Anda di halaman 1dari 28

Pengaruh Kemajuan Teknologi Komunikasi dan

Informasi Terhadap Karakter Anak


Dunia Digital Baru! Facebook Metaverse,
Dalam Dunia Ini Bisa Lakukan Semua yang
Anda Inginkan
Amra Saputra Mokoginta
- 24 Desember 2021, 07:11 WIB

Facebook /Pexels.com/Anton

PORTAL SULUT - Belakangan ini Metaverse jadi bahan pembicaraan hangat publik. Ini
disebabkan Facebook mengubah nama perusahaannya menjadi Meta.

Facebook juga mengumumkan akan menggelontorkan dana 10 Miliar US Dollar atau setara 140
Triliun Rupiah di tahun ini untuk membangun proyek Facebook Metaverse ini.

Namun, tahukah anda apa itu metaverse itu dan bagaimana metaverse akan mengubah cara kita
bersosialisasi?

Baca Juga: Cara Menghasilkan Uang di Facebook, Hanya Main Game Dapat Puluhan Juta
Per Bulan, Begini Caranya

Dilansir Portal Sulut dari kanal Youtube Dr, Irawan Nugroho, dalam unggahan videonya yang
berjudul "Facebook's Metaverse: Peluang atau Ancaman? dijelaskan secara detail apa itu
Meteverse.

Sampai saat ini sebenarnya Metaverse itu belum ada. Metaverse itu baru ada dalam imajinasi
para pengusaha visioner seperti Mark Zuckerberg dan teman-temannya yang membangun
Facebook Metaverse.

Metaverse jika nanti benar-benar terwujud akan berpotensi mengubah cara kita menjalani hidup.
Bersosialisasi, bekerja, berbisnis dan semua hal lainnya termasuk bagaimana kapitalisme
bekerja.

Bagi perusahaan, metaverse membuka kemungkinan tanpa batas untuk mengeruk beragam
keuntungan dengan cara-cara yang sebelumnya tidak terbayangkan.

Sedangkan, bagi para pelaku industri kreatif khususnya bidang digital design dan gaming ini
adalah kesempatan untuk dapat berkarya.
Nah, Metaverse adalah seperangkat ruang virtual yang anda dapat kita akan dan jelajahi dengan
orang lain yang tidak berada di ruang fisik yang sama dengan anda.

Metaverse dianalogikan seperti Roblox dimana anda memainkan sebuah avatar yang anda
ciptakan untuk hidup dan berinteraksi dengan avatar lain dalam sebuah dunia virtual.

Tapi bedanya anda tidak hanya terpaku melihat layar gadget anda, namun Metaverse dimainkan
dengan menggunakan perangkat VR yang membuat anda benar-benar merasa ada di dalam dunia
virtual tersebut.

Mereka hadirkan teknologi termutakhir dan konsep dunia yang begitu memukau. Semuanya
dalam rangka memikat sebanyak mungkin orang untuk mau tinggal di kota impian yang mereka
ciptakan.

Di Facebook Metaverse anda bisa membeli tanah, rumah, baju, mobil, ataupun karya seni digital
dan mendapatkan sertifikat kepemilikan yang sah atas aset-aset digital itu.

Bahkan, aset atau barang yang anda miliki di dunia itu akan selalu ada dan tetap akan jadi milik
anda selama anda tidak menjualnya ke orang lain.

Lantas, siapa yang akan mendapatkan keuntungan paling besar di metaverse ini? Jawabannya
pasti para tuan tanah dan pengusaha yang masuk paling awal.

Seperti halnya, mereka yang beli Bitcoin 10 tahun yang lalu sekarang menjadi kaya raya. Dan
ketika metaverse sudah semakin umum dan pemain-pemain baru semakin banyak memenuhi
kota maka ketimpangan ekonomi pasti akan terjadi.

Ratusan ribu orang akan berusaha membuka bisnis di sana dan para tuan tanah pun akan
menetapkan harga sewa lapak yang bisa jadi nggak masuk akal.

Sebenarnya, pola metaverse sudah dapat kita rasakan saat ini, dimana kita lebih sering melihat
anak kita lebih banyak menghabiskan waktu bermain di dunia virtual dengan teman-temannya
dari berbagai negara dibandingkan bermain dengan anak tetangga di komplek rumah.

Bahkan bukan cuma hanya itu, sebagian dari kita pun merasa lebih senang hidup di linimasa
media sosial daripada di dalam kehidupan nyata kita sehari-hari.

Dampak Perubahan Teknologi dalam


Kehidupan Manusia
Perubahan teknologi hingga kini masih terus terjadi dan semakin dirasakan hingga di berbagai
sendi kehidupan manusia. Teknologi merupakan sesuatu hal yang diciptakan untuk memudahkan
manusia memenuhi kebutuhan hidupnya. Secara tak disadari, teknologi akan terus berevolusi dan
berkembang mengikuti zaman.

Banyak aspek kehidupan manusia yang semakin tersentuh dengan teknologi. Dunia medis,
sarana komunikasi, pendidikan, ekonomi, dan masih banyak lagi aspek yang tak luput dari
adanya teknologi.

Seiring berkembangnya teknologi, jumlah penggunanya pun juga turut meningkat. Sebut saja
pada teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang begitu pesat di Indonesia. Dilansir
dari laman Kementerian Kominfo RI, hingga saat ini tercatat sebanyak 82 juta masyarakat telah
berhasil menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet.

Tak selalu menguntungkan, terjadinya perubahan teknologi juga akan membawa sejumlah
dampak negatif bagi kehidupan manusia. Simak ulasan mengenai perubahan teknologi hingga
dampaknya yang berhasil dirangkum dari berbagai sumber berikut ini.

Perubahan Teknologi di Kehidupan Manusia


Abad 21 menjadi saksi bisu betapa pesatnya perkembangan dan perubahan teknologi di
kehidupan manusia. Manfaatnya pun kian terasa di berbagai aspek.

Beberapa aspek tersebut antara lain sebagai berikut,

Ekonomi dan Bisnis

Perubahan teknologi membawa dampak yang signifikan bagi para pegiat ekonomi dan bisnis.
Dengan kemunculan teknologi, ruang dan waktu pun dapat dipersempit untuk mencapai tujuan
perusahaan.

Pendidikan

Aspek kedua yang tak luput terimbas adanya perubahan teknologi adalah bidang pendidikan.
Banyak teknologi yang tercipta dari dan digunakan untuk kemajuan pendidikan di suatu wilayah.

Sosial

Selain ekonomi dan pendidikan, bidang sosial juga terkena dampak dari adanya perubahan
teknologi. Teknologi memungkinkan manusia untuk tetap saling terhubung meski terhalang jarak
dan waktu yang berbeda.

Kesehatan
Banyak inovasi yang memungkinkan manusia mendapatkan teknologi canggih di bidang
kesehatan untuk mengatasi berbagai gangguan pada tubuh manusia. Hingga kini, ilmuwan pun
terus menggali serta menggunakan teknologi di bidang kesehatan.

Pertanian

Kebutuhan pangan manusia semakin tercukupi dengan munculnya berbagai peralatan canggih
yang mendukung di bidang pertanian. Perubahan tersebut dapat dirasakan dengan semakin
pendeknya waktu yang dibutuhkan para petani untuk memperoleh hasil maksimal.

Tahapan Perubahan Teknologi


Memiliki manfaat yang banyak di kehidupan manusia, ternyata teknologi harus melewati banyak
proses hingga akhirnya dapat diterima. Di antaranya yakni sebagai berikut,

 Invensi

Tahap pertama perubahan teknologi adalah invensi atau kemunculan suatu ide. Ide tersebut
dapat berasal dari adanya permasalahan yang membutuhkan solusi atau merupakan produk
dari penyempurnaan proses sebelumnya.

 Inovasi

Ide yang muncul tersebut lantas dikembangkan agar semakin lengkap sebelum
dipublikasikan. Dalam hal ini, ada beberapa faktor yang menjadi penentu inovasi. Beberapa
di antara yaitu pengetahuan, keterampilan, hingga pengalaman seorang inventor.

 Difusi

Tahap terakhir dari perubahan teknologi adalah difusi atau proses pengenalan produk ke
publik. Inventor harus menemukan cara agar penemuannya dapat diterima dan melebur di
kehidupan manusia.

Dampak Positif Perubahan Teknologi


Hadirnya teknologi yang semakin maju membuat banyak perubahan di berbagai aspek
kehidupan. Berbagai manfaat dan dampak positif yang dirasakan tersebut antara lain yaitu,

Serba Mudah

Perubahan teknologi membuat segala aspek kehidupan manusia menjadi serba mudah. Hal ini
lantaran adanya pertukaran informasi yang cepat dan banyak peralatan canggih memungkinkan
manusia untuk semakin mudah mendapatkan kebutuhannya.

Meningkatkan Geliat Ekonomi


Adanya perubahan teknologi yang serba cepat membuat aktivitas dan mobilitas manusia menjadi
semakin tinggi. Dengan meningkatnya hal tersebut, maka perputaran uang dan barang pun juga
akan semakin berbanding lurus.

Semakin Efektif dan Efisien

Kecepatan dan ketepatan menjadi unsur yang dihasilkan dari adanya perubahan teknologi. Proses
yang menguras waktu dan biaya cukup tinggi pun kini semakin ditinggalkan manusia. Teknologi
terbaru akan menyediakan waktu dan biaya yang lebih sedikit bagi manusia.

Meningkatkan Inovasi dan Daya Kreativitas

Adanya teknologi yang terus berkembang memungkinkan manusia untuk selalu berpikir kritis
dan inovatif. Banyak permasalahan dari kehidupan sehari-hari yang lantas menimbulkan
perkembangan teknologi ke arah selanjutnya.

Advertisement

5 dari 5 halaman

Dampak Negatif Perubahan Teknologi


Meski memiliki banyak dampak positif di berbagai sendi kehidupan, namun perubahan teknologi
juga tak luput dapat memberikan sejumlah dampak negatif. Beberapa di antaranya yaitu sebagai
berikut,

Mempengaruhi Kehidupan Sosial

Berkembangnya teknologi seolah mampu mengikis interaksi sosial yang terjadi sesama manusia.
Intensitas dan bentuk komunikasi pun menjadi berubah. Banyak manusia yang lantas lebih
memilih untuk menghabiskan waktu dengan teknologi karena dianggap lebih menguntungkan,
cepat, dan efektif.

Menciptakan Ketergantungan

Adanya kemudahan yang diciptakan oleh teknologi lantas membuat manusia menjadi
ketergantungan. Akibatnya, manusia cenderung tak dapat beraktivitas jika tak menggunakan
peralatan canggih yang mendukung.

Membatasi Gerak Fisik Manusia

Ketergantungan terhadap teknologi tak jarang membuat manusia menjadi jauh dari aktivitas
fisik. Kemudahan hidup seolah membuat manusia justru cenderung untuk memilih gaya hidup
tak sehat dengan mengandalkan berbagai teknologi untuk mendapatkan kebutuhannya.
DISRUPSI INOVASI MANAJEMEN LAYANAN SEKOLAH

Aan Komariah

Abstract

Abstrak

 Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan disrupsi inovasi manajemen sekolah yang
diperlukan dalam layanan pendidikan di era covid-19. Efektifitas layanan pendidikan di masa
covid-19 menjadikan pendidikan jarak jauh sebagai moda penyampaian ilmu dan kebijaksanaan.
Akselerasinya akan semakin kuat dengan adanya layanan e-management yang didukung penuh
oleh penggunaan teknologi. Diperlukan kompetensi baru yang lebih serius dari para manajer
dalam penggunaan berbagai platform aplikasi yang menjadi disrupsi inovasi manajemen layanan
sekolah. E-management sebagai disrupsi inovasi memangkas kompleksitas dalam manajemen
siswa, guru, kurikulum, keuangan, fasilitas, dan hubungan sekolah dengan masyarakat dan
terutama dapat menjalankan penyelenggaraan pendidikan di masa covid dengan suistanable.
Rekomendasi untuk optimalisasi penggunaan e- management ini adalah diperlukan kepala
sekolah visioner yang open-minded dan supporting staff yang paham ketatausahaan sebagai
admin yang menjadi keyperson knowledge management ini.

 Kata kunci: disrupsion innovation, e-management, layanan sekolah

 Abstract

 This paper aims to describe the disruption of school management innovations needed in
education services in the Covid-19 era. The effectiveness of education services during the Covid-
19 period made distance education a mode of delivery of knowledge and wisdom. The
acceleration will be even stronger with the existence of e-management services that are fully
supported by the use of technology. A new, more serious competence is needed from managers
in the use of various application platforms that are disrupting innovation in school service
management. E-management as a disruption of innovation cuts complexity in the management of
students, teachers, curriculum, finance, facilities, and school relations with the community and in
particular can carry out education during the Covid period with sustainability. The
recommendation for optimizing the use of e-management is that visionary principals who are
open-minded and supporting staff who understand administration are needed as admin who
become the knowledge management keyperson.

 Keywords: disruption innovation, e-management, school services

Full Text:
PDF

References

Christensen, Clayton M. (2008). “Disruptive Innovation and Catalytic Change in Higher


Education.” In Forum for the Future of Higher Education, hlm. 43-48.

Dekawati, Ipong., Komariah, Aan., Mulyana, Agus., Kurniady, Dedy Achmad., Kurniawan,
Asep., Salsabil, Syifa Hanifa. (2020). The Role of Instructional Leadership on School Quality
Through School Climate as a Mediator. Talent Development & Excellence Vol.12, No.3s,
P.1176- 1187.

Ellatif, Huthaifa Abdelkarim Ali & Ahmed, Sammani Abdulmutalib, (2013), E- Management:
Configuration, Functions and Role in Improving Performance of Arab Institutions and
Organization, International Journal of Computer Applications.

Hashim, F., Alam, G.M., & Siraj, S. (2010). Information and communication technology for
participatory based decision-making - E-management for administrative efficiency in Higher
Education.

ISO IEC 20000. IT Service management System.

Kurniady, Dedy., Komariah, Aan., Rusdinal. (2019). The Relationship between the Role of a
Principal and Quality of School Academic Service: The Mediating Function of Teacher
Commitment. International Journal of Innovation, Creativity and Change, Volume 9, Issue 3, P.
19-34.

Liat Eldor & Anat Shoshani (2017) Are You Being Served? The Relationship between School
Climate for Service and Teachers' Engagement, Satisfaction, and Intention to Leave: A
Moderated Mediation Model, The Journal of Psychology, 151:4, 359- 378, DOI:
10.1080/00223980.2017.1291488

Mary Joy Pigozzi. (2008). Quality Education and the Global Learning Group. AED Roman, A.
V., Van Wart, M.,

Wang, X. H., Liu, C., Kim, S., & McCarthy, A. (2019). Defining E-leadership as Competence in
ICT-Mediated Communications: An Exploratory Assessment. Public Administration Review.
https://doi.org/10.1111/puar.12980

Setiawan, Wawan. (2017). Era Digital dan Tantangannya. Jurnal Seminar Nasional Pendidikan
https://core.ac.uk/download/pdf/87779963.pdf

1. Wawan Setiawan (2017), (Era Digital dan Tantangannya) Salah satu solusi untuk
pendidikan anak di era digital adalah model parenting immun selfer. Model parenting
immun selfer adalah model pendampingan anak yang efektif khususnya dalam
parenting penggunaan perangkat teknologi seperti gadget. Memberi sistem imun pada
anak sangat penting dikarenakan orang tua tidak setiap saat dapat berada disamping
anak.
2. Muhammad Hayyumas (2016), (Pola Interaksi Hubungan Orang Tua dengan Anak Di Era
Digital) Memasuki era digital perkembangan masif teknologi hadir membawa pengaruh
ke seluruh lapisan masyarakat dari dewasa hingga anak-anak. Orang tua saat ini
memfasilitasi anak mereka dengan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga
berakibat anakanak menjadi ketergantungan akan teknologi yang dimilikinya.
3. Nur Ahmad Yasin (2018), (Tanggung Jawab Orang Tua Kepada Anak di Era Digital
Perspektif Hukum Keluarga Islam di Indonesia) Pengguna teknologi yang sering kita
jumpai sekarang ini adalah anakanak. Mereka tampak asik dengan teknologi canggih
yang ada di tangan. kelalaian orang tua memberikan gadget terhadap anak membawa
dampak yang berbeda, mereka cenderung tidak pernah memantau apa yang dilakukan
oleh anaknya dan cenderung lebih cepat anaknya dalam pemahaman terhadap
teknologi dibandingkan dengan orang tuanya.
4. Firdanianty Pramono, Djuara P. Lubis, Herien Puspitawati, Djoko Susanto (2017).
(Komunikasi Remaja dengan Keluarga di Era Digital), (Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Candradimuka, Palembang, Sumatera Selatan. Vol.01,No.01,2017.) Beberapa
bukti menunjukkan bahwa media elektronik dapat meningkatkan hubungan teman
sebaya dengan mengorbankan keluarga, terutama hubungan orang tua dengan anak.
Sebuah studi video selama empat tahun yang intens pada 30 keluarga berpendapatan
ganda (ibu dan bapak bekerja) memberikan sekilas peran teknologi dalam kehidupan
keluarga modern.
5. Eri Satria Yudatama, Nurhadi, Atik Catur Budiati (2017), (Smartphone dan Keluarga)
Keluarga merupakan wadah dimana sejak dini seorang individu dikondisikan dan
dipersiapkan untuk kelak dapat melakukan peranperannya dalam kehidupan masyarakat
luas. Dalam keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak terdapat hubungan timbal balik
dari masing-masing anggota keluarga tersebut. Dengan adanya kemajuan teknologi
media berupa smartphone yang ditempatkan sebagai sebuah hal baru nantinya mampu
mewujudkan dinamika relasi dalam anggota-anggota keluarga.
6. Kohesivitas adalah merupakan keinginan setiap anggota untuk mempertahankan
keanggotaan mereka dalam kelompok, yang didukung oleh sejumlah kekuatan
independen, tetapi banyak yang lebih berfokus pada ketertarikan antar anggota.
(Festinger, Schater, & Back, 1950). Collins dan Raven (1964) mendefinisikan kohesivitas
adalah kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal di dalam
kelompok dan mencegahnya meninggalkan kelompok

Perkembangan Teknologi di Era 4.0 bagi Pemuda

https://www.kompasiana.com/muhammad23117/61b2d3ce62a70405d515fa62/perkembangan-
teknologi-di-era-4-0-bagi-pemuda

Suatu jenjang yang berada dalam siklus kehidupan manusia, di mana fase tersebut bisa ke arah
perkembangan atau perubahan merupakan definisi dari pemuda. Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2009 Tentang Kepemudaan, mendefinisikan pemuda sebagai warga negara Indonesia yang memasuki
periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh)
tahun. Pemuda di generasi sekarang ini, tentu penguasaan teknologi yang dimiliki jauh lebih canggih
daripada pemuda di generasi sebelumnya.

Penguasaan teknologi harus disertai dengan norma dan etika sehingga ada batas-batas yang diterima
untuk melakukan tindakan dan tidak merugikan pihak manapun. Pemuda sangat erat kaitannya dengan
perkembangan teknologi di era Revolusi Industri 4.0 atau Revolusi Industri Generasi ke empat. Revolusi
industri saat ini menempatkan pada pola digitalisasi dan otomasi di semua aspek kehidupan. Banyak
pihak yang belum menyadari akan adanya perubahan tersebut terutama di kalangan pendidik, padahal
semua itu adalah tantangan generasi muda saat ini. Terlebih di masa sekarang generasi muda ini
mempunyai tantangan sendiri menghadapi era revolusi industri.

Di era perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat ini tentunya kita pernah
mendengar istilah yang disebut Revolusi Industri 4.0. Revolusi merupakan semacam perubahan yang
tidak direncanakan yang berlangsung dengan cepat dan revolusi industri secara sederhananya adalah
perubahan besar dan radikal terhadap cara manusia memproduksi barang.

Revolusi Industri 4.0 ini merupakan salah satu implementasi dari teknologi modern tahun 2020 yang
diimplementasikan dengan meningkatkan teknologi manufaktur serta membuat kerangka kebijakan
strategis. Adanya teknologi seperti robotika, kecerdasan buatan, pembelajaran mesin, bioteknologi,
blockchain, Internet of Things (IoT), dan mobil tanpa pengemudi menandai adanya revolusi industri 4.0.
Sebelum munculnya Revolusi Industri 4.0, ada Revolusi Industri 3.0 lalu 2.0 dan 1.0 dan yang mana jauh
sebelum revolusi industri.

Abad ke-17 hingga awal abad ke-18, munculnya Revolusi Industri 1.0 yang dimulai dengan keberadaan
pabrik dan penemuan tenaga uap oleh para ilmuwan sebagai tanda revolusi Industri dimulai. Kemudian
datang Revolusi Industri 2.0 pada pertengahan abad ke-18 contohnya seperti penggunaan listrik,
munculnya produksi mobil dan Revolusi Industri 3.0 sejak 1960 ditandai dengan adanya pertumbuhan
informasi digital, komputer, dan telepon pintar. Revolusi Industri 4.0 dapat dimanfaatkan sehingga bisa
mendukung pola berpikir serta dapat memajukan inovasi kreatif dan inovatif dari seluruh segi kehidupan
manusia dengan menggunakan teknologi atau internet.

Revolusi industri saat ini merupakan sebuah perubahan cara hidup manusia dan proses kerja secara
terstruktur, yang mana adanya kemajuan teknologi informasi dapat mengintegrasikan dalam dunia
kehidupan dengan digital yang dapat memberikan dampak disiplin ilmu. Pada revolusi industri saat ini,
teknologi manufaktur sudah masuk pada tren otomasi dan pertukaran data informasi. Ini mencakup
sistem, IoT, cyber-fisik, dan komputasi kognitif yang langsung atau tidak langsung akan mempengaruh
struktur hidup manusia di dunia. Revolusi digital mencapai puncaknya saat ini dengan lahirnya teknologi
digital yang berdampak masif terhadap hidup manusia di seluruh dunia. Revolusi industri generasi
keempat mendorong sistem otomatisasi di dalam semua proses aktivitas internet. Teknologi internet
yang semakin canggih tidak hanya mengkoneksi jutaan manusia di dunia tetapi telah menjadi basis bagi
transaksi perdagangan dan transportasi secara online dan luas. Revolusi industri tidak hanya
menyediakan peluang, namun juga tantangan bagi pemuda saat ini. Majunya teknologi sebagai pemicu
revolusi industri saat ini juga diikuti dengan dampak lain seperti kompetisi manusia dengan mesin.

Menurut Hadion (2020:19) Revolusi industri 4.0 adalah sebuah perubahan cara hidup manusia dan
proses kerja secara fundamental, di mana kemajuan teknologi informasi dapat mengintegrasikan dalam
dunia kehidupan dengan digital yang dapat memberikan dampak disiplin ilmu. Pada revolusi industri 4.0,
teknologi manufaktur sudah masuk pada otomasi dan pertukaran data informasi. Itu tentunya
mencakup sistem IoT, lalu cyber-fisik, dan komputasi kognitif yang langsung atau tidak akan
mempengaruhi tatanan hidup di dunia. Di era serba digital seperti saat ini, membawa pengaruh baik
ataupun buruk dalam kehidupan dan tidak lepas dengan yang namanya tantangan. Perkembangan
teknologi yang begitu cepat hingga merasuk di seluruh struktur kehidupan sosial masyarakat.

Di bidang teknologi dan informasi, tantangan pada era digital semakin banyak karena berbagai bidang
kehidupan membawa pengaruh-pengaruh yang bisa membuat perubahan di setiap sisinya. Teknologi
informasi merupakan bidang pengelolaan teknologi dan mencakup berbagai bidang seperti proses,
perangkat lunak komputer, sistem informasi, dan data konstruksi. Data informasi atau pengetahuan
yang dirasakan dalam format visual apapun, melalui setiap mekanisme distribusi multimedia, dianggap
bagian dari teknologi informasi yang semakin berkembang. Tantangan dalam bidang teknologi informasi
sangat banyak seperti memecahkan sebuah masalah, kemudian membuka pikiran untuk menjadi lebih
kreativitas, serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam melakukan pekerjaan.

Kemudian di bidang sosial budaya, era digital juga memiliki pengaruh positif dan dampak negatif yang
menjadikan tantangan untuk diatasi. Kemerosotan moral di kalangan sosial khususnya pemuda menjadi
salah satu tantangan sosial budaya yang serius. Pola interaksi yang terjadi antar orang akan berganti
dengan kehadiran teknologi era digital seperti komputer terutama pada masyarakat golongan ekonomi
atas. Komputer yang dihubungkan dengan telepon telah membuka peluang untuk siapa saja untuk
melihat dunia luar tanpa harus bersosial langsung. Menurut Sonjaya (2019:152) ciri-ciri utama dari Era
Revolusi Industri 4.0 (four point zero) ini adalah berkurangnya peran manusia dalam berbagai aktivitas.
Hanya manusia kreatiflah yang bisa bertahan. Dialah manusia yang kreatif dalam hal empat literasi
utama, yaitu: literasi data (data literacy), yaitu memahami dan menguasai data; literasi teknologi
(technology literacy), mahir menggunakan teknologi; dan literasi komunikasi (communication literacy)
yaitu pandai melakukan komunikasi.

Tantangan utama generasi muda dalam perkembangan digital adalah untuk tidak hanyut dan menjadi
korban dari sisi negatif kemajuan teknologi seperti kemajuan teknologi berpotensi membuat generasi
muda cepat puas dengan pengetahuan yang diperolehnya sehingga menganggap bahwa apa yang
dibacanya di internet adalah pengetahuan yang terlengkap dan final, lalu kemajuan teknologi juga
berpotensi mendorong generasi muda untuk menjalin relasi secara dangkal, serta kemajuan teknologi
berdampak anti sosial. Salah satu dampak yang dapat ditimbulkan dari penyalahgunaan smartphone
atau ponsel adalah munculnya sifat antisosial yang mana pengguna ponsel tersebut tidak lagi peduli
kepada lingkungan sosialnya sehingga cenderung mengutamakan ponsel. Selain itu, pengguna tersebut
tidak peduli lagi apa yang terjadi di sekitarnya, satu-satunya yang dapat menarik perhatiannya hanyalah
ponsel saja. Individu tersebut akan menjadi jarang berinteraksi dengan lingkungan yang ada di
sekitarnya, oleh sebab itu kemampuan interpersonal dan emosionalnya tidak berkembang secara
optimal. Sehingga seseorang akan sulit menjalin komunikasi dan membangun relasi dengan orang yang
ada di lingkungan sekitarnya.

Dalam teori Fungsionalisme Struktural berpendapat bahwa masyarakat akan berjalan dengan baik jika
masing-masing institusi menjalankan fungsinya dengan tepat. Keterhambatan pada salah satu institusi
akan menyebabkan kegagalan pada institusi-institusi lain dan pada gilirannya akan menciptakan
kemacetan pada masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu pemuda juga harus berperan penting
sebagai subjek pembangunan dan menjadi agen perubahan untuk lingkungannya, melalui partisipasi
aktif pemuda dalam kegiatan sosial-kemasyarakatan.

Cara untuk mengatasi permasalahan atau tantangan tersebut ialah pada generasi muda yaitu dengan
membangun rasa kepedulian sosial sejak dini. Hal itu harus menjadi kesadaran bersama pada setiap
orang tua untuk membangun kesadaran sosial terhadap anak sejak dini dimulai dari lingkungan terkecil
yaitu lingkungan keluarga, sehingga nantinya anak tidak akan menjadi manusia yang individualis.

Peran yang harus dilakukan secara bersama-sama khususnya para generasi muda ini yaitu melalui
penguatan literasi digital baik dari sisi teknis maupun dalam etika berbudaya di dunia digital, dengan
adanya penguatan literasi digital ini, diharapkan para generasi muda akan memiliki daya tahan yang
cukup dalam menghadapi bombardir informasi negatif di berbagai platform digital yang ada, serta
pemerintah perlu berpartisipasi aktif dengan membuat regulasi terkait penguatan literasi digital. Oleh
karena itu adanya sebuah regulasi yang disepakati bersama, sehingga dapat mencegah perilaku dari
pemanfaatan teknologi informasi yang berkembang saat ini.

Penguasaan teknologi harus disertai dengan norma dan etika sehingga ada batas-batas yang diterima
untuk melakukan tindakan dan tidak merugikan pihak manapun. Pemuda sangat erat kaitannya dengan
perkembangan teknologi di era Revolusi Industri 4.0 atau Revolusi Industri Generasi ke empat. Revolusi
industri saat ini menempatkan pada pola digitalisasi dan otomasi di semua aspek kehidupan. Banyak
pihak yang belum menyadari akan adanya perubahan tersebut terutama di kalangan pendidik, padahal
semua itu adalah tantangan generasi muda saat ini. Terlebih di masa sekarang generasi muda ini
mempunyai tantangan sendiri menghadapi era revolusi industri.

Revolusi industri saat ini merupakan sebuah perubahan cara hidup manusia dan proses kerja secara
terstruktur, yang mana adanya kemajuan teknologi informasi dapat mengintegrasikan dalam dunia
kehidupan dengan digital yang dapat memberikan dampak disiplin ilmu. Revolusi industri mencapai
puncaknya saat ini dengan lahirnya teknologi digital yang berdampak masif terhadap hidup manusia di
seluruh dunia. Revolusi industri generasi keempat mendorong sistem otomatisasi di dalam semua
proses aktivitas internet. Teknologi internet yang semakin canggih tidak hanya mengkoneksi jutaan
manusia di dunia tetapi telah menjadi basis bagi transaksi perdagangan dan transportasi secara online
dan luas.

Tantangan utama generasi muda dalam perkembangan digital adalah untuk tidak hanyut dan menjadi
korban dari sisi negatif kemajuan teknologi seperti kemajuan teknologi berpotensi membuat generasi
muda cepat puas dengan pengetahuan yang diperolehnya, lalu kemajuan teknologi juga berpotensi
mendorong generasi muda untuk menjalin relasi secara dangkal, dan kemajuan teknologi yang
berdampak anti sosial. Salah satu dampak yang dapat ditimbulkan dari penyalahgunaan smartphone
atau ponsel adalah antisosial behavior yang mana pengguna ponsel tersebut tidak lagi peduli kepada
lingkungan sosialnya dan cenderung mengutamakan ponsel. Cara untuk menghadapi tantangan tersebut
pada generasi muda yaitu dengan membangun kepedulian sosial sejak dini. Hal itu harus menjadi
kesadaran bersama pada setiap orang tua untuk membangun kesadaran sosial terhadap anak sejak dini
dimulai dari lingkungan terkecil yaitu lingkungan keluarga, sehingga nantinya anak tidak akan menjadi
manusia yang individualis.

Referensi:

Rezky Predy, dkk. (2019). Generasi Milenial yang Siap Menghadapi Era Revolusi Digital (Society 5.0 dan
Revolusi Industri 4.0) di Bidang Pendidikan Melalui Pengembangan Sumber Daya Manusia. Semarang:
Universitas Negeri Semarang

Setiawan, Wawan. (2017). Era Digital dan Tantangannya. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia

Wijoyo, Hadion, dkk. (2020). GENERASI Z & REVOLUSI INDUSTRI 4.0. Purwokerto Selatan: CV. Pena
Persada

Budhijanto, Danrivanto. (2019). CYBERLAW DAN REVOLUSI INDUSTRI 4.0. Bandung: LOGOZ PUBLISHING

Octavianti, Meria, dkk. (2019). Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi Menghadapi Revolusi Industri 4.0.
Yogyakarta: Buku Litera Yogyakarta.
Overview
The metaverse has been threatening to explode for over a decade, but pandemic-fuelled digital
acceleration has finally tipped the scales in its favour.

With a bandwagon led by Meta CEO Mark Zuckerberg, the metaverse is gaining momentum and
heralded as something much more profound and powerful than just another iteration of the world
wild web.

Our new Metaverse Futures presentation helps businesses to tap into this digital space where
people can gather and interact with millions of virtual experiences at once. The metaverse will
fundamentally transform the way we work, rest, play and engage with one another – from how
we create culture and drive financial markets to the way we broker society and experience the
world.

Your team can explore the massive potential of the metaverse, but also the risk, as Big Tech
threatens to usurp the hope, optimism and communal promise the metaverse inspires.

Top: Carolina Carballo for The Future Laboratory


 

In this presentation
A vain ideal or a new way that we’ll engage with cultural and commercial models as next-
generation metizens come of age? In this presentation you’ll find out, as we tackle the
metaverse’s impact on the following core societal pillars:

: The Workplace

While the home and office nurture different working patterns, these hybrid states will coalesce in
the metaverse and foster a rich working environment of collaboration, creativity and cross-
pollination across continents.

: Education

Now a hub for socialising, entertainment and creativity, platforms will begin using the
immersive potential of the metaverse to serve a deeper purpose by educating users and preparing
them for self-directed knowledge and life-long learning.

: Retail
Already, retailers are looking beyond fleeting initiatives to develop creative, adaptive and
interactive virtual environments that foster long-term engagement and loyalty, and entirely new
ways of engaging with products and services.

: Social, Media and Entertainment

Consumers are shunning over-saturated media platforms in search of immersive metaverse


spaces that foster new kinds of connection, inspiration and entertainment.

: Purpose

Organisations, designers and citizens are partnering to harness the power of the metaverse and its
evolving digital economy to address once-in-a-generation challenges, from the climate crisis to
the struggle for social justice.

: Travel & Hospitality

The metaverse is being used to entice a new generation of travellers, helping them to discover,
explore and acclimatise to real-life locations and new frontiers entirely seamlessly.
"Metaverse":
Ancaman atau Peluang bagi Umat Manusia?
Beberapa waktu yang lalu, jagat dunia teknologi dihebohkan dengan beredarnya kabar dari Meta,
induk perusahaan yang menaungi Facebook, Instagram, dan Whatsapp. Mark Zuckerberg, CEO
Meta, menyatakan bahwa perusahaannya akan mengembangkan sebuah teknologi yang disebut
sebagai metaverse. Istilah ini konon diambil dari konsep dunia virtual yang dituangkan dalam
sebuah novel fiksi ilmiah karya Neal Stephenson tahun 1992 yang berjudul Snow Crash.

Teknologi ini nantinya akan menjadi tulang punggung Meta, yang jauh lebih maju dibanding
media sosial yang ada dalam naungan mereka saat ini. Beberapa perusahaan teknologi seperti
Cisco dan IBM sebenarnya sudah mulai mengembangkan konsep seperti ini sejak dekade yang
lalu. Namun hasilnya tidak menggembirakan. Kini, dengan kecanggihan peralatan elektronik dan
kecepatan jaringan Internet yang tersedia, metaverse memiliki peluang besar untuk berhasil.

Saking canggihnya, banyak pengamat teknologi yang memperkirakan bahwa metaverse akan
menjadi era baru dari teknologi Internet. Seperti apa sebenarnya wujud metaverse itu?

Bayangkan ada sebuah dunia virtual 3D yang bisa kita jelajahi menggunakan kacamata realitas
virtual. Di dalamnya, kita bisa memilih representasi visual (avatar) yang kita inginkan. Misalnya,
kita memilih untuk menggunakan avatar berupa sosok lelaki yang tinggi besar dengan suara yang
berwibawa. Padahal, mungkin gambaran itu sangat bertolak belakang dengan fisik kita di dunia
nyata.

Dengan avatar itu, kita bisa berinteraksi dengan lingkungan virtual yang ada. Kita bisa
melakukan kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan di dunia nyata, mulai dari mengobrol dengan
sesama avatar, menghadiri konser, menikmati karya seni, bahkan jual beli.

Sekilas terlihat seperti main-main. Namun, beberapa perusahaan besar sudah mulai melirik
potensi bisnisnya. Misalnya, Gucci sudah terpikir untuk meluncurkan produk-produk digitalnya
di metaverse. Kita bisa membeli dan memakaikannya pada avatar yang kita mainkan. Apakah
ada yang mau? Tentu saja. Bukankah pola semacam ini sudah terjadi dalam permainan online?

Bahkan diperkirakan produk digital di metaverse akan mirip dengan apa yang ada di dunia nyata,
seperti tanah, rumah, serta alat transportasi. Karena jual belinya menggunakan nilai uang asli
(kemungkinan mata uang kripto), maka kita pun bisa mendulang keuntungan di dalamnya. Bisa
saja nantinya akan ada banyak orang yang menggantungkan nafkahnya melalui profesi sehari-
harinya di metaverse.
Ide futuristik ini mendapat beragam tanggapan dari banyak orang. Robert McNamee, salah
seorang investor awal Facebook mengatakan, "Adalah ide yang buruk jika kita semua sehari-hari
hanya duduk dan menonton melalui alat itu dan merasakannya sebagai sesuatu yang normal."
Menurutnya, kemungkinan meluasnya fenomena seperti itu harus menjadi perhatian banyak
orang sejak sekarang.
Ancaman yang paling nyata dari teknologi ini adalah kecenderungan untuk membuat manusia
semakin malas bergerak dan bersosialisasi di dunia nyata. Kita sudah melihat bagaimana pola
hidup anak muda berubah setelah meluasnya penggunaan media sosial. Apalagi, jika disuguhi
dengan teknologi yang jauh lebih mengasyikkan lagi.

Tidak hanya problem kesehatan fisik seperti gangguan penglihatan dan obesitas yang mengintai
para pengguna metaverse. Problem psikologi juga tidak kalah mengkhawatirkan. Kenikmatan
berselancar di metaverse, dengan menggunakan avatar yang mungkin saja merupakan citra diri
yang tidak kesampaian, bisa membuat penggunanya susah untuk menerima keadaan di dunia
nyata.
Kemudian, peluang kejahatan dunia maya juga semakin terbuka lebar. Hal ini dipicu oleh
kemampuan metaverse yang memungkinkan penggunanya menampilkan citra diri yang sangat
lain dengan kenyataan aslinya di dunia nyata. Pencurian data serta manipulasi terhadap
seseorang bisa lebih leluasa dilakukan.

Permasalahan sosial dan keagamaan pun tidak kalah banyaknya. Penyebaran konten yang
mengandung pornografi ataupun yang bernuansa provokatif, agitatif, dan anarkis akan semakin
mendapat ruang. Ingat bagaimana media sosial menjadi sarana utama penyebaran berita bohong
(hoax), bahkan revolusi seperti yang terjadi di Mesir pada 2011.

Namun di tengah berbagai potensi bahaya yang ada, metaverse juga memiliki berbagai potensi
manfaat. Kemungkinan untuk menjelajahi "dunia" tanpa melibatkan gerak fisik seperti di dunia
nyata justru merupakan keunggulan utamanya. Orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik,
seperti kaum lanjut usia atau difabel, bisa menikmati "dunia" selayaknya orang-orang pada
umumnya.

Potensi ekonomi yang ada di dalamnya juga bisa menciptakan peluang usaha baru yang belum
pernah ada pada era sebelumnya. Perusahaan-perusahaan juga akan terdorong untuk memikirkan
konsep pemasaran dan penjangkauan pelanggan melalui metaverse.

Cathy Hackl, seorang futuris teknologi, mengatakan bahwa sebagaimana banyak perusahaan
pada awal tahun 2000-an yang tidak terpikir sebelumnya untuk merambah media sosial, merek-
merek pada tahun 2020-an ke atas harus melibatkan tim metaverse untuk bertahan pada era Web
3.0.

Melihat pola perkembangan teknologi yang telah terjadi, kemungkinan besar metaverse akan
menjadi teknologi yang umum di masa depan. Bisa saja nantinya ada sekolah virtual yang
mengajarkan ilmu-ilmu yang hanya bisa dimanfaatkan di metaverse, kebun binatang virtual yang
berisi hewan-hewan purbakala dan khayalan, atau hunian dan gedung perkantoran yang mustahil
diwujudkan dalam dunia nyata. Jika dikelola dengan baik, metaverse tentu akan menjadi berkah
bagi umat manusia.
Oleh sebab itu, permasalahannya bukan lagi terletak pada boleh-tidaknya teknologi ini
dikembangkan. Tetapi, bagaimana arah pengembangannya dan penerapan etika bagi
penggunanya. Tentu saja Meta tidak akan menjadi pemain tunggal pengembang metaverse. Akan
ada perusahaan-perusahaan lain, bahkan mungkin yang saat ini belum berdiri, yang akan
mengembangkan metaverse-nya sesuai dengan imajinasinya masing-masing. Hal inilah yang
akan memperumit diskusi yang ada.

Polemik yang akan muncul seputar metaverse tidak hanya membutuhkan jawaban dari kalangan
teknologi. Tetapi juga pandangan multidisiplin, seperti dari ahli hukum, pemuka agama,
psikolog, maupun sosiolog. Permasalahan-permasalahan yang menyertai pengembangan
metaverse harus selalu ditanggapi dan menjadi masukan dalam pengembangan versi berikutnya.

Misalnya, sejauh mana anonimitas dan kebebasan bisa diwujudkan dalam metaverse? Sekuat apa
hukum dapat menyentuh "kejahatan" yang dilakukan seorang avatar terhadap avatar lain di
metaverse? Seperti apa norma-norma masyarakat dan tradisi yang diterapkan dalam metaverse?
Seperti halnya teknologi yang lain, jangan sampai manusia diperbudak olehnya. Dengan begitu,
metaverse akan memberi manfaat secara luas.

Mungkin Anda berpikir bahwa teknologi yang canggih seperti ini baru akan terwujud dalam
jangka waktu lama. Namun Mark Zuckerberg memperkirakan bahwa metaverse akan menjadi
hal yang umum dalam waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan saja. Bersiap-siaplah
memasuki era dunia imajinasi "tanpa batas."

https://news.detik.com/kolom/d-5826538/metaverse-ancaman-atau-peluang-bagi-umat-manusia.

Metaverse Facebook Disebut Ancaman Mengerikan


untuk Manusia
Ide Metaverse Facebook disebut kritikus sebagai ancaman mengerikan bagi manusia dan sebuah
distopia -- bayangan di mana ada penderitaan atau ketidakadilan yang besar di masa mendatang.

Meta, nama baru Facebook ini menginvestasikan miliaran dolar ke dalam sebuah proyek yang
berharap untuk melihat penciptaan lingkungan realitas virtual yang imersif. Ide ini yang
dinamakan sebagai Metaverse. Nantinya, dengan Metaverse, orang dapat berinteraksi dengan
pengguna dan dunia buatan di sekitar mereka.

Dr David Reid, Profesor AI dan Spatial Computing di Liverpool Hope University salah satu
yang agak khawatir dengan ide ini. Meskipun dia percaya bahwa Metaverse berpotensi
membawa beberapa hal menarik bagi umat manusia, itu juga berisiko memperdalam masalah
yang ada seperti masalah privasi data dan cyberbullying secara drastis.
Lebih mengkhawatirkan lagi, ia berpendapat bahwa perkembangan teknologi ini akan
mengaburkan batas antara virtual dan realitas. Siapa pun yang menjadi penguasa realitas ini akan
memiliki akses ke jumlah data yang belum pernah terjadi sebelumnya. Itu artinya: kekuatan yang
tak terhitung jumlahnya.

"Pasar untuk itu sangat besar. Siapa pun yang mengendalikannya, pada dasarnya akan memiliki
kendali atas seluruh realitas Anda," ucap Dr Reid.

"Banyak sistem prototipe MR [mixed-reality] saat ini memiliki teknologi pelacakan wajah, mata,
tubuh, dan tangan. Sebagian besar memiliki kamera canggih. Beberapa bahkan menggabungkan
teknologi Electroencephalogram (EEG) untuk mengambil pola gelombang otak. Dengan kata
lain, semua yang Anda katakan, manipulasi, lihat, atau bahkan pikirkan dapat dipantau di MR.
Data yang akan dihasilkan ini akan sangat luas dan sangat berharga," tegasnya.

Itulah mengapa Dr Reid bersikeras kita membutuhkan sistem untuk mengawasi Metaverse. Tidak
ada satu perusahaan pun yang boleh melakukan kontrol terhadap hal sebesar itu, menurutnya.

Reid tidak sendirian dalam keprihatinannya. Kritikus terkemuka lainnya dari metaverse adalah
Roger McNamee, seorang investor awal di Facebook. Ia berbicara di Web Summit di Lisbon
minggu ini, McNamee dilaporkan mengatakan bahwa dia yakin proyek metaverse diburu-buru
oleh Facebook dalam upaya untuk membelokkan pers buruk yang dihasilkan oleh kesaksian
pelapor Frances Haugen.

"Facebook seharusnya tidak diizinkan untuk membuat metaverse dystopian," kata McNamee
kepada BBC.

"Facebook seharusnya kehilangan hak untuk membuat pilihannya sendiri. Seorang regulator
harus ada di sana memberikan persetujuan awal untuk semua yang mereka lakukan. Jumlah
kerugian yang mereka lakukan tidak terhitung," tambahnya. Demikian melansir IFL Science,
Senin (8/11/2021)

Baca artikel detikinet, "Metaverse Facebook Disebut Ancaman Mengerikan untuk Manusia"
selengkapnya https://inet.detik.com/science/d-5802778/metaverse-facebook-disebut-ancaman-
mengerikan-untuk-manusia.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/


Dunia Metaverse Facebook Disebut Ide Buruk, Ini
Alasannya
Fino Yurio Kristo - detikInet
Jumat, 05 Nov 2021 13:25 WIB
1 komentar
SHARE
URL telah disalin
Ganti Nama Jadi Meta, Facebook Fokus Pengembangan Metaverse
Meeting di jagat Metaverse Facebook. Foto: DW (News)
Jakarta -

Facebook, dengan perubahan induk perusahaan menjadi Meta, berambisi menciptakan jagat
metaverse sebagai masa depan internet. Akan tetapi salah satu investor awal Facebook ini
memandangnya akan punya dampak buruk. Kenapa?

Seperti diberitakan, Metaverse merupakan tempat virtual di mana orang-orang bisa berinteraksi
secara digital menggunakan avatar, berbekal teknologi augmented reality maupun virtual reality.
CEO Meta Mark Zuckerberg mengatakan metaverse akan menjadi masa depan internet dan
perusahaannya.

Namun tidak demikian bagi Roger McNamee, salah satu investor awal Facebook. "Itu adalah ide
buruk dan fakta bahwa kita semua hanya duduk dan menyaksikannya seolah itu normal harus
diwaspadai setiap orang," cetusnya, dikutip detikINET dari BBC.
Baca juga:
Mantan Karyawan Facebook Desak Zuckerberg Lengser

Menurutnya, Facebook tidak seharusnya dibiarkan menciptakan dunia distopia metaverse,


apalagi dengan track record mereka yang meragukan, misalnya soal privasi dan penyebaran
hoax. Roger juga menyangsikan metaverse akan aman di tangan Mark Zuckerberg.

"Tidak seharusnya regulator atau pembuat kebijakan mengizinkan Facebook untuk


mengoperasikan metaverse atau mata uang kripto," kritiknya.

"Facebook seharusnya tidak berhak lagi membuat pilihan sendiri. Regulator harus ada di sana
untuk memberi persetujuan akan semua yang mereka lakukan. Jumlah kerusakan yang mereka
lakukan tidak terhitung," tandasnya.
Baca juga:
Mantan CEO Google Kritik Teknologi Metaverse Facebook

Chief Product Meta, Chris Cox, menyatakan metaverse akan membuat internet lebih bergairah,
misalnya pengalaman merasakan meeting virtual mirip seperti kenyataan. Ia juga yakin internet
secara keseluruhan di masa depan akan mengadopsinya.

"Setiap orang kelelahan dengan konferensi video. Anda tak tahu siapa melihat ke siapa dan
setiap orang saling mengganggu," cetusnya. Sedangkan di Metaverse, orang bisa bertemu dengan
virtual reality di Facebook sehingga lebih intim

Baca artikel detikinet, "Dunia Metaverse Facebook Disebut Ide Buruk, Ini Alasannya"
selengkapnya https://inet.detik.com/cyberlife/d-5798330/dunia-metaverse-facebook-disebut-ide-
buruk-ini-alasannya.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/

Mantan CEO Google Kritik Teknologi Metaverse Facebook


Virgina Maulita Putri - detikInet
Senin, 01 Nov 2021 15:20 WIB
2 komentar
SHARE
URL telah disalin
eric schmidt
Mantan CEO Google Kritik Teknologi Metaverse Foto: Getty Images
Jakarta -

Mantan CEO Google Eric Schmidt menjadi tokoh teknologi kesekian yang mengkritik konsep
metaverse yang dikembangkan oleh Facebook/Meta. Ia juga mengungkapkan kekhawatirannya
akan masa depan kecerdasan buatan.

Dalam wawancara dengan New York Times, Schmidt tidak memungkiri bahwa teknologi
metaverse akan ada di mana-mana. Tapi ia memperingatkan bahwa teknologi ini belum tentu
akan menjadi hal terbaik bagi masyarakat.
Baca juga:
Facebook Ganti Nama Jadi Meta, WhatsApp Ikut Berubah

"Semua orang yang berbicara tentang metaverse bicara tentang dunia yang lebih memuaskan dari
dunia saat ini -- kalian lebih kaya, lebih tampan, lebih cantik, lebih bertenaga, lebih cepat," kata
Schmidt kepada New York Times, seperti dikutip dari Business Insider, Senin (1/11/2021).

"Jadi, dalam beberapa tahun, orang-orang akan menghabiskan waktunya dengan goggles-nya di
metaverse. Dan siapa yang akan membuat aturannya? Dunia akan beralih jadi lebih digital
ketimbang fisik. Dan itu belum tentu akan jadi hal yang baik bagi manusia," sambungnya.

Komentar Schmidt ini dilontarkan tidak lama setelah Facebook mengumumkan pergantian
namanya menjadi Meta. Nama baru ini dipilih untuk menekankan fokus perusahaan
mengembangkan metaverse dan menjauh dari citra sebagai perusahaan media sosial.
VDO.AI

Metaverse sendiri merupakan tempat virtual di mana orang-orang bisa berinteraksi secara digital
menggunakan avatar. CEO Meta Mark Zuckerberg mengatakan metaverse akan menjadi masa
depan internet dan perusahaannya.
Baca juga:
Kecurigaan di Balik Facebook Ganti Nama Jadi Meta

Schmidt juga mengatakan ia memandang kecerdasan buatan (AI), yang digunakan Meta untuk
menjalankan algoritma di semua platform-nya, sebagai 'tuhan palsu' yang bisa menciptakan
hubungan yang tidak sehat.

"Seperti apa wujud sahabat AI, terutama untuk seorang anak? Seperti apa perang yang didukung
AI? Apakah AI memahami aspek realitas yang kita tidak rasakan? Mungkinkah AI melihat hal-
hal yang tidak dapat dipahami manusia?" ucap Schmidt

Baca artikel detikinet, "Mantan CEO Google Kritik Teknologi Metaverse Facebook"
selengkapnya https://inet.detik.com/cyberlife/d-5791783/mantan-ceo-google-kritik-teknologi-
metaverse-facebook.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/


Metaverse dalam Dunia Pendidikan: Peluang
atau Ancaman
Oleh: Ramilury Kurniawan*

30 November 2021, 11: 35: 59 WIB | editor : Ali Sodiqin

 Peran Guru dalam Tantangan Era Digital


 Panasnya Harga Minyak Goreng

PADA tanggal 28 Oktober 2021, CEO perusahaan Facebook Mark Zuckerberg mengumumkan
bahwa perusahaannya berubah nama menjadi ”Meta”. Perubahan nama ini bukan hanya sekadar
rebranding saja, melainkan karena Mark Zuckerberg ingin perusahaannya lebih fokus ke
pengembangan teknologi masa depan yang disebut sebagai ”metaverse”. Dalam presentasi yang
diunggah di channel YouTube resmi Meta, Mark Zuckerberg mengatakan bahwa metaverse akan
membawa manusia merasakan sensasi baru di mana kita dapat merasakan hidup di dunia virtual.
Dalam dunia virtual tersebut kita bisa bekerja, berbelanja, bermain, dan melakukan banyak hal
yang belum pernah kita bayangkan sebelumnya.

Pertanyaan besarnya adalah, apa itu metaverse? Istilah metaverse pertama kali digunakan dalam
novel berjudul Snow Crash yang ditulis oleh Neal Stephenson dan diterbitkan tahun 1992. Dalam
novel tersebut digambarkan bahwa manusia dapat menikmati sebuah dunia virtual yang berbeda
dengan dunia nyata. Jadi intinya, dengan bantuan perangkat seperti virtual reality (VR), magic
gloves, dan controller, kita akan dibawa ke dalam dunia virtual tiga dimensi. Hal ini membuat
kita seolah-olah meninggalkan dunia nyata dan masuk ke dalam dunia fantasi. Sebuah film
garapan Steven Spielberg dengan judul Ready Player One tampaknya dapat menjadi gambaran
bagaimana jika teknologi metaverse ini sudah diaplikasikan secara massal.

Tidak hanya Facebook yang mendeklarasikan akan mengembangkan metaverse, perusahaan


teknologi raksasa seperti Microsoft juga turut serta dalam pengembangan metaverse. Terdapat
juga platform game seperti Roblox dan Fortnite yang siap terjun ke metaverse. Proyek metaverse
ini tentu adalah proyek raksasa di mana akan mengubah hidup kita yang sekarang ”dikendalikan”
oleh berbagai media sosial berbentuk dua dimensi ke arah dunia virtual berbentuk tiga dimensi.

Peluang dan Ancaman

Dunia pendidikan tidak dapat menolak kemajuan teknologi. Justru kita wajib memanfaatkan
kemajuan teknologi tersebut sebagai alat untuk melakukan kegiatan yang positif. Dengan adanya
pengembangan metaverse oleh perusahaan-perusahaan teknologi raksasa, maka dunia pendidikan
mau tidak mau harus menyiapkan diri menyambut teknologi tersebut. Metaverse (jika memang
berhasil dikembangkan) akan menjadi dejavu ketika internet dulu juga mulai masuk dalam dunia
pendidikan.
Metaverse suatu saat akan membuat guru sejarah tidak perlu membawa peserta didiknya ke
museum di dunia nyata. Peserta didik tinggal diajak masuk ke metaverse yang di sana sudah
tersedia museum virtual tiga dimensi. Sebagai contoh yang lain, dalam pelajaran geografi, guru
dapat mengajak peserta didik melihat peristiwa gunung meletus, bahkan bisa juga sekaligus
melakukan wawancara kepada ahli vulkanologi secara virtual. Metaverse akan menjadikan
pelajaran yang sebelumnya hanya bisa dilihat dalam dua dimensi, menjadi sebuah pengalaman
yang lebih nyata. Peserta didik dibawa keluar dari dimensi abstrak menuju sebuah realitas
virtual.

Metaverse mungkin akan membuat seluruh aktivitas dalam dunia pendidikan nantinya dapat
dilakukan dalam dunia virtual. Sekolah akan dibangun di dunia virtual, kelas-kelas akan terdapat
di dunia virtual, pembelajaran dilakukan secara virtual, bahkan administrasi sekolah juga dapat
dilakukan secara virtual. Metaverse membuat kita dapat melakukan apa pun tanpa harus bertemu
secara langsung. Jika hal ini terjadi, tentu menjadi sebuah disrupsi bagi dunia pendidikan masa
kini. Sebuah angan-angan yang sangat menarik, sekaligus juga sangat mengerikan.

Jika semua kegiatan dalam dunia pendidikan dilakukan secara virtual, dampak negatif yang
dapat dirasakan secara langsung tentu saja dari segi kesehatan. Seorang perempuan bernama
Joanna Stren yang melakukan uji coba menggunakan virtual reality dan masuk dalam metaverse
selama 24 jam, mengaku bahwa dia mengalami gejala kepala pusing dan mata sakit. Menurut Jak
Wilmot yang pernah satu minggu merasakan hidup di dunia virtual mengatakan bahwa
metaverse membuat kita kehilangan ”energi alam” yang sebenarnya adalah bagian dari hidup
kita. Jadi, bisa dibayangkan jika kita berhari-hari menggunakan alat tersebut.

Selain dampak dari segi kesehatan, metaverse akan menghilangkan kehangatan sosial yang
seharusnya bisa dirasakan ketika manusia melakukan interaksi dengan manusia lainnya secara
langsung. Bagaimanapun juga, dunia virtual bukanlah dunia nyata. Dunia nyata sebenarnya
adalah tempat kita hidup sekarang ini di bumi, bukan di metaverse. Bisa jadi seorang guru nanti
tidak akan pernah mengenal secara langsung peserta didik yang telah dia ajar selama berbulan-
bulan. Bisa jadi pembelajaran hanya sekadar formalitas saja tanpa menjadikan manusia menjadi
manusia yang sesungguhnya.

Sebuah Refleksi

Perkembangan teknologi bagaimanapun juga tidak bisa kita cegah. Kita hanya perlu bijak dalam
menggunakan teknologi tersebut sehingga membawa manfaat sebesar-besarnya bagi kehidupan
manusia, khususnya dalam bidang pendidikan. Pada awal tahun 2000-an dunia pendidikan begitu
takut jika internet akan merusak, bahkan pada tahun-tahun tersebut, handphone merupakan
barang haram bagi peserta didik, siapa yang membawa maka siap-siap untuk disita.

Sekarang, setelah berjalan satu dekade, semua teknologi yang dulu tampaknya sangat
mengerikan, justru bisa dimanfaatkan dalam dunia pendidikan. Dunia pendidikan tidak bisa
melarang kemajuan zaman, dunia pendidikan hanya bisa membuat regulasi tentang bagaimana
memanfaatkan teknologi ke arah yang positif.
Perkembangan teknologi, termasuk metaverse, hakikatnya hanyalah sebuah cara, tidak bisa
dijadikan esensi kehidupan. Dalam pandangan penulis, sekolah fisik dan semua kegiatan di
dalamnya juga tidak akan digantikan oleh metaverse. Metaverse hanya akan menjadi alat bagi
dunia pendidikan untuk membuat pelayanan lebih baik lagi tanpa harus menghilangkan semua
yang ada di dunia nyata. Bagaimanapun juga dunia pendidikan bertujuan memanusiakan
manusia, bukan memvirtualkan manusia. (*) 

*) Guru Sejarah SMAN 1 Giri, Banyuwangi.

Mengenal Metaverse, Konsep Dunia Digital Masa Depan yang Canggih


Fahri Zulfikar - detikEdu
Kamis, 30 Des 2021 18:30 WIB
2 komentar
SHARE
URL telah disalin
Ilustrasi Metaverse
Foto: iStockphoto/Metaverse
Jakarta - Metaverse adalah sebuah konsep masa depan dalam dunia teknologi. Istilah metaverse
ramai diperbincangkan di media sosial tak lama setelah CEO Facebook, Mark Zuckerberg
mengubah nama induk perusahaan Facebook menjadi Meta Platforms Inc. (Meta).

Secara etimologis, metaverse berasal dari kata 'meta' yang berarti 'melampaui' dan 'verse' yang
berarti 'alam semesta'. Sehingga metaverse dapat diartikan sebagai sebuah ruang berisi materi
yang melampaui semua hal yang terlihat di dunia ini.

Baca juga:
Ramai Dibicarakan di Sosmed, Ini Sejarah Metaverse dari Pakar Unair

Sementara menurut Coinmarketcap, metaverse adalah ruang virtual yang diciptakan sebagai
versi digital dari berbagai aspek yang ada di dunia nyata, baik itu interaksi antara manusia
maupun fungsi ekonomi. Ada beberapa hal yang menarik terkait metaverse, berikut
penjelasannya

1. Istilah metaverse sudah ada sejak 1992

Meski banyak dijelaskan dan dikenalkan oleh Mark Zuckerberg, namun istilah metaverse
bukanlah hal baru. Istilah ini sudah dikenal sejak tahun 1992.

Orang pertama yang menciptakan istilah metaverse itu adalah Neal Stephenson. Dia menyebut
metaverse pada novelnya di tahun 1992 yang berjudul Snow Crash.

Dalam novel tersebut, istilah metaverse merujuk pada dunia virtual 3D yang dihuni oleh avatar
orang sungguhan. Menurut pakar Kajian Media Universitas Airlangga (Unair) Rachman Ida,
konsep metaverse sendiri merupakan perkembangan dari konsep yang telah ada sebelumnya.

"Konsep Metaverse bukan benar-benar baru, sebab pada tahun 2003 sudah ada dunia virtual
bernama Second Life yang menawarkan adanya konsep virtual community yang dibuat dengan
maksud menghubungkan orang tanpa harus bertemu secara langsung," ungkap Ida dikutip dari
laman Unair.

Keberhasilan Second Life sendiri sudah terlihat saat perusahaan sekelas International Business
Machine Corporation (IBM), serta ratusan perusahaan lainnya saling mendirikan kantor virtual di
sana.

2. 'Kehidupan' di dunia Metaverse

Melansir laman CNBC Indonesia, metaverse secara lebih singkat bisa dianggap sebagai internet
yang diberikan dalam bentuk 3D. Jika selama ini kehidupan manusia di media sosial hanya
bertatapan di layar maka, Zuckerberg menggambarkan metaverse sebagai lingkungan virtual
yang bisa dimasuki lebih real secara 3D.

Bisa dikatakan itu adalah komunitas virtual yang saling terhubung di mana, orang-orang dapat
bekerja, bertemu, bermain dengan menggunakan headset realitas virtual, kacamata augmented
reality (AR), aplikasi smartphone dan atau perangkat lainnya.

Baca juga:
Wariskan Bakat? Mark Zuckerberg Ajari Anak Coding Sejak Umur 3 Tahun

3. Bisa pergi ke konser hingga kantor virtual

Lebih menariknya lagi, di dunia metaverse, pengguna bisa melakukan hal-hal seperti pergi ke
konser virtual, melakukan perjalanan online, membuat atau melihat karya seni dan mencoba
pakaian digital untuk dibeli.

Bahkan menurut Zuckerberg, metaverse bisa menjadi sistem baru dalam dunia kerja seperti shift
atau work from home di tengah kondisi pandemi COVID-19. Berbeda dengan bekerja secara
virtual dengan panggilan video, di metaverse karyawan bisa bergabung bersama di sebuah kantor
virtual.

Baca artikel detikedu, "Mengenal Metaverse, Konsep Dunia Digital Masa Depan yang Canggih"
selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5877242/mengenal-metaverse-konsep-
dunia-digital-masa-depan-yang-canggih.
Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/
Apa Arti Metaverse? Apakah Bahaya
Metaverse Bagi Manusia?
Metaverse banyak dibicarakan baru-baru ini. Apalagi setelah Mark Zuckerberg
menginvestasikan miliaran dolar untuk proyek metaverse tersebut.

Ya, sang founder dan CEO dari Facebook Inc. yang kini sudah berubah nama menjadi Meta
Platform Inc. itu berinvestasi besar-besaran demi menggarap proyek yang menciptakan
lingkungan realitas virtual yang imersif yang disebut dengan Metaverse.

Lalu, apa arti metaversi versi Facebook? Dan apakah ia berbahaya bagi kelangsungan hidup
umat manusia? Yuk kita bahas.

Zaman sekarang, kita sudah terbiasa menggunakan banyak teknologi seperti speaker audio,
televisi, game interaktif dan bahkan virtual reality.

Kebanyakan, penggunaan teknologi ini hanya menggunakan indra pendengaran dan penglihatan
saja. Namun di masa depan, tidak menutup kemungkinan bahwa manusia bisa mengembangkan
teknologi yang mengelabui indra penciuman bahkan sentuhan.

Anda pernah melihat film atau kartun yang bertema science fiction? Khususnya yang
menceritakan manusia yang masuk kedalam dunia vrtual seperti dalam anime SAO misalnya,
atau dalam The Matrix? Nah kira-kira seperti itulah metaverse ini.

Metaverse. Ungkapan ini digambarkan sebagai lingkungan virtual yang bisa kita masuki. Bisa
dibilang sebaga dunia virtual yang dapat manusia masuki dan saling terhubung satu sama lain. 

Di dunia virtual ini, manusia dapat bertemu, terhubung, bekerja, bermain menggunakan headset
virtual reality, kacamata augmentasi virtual, smartphone ataupun perangkat lainnya yang
terhubung dengan internet.

Teknologi metaverse ini juga menghubungkan manusia menggunakan lingkungan virtual untuk
berbelanja online, bermain media sosial, konser virtual dan melakukan perjalanan ke suatu
tempat secara online.

Sebagai langkah awal, Facebook meluncurkan meeting software yang disebut dengan Horizon
Workrooms yang digunakan dengan headset Oculus VR. Bagi yang membeli perangkat ini,
pengguna dapat berpindah di antara dunia virtual yang dibuat oleh beberapa perusahaan yang
berbeda.
Bukan Hanya Proyek Facebook Saja
Ternyata proyek metaverse sendiri dijalankan bukan hanya oleh perusahaan Facebook saja.
Sejumlah perusahaan besar, beberapa diantaranya bahkan telah membicarakan proyek serupa,
misalnya adalah Nvidia dan juga Microsoft. 

Perusahaan game Fortnite, Epic Games pun tidak mau ketinggalan. Mereka disinyalir telah
mengumpulkan US$1 miliar dari investor untuk membantu rencana jangka panjangnya
membangun metaverse. 

Platform game lain yaitu Roblox bahkan menguraikan visinya tentang metaverse sebagai tempat
di mana orang-orang dapat berkumpul bersama dalam jutaan pengalaman 3D untuk belajar,
bekerja, bermain, berkreasi, dan bersosialisasi.

Menuai Kontroversi
Meskipun dapat dikatakan keberaadaan metavere ini akan menjadi sebuah gebrakan yang wah,
banyak yang mengatakan bahwa sistem tersebut adalah ancaman bagi manusia. Metaverse
disebut-sebug sebagai sebuah pintu menuju dunia yang penuh distopia atau dunia yang penuh
dengan gambaran penderitaan dan banyak ketidakadilan.

Salah satu ahli yang merasa bahwa metaverse ini merupakan ancaman bagi manusia adalah Dr
David Reid yang merupakan Provesor AI dan Spatial Computing di Liverpool Hope University,
Inggris. 

Ia berpendapat, keberadaan metaverse dapat meningkatkan resiko cyberbullying dan masalah


privasi data. Metaverse juga dinilai dapat mengaburkan batas antara virtual dan realitas.

Jadi, siapapun yang mengendalikan metaverse, maka mereka juga dapat mengendalikan
penggunanya termasuk realitas yang dimiliki pengguna.

Untuk saat ini, banyak sistem prototipe MR [mixed-reality] yang memiliki teknologi pelacakan
wajah, mata, tubuh, dan tangan. Sebagian besar memiliki kamera canggih. Beberapa bahkan
menggabungkan teknologi Electroencephalogram (EEG) untuk mengambil pola gelombang
otak. 

Ini artinya, semua yang pengguna katakan, manipulasi, lihat, atau bahkan pikirkan dapat
dipantau di MR. Menurut Reid, tidak boleh ada satu perusahaan yang mengambil kuasa
sebanyak itu dan manusia membutuhkan sistem yang dapat mengawasi metaverse.

Anda mungkin juga menyukai