Anda di halaman 1dari 26

MISKONSEPSI DITINJAU DARI PENGUASAAN PENGETAHUAN PRASYARAT

UNTUK MATERI IKATAN KIMIA PADA KELAS X

Identitas jurnal: QUANTUM, Jurnal Inovasi Pendidikan Sains, Vol. 8, No.1, 2017, 63-77
63

PENULIS : M. Wahyu Noviani

Maya Istiyadji
Kata kunci: siswa, miskonsepsi, kimia,

pendahuluan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi miskonsepsi didasarkan atas hubungan pengetahuan
prasyarat dan pengetahuan ikatan kimia dalam materi ikatan kimia, meliputi konsep penentuan
teori-teori atom, sifat-sifat unsur dalam tabel periodik unsur, kestabilan unsur, konfigurasi
elektron, dan struktur lewis.
Kesulitan utama siswa dalam mempelajari ikatan kimia bersumber pada karakteristik
konsep kimia yang abstrak sehingga menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi. Adanya
miskonsepsi pada diri siswa dapat menghambat efektivitas belajar dan mengganggu penerimaan
siswa terhadap pengetahuan baru. Solusi dalam mengatasi masalah miskonsepsi siswa adalah
dengan cara mengidentifikasi miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa (Muchtar dan Harrizal,
2012).

Metode penelitian

Satu di antara metode yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi miskonsepsi pada
siswa adalah dengan menggunakan tes diagnostik. Tes diagnostik sangat penting dalam rangka
membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar. Hasil tes diagnostik memberikan informasi
tentang konsep-konsep yang belum dipahami dan yang telah dipahami.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan peneltian dalam


mengidentifikasi miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa ditinjau dari penguasaan pengetahuan
prasyarat pada konsep ikatan kimia. Berdasarkan hasil tes diagnostik, guru dapat mengetahui
miskonsepsi yang terjadi pada diri siswa dan mengidentifikasi penyebabnya. Berbekal
pengetahuan tersebut, guru dapat mengambil tindakan yang tepat dalam meminimalisir
pemahaman konsep yang keliru pada diri siswa. Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini
adalah secara simple random sampling (SRS), yakni teknik pengambilan sampel yang dilakukan
secara acak (random) sehingga setiap kasus atau elemen dalam populasi memiliki kesempatan
yang sama besar untuk dipilih sebagai sampel penelitian.

Presentasi data diasumsikan akurat untuk memberi gambaran umum sejauh mana
sebenarnya miskonsepsi pada pelajaran kimia khususnya materi ikatan kimia yang terjadi pada
siswa kelas X SMA Negeri di Martapura Lama. Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik tes....

Instrumen diberikan kepada siswa sebagai langkah awal untuk memetakan miskonsepsi
yang nantinya digunakan untuk mengetahui perbandingan miskonsepsi dan proses pembentukan
pemahaman tersebut. Data persentase (%) miskonsepsi didapat melalui perhitungan hasil
pemberian tes dengan rumus: Keterangan: 100% P = Persentase jawaban siswa yang miskonsepsi
F = Frekuensi atau jumlah siswa pada kelompok miskonsepsi N = Jumlah peserta tes
(Fakhruddin, Azizahwati & Rahmi, 2012) Hasil tes dengan menggunakan instrumen uji
miskonsepsi materi ikatan kimia.

Tabel 1. Kemungkinan pola jawaban siswa dan kategorinya Pola Jawaban Siswa Kategori
Tingkat Pemahaman Jawaban inti tes benar - alasan benar memahami (M) Jawaban inti tes benar
- alasan salah miskonsepsi (Mi-1) Jawaban inti tes salah - alasan benar miskonsepsi (Mi-2)
Jawaban inti tes salah - alasan salah tidak memahami (TM-1) Jawaban inti tes salah - alasan
tidak diisi dan sebaliknya tidak memahami (TM-2) Jawaban inti tes benar - alasan tidak diisi
memahami sebagian tanpa miskonsepsi (MS-1) Tidak menjawab inti tes dan alasan tidak
memahami (TM-3) Sumber: Abraham dkk.

Hasil Penelitian dan Pembahasan :

Tabel 2. Pola jawaban siswa yang mengalami miskonsepsi pada materi prasyarat dan
konsep ikatan kimia

Berdasarkan tabel di atas bahwa pemahaman siswa pada konsep ikatan kimia cenderung lebih
rendah dari konsep prasyaratnya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah TM yang sangat banyak jika
dibandingkan dengan MS (memahami Sebagian)
Tabel 3. Persentase Hasil Jawaban Berdasarkan Kategori Tingkat Pemahaman

Pada tabel ke 3 (tabel di atas) siswa cenderung mengalami jenis tingkat pemahaman yang sama
pada tiap pasangan soal. Ketika pengetahuan ikatan kimia tergolong pada suatu jenis
miskonsepsi, pengetahuan prasyarat cenderung tergolong jenis miskonsepsi yang serupa. Hal ini
disebabkan karena siswa kurang memahami dasar materi tersebut sehingga menimbulkan
miskonsepsi.

Tabel 4. Hasil Jawaban Siswa Ditinjau dari Pengetahuan Prasyarat dan Pengetahuan
Ikatan Kimia

Pada Tabel 4, jawaban siswa terkait soal berpasangan ditinjau dari pengetahuan konsep ikatan
kimia dan konsep pengetahuan prasyarat cenderung termasuk dalam kategori salah. Kategori
salah berarti siswa mengalami pemahaman yang keliru. Pemahaman yang keliru terjadi jika
siswa tidak dapat menentukan jawaban dan alasan yang tepat. Hal ini dapat dilihat dari
sedikitnya siswa yang dapat menjawab benar dalam pengetahuan ikatan kimia maupun
pengetahuan prasyarat.

Tabel 5 Analisis Hasil Jawaban Siswa Berdasarkan Keterkaitan Tiap Indikator Pengetahuan
Ikatan Kimia

Berdasarkan tabel tersebut pemahaman siswa cenderung dalam kategori yang sama antara satu
pengetahuan ikatan kimia dengan pengetahuan ikatan kimia lainnya. Terlihat pada bagian 1,
hanya sedikit siswa yang dapat memahami konsep ikatan ion dan ikatan kovalen. Hal ini
dibuktikan dengan jumlah anak yang memahami (M) pada bagian 1 hanya 3 orang untuk ikatan
ion dan 8 orang untuk ikatan kovalen. Mayoritas siswa tergolong dalam kategori miskonsepsi
dan tidak paham pada kedua konsep tersebut.

Data hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa cenderung mengalami miskonsepsi dan tidak
paham pada pengetahuan prasyarat maupun pengetahuan ikatan kimia. Siswa yang memahami
konsep prasyarat dan konsep ikatan kimia lebih sedikit.

Analisis Jawaban Siswa Berdasarkan Butir Soal

Setelah melihat data data tersebut di atas pada setiap butir soal terjadi miskonsepsi oleh siswa.
Sebagai contoh pada soal nomor 1 diketahui bahwa siswa cenderung mengalami miskonsepsi
karena keliru dalam mendefinisikan konsep atom, molekul, dan senyawa. Kemudian pada soal
nomor 2 Siswa masih keliru dalam memahami proses pembentukan ikatan ion dan siswa masih
keliru dalam membedakan ikatan yang terdapat pada senyawa natrium klorida. Siswa
mengasumsikan bahwa natrium klorida merupakan senyawa berikatan kovalen, padahal narium
klorida merupakan senyawa berikatan ion, dll.
Kelebihan dan kekurangan

Kelebihan : Pembahasan data penelitian dijabarkan secara rinci

Kekurangan : Tabel pengamatan yang sangat kompleks sihingga dapat membingungkan


pembaca dalam membaca tabel hasil penelitian

Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian, terjadi miskonsepsi didasarkan atas hubungan pengetahuan
prasyarat dan pengetahuan ikatan kima pada siswa di SMA Negeri 1 Sungai Tabuk dalam materi ikatan
kimia. Pengetahuan prasyarat yang menjadi pangkal penyebab miskonsepsi adalah penentuan teori-teori
atom, sifat-sifat unsur dalam tabel periodik unsur, kestabilan unsur, konfigurasi elektron, dan struktur
lewis.
ANALISIS KEMAMPUAN BERARGUMENTASI ILMIAH MATERI IKATAN KIMIA
PESERTA DIDIK SMA, MAN, DAN PERGURUAN TINGGI TINGKAT I
Penulis: Wiwit Zahrotul Wahdan , Oktavia Sulistina, dan Dedek Sukarianingsih
Identitas jurnal : Jurnal Pembelajaran Kimia OJS Vol. 2, No. 2, Desember 2017, hal. 30-40
Universitas Negeri Malang
Keywords: scientific argumentation, chemical bonding

Tujuan : Subyek penelitian ini adalah peserta didik kelas X MIA 1 SMA Negeri 1 Lawang
sebanyak 32 peserta didik, X MIA 3 MAN 1 Malang sebanyak 32 peserta didik, dan UM Prodi
Pendidikan Kimia Offering A semester dua angkatan 2016 sebanyak 31 mahasiswa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan berargumentasi


ilmiah materi ikatan kimia antara SMA Negeri 1 Lawang dengan MA Negeri 1 Malang, SMA
Negeri 1 Lawang dengan UM Prodi Pendidikan Kimia semester dua angkatan 2016, dan ada
perbedaan antara MA Negeri 1 Malang dengan UM Prodi Pendidikan Kimia semester dua
angkatan 2016.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berargumentasi ilmiah peserta didik


adalah pemahaman peserta didik terhadap materi ikatan kimia dan keterlibatan peserta didik
dalam kegiatan argumentasi selama proses pembelajaran. The highest percentage in this level is
students second semester (2016) of Chemistry Department State University of Malang was
53,76%, was followed by students SMA Negeri 1 Lawang and MA Analisis Kemampuan
Berargumentasi Ilmiah Materi Ikatan Kimia Peserta Didik SMA, MAN, dan Perguruan Tinggi
Tingkat I Negeri 1 Malang were 49,31% and 47,91% respectively....

Peserta didik yang tidak bisa memahami dasar-dasar konseptual kimia, akan mengalami
kesulitan dalam belajar kimia. .Kesulitan yang dialami peserta didik dalam memahami konsep
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kurangnya pendukung dalam penguasaan konsep,
proses pembelajaran, dan faktor lingkungan peserta didik (Faika dan Side, 2011), yang
berdampak pada pemahaman konsep peserta didik. Hal ini karena peserta didik tidak hanya
dituntut untuk memahami ikatan kimia yang terbentuk akibat sifat logam dan mempengaruhi
terjadinya ikatan kimia.

Penelitian terdahulu tentang materi ikatan non logam suatu unsur, tetapi peserta didik
juga dituntut agar dapat menghubungkan data berupa informasi, fakta, atau hasil pengamatan
yang kimia yang dilakukan oleh Rusdiana (2010:52-53) tentang kesulitan belajar dan
pemahaman konsep peserta didik kelas X SMA Negeri 6 Malang materi ikatan kimia dengan
hasil: (a) Sebagian besar peserta didik mengalami kesulitan pada konsep ikatan ion (63,66%) dan
pemahaman dikatakan tidak baik (36,81%); (b) Sebagian besar peserta didik mengalami
kesulitan pada konsep ikatan kovalen tunggal, rangkap dua dan rangkap tiga (68,66%) dan
pemahaman dikatakan tidak pada konsep sifat-sifat kepolaran senyawa (27,62%) dan
hubungannya dengan keelektronegatifan (43,28%), dan penelitian yang dilakukan oleh Hermanto
(2012:114-115) tentang identifikasi kesulitan peserta didik kelas X SMA Negeri 1 Purwosari
dalam memahami materi ikatan kimia dengan hasil: (a) Persentase peserta didik yang mengalami
kesulitan pada ikatan ion cukup besar (55,6%); (b) Persentase peserta didik yang mengalami
kesulitan pada ikatan kovalen sedikit (39,9%); dan (c) Persentase peserta didik yang mengalami
kesulitan pada senyawa kovalen polar dan non polar besar (64,9%). Pada penelitian tersebut
hanya dilakukan untuk mengetahui kesulitan dan pemahaman peserta didik SMA terhadap materi
ikatan kimia tanpa melakukan penelitian untuk peserta didik MA dan mahasiswa perguruan
tinggi. Sehingga tujuan penelitian ini adalah menganalisis kemampuan berargumentasi ilmiah
materi ikatan kimia peserta didik SMA, MAN, dan Perguruan Tinggi.

Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas X MIA 1 SMA Negeri
32 @ 2017 J-PEK, Jurnal Pembelajaran Kimia, 2(2), 30-40 Analisis Kemampuan
Berargumentasi Ilmiah Materi Ikatan Kimia Peserta Didik SMA, MAN, dan Perguruan Tinggi
Tingkat I 1 Lawang sebanyak 32 peserta didik, X MIA 3 MA Negeri 1 Malang, dan Universitas
Negeri Malang (UM) Prodi Pendidika Kimia Offering A Semester dua angkatan 2016 sebanyak
31 mahasiswa.

Hasi dan Pembahasan :

Pada penelitian ini dilakukan analisis kemampuan beragumen ilmiah pada tingkat
SMA,MA, dan Perguruan Tinggi pada materi ikatan kimia. Pada tingkat SMA yaitu pada SMA
N 1 Lawang paling tinggi diperoleh pada level 2a sebesar 49,31% dengan kriteria cukup.
Berdasarkan hasil analisis jawaban peserta didik SMA Negeri 1 Lawang, sebagian besar
peserta didik menggunakan data yang tidak disertai dengan penjelasan ilmiah untuk
mendukung claim mereka. Hal ini menunjukkan peserta didik hanya menghafal sifat-
sifat mendasar dari ikatan ion, ikatan kovalen, dan kepolaran molekul.
Pada tingkat MA yaitu pada MA N 1 Malang menunjukkan bahwa kemampuan
berargumentasi ilmiah peserta didik MA Negeri 1 Malang paling tinggi diperoleh pada level
2a sebesar 47,91% dengan kriteria cukup. Berdasarkan hasil analisis jawaban peserta didik
MA Negeri 1 Malang bahwa peserta didik belum mampu memberikan penjelasan ilmiah yang
dapat mendukung claim mereka. Hal ini disebabkan karena peserta didik kurang
memahami sifat-sifat mendasar dari ikatan ion, ikatan kovalen, dan kepolaran
senyawa. Selain itu, peserta didik merasa materi yang dipelajari sangat banyak,
sehingga dapat berpengaruh terhadap pemahaman mereka.
Pada tingkat Perguruan Tinggi didapatkan persentase sebesar 53,76% dengan kriteria
cukup. Berdasarkan analisis jawaban, ada beberapa mahasiswa yang mampu membuat
penjelasan ilmiah yang didasarkan pada claim dengan data, warrant dengan backing
dan ada satu mahasiswa yang mampu mencapai komponen qualifier.
Dari ketiga hasil tersebut didapati bahwa persentase tertinggi ada pada
mahasiswa perguruan tinggi sebesar 53,76%. Hal ini menandakan bahwa pemahaman
mahasiswa lebih mendalam dibandingkan peserta didik di SMA, sehingga mahasiswa
mampu mengaplikasikan teori-teori dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Hal ini
disebabkan karena mahasiswa sudah terlatih untuk berargumen ilmiah berbeda dengan
siswa SMA dan MA yang masih kurang terlatih
Kekurangan dan Kelebihan
Kelebihan : Penyampaian data yang mudah dimengerti pembaca dan pembahasan
yang langsung ke intinya
Kekurangan : Kurangnya penjelasan pada factor yang mempengaruhi kemampuan
berargumentasi peserta didik
Kesimpulan :

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa:

1. Kemampuan berargumentasi ilmiah materi ikatan kimia peserta didik SMA Negeri 1
Lawang didominasi level 2a dengan persentase sebesar 49,31% diikuti dengan peserta
didik yang belum tepat dalam menjawab sebesar 28,12%, kemudian level 2b sebesar
14,00%, level 1 sebesar 13,19%, level 2c sebesar 7,40%, dan level 3a sebesar 1,85%;
2. Kemampuan berargumentasi ilmiah materi ikatan kimia peserta didik MA Negeri 1
Malang didominasi level 2a dengan persentase sebesar 47,91% diikuti level 1 sebesar
32,29%, level 2b sebesar 9,38%, level 2c sebesar 6,25%, peserta didik yang belum tepat
dalam menjawab sebesar 3,13%, dan level 3a sebesar 1,04%;
3. Kemampuan berargumentasi ilmiah mahasiswa UM Prodi Pendidikan Kimia semester
dua angkatan 2016 didominasi level 2a dengan persentase sebesar 53,76% diikuti level
3a sebesar 18,28%, level 2c sebesar 17,20%, peserta didik yang belum tepat dalam
menjawab sebesar 9,68%, level 1 sebesar 6,45%, level 2b sebesar 2,15%, dan level 4c
sebesar 1,08%;
4. Tidak ada perbedaan kemampuan berargumentasi ilmiah materi ikatan kimia antara
SMA Negeri 1 Lawang dengan MA Negeri 1 Malang, SMA Negeri 1 Lawang dengan
UM Prodi Pendidikan Kimia semester dua angkatan 2016, dan ada perbedaan antara MA
Negeri 1 Malang dengan UM Prodi Pendidikan Kimia semester dua angkatan 2016;
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berargumentasi ilmiah peserta didik
adalah pemahaman peserta didik
PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS LEARNING
CYCLE - 5E PADA MATERI IKATAN KIMIA

Penulis: Irfandi, Roza Linda, Erviyenni

Identitas jurnal : EduChemia Vol.3, No.2, 2018 (Jurnal Kimia dan Pendidikan) e-ISSN
2502-4787 PENGEMBANGAN MODUL PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS
LEARNING CYCLE - 5E PADA MATERI IKATAN KIMIA Irfandi, Roza Linda,
Erviyenni Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Riau Email: rozalinda@gmail.com Diterima: 05 Mei 2018

Key word: Modules; 5E Learning Cycle; chemical bonding

Penelitian Ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengembangan modul pembelajaran berbasis


learning cycle 5E pada materi ikatan kimia, hasil validasi modul yang dikembangkan dan
mengetahui respon siswa terhadap modul pembelajaran kimia berbasis learning cycle 5E yang
telah dikembangkan....

Respon peserta didik terhadap pembelajaran menggunakan modul pembelajaran kimia


berbasis learning cycle 5E dilakukan di SMAN 2 Pekanbaru yang secara umum sangat baik
dengan persentase hasil respon peserta didik adalah 86,85%, sedangkan respon guru sebagai
pengguna juga sudah dikategorikan baik yaitu dengan nilai 86.31%. Penilaian ini dilakukan oleh
3 orang guru kimia di sekolah yang berbeda Kata Kunci: Modul; Learning Cycle 5E; ikatan
kimia184 185 EduChemia,Vol.3, No.2, 2018 Irfandi, Linda, dan Erviyenni

PENDAHULUAN

Pelaksanaan pembelajaran saat ini masih terdapat beberapa persoalan antara lain rendahnya
minat belajar peserta didik serta penguasaan konsep-konsep yang masih kurang. Diantaranya,
peserta didik tidak mau bertanya saat guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
bertanya, sehingga perlu adanya proses pembelajaran yang baik dan menyenangkan antara lain
dengan penyelenggaraan pendidikan yang terencana.

Hal ini disebabkan karena banyak materi kimia yang bersifat abstrak dan kurangnya referensi
peserta didik untuk memperkuat teori kimia yang dipelajari. Buku teks yang diterbitkan oleh
beberapa penerbit memiliki kelemahan dan tidak dapat memenuhi seluruh tuntutan kurikulum,
maka disarankan agar menggunakan buku yang lebih aplikatif dalam proses pembelajaran
sehingga dapat membantu peserta didik untuk dapat memahami materi pembelajaran dan peserta
didik mampu mengaitkan pembelajaran yang diperoleh dengan kehidupan nyata sehingga tidak
hanya memperoleh nilai yang memuaskan di kelas tetapi peserta didik juga mampu
mengaplikasikan ilmu yang e-ISSN 2502-4787 Pengembangan Modul Pembelajaran Kimia 186
diperoleh dalam kehidupannya (Harahap dalam Ramlan, 2015).
Salah satu bahan ajar yang dapat meningkatkan keaktifan dan pemahaman peserta didik terhadap
materi pelajaran adalah modul. Learning Cycle (siklus belajar) adalah suatu model pembelajaran
yang berpusat pada peserta didik (student centered). Learning Cycle merupakan tahap-tahap
kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat menguasai
kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif.
Modul yang digunakan dengan mengembangkan 5 tahapan/fase dalam model siklus belajar
(learning cycle) dapat mengaitkan teori dan konsep kimia dengan permasalahan yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Alasan digunakannya modul kimia model siklus belajar adalah
didalam modul kimia model siklus belajar terdapat tahap-tahap yang dapat membantu peserta
didik untuk lebih aktif sehingga sesuai jika diterapkan pada materi ikatan kimia yang menuntut
banyak penguasaan konsep sehingga keaktifan peserta didik sangat berperan disini (Fajaroh &
Dasna, 2007).

Materi ikatan kimia juga merupakan materi yang sulit, yang terlihat di lapangan bahwa
peserta didik yang aktif dalam pembelajaran sangat kurang, sehingga pembelajaran ikatan kimia
ini membutuhkan waktu yang lebih panjang dalam penyampaian materi di dalam kelas.
Permasalahannya adalah materi tersebut merupakan materi yang penyampaiannya di akhir
semester, yang menuntut peserta didik untuk cepat mengerti terhadap materi pelajaran. Oleh
karena itu guru harus menggunakan metode, teknik, model dan pendekatan pembelajaran yang
beragam serta bahan ajar yang bervariasi agar pemahaman peserta didik terhadap materi dapat
maksimal. Penelitian pengembangan modul pembelajaran berupa modul pembelajaran kimia
berbasis Learning cycle (5E) menggunakan model ADDIE (Analysis, Design, Development or
Production, Implementation or Delivery and Evaluations ).

Metode penelitian

Rancangan Model ADDIE diberikan pada Gambar 1. Pada Implementation dilakukan uji coba
terbatas pada 20 peserta didik di SMA N 2 Pekanbaru dimana peserta didik diberikan angket
respons peserta didik, sehingga dapat dideskripsikan respons peserta didik terhadap modul fisik
yang telah dikembangkan digunakan perhitungan dengan menggunakan skala likert. Teknik
pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini yakni melakukan validasi perangkat
pembelajaran berupa modul pembelajaran kimia berbasis Learning cycle (5E) kepada 3 (tiga)
orang dosen sebagai validator dan angket kepada pengguna media (guru dan peserta didik).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produk hasil rancangan berupa modul pembelajaran kimia berbasis learning cycle 5E
terdiri dari 3 bagian yaitu 1) Pra pendahuluan, teridri dari cover, kata pengantar, petunjuk
penggunaan modul, dan daftar isi. 2) Pendahuluan berisi Kompetensi Dasar (KD), dan peta
konsep materi. 3) Kegiatan Belajar yang terdiri dari Kegiatan Belajar I (Kestabilan Unsur dan
Ikatan Ion), Kegiatan Belajar II (Ikatan Kovalen), Kegiatan Belajar III (Kepolaran Senyawa),
Kegiatan Belajar IV (Ikatan Logam), Kegiatan Belajar V (Gaya antar Molekul dan Bentuk
Molekul), dimana tiap-tiap kegiatan belajar terdiri dari lima fase yaitu fase pendahuluan
(engagement), fase eksplorasi (exploration), fase penjelasan (explanation), fase penerapan
konsep (elaboration), dan fase evaluasi (evaluation) (Fajaroh & Dasna, 2007).
Selanjutnya terdapat tambahan informasi yang berhubungan dengan materi materi,
rangkuman, tes formatif, umpan balik, dan kunci jawaban. Penyusunan rancangan awal modul
dilanjutkan dengan membuat outline modul yaitu modul ikatan kimia berbasis learning cycle 5E.
Outline yang dibuat terdiri atas judul, petunjuk penggunaan modul, isi materi ikatan kimia,
ilustrasi pendukung, kerangka penyajian, wacana (permasalahan yang mengarahkan kepada
materi kegiatan belajar), tugas atau latihan soal, tes formatif, evaluasi, kunci jawaban, glosarium,
dan referensi yang digunakan dalam modul (Depdiknas, 2008).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengembangan modul


pembelajaran kimia berbasis learning cycle 5E pada pokok bahasan ikatan kimia untuk
SMA/MA se-derajat dinyatakan valid memenuhi aspek karakteristik modul, elemen mutu,
kebahasaan, dan sajian dengan persentase berturut-turut 93,17%, 94,44%, 86,10%, dan 96,66%.
Skor rata-rata keseluruhan validasi modul adalah 92,59% dengan kategori valid. Pengembangan
modul dikatakan berhasil apabila modul berstatus valid. Sedangkan modul yang dikembangkan
ini baru melalui tahap menguji kevalidan modul. Oleh karena itu, modul dapat dilanjutkan
dengan tahap uji coba lapangan untuk mengumpulkan data yang dapat digunakan sebagai dasar
menetapkan tingkat modul pembelajaran kimia berbasis learning cycle 5E pada pokok bahasan
ikatan dalam kegiatan pembelajaran
Peningkatan Hasil Belajar Peserta Didik dengan Menggunakan Media Animasi dengan
Pendekatan Submikroskopik Pada Pembelajaran Ikatan Kimia di Kelas X IPA

Penulis: Nurlaila1*
Identitas jurnal :Nurlaila et al, Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA 2018, (1) 1 :
60-63 e-ISSN: 2655-5263

Kata Kunci: media animasi, submikroskopik dan hasil belajar

Tujuan: Email: nurlailanona@gmail.com Pendahuluan Abstrak: Penelitian ini bertujuan


mengetahui sejauh mana keberhasilan pembelajaran ikatan kimia dengan menggunakan media
animasi dengan pendekatan submikroskopik dilatarbelakangi pembelajaran ikatan kimia
merupakan pembelajaran yang abstrak sehingga tidak menutup kemungkinan peserta didik akan
mengalami kesulitan dalam memahami materi tersebut.

Pendahuluan

Penelitian ini Untuk membantu mengatasi kesulitan memahami konsep ikatan kimia perlu media
pembelajaran yang menggabungkan ketiga aspek dalam pembelajaran kimia yaitu makro, mikro
dan simbol, media yang dipakai adalah media animasi dengan pendekatan submikrroskopis.
Untuk membantu mengatasi kesulitan memahami konsep-konsep tersebut diperlukan media
pembelajaran yang yang menggabungkan ketiga aspek dalam pembelajaran kimia, yaitu makro,
mikro dan symbol yang dirasa sangat perlu dalam menunjang pembelajaran kimia di sekolah.

Peserta didik diharapkan dapat memahami dengan baik materi ikatan kimia jika peserta didik
dapat membangun imajinasinya. Visualisasi Visualisasi level submikroskopik membantu peserta
didik memahami apa yang terjadi pada partikel-partikel dalam pembentukan ikatan kimia dalam
hal ini pembentukan ikatan ion dan ikatan kovalen.

Representasi submikroskopik yang dilihat oleh peserta didik dapat membantu peserta didik
menjelaskan cara pembentukan ikatan ion dan ikatan kovalen yang terjadi antara atom atom
sehingga memudahkan peserta didik menentukan sifat kepolaran senyawa. Berdasarkan uraian di
atas, maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul "Peningkatan hasil belajar peserta
didik dengan menggunakan media animasi dengan pendekatan Submikroskopik pada
Pembelajaran Ikatan kimia pada kelas X IPA"

Hasil belajar siswa dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Nilai = x 100 2. Menghitung
ketuntasan belajar klasikal Ketuntasan belajar klasikal dihitung dengan rumus: Tuntas klasikal =
x 100% Σ N1 = jumlah peserta didik tuntas belajar secara individual (nilai 75 keatas) N =
banyaknya peserta didik Hasil Dan Pembahasan Aktifitas Belajar Peserta Didik Pembelajaran
ikatan kimia yang telah dilaksanakan dengan menggunakan animasi submikroskopis ini memiliki
hasil yang sangat baik terhadap keaktifan peserta didik.
Metode Pelaksanaan

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yaitu melakukan kegiatan yang


direncanakan dan dilaksanakan oleh peneliti untuk mengumpulkan bukti-bukti yang ada,
sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Waktu yang digunakan
dalam penelitian untuk mengambil data adalah bulan Oktober semester ganjil Tahun Pelajaran
2016/2017. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 Selong pada kelas X IPA-3, sebanyak
38 orang peserta didik yang terdiri dari 16 orang peserta didik laki-laki dan 22 orang peserta
didik wanita. Variabel bebas adalah media animasi dengan pendekatan submikroskopis,
variabel terikat adalah hasil belajar.

Hasil Dan Pembahasan

Aktifitas Belajar Peserta Didik


Pembelajaran ikatan kimia yang telah dilaksanakan dengan menggunakan animasi
submikroskopis ini memiliki hasil yang sangat baik terhadap keaktifan peserta didik.
Keberhasilan dalam pembelajaran salah satunya dipengaruhi oleh keaktifan peserta didik
dalam pembelajaran. Aktifitas peserta didik pada saat pembelajaran meningkat dari
pembelajaran sebelumnya. Aktivitas belajar yang mengalami peningkatan tersebut dapat
diamati selama proses pembelajaran berlangsung. Peserta didik bekerjasama dalam kelompok
seperti saling memberikan ide dalam menjawab soal atau ada juga yang menjawab pertanyaan
dari anggota dalam kelompoknya dalam membahas soal yang dalam dalam slide mulai dari
mereka berdiskusi tentang konfigurasi elektron, electron valensi dan
menggambar/menentukan ikatan kimia yang terjadi antara atom-atom dalam membentuk
senyawa. Disamping itu peserta didik juga aktif dalam diskusi kelas dalam hal ini aktif dalam
bertanya atau menjawab pertanyaan selama diskusi kelas berlangsung.

Pemahaman Peserta didik Terhadap Materi Ikatan Kimia


Secara umum kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan pada materi ikatan kimia
menggunakan media animasi submikroskopis dapat meningkatkan pemahaman peserta didik
terhadap
bagaimana menentukan ikatan kimia suatu senyawa secara lebih kongkret. Selama
pembelajaran berlangsung peserta didik mampu membuat konfigurasi eketron dan
menghitung elektron valensi unsur dalam senyawa, menyetabilkan suatu atom untuk
membentuk suatu ikatan kimia. Peserta didik mampu membentuk ikatan kimia baik ikatan
ion dan ikatan kovalen, seperti membuat ikatan antara atom N dan H menghasilkan senyawa
NH3, arom Mg dan atom Cl menghasilkan senyawa MgCl 2. Pemahaman peserta didik
terhadap ikatan kimia khususnya ikatan kovalen dapat dilihat dari kemampuan peserta didik
membuat struktur Lewis, menempatkan elektron sehingga masing-masing atom mampu
mencapai konfigurasi elektron stabil dengan 8 elektron. Peserta didik mampu menentukan
kemungkinan terbentuknya ikatan rangkap 2 dan ikatan rangkap 3.
Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan: 1) Pembelajaran


menggunakan media pembelajaran animasi submikroskopis untuk memahami pembentukan
ikatan kimia dapat meningkatkan aktivitas peserta didik dalam pembelajaran, 2) Pembelajaran
menggunakan media pembelajaran animasi submikroskopis untuk memahami pembentukan
ikatan kimia dapat meningkatkan pemahaman pemahaman peserta didik terhadap
pembentukan ikatan kimia. Hal ini ditandai dengan meningkatnya nilai rata-rata hasil belajar,
peserta didik 84.7, persentase peserta didik yang tuntas secara klasikal 81.6%, 3) Penggunaan
media pembelajaran animasi submikroskopis secara umum mempermudah guru mengajarkan
pembentukan ikatan kimia.
IDENTIFIKASI KESULITAN BELAJAR SISWA PADA MATERI
IKATAN KIMIA SISWA KELAS XB SMA NEGERI 1
SIANTAN KABUPATEN MEMPAWAH
Identitas jurnal : Vol. 6 No. 2, Agustus 2018 Ar-Razi Jurnal Ilmiah ISSN. 2503-4448
Penulis: Anne Mezia , Cawang dan Arif Didik Kurniawan

Keywords: Analysis, Chemical bonding, Students’ Difficulties in Learning

PENDAHULUAN

Ilmu kimia pada hakikatnya mempelajari tentang komposisi dan struktur materi, sifat materi,
perubahan materi, dan energi yang menyertai perubahan materi. Berdasarkan hasil wawancara
dengan guru kimia di SMA Negeri 1 Siantan Kabupaten Mempawah, kesulitan yang dialami
siswa pada materi ikatan kimia dikarenakan materi ikatan kimia yang diberikan belum optimal.
Siswa hanya menghapal materi pada saat mengerjakan soal ikatan kimia sehingga siswa tidak
memahami maksud soal dan cara penyelesaiannya sehingga siswa cepat lupa materi yang di
sampaikan.

Materi ikatan kimia merupakan materi prasyarat untuk konsep kimia yang akan dibahas
di kelas XI pada materi bentuk molekul dan gaya antar molekul. Berdasarkan karakteristik materi
ikatan kimia yang merupakan konsep abstrak menyebabkan materi ikatan kimia memiliki tingkat
kesulitan yang cukup tinggi untuk dipelajari dan dipahami siswa, karena selain menuntut
pemahaman konsep, siswa juga harus mampu menentukan ikatan kimia dalam pemecahan
soalnya. Berdasarkan permasalahan dan dan fakta-fakta yang dialami guru, solusi yang
dilakukan adalah dengan memberikan ulangan perbaikan atau remedial kepada siswa yang tidak
tuntas.

Solusi yang dilakukan oleh guru saat ini hanya menekankan pada hasil akhir dalam
bentuk nilai ketuntasan siswa pada materi, tetapi tidak melakukan proses penemuan terhadap
kesulitan belajar siswa yaitu guru tidak melakukan identifikasi secara rinci terhadap kesulitan
belajar pada masing-masing siswa. Identifikasi kesulitan belajar siswa merupakan upaya atau
solusi tepat yang dapat dilakukan dalam membantu siswa mengatasi kesulitan belajar sebelum
menetapkan solusi yang tepat untuk pemecahannya. Penelitian kualitatif merupakan bentuk
penelitian yang menggambarkan suatu keadaan dengan uraian. Fokus penelitian pada penelitian
ini adalah kesulitan yang dialami siswa. Kasus dalam penelitian ini yang akan dipelajari
mengenai masalah kesulitan belajar yang dialami siswa.

Penelitian ini akan memaparkan atau mendeskripsikan bagaimana kesulitan dan faktor
penyebab kesulitan belajar siswa setelah melakukan beberapa rangkaian pengumpulan data. Hal
ini dapat menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal Ikatan
Kimia. Hasil penilaian tes ini menunjukkan suatu gejala kesulitan belajar siswa pada materi
Ikatan Kimia. Hal ini sesuai dengan pendapat Sabri (2007) bahwa kesulitan belajar adalah suatu
gejala yang tampak pada siswa yang ditandai dengan adanya bentuk perilaku yang menyimpang
atau hasil belajar rendah dibandingkan dengan prestasi yang dicapai sebelumnya.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif
dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan mengambarkan
atau melukiskan keadaan atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain)
pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang nampak, atau sebagaimana adanya (Nawawi,
2007). Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan
bentuk penelitian yang menggambarkan suatu keadaan dengan uraian. Data yang dikumpulkan
berupa kata kata, gambar, dan bukan angka-angka. Oleh karena itu, data yang akan
dikumpulkan tidak banyak menggunakan angka-angka atau perhitungan, melainkan lebih
mengacu pada makna atau pemahaman terhadap interaksi dengan konsep data yang dianalisis

SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya dapat disimpulkan:

1. Kesulitan yang dialami siswa yaitu, (1) kesulitan dalam menentukan Ikatan Ion sebesar
62.85%. (2) kesulitan dalam menentukan Ikatan Kovalen sebesar 55.71%. (3) kesulitan
dalam menentukan Ikatan Kovalen Koordinasi sebesar 85.71%.

2. Faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar meliputi. (1) faktor internal yaitu pada motivasi
dengan indikator usaha untuk belajar ikatan kimia dan perhatian siswa terhadap pembelajran
Ikatan Kimia sebesar 58,31% (2) faktor eksternal yaitu pada aspek cara mengajar guru
sebesar 60,00%.
Penerapan Media Audio
Visual dalam Pembelajaran
Keterampilan Membaca
Cepat pada Siswa Kelas XI
di Ma Al-Falah Tlanakan
Pamekasan

Penuis : 1. Maryamah*

2. Moh. Hafid Effendy*


Kata kunci: Membaca Cepat, Pembelajaran, dalam proses pembelajaran

Identitas jurnal :
http://ejournal.stainpamekasan.ac.id/ghancaran
E-ISSN : XXXX-XXXX ; P-ISSN: XXXX-XXXX

Tujuan
Penelitian ini memiliki tiga tujuan, yaitu (1) mengetahui persiapan penerapan media audio visual
dalam pembelajaran keterampilan membaca cepat, (2) mencermati penerapan media audio visual
dalam pembelajaran keterampilan membaca cepat, dan (3) faktor penghambat dan penunjang
dalam penerapan media audio visual dalam pembelajaran keterampilan membaca cepat. Terkirim
: 10 Mei 2019; Revisi: 20 Juni 2019; Diterima: 15 Juli 2019 c GHÂNCARAN: Jurnal
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Tadris Bahasa Indonesia Institut Agama Islam Negeri
Madura, Indonesia PENDAHULUAN Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar, selain itu pembelajaran dapat
dikatakan sebagai 1 Maryamah dan Moh Hafid Effendy suatu sistem yang bertujuan untuk
membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa, yang dirancang, disusun
sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siwa yang
bersifat internal (Sholichin, 2013:133).
Pendahuluan
Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi antara pelajar dan pembelajar.
Sebagai sebuah proses komunikasi perlu adanya sarana dalam proses mengajar yang membantu
proses komunikasi yang disebut media. Salah satu media yang digunakan dalam proses
pembelajaran yaitu media audio visual yang mempunyai peranan yang sangat penting yaitu dapat
memberikan banyak manfaat dalam proses pembelajaran. Media audio visual adalah media yang
digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan melibatkan pendengaran dan penglihatan
sekaligus dalam satu proses atau kegiatan. Pembelajaran keterampilan membaca cepat perlu
adanya sarana dalam proses pembelajaran yang membantu proses kegiatan belajar mengajar
yaitu dengan menerapakan media. Karena dengan menerapakan media disini dapat
membangkitkan keinginan dan minat siswa untuk belajar, juga membangkitkan motivasi dan
rangsangan kegiatan belajar yang memungkinkan terjadinya komunikasi antara guru dengan
peserta didik.
Media pembelajaran memiliki peran dan fungsi strategis yang secara langsung maupun tidak
langsung dapat mempengaruhi motivasi, minat, dan atensi peserta didik dalam belajar serta
mampu memvisualisasikan materi abstrak yang diajarkan sehingga memudahkan pemahaman
peserta didik. Oleh karena itu, dalam pembelajaran membaca cepat menggunakan media audio
visual. Dalam dunia pendidikan aktivitas dan tugas membaca merupakan suatu hal yang tidak
dapat di tawar-tawar untuk memperoleh ilmu.

Pembelajaran bahasa yang mempunyai tugas membina dan meningkat kemampuan


membaca peserta didik hendaknya menaruh perhatian yang cukup terhadap usaha peningkatan
kemampuan dan kemauan membaca para peserta didik. Pendidikan harus menguasai dengan baik
cara pengembangan kemampuan peserta didik di tingkat SD, SMP, dan SMA karena
pempelajaran Ghancaran: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia ; Oleh karena itu
membaca cepat merupakan salah satu jenis kegiatan membaca yang harus diterapkan. Misalnya
pelajar dan mahasiswa sampai-sampai seringkali kita jumpai ada pelajar dan mahasiswa yang
kekurangan watu untuk membaca yang diwajibkan padanya.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini berusaha mengungkapkan


keadaan yang bersifat alamiah (kenyataan) secara utuh. Menurut Bogdan Menurut Bogdan dan
Taylor (dalam Moleong, 2011:4—5), penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati penelitian ini termasuk dalam jenis fenomenologis. Fenomenologis adalah
penelitian ini bertujuan menyingkap makna dari realitas yang dialami oleh subjek penelitian
(Ahmadi, 2016:16). Dalam kajian ini peneliti langsung ke objek sebagai instrument sekaligus
pengumpulan data juga sebagai pengamat partisipan penuh untuk mendapatkan informasi yang
berkenaan dengan Penerapan Media Audio Visual dalam Pembelajaran Keterampilan Membaca
Cepat pada Siswa Kelas XI di MA Al-Falah Tlanakan Pamekasan

HASIL DAN PEMBAHASAN


Guru bahasa Indonesia menjelaskan bahwa sebelum menjalankan kegiatan belajar mengajar
tentu adanya persiapan terlebih dahulu seperti mempersiapkan materi yang akan disampaikan,
juga mempersiapkan media yang akan dipergunakan dalam proses belajar mengajar, dan
melakukan persiapan-persiapan seperti, menyiapkan RPP (Rencana pelaksanaan pembelajaran),
serta mengkondisikann kelas agar kegiatan belajar menjar berjalan sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
Guru Bahasa Indonesia melakukan kegiatan pembuka yang dilakukan yaitu diawali
dengan mengucapkan salam, membaca doa bersama dan mengabsensi siswa, setelah itu
menanyakan kabar siswa. Memberikan apersepsi seperti mengaitkan keadaan dengan ilmu yang
akan dipelajari juga siswa diberikan motivasi belajar.
Guru bahasa Indonesia menjelaskan bahwa untuk melaksanakan pembelajaran langkah-
langkah yang dilakukan oleh guru harus mempersiapakan terlebih dahulu apa yang dibutukan
dalam media yang akan digunakan dalam pembelajaran dan mengecek terlebih dahulu berfungsi
apa tidaknya sehingga tidak mengganggu pelaksanaan pembelajaran dalam penggunaan media
yang akan diterapakan. Setelah itu barulah melakukan langkah-langkah pembelajaran yang
akan diterapakan. Seperti halnya menjelaskan tujuan yang akan dicapai barulah setelah itu
membahas materi pelajaran yaitu tentang membaca cepat, tidak hanya itu setelah pembelajaran
siswa harus diberi tindak lanjut artinya disini guru harus benar-benar memantapkan pemahaman
siswa sehingga materi yang disampaikan oleh guru benar-benar mampu dipahami.

SIMPULAN
Dalam menerapkan pembelajaran dengan media audio visual, guru mata pelalajaran
bahasa Indonesia di MA Al- Falah Tlanakan Pamekasan melakukan persiapan terlebih dahulu
seperti mempersiapkan materi, mempersiapkan media, dan melakukan persiapan-persiapan
seperti, menyiapkan RPP, serta mengkondisikann kelas agar kegiatan belajar menjar berjalan
sesuai dengan tujuan pembelajaran. Perlu melakukan kegiatan pembuka yaitu diawali dengan
mengucapkan salam, membaca doa, mengabsensi siswa, dan menanyakan kabar siswa.
Memberikan apersepsi. Melakukan langkah-langkah pembelajaran, seperti halnya menjelaskan
tujuan yang akan dicapai, membahas materi pelajaran, tidak hanya itu setelah pembelajaran
siswa harus diberi tindak lanjut
JURNAL INTERNASIONAL

Int J of Sci and Math Educ DOI 10.1007/s10763-016-9716-z

Kolaborasi
Pembelajaran Kooperatif dan Perubahan Konseptual: Meningkatkan

Pemahaman Siswa tentang Konsep Ikatan Kimia

Penulis: Gülüzar Eymur 1 & mer Geban2

Keywords: Pembelajaran Kooperatif, Perubahan Konseptual, KIMIA

Digest:
Pembelajaran kooperatif berdasarkan instruksi perubahan konseptual dalam kimia telah
jarang digunakan. Tiga konsep penting untuk semua metode pembelajaran kooperatif yaitu
penghargaan tim, akuntabilitas individu, dan peluang yang sama untuk sukses. Dalam studi ini,
diamati bahwa strategi perubahan konseptual memberikan perolehan konsep terkait yang lebih
baik bila dibandingkan dengan metode yang tidak menggunakan strategi perubahan konseptual.

Beberapa penelitian ini juga mendukung gagasan bahwa Kolaborasi konseptual


Pembelajaran Kooperatif dan instruksi berorientasi perubahan Perubahan Konseptual memiliki
potensi untuk menghilangkan konsepsi alternatif siswa dalam mata pelajaran terkait. Meskipun
ada banyak studi tentang pembelajaran kooperatif dan perubahan konseptual secara terpisah,
kolaborasi pembelajaran kooperatif dan perubahan konseptual jarang terjadi. Bahkan ada
beberapa penelitian tentang pembelajaran kooperatif berdasarkan perubahan konseptual dalam
ikatan kimia.

Berkenaan dengan kesulitan dan pentingnya konsep ikatan kimia seperti yang dijelaskan
di bawah ini, ada kebutuhan akan strategi dan metode pengajaran baru yang akan membantu
siswa mempelajari konsep yang benar dan mengubah konsepsi alternatif mereka dengan konsep
ilmiah dan dengan demikian mendukung pembelajaran yang bermakna. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini dirancang dan diterapkan pembelajaran kooperatif model pembelajaran kooperatif
berbasis perubahan konsep untuk mencapai pembelajaran konsep ikatan kimia yang bermakna.
Beberapa studi yang berkaitan dengan pembelajaran kooperatif dan perubahan konseptual
jarang ditemukan dalam literatur. Temuan menunjukkan bahwa strategi pembelajaran kooperatif
yang diterapkan siswa memiliki prestasi yang lebih besar dan lebih banyak menggunakan pola
verbal yang meningkatkan pembelajaran. Dia juga menyarankan bahwa lebih banyak penelitian
harus dilakukan untuk mengenali variabel spesifik yang memediasi efek strategi pembelajaran
kooperatif pada pembelajaran perubahan konseptual. Studi ini melaporkan bahwa instruksi
berorientasi perubahan konseptual melalui pembelajaran kooperatif menghasilkan pemahaman
yang lebih baik dalam konsep bumi dan langit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif kelompok menghasilkan


pemahaman yang lebih baik tentang konsep kinetika kimia dan meningkatkan motivasi belajar
kimia siswa di kedua sekolah.

Berdasarkan literatur, pembelajaran kooperatif dan pendekatan perubahan konseptual


tampaknya menjadi metode yang berhasil untuk meningkatkan prestasi dan pemahaman siswa.
Namun; baik pembelajaran kooperatif dan pendekatan perubahan konseptual telah diselidiki
sangat jarang. Dengan demikian, tidak ada penelitian dan efek pembelajaran kooperatif
berdasarkan pendekatan perubahan konseptual dalam ikatan kimia dipertanyakan.

Pendahuluan

Dalam pendidikan sains, peneliti tertarik dengan masalah (1) mengubah pengetahuan awal siswa
yang tidak sesuai dengan konsepsi yang diterima secara ilmiah, (2) menghilangkan miskonsepsi
siswa, dan (3) mencapai pembelajaran bermakna yang membutuhkan keterlibatan siswa secara
aktif. dalam proses belajar. Untuk alasan ini, perhatian telah bergeser dalam beberapa tahun
terakhir pada perubahan strategi pengajaran dari instruksi tradisional ke metode instruksi baru.

Pembelajaran kooperatif berdasarkan instruksi perubahan konseptual dalam kimia telah


jarang digunakan. Pembelajaran kooperatif adalah metode pengajaran di mana siswa bekerja
sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu mempelajari konsep. Dalam
kelompok kooperatif, siswa diasumsikan saling membantu dan berdiskusi, saling mengevaluasi
informasi, dan saling meningkatkan pemahaman (Slavin, 1985). Slavin menyelidiki metode
pembelajaran kooperatif dan dia menemukan bahwa penghargaan tim dan akuntabilitas individu
penting untuk pencapaian. Tiga konsep penting untuk semua metode pembelajaran kooperatif
yaitu penghargaan tim, akuntabilitas individu, dan peluang yang sama untuk sukses. Student
Teams-Achievement Divisions (STAD) adalah metode umum dan paling sukses yang
dikembangkan oleh Slavin (1990). STAD menggunakan gagasan bahwa siswa bekerja sama
untuk belajar dan bertanggung jawab atas pembelajaran rekan satu tim mereka serta
pembelajaran mereka sendiri. Slavin (1995) menyarankan lima komponen utama untuk STAD:
presentasi kelas, studi tim, kuis, skor peningkatan individu, dan pengakuan tim. (i) Presentasi
kelas: itu adalah pengajaran bahan dan paling sering instruksi langsung atau diskusi kuliah
dicapai oleh guru. (ii) Tim belajar: tim terdiri dari empat siswa yang selaras menurut prestasi
akademik, jenis kelamin, dan etnis. Setiap tim terdiri dari tinggi, rendah, dan dua berprestasi
rata-rata. Tujuan utama dari tim adalah untuk memberikan pembelajaran bagi semua anggota tim
dan menyesuaikan anggota mereka untuk melakukannya dengan baik dalam pengujian. Tim
adalah komponen paling penting dari STAD. Setelah mengajar, tim belajar bersama dengan
lembar kerja. Penelitian ini mencakup diskusi tentang masalah, saling membantu untuk
memahami, dan mengoreksi kesalahpahama
AJCE, 2021, 11(1) ISSN 2227-5835

GAYA IKATAN VERSUS PASANGAN ELEKTRON –


DUA KONSEP UNTUK IKATAN KIMIA

Penulis: Hans-Dieter Barke, Nina Harsch


Keywords:
DAN, ATOM, YANG, UNTUK, DENGAN, MOLEKUL, ELEKTRON, KIMIA, IKATAN
KIMIA, dalam molekul

Digest:

AJCE, 2021, 11(1) ISSN 2227-5835 GAYA IKATAN VERSUS PASANGAN ELEKTRON -
DUA KONSEP UNTUK IKATAN KIMIA Hans-Dieter Barke, Nina Harsch University of
Muenster, Jerman Email yang sesuai: barke@uni-muenster.de ABSTRAK Dalam kimia ada dua
cara ekivalen untuk menggambarkan ikatan kimia antara atom-atom dalam suatu molekul: Di
satu sisi ada gaya ikatan dan di sisi lain ada pasangan elektron.

Untuk memperkenalkan ikatan kimia yang sudah ada di kelas kimia awal tanpa harus
berhubungan dengan model kulit inti atom, kemampuan ikatan standar dapat ditentukan -
misalnya empat ikatan dalam kasus atom C dalam4 molekulatom O dalam.molekul H2OOleh
karena itu, proposal untuk pendidikan Kimia dibahas dan cara pengajaran dibandingkan. Dalam
kasus atom non-logam, jumlah gaya ikatan masing-masing ditunjukkan (misalnya 4 untuk atom
C dan 2 untuk atom O). Mengenai atom N, dua nomor yang sesuai dibahas: 3 untuk atom N
dalam molekul NH3 dan 5 untuk atom N baik dalam molekul HNO3 atau ion nitrat.

Dengan asumsi dari tradisi mereka yang diketahui, banyak penulis menggabungkan
formula ion yang sebelumnya baru dengan tanda hubung yang menyesatkan dalam formula
molekul. Inti dari model ini adalah bahwa apa yang disebut elektron dalam atom ditugaskan
dengan energi yang berbeda, yang dicirikan oleh spektrum yang berbeda....

Karena bagi fisikawan, "orbit" model Bohr melambangkan tingkat energi elektron,
tampaknya logis untuk menganggap elektron "eksternal, paling kaya energi" untuk mengikat
atom dalam molekul dan mengharapkan energi minimum untuk keseluruhan sistem elektron.
Saat ini, perhitungan ikatan dan molekul adalah standar di antara fisikawan dan ahli kimia
teoretis. Dalam kasus yang paling sederhana, energi minimum dalam perhitungan melambangkan
empat pasangan elektron. Ini disambut oleh ahli kimia sebagai prinsip pemesanan untuk
menggambarkan ikatan homopolar dan ditetapkan sebagai "aturan oktet".

Setelah memperkenalkan ikatan kimia berdasarkan pasangan elektron, Holleman dan


Wiberg menyatakan [11]: "Setiap pasangan elektron bersama, yaitu setiap ikatan atom,
diidentifikasi dengan garis valensi yang dimulai dari atom yang bersangkutan. Atom N dalam ion
nitrat dan dalam molekul asam nitrat dianggap tetravalen, sehingga aturan oktet dan aturan gas
mulia terpenuhi. MODEL IKATAN valensi UNTUK AJARAN DAN KELAS Setelah
memperkenalkan sifat dan reaksi awal berbagai zat, kurikulum sekolah biasanya
memperkenalkan model atom Dalton dan simbol atom dan molekul pertama: C dan O, H2 dan
O2, H2O dan CO2 dll.
Kata kunci : ikatan kimia
Tujuan: Pauling layak mendapat pujian karena menyajikan hubungan antara deskripsi teoretis
kuantum tentang ikatan kimia dan model ikatan klasik Gilbert Lewis dari ikatan pasangan
elektron terlokalisasi untuk berbagai kimia. Dengan menggunakan konsep resonansi yang dia
perkenalkan, dia mampu menyajikan deskripsi yang konsisten tentang ikatan kimia untuk
molekul, logam, dan kristal ionik yang digunakan oleh banyak ahli kimia dan kemudian
ditemukan dalam buku teks kimia.
Namun, pembatasan satu sisinya pada metode ikatan valensi dan penolakannya terhadap
pendekatan orbital molekul menghalangi pengembangan lebih lanjut dari teori ikatan kimia
untuk sementara waktu dan hubungannya yang erat antara model ikatan Lewis heuristik dengan
pendekatan kimia kuantum VB menyebabkan Kutipan: Pan, S.; Frenking, G. Pandangan Kritis
pada Pengaruh Linus Pauling pada Pemahaman Ikatan Kimia....

Kata kunci: ikatan kimia; teori ikatan valensi; resonansi; teori orbital molekul;elektron Lewis
Model pasangan Hampir tidak mungkin untuk secara memadai mengakui pencapaian Linus
Pauling di begitu banyak bidang sains dan kemanusiaan dalam satu edisi jurnal, apalagi dalam
sebuah artikel, bahkan jika seseorang berfokus pada kontribusinya yang membuat zaman di
bidang kimia....

Deskripsinya tentang ikatan kimia berdasarkan teori kuantum dalam hubungannya


dengan model pasangan elektron Gilbert Lewis masih dapat ditemukan di banyak publikasi saat
ini, di mana struktur dan situasi ikatan molekul disajikan dengan cara yang kembali ke ide dan
konsepsi Pauling. Pandangan sepintas pada buku teks kimia dan literatur kimia saat ini
menunjukkan bahwa pandangannya tentang ikatan kimia telah meninggalkan kesan abadi yang
masih terlihat jelas dalam penelitian modern.

Artikel ini berfungsi untuk menghargai pentingnya karya Linus Pauling untuk memahami
ikatan kimia dengan menunjukkan dan mendiskusikan keterbatasan dan kelemahannya. Pada saat
yang sama, Linus Pauling adalah rekan postdoctoral lain dalam kelompok Schrödinger dengan
bantuan persekutuan Guggenheim, yang ia manfaatkan untuk belajar tentang teori kuantum dari
Nils Bohr di Kopenhagen, Schrödinger di Zürich, dan Arnold Sommerfeld di Munich, di mana ia
juga bertemu dengan Werner Heisenberg. Apa yang membedakan Pauling adalah kombinasi dari
pengetahuan kimia yang sangat baik dengan mempelajari teori kuantum, yang pada saat itu
masih dalam tahap , ditambah dengan ambisi besar, tekad, dan kepercayaan diri yang tak
tergoyahkan. Konsep resonansi dan energi resonansi memainkan peran sentral dalam pendekatan
Pauling terhadap ikatan kimia.

Anda mungkin juga menyukai