan suntikan vaksin BCG bagi anak usia dibawah 5 tahun untuk
menghindari TB berat (Meningitis dan Miler)
3. Membuka jendela agar rumah mendapatkan sinar matahari dan udara segar
4. Menjemur alas tidur agar tidak lembab
5. Olahraga teratur
6. Tidak merokok
 Sedangkan leaflet berisi tentang beberapa sub-topik edukatif terkait materi TB
antara lain:
1. Penyakit TB
2. Penularan penyakit TB
3. Gejala penyakit TB
4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga
5. Cara pencegahan TB melalui PHBS. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ifroh
et al., (2019) bahwa penggunaan media komunikasi, informasi dan edukasi
berupa leaflet sangat bermanfaat dalam pelaksanaan edukasi kepada
masyarakat. Kumpulan gambar berdasarkan kehidupan sehari- hari dapat
meningkatkan sikap dan kesadaran mengenai peristiwa atau kejadian yang
mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat.
 Pre-test dan post-test sebagai bahan evaluasi dilakukan dengan metode self-
assessment, peserta menjawab sendiri kueisoner dengan panduan instruktur dari
kader. Penyampaian materi dilakukan personal dengan keluarga ataupun penderita
TB, namun tidak semua anggota keluarga dapat hadir dikarenakan ada yang sedang
bekerja. Kemudian setelah penyampaian materi dilakukan post-test untuk mengetahui
seberapa jauh pemahaman responden tentang penyakit TB dan cara pencegahannya.
Hasil pre-post-test menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan responden
dari sebelum diberikan penyuluhan dan dengan setelah diberikan penyuluhan seperti
yang dijelaskan pada Tabel 3.
Jumlah Jawaban Responden yang
Kategori pertanyaan pertanyaan Benar
(rata-rata)
Pre-test Post-test
Pengetahuan penyakit TB 7 3 5
(42,8%) (71,4%)
Penularan penyakit TB 7 3 5
(42,8%) (71,4%)
Pengobatan penyakit TB 5 3 (60%) 4 (80%)
Pencegahan TB dengan PHBS 6 4 6 (100%)
(66,7%)

Kegiatan ini cukup efektif dalam peningkatan pengetahuan penyakit TB (71,4%),


mekanisme penularan penyakit TB (71,4%), pengobatan penyakit TB (80%) dan cara
pencegahan TB dengan PHBS (100%) dengan rata-rata total peningkatan pengetahuan
sebesar 80,7%. Pemberian penyuluhan dengan menggunakan media booklet efektif
untuk meningkatkan pengetahuan. Edukasi terus menerus dapat membentuk sikap dan
perilaku hygiene personal yang positif terkait pencegahan penularan penyakit TB
antar anggota keluarga.
2. Pengobatan TB di Puskesmas.
Jawaban :
 Tujuan Pengobatan :
1. Menyembuhkan, mengembalikan kualitas hidup dan produktifitas pasien
2. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
3. Mencegah kekambuhan TB
4. Mengurangi penularan TB kepada orang lain
5. Mencegah terjadinya resistensi obat dan penularannya
 Prinsip Pengobatan
1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) harus diberikan dalam bentuk kombinasi dari
beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan
kategori pengobatan. Hindari penggunaan monoterapi.
2. Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tepat (KDT) / Fixed Dose Combination
(FDC) akan lebih menguntungkan dan dianjurkan.
3. Obat ditelan sekaligus (single dose) dalam keadaan perut kosong.
4. Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis mengemban tanggung
jawab kesehatan masyarakat.
5. Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV) yang belum pernah
diobati harus diberi panduan obat lini pertama.
6. Untuk menjamin kepatuhan pasien berobat hingga selesai, diperlukan suatu
pendekatan yang berpihak kepada pasien (patient centered approach) dan
dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed
Treatment) oleh seorang pengawas menelan obat
7. Semua pasien harus dimonitor respons pengobatannya. Indikator penilaian
terbaik adalah pemeriksaan dahak berkala yaitu pada akhir tahap awal, bulan
ke-5 dan akhir pengobatan.
8. Rekaman tertulis tentang pengobatan, respons bakteriologis dan efek samping
harus tercatat dan tersimpan.
Panduan OAT lini pertama yang digunakan oleh Program Nasional :
1. Kategori 1 : 2RHZE/4H3R3
Artinya pengobatan tahap awal selama 2 bulan diberikan tiap hari dan tahap
lanjutan selama 4 bulan diberikan 3 kali dalam seminggu. Jadi lama pengobatan
seluruhnya 6 bulan.
2. Kategori 2 : 2RHZES/RHZE/5H3R3E3
Diberikan pada TB paru pengobatan ulang (TB kambuh, gagal pengobatan, putus
berobat/default). Pada kategori 2, tahap awal pengobatan selama 3 bulan terdiri
dari 2 bulan RHZE ditambah suntikan Streptomisin, dan 1 bulan RHZE.
Pengobatan tahap awal diberikan setiap hari. Tahap lanjutan diberikan HRE
selama 5 bulan, 3 kali seminggu. Jadi lama pengobatan 8 bulan.
3. OAT sisipan
Apabila pemeriksaan dahak masih positif (belum konversi) pada akhir pengobatan
tahap awal kategori 1 maupun kategori 2, maka diberikan pengobatan sisipan
selama 1 bulan dengan RHZE.
 Konseling dan edukasi
1. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit
tuberkulosis.
2. Pengawasan ketaatan minum obat dan kontrol secara teratur
3. Pola hidup sehat dan sanitasi lingkungan
3. Kapan pasien TB dirujuk.
Jawaban :
Kriteria rujukan :
1. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (+) tapi tidak menunjukkan perbaikan setelah
pengobatan dalam jangka waktu tertentu.
2. Pasien dengan sputum BTA (-), klinis (-/meragukan).
3. Pasien dengan sputum BTA tetap (+) setelah jangka waktu tertentu.
4. TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid)
5. Suspek TB-MDR harus dirujuk ke pusat rujukan TB-MDR

4. Bagaimana penanganan pasien dengan gizi buruk dan gizi kurang di puskesmas?
Jawaban :
Berdasarkan klasifikasi WHO, kurang gizi akut dibagi menjadi:
1. Balita gizi kurang adalah balita dengan indeks BB/PB atau BB/TB pada -3 SD sampai
kurang dari -2 SD, atau dengan pengukuran LiLA berada di antara 11,5 cm sampai
kurang dari 12,5 cm (usia 6-59 bulan).
2. Balita gizi buruk adalah balita dengan indeks BB/PB (atau BB/TB) kurang dari -3 SD
atau dengan pengukuran LiLA < 11,5 cm (usia 6 – 59 bulan) atau adanya pitting
edema bilateral minimal pada kedua punggung kaki yaitu bila daerah edema ditekan
akan menyebabkan lekukan dan secara perlahan akan kembali ke kondisi awal.
Sepuluh langkah tata laksana gizi buruk di layanan rawat jalan
terdiri dari 4 fase perawatan dan pengobatan yaitu fase stabilisasi, transisi, rehabilitasi, dan
tindak lanjut. Tindakan pengobatan dan perawatan anak gizi buruk dikenal dengan 10
(sepuluh) langkah, namun dalam penerapannya sesuai dengan fase dan langkah seperti Bagan
di bawah ini, tetapi beberapa langkah dapat dilakukan dalam waktu yang bersamaan,
tergantung dari kondisi klinis yang ditemukan.
Jadwal Pengobatan sesuai Fase:

Prosedur kerja tatalaksana gizi buruk secara garis besar dibagi menjadi tiga kegiatan meliputi
penentuan status gizi, intervensi, dan pelaporan.
1. Penentuan status gizi
Penentuan status gizi dilakukan dengan dua cara yaitu, secara klinis antropometri,
laboratorium, dan anamnese riwayat gizi. Secara klinis antara lain dengan mendeteksi
hipotermia, hipoglikemia, dehidrasi, dan infeksi. Mekanisme pelaksanaan dilakukan pada
setiap pasien baru dan dimonitor setiap hari. Secara antropometri dilakukan dengan
prngukuran berat badan dan tinggi badan. Prosedur laboratorium dapat diambil sediaan
glukosa darah, haemoglobine, urine, atau faces. Sedangkan anamneses riwayat gizi
dilakukan dengan wawancara.
2. Intervensi
Intervensi gizi buruk dilakukan secara klinis maupun dengan diet. Secara klinis terutama
untuk mengatasi hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi dan infeksi. Sedangkan mekanisme
intervensi diet dilakukan dengan memberikan rujukan ke puskesmas, menejemen
prescriptdiet kedalam jumlah dan jenis bahan makanan, pemantauan status gizi,
pemberian diet, persiapan pulang, serta penyuluhan gizi untuk di rumah.
3. Pelaporan
Mekanisme pelaporan meliputi jenis item perkembangan, perkembangan fisik,
laboratorium, antropometri, serta asupan makanan.

5. Bagaimana program pencegahan yang dibuat di puskesmas agar tidak terjadi kasus
gizi buruk atau gizi kurang.
Jawaban :
Pelaksanaan upaya pencegahan gizi buruk dibagi dalam tiga tahap meliputi rencana jangka
pendek untuk tanggap darurat dengan menerapkan prosedur tatalaksana penanggulangan gizi
buruk dengan melaksanakan sistem kewaspadaan dini secara intensif melalui pelacakan kasus
dan penemuan kasus baru kemudian ditangani di puskesmas dan di rumah sakit. Kemudian
tahap pencegahan terhadap peningkatan status dengan koordinasi lintas program dan lintas
sektor,memberikan bantuan pangan, memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI).
Sedangkan tahap ketiga pengobatan penyakit, penyediaan air bersih, memberikan penyuluhan
gizi dan kesehatan terutama peningkatan ASI eksklusif sejak lahir sampai 6 bulan dengan
meneruskan pemberian asi sampai usia dua tahun.

6. Penyakit-penyakit apa saja yang dapat dicegah dengan imunisasi termasuk yang
ada di puskesmas?
Jumlah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi sebenarnya sangat banyak. Dalam
praktiknya, imunisasi menggunakan vaksin-virus yang telah dilemahkan, dibunuh, atau
dimodifikasi (biasanya dari bagian-bagian bakteri/virus). Kemudian, vaksin akan dimasukkan
ke dalam tubuh Anda, baik dengan suntikan maupun oral (diminum).
Setelah itu, sistem kekebalan tubuh Anda akan bereaksi membentuk antibodi. Proses tersebut
serupa dengan reaksi tubuh saat mendapati ada bakteri atau virus. Antibodi lalu
membangun imunitas terhadap bakteri maupun virus membahayakan tersebut.
Tujuan imunisasi adalah mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan
menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan
menghilangkan penyakit tertentu di dunia.
Seperti yang telah disinggung, program imunisasi bertujuan untuk membasmi penyakit yang
sedang merebak di tengah penduduk daerah atau negara tertentu. Tak hanya itu, Anda juga
perlu mendapatkan imunisasi ulang pada waktu-waktu tertentu demi menjaga atau menaikkan
sistem kekebalan tubuh.
Berikut ini daftar penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
 hepatitis B;
 poliomyelitis;
 tuberkulosis;
 difteri;
 pertusis;
 tetanus;
 pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh Hemophilus Influenza tipe b (Hib);
7. Penyakit-penyakit apa saja yang dapat dicegah di Puskesmas ?
a. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
Salah satu upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit menular
adalah dengan pemberian imunisasi. Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I) diantaranya adalah Difteri, Pertusis, Tetanus, Tuberkulosis,
Campak, Poliomielitis, Hepatitis B, dan Hemofilus Influenza Tipe b (Hib).
b. Penyakit Menular Langsung
- HIV AIDS dan IMS Berbagai upaya telah dilakukan untuk menemukan ODHA
dan penderita IMS, diantaranya dengan memberikan pengobatan dan perawatan
untuk mencegah penularan kepada orang yang belum terinfeksi, mengedukasi
masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan kepedulian terhadap HIV
AIDS dan IMS dengan melakukan penyuluhan dan penyediaan (kondom) di
puskesmas untuk mencegah penularan.
- TB (Tuberkulosis) merupakan salah satu penyebab utama kematian dimana
sebagian besar infeksi terjadi pada orang antara usia 15 dan 54 tahun yang
merupakan usia paling produktif, hal ini menyebabkan peningkatan beban sosial
dan keuangan bagi keluarga pasien. Permasalahan tersebut memacu Kementerian
Kesehatan untuk terus melakukan intensifikasi, akselerasi, eketensifikasi dan
inovasi melalui Strategi Nasional Penanggulangan TB antara lain Peningkatan
Akses layanan TOSS (Temukan Obati Sampai Sembuh) -TB bermutu melalui
Peningkatan jejaring layanan TB (public-private mix), penemuan aktif berbasis
keluarga dan masyarakat, penemuan intensif melalui kolaborasi (TB-HIV, TB-
DM, PAL, TB-KIA, dll) dan investigasi kontak di Puskesmas.
- Hepatitis B yang disebabkan oleh virus hepatitis B dapat dicegah dengan
imunisasi (baik aktif maupun pasif). Pada tahap awal infeksi, sebagian besar
hepatitis B tidak bergejala sehingga sesorang yang terinfeksi hepatitis B tidak
mengetahui dirinya sudah terinfeksi. Dalam hal pengendalian Hepatitis maka
strategi utama adalah melaksanakan upaya peningkatan pengetahuan dan
kepedulian, pencegahan secara komprehensif, pengamatan penyakit dan
pengendalian termasuk tatalaksana dan peningkatan akses layanan. Untuk itu
kegiatan deteksi dini hepatitis menjadi sangat penting untuk dapat memutus rantai
penularan (terutama dari ibu ke bayi) serta untuk mengetahui sedini 16 Rencana
Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi) mungkin seseorang terinfeksi hepatitis dan
tindak lanjut terapinya.
c. Penyakit Menular tidak Langsung
- Filariasis dan Kecacingan Penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah
(Soil Transmitted Helminthiasis/STH), masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di negaranegara beriklim tropis dan sub tropis, termasuk negara
Indonesia. Prevalensi kecacingan saat ini berkisar 20-86 % dengan rata-rata 30%.
Infeksi cacing perut ini dapat mempengaruhi status gizi, proses tumbuh kembang
dan merusak kemampuan kognitif pada anak yang terinfeksi. Kasus-kasus
malnutrisi, stunting, anemia bisa disebabkan oleh karena kecacingan. Upaya
pengendalian kecacingan dengan strategi pemberian obat cacing massal dilakukan
secara terintegrasi dengan Program Gizi melalui pemberian vitamin A pada anak
usia dini dan melalui Program UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) untuk anak usia
sekolah. 19 Rencana Aksi Program P2P 2015-2019. Filariasis (Penyakit Kaki
Gajah) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang
ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis)
dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap
berupa pembesaran kaki,l engan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-
laki. Hingga tahun 2013 terdapat 12.714 kasus kronis. WHO sudah menetapkan
Kesepakatan Global untuk mengeliminasi filariasis pada tahun 2020 (The Global
Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The
Year 2020). Indonesia melaksanakan eliminasi penyakit kaki gajah secara
bertahap yang telah dimulai sejak tahun 2002 di 5 kabupaten. Program eliminasi
dilaksanakan melalui pengobatan massal Pemberian Obat Massal Pencegahan
(POMP) flariasis dengan DEC dan albendazol setahun sekali selama 5 tahun di
lokasi yang endemis serta perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis
untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitaannya.
- DBD dan Malaria Dalam tiga dekade terakhir, penyakit DBD dan malaria
meningkat insidennya di berbagai belahan dunia terutama daerah tropis dan sub-
tropis, serta banyak ditemukan di wilayah urban dan semi-urban, termasuk di
Indonesia. Cara yang dapat dilakukan untuk upaya pencegahannya adalah melalui
upaya pengendalian nyamuk penular dengan pembagikan kelambu. Selain itu
dapat dilakukan penyuluhan 3M plus yaitu, menguras dan menutup tempat
penampungan air atau tempat yang terdapat genangan air dan memanfaatkan atau
mendaur ulang sampah sehingga tidak ada tempat perkembangbiakan nyamuk.

8. Bagaimana menilai keberhasilan Program Imunisasi ?


Indikator yang diukur untuk menilai keberhasilan pelaksanaan Imunisasi adalah Universal
Child Immunization atau yang biasa disingkat UCI. UCI adalah gambaran suatu
desa/kelurahan dimana ≥ 80% dari jumlah bayi (0- 11bulan) yang ada di desa/kelurahan
tersebut sudah mendapat imunisasi dasar lengkap. Pencapaian Universal Child Immunization
(UCI) pada dasarnya merupakan proksi terhadap cakupan atas imunisasi dasar secara lengkap
pada bayi (0-11 bulan). Idealnya, seorang anak endapatkan seluruh imunisasi dasar sesuai
umurnya, sehingga kekebalan tubuh terhadap penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi dapat optimal.
Rumus:
BAGIAN F
1. Bagaimana Layanan pasien BPJS atau Non BPJS di Puskesmas.
Jawaban:
Layanan Pasien BPJS di Puskesmas
1. Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
Pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan kesehatan non spesialistik
yang mencakup:
a. Administrasi pelayanan
Administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk
berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke fasilitas kesehatan lanjutan
untuk penyakit yang tidak dapat ditangani di fasilitas kesehatan tingkat pertama
b. Pelayanan promotif dan preventif
1) kegiatan penyuluhan kesehatan perorangan; Penyuluhan kesehatan perorangan
meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko
penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
2) imunisasi dasar; Pelayanan imunisasi dasar meliputi Baccile Calmett Guerin
(BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis-B (DPTHB), Polio, dan
Campak.
3) keluarga berencana;
 Pelayanan keluarga berencana meliputi konseling, kontrasepsi dasar,
vasektomi dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi
keluarga berencana.
 Penyediaan dan distribusi vaksin dan alat kontrasepsi dasar menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
 BPJS Kesehatan hanya membiayai jasa pelayanan pemberian vaksin dan
alat kontrasepsi dasar yang sudah termasuk dalam kapitasi, kecuali untuk
jasa pelayanan pemasangan IUD/Implan dan Suntik di daerah perifer.
c. Pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis;
d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif;
e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
f. Transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis di fasilitas kesehatan tingkat
pertama dapat dilakukan pada kasus:
1) Kegawatdaruratan maternal dalam proses persalinan
2) Kegawatdaruratan lain untuk kepentingan keselamatan pasien
g. Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pratama; dan
h. Rawat Inap Tingkat Pertama
Cakupan pelayanan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan cakupan pelayanan
rawat jalan tingkat pertama dengan tambahan akomodasi bagi pasien sesuai
indikasi medis.
2. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, meliputi pelayanan kesehatan rawat
jalan dan rawat inap, yang mencakup:
a. Administrasi pelayanan;
b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan
subspesialis;
c. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non bedah sesuai dengan indikasi
medis;
d. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai;
e. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis;
f. Rehabilitasi medis;
g. Pelayanan darah;
h. Pelayanan kedokteran forensik klinik;
i. Pelayanan jenazah pada pasien yang meninggal setelah dirawat inap di fasilitas
kesehatan yang bekerjasama dengan bpjs kesehatan, berupa pemulasaran jenazah
tidak termasuk peti mati dan mobil jenazah;
j. Perawatan inap non intensif; dan
k. Perawatan inap di ruang intensif
3. Persalinan
Persalinan yang ditanggung BPJS Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
maupun Tingkat Lanjutan adalah persalinan sampai dengan anak ketiga tanpa melihat
anak hidup/ meninggal.
4. Pelayanan Gawat Darurat
Pelayanan gawat darurat yang dapat dijamin adalah sesuai dengan kriteria gawat
darurat yang berlaku, kriteria gawat darurat terlampir, cakupan pelayanan gawat
darurat sesuai dengan pelayanan rawat jalan dan rawat inap di fasilitas kesehatan
tingkat pertama
5. Ambulans
Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan satu ke
fasilitas kesehatan lainnya, dengan tujuan menyelamatkan nyawa pasien.
Pada dasarnya, alur pelayanan puskesmas bagi pemilik BPJS Kesehatan sama dengan pasien
umum (non-BPJS). Hanya saja, peserta BPJS wajib membawa kartu BPJS Kesehatan yang
masih berlaku selain kartu berobat puskesmas saat datang berkunjung, kemudian petugas
akan melakukan pengecekan keabsahan kartu peserta terlebih dahulu.Setelah mendapatkan
pelayanan kesehatan, peserta BPJS juga akan diminta menandatangani bukti pelayanan pada
lembar yang disediakan. Lembar bukti pelayanan ini sendiri disediakan oleh masing-masing
fasilitas kesehatan.

2. Bagaimana Layanan rujukan dari BPJS dari PUSKESMAS sampai ke RS


Jawaban :
1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan
medis, yaitu:
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke
fasilitas kesehatan tingkat kedua
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes primer.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas
rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier
hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya,
merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.
3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
a. Terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan
yang berlaku
b. Bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah
Daerah
c. Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; Untuk kasus yang sudah ditegakkan
rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan
lanjutan
d. Pertimbangan geografis
e. Pertimbangan ketersediaan fasilitas
4. Pelayanan oleh bidan dan perawat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan
kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi
pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat
dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi
dokter dan/atau dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama
5. Rujukan Parsial
c. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan
kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang
merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.
d. Rujukan parsial dapat berupa:
1) Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan
2) Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
e. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien
dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.
3. Apa saja layanan yang bisa memakai sitem rujukan?
Jawaban :
 Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.
 Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam
satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan
yang sifatnya sementara atau menetap.
 Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat
pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
 Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan
yang lebih tinggi dilakukan apabila:
a. pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
b. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan.
 Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan
yang lebih rendah dilakukan apabila :
a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan
yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;
b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik
dalam menangani pasien tersebut;
c. pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan
pelayanan jangka panjang; dan/atau
d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.

Anda mungkin juga menyukai