Anda di halaman 1dari 4

Nama : Nydia Almira

NIM : P17324421032
Matkul : Etika dan Hukum Kesehatan
Dosen : Rahayu Dwikanthi, SST, M.Keb

Contoh Kasus Pelayanan KB

Tujuh tahun lalu istri saya melahirkan dengan opersai Caesar. Mengingat ingin
mengatur jarak kelahiran, kami memutuskan untuk menggunakan KB suntik,namun
ternyata tidak cocok sehingga beralih ke pil. Enam tahun berselang kami memutuskan
untuk memiliki anak lagi. Setahun pil sudah tidak digunakan lagi, namun tanda-tanda
kehamilan belum muncul. Sampai pada akhirnya pada 4 maret 2006, dokter
melakukan USG. Hasilnya amat mengejutkan . Di dalam rahim istri saya terpasang
IUD. Kami tidak pernah berkeinginan menggunakan alat kontrasepsi IUD. Kalaupun
secara sadar menggunakannya, untuk apa masih menggunakan alat kontrasepsi suntik
dan lalu pil selama 6 tahun?. Kami menduga tindakan pemasangan (tanpa
sepengetahuan dan izin dari kami berdua) dilakukan saat istri saya dioperasi Caesar.
Pihak RS saat itu sama sekali tidak menginformasikan kepada kami perihal
pemasangan IUD. Dengan kasus ini kami menuntut penjelasan dan ganti rugi kepada
pihak rumah sakit, seraya mengingatkan kepada keluarga berputra satu lainya yang
sulit mendapatkan anak kedua: Anda mungkin korban program KB yang dicanangkan
rumah sakit.

Pembahasan
Informed Concent adalah persetujuan sepenuhnya yang diberikan oleh klien/pasien
atau walinya kepada bidan untuk melakukan tindakan sesuai kebutuhan. Infomed
concent adalah suatu proses bukan suatu formolir atau selembar kertas dan juga
merupakan suatu dialog antara bidan dengan pasien/walinya yang didasari
keterbukaan akal dan pikiran yang sehat dengan suatu birokratisasi yakni

1
penandatanganan suatu formolir yang merupakan jaminan atau bukti bahwa
persetujuan dari pihak pasien/walinya telah terjadi.
Analisis :
Dari teori diatas seharusnya kita sebagai tenaga kesehatan sebelum melakukan
tindakan medis harus melalui inform consent ataupun inform choice kepada pasien
khususnya pada kasus ini yaitu pemilihan jenis kontrasepsi. Apabila pasien menolak,
pihak RS memberikan formulir penolakan dengan syarat-syarat tertentu berdasarkan
kebijakan RS tersebut dengan resiko ditanggung oleh pihak pasien tersebut.
Berdasarkan kasus diatas Rumah Sakit melanggar kode etik karena petugas kesehatan
yang ada di RS tersebut tidak memberitahukan pemasangan IUD post partum kepada
pasien, suami ataupun keluarga pasien.

Upaya Menghadapi Tuntutan Hukum


Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga
bidan menghadapi tuntutan hukum, maka bidan seharusnyalah bersifat pasif dan
pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian bidan. Apabila tuduhan
kepada bidan merupakan criminal malpractice, maka bidan dapat melakukan:
1. Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/menyangkal
bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada
doktrin-doktrin yang ada, misalnya bidan mengajukan bukti bahwa yang
terjadi bukan disengaja, akan tetapi merupakan risiko medik (risk of
treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak mempunyai sikap
batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang
dituduhkan.
2. Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau
menunjuk pada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan
dengan cara menolak unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan
pembelaan untuk membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dengan
mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya paksa.

2
Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya bidan menggunakan jasa penasehat
hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan diserahkan kepadanya. Pada perkara
perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana bidan digugat membayar ganti rugi
sejumlah uang, yang dilakukan adalah mementahkan dalil-dalil penggugat, karena
dalam peradilan perdata, pihak yang mendalilkan harus membuktikan di pengadilan,
dengan perkataan lain pasien atau pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai
dasar gugatan bahwa tergugat (bidan) bertanggung jawab atas derita (damage) yang
dialami penggugat.
Untuk membuktikan adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak
diketemukannya fakta yang dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk
membuktikan adanya tindakan menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan
adanya hubungan langsung antara menterlantarkan kewajiban dengan adanya
rusaknya kesehatan (damage), sedangkan yang harus membuktikan adalah orang-
orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah yang menguntungkan bidan.

Kesimpulan
Bahwa sepenuhnya keputusan penggunaan alat kontrasepsi berada di tangan pasien.
Kita sebagai tenaga kesehatan hanya memberi berbagai macam pilihan (inform
choice) kepada pasien. Seharusnya pihak dari RS memberitahu inform consent
kepada pasien terkait pemasangan IUD. Sebaiknya inform consent harus tetap ada
disetiap tindakan.

Saran
1. Untuk meningkatkan profesionalisme bidan dalam setiap tindakan harus
menggunakan inform consent.
2. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan bidan harus menjalankan tugasnya
sesuai dengan kode etik profesinya.

3
4

Anda mungkin juga menyukai