Perhitungan Sumberdaya Batugamping Deng
Perhitungan Sumberdaya Batugamping Deng
KABUPATEN JAYAPURA”
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Pendidikan Dari
Program Studi S1 Teknik Pertambangan Dan Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dari
Universitas Cenderawasih
Oleh
IMELDA DOYAPO
NIM : 0120640089
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2018
1 “PERHITUNGAN SUMBERDAYA BATUGAMPING DENGAN
MENGGUNAKAN APLIKASI SURFER 11 DIKAMPUNG
SIMPORO DISTRIK EBUNGFAUW
KABUPATEN JAYAPURA”
SKRIPSI
Oleh
IMELDA DOYAPO
NIM : 0120640089
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2018
i
2 LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh
IMELDA DOYAPO
NIM : 0120640089
Telah Dinyatakan Lengkap Dan Memenuhi Syarat Untuk Diajukan Dalam Ujian
Siding Skripsi Semester Genap Tahun Ajaran 2017/2018 Pada Rogram Studi S1
Teknik Pertambangan
Disetujui oleh :
Pembimbing I
Pembimbing II
ii
3 PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI
iii
4 LEMBAR PERSEMBAHAN
iv
5 MOTTO
“Kasih karunia dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus
Kristus menyertai kamu.”
(Filipi 1 : 2)
“ Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi
Dialah kemuliaan sampai selama – lamanya!” (Roma 11 : 36)
v
6 KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas
Berkat dan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi
dengan judul “Perhitungan Sumberdaya Batugamping Dengan
Menggunakan Aplikasi Surfer 11 Dikampung Simporo Distrik Ebungfauw
Kabupaten Jayapura”
Terselesaikannya Skripsi ini tidak lepas dari bantuan pihak lain, baik
berupa nasehat, bimbingan dan kritikan sehingga dengan kerendahan hati, penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Tidak lupa
pula penulis berterima kasih kepada :
Penulis
vi
7 DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
LEMBAR PERSEMBAHAN.................................................................................iv
LEMBAR MOTTO..................................................................................................v
KATA PENGANTAR............................................................................................vi
DAFTAR ISI..........................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................xi
ABSTRAK............................................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.4.1 Tujuan................................................................................................2
1.4.2 Manfaat..............................................................................................2
vii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
2.4.2.2 Cadangan..................................................................................13
viii
2.8 Batu Gamping..........................................................................................20
3.1.1 Persiapan..........................................................................................29
4.1 Hasil.........................................................................................................34
4.2 Pembahasan.............................................................................................36
BAB V PENUTUP.................................................................................................49
5.1 Kesimpulan..............................................................................................49
5.2 Saran........................................................................................................49
ix
8 DAFTAR GAMBAR
x
9 DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Klasifikasi Batugamping berdasarkan kadar dolomit&MgO...............37
Tabel 4.1. Data Lapangan......................................................................................45
Tabel 4.2. Perhitungan Metode Cross Section.......................................................57
xi
10 ABSTRAK
xii
1 BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini hanya dibatasi pada pembuatan peta Topografi daerah
penelitian dan perhitungan seberapa besar volume batu gamping yang berada di
Kampung Simporo Distrik Ebungfauw Kabupaten Jayapura dengan menggunakan
metode Grid Volume Computation dan metode Cross Section.
1.4.1 Tujuan
1. Membuat Peta Topografi pada Daerah Penelitian.
2. Menghitung Jumlah Sumberdaya Batugamping dengan metode cross
section dan metode grid volume computation
3. Menentukan Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan pada Kampung
Simporo Distrik Ebungfauw Kabupaten Jayapura
1.4.2 Manfaat
1. Yang diharapkan manfaat dari penelitian ini yaitu menambah
pengetahuan dan wawasan bagi peneliti sendiri khususnya tentang
Perhitungan Batugamping di Kampung Simporo Distrik Ebungfauw
Kabupaten Jayapura
2. Sebagai bahan studi perhitungan untuk penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan Perhitungan Cadangan Batugamping dengan
menggunakan Metode Software Surfer 11 Di Kampung Simporo
Distrik Ebungfauw Kabupaten Jayapura.
2
1.5 Keadaan Lingkungan
3
1.5.2 Kondisi Geologi
Berdasarkan Peta Geologi Regional Lembar Jayapura diketahui
bahwa batugamping pada lokasi Kabupaten Jayapura. Serta menempati
daerah Selatan Lokasi Kabupaten Jayapura. Untuk itu batugampig lebih
dominan tersebar secara tidak merata pada bagian Selatan Kabupaten
Jayapura.
4
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
baik instansi pemerintah maupun perusahaan pertambangan menggunakan
klasifikasi secara sendiri-sendiri, klasifikasi yang dianggap paling sesuai dengan
6
sifat-sifat endapan mineralnya dan kebijaksanaan yang ada di perusahaan tersebut.
Akibatnya adalah pernyataan mengenai kuantitas dan kualitas sumber daya
mineral dan cadangan seiring menimbulkan karacunan, terlebih apabila
pernyataan tersebut tidak disertai penjelasan yang rinci mengenai kriteria
klasifikasinya. Berkenan dengan kenyataan tersebut di atas, Pemerintah
Indoonesia dalam hal ini Depertemen Pertambangan dan Energi memandang perlu
untuk me,mnyusun suatu klasifikasi baku yang bisa digunakan untuk
mengelompokkan jenis-jenis sumber daya mineral dan cadangan serta
menentukan kriteria yang digunakan untuk pengelompokkan itu. Dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara, bapa Bab VI uasaha Pertambangan pasal 34 dijelaskan
bahwa : Endapan Mineral (Bahan Tambang) merupakan salah satu kekayaan alam
yang berpengaruh dalam perekonomian nasioanal. Oleh karena itu upaya untuk
mengetahui kuantitas dan kualitas endapan mineral itu hendaknya selalu
diusahakan dengan tingkat kepastian yang lebih tinggi, seiring dengan dengan
tahapan eksplorasinya. Semakin lanjut tahapan eksplorasi, semakin besar pula
tingkat keyakinan akan kuantitas dan kualitas sumberdaya mineral cadangan.
Berdasarkan tahapan eksplorasi, yang menggambarkan pula tingkat keyakinan dan
potensinya, dilakukan usaha pengelompokan atau klasifikasi sumberdaya mineral
dan cadangan. Di Indonesia, masalah yang ada adalah belum terwujudnya
klasifikasi sumberdaya mineral dan cadangan yang baku sehingga berbagai pihak
baik instansi pemerintah maupun perusahaan pertambangan menggunakan
klasifikasi secara sendiri-sendiri, klasifikasi yang dianggap paling sesuai dengan
sifat-sifat endapan mineralnya dan kebijaksanaan yang ada di perusahaan tersebut.
Akibatnya adalah pernyataan mengenai kuantitas dan kualitas sumber daya
mineral dan cadangan seiring menimbulkan karacunan, terlebih apabila
pernyataan tersebut tidak disertai penjelasan yang rinci mengenai kriteria
klasifikasinya. Berkenan dengan kenyataan tersebut di atas, Pemerintah Indonesia
dalam hal ini Depertemen Pertambangan dan Energi memandang perlu untuk
menyusun suatu klasifikasi baku yang bisa digunakan untuk mengelompokkan
jenis-jenis sumber daya mineral dan cadangan serta menentukan kriteria yang
7
digunakan untuk pengelompokkan itu. Dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 04 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,
bapa Bab VI uasaha Pertambangan pasal 34 dijelaskan bahwa :
8
Keyakinan Geologi (Geological Assurance) adalah tingkat keyakinan
mengenai endapan mineral yang meliputi ukuran, bentuk, sebaran,
kuantitas dan kualitasnya sesuai dengan tahap eksplorasinya. Tingkat
Kesalahan (Error Tolerance) adalah penyimpangan kesalahan baik
kuantitas maupun kualitas sumberdaya mineral dan cadangan yang masih
bisa diterimah sesuai dengan tahap eksplorasi. Kelayakan Tambang (Mine
Feasibity) adalah tingkat kelayakan tambang dari suatu enapan mineral
apakah layak tambang atau tidak berdasarkan kondisi ekomoni, teknologi,
lingkungan, sosial serta peraturan/perundang undangan atau kondisi lain
yang berhubungan pada saat itu.
9
adalah untuk mengidentifikasi daerah-daerah anomali atau mineralisasi
yang prospektif untuk diselidiki lebih lanjut. Perkiraan kuantitas sebaiknya
hanya dilakukan apabila datanya cukup tersedia atau ada kemiripan
dengan endapan lain yang mempunyai kondisi geologi yang sama.
Prospeksi (Prospecting) adalah tahap eksplorasi dengan jalan
mempersempit daerah yang mengandung endapan mineral yang potensial.
Metoda yang digunakan adalah pemetaan geologi untuk mengidentifikasi
singkapan, dan metoda yang tidak langsung seperti studi geokimia dan
geofisika. Paritan yang terbatas, pemboran dan pencontohan mungkin juga
dilaksanakan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi suatu edapan
mineral yang akan menjadi target eksplorasi selanjutnya. Estimasi
kuantitas dihitung berdasarkan interpreta di data geologi, geokimia dan
geofisika.
Eksplorasi Umum (General Exploration) adalah tahap eksplorasi yang
merupakan delinasi awal dari suatu endapan yang teridentifikasi. Metoda
yang digunakan termasuk pemetaan geologi, pencontohan dengan jarak
yang lebar, membuat paritan dan pemboran untuk evaluasi pendahuluan
kuantitas dan kualitas dari suatu endapan. Interpolasi bisa dilakukan secara
terbatas berdasarkan metoda penyelidakan tak langsung. Tujuannya adalah
utnuk menentukan gambaran geologi suatu endapan mineral berdasarkan
indikasi sebaran, perkiraan awal mengenai ukuran, bentuk, sebaran,
kuantitas dan kualitasnya. Tingkat ketelitian sebaiknya dapat digunakan
untuk menentukan apakah studi kelayakan tambang dan eksplorasi rinci
diperlukan.
Eksplorasi Rinci (Detailed Exploration) adalah tahap eksplorasi untuk
mendeliniasi secara rinci dalam 3 dimensi terhadap endapan mineral yang
telah diketahui dari pencontohan singkapan, paritan, lubang bor, dan
terowongan. Jarak pencontohan sedemikian rapat sehingga ukuran, bentuk,
sebaran, kuantitas dan kualitas dan ciri-ciri yang lain dari
10
endapan mineral tersebut dapat dtentukan dengan tingkat ketelitian yang
tinggi. Uji pengolahan dari pencontohan.
Laporan Eksplorasi (Exploration Report) adalah dokumentasi mutakhir
dari setiap tahap eksplorasi yang menggambarkan ukuran, bentuk, sebaran,
kuantitas dan kualitas endapan mineral. Laporan tersebut memberikan
status mutakhir mengenai sumberdaya mineral yang dapat digunakan
untuk menentukan tahap eksplorasi berikutnya atau studi kelayakan
tambang.
11
3. Layak Tambang adalah keadaan yang menunjukan bahwa
berdasarkan faktor-faktor dalam studi kelayakan tambang telah
memungkinkan endapan mineral dapat ditambang secara
ekonomik.
4. Belum Layak Tambang adalah keadaan yang menunjukan
bahwa salah satu atau beberapa faktor dalam studi kelayakan
tambang belum mendukung dilakukannya penambangan. Bila
faktor tersebut telah mendukungnya, maka sumberdaya mineral
dapat berubah menjadi cadangan.
12
6. Cadangan Terbukti (Proved Recerve) adalah sumberdaya
mineral terukur yang berdasakan studi kelayakan tambang
semua faktor yang terkait telah terpenuhi, sehingga
penambangan dapat dilakukan secara ekonomik.
1. Survey tinjau
2. Prospeksi
3. Eksplorasi umum
4. Eksplorasi rinci
13
2.4.2.2 Cadangan
Cadangan dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Cadangan Terkira
2. Cadangan Terbukti
Keterangan :
V = volume (m3)
R = jari-jari lingkaran
14
2.5 Metode Penampang (Cross Section)
Dalam metoda ini digunakan dengan cara sebagai berikut Membuat irisan
penampang melintang memotong endapan yang akan dihitung dari tiap
penampang dihitung terlebih dahulu dihitung luas masing-masing endapan.
Setelah luas dihitung, maka digunakan beberapa rumus perhitungan pada metode
penampang. Beberapa rumus dalam metode penampang dapat diuraikan seperti
dibawah ini :
Rumus mean area.
Rumus ini di gunakan untuk endapan yang mempunyai geometri teratur dengan
luas masing-masing penampang tidak jauh berbeda.
( S 1+ S 2 ) …………………………………(2.1)
V = L
2
Dimana :
V : Volume
Rumus prismoida.
Rumus ini digunakan untuk endapan yang mempunyai geometri tidak teratur
dengan luas masing-masing penampang tidak teratur.
Rumus prismoida:
( S 1+4 m+ S 2)
V = L ………………………………………(2.2)
6
15
Dimana :
V : Volume
( S 1+ S 2 ) …………………………………….(2.3)
V=L
2
V = Volume cadangan
L ……..……………………………..(2.4)
V = ( S1 + 4M + S2 )
6
Rumus Trapezoidal
Rumus ini digunakan untuk endapan yang mempunyai geometri seperti terlihat
pada gambar dibawah ini, dengan jarak antar lintasan adalah L (konstan). Rumus
trapezoidal
V = L [ S 1+S n
2
+ S 2+ S 3+ …+ S n−1 ] …….……………….(2.5)
16
Dimana:
Si : Luas penampang
V : Volume
Dimana :
T = V x GS …..………………………………………………………….(2.6)
17
rangkaian nilai Z yang teratur dari sebuah data XYZ. Hasil dari proses
gridding ini adalah file grid yang tersimpan pada file.
18
Jendela editor
Adalah tempat yang digunakan untuk membuat atau
mengolah file teks ASCII. Teks yang dibuat dalam jendela
editor dapat dicopy dan ditempel dalam jendela plot.
Kemampuan ini memungkinkan penggunaan sebuah kelompok
teks yang sama untuk dipasangkan pada berbagai peta. Jendela
editor juga digunakan untuk menangkap hasil perhitungan
volume. Sekelompok teks hasil perhitungan volume file grid
akan ditampilkan dalam sebuah jendela editor.
1. Geometri garis grid, yang terdiri dari parameter batas grid dan
kedataan grid
19
2.7.2.2 Membuat Kontur dan menghitung Volumenya
Dengan Program Aplikasi Surfer
Persiapkan data hasil ukuran yang sudah diproses ke dalam
excel dan sesuai dalam aplikasi surfer untuk pengidentifikasian
nilai X, Y dan Z.
Pilih menu Grid - - ˃ Data dan kita diminta untuk membuka file
excel yang sudah kita persiapkan. Pilih data excel direktori
penyimpanan kita kemudian pilih Open. Data akan diconvert ke
dalam format Pada tampilan gambar seperti di bawah ini, isilah X
= Column A; Y = Column B; Z = Column C. Pada Gridding
Method atau yang lainnya, menyesuaikan metode penarikan garis
kontur yang kita inginkan. Close tampilan Gridding Report dan
tidak perlu disimpan. Pilih menu Map --> Contour Map --> New
Contour Map, kemudian pilih file yang telah kita buat dalam
format ekstensi *.grid --> Open Tampilan kontur Double Click
pada bidang kontur untuk mendapatkan menu Contours Properties
Pilih menu tab Level dan Klik tulisan Level yang berda di sebelah
kiri Line untuk mengatur interval kontur. Pembuatan kontur kita
sudah selesai, untuk mengeksport kontur pilih menu Map -->
Export Contour. Untuk mendapatkan tampilan 3D pilih menu Map
--> New --> 3D Surface dan atau 3D Wireframe. Perhitungan
volume grid Pilih menu grid Pilih volume Akan muncul kotak
dialog Open Grid Pilih grid yang akan di hitung volumenya Klik
ok Pada perhitungan dengan dasar permukaan di atas datum seperti
perhitungan volume dome atau Kubah Upper surface di gunakan
untuk menentukan grid yang akan dihitung volumenya, lower
surface di gunakan sebagai penentu garis datum. Dalam hal ini
tentukan upper surface menjadi sebuah grid, sedangkan lower
upper surface dapat di isi dengan angka konstan. Pada perhitungan
dan perbandingan dua buah grid maka kedua opsi tersebut Upper
20
surface dan lower surface di isi dengan file grid. File grid yang di
hitung harus memiliki densitas yang sama. Isilah opsi-opsi berikut
Klik Ok Dari langkah di atas akan didapat sebuah perhitungan
Volume. Perhitungan grid volume di atas di dasarkan pada datum
0. Nilai datum dapat dinaik turunkan dari posisi tersebut. Dengan
diturunkannya datum maka nilai cut akan semakin besar dan nilai
fill akan semakin kecil, dalam kasus perhitungan dasar surface
berada di atas datum.
21
1. Mud Stone
Batuan ini termasuk dalam jcnis batuan sedimen non klastik
dengan wama segar putih abu-abu dan wama lapuknya adalah
putih kecoklatan. Batuan ini bertekstur Non klastik dengan
komposisi kimia karbonat dan struktumyapun tidak berlapis. Salah
satu contoh dari batuan karbonatadalah kalsilutit (Grabau) atau
Munstone (nunham) mcmpunyai nama yang berbeda, karena dari
klasifikasi yang digunakan dengan interprestasi yang berbeda,
batuan ini dinamakan kalsilutit karna batuan ini merupakan batuan
karbonatdan menurut klasifikasi dunham nama dari batuan ini
adalah mudstone, karena batuan ini mempunyai kesan butiran
kurang dari 10 % dan pada batuan ini tidak ditemukan adanya
fosil.Tekstur dari batuan ini adalah non kristalin, Karena
mineralnya penyusunnya tidak berbentuk Kristal, dengan
memperhatikan tekstur batuan ini dapat disimpulkan bahwa batuan
ini terbentuk dari adanya pelarutan batuan asal yang merupakan
material - material penyuplai terbentuknya batuan ini adapun
batuan asal dari batuan ini adalah seperti pelarutan terumbukarang.
Selain itu, proses keterbentukan batuan ini adalah pengerusan
gamping yang telah ada Misalnya penghancuran terumbu karang,
oleh gelombang, atau dari pengendapan langsung secara kimia air
lant yang kelewat jenuh akan CaCO3. Proses litifikasi dari batuan
ini melibatkan pelarutan mineral- mineral karbonat yang stabil
maupun yang tidak stabil, dalam pengertian luas diagnesa. melipufi
perubahan mineralogy, tekstur kemas dan geokimia
sedimendantemperature serta tekanan yang rendah. Litifikasi
sedimen karbonat dapat terjadi pada sedimen yang tersingkap,
maupun yang masih berada didalamlaut, proses terbentuknya
batuan in berlangsung perlahan-lahan dan bertingkat-tingat,
dimana batas antara antara tingkatan tidak jelas,bahkan dapat
saling melingkup, tingkatan tersebut adalah penyemenan, pelarutan
22
pengendapan, perubahan mineralogy butir-butir danrekristalisasi.
Keterdapatan batuan ini biasanya dapat ditemukan disekitar
pinggiran pantai, adapun asosiasi dari baluan ini adalah batupasir
karbonatan dan packtone. Adapun kegunaan dari batuan ini adalah
sebagaireservoir dalam pencarian minyak bumi.
23
Merupakam hubungan antar komponen tertutup yang dengan
dapat (olite). Karbonat batuan menunjukkan tanda-tanda terikat
selama pengendapan (Dunham, 1.962). Embry dan Klovan (1972)
lebih diperluas klasifikasi boundstone atas dasar dari boundstone
tersebut. Boundstone merupakan batu kapur yang terikat oleh
ganggang, karang, atau organisme uniseluler lainnya ketika dia
terbentuk. Boundstone ditemukan di daerah sekitar terumbu
karang, dan daerah yang terumbu karang 2,5-3 juta tahun lalu, tapi
mungkin dikelilingi lahan kering. Tergantung pada cara bahan
organic telah diatur dalam sedimen ketika batu itu terbentuk dan
jenis bahan organik.
24
Gambar 2.5. Batugamping grainstone
5. Packstone
Merupakan lumpur, tetapi yang banyak adalah betolit Butir -
butirnya didukung batuan karbonat berlumpur (Dunham, 1962)-
Luda(1999) dibagi packstones ke dalam lumpur yang didominasi
(ruang Pori total dipenuhilumpur) dan yang didominasi (beberapa
ruang poriantar butir bebas dari lumpur) packstones. Divisi ini
adalah penting dalammemahami kualitasreservoir karena lumpur
plugs ruang partikel pori.Packstones menunjukkan berbagai sifat
pengendapan. Lumpurmenunjukkan proses energi yang lebih
rendah, sedangkan kelimpahan butir menunjukkan proses energi
yang lebihtinggi. menurut Dunham (1962) asal packstones :
25
Gambar 2.6. Batugamping Packstone
2.8.2 Pembentukan Batugamping
Batugamping dapat terjadi dengan beberapa cara yaitu secara
organik secara mekanik atau secara kimia sebagian Batugamping dialam
terjadi secara organik. Jenis ini berasal dari pengembangan cangkang atau
rumah kerang dan siput. Untuk batu kapur yang terjadi secara mekanik
sebetulnya bahannya tidak jauh beda dengan Batugamping secara organik
yang membedakannya adalah terjadinya perombakan dari bahan
Batugamping tersebut kemudian terbawa oleh arus dan biasanya
diendapkan tidak jauh dari tempat semula. Sedangkan yang terjadi secara
kimia jenis Batugamping yang terjadi dalam kondisi iklim dan suasana
lingkungan tertentu dalam air laut ataupun air tawar. Selain hal di atas,
maka air mineral dapat pula mengendapkan Batugamping, (disebut
endapan sinter kapur). Jenis Batugamping ini terjadi karena Peredaran air
panas alam yang melarutkan lapisan Batugamping di bawah permukaan,
yang kemudian di endapkan kembali di permukaan bumi. Magnesium,
lempung, dan pasir merupakanunsur pengotor yang mengendap bersama-
sama pada proses pengendapan. Keberadaan pengontor Batugamping
memberikan klasifikasi jenis Batugamping. Apabila pengotornya
magnesium, maka batu kapur tersebut diklasifikasikan sebagai
Batugamping dolomitan. Begitu juga apabila pengotornya lempung, maka
Batugamping tersebut di klasifikasikan sebagai batu kapur lempungan, dan
batu kapur pasiran apabila pengotornya pasir. Presentase unsur-unsur
pengotor sangat berpengaruh terhadap warna batu kapur tersebut, yaitu
26
mulai dari warna putih susu, abu-abu muda, abuabu tua, coklat, bahkan
hitam. Warna kemerah-merahan misalnya, biasanya di sebabkan oleh
adanya unsur mangan, sedangkan kehitam-hitaman di sebabkan oleh
adanya unsur organik. Batugamping dapat bersifat keras dan padat, tetapi
dapat pula kebalikannya. Selain yang pejal (masive) di jumpai pula yang
porous. Batugamping yang mengalami metamorfosa akan berubah
penampakannya maupun sifat-sifatnya. Hal ini terjadi karena pengaruh
tekanan maupun panas, sehingga batu kapur tersebut menjadi berhablur,
seperti yang di jumpai pada marmer. Selain itu, air tanah juga sangat
berpengaruh terhadap penghabluran kembali pada permukaan
Batugamping, sehingga terbentuk hablur kalsit. Di beberapa aerah endapan
batu kapur seringkali di temukan di gua dan sungai bawah tanah. Hal ini
terjadi sebagai akibat reaksi tanah. Air hujan mengandung CO3 dari udara
maupun dan dari hasil pembusukan zat-zat organik di permukaan. Setelah
meresap kedalam tanah dapat melarutkan batu kapur yang di laluinya.
Reaksi kimia dari proses tersebut adalah sebagai berikut. (CaCO3 + 2
CO2 + H2O Ca (HCO3)2 + CO2) Ca(HCO3)2 larut dalam air, sehingga
lambat laun terjadi rongga di dalam tubuh batu kapur tersebut. Secara
geologi, batu kapur erat sekali hubungannya dengan dolomit. Karena
pengaruh pelindian atau peresapan unsur magnesium dari laut ke dalam
batu kapur, maka batu kapur tersebut dapat berubah menjadi dolomitan
atau jadi dolomit. Kadar dolomit atau MgO dalam Batugamping yang
berbeda akan memberikan klasifikasi yang berlainan pula pada jenis batu
kapur tersebut.
27
Tabel 2.1. Klasifikasi Batugamping berdasarkan kadar dolomit&MgO
28
Mekanik : Bahanya sama dengan organik yang berbeda hanya terjadinya
perombakan dari batu gamping tersebut yang kemudian terbawa arus dan
diendapkan tidak terlalu jauh dari tempat semula.
Kimia : Tejadi pada kondisf iklim dan suasana lingkungan tertentu dalam
air laut dan air tawar Mata air mineral dapat juga mengendapkan batu
gamping karena peredaran air panas alam yg melarutkan lapisan batu
gamping di bawah permukaan yang kemudian diendapkan di permukaan.
Sifat dari Batu Gamping adalah sebagai berikut :
Warna : Putih, putih kecoklatan, dan putih keabuan
Kilap : Kaca, dan tanah
Goresan : Putih sampai putih keabuan
Bidang belahan : Tidak teratur
Pecahan : Uneven
Kekerasan : 2,7-3,4 skala mohs
Berat Jenis : 2,387 Ton/m3
Tenacity : Keras, Kompak, sebagian berongga
29
3 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.1 Persiapan
a. Memperbaiki proposal berdasarkan masukan dari forum seminar.
b. Mengurus administrasi dan perijinan untuk dapat melakukan
penelitian, antara lain :
Surat Bukti Bimbingan Skripsi yang dikeluarkan oleh
pengelola program studi
Meminta ijin kepada instansi setempat dan menjalin hubungan
yang harmonis dengan orang-orang yang nanti akan ihubungi
ketika melakukan penelitian dengan membawah surat dari
fakultas.
Meminta Surat Bukti bahwa mahasiswa telah melakukan
penelitian.
30
3.1.3 Pelaksanaan Penelitian
Merumuskan dan mempersiapkan instrument penelitian. Sebelum
melakukan pengumpulan data dilapangan, terlebih dahulu merumuskan
dan mempersiapkan instrumen atau alat pengumpul data, yaitu :
a. Pedoman Observasi (pengamatan)
b. Pedoman Interview (wawancara)
c. Data Dokumentasi
d. Data Lainnya
e. Pelaksanaan Penelitian
Menghubungi pihak-pihak yang berwenang dengan
menunjukkan surat ijin penelitian
Mengumpulkan data sesuai dengan permasalahan penelitian.
Membawa alat-alat penelitian yang dibutuhkan untuk merekam
data.
Mencatat dengan baik dan rapi hasil pengamatan.
Mencatat dengan baik dan rapi hasil wawancara.
Mencatat dengan baik dan rapi pengumpulan data dokumen.
Mencatat kejadian-kejadian penting yang dapat menguatkan
data penelitian
1.2 Permasalahan
1.3 Hipotesis
31
Bab II. Tinjauan Pustaka
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
Bab V. Penutup
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Daftar Pustaka
Lampiran
1. Studi Literatur
Studi ini dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka dari Instansi
yang terkait dalam penelitian ini-Perpustakaan-Lapangan.
2. Observasi Lapangan
32
Observasi lapangan dilakukan dengan pengamatan secara langsung
dilapangan terhadap kegiatan yang dilaksanakan dan mencari informasi
pendukung yang terkait dengan permasalahan yang di bahas.
3. Pengambilan Data
Data yang diperlukan untuk menunjang laporan penelitian ini adalah :
Kondisi batuan desekitar lokasi penelitian.
Data primer, yaitu data yang diperoleh dari pengamatan dan
pengumpulan data langsung dilapangan berupa pengambilan data
koordinat, pengukuran jarak titik, pengambilan sampel batuan,
kapling areal, ploting areal, peta topografi.
Data sekunder, yaitu data pendukung dan pelengkap dalam proses
pengolahan data selanjutnya keadaan geologi, topografi, morfologi,
litologi, dan vegetasi data.
Dari hasil pengamatan dan data yang sudah dikumpulkan,
dilakukan dengan menggunakan, Theodolit, Kompas Geologi dan
GPS sehingga dapat dibuat Peta Ploting Area.
4. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan beberapa perhitungan yang selanjutnya
akan direalisasikan dalam bentuk perhitungan, dengan metode yang sudah
ditentukan dan Aplikasi Surfer sebagai Perhitungan untuk perumusan
penyelesaian masalah.
5. Analisis Data
Dalam melakukan analisis terhadap hasil Pengolahan data dan
memberikan alternatif penyelesaian masalah sebagai acuan untuk
pembahasan permasalahan.
6. Kesimpulan
Dalam pengambilan kesimpulan diperoleh setelah dilakukan perhitungan
antara hasil Pengolahan data dengan permasalahan yang diteliti,
kesimpulan merupakan hasil akhir dari pemecaan permasalahan yang
diteliti.
33
3.3 Alat dan Bahan
Alat dan Bahan yang digunakan dalam proses penelitian antara lain :
Persiapan
Seminar Proposal Penelitian
Surat Bukti Bimbingan
Studi Perpustakaan
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Input data di Excel
Software Surfer
Kesimpulan
34
4 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dari pengukuran lapangan menggunakan
theodolit dan juga GPS. Data yang di peroleh yaitu data koordinat yang akan
dipakai untuk membuat peta toporafi dan mengukur jumlah volume sumberdaya
batugamping dilokasi penelitian.
X Y Z
443057 9709169 104
443029 9709060 141
443006 9709193 100
443019 9709150 113
443041 9709144 113
443077 9709146 103
443053 9709146 110
443042 9709128 118
443065 9709101 121
442989 9709120 118
443004 9709106 121
442992 9709085 122
443011 9709071 133
442995 9709159 110
443040 9709050 148
443026 9709038 156
442995 9709017 169
442979 9709024 170
442921 9709003 185
Data pengukuran diatas merupakan data pengukuran dilapangan
tepatnya di Kampung Simporo Distrik Ebungfauw kabupaten Jayapura.
Data tersebut di ambil menggunakan theodolite dan juga GPS. Data diatas
berjumlah 38 data. Data tersebut yang akan di input ke program Surfer 11
agar dapat diolah untuk membuat peta topografi dan menghitung jumlah
sumberdaya di lokasi penelitian.
35
4.1.2 Peta Topografi Daerah Penelitian
36
4.2 Pembahasan
4.2.1 Perhitungan Metode Grid Volume Computation
Perhitungan dengan metode grid volume computation merupakan
salah satu pilihan cara untuk menghitung volume suatu sendapan bahan
galian yang homogen dalam hal ini secara khusus peneliti menghitung
sumberdaya batugamping menggunakan program aplikasi surfer 11. Pada
metode ini sistem aplikasi akan menghitung volume dari elevasi terendah
yaitu 95 mdpl sampai elevasi tertinggi yaitu 195 mdpl. Berikut adalah total
jumlah volume pada report perhitungan grid volume computation.
37
4.2.2 Perhitungan Metode Cross Section
Metode cross section atau yang sering dikenal dengan metode
penampang merupakan metode yang digunakan untuk mengkalkulasikan
jumlah total endapan bahan galian dengan cara menghitung luasan
penampang A – A’ dan juga luasan B – B’ lalu dikalikan dengan jarak
antara penampang A ke penampang B sehingga akan menghasilkan
volume blok AB. Dari perhitungan cross section di lokasi penelitian
didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut.
Peta kontur diatas adalah peta kontur yang telah disayat pada
aplikasi surfer 11. Jumlah sayatan keseluruhan adalah 18 sayatan dengan
jarak satu dengan yang lainnya adalah 1 centimeter yang dibuat melintang
secara horizontal dari kiri ke kanan sehingga garis sayatan tersebut yang
akan menggambarkan bentuk profil sayatan secara dua dimensi pada hasil
sayatan dibawah.
38
Gambar 4.10. Pehitungan Luas Sayatan 1
39
40
Gambar 4.13. Pehitungan Luas Sayatan 4
41
Gambar 4.16. Pehitungan Luas Sayatan 7
42
Gambar 4.19. Pehitungan Luas Sayatan 10
43
45
Diatas adalah hasil perhitungan lusan penampang atau sayatan
yang dihitung menggunakan program aplikasi surfer 11. Data yang
diperoleh adalah data luasan area dari seluruh penampang batugamping.
Jumlah profil adalah sebanyak 18 profil sayatan dan dari data tersebut
akan dikalkulasikan untuk mendapatkan jumlah volume pada dua sayatan
yang akan membentuk satu blok. Dapat dilihat perhitungan manual dari
setiap dua sayatan untuk mendapatkan hasil volume tiap blok berikut :
Keterangan :
Luas S 1+ Luas S 2
Rumus Volume = x Jarak Antar Sayatan
2
Luas A + Luas B
x Jarak Antar Sayatan
2
400.24+544.31
x 13.9 = 9346.30 m3
2
Luas B+ Luas C
x Jarak Antar Sayatan
2
544.31+1035.42
x 13.9 = 14762.00 m3
2
Luas C+ Luas D
x Jarak Antar Sayatan
2
1035.42+1309.10
x 13.9 = 23490.54 m3
2
Luas D+ Luas E
x Jarak Antar Sayatan
2
1309.10+ 1301.58
x 13.9 = 27242.51 m3
2
Luas E+ Luas F
x Jarak Antar Sayatan
2
1301.58+ 1545.17
x 13.9 = 28830.85 m3
2
Luas F + Luas G
x Jarak Antar Sayatan
2
46
1545.17+1247.83
x 13.9 = 30150.20 m3
2
Luas G+ Luas H
x Jarak Antar Sayatan
2
1247.83+ 846.60
x 13.9 = 23228.72 m3
2
Luas H+ Luas I
x Jarak Antar Sayatan
2
846.60+835.38
x 13.9 = 17573.70 m3
2
Luas I + Luas J
x Jarak Antar Sayatan
2
835.38+1212.78
x 13.9 = 20040.62 m3
2
Luas J + Luas K
x Jarak Antar Sayatan
2
1212.78+ 992.27
x 13.9 = 23753.91 m3
2
Luas K+ Luas L
x Jarak Antar Sayatan
2
992.27+815.96
x 13.9 = 19463.47 m3
2
Luas L+ Luas M
x Jarak Antar Sayatan
2
815.96+1201.56
x 13.9 = 19692.69 m3
2
Luas M + Luas N
x Jarak Antar Sayatan
2
1201.56+1704.31
x 13.9 = 28546.60 m3
2
Luas N + Luas O
x Jarak Antar Sayatan
2
1704.31+1918.49
x 13.9 = 37023.40 m3
2
Luas O+ Luas P
x Jarak Antar Sayatan
2
47
1918.49+2237.51
x 13.9 = 42217.62 m3
2
Luas P+ LuasQ
x Jarak Antar Sayatan
2
2237.51+1946.87
x 13.9 = 44632.07 m3
2
Luas Q+ Luas R
x Jarak Antar Sayatan
2
1946.87+1781.95
x 13.9 = 39445.99 m3
2
48
Tabel 4.3. Perhitungan Metode Cross Section
49
4.2.3 Analisis Perbedaan Volume
Dari hasil total perhitungan menggunakan metode sayatan atau
Cross Section di dapatkan hasil volume dari semua blok adalah sebesar
449.441,18 m3 yang mana hasil tersebut lebih kecil dari hasil perhitungan
menggunakan metode Grid Volume Computation yaitu sebesar
1.4577.86,063 m3 atau sekitar setengah dari hasil perhitungan. Setelah
dilakukan analisis, maka dapat diketahui faktor yang mempengaruhi
adalah :
Jarak
Dalam hal ini jarak sangat berpengaruh terhadap jumlah volume
yang dihasilkan karena pada metode cross section jika jarak
sayatan semakin jauh maka semakin sedikit wilayah penampang
yang tercover dan terhitung luasannya begitu pula sebaliknya jika
jarak sayatan semakin dekat maka semakin banyak wilayah atau
area penampang yang tercover dan terhitung sehingga semakin
rapat jarak sayatan maka semakin besar jumlah volume yang
dihasilkan serta semakin akurat data yang diperoleh.
Elevasi
Elevasi sangat berpengaruh terhadap jumlah volume yang
dihasilkan oleh kedua metode yang digunakan. Jika menggunakan
metode cross section maka hanya elevasi yang disayat oleh garis-
garis sayatan tersebut yang dihitung sedangkan titik ketinggian
lainnya yang tidak dilalui garis sayatan tidak terhitung atau tidak
termasuk dalam proses kalkulasi volume. Sedangkan jika
menggunakan metode grid volume computation program surfer 11
menghitung semua volume sumberdaya dari elevasi terendah
sampai tertinggi dari semua luasan area penelitian. Jadi semuanya
tercover dan terhitung dalam proses kalkulasi volume.
50
51
5 BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan,perhitungan dan analisis dilokasi penelitian, peneliti
dapat menyimpulkan bahwa :
5.2 Saran
1. Bagi pemilik hak ulayat di daerah penelitian harus melihat potensi
sumberdaya di daerahnya kususnya batugamping Karena dari hasil
perhitungan dan pengamatan dilapangan dan dari sebarannya cukup
potensial untuk di manfaatkan.
2. Untuk kalangan pembaca skripsi ini bisa menjadi acuan dan gambaran
untuk bagaimana bisa dipakai untuk elakukan penelitian lanjutan atau
sebagai media penambah wawasan.
52
3. Kepada pemerintah Kabupaten Jayapura agar lebih memperhatikan
potensi bahan galian non logam yang memiliki potensi karena dapat
menjadi lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekiar terlebih khusus
untuk menaikan PAD atau Pendapatan Asli Daerah.
53