Anda di halaman 1dari 5

24/02/22 11.

51 Khutbah Jumat: Tiga Hal yang Menyelamatkan, Tiga Hal yang Merusak | NU Online

Khutbah I

‫ﻻ اﻟﮫ‬
‫ﻻ‬ ‫أَن‬ ‫ أ‬.‫ﻒ ﺟ ت ﻜﺮاﻣﺔ‬ ‫ﻤﺘَﻘُ ر ﮭ ِ ﻀ ﮫ‬ ‫¾ اﻟﱠ ِﺬ ي ﻀاﺗﱠﻘَﻰ اْﻟ‬ ‫اَ ْﻟ‬
ُ‫ﺷﮭﺪ‬ ‫ﻟَﻰ ﻨﱠﺎ اﻟ‬ ‫ْﻮن ﺑ ْﻢ› َﺑﻔ ِﻠ ازدَﻟ‬ ‫ﮫ‬ ‫ﺤﻤﺪ ﻔ ِﻠ‬
ُ
‫و‬
‫ أﻣﺎ‬.‫ﻦ‬
‫ﺻ ﻋﻠ ﻣﺤﻤ وﻋﻠَﻰ أﻟﮫ و ﺻ ﮫ أ ﺟﻤ‬ .‫ل ﷲ‬ ‫أَن ﻣﺤﻤ رﺳ‬ ‫ﷲ وأ‬
‫ـ‬.‫ﺑﻌﺪ‬ ‫أ ﺤﺎ ﻌ ْﯿ‬ ‫ٍﺪ‬ ‫ﻰ‬ ‫ًﺪا ْﻮ‬ ُ‫ﺷﮭﺪ‬
‫اﻟﻠﮭﻢ‬
‫ِﺑ‬ ‫ّﻞ‬

ُ‫وأَْﻧﺘ‬
‫ُﺗ َﻘﺎ ِﺗﮫ َﻻ ﻤ ﱠﻻ‬ ‫ﷲ ﺻﯿ ْﻔﺴﻲ ﺑﺘﻘﻮى ﷲ ﻓﻘﺪ ﻓﺎز اﻟﻤﺘﻘﻮن› ﱠاﺗُﻘﻮا‬
ِ َ‫ﻓﯿﺎ ﻋﺒﺎد‬
‫ﻮﺗ ﻦ ْﻢ‬ ‫أُ و ﻜﻢ‬
‫ﺣﻖ ﺗَ و‬ ‫ﷲ وﻧ‬
‫ﻣﺴ ِﻠﻤﻮ ن‬
‫ـ‬.
Jamaah shalat Jum’at rahimakumullah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berpesan:

‫وا ْﻟﻘﻮل‬
‫ﺑﺎﻟﺤﻖ‬ َ ْ
‫ﻟﻌﻼ‬ ‫ َﻓَﺘ ْﻘ َﻮى ﻲ اﻟ‬: ّ ‫ت› ِﻠﻜ َﻓﺄَ ﱠﻣﺎ ا ْﻟ ﻤ‬ ّ ‫ﺛَﻼث ﻣ‬
‫ّﺮ‬ ‫ت› ﻨ ﺠ‬ َ
‫وﺛﻼث ﺎ ﻣﮭ‬ ‫ﻨﺠ‬
‫ِﻧﯿَﺔ› وا‬ ‫ﷲت‬ِ
‫ّﺴ‬ ‫َﯿﺎ‬ ‫َﯿﺎ‬
‫ﻣﺘﱠ ﺒ‬
‫ﻣﻄﺎع› وھ ًﻮى‬ :‫ت‬ ‫ ﻣﺎ ا ِﻠﻜ‬. ‫ﺿﺎ ْﻟ ﺼ ﻲ ا ﻐﻨ ْﻘ ﺮ‬ ‫ِﻓﻲ اﻟ‬
›‫ﻊ‬
‫َﻓﺸﺢ‬ ‫واﻟﺴﺨﻂ› ﻘَ ﺪ ْﻟ ﻰ واْﻟﻔَ وأ ْﻟ ﺎ ﻤﮭ‬ ‫ّﺮ‬
‫وا‬
‫َﻨ ْﻔﺴﮫ‬
‫و ِإ ﻋ ب ﻤﺮ‬
‫ﺠﺎ ا ْﻟ ء‬

"Ada tiga hal yang bisa menyelamatkan dan tiga hal yang bisa merusak. Yang
menyelamatkan antara lain (1) takwa kepada Allah dalam sepi maupun ramai,
(2) berkata benar (adil) dalam kondisi ridla maupun marah, dan (3) bersikap
sederhana dalam keadaan kaya maupun miskin. Sedangkan yang merusak
antara lain (1) bakhil yang kelewatan, (2) nafsu yang diikuti, dan (3) ujub
terhadap diri sendiri."

https://islam.nu.or.id/khutbah/khutbah-jumat-tiga-hal-yang-menyelamatkan-tiga-hal-yang-merusak-
1
24/02/22 11.51 Khutbah Jumat: Tiga Hal yang Menyelamatkan, Tiga Hal yang Merusak | NU Online
Hadits yang diriwayatkan Imam al-Baihaqi ini secara tegas menjelaskan sikap-sikap yang saling bertentangan.
Tiga penyakit perilaku yang terakhir dapat merusak kemuliaan manusia sebagai hamba Allah, menjauhkan
seseorang dari kebahagiaan akhirat, dan keluar dari kewajaran hidup sebagai makhluk di dunia. Sementara
tiga hal yang pertama justru sebaliknya, menyelamatkan hamba dari kerusakan-kerusakan itu semua.

Pertama, takwa kepada Allah. Takwa bermakna melaksanakan seluruh perintah kepada Allah dan menjauhi
larangan-larangan-Nya. Ini merupakan tanggung jawab yang tidak sederhana, karena menuntut seorang
hamba secara total patuh dan pasrah hanya kepada Allah. Sebagaian kita kerap saling paham bahwa ketika
disebut kata takwa maka yang terbayang sekadar melaksanakan shalat, puasa, haji, dan perkara ubudiyah
lainnya. Padahal, takwa mencakup seluruh gerak lahir dan batin, serta aqidah, syari’ah, dan akhlak.

Dalam hadits di atas disebut taqwallâh fis sirri wal ‘alâniyah. Artinya, takwa dalam setiap keadaan. Takwa
menuntut seseorang hanya takut dan malu kepada Allah semata, bukan kepada yang lain, termasuk kepada
atasan atau nafsunya sendiri. Dalam pesan Rasulullah itu, taqwallâh fis sirri wal ‘alâniyah bisa dikontraskan
dengan perilaku merusak hawa muttaba’un atau hawa nafsu yang dituruti. Inilah yang membuat takwa terasa
sangat berat karena musuh terbesarnya adalah nafsu alias diri sendiri. Pernahkah kita merasakan: kita
terlihat

https://islam.nu.or.id/khutbah/khutbah-jumat-tiga-hal-yang-menyelamatkan-tiga-hal-yang-merusak-
2
24/02/22 11.51 Khutbah Jumat: Tiga Hal yang Menyelamatkan, Tiga Hal yang Merusak | NU Online

begitu baik dan saleh saat bersama orang lain dan begitu binal dan durhaka saat sendirian? Di sinilah letak
ujian takwa. Takwa tidak mengenal kata “sendirian” karena ia berangkat dari keyakinan bahwa seluruh gerak-
gerik di dunia ini pasti tak terlepas dari pengamatan Allah.

Dalam Surat At-Thalaq ayat 2, Allah berfirman:

ً‫ﻣﺨﺮﺟﺎ‬
‫ ﺠ ﻞ‬ª ‫وﻣﻦ ﯾَﱠﺘﻖ‬
‫َ ﯾ ﻌ ﻟَﮫ‬

“Siapa yang bertakwa kepada Allah, Dia akan menjadikan untuknya jalan keluar.”

Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,


Kedua, berkata benar dalam kondisi ridla maupun marah. Dalam riwayat lain, “berlaku adil dalam kondisi
ridla maupun marah” (al-‘adlu fir ridla wal ghadlab). Emosi kita yang pasang-surut tak boleh menggoyahkan kita
untuk tetap berpegang pada kebenaran dan keadilan. Yang haram tetap haram meskipun kita sangat
menginginkannya. Yang halal selalu halal kendatipun kita tak menyukainya. Hukum juga tak boleh
membedakan perlakuan antara si A dan si B walaupun salah satunya adalah seorang pejabat atau orang kaya.
Mencaci maki dan memfitnah tetap terlarang meskipun ditujukan kepada orang yang sangat kita benci
lantaran beda mazhab atau partai. Korupsi mesti disanksi meskipun itu dilakukan oleh kerabat atau anak
sendiri.

Memegang prinsip sangat tergantung kepada cara kita mengelola diri: bagaimana kita mampu senantiasa
rendah hati kepada siapapun tanpa membeda-bedakan pandangan dan sikap terhadap mereka. Karena itu,
karena itu berkata benar dalam segala kondisi ini merupakan lawan dari perilaku merusak i‘jâbul mar’i
binafsih atau ujub terhadap diri sendiri. Membanggakan kualitas diri sendiri bisa menjerumuskan seseorang
kepada tindak menyepelekan orang lain, lalu berlaku secara tidak objektif. Merasa paling benar dan paling
baik dapat membawa seseorang tak adil dalam menyikap segala hal. Ujub juga cenderung mengabaikan
bahwa tiap nikmat datang dari Allah subhânahu wata’âlâ.

Ketiga, sederhana saat kaya maupun miskin. Hal ini menjadi ciri dari kedewasaan seseorang dalam
memaknai kekayaan. Kekayaan tidak diartikan sebagai tujuan (ghâyah) melainkan sebatas sarana (wasîlah),
karenanya penggunaannya pun seyogianya disesuaikan dengan kebutuhan belaka. Sederhana bukan berarti
kekurangan, apalagi berlebihan. Ia berada di antara sangat irit (pelit) dan mubazir (pemborosan dan hura-
hura). Kesederhanaan juga merupakan cermin dari kepribadian yang sanggup
membedakan antara “kebutuhan” dan “keinginan”. Apa yang diinginkan
seseorang tak selalu identik dengan keperluannya. Karena kebutuhan
senantiasa mempunyai porsi sementara keinginan luas tak terbatas.

Anjuran hidup sederhana dalam kondisi apa pun sangat relevan bila dikaitkan dengan hakikat harta yang
sejatinya karunia Allah. Di dalamnya ada hak untuk dirinya juga untuk orang lain. Bagi orang miskin,
kesederhanaan adalah strategi untuk tetap bersyukur dan wajar dalam berekonomi. Bagi orang kaya,
kesederhanaan adalah pertanda ia tak tenggelam dalam gemerlap duniawi sekaligus momen berbagi harta
lebih yang ia miliki. Jangan sampai kita menjadi sangat kikir (syuhhun muthâ‘), yang menjadi salah satu perilaku
merusak dalam hadits di atas. Bakhil pun tak mesti hanya dilakukan orang yang berharta melimpah. Karena

https://islam.nu.or.id/khutbah/khutbah-jumat-tiga-hal-yang-menyelamatkan-tiga-hal-yang-merusak-
3
24/02/22 11.51 Khutbah Jumat: Tiga Hal yang Menyelamatkan, Tiga Hal yang Merusak | NU Online
bakhil selain berkaitan dengan kekayaan, juga perbuatan seseorang.

https://islam.nu.or.id/khutbah/khutbah-jumat-tiga-hal-yang-menyelamatkan-tiga-hal-yang-merusak-
4
24/02/22 11.51 Khutbah Jumat: Tiga Hal yang Menyelamatkan, Tiga Hal yang Merusak | NU Online

Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫ﻜ ْﻢ اﻟﺸﺢ‬
َ‫ﻓَِﺈﱠﻧ َﻤﺎ أَ ھﻠ ﻗَ ْﺒﻠ‬ ‫ﯾﱠﺎ وا‬
‫ﺸﺢ› ﻚ ﻣﻦ‬ ‫ْ ﻟ‬
‫ﻢ‬

‫ﻛ‬

“Jauhilah perbuatan sangat kikir karena ia merusak orang sebelum


kamu” (HR Abu Dawud).

Ketiga hal di atas berhubungan saling terkait antara satu dengan yang lain. Meski terklasifikasi masing-
masing tiga sikap, namun sejatinya semua bermuara pada pilihan apakah kita memosisikan Allah sebagai
tempat bergantung dan muara tujuan, ataukah selain-Nya, termasuk orang lain, kekayaan, dan ego diri
sendiri.

https://islam.nu.or.id/khutbah/khutbah-jumat-tiga-hal-yang-menyelamatkan-tiga-hal-yang-merusak-
5

Anda mungkin juga menyukai