Anda di halaman 1dari 13

KEPEDULIAN SOSIAL EKONOMI MELALUI KEBIJAKAN ZAKAT DALAM

PERSPEKTIF HADIS

Ulfiyatun Nadzifah
ulfinadzif@gmail.com
A. PENDAHULUAN

Pembahasan mengenai permasalahan yang sering terjadi saat ini mulai dari aspek
hukum, sosial, budaya, serta agama tidak pernah lepas dari pembahasan yang berkaitan
dengan aspek ekonomi. Hal ini membuktikan bahwa ekonomi merupakan persoalan
penting dalam kehidupan masyarakat global. Masalah kemiskinan di Indonesia masih
menjadi fenomena besar yang belum juga ditemukan solusinya. Isu kemiskinan tidak
dapat lepas dari adanya ketimpangan ekonomi dalam kehidupan sosial masyarakat.
Perekonomian adalah faktor terpenting serta krusial bagi kehidupan yang menjadi
penilaian kesejahteraan dan ketentraman hidup suatu negara dilihat dari grafik
perekonomian masyarakatnya. Maka, menemukan solusi untuk ketimpangan ekonomi
merupakan salah satu usaha pengentasan kemiskinan. Menurut data Badan Pusat Statistik
(BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2019 mencapai 25,14 juta
orang. Dibandingkan dengan bulan September 2018, jumlah penduduk miskin menurun
sebanyak 529,9 ribu orang. Sementara jika dibandingkan dengan Maret 2018, jumlah
penduduk miskin menurun sebanyak 805,1 ribu orang. Presentase penduduk miskin pada
Maret 2019 tercatat sebesar 9,41 persen, menurun sebesar 0,25 persen terhadap bulan
September 2018 dan menurun 0,41 persen terhadap bulan Maret 2018 1.

Mengingat begitu pentingnya permasalahan ekonomi, maka dalam Islam pun juga
diatur sedemikian rinci. Dalam Islam, ada berbagai konsep pengembangan dalam
mengatasi persoalan ekonomi, seperti zakat, infaq, shodaqoh, wakaf, pajak, koperasi, dll.
Hal-hal seperti yang sudah disebutkan tadi mengimplementasikan bagaimana Islam
menawarkan nilai-nilai perekonomian dan kesejahteraan dalam membangun kehidupan
bermasyarakat. Zakat merupakan salah satu ibadah yang mendapatkan perhatian besar
dalam Islam. Zakat merupakan salah satu instrumen peningkatan kesejahteraan ekonomi
umat yang menjadi bagian dari perintah syariat Islam. Menurut terminologi fikih, zakat
adalah pengeluaran harta dalam jumlah tertentu kepada orang yang berhak dengan syarat-

1
Badan Pusat Statistik, Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2019, Berita Resmi
Statistik No. 56/07/Th.XXII, 15 Juli 2019
syarat yang ditetapkan syariat. 2 Kewenangan pengelolaan zakat menurut hukum Islam
diberikan kepada amil zakat. Pengelolaan zakat tersebut meliputi kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat.3

Di Indonesia, kebijakan mengenai pengelolaan zakat sendiri diatur dalam Undang-


Undang Nomor 23 Tahun 2011 yang menggantikan Undang-Undang Nomor 38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat. Negara menjamin kemerdekaan bagi setiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan
kepercayaannya itu. Menunaikan zakat merupkan kewajiban bagi umat Islam yang
mampu sesuai dengan yang sudah ditentukan dalam syariat Islam yang bertujuan untuk
meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan.
Dalam peningkatan daya guna dan hasil guna, maka zakat harus dikelola secara
melembaga sesuai dengan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastin hukum,
dan akuntabilitas sehingga mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan
dalam pengelolaan zakat4. Dalam rangka mencapai tujuan dalam pengelolaan zakat, maka
dibentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan juga Lembaga Amil Zakat (LAZ)
yang membantu BAZNAS dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat. Zakat wajib didistribusikan kepada para penerima zakat (mustahik) yang sesuai
dengan syariat Islam berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan konsep
pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Zakat dapat digunakan untuk usaha-usaha yang
produktif dalam rangka penanganan kemiskinan dan peningkatan kualitas umat.

Sejak pada masa Rasulullah, zakat sudah dikelola secara baik dengan dibentuknya
baitul maal dan penunjukkan amil zakat. Bukan hanya sekedar kewajiban bagi umat
muslim, namun zakat juga merupakan salah satu solusi bagi permasalahan ekonomi di
dunia khususnya Indonesia. Terbukti sejak zaman Rasulullah dengan penggalian dan
pengelolaan zakat secara optimal, perekonomian negara menjadi stabil. Melalui kebijakan
zakat yang telah diatur dan juga dilembagakan, maka diharapkan zakat mampu menjadi
salah satu hal yang bisa membantu dalam proses pengentasan kemiskinan yang ada di
Indonesia. Sehingga dalam artikel ini akan membahas bagaimana kebijakan tentang zakat

2
Abdu al-Ahmad, al-Takaful al-Ijtma’i fi al-Islam, Kairo: al-Nasyir, 1999, hlm. 114
3
Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan
zakat
4
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011
yang ada di Indonesia jika dikontekstualisasikan dengan hadis Nabi Muhammad SAW
yang mewajibkan untuk menunaikan zakat dengan tujuan untuk membantu orang miskin.

B. PEMBAHASAN
Islam turun sebagai rahmatan lil ‘alamin. Salah satu misi Islam adalah untuk
mengentaskan kemiskinan. Ajaran zakat dalam islam dijadikan sebagai simbol
kepedulian sosial terhadap kesenjangan ekonomi, perhatian terhadap masalah
kemiskinan, dan tujuan untuk mensejahterakan umat. Zakat menjadi salah satu hal agar
kemiskinan tidak semakin meluas dalam kehidupan manusia. Berikut ini merupakan
penjelasan mengenai zakat yang dilihat dari konteks hadis dan sejarah pengelolaan pada
masa Rasulullah dan kontekstualisasi kebijakan zakat di Indonesia.
a) Hadis tentang kewajiban berzakat dan Sejarah Pengelolaan Zakat pada
masa Rasulullah
Hadis yang menjelaskan tentang pentingnya mengluarkan zakat salah satunya
terdapat dalam Bulughul Maram bab zakat, yaitu hadis nomor 621, yang berbunyi :
‫حدثنا أبو عاصم الضحاك بن مخلد عن زكرياء بن إسحاق عن يحي بن عبد هللا ابن‬
‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه و‬ َ ‫ "َأنَّ النَب َّى‬: ‫صيفى عن أبى معبد عن ابن عباس رضي هللا عنهما‬
‫ش َها َد ِة َأنْ الَ َإلهَ ِإالَّ هللاُ و‬
َ ‫ ا ْد ُع ُه ْم ِإلَى‬: ‫من فَقَال‬ ِ ‫سلم بَ َع َث ُم َعا ًذا َر‬
ِ َ‫ضى هللا َع ْنهُ إلى الي‬
ٍ ‫صلَوا‬
‫ت‬ َ ‫س‬ َ ‫ض َعلَ ْي ِه ْم َخ ْم‬َ ‫س ْو ُل هللاِ’ فَِإنْ ُه ْم َأطَاعُوا لِذ لِ َك فَْأعلِ ْم ُه ْم َأنَّ هللا ا ْفتَ َر‬ ُ ‫َأنَّى َر‬
‫ص َدقَةً فِى‬
َ ‫ض َعلَ ْي ِه ْم‬ َ ‫ فَِإنْ ُه ْم َأطَ ُعوا لِ َذلِ َك فََأ ْعلِ ْم ُه ْم َأنَّ هللا ا ْفتَ َر‬،‫فِى ُك ِّل يَ ْو ٍم َو لَ ْيلَ ِة‬
‫م تُْؤ َخ ُذ ِمنْ َأ ْغنِيَا ِئ ِهم َوت َُر ُّد َعلَى فُقَ َرا ِئ ِه ْم‬€ْ ‫َأ ْم َوالِ ِه‬
Artinya :
“Menceritakan kepada kami Abi ‘Ashim Ad-Dhahak ibn Makhlad, dari Zakariya ibn
Ishak, dari Yahya ibn Abdillah ibn Shaifiy, dari Abi Ma’bad, dari Ibn ‘Abbas r.a :
Nabi SAW mengutus Mu’adz ke Yaman, maka bersabda Nabi: ”Ajaklah mereka
untuk mengucapkan syahadat, bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Aku
(Muhammad) rasulullah. Maka jika mereka menaati kepada hal itu, maka
beritahukanlah bahwa Allah mewajibkan bagi mereka lima shalat fardhu dalam
sehari semalam. Maka jika mereka menaati kepada hal itu, maka nertahukanlah pada
mereka, bahwa Allah mewajibkan adanya sedekah (zakat) atas harta mereka, yang
diambil dari mereka yang kaya dan diberikan kepada mereka yang miskin. Muttafaq
alaih, dan lafadznya dari Bukhori.5

Dari hadis diatas, maka urutan-urutan sanadnya adalah Abi ‘Ashim Ad-Dhahak bin
Makhlad sebagai sanad pertama atau awal sanad, Zakariya bin Ishak sebagai sanad kedua,
Yahya bin Abdillah bin Shaifiy sebagai sanad ketiga, Abi Ma’bad sebagai sanad keempat,
dan Ibnu Abbas sebagai sanad kelima atau akhir sanad.
Asbabul wurud dari hadis diatas adalah pada saat itu Nabi Muhammad SAW
mengutus Muadz bin Jabal untuk berdakwah ke Yaman pada tahun 10 hijriyah,
menjelang haji wada’, dimana pada saat itu sekitar empat bulan sebelum Rasulullah
wafat. Muadz tidak diajarkan untuk mengajarkan agama islam secara sekaligus, namun
secara bertahap dan tanpa adanya paksaan. Muadz berada di Yaman sampai pada masa
pemerintah Abu Bakar ra.
Hadis diatas menjelaskan bahwa Rasulullah saw memberikan wewenang kepada
Mu’adz saat ia diutus ke Yaman untuk mengajak masyarakat untuk bersaksi bahwa tidak
aaa Tuhan Selain Allah, dan Rasulullah adalah utusan Allah. Setelah mereka mentaati
Allah dan RasulNya, maka perintahkan kepada mereka untuk melaksanakan shalat, dan
mengeluarkan zakat dari harta mereka untuk orang-orang miskin yang ada di sekeliling
mereka. Dari hadis diatas juga dijadikan dalil adalah kalimat “tu’khodzu min aghniyaa
ihim” dan “fa turaddu ‘ala fuqara ihim”. Walaupun bentuk kalimatnya merupakan kalam
khabar (kalimat berita biasa), dan juga mabni majhul, tapi maknanya sangat jelas bahwa
kepala negara atau pemimpin mempunyai kekuasaan atau wewenang untuk “memungut”
harta dari warganya yang mampu dan kemudian membagikan kepada yang berhak
menerimanya, baik dilakukan oleh beliau sendiri ataupun dilakukan oleh wakilnya.
Dari hadis di atas, menandakan bahwa zakat harus dipungut oleh pemimpin. Dan
kemudian harus dibagikan kepada orang-orang yang fakir diantara mereka.
Pada awal diturunkannya agama Islam di Makkah, zakat belum dijadikan sebagai
suatu kewajiban bagi umat Islam. Meskipun pada saat itu sudah ada perintah untuk
menyisihkan sebagian harta bagi orang yang mampu untuk membantu orang lain yang
kekurangan, namun pada saat itu belum ada ketentuan mengenai pembatasan harta yang
wajib dizakati, seperti nishab, berapa lama, dan berapa harta yang perlu dikeluarkan. Pada
waktu itu, zakat masih bersifat untuk menumbuhkan kesadaran, sehingga zakat pada

5
Dikutip dari http://carihadis.com/Bulughul_Maram/621 , diakses pada tanggal 14
Desember 2019
masa itu diserahkan kepada saudara-saudara seiman dengan rasa kemurahan hati dan rasa
tanggung jawab untuk saling membantu sesaama.
Nabi Muhammad SAW menerima perintah zakat setelah beliau berhijrah ke
Madinah.6 Pembayaran zakat mulai efektif dilaksanakan setelah hijrah dan terbentuknya
pemerintahan di Madinah dan disana beliau juga melakukan pembangunan dalam segala
bidang, seperti bangunan muamalat termasuk bangunan ekonomi sebagai salah satu
pokok bagi pembangunan umat Islam bahkan umat manusia secara keseluruhan. 7
Sedangkan selama di Makkah, hanya terfokus pada bidang akidah dan akhlak.
Pada zaman Rasulullah, zakat merupakan suatu lembaga negara dan terbentuklah
baitul maal, sehingga negara mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk menghitung
serta mengumpulkan zakat para warga negara. Rasulullah dan para Khalifah Ar-Rasyidin
membentuk sebuah badan pengumpul zakat, kemudian mengutus para petugas untuk
mengumpulkan zakat dari mereka yang sudah ditetapkann sebagai wajib zakat.
Selanjutnya, zakat yang sudah terkumpul dimasukkan ke baitul mal dan pengelolaan
zakat ditentukan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan Al-Quran dan hadis 8.
Rasulullah saw pernah mengangkat dan mengintruksikan kepada beberapa sahabat
yaitu Umar bin Khattab, Ibnu Qais ‘Ubadah sebagai amil zakat di tingkat daerah yang
mempunyai tanggung jawab untuk membina dan mengingatkan penduduknya tentang
kewajiban zakat. Zakat diperuntukkan untuk mengurangi kemiskinan dengan menolong
mereka yang membutuhkan.9 Pada masa Rasulullah, jenis-jenis kekayaan yang dikenakan
wajib zakat adalah uang, barang dagangan, hasil pertanian (gandum, padi, dan buah-
buahan), dan rikaz atau barang temuan 10. Dalam hadis diatas juga disebutkan kata-kata
“ambil’, yang berarti bahwa zakat diambil secara persuasif oleh seorang amil yang sudah
diberi tugas untuk mengelola zakat.
Pada periode awal Islam, pengumpulan dan pengelolaan zakat dilakukan secara
terpusat dan ditangani oleh lembaga Negara melalui baitul maal. Pengumpulan langsung
dipimpin oleh Rasulullah. Nabi Muhammad sebagai pemimpin negara menunjuk
beberapa sahabatnya untuk mengumpulkan zakat dari masyarakat muslim yang sudah

6
Kementrian Agama Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyrakat
Islam, Direktorat Pemberdayaan Zakat, Modul Penyuluhan Zakat, 2013, hlm.19
7
Kementrian Agama Republik, Modul Penyuluhan Zakat......, hlm.19
8
Amer al-Roubaie, Dimensi Global Kemiskinan di Dunia Muslim: Sebuah Penilaian
Kuantitatif, Islamika, Vol. 2, No.3 Desember 2005, hlm. 90
9
Amer al-Roubaie, Dimensi Global Kemiskinan......., hlm. 91
10
Amirudin K, Model-model Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim, Surabaya: UIN Sunan
Ampel, t.t, hlm.3-4
masuk dalam kategori mampu memberikan zakat serta menentukan bagian zakat yang
terkumpul diperuntukkan bagi amil, sehingga amil merupakan suatu indikasi bahwa
seharusnya zakat dikelolah oleh lembaga khusus zakat bukan oleh individu sendiri.
Menurut Yusuf Al-Qardawi, Rasulullah telah mengutus lebih dari 25 amil ke seluruh
pelosok negara dengan memberi perintah untuk mengumpulkan, mengelola, dan
mendistribusikan zakat sampai habis sebelum kembali ke Madinah. 11
Prinsip zakat yang diajarkan oleh Rasulullah adalah dengan mengajarkan berbagi
dan menumbuhkan kepedulian, maka dari itu zakat harus mampu menumbuhkan rasa
empati dan juga rasa saling mendukung terhadap sesama muslim. Dengan kata lain, zakat
harus mampu mengubah suatu kondisi kehidupan masyarakat, khususnya umat muslim.

b) Kebijakan Zakat di Negara Indonesia dalam Pengentasan Kemiskinan

Pada awal kemerdekaan Indonesia, pengelolaan zakat tidak diatur oleh negara dan
masih menjadi urusan masyarakat. Baru pada tahun 1951 Kementerian Agama
mengeluarkan surat edaran nomor A/VIV 17367 tanggal 8 Desember 1951 tentang
pelaksanaan zakat fitrah.12 Dalam pengelolaan zakat, ada dua model yang diketahui, yang
pertama zakat dikelola oleh negara dalam sebuah lembaga atau departemen khusus yang
dibentuk oleh pemerintah. Kedua, zakat dikelola oleh lembaga non-pemerintah atau semi
pemerintah yang tetap mengacu pada aturan yang telah ditetapkan oleh negara. Ketika
zakat dikelola oleh negara, dana zakat bukan digunakan untuk memenuhi keperluan
negara, seperti pembiayaan pembangunan, namun zakat dikelola oleh negara tersebut
untuk dikumpulkan dan dibagikan kepada yang berhak menerimanya. Sehingga, negara
hanya berperan sebagai fasilitator untuk memudahkan pengelolaan zakat, karena zakat
berhubungan dengan masyarakat dimana pasti membutuhkan suatu konsep-konsep
manajemen agar pengelolaan zakat bisa efektif dan tepat sasaran. 13
Dalam konteks di Indonesia, pengelolaan dana zakat dilakukan Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS), Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan Unit Pengelola Zakat (UPZ).
Dalam Undang-Undang nomor 23 Tahun 2011 yang menggantikan Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Negara menjamin kemerdekaan bagi
setiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut

11
Abu Abdullah Muhammad ibn Yazid Abdullah ibn Majah Al-Quzwaini, Sunan Abi
Majah, Maktabah Al-Ma’arif Linnatsir Wa At-Tauzi’ Lishohibiha Ibn Sa’id ‘Abdur Rahman Ar-
Rasyid, t.t, hlm. 20
12
Kemeterian Agama Republik Indonesia, Modul Penyuluhan Zakat,hlm. 13
13
Hasrullah, Efektifitas Pelaksanaan Zakat di Badan Amil Zakat Kota Palopo, Palopo,
2012, hlm. 1
agama dan kepercayaannya itu. Menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam
yang mampu sesuai dengan yang sudah ditentukan dalam syariat Islam yang bertujuan
untuk meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan
kemiskinan.14
Secara syariat, pengelolaan zakat idealnya harus dikelola langsung oleh lembaga-
lembaga khusus yang bersifat legal yang bertujuan untuk pengoptimalisasian pengelolaan
dana zakat. Selain itu, agar dalam pengumpulan dana zakat lebih terkoordinasi dengan
baik maka diperlukan manajemen yang baik dalam pengelolaan zakat. Pengelolaan zakat
yang diatur dalam undang-undang tersebut meliputi kegiatan perencanaan, pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan. Untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
maka zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan ketentuan dalam Islam.
BAZNAS dan lembaga zakat yang lain bersama pemerintah mempunyai tanggung
jawab untuk memonitoring pengelolaan zakat yang berasaskan syariat islam, amanah,
kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas 15. Fungsi dari
lembaga ini adalah pengelolaan zakat, dan dalam pengelolaan pasti membutuhkan suatu
manajemen, agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik.
Melihat sejarah pengelolaan zakat di Indonesia dalam mengatasi masalah
kemiskinan adalah kita lihat dulu pembuatan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999.
Pada masa reformasi, pemerintah berupaya untuk memperbaiki sistem pengelolaan zakat
di Indonesia agar potensi zakat dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kondisi sosial
ekonomi bangsa pada saati itu akibat krisis multi dimensi yang melanda Indonesia.
Undang-Undang tersebut dijadikan landasan legal formal dalam pelaksanaan zakat di
Indonesia, sehingga pemerintah wajib memberikan fasilitas untuk membentuk badan atau
lembaga zakat di setiap daerah. Dalam Undang-Undang tersebut memuat aturan
mengenai pengelolaan zakat yang terorganisir dengan baik, transparan dan profesional,
serta dilakukan oleh amil yang resmi yang ditunjuk oleh pemerintah.
Di dalam undang-undang zakat disebutkan jenis harta yang wajib dizakatkan, dan
harta yang dikenai zakat yang belum pernah ada pada zaman Rasulullah adalah hasil
pendapatan dan jasa. Hadirnya undang-undang menciptakan suatu semangat baru.
Pengelolaan zakat sudah seharusnya ditangani oleh negara seperti yang sudah
dipraktikkan pada masa awal Islam.

14
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011
15
www.BAZNAS.or.id , diakses pada tanggal 13 Desember 2019
Kelahiran Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat
menjadi suatu sejarah penting bagi pengelolaan zakat di Indonesia sebagai revisi dari
undang-undang sebelumnya yaitu undang-undang Nomor 38 Tahun 1999. Undang-
undang ini menjadi bukti kebangkitan pengelolaan zakat di Indonesia setelah sekian lama
mulai dari awal kemerdekaan termarjinalkan dan menjadi titik balik terpenting dalam
zakat nasional16. Untuk mencapai tujuan yang lebih optimal dalam pengelolaan zakat
untuk kesejahteraan umat, maka dalam undang-undang dijelaskan bahwa lembaga
pengelola zakat tidak hanya mengelola zakat, namun juga mengelola dana infaq,
shodaqoh, hibah, wakaf, waris, wasiat, dan kafarat. Sesuai dengan penjelasan undang-
undang pengelolaan zakat, bahwa mustahiq terdiri dari depalan asnaf yaitu fakir, miskin,
amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil yang dalam praktiknya dapat
meliputi orang-orag yang paling tidak berdaya secara ekonomi 17.

c) Zakat sebagai Bentuk Kepedulian Sosial

Zakat adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim yang mampu untuk
menunaikannya, dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya sesuai
dengan syariat yang sudah ditentukan dalam Al-Quran dan hadis nabi. Namun, terkadang
faktanya masih banyak umat muslim yang belum sadar akan tuntutan agama ini salah
satunya dalam kewajiban menunaikan zakat, padahal zakat merupakan sumber dana
potensial yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan umat Islam.
Dalam pembayaran zakat sebenarnya memiliki dua aspek yang penting, yang
pertama aspek Hablumminallah, yaitu hubungan manusia dengan Allah SWT, dimana
zakat digunakan sebagai sarana beribadah untuk mendekatkan diri kepadaNya. Kedua
yaitu aspek hablumminannas, yaitu hubungan manusia dengan manusia, dimana zakat
dapat berperan untuk meminimalisir kesenjangan sosial sehingga zakat dapat
menghindarkan manusia dari sifat rakus dan bakhil, dan menjadikan manusia sebagai
pribadi-pribadi yang bersih, penuh toleransi, kasih sayang sesama, serta kesetiakawanan
sosial yang tinggi.
Harta benda yang dimiliki oleh orang-orng kaya pada hakikatnya adalah titipan
atau amanah dari Allah SWT, sedangkan hak mutlak tetap pada Allah SWT. Maka dari
itu, harta kekayaan dalam islam memiliki fungsi sosial, yang berarti tidak hanya

16
Muhammad Ngasifudin, Konsep Sistem Pengelolaan Zakat di Indonesia Pengentas
Kemiskinan Pendekatan Sejarah, Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia, Vol. V No. 2 Desember
2015, hlm. 226
17
Kementerian Agama Republik Indonesia, Modul Penyuluhan Zakat, ...... hlm. 25
digunakan untuk kepentingan pribadi namun juga untuk kepentingan masyarakat
khususnya muslim dan agama. Fiman Allah dalam surat At-Taubah ayat 60,
menyebutkan:

ِ ‫ب َو ْالغ‬
َ‫َار ِمين‬ ِ ‫ين َو ْال َعا ِملِينَ َعلَ ْيهَا َو ْال ُمَؤ لَّفَ ِة قُلُوبُهُْ[م َوفِي الرِّ قَا‬
ِ ‫ات لِ ْلفُقَ َرا ِء َو ْال َم َسا ِك‬
ُ َ‫ص َدق‬َّ ‫ِإنَّ َما ال‬
‫يضةً ِمنَ هَّللا ِ ۗ َوهَّللا ُ َعلِي ٌم َح ِكي ٌم‬ َ ‫يل ۖ فَ ِر‬ِ ِ‫َوفِي[ َسبِي ِل هَّللا ِ َوا ْب ِن ال َّسب‬
Artinya :
Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya untuk (memerdekakan
budak), orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang
sedang dalam perjalanan sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q.S At-Taubah [9]: 60)

Dalam ayat diatas, menurut Yusuf Al-Qardawi, beliau mengemukakan bahwa


Allah SWT menyebutkan fakir dan miskin pada urutan pertama dan kedua, itu
menunjukkan bahwa tujuan utama zakat adalah untuk menanggulangi kemiskinan.
Menurut beliau, ini merupakan tujuan zakat yang paling penting. 18 Selain itu, dalam ayat
tersebut juga dijelaskan bahwa zakat diambil atau dijemput dari orang-orang yang
berkewajiban menunaikan zakat (muzakki) untuk diberikan kepada mereka yang berhak
menerimanya (mustahik). Imam Al-Qurtubi menyatakan bahwa amil zakat adalah orang-
orang yang ditugaskan oleh imam atau pemerintah untuk mengambil, menulis,
menghitung, dan mencatat zakat yang diambil dari para muzakki untuk diberikan kepada
yang berhak menerimanya.19
Untuk merealisasikan tujun zakat, pengelola zakat seharusnya menyalurkan zakat
kepada setiap mustahik sesuai dengan kebutuhannya, misal mustahik yang mempunyai
pekerjaan sebagai pedagang maka diberi alat-alat perdagangan atau modal dagang, jika
mustahiknya petani maka diberi alat-alat pertanian, dan sebagainya. Dengan pengelolaan
zakat yang profesional dan bertanggung jawab, maka akan menjadi sumber dana yang
dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat muslim. Jika zakat profesi dan zakat
penghasilan ditunaikan dengan benar, itu menjadi salah satu potensi umber dana yang
cukup besar bagi umat Islam.

18
Yusuf Al-Qardawi, Hukum Zakat, terjemahan oleh Salman Harun, Jakarta: Lentera
Antarnusa dan Mizan, 1987, hlm. 63
19
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Cet. Ke-1, Jakarta: Gema
Insani, 2002, hlm. 125
Menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu dan hasil
pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial untuk upaya kesejahteraan
masyarakat. Zakat jika ditunaikan dengan semestinya, akan memberikan dampak sangat
jelas dalam proses pertumbuhan ekonomi masyarakat. Perlu adanya pengelolaan zakat
yang profesional yang dilakukan oleh pemerintah bersama masyarakat agar mencapai
tujuan dalam mewujudkan keadilan sosial ekonomi bagi seluruh umat Islam 20.
Adanya badan amil zakat atau lembaga amil zakat sangat memudahkan umat Islam
untuk menunaikan zakatnya. Sebagian masyarakat sudah mempercayai badan atau
lembaga amil zakat untuk menyalurkan zakat mereka kepada orang-orang yang memang
berkah untuk menerimanya. Dalam persepsi masyarakat, keberadaan amil zakat sebagai
pengelola zakat merupakan perpanjangan tangan pemerintah dalam pengelolaan zakat
karena Badan Amil Zakat, misalnya, diprakarsai pembentukannya oleh pemerintah dan
pengurusnya juga berasal dari unsur pemerintah.
Masyarakat awam masih memandang zakat hanya sebagai ibadah atau sebagai
institusi agama saja dengan mengabaikan zakat sebagai institusi sosial. Zakat dianggap
sebagai salah satu ibadah kepada Allah sehingga dalam pelaksanaannya pun harus
bersifat pribadi atau privat, tanpa perlu adanya campur tangan dari pemerintah melalui
lembaga-lembaga zakat dalam pengelolaannya. Ada juga sebagian masyarakat yang
menganggap bahwa badan atau lembaga zakat belum profesional dalam pengelolaan
zakat.21
Dalam konteks ini, pemerintah mempunyai kewajiban untuk memberikan
perlindungan, pembinaan dalam pelayanan kepada muzakki, mustahik, juga pengelola
zakat (amil). Secara aplikatif, bentuk peran negara terintegrasi terhadap amil zakat
dengan ditetapkannya regulasi zakat. Sehingga regulasi zakat sangat penting sebagai
esensial hak atau kebolehan amil dalam mengelola zakat dengan berusaha menjadikan
tujuan bernegara dalam UUD 1945 yaitu mengedepankan kemakmuran dan kemaslahatan
umum dengan memberi jaminan kepada fakir, miskin dan orang terlantar diurus,
dipelihara, dan diperhatikan oleh negara. Dengan menjamin orang yang fakir, miskin dan
terlantar maka itu merupakan dari tujuan ekonomi nasional dan kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia22. Maka dari itu melalui Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011

20
Faisal Attamimi, Persepsi Masyarakat Muslim terhadap Pengelolaan Zakat, Jurnal
Hunafa, Vol. 5 No. 3, Desember 2008, hlm. 369
21
Faisal Attamimi, Persepsi Masyarakat Muslim terhadap Pengelolaan Zakat, hlm. 370
22
Supima dan Holilur Rahman, Regulasi Pengelolaan Zakat di Indonesia, Jurnal Yuridis
Vol. 6 No. 1, Juni 2019, hlm. 141
juga sudah dijelaskan tentang pengelolaan zakat yang menunjukkan bagaimana
keberpihakan dan peranan negara dalam upaya menjadikan tujuan negara sesuai dengan
konstutusi yang berlaku di Indonesia, serta dalam undang-undang tersebut dijelaskan
bagaimana pengelolaan zakat yang melembaga dan profesional untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.

C. KESIMPULAN
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Rasulullah mewajibkan
zakat untuk orang-orang mampu dan zakat tersebut disalurkan kepada orang-orang yang
berhak menerimanya, misalnya seperti fakir dan miskin. Pada masa Rasulullah, sudah ada
pengelola zakat atau amil yang bertugas untuk menghimpun dan menyalurkan zakat.
Baitul maal juga merupakan suatu lembaga keuangan yang didirikan pada masa
Rasulullah untuk mengelola zakat, sehingga seorang kepala negara atau pemimpin
mempunyai kewenangan untuk mengatur pengelolaan zakat dengan adanya regulasi
ataupun peraturan agar zakat tersebut tersalurkan secara tepat dalam rangka pengentasan
kemiskinan.
Dalam konteks Indonesia, kebijakan pengelolaan zakat sedikit banyak memiliki
konsep yang sama dengan pengelolaan zakat pada masa Rasulullah, dimana negara sudah
ikut andil dalam pengelolaan zakat, dengan tujuan agar zakat bisa memiliki manfaat
untuk sesama, terutama fakir dan miskin. Dengan pengelolaan yang profesional dan
bertanggung jawab, maka dana zakat bisa dioptimalkan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan untuk membantu pemerintah dalam program pengentasan
kemiskinan.
DAFTAR PUSTAKA
al-Ahmad, Abdu, al-Takaful al-Ijtma’i fi al-Islam, Kairo: al-Nasyir, 1999

al-Roubaie, Amer , Dimensi Global Kemiskinan di Dunia Muslim: Sebuah Penilaian


Kuantitatif, Islamika, Vol. 2, No.3 Desember 2005

Attamimi, Faisal, Persepsi Masyarakat Muslim terhadap Pengelolaan Zakat, Jurnal


Hunafa, Vol. 5 No. 3, Desember 2008

Al-Qardawi, Yusuf, Hukum Zakat, terjemahan oleh Salman Harun, Jakarta: Lentera
Antarnusa dan Mizan, 1987

Al-Qazwaini, Abu Abdullah Muhammad ibn Yazid Abdullah ibn Majah, Sunan Abi
Majah, Maktabah Al-Ma’arif Linnatsir Wa At-Tauzi’ Lishohibiha Ibn Sa’id
‘Abdur Rahman Ar-Rasyid, t.t

Badan Pusat Statistik, Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2019, Berita Resmi Statistik
No. 56/07/Th.XXII

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011

Hafidhuddin, Didin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Cet. Ke-1, Jakarta: Gema
Insani, 2002

Hasrullah, Efektifitas Pelaksanaan Zakat di Badan Amil Zakat Kota Palopo, Palopo, 2012

K., Amirudin, Model-model Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim, Surabaya: UIN Sunan
Ampel, t.t

Kementrian Agama Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyrakat Islam,


Direktorat Pemberdayaan Zakat, Modul Penyuluhan Zakat, 2013

Ngasifudin, Muhammad, Konsep Sistem Pengelolaan Zakat di Indonesia Pengentas


Kemiskinan Pendekatan Sejarah, Jurnal Ekonomi Syariah Indonesia, Vol. V No. 2
Desember 2015

Rahman, Supima dan Holilur, Regulasi Pengelolaan Zakat di Indonesia, Jurnal Yuridis
Vol. 6 No. 1, Juni 2019
http://carihadis.com/Bulughul_Maram/621 , diakses pada tanggal 14 Desember 2019

www.BAZNAS.or.id , diakses pada tanggal 13 Desember 2019

Anda mungkin juga menyukai