Anda di halaman 1dari 22

Khutbah Jumat: Empat Hal

Penghambat Rezeki

Khutbah Pertama
َ
ِ ُ‫ن شُ ُروْرِ أنْف‬
‫سنَا‬ ْ ‫م‬ ِ ِ‫ستَغْفِ ُره ُ وَنَعُوْذ ُ بِالله‬ ْ َ ‫ه وَن‬
ُ ُ ‫ستَعِيْن‬ ْ َ ‫مدُه ُ وَن‬ َ ‫ح‬ ْ َ ‫مدَِ للهِ ن‬ ْ ‫ح‬َ ْ ‫ن ال‬
ّ ِ‫إ‬
َ َ َ
ْ ‫ه أشْ هَد ُ أ‬
‫ن‬ ُ َ ‫لفَال َ هَادِيَ ل‬ ْ ِ ‫ضل‬
ْ ُ‫ن ي‬ ْ ‫م‬ َ َ‫ه و‬ ُ َ‫ل ل‬ ّ ‫ض‬ِ ‫م‬ ُ َ ‫هفَال‬ ُ ‫ن يَهْدِهِ الل‬ ْ ‫م‬ َ ‫مالِنَا‬ َ ْ ‫ات أع‬ِ َ ‫سيّئ‬ َ َ‫و‬
َ َ
ُ ُ ‫سوْل‬
‫ه‬ ُ ‫مدًا ع َبْدُه ُ وَ َر‬ ّ ‫ح‬ َ ‫م‬ ُ ‫ن‬ّ ‫ه وَأشْ هَد ُ أ‬ ُ ‫هإِال ّ الل‬َ ‫ال َ إِل‬

‫ان إِلَى‬ َ
ٍ ‫س‬ َ ‫ح‬ ْ ِ ‫م بِإ‬
ْ ُ‫ن تَبِعَه‬ ْ ‫م‬َ َ‫حابِهِ و‬ َ ‫ص‬ْ ‫مد ٍ وَع َلى آلِهِ وِأ‬ ّ ‫ح‬ َ ‫م‬
ُ ‫م ع َلى‬ ْ ّ ‫سل‬ َ َ‫ل و‬ ّ ‫ص‬ َ ‫م‬ ّ ُ‫اَلله‬
‫يَوْم ِ الدّي ْ يْن‬
َ َ
‫ن‬َ ْ ‫مو‬ ُ ِ ‫سل‬ْ ‫م‬ ُ ‫م‬ْ ُ ‫نإِال ّ وَأنْت‬ ُ َ ‫حقّ تُقَاتِهِ وَال َ ت‬
ّ ُ ‫موْت‬ َ ‫ه‬ َ ‫منُوْا اتّقُوا الل‬ َ ‫نآ‬ َ ْ ‫يَاأيّهَا الّذ َي‬
َ
ْ َ‫حقّا ً و‬
‫ار ُزقْنَا‬ َ ‫ وَأ َرنَا ال‬،ً‫علْما‬
َ َّ‫حق‬ ِ ‫ وَزِدْنَا‬،‫متَنَا‬ْ َّ ‫ما ع َل‬
َ ِ ‫ وَانْفَعَنَا ب‬،‫ما يَنْفَعُنَا‬ ْ ِّ ‫م ع َل‬
َ ‫منَا‬ َّ ُ‫اللّه‬
‫ه‬
ُ َ ‫جتِنَاب‬ ْ َ‫لبَاطِال ً و‬
ْ ‫ار ُزقْنَا ا‬ َ ِ ‫ وَأ َ َرنَا البَاط‬،‫ه‬ ُ َ ‫اتِّبَاع‬
 Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …

Segala puji kita panjatkan pada Allah atas berbagai macam nikmat yang
telah Allah anugerahkan pada kita sekalian. Allah masih memberikan kita
nikmat sehat, umur panjang. Juga lebih dari itu, kita masih diberikan
nikmat iman dan Islam.
Apa pun nikmat yang Allah berikan patut kita syukuri walau itu sedikit

َ ‫َمنْ َل ْم َي ْش ُك ِر ْال َقلِي َل َل ْم َي ْش ُك ِر ْال َكث‬


‫ِير‬

“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia sulit untuk
mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4: 278. Syaikh Al-Albani
mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam As Silsilah Ash
Shohihah no. 667) Semoga kita menjadi hamba Allah yang bersyukur dan
dapat memanfaatkan nikmat yang ada dalam ketaatan dan ketakwaan pada
Allah.

Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan dan


suri tauladan kita, Nabi besar kita Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam, juga kepada para sahabat, para tabi’in, serta para
ulama yang telah memberikan contoh yang baik pada kita.

Kata Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zaadul Ma’ad,


Ada empat hal penghambat rezeki: (1) Tidur pagi, (2) Sedikit
shalat, (3) Bermalas-malasan, (4) Sifat khianat. (Zad Al-Ma’ad,
4:378) 

Pertama
Kenapa sampai tidur pagi bisa jadi penghambat datangnya
rezeki? Karena waktu pagi adalah waktu penuh berkah.
Dari sahabat Shakhr Al-Ghamidiy radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫متِى فِى بُكُورِهَا‬ ُ ْ ‫اللَّهم بَار‬


َّ ‫ك أل‬ِ َّ ُ
”.Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya “

Apabila Nabi shallallahu mengirim peleton pasukan, beliau


shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimnya pada pagi hari. Sahabat
Shokhr sendiri (yang meriwayatkan hadits ini, pen) adalah
seorang pedagang. Dia biasa membawa barang dagangannya
ketika pagi hari. Karena hal itu dia menjadi kaya dan banyak
harta. Abu Daud mengatakan bahwa dia adalah Shokhr bin
Wada’ah. (HR. Abu Daud, no. 2606. Hadits ini dishahihkan oleh
Syaikh Al-Albani) Sedangkan di antara kita memanfaatkan waktu
Shubuh dan pagi untuk:

 Malas dan enggan bangun shubuh


 Kalau tidak bangun Shubuh, bangun paginya jam 6 saat
matahari telah terbit
 Setelah Shubuh tidak rutinkan dzikir pagi atau baca Al-
Qur’an, malah kembali lagi ke tempat tidur. Kalau
menunggu pun bada Shalat Shubuh di masjid sampai
matahari meninggi (kira-kira 15 menit setelah matahari
terbit) lalu mengerjakan Shalat Isyraq dua raka’at akan
mendapatkan pahala haji dan umrah yang sempurna,
sempurna dan sempurna.

Dan ini bahayanya jika meninggalkan shalat Shubuh, maka akan


lepas dari jaminan Allah.Dari Jundab bin ‘Abdillah radhiyallahu
‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

ُ َ ‫ىءٍ فَيُدْرِك‬
‫ه‬ ْ َ‫متِهِ بِش‬
َّ ِ ‫ن ذ‬
ْ ‫م‬ ُ َّ ‫م الل‬
ِ ‫ه‬ ُ ُ ‫مةِ اللَّهِ فَال َ يَطْلُبَنَّك‬ َّ ِ ‫ح فَهُوَ فِى ذ‬ ُّ ‫صلَّى ال‬
َ ْ ‫صب‬ َ ‫ن‬
ْ ‫م‬
َ
‫م‬
َ َّ ‫جهَن‬َ ِ‫ه فِى نَار‬ ُ َّ ‫فَيَكُب‬
“Barangsiapa yang shalat subuh, maka ia berada dalam
jaminan Allah. Oleh karena itu, janganlah menyakiti orang
yang shalat Shubuh tanpa jalan yang benar.  Jika tidak, Allah
akan menyiksanya dengan menelungkupkannya di atas
wajahnya dalam neraka jahannam.” (HR. Muslim, no. 657)
Bahkan yang sering tidak shalat Shubuh termasuk orang munafik.

‫ما‬
َ ‫ن‬ ُ َ ‫ وَلَوْ يَعْل‬، ِ‫جرِ وَالعِشَ اء‬
َ ‫مو‬ ْ َ‫صالَةِ الف‬
َ ‫ن‬ ْ ‫م‬ِ ‫ين‬
َ ِ‫منَافِق‬ُ ‫ل ع َلَى ال‬
َ َ‫صالَة ٌ أثْق‬ َ ْ ‫لَي‬
َ ‫س‬
ً ‫حبْوا‬ َ
َ ْ‫ما وَلَو‬
َ ُ‫ما ألتَوْه‬
َ ِ‫فِيه‬
“Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang munafik selain
dari shalat Shubuh dan shalat ‘Isya’. Seandainya mereka tahu
keutamaan yang ada pada kedua shalat tersebut, tentu mereka
akan mendatanginya walau sambil merangkak.” (HR. Bukhari,
no. 657)

 Kedua
Sedikit shalat berarti kurang ketakwaan, padahal takwa itulah
pembuka pintu rezeki. Allah berfirman dalam ayat,
ْ َّ ‫ن يَتَوَك‬
‫ل‬ ْ ‫م‬َ َ‫ب و‬ُ ‫س‬
ِ َ ‫حت‬ ْ َ ‫ث اَل ي‬ ُ ْ ‫حي‬َ ‫ن‬ْ ‫م‬ِ ‫ه‬ُ ْ‫) وَي َ ْر ُزق‬2( ‫جا‬ ً ‫مخ َْر‬ َ ‫ه‬ ُ َ‫ل ل‬ ْ َ‫جع‬ َ َّ ‫ق الل‬
ْ َ‫ه ي‬ ِ َّ ‫ن يَت‬
ْ ‫م‬
َ َ‫و‬
َ
)3( ‫يءٍ قَد ْ ًرا‬ْ َ‫ل ش‬ ِّ ُ ‫ه لِك‬ ُ َّ ‫ل الل‬َ َ‫جع‬َ ْ ‫مرِهِ قَد‬ َ َّ ‫ن الل‬
ْ ‫ه بَالِغُ أ‬ َّ ِ ‫ه إ‬ُ ُ ‫سب‬ْ ‫ح‬َ َ‫ع َلَى اللَّهِ فَهُو‬

“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan


mengadakan baginya jalan keluar. Dan Dia memberinya rezeki
dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Barang siapa yang
bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan
yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah
mengadakan ketentuan bagi segala sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq:
2-3) 

Ketiga
Bermalas-malasan juga jadi sebab rezeki sulit datang. Karena
seorang muslim dituntut kerja dan tawakkal pada Allah.
Contohilah burung seperti yang disebutkan dalam hadits berikut.

‫ما ت ُ ْر َزقُ الطَّي ْ ُر تَغْدُو‬ َ


ْ ُ ‫حقَّ تَوَكُّلِهِ ل َ ُرزِقْت‬
َ َ‫مك‬ َ ِ‫ن ع َلَى اللَّه‬
َ ‫م تَوَكَّلُو‬ ْ ُ ‫لَوْ أنَّك‬
ْ ُ ‫م كُنْت‬
‫ح بِطَانًا‬ ُ ‫صا وَت َ ُرو‬
ً ‫ما‬ َ ‫خ‬
ِ

“Seandainya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah,


tentu kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi
rezeki. Ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan
kembali pada sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi,
no. 2344; Ibnu Majah, no. 4164; Ahmad, 1:30. Abu ‘Isa Tirmidzi
mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Al-Hafizh Abu
Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan) Imam Ahmad
pernah ditanya mengenai seseorang yang cuma mau duduk-
duduk saja di rumahnya atau hanya berdiam di masjid, dan ia
berkata, “Aku tidak mau bekerja sedikit pun dan hanya mau
menunggu sampai rezekiku datang.” Imam Ahmad pun berkata,
“Orang ini benar-benar bodoh. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda – sebagaimana hadits burung di atas –
bahwa burung saja bekerja dengan berangkat pada pagi hari. Para
sahabat Nabi yang mulia pun berdagang dan bekerja dengan hasil
kurma mereka. Merekalah sebaik-baik teladan.” (Fath Al-Bari,
11:306) Jadi tidaklah boleh beralasan karena sibuk ibadah dan
berdakwah, sampai malas bekerja. Ibnu ‘Allan mengatakan bahwa
As-Suyuthi berkata, “Al-Baihaqi mengatakan dalam Syu’ab Al-
Iman, “Hadits ini bukanlah dalil untuk duduk-duduk santai,
enggan melakukan usaha untuk memperoleh rezeki. Bahkan
hadits ini merupakan dalil yang memerintahkan untuk mencari
rezeki karena burung tersebut pergi pada pagi hari untuk mencari
rezeki.” (Dalil Al-Falihin, 1:335) Inilah keutamaan bagi seseorang
yang rajin mencari nafkah untuk keluarganya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
َ ‫ل أَحدهُما اللَّه‬
‫منْفِقًا‬
ُ ‫ط‬
ِ ْ ‫م أع‬
َّ ُ َ ُ َ ُ ‫ن فَيَقُو‬ ِ َ ‫ملَك‬
ِ َ ‫ان يَنْزِال‬ َ َّ ‫ح الْعِبَاد ُ فِيهِ إِال‬
ُ ِ ‫صب‬
ْ ُ ‫ن يَوْم ٍ ي‬
ْ ‫م‬
ِ ‫ما‬
َ
‫ف‬ َ ً
ً ‫سكا تَل‬ َ َّ ُ ‫ وَيَقُو‬، ‫خَلفًا‬ َ
ِ ‫م‬
ْ ‫م‬
ُ ‫ط‬
ِ ْ ‫م أع‬ َّ ُ‫ل اآلخ َُر الله‬
“Tidaklah para hamba berpagi hari di dalamnya melainkan ada
dua malaikat yang turun, salah satunya berkata, “Ya Allah,
berilah ganti kepada orang yang senang berinfak.” Yang lain
mengatakan, “Ya Allah, berilah kebangkrutan kepada orang
yang pelit.” (HR. Bukhari, no. 1442 dan Muslim, no. 1010).

 Keempat
Tidak amanah, ini juga jadi sebab orang sulit percaya. Kalau yang
lain sulit percaya, bagaimana ia mudah mendapatkan pekerjaan,
mendapatkan tanggungjawab sehingga mendapatkan rezeki
dengan mudah? Ketahuilah bahwa orang yang berkhianat
terhadap amanat pun menyandang salah satu sifat munafik. Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
‫ن‬
َ ‫ن خَا‬
َ ‫م‬ َ َ ‫ وَإِذ َا وَعَد َ أَخْل‬، ‫َب‬
ِ ُ ‫ وَإِذ َا اؤ ْت‬، ‫ف‬ َ ‫ث كَذ‬
َ َّ ‫حد‬ ٌ َ ‫ق ثَال‬
َ ‫ث إِذ َا‬ ُ ْ ‫ة ال‬
ِ ِ‫منَاف‬ ُ َ ‫آي‬

“Tiga tanda munafik adalah jika berkata, ia dusta; jika berjanji,


ia mengingkari; dan ketika diberi amanat, maka ia ingkar.”
(HR. Bukhari, no. 33 dan Muslim, no. 59). Termasuk di sini pula
adalah tidak amanah dalam melunasi utang. Ingatlah bahwa
utang akan menyusahkan seseorang di akhirat kelak. Dari Ibnu
‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
َ ‫من مات وع َلَيه دين‬
ٌ َ‫اروَال َ د ِ ْره‬
‫م‬ َ ْ ‫سنَاتِهِ لَي‬
َّ َ ‫س ث‬
ٌ َ ‫م دِين‬ َ ‫ح‬
َ ‫ن‬
ْ ‫م‬
ِ ‫ى‬ ِ ُ‫م ق‬
َ ‫ض‬ ٌ َ‫ار أوْ د ِ ْره‬
ٌ َ ِ ِ ْ َ َ َ ْ َ
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang
satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan
dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di
sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu
Majah, no. 2414. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih.) Demikian khutbah pertama ini.

Khutbah Kedua
‫ن‬ َ ِ ‫ميْن والصالَة ُ والسالَم ع َلَى أَشْ ر‬
َ ْ ‫سلِي‬
َ ‫المر‬
ْ َ‫اف األنْبِيَاءِ و‬ َ ُ َّ َ َّ َ َ ِ ‫ب العَال‬ ِّ ‫مد ُ للهِ َر‬
ْ ‫ح‬
َ ‫ال‬
َ
‫ن‬
َ ْ ‫معِي‬
َ ‫ج‬ْ ‫حبِهِ أ‬ َ َ‫مد ٍ وَع َلَى آلِهِ و‬
ْ ‫ص‬ َّ ‫ح‬
َ ‫م‬
ُ ‫نَبِيِّنَا‬
 Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah … Kami
ingatkan lagi bagi yang malas bangun Shubuh, ingatlah hadits
dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berikut.

َّ ُ ‫ب ك‬ َ ْ َ ُ ‫عَقِد َ الشَّ يْطَا‬


‫ل‬ ُ ِ‫ضر‬ ْ َ ‫ ي‬، ٍ ‫ثعُقَد‬ َ َ ‫م ثَال‬ ْ ُ ‫حدِك‬
َ ‫ هُوَ نَا‬v‫م إِذَا‬ َ ‫سأ‬ ِ ‫ن ع َلى قَافِيَةِ َرأ‬
ْ ِ ‫ فَإ‬، ٌ ‫تعُقْدَة‬
‫ن‬ ْ َّ ‫حل‬
َ ْ ‫ه ان‬َ َّ ‫َظ فَذ َك َ َر الل‬
َ ‫ستَيْق‬ ْ ‫نا‬ ِ ِ ‫ فَإ‬، ْ ‫ارقُد‬ْ َ‫ل ف‬ٌ ‫ل طَوِي‬ ٌ ْ ‫ك لَي‬
َ ْ ‫عُقْدَةٍ ع َلَي‬
َ َ ‫تو‬
، ‫ْس‬
ِ ‫ب النَّف‬ َ ِّ ‫شيطًا طَي‬ ِ َ‫ح ن‬ َ َ ‫صب‬ْ ‫تعُقْدَة ٌ فَأ‬ ْ َّ ‫حل‬َ ْ ‫صلَّى ان‬ َ ‫ن‬ ْ ِ ‫ فَإ‬، ٌ ‫تعُقْدَة‬ ْ َّ ‫حل‬
َ ْ ‫ضأ ان‬َّ َ َ
َ
َ َ ‫سال‬
‫ن‬ ْ َ ‫ْس ك‬
ِ ‫يث النَّف‬ َ ِ ‫ح خَب‬ ْ ‫وَإِال َّ أ‬
َ َ ‫صب‬
“Setan membuat tiga ikatan di tengkuk (leher bagian belakang)
salah seorang dari kalian ketika tidur. Di setiap ikatan setan
akan mengatakan, “Malam masih panjang, tidurlah!” Jika ia
bangun lalu berdzikir pada Allah, lepaslah satu ikatan.
Kemudian jika dia berwudhu, lepas lagi satu ikatan. Kemudian
jika dia mengerjakan sholat, lepaslah ikatan terakhir. Di pagi
hari dia akan bersemangat dan bergembira. Jika tidak
melakukan seperti ini, dia tidak ceria dan menjadi malas.” (HR.
Bukhari, no. 1142 dan Muslim, no. 776) Mari kita koreksi diri,
untuk tidak biasa tidur pagi apalagi sampai ketinggalan shalat
Shubuh, juga memperhatikan shalat, tidak malas-malasan dan
berusaha menjaga amanah.Moga Allah memberi taufik dan
hidayah.Di akhir khutbah ini … Jangan lupa untuk
memperbanyak shalawat di hari Jumat.
Kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫ه ع َلَيْهِ عَشْ ًرا‬


ُ َّ ‫صلَّى الل‬
َ ً ‫حدَة‬
ِ ‫ى وَا‬ َ َّ َ ‫ن‬
َّ ‫صلى ع َل‬ ْ ‫م‬
َ

Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah “


akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim, no.
408) Marilah kita memanjatkan doa pada Allah, moga setiap doa
.kita diperkenankan di hari Jum’at yang penuh berkah ini

‫م‬
ْ ُ‫منْه‬ ْ َ ‫ات األ‬
ِ ِ‫حيَاء‬ ِ ْ ‫ن وَالمؤ‬
ِ َ ‫من‬ ِ ْ ‫ات وَالمؤ‬
َ ْ ‫منِي‬ ِ ‫م‬
َ ِ ‫سل‬
ْ ‫ن وَالم‬
َ ْ ‫مي‬
ِ ِ ‫سل‬ ُ ْ ‫م اغْفِ ْر لِل‬
ْ ‫م‬ َّ ُ‫الله‬
‫ات‬
ِ َ ‫مو‬ َ
ْ ‫وَاأل‬
َ ْ ِّ ‫م أَل‬
‫ن‬َ ‫م‬ِ ‫جنَا‬ ِّ َ ‫سالَم ِ وَن‬ َّ ‫ل ال‬َ ُ ‫سب‬
ُ ‫َات بَيْنِنَا وَاهْدِنَا‬
َ ‫حذ‬ ْ ‫ن قُلُوبِنَا وَأ‬
ْ ِ ‫صل‬ َ ْ ‫ف بَي‬ َّ ُ‫اللَّه‬
‫ك لَنَا فِى‬
ْ ِ‫ن وَبَار‬ َ َ ‫ما بَط‬ َ َ‫منْهَا و‬ِ ‫ما ظَهَ َر‬ َ ‫ش‬َ ‫ح‬ ِ ‫جنِّبْنَا الْفَوَا‬ َ َ‫ات إِلَى النُّورِ و‬ ِ ‫م‬ َ ُ ‫الظُّل‬
‫اب‬ َ َ ‫ وذ ُرياتِنا وتب ع َلَينا إن‬v‫عنا وأَبصارنا وقُلُوبنا وأَزواجنا‬ َ
ُ َّ‫ت التَّو‬ َ ْ ‫ك أن‬ َّ ِ َ ْ ْ ُ َ َ َّ ِّ َ َ ِ َ ْ َ َ ِ َ َ ِ َ ْ َ َ ِ ‫ما‬ َ ‫س‬ ْ ‫أ‬
‫مهَا ع َلَيْنَا‬ َ
َّ ِ ‫ين بِهَا قَابِلِيهَا وَأت‬ َ ِ ‫مثْن‬
ُ ‫ك‬َ ِ ‫مت‬ َ ِ‫جعَلْنَا شَ اكِر‬
َ ْ‫ين لِنِع‬ ْ ‫م وَا‬ ُ ‫حي‬ِ ‫الر‬َّ
‫ والغِنَى‬، ‫ف‬ َ ‫ والعَفَا‬، ‫ والتُّقَى‬، ‫ك الهُدَى‬ َ ُ ‫سأَل‬ْ َ ‫م إنَّا ن‬َّ ُ‫اللَّه‬
َ َ ‫ك ع َن حرام‬
َ ‫سوَا‬
‫ك‬ ِ ‫ن‬
ْ ‫م‬ َ ِ ‫ضل‬
َّ َ ‫ك ع‬ ْ َ‫ك وَأغْنِنَا بِف‬ ِ َ َ ْ َ ِ ‫حالَل‬ َّ ُ‫اَللَّه‬
َ ِ ‫م اكْفِنا ب‬
‫َ‬ ‫ُ‬ ‫اللَّه َ‬
‫خ َرةِ‬
‫َاب اآل ِ‬
‫ى الدُّنْيَا وَعَذ ِ‬
‫خ ْز ِ‬
‫ن ِ‬
‫م ْ‬ ‫مورِ كُلِّهَا وَأ ِ‬
‫ج ْرنَا ِ‬ ‫ن ع َاقِبَتَنَا فِى األ ُ‬
‫س ْ‬
‫ح ِ‬
‫مأ ْ‬‫ُ َّ‬

‫َاب النَّارِ‬
‫ة وَقِنَا عَذ َ‬
‫سن َ ً‬
‫ح َ‬ ‫ة وَفِي‪ v‬اآْل ِ‬
‫خ َرةِ َ‬ ‫سن َ ً‬
‫ح َ‬
‫َربَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا َ‬
‫س ٍ َ‬ ‫مد ٍ وَع َلَى آلِهِ وَ َ‬ ‫ه ع َلَى نَبِيِّنَا ُ‬
‫صلَّى الل ُ‬
‫ان إِلىيَوْم ِ‬ ‫ح َ‬
‫م بِإ ِ ْ‬
‫ن تَبِعَهُ ْ‬
‫م ْ‬
‫حبِهِ وَ َ‬
‫ص ْ‬ ‫ح َّ‬
‫م َ‬ ‫وَ َ‬
‫الدّيْن‬
‫َ‬
‫ن‬ ‫ب الْعَال َ ِ‬
‫مي ْ َ‬ ‫مد ُ لله َر ِّ‬ ‫ن ال ْ َ‬
‫ح ْ‬ ‫خ ُر دَع ْوَانَا أ ِ‬
‫وَآ ِ‬

‫‪Khutbah Jum’at Tentang‬‬


‫‪kewajiban berbakti kepada‬‬
‫‪orang tua‬‬
‫‪KHUTBAH PERTAMA‬‬

‫ش ُر ْو ِر‬
‫ن ُ‬ ‫ع ْو ُذ بِاهللِ ِ‬
‫م ْ‬ ‫َس َت ْغ ِف ُر ُه َونَ ُ‬
‫ه َون ْ‬
‫ع ْي ُن ُ‬
‫َس َت ِ‬
‫م ُد ُه َون ْ‬
‫َح َ‬
‫هن ْ‬
‫م َد لِل ِ‬ ‫إِنَّ ا ْل َ‬
‫ح ْ‬
‫ل‬
‫ضلِ ْ‬
‫ن ُي ْ‬
‫م ْ‬ ‫ل لَ ُ‬
‫ه َو َ‬ ‫ض َّ‬
‫م ِ‬ ‫هللا َ‬
‫فال َ ُ‬ ‫ُ‬ ‫د ِه‬
‫ن يَ ْه ِ‬
‫م ْ‬ ‫س ِِّي('ئَاتِ أَعْ َ‬
‫مالِ َنا َ‬ ‫ن َ‬
‫م ْ‬ ‫أَ ْن ُف ِ‬
‫س َنا َو ِ‬

‫ه ُد أَنَّ‬ ‫ه‪َ ،‬وأَ ْ‬


‫ش َ‬ ‫ك لَ ُ‬
‫ر ْي َ‬ ‫ح َد ُه ال َ َ‬
‫ش ِ‬ ‫هللا َو ْ‬
‫ُ‬ ‫ه ُد أَنْ ال َ إِلَ َ‬
‫ه إِال َّ‬ ‫ه‪ ،‬أ َ ْ‬
‫ش َ‬ ‫ي لَ ُ‬
‫ها ِد َ‬ ‫َ‬
‫فال َ َ‬

‫ن‬
‫م ْ‬
‫ه َو َ‬
‫حابِ ِ‬ ‫ه َوأَ ْ‬
‫ص َ‬ ‫ه َوعَ لَى آلِ ِ‬
‫هللا عَ لَ ْي ِ‬
‫ُ‬ ‫صلَّى‬
‫ُه َ‬ ‫م ًدا عَ ْب ُد ُه َو َر ُ‬
‫س ْول ُ‬ ‫ح َّ‬
‫م َ‬
‫ُ‬
‫ْد‬ ‫كثِ ْيرًا‪ ،‬أَ َّ‬
‫ما بَع ُ‬ ‫َسلِ ْيمًا َ‬ ‫سلَّ َ‬
‫مت ْ‬ ‫ان َو َ‬
‫س ٍ‬‫ح َ‬
‫م بِ ِإ ْ‬
‫َه ْ‬
‫‪:‬تَبِع ُ‬
‫ه‬
‫ِق ِ‬
‫ح ِّ('‬
‫ن َ‬
‫م ْ‬
‫م ِ‬ ‫هللا عَ لَ ْي ُ‬
‫ك ْ‬ ‫ُ‬ ‫ب‬ ‫ما أَ ْو َ‬
‫ج َ‬ ‫هللا تَعَالَى َو ُق ْو ُ‬
‫م ْوا بِ َ‬ ‫َ‬ ‫اس‪ ،‬اتَّ ُق ْوا‬
‫ُ‬ ‫أَيُّ َ‬
‫ها ال َّن‬

‫عبَا ِد ِه‬
‫ق' ِ‬
‫ح ُق ْو ِ‬
‫َو ُ‬
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Segala puji hanyalah untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang


memiliki kesempurnaan pada seluruh nama dan sifat-Nya. Kita
memuji-Nya dan memohon pertolongan-Nya, serta memohon
ampunan-Nya. Kita berlindung kepada-Nya atas kesalahan diri-
diri kita dan kejelekan amalan-amalan kita. Shalawat dan salam
semoga senantiasa Allah Subhanahu wa Ta’ala curahkan kepada
Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya, serta
kepada seluruh kaum muslimin yang benar-benar mengikuti
petunjuknya. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada yang berhak
untuk diibadahi, kecuali hanya Allah Subhanahu wa
Ta’ala semata dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah
hamba dan utusan-Nya.

Hadirin rahimakumullah,
Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala dengan menjalankan kewajiban-kewajiban kita kepada-
Nya dan kewajiban yang harus ditunaikan terhadap hamba-
hamba-Nya.

Jama’ah jum’ah rahimakumullah,


Ketahuilah, bahwa kewajiban paling besar yang harus ditunaikan
oleh seorang hamba setelah kewajibannya kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya adalah kewajiban
dalam memenuhi hak orangtua. Hal ini sebagaimana dalam
firman-Nya,
‫سانًا‬
َ ‫ح‬
ْ ِ‫ن إ‬ َ ‫ش ْي ًئا َوبِا ْل‬
ِ ‫والِ َد ْي‬ َ ‫ه‬
ِ ِ‫ر ُكوا ب‬ ْ ‫هللا َوال َ ُت‬
ِ ‫ش‬ َ ‫َواعْ ُب ُدوا‬

“Beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian


mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah
kalian kepada kedua orangtua.” (An-Nisa’: 36)

Di dalam ayat lainnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

ً ‫ه ُك ْر‬
‫ها‬ َ ‫ض‬
ُ ‫ع ْت‬ ً ‫ه ُك ْر‬
َ ‫ها َو َو‬ ُّ ‫ه ُأ‬
ُ ‫م‬ ُ ‫ملَ ْت‬ َ ‫سانًا‬
َ ‫ح‬ َ ‫ح‬
ْ ِ‫ه إ‬
ِ ‫والِ َد ْي‬ َ ‫ص ْي َنا ْا ِإل‬
َ ِ‫نسانَ ب‬ َّ ‫َو َو‬

“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik


kepada kedua orangtuanya, ibunya telah mengandungnya
dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah-payah
(pula).” (Al-Ahqaf: 15)
Semakna dengan ayat tersebut Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,

‫ن‬
ِ ‫م ْي‬
َ ‫ُه فِي عَا‬
ُ ‫صال‬
َ ِ‫ن َوف‬ ْ ‫هنًا عَ لَى َو‬
ٍ ‫ه‬ ُ ‫ه ُأم‬
ْ ‫ُّه َو‬ ُ ‫ملَ ْت‬
َ ‫ح‬
َ

“Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang


bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.”
(Luqman: 14)

Pada dua ayat tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan


betapa pentingnya kewajiban berbakti kepada orangtua dengan
menggambarkan betapa besarnya pengorbanan dan jasa orangtua
terutama ibu kepada anaknya. Maka, sudah semestinya bagi
seorang anak untuk berbuat baik kepada orangtuanya, karena
orang yang berakal tentu tidak akan melupakan kebaikan orang
lain terhadapnya apalagi membalas kebaikannya dengan
menyakitinya. Maka, apakah layak bagi seorang anak untuk
melupakan kebaikan orangtuanya sehingga tidak berbuat baik
kepadanya? Begitu pula, tentu lebih tidak pantas lagi bagi seorang
anak untuk menyakiti orangtuanya yang telah terus-menerus
berbuat baik kepadanya dengan mengeluarkan pengorbanan yang
sangat besar bahkan hingga mempertaruhkan nyawanya.

Hadirin rahimakumullah,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menyebutkan
besarnya keutamaan berbakti kepada orangtua. Bahkan, lebih
besar dari jihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini
sebagaimana disebutkan dalam Ash-Shahihain, dari sahabat
Abdullah ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, beliau berkata,

َ َ‫ل أ‬
‫حبُّ إِلَى هللاِ ؟‬ ِ ‫م‬
َ ‫ع‬ ُّ َ‫ أ‬:‫م‬
َ ‫ي ا ْل‬ َ َّ‫سل‬ ِ ‫عل ّ ْي‬
َ ‫ه َو‬ َ ‫هللا‬
ُ ‫صلَّى‬
َ ‫ي‬ ُ ‫سأَ ْل‬
َّ ‫ت ال َّن ِب‬ َ
‫م‬
َّ ‫ ُث‬:‫ل‬ َ .‫ن‬
َ ‫قا‬ َ ‫م بِ ُّر ا ْل‬
ِ ‫والِ َد ْي‬ َّ ‫ ُث‬:‫ل‬ َ ‫م أَيٌّ؟‬
َ ‫قا‬ َّ ‫ ُث‬:‫ل‬ َ .‫ها‬
َ ‫قا‬ َ ‫صال َ ُة عَ لَى َو ْق ِت‬
َّ ‫ ال‬:‫ل‬ َ
َ ‫قا‬
ِ‫يل هللا‬
ِ ِ‫سب‬ َ ِ‫ ا ْلج‬:‫ل‬
َ ‫ها ُد فِي‬ َ ‫أَيٌّ؟‬
َ ‫قا‬

Aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,


“Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Shalat
pada waktunya.” Aku berkata, “Kemudian apa?” Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Berbakti kepada
orang tua.” Aku berkata, “Kemudian apa?” Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab, “Kemudian jihad di jalan
Allah.” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)

Dari ayat-ayat dan hadits di atas serta yang lainnya, seseorang


akan memahami dengan jelas betapa tinggi dan mulianya amalan
berbakti kepada orangtua.

Hadirin rahimakumullah,
Kewajiban berbuat baik kepada orangtua semasa hidup mereka
tidaklah melihat kepada siapa dan bagaimana keadaan orangtua.
Bahkan, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada
hamba-hamba-Nya untuk berbuat baik kepada orangtuanya
meskipun seandainya keduanya dalam keadaan kafir sekalipun.
Sebagaimana dalam berfirman-Nya,

‫ما‬
َ ‫ْه‬
ُ ‫طع‬ َ ‫م‬
ِ ‫فال َ ُت‬ ٌ ‫ع ْل‬
ِ ‫ه‬ َ َ‫س ل‬
ِ ِ‫ك ب‬ َ ‫مالَ ْي‬
َ ‫ك بِي‬
َ ‫ر‬ ْ ‫ك عَ لَى أَن ُت‬
ِ ‫ش‬ َ ‫جا‬
َ ‫ه َدا‬ َ ‫َوإِن‬
ً ‫م ْع ُرو‬
‫فا‬ ُّ ‫ما فِي ال‬
َ ‫د ْنيَا‬ َ ‫ح ْب ُه‬
ِ ‫صا‬
َ ‫َو‬

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan


dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang
itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, namun
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Luqman: 15)

Di dalam ayat tersebut kita memahami bahwa berbuat baik


kepada orangtua tidaklah gugur, karena keduanya dalam keadaan
kafir, serta memerintahkan untuk berbuat syirik atau melakukan
kekafiran, meskipun perintah keduanya yang berupa
kemungkaran tetap tidak boleh ditaati.
Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah Subhanahu wa
Ta’ala,

Berbuat baik kepada orangtua sangat banyak caranya dan sangat


luas cakupannya. Bisa dilakukan dengan ucapan, perbuatan,
maupun dengan harta.

Berbuat baik dengan ucapan, maka bisa dilakukan dengan


menjaga tutur kata yang baik dan tidak menyakitkan serta dengan
berlemah-lembut ketika berbicara kepadanya. Sedangkan berbuat
baik dengan perbuatan, bisa dilakukan dengan membantu
menyiapkan keperluan-keperluannya atau melakukan pekerjaan-
pekerjaan lainnya untuk meringankan bebannya serta memenuhi
perintah-perintah-Nya, selama bukan dalam bentuk berbuat
maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan berbuat
baik dengan harta, bisa dilakukan dengan menginfakkan sebagian
dari hartanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

Hadirin rahimakumullah
Berbuat baik kepada orangtua juga tidaklah terbatas pada saat
keduanya masih hidup. Bahkan, di saat keduanya sudah
meninggal dunia pun, berbuat baik kepadanya masih bisa
dilakukan. Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz ibnu Abdullah ibnu
Baz rahimahullah, salah seorang ulama terkemuka di Saudi
Arabia mengatakan, “Disyariatkan berdoa kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk yang telah meninggal dunia,
begitu pula bersedekah atas namanya dengan berbuat baik berupa
memberikan bantuan kepada fakir miskin, (yaitu) seseorang
mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan
perbuatan tersebut dan kemudian berdoa kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menjadikan pahala dari sedekah
tersebut untuk ayah dan ibunya atau selain keduanya, baik yang
telah meninggal dunia maupun yang masih hidup. Hal ini karena
Nabi bersabda (yang artinya), ‘Apabila seorang manusia
meninggal dunia, terputuslah amalannya kecuali dari tiga
perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih
yang berdoa untuknya.’ Disebutkan dalam hadits
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa ada seseorang
bertanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,

،‫ت‬ َ ‫د‬
ْ ‫ق‬ َ ‫ت لَ َت‬
َّ ‫ص‬ ْ ‫م‬ َ َ‫ها لَ ْو ت‬
َ َّ‫كل‬ ُ َ‫م ُت ْوصِ َوأ‬
َ ‫ظ ُّن‬ ْ َ‫َت َول‬
ْ ‫مات‬ '(ِّ ‫ إِنَّ ُأ‬، ِ‫ل هللا‬
َ ‫ِمي‬ َ ‫س ْو‬
ُ ‫يَا َر‬
‫َم‬
ْ ‫ نَع‬:‫ل‬ َ ‫ها؟‬
َ ‫قا‬ ُ ‫د ْق‬
َ ‫ت عَ ْن‬ ْ َ ‫ها أ‬
َ َ‫ج ٌر إِنْ ت‬
َّ ‫ص‬ َ َ‫أ‬
َ َ‫فل‬

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia


dan beliau belum sempat berwasiat namun aku yakin kalau
beliau sempat berbicara tentu beliau ingin bersedekah, apakah
beliau (ibuku) akan mendapatkan pahala jika aku bersedekah
atas namanya?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“Benar.” (Muttafaqun ‘alaih) Begitu pula (akan bermanfaat
untuk orang yang telah meninggal dunia) amalan ibadah haji atas
nama si mayit, demikian pula ibadah umrah, serta membayarkan
utang-utangnya. Semua itu akan bermanfaat untuk yang
meninggal sebagaimana telah datang dalil-dalil
yang syar’i menunjukkan hal tersebut.” (Majmu’ Fatawa wa
Maqalat, 4/342)

Termasuk amalan berbakti kepada orangtua yang bisa dilakukan


sepeninggal mereka adalah menghubungi kerabat dan teman-
teman mereka. Bahkan juga dengan menghubungi atau berbuat
baik kepada keluarga dari teman-teman orang tua kita. Hal itu
sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-
Imam Muslim dalam Shahih-nya dari sahabat Abdullah ibnu
‘Umar ibn Al-Khaththab radhiallahu ‘anhuma, bahwa beliau
berjalan menuju kota Makkah dan mengendarai keledai yang
ditungganginya untuk beristirahat di saat lelah. Ketika beliau
sudah bosan duduk di atas kendaraannya, lewatlah di depan
beliau seorang badui dan berkatalah beliau (kepada badui
tersebut), “Apakah engkau Fulan ibnu Fulan?” Orang badui
tersebut menjawab, “Benar.” Maka, beliau (sahabat Abdullah ibn
‘Umar radhiallahu ‘anhuma) memberikan keledainya kepada
badui tersebut seraya mengatakan, “Naikilah kendaraan ini.”
Kemudian beliau juga memberikan kain surbannya yang sedang
dipakai seraya mengatakan, “Pakailah kain ini untuk diikatkan
sebagai penutup kepalamu.” Maka, berkatalah orang-orang
kepada sahabat Abdullah ibn ‘Umar radhiallahu ‘anhuma,
“Mudah-mudahan Allah mengampunimu. Engkau berikan
kepadanya keledai yang engkau tunggangi di saat ingin
beristirahat dari kelelahan dan engkau berikan imamah yang
sedang engkau ikatkan di kepalamu.” Maka, ‘Abdullah ibn ‘Umar
mengatakan, “Sesungguhnya dia adalah teman (orangtua saya)
‘Umar ibn Al-Khaththab’, dan sungguh saya mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِ ‫ل ُو ِِّد(' أَبِي‬
‫ه‬ ْ َ‫ل أ‬
َ ‫ه‬ ِ ‫ج‬ َ َ‫صل‬
ُ ‫ة ال َّر‬ ِ '(‫ِر‬ ِّ َ‫ن أَب‬
ِّ ِ‫ِر(' ا ْلب‬ ِ َّ‫إِن‬
ْ ‫م‬

“Sesungguhnya, termasuk dari perbuatan paling baik dalam


berbakti kepada orang tua adalah seseorang berbuat baik
kepada keluarga orang yang dicintai (teman) ayahnya.” (H.R.
Muslim) Lihatlah hadirin rahimakumullah, betapa luasnya
kesempatan untuk berbakti kepada orangtua. Apakah kita akan
menyia-nyiakan kesempatan untuk menjalankan kewajiban yang
mulia ini? Lihatlah pula betapa besarnya semangat para sahabat
dalam menjalankan kewajiban berbakti kepada orang tua. Maka
bagaimanakah dengan kita? Sudahkah kita mengikuti
jalan salafush shalih dalam amalan ini?

Hadirin rahimakumullah
Seseorang yang berbuat baik kepada orangtuanya maka dia akan
mendapatkan balasan yang sangat besar dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala bukan hanya di akhirat kelak, namun juga di dunia. Di
antaranya adalah bahwa orang-orang yang berbuat baik kepada
orang tuanya, maka akan berbuat baik pula anak-anaknya
kepadanya. Karena sebagaimana yang ditunjukkan oleh dalil-dalil
yang syar’i bahwa balasan seseorang adalah sesuai dengan
perbuatan yang dilakukannya. Di samping itu, seseorang yang
berbuat baik kepada orang tua juga akan diberi jalan keluar dari
kesulitan yang menimpanya. Hal ini sebagaimana ditunjukkan
oleh hadits yang dikeluarkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan
Muslim dalam Shahih keduanya yang menceritakan tentang kisah
tiga orang yang ketika masuk untuk beristirahat di dalam gua.
Tiba-tiba ada batu besar yang jatuh menutup pintu gua. Maka
dalam kesulitan tersebut, ketiga orang tadi bertawassul memohon
pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan
menyebutkan amalan shalih yang pernah mereka lakukan. Pada
akhirnya batu yang menutup pintu goa pun terbuka sehingga
mereka bisa keluar dari gua tersebut. Di antara amal shalih yang
disebutkan oleh salah satu dari mereka adalah perbuatan baiknya
kepada orangtuanya. Maka, di antara sebab yang akan
menjadikan seseorang memperoleh jalan keluar dari kesulitan-
kesulitannya adalah dengan menjalankan amalan yang mulia ini.
Begitu pula di antara balasan bagi seseorang yang berbuat baik
kepada orangtuanya adalah akan dimudahkannya dirinya dalam
mencari rezeki dan dipanjangkan umurnya. Sebagaimana
tersebut dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫ه‬
ُ ‫م‬
َ ‫ح‬
ِ ‫ل َر‬
ْ ‫ص‬ ِ َ‫سأَ فِي أَث‬
َ ‫ر ِه‬
ِ َ‫ف ْلي‬ َ ‫ه أَ ْو ُي ْن‬ َ ‫س َّر ُه أَنْ ُي ْب‬
ِ ‫سطَ عَ لَ ْي‬
ُ ‫ه ِر ْز ُق‬ َ ‫ن‬
ْ ‫م‬
َ

“Barang siapa senang untuk diluaskan rezekinya dan


dipanjangkan umurnya, maka sambunglah rahimnya.” (H.R.
Muslim)
Berbakti kepada orang tua masuk ke dalam keumuman hadits ini
karena termasuk penunaian silaturahim, dan bahkan silaturahim
yang paling tinggi adalah menghubungi orang tua. Akhirnya,
mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu memberikan
taufik-Nya kepada kita semua untuk bisa berbakti kepada
orangtua. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

KHUTBAH KEDUA

‫ع ْد َوانَ إِال َّ عَ لَى‬


ُ َ ‫ن َوال‬ ُ ‫ن َوا ْلعَاقِبَةُ لِ ْل‬
َ ‫م َّت ِق ْي‬ ِ َ‫ب ا ْلعَال‬
َ ‫م ْي‬ ِ ‫ه َر‬
ِ ‫م ُد لِل‬ َ ‫ا ْل‬
ْ ‫ح‬
َّ‫ه ُد أَن‬ ْ َ‫ه َوأ‬
َ ‫ش‬ ُ َ‫ك ل‬
َ ‫ر ْي‬ َ َ ‫ح َد ُه ال‬
ِ ‫ش‬ ْ ‫هللا َو‬
ُ َ َ‫ه ُد أَنْ ال َ إِل‬
َّ ‫ه إِال‬ ْ َ ‫ أ‬،‫ن‬
َ ‫ش‬ ِ ِ‫الظَّال‬
َ ‫م ْي‬

ِ ِ‫علَى آل‬
‫ه‬ ِ ‫هللا عَ لَ ْي‬
َ ‫ه َو‬ ُ ‫صلَّى‬
َ ،‫ن‬ ِ َ ‫ق اأْل‬
ُ ‫م ْي‬ ُ ‫صا ِد‬
َّ ‫ُه ال‬ ُ ‫مداً عَ ْب ُد ُه َو َر‬
ُ ‫س ْول‬ َّ ‫ح‬
َ ‫م‬
ُ
‫ْد‬ َّ َ‫ أ‬،‫ن‬
ُ ‫ما بَع‬ ِ ‫ِد ْي‬ ِ ‫ن إِلَى يَ ْو‬
'(ِّ ‫م ال‬ ٍ ‫سا‬
َ ‫ح‬ ْ ‫ن لَ ُه‬
ْ ‫م بِ ِإ‬ َ ‫ع ْي‬
ِ ِ‫ه وال َّتاب‬
ِ ِ‫حاب‬ ْ َ‫َوأ‬
َ ‫ص‬

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,

Marilah kita selalu bertakwa kepada Allah Subhanahu wa


Ta’ala dengan menjalankan kewajiban yang telah diperintahkan
oleh-Nya. Sesungguhnya dengan bertakwalah seseorang akan
mendapatkan akibat yang baik dan hasil akhir yang
membahagiakan.
Jama’ah jum’ah rahimakumullah,

Setelah kita mengetahui betapa tinggi dan mulianya amalan


berbakti kepada orang tua, maka tentu saja tidak semestinya bagi
kita untuk menganggap remeh amalan ini. Apalagi
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan kepada
hamba-hamba-Nya untuk menjalankan kewajiban ini di saat yang
sangat sulit untuk dijalankan. Yaitu di saat orang tua telah berusia
lanjut, yang dalam usia tersebut tentunya orang tua dalam
keadaan semakin lemah badan dan cara berpikirnya, sehingga
bisa membuat seorang anak akan merasa capai dalam
mengurusinya. Dalam keadaan demikian, seorang anak bisa
terkena rasa bosan dan bahkan jengkel dengan perkataan
maupun perbuatan yang dilakukan oleh orangtua. Namun, dalam
keadaan yang demikian pun seorang anak harus bersabar dan
tidak menyakiti orangtuanya dalam bentuk apapun. Hal ini tentu
menunjukkan betapa ditekankannya kewajiban ini.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

ٍّ ‫ما ُأ‬
‫ف‬ َ ُ‫ما أَ ْو كِال َه‬
َ ‫ما‬
َ ‫فال َ تَ ُقل لَّ ُه‬ َ َ‫ك ا ْلكِبَ َر أ‬
َ ُ‫ح ُده‬ َ ‫عن َد‬
ِ ‫َن‬
َّ ‫ما َي ْب ُلغ‬
َّ ِ‫إ‬
‫ل‬ ُّ ‫ح ال‬
ِّ ‫ذ‬ َ ‫ج َنا‬ َ ‫ض لَ ُه‬
َ ‫ما‬ ْ ‫اخ ِف‬
ْ ‫} َو‬23{ ‫ريمًا‬
ِ ‫ك‬ َ ‫ما‬
َ ً ‫ق ْوال‬ َ ‫ما َو ُقل لَّ ُه‬ َ ‫َوالَتَ ْن‬
َ ُ‫ه ْره‬
‫غيرًا‬
ِ ‫ص‬
َ ‫ما َربَّيَانِي‬ َ ‫ما‬
َ ‫ك‬ َ ‫م ُه‬
ْ ‫ح‬ ِ ّ ‫ة َو ُقل َّر‬
َ ‫ب ا ْر‬ ِ ‫م‬
َ ‫ح‬
ْ ‫ن ال َّر‬
َ ‫م‬
ِ

Jika salah seorang di antara kedua orang tua atau kedua-


duanya telah berumur lanjut (dan mereka) dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap
mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah,
“Wahai Rabb-ku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah memelihara aku sewaktu kecil.” (Al-Isra’:
23-24)
Di dalam ayat tersebut pula Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang
hamba-hamba-Nya menyakiti orang tua, meskipun dengan
ucapan yang hanya menunjukkan kekesalan. Maka perbuatan
menyakiti yang lebih dari itu lebih besar dosanya. Di dalam ayat
tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan agar
seorang anak berbuat baik kepada orangtuanya. Yaitu dengan
mengucapkan tutur kata yang sopan dengan merendahkan diri di
hadapannya serta mendoakan kebaikan untuk keduanya.

Hadirin rahimakumullah,
Akhirnya, marilah kita berupaya untuk memperbaiki diri dalam
menjalankan kewajiban kita kepada orang tua. Marilah kita
senantiasa mengingat betapa tingginya amalan ini di sisi
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan betapa besarnya pengorbanan
orang tua kepada kita terlebih di saat masih dalam kandungan
dan saat persalinan, serta setelah dilahirkan sebagai seorang bayi.
Kedua orang tua telah mengerahkan tenaga dan pikirannya, serta
hartanya untuk merawat kita. Oleh karena itu, sudah sepantasnya
bagi kita untuk berbakti kepadanya. Siapapun orang tua kita dan
bagaimanapun keadaan orang tua kita. Apakah mereka orang
yang miskin, cacat dan tidak berpangkat atau bahkan seandainya
keduanya belum mendapatkan hidayah sehingga masih dalam
keadaan kafir, berbuat bid’ah, atau terjatuh pada kemaksiatan
lainnya. Hal tersebut tidaklah membuat gugurnya kewajiban kita
dalam berbakti kepada orangtuanya. Bahkan, seseorang harus
tetap berkata yang baik dan tidak menyombongkan dirinya, baik
dengan harta dan kedudukannya, serta ilmunya di hadapan orang
tuanya. Namun, dia harus berusaha membantu keperluan
keduanya selama tidak melanggar syariat dan berusaha untuk
menjadi sebab turunnya hidayah Allah Subhanahu wa
Ta’ala kepada keduanya.
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan
kemudahan kepada kita untuk berbakti kepada orang tua, serta
memberikan kepada kita kemudahan untuk senantiasa ikhlas
dalam menjalankannya.

‫م‬ ِ ‫علَى إِ ْب َرا‬


َ ‫هي‬ َ ‫صلَّ ْي‬
َ ‫ت‬ َ ‫ما‬ َ ‫د‬
َ ‫ك‬ 'ٍ ‫م‬
َّ ‫ح‬
َ ‫م‬ ِ ‫د َوعَ لَى‬
ُ ‫آل‬ ٍ ‫م‬
َّ ‫ح‬ ُ ‫ِل عَ لَى‬
َ ‫م‬ '(ِّ ‫ص‬ َّ ‫اللَّ ُه‬
َ ‫م‬

ِ ‫علَى‬
‫آل‬ َ ‫د َو‬
ٍ ‫م‬
َّ ‫ح‬ ُ ‫ك عَ لَى‬
َ ‫م‬ ْ ‫ َوبَا ِر‬،‫د‬
ٌ ‫مجِي‬
َ ‫د‬
ٌ ‫مي‬
ِ ‫ح‬
َ ‫ك‬
َ َّ‫م إِن‬
َ ‫هي‬ ِ ‫َوعَ لَى آ‬
ِ ‫ل إِ ْب َرا‬

‫ين‬
َ ‫م‬ِ َ‫م فِي ا ْلعَال‬
َ ‫هي‬ ِ ‫م َوعَ لَى آ‬
ِ ‫ل إِ ْب َرا‬ ِ ‫ْت عَ لَى إِ ْب َرا‬
َ ‫هي‬ َ ‫ما بَا َرك‬ َ ‫د‬
َ ‫ك‬ ٍ ‫م‬
َّ ‫ح‬
َ ‫م‬
ُ
‫د‬
ٌ ‫جي‬
ِ ‫م‬
َ ‫د‬
ٌ ‫مي‬
ِ ‫ح‬
َ ‫ك‬
َ َّ‫إِن‬.

َّ ‫' اللَّ ُه‬.‫ن‬


‫م‬ َ ‫ركِ ْي‬
ِ ‫ش‬ ُ ‫ك َوا ْل‬
ْ ‫م‬ َ ‫الِش ْر‬
ِّ '( َّ ‫ن َوأَ ِذ‬
‫ل‬ 'َ ‫م ْي‬
ِ ِ‫سل‬ ُ ‫م َوا ْل‬
ْ ‫م‬ ِ َ‫م أ‬
ْ ِ ‫ع َّز اإْل‬
َ َ ‫سال‬ َّ ‫اللَّ ُه‬

ِ ‫ه َذا ا ْلبَلَ َد آ‬
‫منًا‬ َ ‫َل‬
ْ ‫اجع‬
ْ ‫م‬َّ ‫ اللَّ ُه‬.‫َان‬
ٍ ‫مك‬َ ‫ِل‬
'(ِّ ‫مين فِي ُك‬
َ ِ‫سل‬ ُ ‫ل ا ْل‬
ْ ‫م‬ َ ‫وا‬ ْ َ‫صلِحْ أ‬
َ ‫ح‬ ْ َ‫أ‬
‫م َّنا‬ َّ ‫ اللَّ ُه‬.‫ن‬
ِ ‫مآ‬ ِ َ‫ب ا ْلعَال‬
َ ‫م ْي‬ ً ‫م‬
َّ ‫ يَا َر‬،‫ة‬ َّ ‫ن عَ ا‬
'َ ‫م ْي‬
ِ ِ‫سل‬
ْ ‫م‬ َ ‫مئِ ًنّا َو‬
ُ ‫سائِ َر بِال َ ِد ا ْل‬ ْ ‫م‬
َ ‫ط‬ ُ
‫ن‬
ْ ‫م‬ ْ ِ‫والَيَ َت َنا ف‬
َ ‫ي‬ ِ ‫َل‬
ْ ‫اجع‬
ْ ‫ َو‬،‫م ْو ِرنَا‬ َّ ِ‫صلِحْ أَئ‬
ُ ‫م َت َنا َو ُوال َ َة ُأ‬ ْ َ‫ َوأ‬،‫ي أَ ْوطَانِ َنا‬
ْ ِ‫ف‬
‫ِبِّ‬ ‫حانَ َرِبِّ(' َ‬
‫ك َر ('‬ ‫س ْب َ‬
‫ن‪ُ .‬‬ ‫ب ا ْلعَالَ ِ‬
‫م ْي َ‬ ‫ك يَا َر َّ‬
‫ضا َ‬ ‫ك َواتَّبَ َ‬
‫ع ِر َ‬ ‫ك َواتَّقَا َ‬ ‫خا َ‬
‫ف َ‬ ‫َ‬
‫ين‬
‫م َ‬‫ا ْلعَالَ ِ‬

Anda mungkin juga menyukai