Disusun Oleh :
Audy P. Manginte
2019086016389
Pembimbing :
Dr. Paulina Watofa, Sp. RAD, MPH
KLINIK
Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelengarakan pelayanan kesehatan
perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik
Klinik menyelengarakan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif
Pemerintah daerah kabupaten/kota mengatur persebaran Klinik yang diselengarakan
masyarakat di wilayahnya dengan memperhatikan kebutuhan pelayanan berdasarkan rasio
jumlah penduduk
Bangunan Klinik harus bersifat permanen dan tidak bergabung fisik bangunannya dengan
tempat tingal perorangan.
Ketentuan tempat tingal perorangan tidak termasuk apartemen, rumah toko, rumah kantor,
rumah susun, dan bangunan yang sejenis.
Bangunan Klinik paling sedikit terdiri atas:
a. ruang pendaftaran/ruang tunggu;
b. ruang k onsultasi
c. ruang administrasi
d. ruang obat dan bahan habis pakai untuk klinik yang melaksanakan pelayananfarmasi
e. ruang tindakan
Klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan nonmedis yang memadai sesuai dengan
jenis pelayanan yang diberikan. Peralatan medis dan nonmedis sebagaimana harus memenuhi
standar mutu, keamanan, dan keselamatan. Peralatan medis yang digunakan di Klinik harus
diujidan dikalibrasi secara berkala oleh institusi pengujian fasilitas kesehatan yang
berwenang Pimpinan klinik pratama adalahseorang dokter atau dokter gigi. Pimpinan klinik
utama adalah seorang dokter spesialis atau dokter gigi.
b. Kesehatan Lingkungan
1) Pengertian
Berdasarkan teori Blum, lingkungan merupakan salah satu faktor yang pengaruhnya
paling besar terhadap status kesehatan masyarakat di samping faktor pelayanan
kesehatan, faktor genetik dan faktor prilaku. Bahaya potensial terhadap kesehatan
yang diakibatkan oleh lingkungan dapat bersifat fisik, kimia maupun biologi.
Sejalan dengan kebijaksanaan’Paradigma Sehat’ yang mengutamakan upaya-upaya
yang bersifat promotif, preventif dan protektif. Maka upaya kesehatan lingkungan
sangat penting.
Semua kegiatan kesehatan lingkungan yang dilakukan oleh para staf Puskesmas
akan berhasil baik apabila masyarakat berperan serta dalam pelaksanaannya harus
mengikut sertakan masyarakat sejak perencanaan sampai pemeliharaan.
2) Tujuan
Tujuan Umum
Kegiatan peningkatan kesehatan lingkungan bertujuan terwujudnya kualitas
lingkungan yang lebih sehat agar dapat melindungi masyarakat dari segala
kemungkinan resiko kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan bahaya
kesehatan menuju derajat kesehatan keluarga dan masyarakat yang lebih baik.
Tujuan Khusus
1. Meningkatkan mutu lingkungan yang dapat menjamin masyarakat mencapai
derajat kesehatan yang optimal.
2. Terwujudnya pemberdayaan masyarakat dan keikut sertaan sektor lain yang
bersangkutan, serta bertanggung jawab atas upaya peningkatan dan pelestarian
lingkungan hidup.
3. Terlaksananya peraturan perundangan tentang penyehatan lingkungan dan
permukiman yang berlaku.
4. Terselenggaranya pendidikan kesehatan guna menunjang kegiatan dalam
peningkatan kesehatan lingkungan dan pemukiman.
5. Terlaksananya pengawasan secara teratur pada sarana sanitasi perumahan,
kelompok masyarakat, tempat pembuatan/penjualan makanan, perusahaan dan
tempat-tempat umum.
3) Kegiatan
Kegiatan-kegiatan utama kesehatan lingkungan yang harus dilakukan Puskesmas
meliputi:
• Penyehatan air
• Penyehatan makanan dan minuman
• Pengawasan pembuangan kotoran mannusia
• Pengawasan dan pembuangan sampah dan limbah
• Penyehatan pemukiman
• Pengawasan sanitasi tempat umum
• Pengamanan polusi industri
• Pengamanan pestisida
• Klinik sanitasi
10. Sebutkan Tupoksi Puskesmas Sesuai Struktur Dalam Memenuhi Semua Aspek
Upaya Pelayanan Kesehatan!
Jawaban:
Sesuai dengan definisi, suatu yankes dikatakan puskesmas jika memiliki wilayah kerja,
dimana puskesmas didirikan untuk melayani sebuah kecamatan dan menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat di tingkat pertama yang lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif, yang membedakan puskesmas dengan yankes lain adalah puskesmas memiliki
wilayah kerja, memiliki 6 tugas pokok yang dijalankan.
Tugas Pokok Puskesmas: terdiri dari 6 tugas yaitu:
a. Pelayanan promosi kesehatan:
Penyuluhan kesehatan masyarakat (PKM), Sosialisasi program kesehatan, survey
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), penilaian strata posyandu
b. Pelayanan kesehatan lingkungan: Pengawasan kesehatan lingkungan berupa SPAL
(Saluran Pembuangan Air Limbah), SAMI-JAGA (Sumber Air minum - Jamban
keluarga), TTU (Tempat-tempat Umum), institusi perkantoran, dan Survey Jentik
Nyamuk (SJN).
c. Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak dan Keluarga Berencana: Antenatal Care (ANC),
Postnatal Care (PNC), pertolongan persalinan, rujukan ibu hamil resiko tinggi,
pelaynan neonatus, kemtraaan dukun bersalin, Menajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS).
d. Pelayanan gizi: Penimbangna bayi balita, pelacakan dan perawatan gizi buruk,
stimulasi dan deteksi dini tumbuh kembang anak, dan penyuluhan gizi.
e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit: Surveilens terpadu penyakit
(STP), pelacakan kasus seperti TBC, kusta, DBD, malaria, flu burung, infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA), diare, infeksi menular seksual (IMS), penyuluhan
penyakit menular.
f. Pelayanan pengobatan: Pengobatan dalam gedung seperti Poli Umum, Poli Gigi,
apotek, Unit Gawat Darurat (UGD), perawatan penyakit (rawat inap), pertolongan
persalinan (kebidanan); Pengobatan luar gedung seperti rujukan kasus dan
pelayanan Puskesmas Keliling (pusling).
Sebagaimana yang telah dicantumkan pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75
Tahun 2014 tentang Puskesmas. Fungsi Puskesmas disebutkan dalam Pasal 5, bahwa:
Dalam melaksanakan tugas puskesmas menyelenggarakan fungsi:
1. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
UKM adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran
keluarga, kelompok, dan masyarakat. Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama
meliputi:
– Pelayanan promosi kesehatan
– Pelayanan kesehatan lingkungan
– Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana
– Pelayanan gizi, dan
– Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
2. Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP)
UKP adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang
ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan. Tingkat
pertama meliputi:
– Rawat jalan
– Pelayanan gawat darurat
– Pelayanan satu hari (one day care)
– Home care
– Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.
Pada Pasal 8 juga disebutkan bahwa selain melaksanakan 2 fungsi tersebut diatas,
Puskesmas juga dapat berfungsi sebagai wahana pendidikan Tenaga Kesehatan.
BAGIAN C
1. Bagaimana Masalah Air Bersih di Puskesmas?
Jawaban:
Puskesmas merupakan pelayanan kesehatan masyarakat pedesaan yang sebenarnya
sangat membutuhkan air bersih untuk melayani masyarakat. Penyediaan air bersih kepada
masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan lingkungan atau
kesehatan masyarakat, yang memiliki peran dalam mengurangi jumlah orang dengan
penyakitnya, terutama penyakit yang berhubungan dengan air, dan berperan penting dalam
meningkatkan standar atau tingkat (kualitas) hidup. Sampai saat ini, penyediaan air bersih
bagi masyarakat masih dihadapkan pada beberapa masalah yang kompleks dan sampai
sekarang belum dapat sepenuhnya diatasi. Salah satu masalah yang kita hadapi saat
ini adalah masih rendahnya tingkat pelayanan air kepada masyarakat. Sehingga, hal itu akan
memiliki efek pada kesehatan manusia.
Pada sistem air bersih, penyediaan air harus dapat mencapai daerah distribusi dengan
debit, tekanan dan kuantitas yang cukup dengan kualitas air sesuai standar/ higienis. Oleh
karena itu perencanaan penyediaan air bersih harus dapat memenuhi jumlah yang cukup,
higienis, teknis yang optimal dan ekonomis. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002, bahwa air bersih yaitu air yang
dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan
air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum
apabila dimasak. Dalam perencanaan sistim penyediaan air bersih suatu bangunan, kebutuhan
air bersih tergantung dari fungsi kegunaan bangunan, jumlah peralatan saniter dan jumlah
penghuninya. Kebutuhan air bersih dapat dihitung dengan tiga cara yaitu, berdasarkan jumlah
penghuni, berdasarkan jenis dan jumlah alat plambing dan berdasarkan beban unit alat
plambing.
Schaffer dan Lamb (1974) mendefinisikan akses sebagai hubungan antara pengalokasian
layanan dengan mereka yang membutuhkan layanan tersebut. Pengalokasian layanan diatur
dan diberikan oleh pemberi layanan, dimana dalam konteks ini adalah pemerintah sebagai
pemberi layanan. Namun, ketika membicarakan akses terhadap air bersih dan sanitasi, ada
hal-hal lain dari sekedar pengadaan air bersih dan sanitasi tersebut secara fisik saja,
melainkan juga keadaan air maupun kemampuan masyarakat di wilayah itu sendiri dalam
mendapatkan air. Marganingrum, Santoso, Makhmuddin, & Rusydi (2011) menyebutkan ada
dua hal yang mempengaruhi upaya masyarakat dalam memperoleh air bersih, antara lain
ketersediaan air dan kemampuan mendapatkan air tersebut.
Marganingrum, Santoso, Makhmuddin, & Rusydi (2011) menyebutkan bahwa dalam
upaya memperoleh air bersih, terdapat dua faktor yang mempengaruhi, yakni ketersediaan air
dan kemampuan mendapatkan air. Faktor ketersediaan air didukung oleh adanya sumber dan
kelimpahan air bersih yang memenuhi syarat kualitas serta kondisi lingkungan yang baik
yang dapat menjaga kondisi dan ketersediaan air dengan baik. Dalam faktor ketersediaan air,
adanya sumber-sumber air merupakan salah satu komponen terpenting yang menyokong
ketersediaan air di suatu wilayah. Air tanah yang sudah tidak bisa dikonsumsi lagi
menyebabkan masyarakat mau tidak mau menggunakan sumber air lain sebagai pengganti air
tanah.
Melakukan pemilihan sistem penyediaan air minum didasarkan pada: Sumber air baku
yang berupa mata air, air tanah, air permukaan dan air hujan, Pengolahan air, yaitu
pengolahan lengkap (Koagulasi, Flokulasi, Sedimentasi, Filtrasi dan Chlorinasi) atau tidak
lengkap (Bak Pengendap atau Filtrasi Lambat), yang berdasarkan dari hasil pemeriksaan
kualitas air baku.
Berdasarkan teori yang diperoleh bahwa menurut asalnya air berada pada 3 lokasi, yaitu:
Di angkasa (atmosfir), yaitu air yg berasal dari angkasa, seperti: Hujan, hujan es, hujan
salju, embun
Air di atas permukaan tanah, seperti: Air laut, sungai, danau, waduk,dll
Air di bawah permukaan tanah, seperti: Mata air, air sumur.
Air berperan dalam kehidupan manusia tetapi bila tidak dikelola dengan baik air dapat
mengganggu kesehatan, yaitu sebagai “Waterbourne Diseases”: Media penyebaran
penyakit, Media perkembanganbiakan penyakit, Penyebab penyakit pada manusia.
Air bersih dari sumber air bersih sampai dapat diminum/dimanfaatkan melalui
beberapa tahap, yaitu:
Tahap pengambilan dari sumber air bersih
Timba, pompa tangan/listrik, kran, slang
Tahap pengangkutan air
Wadah, mobil tanki khusus utk mengangkut air
Tahap penyimpanan air
Wadah tertutup rapat, sering dibersihkan, lokasi terhindar dari pencemaran
Tahap pemasakan
Alat masak tidak beracun/berkarat
Tahap penyimpanan air masak
Wadah harus selalu tertutup, selalu bersih, terhindar dari serangga/binatang lain.
Di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, kontaminasi oleh mikroorganisme
(bakteri atau virus) ke badan air dan pasokan air yang sering terjadi, dan kali ini dengan
faktor kimia polusi dan fisika, misalnya kontaminasi oleh senyawa polutan mikro yang
mutagenik dan/atau penyebab kanker (karsinogenik) perlu diwaspadai. Hal ini sering muncul
sebagai akibat dari urbanisasi dan industrialisasi dan juga karena penggunaan teknologi
produksi yang sering tidak atau kurang ramah terhadap lingkungan atau kesehatan
masyarakat.
Pada tahun 2013, dari sekitar dua ratus jutaan orang Indonesia, hanya 20% yang
memiliki akses ke air bersih. Sebagian besar berada di daerah perkotaan. Adapun sisanya,
atau sekitar 80% masyarakat Indonesia masih mengkonsumsi air yang tidak layak untuk
kesehatan. Hal itu dibuktikan oleh penelitian Jim Woodcock, konsultan masalah air dan
sanitasi dari bank dunia, hasilnya adalah bayi di Indonesia kurang lebih 100.000 meninggal
setiap tahun akibat diare, penyakit yang paling mematikan sekunder untuk infeksi saluran
pernapasan akut. Penyebab utama, jelas kurangnya akses terhadap air bersih dan sanitasi.
Menurut pendapat saya, ada 2 masalah utama yang menyebabkan kualitas air yang
buruk di Indonesia. Masalah pertama adalah kurangnya kesadaran masyarakat di Indonesia
tentang lingkungan. Masih banyak penduduk selalu mengarah pada kualitas air yang buruk di
Indonesia, terutama pada sumber daya air yang seharusnya menjadi sumber mata
pencaharian. Masalah kedua, adalah alokasi anggaran yang rendah untuk masing-masing
daerah yang digunakan untuk meningkatkan pelayanan air bersih dan sanitasi. 2 masalah
utama di atas, tampaknya tidak ada habisnya. Bahkan dari tahun ke tahun semakin besar dan
bertambah kompleks untuk ditangani.
Menurut saya, ada 3 langkah strategis yang akan diambil oleh pemerintah untuk
mengatasi masalah air dan sanitasi. Langkah pertama dan yang paling mendasar di sini
adalah bahwa pemerintah terus mempromosikan upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat
terhadap lingkungan sekitarnya. Langkah kedua adalah akan dieksekusi, setelah kesadaran
masyarakat dapat ditingkatkan, pemerintah menaikkan anggaran untuk meningkatkan fasilitas
akses ke air bersih dan sanitasi. Langkah ketiga, jika dalam arti anggaran telah mencapai titik
maksimum, sehingga tidak dapat diangkat lebih jauh, pemerintah juga dapat bekerja sama
dengan lembaga-lembaga internasional yang terkait dengan itu. Mari kita pergunakan sumber
air dengan bijak dengan menjaga kualitas air dari berbagai resiko pencemaran penyakit.
2. Bagaimana anda bersikap sebagai seorang dokter di Puskesmas yang air
bersihnya sulit?
Jawaban:
– Melapor kepada PDAM untuk membantu menyediakan air bersih
– Puskesmas harus menyediakan profil tank atau bak penampungan air
– Membeli air bersih untuk penyediaannya
– Membuat penampungan air hujan
– Jika memungkinkan membuat filtrasi air
BAGIAN D
1. Bagaimana monitoring K1, K2, K3, K4 di PKM Hamadi
Jawaban:
FUNGSI PEMERIKSAAN K1- K4
Tujuan Pelayanan Antenatal
1. Menjaga agar ibu sehat selama masa kehamilan, persalinan dan nifas serta
mengusahakan bayi yang dilahirkan sehat.
2. Memantau kemungkinan adanya risiko-risiko kehamilan, dan merencanakan
penatalaksanaan yang optimal terhadap kehamilan risiko tinggi.
3. Menurunkan morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal.
Perencanaan
Jadwal pemeriksaan (usia kehamilan dari hari pertama haid terakhir) :
sampai 28 minggu : 4 minggu sekali
28 – 36 minggu : 2 minggu sekali
di atas 36 minggu : 1 minggu sekali
KECUALI jika ditemukan kelainan / faktor risiko yang memerlukan penatalaksanaan medik
lain, pemeriksaan harus lebih sering dan intensif.
Tujuan kunjungan K1
K1 Kehamilan adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan petugas kesehatan
untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan seorang ibu hamil sesuai standar pada Trimester
pertama kehamilan, dimana usia kehamilan 1 sampai 12 minggu dengan jumlah kunjungan
minimal satu kali. Meliputi :
1. Identitas/biodata
2. Riwayat kehamilan
3. Riwayat kebidanan
4. Riwayat kesehatan
5. Pemeriksaan kehamilan
6. Pelayanan kesehatan
7. Penyuluhan dan konsultasi serta mendapatkan pelayanan 7T yaitu :
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
2. Ukur Tekanan Darah
3. Skrinning status imunisasi Tetanus dan berikan Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) bila
diperlukan
4. Ukur tinggi fundus uteri
5. Pemberian Tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan
6. Test Laboratorium (rutin dan Khusus)
7. Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
Atau yang terbaru 10T yaitu dengan menambahkan 7T tadi dengan:
8. Nilai status Gizi (ukur lingkar lengan atas)
9. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
10. Tata laksana kasus.
Cakupan K1 yang rendah berdampak pada rendahnya deteksi dini kehamilan berisiko, yang
kemudian mempengaruhi tingginya AKB dan AKI.
Tujuan K1:
Menjalin hubungan saling percaya antara petugas kesehatan dan klien
Mendeteksi komplikasi-komplikasi/masalah yang dapat diobati sebelum
mengancam jiwa ibu
Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum, anemia karena kekurangan
Fe atau penggunaan praktek tradisional yang merugikan
Memulai mempersiapkan kelahiran dan memberikan pendidikan. Asuhan itu penting
untuk menjamin bahwa proses alamiah dari kalahiran berjalan normal dan tetap demikian
seterusnya.
Mendorong perilaku yang sehat (gizi, latihan dan kebersihan, istirahat dan sebagainya)
bertujuan untuk mendeteksi dan mewaspadai.
Memfasilitasi hasil yang sehat dan positif bagi ibu maupun bayinya dengan jalan
menegakkan hubungan kepercayaan dengan ibu
Mengidentifikasi faktor risiko dengan mendapatkan riwayat detail kebidanan masa lalu
dan sekarang, riwayat obstetrik, medis, dan pribadi serta keluarga.
Memberi kesempatan pada ibu dan keluarganya mengekspresikan dan mendiskusikan
adanya kekhawatiran tentang kehamilan saat ini dan kehilangan kehamilan yang lalu,
persalinan, kelahiran atau puerperium.
K1 ini mempunyai peranan penting dalam program kesehatan ibu dan anak yaitu
sebagai indikator pemantauan yang dipergunakan untuk mengetahui jangkauan
pelayanan antenatal serta kemampuan program dalam menggerakkan masyarakat
(Depkes RI, 2001).
Tujuan Kunjungan K2
K2 adalah kunjungan ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya pada trimester II (usia
kehamilan 12 – 28 minggu) dan mendapatkan pelayanan 7T atau 10T setelah melewati K1.
Tujuan K2 :
Menjalin hubungan saling percaya antara petugas kesehatan dan klien
Mendeteksi komplikasi-komplikasi yang dapat mengancam jiwa
Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum, anemia karena (-) Fe atau
penggunaan praktek tradisional yang merugikan
Memulai mempersiapkan kelahiran dan memberikan pendidikan. Asuhan itu penting
untuk menjamin bahwa proses alamiah dari kalahiran berjalan normal dan tetap demikian
seterusnya
Mendorong perilaku yang sehat (gizi, latihan dan kebersihan, istirahat dan sebagainya)
bertujuan untuk mendeteksi dan mewaspadai.
Kewaspadaan khusus mengenai PIH (Hipertensi dalam kehamilan), tanyakan gejala,
pantau TD (tekanan darah), kaji adanya edema dan protein uria.
Pengenalan koplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
Penapisan pre-eklamsia, gameli, infeksi, alat rerproduksi dan saluran perkemihan.
Mengulang perencanaan persalinan.
a. Usia
Usia memengaruhi pola pikir seseorang. Ibu dengan usia produktif (20-35 tahun) dapat
berfikir lebih rasional dibandingkan dengan ibu dengan usia yang lebih muda atau terlalu
tua. Sehingga ibu dengan usia produktif memiliki motivasi lebih dalam memeriksakan
kehamilannya.
b. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang menentukan seberapa besar pengetahuan yang
dimilikinya. Ibu hamil yang berpendidikan memiliki pemahaman yang lebih mengenai
masalah kesehatan sehingga mempengaruhi sikap mereka terhadap kehamilannya sendiri
maupun pemenuhan gizinya selama hamil.
c. Status pekerjaan
Ibu hamil yang bekerja dengan aktivitas tinggi dan padat lebih memilih untuk
mementingkan karirnya dibandingkan dengan kesehatannya sendiri, sehingga sulit untuk
patuh dalam melakukan kunjungan ANC dibandingkan dengan ibu rumah tangga yang
memiliki waktu yang lebih luang untuk dapat mengatur dan menjadwalkan kunjungan
ANC secara optimal.
d. Paritas ibu hamil
Paritas adalah banyaknya jumlah kelahiran hidup yang dialami oleh seorang wanita. Ibu
dengan jumlah paritas yang tinggi tidak terlalu khawatir dengan kehamilannya lagi
sehingga menurunkan angka kunjungannya, sedangkan ibu dengan kehamilan pertama
merasa ANC merupakan sesuatu yang baru sehingga ibu memiliki motivasi yang lebih
tinggi dalam pelaksanaannya.
e. Jarak kehamilan
Semakin tinggi resiko terjadi komplikasi akan meningkatkan motivasi ibu hamil untuk
melakukan pemeriksaan. Jarak kehamilan yang dekat dapat meningkatkan resiko
terjadinya komplikasi pada ibu hamil sehingga hal ini semakin meningkatkan frekuensi
kunjungan antenatalnya.
f. Pengetahuan ibu hamil
Sebagai indikator seseorang dalam melakukan suatu tindakan, pengetahuan merupakan
faktor penting yang memengaruhi motivasi ibu hamil untuk melakukan kunjungan ANC.
Bagi ibu dengan pengetahuan yang tinggi mengenai kesehatan kehamilan menganggap
kunjungan ANC bukan sekedar untuk memenuhi kewajiban, melainkan menjadi sebuah
kebutuhan untuk kehamilannya.
Selain itu, anjurkan ibu untuk memeriksakan diri ke dokter setidaknya 1kali untuk
deteksi kelainan medis secara umum.
Untuk memantau kehamilan ibu, gunakan buku KIA. Buku diisi setiapkali ibu
melakukan kunjungan antenatal, lalu berikan kepada ibu untukdisimpan dan dibawa
kembali pada kunjungan berikutnya.
Berikan informasi mengenai perencanaan persalinan dan pencegahankomplikasi (P4K)
kepada ibu.
Anjurkan ibu mengikuti Kelas Ibu
Jangan lupa untuk ingatkan ibu untuk melengkapi imunisasinya hingga TT5 sesuai jadwal (tidak perlu menunggu sampai
kehamilan berikutnya)
o Dosis booster mungkin diperlukan pada ibu yang sudah pernah diimunisasi. Pemberian
dosis booster 0,5 ml IM disesuaikan dengan jumlah vaksinasi yang pernah diterima
sebelumnya seperti pada tabel berikut:
Tabel 2.4. Pemberian vaksin tetanus untuk ibu yang sudah pernah diimunisasi
(DPT/TT/Td)
Pernah Pemberian dan selang waktu minimal
Vaksin TT adalah vaksin yang aman dan tidak mempunyai kontra indikasi dalam pemberiannya. Meskipun demikian
imunisasi TT jangan diberikan pada ibu dengan riwayat reaksi berat terhadap imunisasi TT pada masa lalunya (contoh:
kejang, koma, demam >400C, nyeri/bengkak ekstensif di lokasi bekas suntikan). Ibu dengan panas tinggi dan sakit berat
dapat diimunisasi segera setelah sembuh. Selalu sedia KIPI Kit (ADS 1ml, epinefrin 1:1000 dan infus set (NaCl 0.9% jarum
infus, jarum suntik 23 G.
BAGIAN E
1. Bagaimana memutuskan rantai penularan TB di PUSKESMAS.
Jawaban:
1. Memutus rantai penularan TB di Puskesmas :
Edukasi secara door to door ke rumah penderita TB disertai dengan pemberian
masker, makanan tambahan dan poster pencegahan penularan TB melalui Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Penyuluh kesehatan tentang bagaimana mencegah penularan penyakit TB.
Kegiatan penyuluhan diawali dengan koordinasi dengan pihak Puskesmas Bambu
Apus didampingi kader komunitas. Kegiatan selanjutnya dilakukan dengan
mendatangi rumah pasien TB (door to door). Media penyuluhan berupa leaflet dan
poster yang dibagikan kepada masing-masing keluarga beserta pemberian makanan
tambahan serta masker. Poster berisi tentang ajakan untuk mencegah penularan
penyakit TB dengan cara penerapan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang
meliputi :
1. Makan-makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh
2. Mendapatkan suntikan vaksin BCG bagi anak usia dibawah 5 tahun untuk
menghindari TB berat (Meningitis dan Miler)
3. Membuka jendela agar rumah mendapatkan sinar matahari dan udara segar
4. Menjemur alas tidur agar tidak lembab
5. Olahraga teratur
6. Tidak merokok
Sedangkan leaflet berisi tentang beberapa sub-topik edukatif terkait materi TB
antara lain:
1. Penyakit TB
2. Penularan penyakit TB
3. Gejala penyakit TB
4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Tangga
5. Cara pencegahan TB melalui PHBS. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ifroh
et al., (2019) bahwa penggunaan media komunikasi, informasi dan edukasi
berupa leaflet sangat bermanfaat dalam pelaksanaan edukasi kepada
masyarakat. Kumpulan gambar berdasarkan kehidupan sehari- hari dapat
meningkatkan sikap dan kesadaran mengenai peristiwa atau kejadian yang
mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat.
Pre-test dan post-test sebagai bahan evaluasi dilakukan dengan metode self-
assessment, peserta menjawab sendiri kueisoner dengan panduan instruktur dari
kader. Penyampaian materi dilakukan personal dengan keluarga ataupun penderita
TB, namun tidak semua anggota keluarga dapat hadir dikarenakan ada yang sedang
bekerja. Kemudian setelah penyampaian materi dilakukan post-test untuk mengetahui
seberapa jauh pemahaman responden tentang penyakit TB dan cara pencegahannya.
Hasil pre-post-test menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan responden
dari sebelum diberikan penyuluhan dan dengan setelah diberikan penyuluhan seperti
yang dijelaskan pada Tabel 3.
Jumlah Jawaban Responden yang
Kategori pertanyaan pertanyaan Benar
(rata-rata)
Pre-test Post-test
Pengetahuan penyakit TB 7 3 5
(42,8%) (71,4%)
Penularan penyakit TB 7 3 5
(42,8%) (71,4%)
Pengobatan penyakit TB 5 3 (60%) 4 (80%)
Pencegahan TB dengan PHBS 6 4 6 (100%)
(66,7%)
4. Bagaimana penanganan pasien dengan gizi buruk dan gizi kurang di puskesmas?
Jawaban :
Berdasarkan klasifikasi WHO, kurang gizi akut dibagi menjadi:
1. Balita gizi kurang adalah balita dengan indeks BB/PB atau BB/TB pada -3 SD sampai
kurang dari -2 SD, atau dengan pengukuran LiLA berada di antara 11,5 cm sampai
kurang dari 12,5 cm (usia 6-59 bulan).
2. Balita gizi buruk adalah balita dengan indeks BB/PB (atau BB/TB) kurang dari -3 SD
atau dengan pengukuran LiLA < 11,5 cm (usia 6 – 59 bulan) atau adanya pitting
edema bilateral minimal pada kedua punggung kaki yaitu bila daerah edema ditekan
akan menyebabkan lekukan dan secara perlahan akan kembali ke kondisi awal.
Sepuluh langkah tata laksana gizi buruk di layanan rawat jalan
terdiri dari 4 fase perawatan dan pengobatan yaitu fase stabilisasi, transisi, rehabilitasi, dan
tindak lanjut. Tindakan pengobatan dan perawatan anak gizi buruk dikenal dengan 10
(sepuluh) langkah, namun dalam penerapannya sesuai dengan fase dan langkah seperti Bagan
di bawah ini, tetapi beberapa langkah dapat dilakukan dalam waktu yang bersamaan,
tergantung dari kondisi klinis yang ditemukan.
Jadwal Pengobatan sesuai Fase:
Prosedur kerja tatalaksana gizi buruk secara garis besar dibagi menjadi tiga kegiatan meliputi
penentuan status gizi, intervensi, dan pelaporan.
1. Penentuan status gizi
Penentuan status gizi dilakukan dengan dua cara yaitu, secara klinis antropometri,
laboratorium, dan anamnese riwayat gizi. Secara klinis antara lain dengan mendeteksi
hipotermia, hipoglikemia, dehidrasi, dan infeksi. Mekanisme pelaksanaan dilakukan pada
setiap pasien baru dan dimonitor setiap hari. Secara antropometri dilakukan dengan
prngukuran berat badan dan tinggi badan. Prosedur laboratorium dapat diambil sediaan
glukosa darah, haemoglobine, urine, atau faces. Sedangkan anamneses riwayat gizi
dilakukan dengan wawancara.
2. Intervensi
Intervensi gizi buruk dilakukan secara klinis maupun dengan diet. Secara klinis terutama
untuk mengatasi hipoglikemia, hipotermia, dehidrasi dan infeksi. Sedangkan mekanisme
intervensi diet dilakukan dengan memberikan rujukan ke puskesmas, menejemen
prescriptdiet kedalam jumlah dan jenis bahan makanan, pemantauan status gizi,
pemberian diet, persiapan pulang, serta penyuluhan gizi untuk di rumah.
3. Pelaporan
Mekanisme pelaporan meliputi jenis item perkembangan, perkembangan fisik,
laboratorium, antropometri, serta asupan makanan.
5. Bagaimana program pencegahan yang dibuat di puskesmas agar tidak terjadi kasus
gizi buruk atau gizi kurang.
Jawaban :
Pelaksanaan upaya pencegahan gizi buruk dibagi dalam tiga tahap meliputi rencana jangka
pendek untuk tanggap darurat dengan menerapkan prosedur tatalaksana penanggulangan gizi
buruk dengan melaksanakan sistem kewaspadaan dini secara intensif melalui pelacakan kasus
dan penemuan kasus baru kemudian ditangani di puskesmas dan di rumah sakit. Kemudian
tahap pencegahan terhadap peningkatan status dengan koordinasi lintas program dan lintas
sektor,memberikan bantuan pangan, memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI).
Sedangkan tahap ketiga pengobatan penyakit, penyediaan air bersih, memberikan penyuluhan
gizi dan kesehatan terutama peningkatan ASI eksklusif sejak lahir sampai 6 bulan dengan
meneruskan pemberian asi sampai usia dua tahun.
6. Penyakit-penyakit apa saja yang dapat dicegah dengan imunisasi termasuk yang
ada di puskesmas?
Jumlah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi sebenarnya sangat banyak. Dalam
praktiknya, imunisasi menggunakan vaksin-virus yang telah dilemahkan, dibunuh, atau
dimodifikasi (biasanya dari bagian-bagian bakteri/virus). Kemudian, vaksin akan dimasukkan
ke dalam tubuh Anda, baik dengan suntikan maupun oral (diminum).
Setelah itu, sistem kekebalan tubuh Anda akan bereaksi membentuk antibodi. Proses tersebut
serupa dengan reaksi tubuh saat mendapati ada bakteri atau virus. Antibodi lalu
membangun imunitas terhadap bakteri maupun virus membahayakan tersebut.
Tujuan imunisasi adalah mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan
menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan
menghilangkan penyakit tertentu di dunia.
Seperti yang telah disinggung, program imunisasi bertujuan untuk membasmi penyakit yang
sedang merebak di tengah penduduk daerah atau negara tertentu. Tak hanya itu, Anda juga
perlu mendapatkan imunisasi ulang pada waktu-waktu tertentu demi menjaga atau menaikkan
sistem kekebalan tubuh.
Berikut ini daftar penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
hepatitis B;
poliomyelitis;
tuberkulosis;
difteri;
pertusis;
tetanus;
pneumonia dan meningitis yang disebabkan oleh Hemophilus Influenza tipe b (Hib);
7. Penyakit-penyakit apa saja yang dapat dicegah di Puskesmas ?
a. Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
Salah satu upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit menular
adalah dengan pemberian imunisasi. Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (PD3I) diantaranya adalah Difteri, Pertusis, Tetanus, Tuberkulosis,
Campak, Poliomielitis, Hepatitis B, dan Hemofilus Influenza Tipe b (Hib).
b. Penyakit Menular Langsung
- HIV AIDS dan IMS Berbagai upaya telah dilakukan untuk menemukan ODHA
dan penderita IMS, diantaranya dengan memberikan pengobatan dan perawatan
untuk mencegah penularan kepada orang yang belum terinfeksi, mengedukasi
masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan kepedulian terhadap HIV
AIDS dan IMS dengan melakukan penyuluhan dan penyediaan (kondom) di
puskesmas untuk mencegah penularan.
- TB (Tuberkulosis) merupakan salah satu penyebab utama kematian dimana
sebagian besar infeksi terjadi pada orang antara usia 15 dan 54 tahun yang
merupakan usia paling produktif, hal ini menyebabkan peningkatan beban sosial
dan keuangan bagi keluarga pasien. Permasalahan tersebut memacu Kementerian
Kesehatan untuk terus melakukan intensifikasi, akselerasi, eketensifikasi dan
inovasi melalui Strategi Nasional Penanggulangan TB antara lain Peningkatan
Akses layanan TOSS (Temukan Obati Sampai Sembuh) -TB bermutu melalui
Peningkatan jejaring layanan TB (public-private mix), penemuan aktif berbasis
keluarga dan masyarakat, penemuan intensif melalui kolaborasi (TB-HIV, TB-
DM, PAL, TB-KIA, dll) dan investigasi kontak di Puskesmas.
- Hepatitis B yang disebabkan oleh virus hepatitis B dapat dicegah dengan
imunisasi (baik aktif maupun pasif). Pada tahap awal infeksi, sebagian besar
hepatitis B tidak bergejala sehingga sesorang yang terinfeksi hepatitis B tidak
mengetahui dirinya sudah terinfeksi. Dalam hal pengendalian Hepatitis maka
strategi utama adalah melaksanakan upaya peningkatan pengetahuan dan
kepedulian, pencegahan secara komprehensif, pengamatan penyakit dan
pengendalian termasuk tatalaksana dan peningkatan akses layanan. Untuk itu
kegiatan deteksi dini hepatitis menjadi sangat penting untuk dapat memutus rantai
penularan (terutama dari ibu ke bayi) serta untuk mengetahui sedini 16 Rencana
Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi) mungkin seseorang terinfeksi hepatitis dan
tindak lanjut terapinya.
c. Penyakit Menular tidak Langsung
- Filariasis dan Kecacingan Penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah
(Soil Transmitted Helminthiasis/STH), masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di negaranegara beriklim tropis dan sub tropis, termasuk negara
Indonesia. Prevalensi kecacingan saat ini berkisar 20-86 % dengan rata-rata 30%.
Infeksi cacing perut ini dapat mempengaruhi status gizi, proses tumbuh kembang
dan merusak kemampuan kognitif pada anak yang terinfeksi. Kasus-kasus
malnutrisi, stunting, anemia bisa disebabkan oleh karena kecacingan. Upaya
pengendalian kecacingan dengan strategi pemberian obat cacing massal dilakukan
secara terintegrasi dengan Program Gizi melalui pemberian vitamin A pada anak
usia dini dan melalui Program UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) untuk anak usia
sekolah. 19 Rencana Aksi Program P2P 2015-2019. Filariasis (Penyakit Kaki
Gajah) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cacing filaria yang
ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis)
dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap
berupa pembesaran kaki,l engan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-
laki. Hingga tahun 2013 terdapat 12.714 kasus kronis. WHO sudah menetapkan
Kesepakatan Global untuk mengeliminasi filariasis pada tahun 2020 (The Global
Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The
Year 2020). Indonesia melaksanakan eliminasi penyakit kaki gajah secara
bertahap yang telah dimulai sejak tahun 2002 di 5 kabupaten. Program eliminasi
dilaksanakan melalui pengobatan massal Pemberian Obat Massal Pencegahan
(POMP) flariasis dengan DEC dan albendazol setahun sekali selama 5 tahun di
lokasi yang endemis serta perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis
untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitaannya.
- DBD dan Malaria Dalam tiga dekade terakhir, penyakit DBD dan malaria
meningkat insidennya di berbagai belahan dunia terutama daerah tropis dan sub-
tropis, serta banyak ditemukan di wilayah urban dan semi-urban, termasuk di
Indonesia. Cara yang dapat dilakukan untuk upaya pencegahannya adalah melalui
upaya pengendalian nyamuk penular dengan pembagikan kelambu. Selain itu
dapat dilakukan penyuluhan 3M plus yaitu, menguras dan menutup tempat
penampungan air atau tempat yang terdapat genangan air dan memanfaatkan atau
mendaur ulang sampah sehingga tidak ada tempat perkembangbiakan nyamuk.